Anda di halaman 1dari 27

1

A. TUGAS AKHIR YANG DIUSULKAN


1. Judul Tugas Akhir : Pengenalan Tingkatan Bacaan Al-Qur’an
Melalui Lafadz Menggunakan Discrete
Fourier Transform
2. Pengusul
a. Nama : Rizki DaraPhonna
b. NIM : 130170092
c. Jurusan : Teknik Informatika
3. Objek Tugas Akhir : Suara
4. Mata Kuliah Terkait : Pengolahan Sinyal dan Suara

B. Pendahuluan
Al-Qur’an adalah kitab suci umat Islam dan Al-Qur’an ditulis dalam bahasa
Arab. Adapun tujuan Allah SWT menurunkan Al-Qur’an ialah sebagai pedoman
hidup bagi umat Islam. Umat muslim menghormati AL-Qur’an sebagai sebuah
mukjizat terbesar Nabi Muhammad SAW, sebagai salah satu tanda dari kenabian
dan merupakan puncak dari seluruh pesan suci (wahyu) yang diturunkan oleh
Allah sejak Nabi Adam dan diakhiri dengan Nabi Muhammad SAW.
Dalam pembacaan Al-Quran kita sering mendapati orang yang membaca Al-
Qur’an dengan tempo atau kecepatan yang berbeda-beda. Ada yang sangat cepat,
ada yang pelan, dan juga ada yang sangat lambat, iniah yang dinamakan dengan
Tingkatan Bacaan Al-Qur’an. Boleh saja membaca Al-Qur’an dengan tempo yang
cepat asalkan sesuai dengan kaidah tajwid. Karena hukum membaca Al-Qur’an
sesuai dengan kaidah ilmu tajwid itu adalah fardhu ‘ain atau wajib.
Sebelum membahas apa saja tingkatan bacaan tersebut, perlu kita ketahui apa
itu yang dinamakan Tajwid. Tajwid atau hukum makhraj adalah pedoman dalam
membaca Al-Qur’an. Makhraj secara bahasa berarti tempat keluarnya huruf.
Adapun secara istilah adalah tempat keluarnya suara huruf hijaiyah mulai dari alif
sampai ya’. Pengertian Tajwid menurut bahasa (ethimologi) adalah memperindah
sesuatu. Sedangkan menurut istilah, Ilmu Tajwid adalah pengetahuan tentang
kaidah serta cara-cara membaca Al-Quran dengan sebaik-baiknya.
2

Adapun tingkatan bacaan Al-Qur’an adalah (1) At-Tahqiq yaitu tingkatan


yang paling lambat dan perlahan-lahan. Tempo ini biasanya digunakan bagi
mereka yang sedang belajar membaca Al-Qur’an agar dapat melafadzkan huruf
beserta sifat-sifatnya dengan tepat. (2) At-Tartil yaitu membaca Al-Qur’an
dengan pelan dan tenang. Setiap huruf diucapkan satu persatu dengan jelas dan
tepat menurut makhraj dan sifat-sifatnya, terpelihara ukuran panjang dan
pendeknya, dan berusaha untuk mengerti maknanya, membaca dengan tartil lebih
baik dan diutamakan. (3) Al Hadr yaitu tingkatan membaca Al-Qur’an yang
paling cepat. Tingkatan ini merupakan ukuran terpendek dalam batas peraturan
tajwid, tapi tetap tidak keluar dari patokan yang ada. Al Hadr biasanya dipakai
oleh mereka yang sudah menghafal Al-Quran agar dapat mengulang hafalan
dalam tempo singkat. Dan yang terakhir yaitu (4) At-Tadwir yang artinya
tingkatan yang berada pada pertengahan anara tartil dan hadr. Bacaan at-tadwir ini
dikenal dengan bacaan sedang, tidak terlalu cepat tetapi juga tidak terlalu pelan.
Masih banyak kalangan masyarakat yang belum memahami dan belum dapat
membedakan tingkatan bacaan Al-Quran yang tersebut di atas ketika masyarakat
mendengar suatu bacaan Al-Qur’an dengan tempo tertentu.
Hal tersebut membuat penulis tertarik untuk membuat sebuah aplikasi yang
dapat mengenali tingkatan bacaan Al-Qur’an melalui sample rekaman suara
bacaan Al-Qur’an yang kita inputkan. Aplikasi ini memudahkan kita dalam
mencari tahu tingkatan bacaan apakah yang yang sedang dibacakan.
Berdasarkan uraian permasalahan di atas, maka dari itu penulis tertarik
mengambil judul “Aplikasi Pengenalan Tingkatan Bacaan Qur’an Melalui
Lafadz Menggunakan Discrete Fourier Transform”.

C. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang timbul dalam
pengerjaan tugas akhir ini adalah:
1. Bagaimana merubah suara analog yang berdomain waktu menjadi suara
digital yang berdomain frekuensi dalam pengenalan bacaan Al-Qur’an
sehingga dapat dihitung oleh Discrete Fourier Transform ?
3

2. Bagaimana frekuensi suara yang dihasilkan seseorang dalam tingkatan


bacaan Al-Qur’an kemudian menghasilkan informasi berupa nama
tingkatan bacaan yang dikenali oleh sistem yang akan dikembangkan
menggunakan Discrete Fourier Transform?
3. Bagaimana membangun suatu sistem dengan menggunakan metode
Discrete Fourier Transform untuk mengenali tingkatan bacaan pada Al-
Qur’an ?

