Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada saat ini, saat di mana peradaban dan kebudayaan menuju ke arah kemodernan yang
ditandai dengan munculnya teknologi yang serba canggih, mulai dari sains sampai pada
teknologi informatika. Agama Islam, sesungguhnya mendapatkan ujian berat. Di satu pihak,
Islam sebagai agama universal dan diklaim sebagai pengatur selurh aspek kehidupan, dituntut
untuk selalu relavan dengan kemodernan tersebut. Sementara di pihak lain, Islam juga dituntut
untuk tidak kehilangan jati dirinya sebagai aturan Allah yang sakral.

Untuk itu muncul pertanyaan, memadaikah pendekatan yang selama ini berkembang di
kalangan ulama atau pemikir untuk memahami Islam – terutama dalam hal al-Hadits – agar
senantiasa sejalan dan mampu memberikan penyelesaian terbaik terhadap persoalan umat
manusia yang senantiasa terus berkembang? Pertanyaan inilah yang – antara lain – mendorong
para pemikir untuk mencari “pendekatan-pendekatan baru” untuk memahami Islam dari sumber
al-Sunnah.

Maka, jika kaum muslimin mencari kebenaran terhadap pemahaman sebuah hadis,
mereka bukan hanya harus mengkaji melalui pendekatan tekstual semata, melainkan juga semua
cara-cara yang dengannya kebenaran itu dirasakan, dipahami, dielaborasi, dijustifikasi, diberi
wajah ortodoksi, dan dihayati dalam konteks, waktu dan ruang geografis tertentu. Untuk itu
mereka memerlukan metode modern seperti pendekatan antropologi, psikologi, sosiologi,
semiotika, linguistik, ekonomi, filsafat, dan ilmu pengetahuan yang lain.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Tauhid

Tauhid (Arab :‫)توحيد‬, adalah konsep dalam aqidah Islam yang menyatakan
keesaan Allah. Dalam pengamalannya ketauhidan dibagi menjadi 3 macam yakni
tauhid rububiyah, uluhiyah dan Asma wa Sifat. Mengamalkan tauhid dan
menjauhi syirik merupakan konsekuensi dari kalimat syahadat yang telah diikrarkan oleh
seorang muslim.

 Kedudukan tauhid dalam Islam

Seorang muslim meyakini bahwa tauhid adalah dasar Islam yang paling agung dan
hakikat Islam yang paling besar, dan merupakan salah satu syarat diterimanya amal perbuatan
disamping harus sesuai dengan tuntunan rasulullah.

Dalil Al-Qur'an tentang keutamaan dan keagungan tauhid[sunting | sunting sumber]

Berikut ini adalah dalil dari Qur'an mengenai keutamaan dan keagungan tauhid,
diantaranya adalah:

“...dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk
menyerukan): Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu. (An-Nahl 16:36) ”

“Padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan
(yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan. (At-
Taubah 9:31) ”

“Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. Ingatlah, hanya


kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). (Az-Zumar 39:2-3) ”

“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan
keta`atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus. (Al-Bayyinah 98:5) ”

2
B. Istiqomah

Pengertian Istiqomah adalah anonim dari thughyan (penyeimbang atau melampaui batas).
Ia bisa berarti berdiri tegak di suatu tempat tanpa pernah bergeser, karena akar kata istiqomah
dari kata “qooma” yang berarti berdiri. Maka secara etimologi, istiqomah berarti tegak lurus.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, istiqomah diartikan sebagai sikap teguh pendirian dan
selalu konsekuen. Ayat diatas menggambarkan urgensi istiqomah setelah beriman dan pahala
besar yang dijanjikan Allah SWT seperti hilangnya rasa takut, sirnanya kesedihan dan surga bagi
hamba-hamba Allah yang senantiasa memperjuangkan nilai-nilai keimanan dalam setiap kondisi
atau situasi apapun. Hal ini dikuatkan hadits Nabi berikut ini. “Aku berkata: “Wahai Rasulullah
katakanlah kepadaku satu perkataan DALAM Islam yang aku tidak akan bertanya kepada
seorang pun selain engkau. Beliau bersabda: “Katakanlah, `Aku beriman kepada Allah,
kemudian beristiqomahlah (jangan menyimpang).” (HR. Muslim dari Abu’ Amarah Sufyan bin
Abdullah) Faktor-Faktor yang Melahirkan Istiqomah Ibnu Qayyim dalam “Madaarijus Salikiin”
menjelaskan bahwa ada lima faktor yang mampu melahirkan istiqomah dalam jiwa seseorang
sebagaimana berikut:

1. Beramal dan melakukan optimalisasi

“Dan berjihadlah kamu di jalan Allah dengan jihad yang sebenar- benarnya. Dia telah
memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.
(Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang
muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (al-Qur’an) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas
dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atau segenap manusia, maka dirikanlah shalat,
tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, maka Dialah
sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong.” (QS. 22:78)

2. Berlaku moderat antara tindakan melampaui batas dan menyia-nyiakan

“Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan,


dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.”
(QS. 25:67)

3
Rasulullah SAW bersabda kepada Abdullah bin Amr bin Al-Ash: “Wahai Abdullah bin
Amr, sesungguhnya setiap orang yang beramal memiliki puncaknya dan setiap puncak akan
mengalami kefuturan (keloyoan). Maka barangsiapa yang pada masa futurnya (kembali) kepada
bid’ah, maka ia akan merugi” (HR. Iman Ahmad dari sahabat Anshor)

3. Tidak melampaui batas yang telah digariskan ilmu pengetahuannya

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan
tentangnya. sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta
pertanggunganjawabnya.” (QS. 17:36)

4. Tidak menyandarkan pada faktor kontemporal, melainkan bersandar pada sesuatu yang
jelas – ikhlas

Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan
keta’atan kepada-Nya dalam(menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan
shalat dan meunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus. (QS. 98:5)

5. Mengikuti Sunnah Rasulullah SAW bersabda: “Siapa diantara kalian yang masih hidup
sesudahku maka dia pasti akan melihat perbedaan yang keras, maka hendaklah kalian mengikuti
sunnahku dan sunnah para Khalifah Rasyidin (yang lurus), gigitlah ia dengan gigi taringmu.”
(Abu Daud dari Al- Irbadi bin Sariah)

Imam Sufyan berkata: “Tidak diterima suatu perkataan kecuali bila ia disertai amal, dan
tidaklah lurus perkataan dan amal kecuali dengan niat, dan tidaklah lurus perkataan, amal dan
niat kecuali bila sesuai dengan sunnah.”

C. Jihad Antikorupsi

Agama Islam mengajarkan kepada umatnya untuk tidak melakukan perbuatan yang
merugikan bagi orang lain. Bahkan, dalam hadits Nabi disebutkan, jika kita menemukan kerikil
di jalan yang bisa membuat celaka orang lain, kita dianjurkan untuk menyingkirkannya. Nah,
korupsi pun sebagai perbuatan yang dilarang agama mestinya mendapatkan perhatian yang lebih
besar untuk diberantas. Selama ini kita sering disibukkan dengan agenda untuk
menformalisasikan Islam ke dalam institusi negara, yang bentuknya sangat simbolik. Karena

4
itulah, sekarang ini mestinya kita sudah memasuki agenda yang lebih jelas, yakni perang
melawan korupsi. Bahkan lebih tegas lagi, kita serukan dalam bahasa agama kita “jihad melawan
korupsi”.

Karena itulah, sudah saatnya kita menyerukan jihad melawan korupsi. Memang, biasanya
jihad ditujukan kepada musuh-musuh agama yang melakukan penyerangan atau perang. Dalam
sejarah Indonesia, kata jihad pernah digunakan sebagai alat untuk mengusir penjajah Belanda.
Resolusi Jihad yang digagas Nahdlatul Ulama waku itu mampu menjadi spirit teologis bagi
perjuangan bangsa Indonesia untuk melawan Belanda. Di sinilah relevansinya kita untuk
menggunakan kata jihad untuk melawan para koruptor yang sudah menjarah uang rakyat, di saat
para koruptor itu memiliki identitas keagamaan tertentu (Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha,
Konghucu, dll). Kinilah saatnya menggugat keagamaan mereka sebagai bentuk tanggung jawab
kita sebagai umat beragama.

Dalam konteks inilah, ada keputusan NU yang sangat menarik berkaitan dengan
pemberantasan praktik korupsi. Dalam Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar
Nahdlatul Ulama, tanggal 25-28 Juli 2002 di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta, diputuskan
bahwa pejabat yang mengkorup uang negara, sebelum ia mengembalikan uang/hasil korupsinya,
tidak boleh dishalati jenazahnya. Hal ini didasarkan pada hadits Nabi, bahwa orang yang
mempunyai hutang tidak boleh dishalati jenazahnya (HR. Bukhari). Munas dan Konbes NU juga
memutuskan bahwa money politics sebagai pemberian (berupa uang atau benda lain) untuk
mempengaruhi/menyelewengkan keputusan yang adil dan objektif, dalam pandangan Islam
merupakan suap (risywah) yang dilarang oleh agama.