D. BATASAN MASALAH
Adapun batasan masalah pada sistem yang akan dibangun adalah sebagai
berikut :
1. Aplikasi ini dibangun menggunakan metode Discrete Fourier Transform.
2. Sample suara yang diinput berupa bacaan Qur’an Surat Ar-Rahman
dengan keempat jenis tingkatan bacaan yang telah dijelaskan di atas,
yaitu At-Tahqiq, At-Tartil, Al- Hadr dan At-Tadwir.
3. Sample suara yang diinput berupa file berformat .wav yang diconvert
menggunakan bantuan software Adobe Audition 1.5.
4. Sample suara yang diambil adalah yang jelas atau tidak terganggu oleh
suara lain.
5. Sistem yang akan dibuat hanya untuk mengenali jenis tingkatan bacaan
melalui inputan suara.

E. TUJUAN
Tujuan dari penelitian ini adalah membangun sebuah aplikasi pengenalan
tingkatan bacaan Al-Qur’an melalui proses sampling suara. Suara yang keluar
yang merupakan bacaan AL-Qur’an tersebut akan dihitung nilai-nilai
frekuensinya menggunakan metode Discrete Fourier Transform. Dari hasil
perhitungan tersebut diperoleh informasi berupa keterangan nama atau jenis
tingkatan bacaan yang sedang dibacakan, sehingga aplikasi ini dapat
mempermudah pengguna dalam memahami dan mengetahui tiap-tiap tingkatan
bacaan Al-Quran.
4

F. TINJAUAN PUSTAKA
1. Suara
Suara adalah fenomena fisik yang dihasilkan oleh getaran suatu benda yang
berupa sinyal analog dengan amplitudo yang berubah secara kontinu terhadap
waktu. Suara merupakan gelombang yang mengandung sejumlah parameter
(amplitudo, simpangan, frekuensi, spektrum) yang dapat menyebabkan suara yang
satu berbeda dengan suara lain.
Suara dengan amplitudo tinggi akan terdengar lebih keras. Suara dengan
frekuensi lebih besar akan terdengar lebih tinggi. Sementara itu ditemukan dua
suara yang beramplitudo dan frekuensi sama misalnya biola dan piano dibunyikan
bersama dengan tingkat kekerasan dan nada yang sama namun telinga masih
dapat membedakan mana suara dari piano dan mana suara dari biola. Ini terjadi
karena suara juga memiliki warna suara. Suatu warna suara ditentukan oleh pola
dasar dari suatu gelombang suara. (Fadlisyah, 2013)

Gambar 1. Spectrum Suara (Fadlisyah, dkk. 2013)

2. Pembangkitan sinyal suara manusia


Sinyal adalah besaran fisis yang berubah menurut waktu, ruang, atau
variable-variabel bebas lainnya. Secara matematis, sinyal adalah fungsi dari satu
atau lebih variable independen. Proses ini dilakukan melalui pemodelan sinyal.
Contoh fungsi matematis dari sinyal adalah :
5

Fs(t)=sin (t)………………………….………………….…….(2.1)

Speech (wicara) dihasilkan dari sebuah kerjasama antara lungs(paru-paru),


glottis (dengan vocal chords) dan articulation tract (mouth/mulut dan nose
cavity/rongga hidung). Untuk menghasilkan sebuah voiced sounds (suara ucapan),
paru-paru lungs menekan udara melalui epiglottis, vocal chords bergetar
menginterupt udara melalui aliran udara dan menghasilkan sebuah gelombang
tekanan quasi-periodic.
Impuls tekanan pada umumnya disebut sebagai pitch impulses dan frekuensi
sinyal tekanan adalah pitch frequency atau fundamental frequency. Impuls pitch
merangsang udara di dalam mulut dan untuk suara tertentu (nasals) juga
merangsang nasals cavity(rongga hidung). Ketika rongga beresonansi, akan
menimbulkan radiasi sebuah gelombang suara yang mana merupakan sinyal
wicara. Kedua rongga bereaksi sebagai resonators dengan karakteristik frekuensi
resonansi masing-masing, yang disebut formant frequencies. Pada saat rongga
mulut mengalami perubahan besar, akan dihasilkan beragam pola ucapan suara
yang berbeda.

a) Pembangkitan ucapan /a/


6

b) Pembangkitan ucapan /f/

Gambar 2. Proses Produksi Suara (Fadlisyah, 2013)

Sinyal wicara merupakan sinyal yang bervariasi lambat sebagai fungsi waktu,
dalam hal ini ketika diamati pada durasi yang sangat pendek (5 sampai 100
mili detik) karakteristiknya masih stasioner. Tetapi bilamana diamati dalam
durasi yang lebih panjang (>1/5 detik) karakteristik sinyalnya berubah untuk
merefleksikan suara ucapan yang keluar dari pembicara.

Gambar 3. Contoh sinyal wicara ucapan “Selamat Datang”

Salah satu cara dalam menyajikan sebuah sinyal wicara adalah dengan
menampilkannya dalam tiga kondisi dasar, yaitu silence (S) atau keadaan tenang
dimana sinyal wicara tidak diproduksi, unvoice (U) dimana vocal cord tidak
7

berfibrasi, dan yang ketiga adalah voiced (V) dimana vocal cord berfibrasi secara
periodik sehingga menggerakkan udara ke kerongkongan melalui mekanisme
akustik sampai keluar dari mulut dan menghasilkan sinyal wicara.[1]

3. Pengertian Al Quran
3.1 Pengertian Etimologi (Bahasa)
Secara bahasa Al-Quran berasal dari bahasa Arab, yaitu qaraa-yaqrau-
quraanan yang berarti bacaan. Hal itu dijelaskan sendiri oleh Al-Qur’an dalam
Surah Al-Qiyamah ayat 17-18. Artinya Sesungguhnya atas tanggungan kamilah
mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila
Kami telah selesai membacakannya Maka ikutilah bacaannya itu. (QS. Al-
Qiyamaah 17-18)
3.2 Pengertian Al Quran Menurut Terminologi
a. Menurut Manna’ Al-Qhattan

‫سلَّ َم اَ ْل ُمت َ َع َبد ُ ِبتِ ََل َو ِت ِه‬ َ ُ‫صلَّي هللا‬


َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َ ‫علَي ُم َح َّم ٍد‬
َ ‫َك ََل ُم هللاِ ال ُمن ًَّز ُل‬
Artinya : “Kitab Allah yang diturnkan kepada Nabi Muhammad SAW., dan orang
yang membacanya memperoleh pahala”.

b. Menurut Al-Jurjani

‫ف‬
ِ ‫اح‬
ِ ‫ص‬َ ‫ب فِى ْال َم‬ ِ ‫سو ِل ال َم ْكتُو‬ ُ ‫الر‬ َّ ‫ع َلى‬ َ ‫ُه َو ا َ ْل ُمن ََّز ُل‬
ُ ‫ا َ ْل َم ْنقُو ُل َع ْنهُ نَ ْق اَل ُمتَ َواتِ ارا بِ ََل‬
‫ش ْب َه ٍة‬
Artinya: “Yang diturunkan kepada Rasulullah SAW., ditulis dalam mushaf, dan
diriwayatkan secara mutawattir tanpa keraguan”

c. Menurut kalangan pakar ushul fiqh, fiqh, dan bahasa Arab :

‫م ا َ ْل ُم ْع ِج ِز ا َ ْل ُمتَ َعبَّد ُ ِب ِت ََل َو ِت ِه‬.‫علَى َن ِب ِي ِه ُم َح َّم ٍد ص‬


َ ‫ا ُم هللاِ ال ُمن ََّز ُل‬

1
Fadlisyah, dkk. 2013. Pengolahan Sinyal & Suara. Graha Ilmu.Yogyakarta.
8

ُ ‫ف ِم ْن ا َ َّو ِل‬
‫س ْو َر ٍة‬ ِ ‫اح‬
ِ ‫ص‬َ ‫ب ِفى ا َ ْل َم‬
ِ ‫ا َ ْل َم ْنقُو ُل ِبالت َّ َوات ُ ِر ا َ ْل َم ْكتُو‬
ِ َّ‫ورةٍ الن‬
‫اس‬ َ ‫س‬ ُ ‫ا َ ْلفَا ِت َح ِة اِلَى‬
Artinya : “Kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi-Nya, Muhammad. Lafadz-
lafadznya mengandung mukjizat, membacanya mempunyai ibadah,
diturunkan secara mutawattir, dan ditulis pada mushaf, mulai dari awal
surat Al-Fatihah sampai pada surat An-Nass”.
Dari pengertian diatas, ada beberapa bagian yang unsur penting, yaitu :
a. Al-Qur'an adalah firman Allah.
Artinya: ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan
(kepadanya). QS. An-Najm. 4 (empat) Ayat ini menunjukkan bahwa Al-
Quran adalah wahyu (bisikan dalam sukma dan isyarat yang cepat yang
bersifat rahasia disampaikan oleh Allah kepada Nabi dan Rasul) yang
diturunkan oleh Alla kepada nabi Muhammad SAW.
b. Al-Quran adalah mukjizat yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW.
Tak satu pun jin dan manusia yang dapat menandinginya, meskipun
mereka berkerjasama.
Artinya: Katakanlah: "Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul
untuk membuat yang serupa Al Quran ini, niscaya mereka tidak akan
dapat membuat yang serupa dengan Dia, Sekalipun sebagian mereka
menjadi pembantu bagi sebagian yang lain". (QS. Al-Israa:88)
c. Al Quran diturunkan secara mutawatir
Artinya: Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan
Sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya. (QS. Al-Hijr 9) Ayat
ini memberikan jaminan tentang kesucian dan kemurnian Al Quran
selama-lamanya.
d. Membaca Al Quran bernilai ibadah
Nabi bersabda: “Aku tidak mengatakan alif laam miim satu huruf, tetapi
Alif satu huruf, laam satu huruf, miim satu huruf dan satu kebaikan
nilainya 10 kali lipat” (Al-Hadist).
9

e. Al-Qur’an diturunkan kepada nabi Muhammad melalui Malaikat


Jibril
Artinya: Katakanlah: "Ruhul Qudus (Jibril) menurunkan Al Quran itu
dari Tuhanmu dengan benar, untuk meneguhkan (hati) orang-orang yang
telah beriman, dan menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi orang-
orang yang berserah diri (kepada Allah)". (QS. An-Nahl 102)

4. Tingkatan Bacaan Al-Qur’an


Tingkatan bacaan Al-Qur’an yaitu tempo atau kecepatan dalam membaca Al-
Qur’an. Kita sering mendengarkan bacaan Al-Qur’an yang dibacakan dengan
sangat merdu serta perlahan-lahan, namun ada juga orang yang membaca AL-
Qur’an dengan cepat dengan kaidah tajwid yang sesuai.
Ada empat tingkatan bacaan dalam Al-Quran, yang disepakati oleh para ahli
tajwid, yaitu[2]:
a. At-Tahqiq yaitu tingkatan yang paling lambat dan perlahan-lahan. Tempo
ini biasanya digunakan bagi mereka yang sedang belajar membaca Al-
Qur’an agar dapat melafadzkan huruf beserta sifat-sifatnya dengan tepat.
b. At-Tartil yaitu membaca Al-Qur’an dengan pelan dan tenang. Setiap
huruf diucapkan satu persatu dengan jelas dan tepat menurut makhraj dan
sifat-sifatnya, terpelihara ukuran panjang dan pendeknya, dan berusaha
untuk mengerti maknanya, membaca dengan tartil lebih baik dan
diutamakan.
c. Al Hadr yaitu tingkatan membaca Al-Qur’an yang paling cepat.
Tingkatan ini merupakan ukuran terpendek dalam batas peraturan tajwid,
tapi tetap tidak keluar dari patokan yang ada. Al Hadr biasanya dipakai
oleh mereka yang sudah menghafal Al-Quran agar dapat mengulang
hafalan dalam tempo singkat.