Keputusan NU ini, sungguh luar biasa bagi upaya pemberantasan korupsi yang banyak
dilakukan oleh para pejabat negara. Bagaimana pun tanpa spirit agama, korupsi akan terus
berlangsung di negeri ini, meskipun sudah dilakukan berbagai strategi pemberantasan korupsi;
kepemimpinan, program publik, perbaikan organisasi pemerintah, penegakkan hukum, kesadaran
masyarakat, dan pembentukan lembaga pencegah korupsi. Di sinilah, agama harus mampu
menjawab problem-problem sosial masyarakat Indonesia, termasuk korupsi, yang sudah
mendarah daging di hampir seluruh sektor kehidupan berbangsa dan bernegara.

5
Karena itulah, kerjasama NU-Muhammadiyah sebagai organisasi Islam terbesar di
Indonesia sangat signifikan dalam upaya pemberantasan korupsi secara kultural dan politik.
Kampanye Islam anti-korupsi yang digagas Lakpesdam NU juga mampu memberikan intensitas
penyadaran dan perubahan cara pandang masyarakat terhadap praktik-praktik korupsi, agar
mereka tidak lagi mentolerirnya sebagai sesuatu yang lumrah dan budaya. Gerakan anti korupsi
yang dijiwai oleh semangat agama dalam level apa pun patut mendapat perhatian yang besar bagi
terciptanya masyarakat yang bebas dari praktik korupsi. Kinilah saatnya kita serukan “jihad
melawan korupsi”.

D. Kejujuran

Jujur adalah sebuah kata yang telah dikenal oleh hampir semua orang. Kajian tentang
sikap jujur berada dalam domain Psikologi Sosial. Jujur dapat juga kita anggap sebagai sebuah
sikap. Karena sikap jujur senantiasa berada dan lahir di dalam kelompok sosial atau masyarakat.
Bagi yang telah mengenal kata jujur mungkin sudah tahu apa itu arti dan makna dari kata jujur
tersebut. Dengan memahami makna kata jujur ini maka mereka akan dapat menyikapi berbagai
tindakan secara baik. Namun masih banyak yang tidak tahu sama sekali dan ada juga hanya tahu
maknanya secara samar-samar. Indikator kearah itu sangat mudah ditemukan yakni masih saja
banyak orang belum jujur jika dibandingkan dengan orang yang telah jujur. Yang lebih
berbahaya lagi adalah ada orang yang ingin dan selalu bersikap jujur, tapi mereka belum
sepenuhnya tahu apa-apa saja sikap yang termasuk kategori jujur. Berikut ini saya akan mencoba
memberikan penjelasan sebatas kemampuan saya tentang makna dari kata jujur ini.

Kata pepatah lama : Kejujuran adalah mata uang yang berlaku dimana-mana. Jujur
berkaitan dengan moralitas, realita, dan fakta. Maka, kejujuran yang sempurna pada dasarnya
berangkat dari hati nurani seseorang.

Kata jujur adalah kata yang digunakan untuk menyatakan sikap seseorang. Jika ada
seseorang berhadapan dengan sesuatu atau fenomena maka orang itu akan memperoleh
gambaran tentang sesuatu atau fenomena tersebut. Jika orang itu menceritakan informasi
tentang gambaran tersebut kepada orang lain tanpa ada “perobahan” (sesuai dengan realitasnya
) maka sikap yang seperti itulah yang disebut dengan jujur.

6
Sesuatu atau fenomena yang dihadapi tentu saja apa yang ada pada diri sendiri atau di
luar diri sendiri. Misalnya keadaan atau kondisi tubuh, pekerjaan yang telah atau sedang
dikerjakan serta yang akan dilakukan. Sesuatu yang diamati juga dapat mengenai benda, sifat
dari benda tersebut atau bentuk maupun modelnya. Fenomena yang diamati boleh saja yang
berupa suatu peristiwa, tata hubungan sesuatu dengan lainnya. Secara sederhana dapat dikatakan
apa saja yang ada dan apa saja yang terjadi. Jika gambaran dari pengamatan itu kita ceritakan
kepada orang lain tanpa ada perubahan sedikitpun, peristiwa itulah atau keadaan itulah yang
dinyatakan sebagai jujur. Boleh juga dikatakan jujur sebagai upaya agar perkataan selalu sinkron
dengan realitas.