2
M. Raya Fahreza. 2008. 6 Langkah Mudah Lancar Membaca Al-Quran. Mutiara Media.
Yogyakarta
10

d. At-Tadwir yang artinya tingkatan yang berada pada pertengahan anara


tartil dan hadr. Bacaan at-tadwir ini dikenal dengan bacaan sedang, tidak
terlalu cepat tetapi juga tidak terlalu pelan.

5. Kompleksitas Algoritma
Secara informal algoritma adalah suatu prosedur komputasi yang terdefenisi
dengan baik yang mengambil beberapa nilai atau sekumpulan nilai sebagai input
dan menghasilkan beberapa nilai atau sekumpulan nilai sebagai output. Dengan
demikian algoritma adalah suatu urutan langkah-langkah komputasi yang
mentransformasikan input menjadi output. Secara singkat, algoritma merupakan
langkah-langkah logis untuk pemecahan suatu masalah.
Dalam ilmu komputer suatu algoritma tidak hanya dilihat apakah algoritma
tersebut benar atau dapat memecahkan masalah, tetapi juga harus efektif.
Keefektifan suatu algoritma biasanya diukur dari seberapa besar jumlah waktu
dan ruang (space) memori yang dibutuhkan untuk menjalankannya. Algoritma
yang efesien adalah algoritma yang meminimumkan kebutuhan waktu dan ruang
dimana semakin minim waktu dan ruang yang dibutuhkan, maka semakin efektif
pula algoritma tersebut.
Untuk menerangkan model abstrak pengukuran waktu dan ruang maka
digunakan suatu fungsi yang menjelaskan bagaimana ukuran masukan data (n)
mempengaruhi perfomansi algoritma yang disebut sebagai kompleksitas
algoritma.
Secara umum, kompleksitas algoritma terdiri dari dua macam yaitu
kompleksitas waktu (time complexity) dan kompleksitas ruang (space complexity).
Sehingga, dengan diketahuinya fungsi kompleksitas suatu algoritma, maka dapat
ditentukan laju pertumbuhan waktu (ruang) yang diperlukan seiring dengan
meningkatnya ukuran masukan (n) data. Dengan demikian, informasi
pertumbungan fungsi kompleksitas (growth rates) dapat digunakan untuk
membandingkan dua atau lebih algoritma dengan mengambil pangkat tertinggi
(highest order) fungsi kompleksitas yang diekspresikan dengan notasi Big-O. Hal
ini disebabkan karena nilai konstant pada fungsi kompleksitas tidak akan terlalu
11

dominan bila dibandingkan dengan order tertinggi yang mungkin meledak untuk
input yang semakin besar.
Pada saat penentuan kompleksitas algoritma, ada beberapa istilah yang sering
digunakan untuk menunjukkan kinerja suatu algoritma untuk ukuran input n, yaitu
best-case, average-case, dan worst-case yang masing-masing menyatakan
kompleksitas keadaan terbaik, keadaan rata-rata, dan keadaan terburuk dari suatu
algoritma. Namun, pada prakteknya penentuan nilai pasti untuk setiap case
tersebut sulit dilakukan. Jadi, yang dilakukan hanyalah analisis asimtotik dari
suatu algoritma, yaitu bagaimana pertumbuhan fungsi (growth of function) suatu
algoritma dipengaruhi oleh input n yang semakin membesar menuju ke tak
terhingga (infinity).
Dalam analisis asimtotik, ada beberapa notasi yang sering digunakan untuk
menunjukkan batas-batas fungsi asimtot, yaitu notasi Big-O, Big-Omega, dan Big
Theta yang masing-masing menunjukkan batas atas (upper bound), batas bawah
(lower bound), dan batas atas dan batas bawah (tight bound) dari fungsi asimtot.
a) Big-O
Notasi Big-O adalah notasi matematika yang digunakan untuk
menggambarkan suatu fungsi asimtotik. Notasi Big-O sering juga digunakan
untuk menjelaskan seberapa besar ukuran dari suatu data mempengaruhi
penggunaan sebuah algoritma dari sumber komputasi. Notasi ini pertama kali
diperkenalkan pada tahun 1894 oleh Paul Bachman, yaitu pada volume kedua dari
bukunya Analytische Zahlentheorie (analisis teori bilangan) sehingga notasi Big-O
biasa juga disebut sebagai notasi Landau (Landau notation), Bachman-Landau
notation, atau notasi asimtotik (asymptotic notation).
Dalam bidang Matematika, notasi Big-O mendekripsikan sifat batasan
(limiting behaviour) dari suatu fungsi ketika argument cenderung mengarah ke
suatu nilai tertentu atau nilai tak hingga, biasanya berkaitan dengan fungsi yang
lebih sederhana. Big-O mengkarakteristikkan fungsi-fungsi menurut pertumbuhan
fungsi kompleksitasnya. Fungsi yang berbeda dengan pertumbungan fungsi
kompleksitas yang sama bisa direpresentasikan dengan notasi Big-O yang sama.
12

Sedangkan, dalam Ilmu Komputer notasi Big-O sangat berguna dalam analisis
kompleksitas suatu algoritma.
Untuk menjelaskan konsep Big-O, diasumsikan terdapat dua fungsi f dan
g, dengan kecepatan tingkat pertumbungan yang berbeda. Misalnya, f(n) = 100n2,
dan g(n) = n4.

Tabel 1. Perbandingan Pertumbuhan


fungsi f dan g

Gambar 4. Grafik Fungsi f dan g


(Sumber: www.cs.odu.edu)

Dari tabel 1 terlihat bahwa fungsi g(n) memiliki tingkat pertumbuhan


yang lebih cepat dari pada f(n) saat n > 10, dan dapat dikatakan bahwa f(n) adalah
Big-O dari g(n)
Defenisi (Big-O): Misalkan f(n) dan g(n) adalah dua fungsi asimtot non
negatif. Dapat dikatakan bahwa f(n) = O(g(n)), jika dan hanya jika terdapat dua
13

konstanta positif C dan n0 sehingga demikian f(n) ≤ C g(n) atau |f(n)| ≤ |C g(n)|,
saat n ≥ n0.
Secara geometri f(n) = O(g(n)) dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 5. Grafik Fungsi f(n) = O(g(n))

Contoh: diberikan fungsi f(n) = 3n 2 + 2n + 4. Maka dapat dikatakan


bahwa f(n) = 3n2 + 2n + 4 = O(n2), karena:
Untuk n ≥ 1 : 3n2 + 2n + 4 ≤ 3n2 + 2n2 + 4n2
3n2 + 2n + 4 ≤ 9n2
Karena itu, diperoleh C = 9, dan no = 1, sehingga memenuhi f(n) ≤ C
g(n) saat n ≥ no dengan demikian f(n) = O(g(n)) = O(n2).
Dengan cara yang sama, dapat juga dikatakan bahwa 5n + 10 adalah O(n2),
karena:
Untuk n ≥ 1 : 5n + 10 ≤ 5n2 + 10n2
5n + 10 ≤ 15n2
Karena itu, C = 15, dan no = 1, sehingga masih memenuhi f(n) ≤ C g(n)
saat n ≥ no.
b) Big-Ω
Big-Ω (Big Omega) merupakan kebalikan dari Big-O. Jika, Big-O
menyatakan batas atas (upper bound) dari suatu fungsi asimtot, maka Big-Ω
berarti menyatakan batas bawah (lower bound) dari suatu fungsi asimtot. Dalam
analisi algoritma, notasi ini sering digunakan untuk mendeskripsikan
kompleksitas algoritma pada kasus terbaik (best-case), yang berarti algoritma
14

tersebut tidak akan lebih baik dari fungsi kompleksitas yang dideskripsikan oleh
notasi Big Omega tersebut.
Defenisi (Big-Ω): Misalkan f(n) dan g(n) adalah dua fungsi asimtot non
negatif. Dapat dikatakan bahwa f(n) = Ω(g(n)), jika dan hanya jika terdapat dua
konstanta positif C dan n0 sehingga demikian C g(n) ≤ f(n) atau |C g(n)| ≤ |f(n)|,
saat n ≥ no.
Secara geometri f(n) = Ω(g(n)) dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 6. Grafik Fungsi f(n) = Ω(g(n))

Contoh: diberikan fungsi f(n) = 5n - 20. Maka dapat dikatakan bahwa


f(n) = Ω(n), karena:
Untuk n ≥ 1 : 5n – 20n ≤ 5n - 20
-15n ≤ 5n – 20

Karena f(n) dan g(n) merupakan fungsi asimtot non-negatif, maka dapat
dituliskan:
|-15n| ≤ |5n – 20| = 15n ≤ 5n – 20
Sehingga diperoleh C = 15, dan n0 = 1. Jadi, untuk setiap n ≥ no
memenuhi C g(n) ≤ f(n) saat n ≥ no dengan demikian f(n) = 5n – 20 = Ω(n).
Dengan cara yang sama, dapat juga dikatakan bahwa untuk fungsi f(n) = 3n2 +
10n + 6, memenuhi f(n) = Ω(n) atau f(n) = Ω(n2), namun f(n) ≠ Ω(n3).
15

c) Big-Θ
Ketika suatu algoritma memiliki fungsi kompleksitas lower bound
yang sama dengan upper bound nya, misalnya algoritma Merge-Sort memiliki
kompleksitas O(n log n) dan Ω(n log n) maka dapata dikatakan bahwa algoritma
tersebut sebenarnya memiliki kompleksitas Θ(n log n), yang artinya best-case
maupun worst-case running-time algoritma tersebut akan selalu berada pada n log
n untuk input n tertentu.
Defenisi (Big-Θ): Misalkan f(n) dan g(n) adalah dua fungsi asimtot non
negatif. Dapat dikatakan bahwa f(n) = Θ(g(n)), jika dan hanya jika terdapat
konstanta positif C1, C2, dan n0 dimana f(n) = O(g(n)) dan f(n) = Ω(g(n)),
sehingga memenuhi:
C1 g(n) ≤ f(n) ≤ C2 g(n)

Secara geometri f(n) = Θ(g(n)) dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 7. Grafik Fungsi f(n) = Θ(g(n))

Contoh: diberikan fungsi f(n) = 3n2 + 10n + 6. Maka dapat dikatakan


bahwa f(n) = Ω(n2). Berdasarkan defenisi Big-O dan Big-Ω maka dari fungsi f(n)
dapat diperoleh:
f(n) = O(n2) f(n) = Ω(n2)
f(n) = O(n3) f(n) = Ω(n)
f(n) ≠ O(n) f(n) ≠ Ω(n3)
16