Kejujuran juga bersangkutan dengan pengakuan. Dalam hal ini kita ambil contoh ,
orang Eropa membuat pernyataan atau menyampaikan informasi, bahwa …. orang pertama
sekali yang sampai ke Benua Amerika adalah Cristofer Colombus… Padahal menurut informasi
sejarah yang berkembang, sebelum Colombus mendarat di Benua Amerika telah ada di sana suku
bangsa yang mendiami atau menetap di sana, yakni suku Indian. Colombus sendiri juga
mengatakan bahwa dia berjumpa dengan penduduk asli Amerika tersebut. Pada lain cerita juga di
muat dalam buku sejarah bahwa sebelumnya (Cristofer Colombus) telah sampai kesana armada
Laksamana Cheng Ho dari Negeri China.Artinya apa, tidak ada pengakuan oleh orang yang
baru datang. Orang Eropa penulis sejaran tidak jujur, karena tidak menuliskan apa yang
diceritakan oleh Colombus. Ada kemungkinan bahwa orang Eropa tidak mengakui bahwa orang
Indian adalah manusia seperti mereka juga. Demikian juga mereka tidak mengakui Laksamana
Cheng Ho, karena merasa superior (barangkali). Demikian pula sejarah Cheng Ho yang ditulis
juga tidak jujur jika dikaitkan dengan suku Indian. Dalam hal ini kita melihat persoalan ketidak
sesuaian antara fenomena (realitas) dengan informasi yang disampaikan. Atau tidak ada
pengakuan terhadap realitas. Inilah disebut sikap bohong (tidak jujur ).

Jadi dari uraian di atas dapat diambil semacam rumusan, bahwa apa yang disebut
dengan jujur adalah sebuah sikap yang selalu berupaya menyesuaikan atau mencocokkan
antara Informasi (ucapan dan aturan) dengan fenomena atau realitas. Dengan kata lain yang
agak pendek kalimatnya selalu mencocokan “perkataan” dengan “realitas”. Perkataan adalah
dapat beruta informasi yang diucapkan, informasi yang dituliskan. Informasi yang ditulis dapat
berupa buku, surat kabar, perturan-perauran, serta undang-undang atau juga kitab suci. Perkataan

7
boleh jadi perkataan kita atau perkataan orang lain. Demikian pula realitas, dapat beruapa apa
yang ada dilingkungan dan apa yang ada kita perbuat. Dalam agama Islam sikap jujur inilah
yang dinamakan shiddiq. Sebagaimana yang kita tahu bahwa siddiq adalah salah satu sikap
semua Rasul. Makanya jujur itu ber-nilai tak terhingga. Karena semua sikap yang baik selalu
bersumber pada “kejujuran “.

Sekaitan dengan hal itu Rasulullah bersabda

‫ق َعلَ ْي ُك ْم‬ ْ ‫ا ْل َجن ِة إِلَى يَ ْهدِي ْالبِر َوإِن‬


ِ ‫البِ ِر إِلَى يَ ْهدِي‬.
ِ ِ‫ب‬. ‫الص ْدقَ فَإِن‬
ِ ‫الص ْد‬
(‫)مسلم رواه‬
Hendaknya kalian berlaku jujur, karena sesungguhnya jujur itu menunjukkan kalian
kepada kebajikan. Dan kebajikan itu menunjukkan kalian jalan ke surga. (HR. Muslim)

E. Amanah

Amânah yang artinya jujur atau dapat dipercaya. Secara bahasa, amânah (amanah) dapat
diartikan sesuatu yang dipercayakan atau kepercayaan. Amanah juga berarti titipan (al-wadî‘ah).

Amanah adalah lawan dari khianat. Amnah terjadi di atas ketaatan, ibadah, al-wadî’ah
(titipan), dan ats-tsiqah (kepercayaan).

Dengan demikian, sikap amanah dapat berlangsung dalam lapangan yang sangat luas.
Oleh karena itu, sikap amanah merupakan sesuatu yang dipercayakan untuk dijaga, dilindungi,
dan dilaksanakan.