Karena menurut defenisi Big-Θ fungsi f(n) = O(g(n)) = Ω(g(n)), maka


yang memenuhi adalah hanya pada saat f(n) = O(n2) dan f(n) = Ω(n2), sehingga
dapat ditulis f(n) = Θ(n2).
d) Penentuan Big-O ALgoritma
Dari ketiga notasi fungsi asimtot yang telah dibahas, sebenarnya masih
adalagi notasi-notasi yang berhubungan fungsi tersebut seperti Little-Oh, dan
Little-Omega. Namun, dalam analisis algoritma, notasi Big-O yang paling sering
digunakan karena notasi ini mendeskripsikan perfomansi kasus terburuk (worst-
case) dari suatu algoritma. Sehingga, Big-O dapat menjamin bahwa suatu
algoritma tidak akan lebih buruk dari worst-case. Oleh karena itu, Big-O dapat
ditulis sebagai pangkat tertinggi (highest order) dari suatu fungsi polinomial
dengan mengabaikan konstanta yang mungkin tidak akan terlalu berpengaruh
untuk input (n) yang semakin membesar. Jadi, f(n) = 28n + 12 dapat ditulis
dengan O(n), sedangkan untuk f(n) = 5n3 + 3n2 + 3 + 10 ditulis O(n3).
Tujuan penentuan kompleksitas suatu algoritma, sebenarnya bukanlah
untuk mengetahui jumlah pasti operasi (langkah/intruksi) yang dikerjakan,
melainkan bagaimana jumlah operasi dipengaruhi oleh berbagai ukuran masukan.
Kompleksitas algoritma dihitung berdasarkan jumlah langkah/instruksi yang
dikerjakan. Penentuaan kompleksitas algoritma biasanya tergantung pada perintah
(statement) yang digunakan. Berikut ketetapan waktu untuk beberapa statement.
1) Operasi pengugasan (assignment), operasi aritmatika,
perbandingan, read, write, dan pengaksesan elemen array membutuhkan waktu
konstant O(1).
Contoh: algoritma penukaran dua bilangan integer.

Tabel 2. Contoh Algoritma Penukaran Dua Bilangan Integer


17

Pseudo code tabel 2 terdapat operasi penugasan (assignment)


sebanyak tiga buah dan tiap operasi dilakukan satu kali. Maka kompleksitas
algoritma tersebut adalah 1+1+1 = 3, atau Big-O = O(1).
2) If-then-else satatement
If-then-else satatement adalah perintah yang memilih satu dari dua
kondisi yang mungkin, karena prinsip Big-O menentukan worst-case dari suatu
algoritma, maka waktu yang diambil dari pernyataan if-then-else adalah waktu
terlambat (jumlah operasi terbanyak).
Contoh: algoritma pengecekan umur.

Tabel 3. Contoh Algoritma Pengecekan Umur

Maka, kompleksitas algoritma pada tabel 2.18 adalah


1+1+max(1,3) = 5, maka Big-O adalah O(1).
3) Looping (for, while, repeat)
Looping (for, while, repeat) adalah perintah untuk melakukan
perulangan dengan panjang tertentu. Jadi, waktu untuk statement ini adalah
banyaknya perulangan dikalikan dengan jumlah operasi di dalam perulangan
tersebut.
Contoh: algoritma untuk penjumlahan sederetan angka.

Tabel 4. Algoritma Untuk Penjumlahan Sederetan Angka


18

Maka, kompleksitas algoritma pada tabel 4 di atas adalah 4n+2


sehingga Big-O adalah O(n).
4) Perulangan bersarang (nested loop).
Penghitungan waktu nested loop memiliki prinsip sama dengan
looping biasa, hanya saja pada statement ini terdapat lagi statement perulangan,
sehingga kasus ini sering memiliki kompleksitas O(n2) atau O(n3) tergantung
jumlah statement perulangan di dalamnya.
Contoh: algoritma Bubble-Sort.

Tabel 5. Contoh Algoritma Bubble-Sort

Maka, kompleksitas algoritma Bubble-Sort adalah 16n2+3n dengan


notasi Big-O = O(n2). Pada saat analisis algoritma, terdapat beberapa notasi Big-
O yang sering diperoleh yaitu:
a) O(1) atau constant time
Kompleksitas O(1) berarti waktu pelaksanaan algoritma adalah tetap, tidak
bergantung pada ukuran masukan. Contoh: Operasi penugasan (assignment),
operasi aritmatika, dan lain-lain.
b) O(2log n) atau logarithmic time
Kompleksitas waktu O(log n) berarti laju pertumbuhan waktunya berjalan
lebih lambat daripada pertumbuhan n. Algoritma yang termasuk kelompok ini
adalah algoritma yang memecahkan persoalan besar dengan
mentransformasikannya menjadi beberapa persoalan yang lebih kecil yang
berukuran sama. Contoh algoritma binary search, algoritma pengonversion
bilangan integer ke biner.
19

c) O(n) atau linear time


Algoritma dengan yang waktu pelaksanaannya linear umumnya terdapat pada
kasus yang setiap elemen masukannya dikenai proses yang sama, misalnya
algoritma sequential search. Bila n dijadikan dua kali semula, maka waktu
pelaksanaan algoritma juga dua kali semula.
d) O(n 2log n) atau linearithmic time
Waktu pelaksanaan O(n 2log n) terdapat pada algoritma yang memecahkan
masalah menjadi beberapa masalah yang lebih kecil, menyelesaikan setiap
masalah secara independen, dan menggabung solusi masing-masing masalah.
Metode ini sering disebut dengan teknik devide and conquer. Contoh algoritma
Merge Sort, dan Quick Sort.
e) O(n2) atau quadratic time
Umumnya algoritma yang termasuk kelompok ini memproses setiap masukan
dalam dua buah kalang bersarang, misalnya pada algoritma Bubble Sort. Bila n =
1000, maka waktu pelaksanaan algoritma adalah 1.000.000. Bila n dinaikkan
menjadi dua kali semula, maka waktu pelaksanaan algoritma meningkat menjadi
empat kali semula.
f) O(n3) atau cubic time
Seperti halnya algoritma kuadratik, algoritma kubik memproses setiap
masukan dalam tiga buah kalang bersarang, misalnya algoritma perkalian matriks.
Bila n = 100, maka waktu pelaksanaan algoritma adalah 1.000.000. Bila n
dinaikkan menjadi dua kali semula, waktu pelaksanan algoritma meningkat
menjadi delapan kali semula.
g) O(2n) atau exponential time
Algoritma yang tergolong kelompok ini mencari solusi persoalan secara
"brute force", Bila n = 20, waktu pelaksanaan algoritma adalah 1.000.000. Bila n
dijadikan dua kali semula, waktu pelaksanaan menjadi kuadrat kali semula.
h) O(n!) atau factorial time
Seperti halnya pada algoritma eksponensial, algoritma jenis ini memproses
setiap masukan dan menghubungkannya dengan n - 1 masukan lainnya, misalnya
pada kasus TSP (Travelling Salesman Problem). Bila n = 5, maka waktu
20

pelaksanaan algoritma adalah 120. Bila n dijadikan dua kali semula, maka waktu
pelaksanaan algoritma menjadi faktorial dari 2n.
Berikut tabel perbandingan kompleksitas yang menunjukkan seberapa banyak
jumlah operasi yang akan dikerjakan untuk berbagai ukuran masukan n.

Tabel 6. Perbandingan Pertumbuhan Kompleksitas


(Sumber: www.fredswartz.com)

Pertumbuhan kompleksitas dari masing-masing Big-O pada tabel 6


menunjukkan bahwa untuk input n yang semakin besar, waktu O(1) sama sekali
tidak terpengaruh, sedangkan laju pertumbuhan waktu O(log n), O(n), O(n log n)
tidak terlalu cepat. Sementara waktu O(n2), O(n3), O(2n), dan O(n!) pengingkatan
waktunya sangat cepat sehingga algoritma yang memiliki jenis kompleksitas ini
dapat dipastikan waktu eksekusinya sangat lama. Jadi, urutan kompleksitas
algoritma dapat ditulis menjadi O(1) < O(log n) < O(n) < O(n log n ) < O(n2) <
O(n3) < O(2n) < O(n!).

Gambar 8. Grafik Perbandingan Pertumbuhan Kompleksitas


(Sumber: www.cs.odu.edu)
21

6. Pengertian Pengenalan Suara/Ucapan


Definisi Pengenalan Ucapan atau dalam bahasa Inggris disebut Speech
Recognition adalah proses identifikasi suara berdasarkan kata yang diucapkan
dengan melakukan konversi sebuah sinyal akustik yang ditangkap oleh audio
device (perangkat input suara).
Speech Recognition juga merupakan sistem yang digunakan untuk mengenali
perintah kata dari suara manusia dan kemudian diterjemahkan menjadi sebuah
data yang dipahami oleh komputer. Pada perkembangan saat ini, sistem seperti ini
digunakan untuk menggantikan peranan input dari keyboard dan mouse. (Wahid
Faizin, 2014)

7. Discrete Fourier Transform


Transformasi Fourier adalah suatu model transformasi yang memindahkan
sinyal domain spasial atau sinyal domain waktu menjadi sinyal domain frekuensi.
Di dalam pengolahan suara, transformasi fourier banyak digunakan untuk
mengubah domain spasial pada suara menjadi domain frekuensi. Analisa-analisa
dalam domain frekuensi banyak digunakan seperti filtering. Dengan
menggunakan transformasi fourier, sinyal atau suara dapat dilihat sebagai suatu
objek dalam domain frekuensi.
Transformasi Fourier Diskrit (Discrete Fourier Transform - DFT) adalah
prosedur yang paling umum dan kuat pada bidang pemrosesan sinyal digital. DFT
memungkinkan untuk menganalisis, memanipulasi, dan mensintesis sinyal
dengan cara yang tidak mungkin dilakukan dalam pemrosesan sinyal analog.
(Lyons, Richard G. 1997)
Transformasi fourier diskrit (DFT) dapat didefinisikan sebagai berikut
(Fadlisyah. 2013):

𝑁−1
1 −2𝑗𝜋𝑢𝑥
𝑓(𝑢) = ∑ 𝑓(𝑥)𝑒𝑥𝑝 [ ] 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑢 = 0, 1, 2, 3 … , 𝑁 − 1 … (5.1)
𝑁 𝑁
𝑥=0
22

dimana:
N = Jumlah sampel input;
F(u) = urutan ke – u komponen output DFT (U(0), U(1),...,U(N-1));
u = indeks output DFT dalam domain frekuensi (0, 1, ..., N-1);
f(x) = urutan ke – u sampel input (x(0), x(1),...,x(n-1);
x = indeks sampel input dalam domain waktu (0, 1, ..., N-1);
j = bilangan imajener (√−1 )
ᴨ = derajat (180o)
exp = basis logaritma natural (≈2,718281828459..)