Al-Quran menyatakan kata amanah dalam enam ayat. Allah Swt. berfirman:

ۡ ‫علَى ۡٱۡل َ َمانَةَ َع َر‬


‫ضنَا ِإنا‬ َ ‫ت‬ ِ ‫سـنُ َو َح َملَ َها ِم ۡن َہا َوأَ ۡشفَ ۡقنَ يَ ۡح ِم ۡلنَ َہا أَن فَأ َ َب ۡينَ َو ۡٱل ِج َبا ِل َو ۡٱۡل َ ۡر‬
ِ ‫ض ٱلس َمـ َوٲ‬ ِ ۡ ُ ‫وما َكانَ ۥ ِإنه‬
َ ‫ٱۡلن‬ ً۬ ُ‫ظل‬
َ
ً۬ ‫جه‬
‫ول‬ ُ َ

Sesungguhnya Kami telah menyampaikan amanah kepada langit, bumi, dan gunung-
gunung; semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan
mengkhianatinya. Dipikullah amanah itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim
dan amat bodoh. (QS al-Ahzâb [33]: 72).

8
Ada berbagai pendapat mengenai makna amanah dalam ayat ini. Al-Qurthubi
menyatakan, amanah bersifat umum mencakup seluruh tugas-tugas keagamaan. Ini adalah
pendapat jumhur.

Ibn ‘Abbas menuturkan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda (yang artinya):

Allah berfirman kepada Adam, “Wahai Adam, Aku telah mengemukakan amanat kepada
langit dan bumi, tetapi mereka tidak sanggup mengembannya. Apakah engkau sanggup
mengembannya dengan apa yang ada di dalamnya?”

Adam bertanya, “Apa yang ada di dalamnya, wahai Rabb-ku?”

Allah menjawab, “Jika engkau mengembannya maka engkau diberi pahala dan jika
engkau mengabaikannya maka engkau akan diazab.”

Adam lalu mengembannya dengan apa yang ada di dalamnya. Adam tidak tinggal di
Surga kecuali seukuran antara shalat yang pertama sampai shalat Ashar hingga setan
mengeluarkannya dari surga. (HR at-Tirmidzi).

Berdasarkan hadis ini, Ibn ’Abbas berpendapat, bahwa amanah dalam ayat ini maknanya
adalah kewajiban-kewajiban dimana seorang hamba diberi diamanahi Allah untuk
melaksanakannya.

Asy-Syaukani menukil pendapat al-Wahidi, bahwa amanah di sini menurut pendapat


seluruh ahli tafsir adalah ketaatan dan kewajiban-kewajiban yang penunaiannya dikaitkan
dengan pahala dan pengabaiannya dikaitkan dengan siksa. Ibn Mas‘ud berkata, bahwa amanah di
sini adalah seluruh kewajiban dan yang paling berat adalah amanah harta. Sedangkan Ubay bin
Ka‘ab berpendapat bahwa di antara amanah adalah dipercayakannya kepada seorang wanita atas
kehormatannya.

Seluruh pendapat tersebut bermuara pada kesimpulan bahwa amanah dalam ayat tersebut
adalah seluruh apa yang dipercayakan Allah kepada manusia mencakup seluruh perintah dan
larangan-Nya, juga seluruh karunia yang diberikan kepada manusia. Sebagian ulama memerinci
apa-apa saja yang termasuk amanah yang penting.

9
F. Transparansi

Transparansi adalah keterbukaan atas semua tindakan dan kebijakan yang diambil oleh
pemerintah. Transparan di bidang manajemen berarti adanya keterbukaan dalam mengelola suatu
kegiatan. Di lembaga pendidikan, bidang manajemen keuangan lembaga pendidikan, yaitu
keterbukaan sumber keuangan dan jumlahnya, rincian penggunaan, dan pertanggungjawabannya
harus jelas sehingga bias memudahkan pihak-pihak yang berkepentingan untuk mengetahiunya
(Surya Darma,2007).

Transparansi keuangan sangat diperlukan dalam menungkatkan dukungan orang tua,


masyarakat dan pemerintah dalam penyelenggaraan seluruh program pendidikan di sekolah.
Transparansi ditujukkan untuk membangun kepercayaan dan keyakinan kepada sekolah bahwa
sekolah adalah organisasi pelayanan pendidikan yang bersih dan berwibawa, bersih dalam arti
tidak KKN dan berwibawa dalam arti professional. Transparansi bertujuan untuk menciptakan
kepercayaan timbale balik antara sekolah dan publik melalui informasi yang memadai dan
menjamin kemudahan dalam memperoleh informasi yang akurat (Muhammad,2007).

Pengelolaan dana yang transparan akan membuat orang lain dalam hal ini akan orang tua
siswa, masyarakat, dan pemerintah dapat mengetahui untuk apa saja dana sekolah itu
dibelanjakan. Prinsip transparansi dapat diukur melalui indikator, yaitu: 1) mekanisme yang
menjamin system keterbukaan dan standarisasi dari semua proses pelayanan publik; 2)

Mekanisme yang memfasilitasi pertanyaan-pertanyaan publik tentang berbagai kebijakan


dan pelayanan publik, maupun proses-proses didalam sektor publik; 3) mekanisme yang
memfasilitasi pelaporan maupun penyebaran informasi dan penyimpanan tindakan aparat publik
di dalam kegiatan melayani (Surya darma, 2007).

Transparansi pengelolaan keuangan secara keseluruhan sangat dipengaruhi oleh beberapa


aspek, yaitu: perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pertanggungjawaban. Transparansi
keuangan sekolah sangat diperlukan dalam rangka meningkatkan dukungan orang tua siswa,
masyarakat dan pemerintahan dalam penyelenggaraan seluruh program pendidikan sekolah
(Muhammad, 2007).

10
Prinsip transparansi menciptakan kepercayaan timbale-balik antara pemerintah dan
masyarakat melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan di dalam memperoleh
informasi yang akurat dan memadai. Surya Darma (2007:17) informasi adalah suatu kebutuhan
penting bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengelolaan sekolah. Berkaitan dengan hal
tersebut sekolah butuh proaktif memberikan informasi lengkap tentang kebijakan dan layanan
yang disediakannya kepada masyarakat.

Sekolah perlu mendayagunakan sebagai jalur komunikasi seperti melalui brosur, leaflet,
pengunguman melalui koran, radio serta televise lokal. Sekolah perlu menyiapkan kebijakan
yang jelas tentang cara mendapatkan informasi. Kebijakan ini memperjelas bentuk informasi
yang dapat diakses masyarakat atau bentuk informasi yang bersifat rahasia, bagaimana cara
mendapatkan informasi, lama waktu mendapatkan informasi serta prosedur pengaduan apabila
informasi tidak sampai kepada masyarkat.

Beberapa informasi keuangan yang bebas diketahui oleh semua warga sekolah dan orang
tua siswa seperti Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS) bias ditempel di
papan pengunguman di ruangan guru atau di depan ruang tata usaha sehingga bagi siapa saja
yang membutuhkan informasi itu dapat dengan mudah mendapatkannya. Orang tua siswa bisa
mengetahui berapa jumlah uang yang diterima sekolah dari orang tua siswa dan digunakan untuk
apa saja uang itu. Perolehan informasi ini tentu akan menambah kepercayaan orang tua siswa
terhadap sekolah (Surya Darma, 2007:22).

Berdasarakan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa transparansi adalah semua


keputusan yang diambil secara terbuka dan berdasarkan fakta obyektif. Transparansi
mempersyaratkan ketersediaan informasi yang akurat dan cermat. Transparansi merujuk pada
keterbukaan informasi sehingga orang dapat menggunakannya untuk melacak penyalahgunaan
wewenang dan memperjuangkan kepentingan mereka. Sedangkan indicator yang digunakan
adalah : 1) bertambah wawasan dan pengetahuan masyarajat terhadap penyelengaraan
pemerintahan; 2) meningkatnya kepercayaaan masyarakat kepada pemerintah, meningkatkan
jumlah masyarakat yang berpartisipasi dalam pembangunan dan berkurangnya pelanggaran
terhadap peraturan perundang-undangan.

11
Transparansi pada akhirnya akan menciptakan horizontal accountability antara
pemerintah daerah dengan masyarakat sehingga tercipta pemerintahan daerah yang bersih,
efektif, efisien , akuntabel dan responsif terhadap aspirasi dan kepentingan masyarakat.
Transparansi adalah prinsip yang menjamain akses atau kebebasan bagi setiap orang
untuk memperoleh informasi tentang penyelenggaraan pemerintahan, yakni informasi tentang
kebijakan proses pembuatan dan pelaksanaanya serta hasil – hasil yang dicapai.
Transparansi adalah adanya kebijakan terbuka bagi pengawasan. Sedangkan yang
dimaksud dengan infoermasi adalah informasi mengenai setiap aspek kebijakan pemerintah
yang dapat dijangkau publik. eterbukaan informasi diharapkan akan menghasilkan persaingan
politik yang sehat, toleran, dan kebijakan dibuat beradsarkan preferensi publik. Makna dari
transparansi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah dapat dilihat dalam dua hal yaitu ; (1)
salah satu wujud pertanggung jawaban pemerintah kepada rakyat, dan (2) upaya peningkatan
manajemen pengelolaan pemerintah kepada rakyat, dan (2) upaya peningkatan manajemen
pengelolaan dan penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan mengurangi kesempatan
praktek kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN).