Dengan memanfaatkan teorema Euler:


𝑒 𝑗0 = 𝑐𝑜𝑠𝜃 + sin 𝜃 ........................................................................................ (5.2)
maka persamaan 5.1 dapat disajikan dalam bentuk :

1 2𝜋𝑢𝑥 2𝜋𝑢𝑥
𝑓(𝑢) = ∑𝑁−1
𝑥=0 𝑓(𝑥)[cos ( ) − 𝑗 sin ( )] .............. (5.3)
𝑁 𝑁 𝑁

G. SKEMA SISTEM
Adapun skema sistem pengenalan tingkatan bacaan Al-Qur’an melalui Lafadz
untuk empat pola disajikan pada gambar 9.
23

Gambar 9. Skema sistem pendeteksian nama tigkatan bacaan Al-Qur’an

Adapun tahapan sistem yang dibangun adalah menginput sampel suara


bacaan Al-Qur’an dengan tipe tingkatan bacaan yang berbeda, inputan ini adalah
sebagai sumber suara. Setelah input suara, sistem melalukan tahapan proses
penerjemahan gelombang sinyal, dan dilanjutkan ke proses Pelatihan pada sistem
untuk pengenalan ciri tiap-tiap pola tingkatan bacaan, kemudian dilakukan Uji
Discrete Fourier Transform. Kemudian menginput ulang sumber suara, maka
sistem melalukan tahapan proses penerjemahan gelombang sinyal, tahapan
terakhir yaitu pengujian suara tersebut. Algoritma atau metode pendekatan yang
digunakan untuk pendeteksian berperan dalam mengenali pola suara tingkatan
bacaan Al-Qur’an yang dilatih. Sehingga output terakhir yang akan keluar yaitu
Tingkatan Bacaan Al-Qur’an ini adalah Tingkatan Tartil, itu artinya output yang
keluar yaitu nama tingkatan bacaan Al-Qur’an.

H. METODE PENELITIAN
Langkah-langkah pembuatan perangkat lunak ini antara lain, yaitu:
1. Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan, dilakukan dengan cara mengumpulkan dan membaca
serta memahami referensi yang terkait dengan pengolahan suara yang
membahas tentang Fourier Transform dan Tingkatan Bacaan Al-Quran.
24

2. Metode Pengumpulan Data


Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan rekaman suara
bacaan Al Quran surat Ar-Rahman yang diperoleh dari unduhan dari Internet.
3. Alat Penelitian
1. Perangkat keras; sepesifikasi yang dapat digunakan pada penelitian
ini adalah sebagai berikut:
1) Intel® Atom™ DualCore N470/N450 with 4CPU (1.83GHz)
2) DDR3 RAM 1,00 GB
3) HDD 320 GB

2. Perangkat lunak, spesifikasi umum yang digunakan pada penelitian


ini adalah sebagai berikut:
1. Microsoft Windows 7 Ultimate
2. Delphi 7.0
3. Audio Audition 1.5
4) Microsoft Office 2007
5) Database Microsoft Access
6) Audio Lab VCL
7) Adobe Auditon 1.5

4. Perancangan Program
Pembuatan aplikasi dan database sistem pengolahan suara untuk
mengenali tingkatan bacaan Al-Qur’an melalui suara menggunakan metode
Discrete Fourier Transform.

I. RELEVANSI
Setelah program ini diselesaikan, diharapkan dapat memberikan kontribusi
kepada masyarakat umum sebagai alat yang dapat memberikan informasi dan
pemahaman tentang tingkatan bacaan Al-Qur’an, serta harapan kepada kalangan
peneliti dan mahasiswa agar dapat lebih mengembangkannya dengan metode lain
yang lebih efisien.
25

J. HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil yang diharapkan dari tugas akhir ini yaitu suatu perangkat lunak /
program yang dapat mengenali Tingkatan Bacaan Al-Qur’an melalui suara yang
diinputkan sehingga dapat mempermudah pengguna dalam memahami setiap
tingkatan bacaan AL-Qur’an.

K. SISTEMATIKA PENULISAN
BAB I PENDAHULUAN
Berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan
masalah, tujuan penulisan, metodologi penulisan dan sistematika
penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Berisi teori-teori tentang pengolahan suara yang membahas tentang
metode Discrete Fourier Transform.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Berisi langkah-langkah dalam pembuatan sistem.
BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN
Berisi tentang analisa terhadap hasil yang diperoleh dari tahap
perencanaan sistem dan simulasi
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Berisi tentang kesimpulan dan saran-saran dari penulis.
26

L. JADWAL PELAKSANAAN

Bulan
No Uraian Kegiatan I II III IV V VI
1 Studi Literatur
2 Pembuatan Proposal

3 Perencanaan Sistem

4 Pembuatan Sistem

5 Pengujian dan Analisa

6 Penulisan Skripsi

7 Penyerahan Skripsi

M. DAFTAR KEPUSTAKAAN
Fadlisyah, dkk. Pengolahan Suara. Yogyakarta : Graha Ilmu. 2013
Hafizh Al Kautsar Aidilof. 2014. Sistem Pengenalan Ayat Al-Qur’an melalui
Suara menggunakanMetodeSupport Vector Machine. Lhokseumawe: Skripsi.
Prof. T. M. Hasbi Ashshiddiqi, dkk. Al-Qur’an dan Terjemahan. Jakarta: Yayasan
Penyenggaraan Penerjemahan atau Penafsiran Al-Qur’an.
Choi, Seung-Seok. at al. 2010. A Survey Of Binary Similarity And Distance
Measures. Jurnal Systemics, Cybernetics And Informatics Vol 8, No 1, 2010.
(http://www.iiisci.org, di akses tanggal 5 Januari 2017).
Jurnal: Analisis dan Implementasi Pengenalan Suara Otomatis untuk Bahasa
Indonesia dengan Menambahkan Model Bahasa.
Arman, A.A, Proses Pembentukan dan Karakteristik Sinyal Ucapan.. Diunduh
pada: http://indotts.melsa.net.id , 5 Janauari 2017
27

N. OUTLINE
Bab I Pendahuluan
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Batasan Masalah
Tujuan Penulisan
Relevansi
Bab II Tinjauan Pustaka
Bab III Metodologi Penelitian
Bab IV Analisa dan Pembahasan
Bab V Penutup (Kesimpulan dan Saran)

Lhokseumawe, Januari 2017


Pengusul,

Rizki DaraPhonna
NIM. 130170092

Anda mungkin juga menyukai