Transparansi berarti terbukanya akses bagi semua pihak yang berkepentingan


terhadap setiap informasi terkait --seperti berbagai peraturan dan perundang-undangan, serta
kebijakan pemerintah– dengan biaya yang minimal. Informasi sosial, ekonomi, dan
politik yang andal (reliable) dan berkala haruslah tersedia dan dapat diakses oleh
publik (biasanya melalui filter media massa yang bertanggung jawab). Artinya, transparansi
dibangun atas pijakan kebebasan arus informasi yang memadai disediakan untuk
dipahami dan (untuk kemudian) dapat dipantau. Transparansi jelas mengurangi
tingkat ketidakpastian dalam proses pengambilan keputusan dan implementasi kebijakan
publik. Sebab, penyebarluasan berbagai informasi yang selama ini aksesnya hanya
dimiliki pemerintah dapat memberikan kesempatan kepada berbagai komponen
masyarakat untuk turut mengambilkeputusan. Oleh karenanya, perlu dicatat bahwa informasi
ini bukan sekedartersedia, tapi juga relevan dan bisa dipahami publik. Selain itu, transparansi ini
dapat membantu untuk mempersempit peluang korupsi di kalangan para pejabat publik
dengan “terlihatnya” segala proses pengambilan keputusan oleh masyarakat luas.

12
G. Zuhud

Arti kata zuhud adalah tidak ingin kepada sesuatu dengan meninggalkannya. Menurut
istilah zuhud adalah berpaling dan meninggalkan sesuatu yang disayangi yang bersifat material
atau kemewahan duniawi dengan mengharap dan menginginkan sesuatu wujud yang lebih baik
dan bersifat spiritual atau kebahagiaan akherat.

Ada 3 tingkatan zuhud yaitu:

1. Tingkat Mubtadi’ (tingkat pemula) yaitu orang yang tidak memiliki sesuatu dan hatinya
pun tidak ingin memilikinya.

2. Tingkat Mutahaqqiq yaitu orang yang bersikap tidak mau mengambil keuntungan pribadi
dari harta benda duniawi karena ia tahu dunia ini tidak mendatangkan keuntungan
baginya.

3. Tingkat Alim Muyaqqin yaitu orang yang tidak lagi memandang dunia ini mempunyai
nilai, karena dunia hanya melalaikan orang dari mengingat Allah. (menurut Abu Nasr As
Sarraj At Tusi)

Menurut AI Gazali membagi zuhud juga dalam tiga tingkatan yaitu:

1. Meninggalkan sesuatu karena menginginkan sesuatu yang lebih baik dari padanya

2. Meninggalkan keduniaan karena mengharap sesuatu yang bersifat keakheratan

3. Meninggalkan segala sesuatu selain Allah karena terlalu mencintai-Nya

Dalam keterangan di atas dapat disimpulkan pandangan bahwa harta benda adalah
se’suatu yang harus dihindari karena dianggap dapat memalingkan hati, dari mengingat tujuan
perjalanan sufi yaitu Allah.

Namun ada yang berpendapat bahwa zuhud bukan berarti semata-mata tidak mau
memiliki harta benda dan tidak suka mengenyam nikmat duniawi, tetapi sebenarnya adalah
kondisi mental yang tidak mau terpengaruh oleh harta dan kesenangan duniawi dalam
mengabdikan diri kepada Allah.

13
H. Hormat Kepada Guru

Hormat dan patuh kepada guru sangatlah ditekankan dalam agama Islam. Guru adalah
orang yang mengajarkan kita dengan berbagai macam ilmu pengetahuan dan mendidik kita
sehingga menjadi orang yang mengerti dan dewasa. Walau bagaimanapun tingginya pangkat atau
kedudukan seseorang, dia adalah bekas seorang pelajar yang tetap berhutang budi kepada
gurunya yang pernah mendidik pada masa dahulu.

Guru adalah orang yang mengetahui ilmu (‘alim/ulama), guru (‘alim/ulama)


adalah orang yang takut kepada Allah Swt. Firman Allah swt. dalam Al-Qur'an yang artinya:
“Dan demikian (pula) di antara manusia, makhluk bergerak yang bernyawa dan hewan-hewan
ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Di antara hamba-hamba Allah
yang takut kepada-Nya, hanyalah para ulama. Sungguh, Allah Mahaperkasa, Maha
Pengampun.” (Q.S. Fathir/35: 28)

Guru adalah pewaris para nabi. Karena lewat seorang guru, wahyu atau ilmu para nabi
diteruskan kepada umat manusia. Imam Al-Gazali mengkhususkan seorang guru dengan sifat-
sifat kesucian, kehormatan, dan penempatan guru langsung sesudah kedudukan para nabi. Beliau
juga menegaskan bahwa: “Seorang yang berilmu dan kemudian bekerja dengan ilmunya itu,
maka dialah yang dinamakan besar di bawah kolong langit ini, dia ibarat matahari yang
menyinari orang lain dan mencahayai dirinya sendiri, ibarat minyak kesturi yang baunya
dinikmati orang lain dan dia sendiri pun harum. Siapa yang berkerja di bidang pendidikan,
maka sesungguhnya dia telah memilih pekerjaan yang terhormat dan yang sangat penting, maka
hendaknya dia memelihara adab dan sopan satun dalam tugasnya ini.”

Penyair Syauki juga mengakui nilainya seorang guru dengan kata-kata sebagai berikut:
“Berdiri dan hormatilah guru dan berilah penghargaan, seorang guru itu hampir saja
merupakan seorang rasul.”

Guru merupakan bapak rohani bagi seorang murid, gurulahlah yang memberikan
santapan jiwa dengan ilmu, pendidikan akhlak, dan membimbing para muridnya. Maka,
menghormati guru berarti penghargaan terhadap anak-anak kita, dengan guru itulah, mereka
hidup dan berkembang.

14
Sesuai dengan ketinggian derajat dan martabat seorang guru, tidak heran kalau para
ulama sangat menghormati guru-guru mereka. Cara mereka memperlihatkan penghormatan
terhadap gurunya antara lain sebagai berikut.

1. Mereka selalu rendah hati terhadap gurunya, meskipun ilmu sudah lebih banyak
ketimbang gurunya.

2. Mereka menaati setiap arahan serta bimbingan guru, seperti seorang pasien yang tidak
tahu apa-apa tentang penyakitnya dan hanya mengikut arahan seorang dokter pakar yang
mahir.

3. Mereka juga senantiasa berkhidmat kepada guru-guru mereka dengan mengharapkan


balasan pahala serta kemuliaan di sisi Allah Swt.

4. Mereka memandang guru dengan perasaan penuh hormat dan ta’zim (memuliakan) serta
memercayai kesempurnaan ilmunya. Hal ini akan lebih membantu pelajar untuk
memperoleh manfaat dari apa yang disampaikan oleh guru mereka.

Beberapa Keuntungan Sikap Hormat dan Patuh kepada Guru

Berdasarkan uraian di atas, betapa pentingnya sikap hormat dan patuh kepada guru.
Dengan menghormati seorang guru, kita akan mendapatkan berbagai macam keuntungan, antara
lain sebagai berikut.

1. Ilmu yang diperoleh akan menjadi berkah dalam kehidupan kita.

2. Akan lebih mudah menerima pelajaran yang disampaikan.

3. Ilmu yang diperoleh dari guru akan menjadi bermanfaat bagi orang lain.

4. Akan selalu didoakan oleh guru.

5. Akan membawa berkah, memudahkan urusan, serta dianugerahi nikmat yang lebih dari
Allah Swt.

15
6. Seorang guru tidak selalu berada di atas muridnya. Ilmu dan kelebihan itu merupakan
anugerah dan Allah Swt. akan memberikan anugerah-Nya kepada orang-orang yang
dikehendaki-Nya.

16
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

17
DAFTAR PUSTAKA

Fathoni Ahmad Miftah Drs., M.Ag, Pengantar Studi Islam, 2001, Semarang, Gunung Jati.

Supadie Didiek Ahmad,dkk. Pengantar Studi Islam, 2011 , Jakarta, Rajawali Pers.

18

Anda mungkin juga menyukai