Tgas BPK Fanly Titin Dan Vaya
Tgas BPK Fanly Titin Dan Vaya
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
beserta hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “
KERACUNAN OBAT ”. Laporan ini disusun guna memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Farmasi Forensik dan Kegawatdaruratan.
Tidak lupa kami ingin mengucapkan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam proses penyusunan dan pembuatan makalah ini. Semoga segala bantuan yang
telah diberikan mendapat balasan dari Allah SWT.
Kami menyadari makalah ini masih banyak kekurangan, baik dari segi isi maupun
sistematika. Oleh karena itu, kami sangat berterima kasih apabila ada saran dan kritik untuk
perbaikan makalah ini.
Harapan kami, semoga makalah ini bermanfaat bagi siapapun yang membacanya dalam
upaya peningkatan wawasan wacana kesehatan.
Akhir kata kami hanya dapat mengucapkan terimakasih dan semoga Allah selalu
melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya kepada kita semua.
Penulis
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keracunan adalah salah satu kasus darurat yang paling sering terjadi pada anak-anak di bawah
usia 5 tahun dan hampir selalu terjadi di rumah. Bagian terbesar dari kasus ini adalah menelan
racun. Untungnya kasus ini sudah menurun dengan adanya kemasan produk yang baik dan
banyaknya pusat-pusat pengendali keracuna (National Safety Council, 2006)).
Menurunnya kasus keracunan juga disebabkan karena adanya Poison Prevention Packaging Act
tahun 1970 yang mengatur bahwa beberapa obat berbahaya dan produk rumah tangga tertentu
harus dijual dalam wadah yang sulit dibuka oleh anak-anak. Akan tetapi, masalah keracunan
masih menjadi kekhawatiran bermakna dalam bidang kesehatan (Wong, 2008).
Banyak produk yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari di rumah seperti membersihkan
rumah, sebagai obat, merawat kebun, dapat menjadi etiologi dari keracunan pada anak. Pada
umumnya, bahan-bahan beracun yang paling berbahaya bagi anak-anak adalah obat-obatan,
produk pembersih, pestisida, minuman beralkohol, dan produk minyak bumi misalnya bensin
(National Safety Council, 2006).
Karakteristik perkembangan anak dapat menjadi faktor predisposisi keracunan. Bayi dan toddler
mengeksplorasi lingkungan mereka melalui percobaan oral. Selain itu, anak juga mengalami
perkembangan autonomi dan inisiatif yang meningkatkan rasa keingintahuan mereka tentang
sesuatu dan meningkatnya tingkah laku tidak patuh (Wong, 2008).
Benda-benda yang menarik bagi mereka akan dilihat dan menjelajahinya. Kecelakaan keracunan
pada anak sering terjadi ketika anak ditinggal seorang diri dan apabila bahan beracun lupa
disimpan dengan benar. Kasus keracunan masih menjadi alasan utama dari perawatan darurat di
rumah sakit. Hal itu dikarenakan adanya angka kematian anak usia di bawah 5 tahun akibat
keracunan. Angka kematian tersebut berkisar 80.000-90.000 anak yang menerima perawatan
darurat dan 20.000 yang perlu dirawat di rumah sakit. ¾ dari kasus keracunan tersebut berhasil
ditangani dengan baik (National Safety Council, 2006).
2
1.2 Tujuan
Makalah ini disusun untuk menguraikan tentang penyakit “keracunan” mulai dari penyebab
sampai penanganan, supaya memberikan pengetahuan kepada pembaca bagaimana penyakit
keracunan tersebut supaya bisa dijadikan acuan kesehatan.
3
BAB II
PEMBAHASAN
Keracunan adalah masuknya toksin yang dapat membahayakan tubuh ( AGD DINKES,
2010).Keracunan adalah reaksi tubuh apabila bahan toksik memasuki ke dalam sistem tubuh
manusia melalui: mulut, sedutan/pernafasan, kulit atau mata. Keracunan ialah kesan kemasukan
bahan "substance" atau sintetik ke dalam tubuh manusia.
Jadi, Keracunan adalah reaksi dalam tubuh yang apabila kemasukan suatu bahan yang bersifat
toksik dan membahayakan tubuh, yang mana bahan – bahan tersebut masuk melalui mulut,
hidung, kulit atau mata.
Maka keracunan obat adalah reaksi tubuh yang muncul secara negatif akibat mengkonsumsi obat
atau menggunakan obat tertentu yang akan berakibat fatal jika tidak di tangani.
b.Penurunan respon
c.Gangguan pernapasan
h.Kejang-kejang
4
i.Gangguan pada kulit
k.Syok
c.Kejang-kejang.
g.Keringat dingin.
Umunya muntah, sulit bernafasm nyeri perut, pupil mengecil atau malah membesar, keluar air
liur, berkeringat, tidak sadar, kejang. Jika terjadi gangguan pada pernafasan dapat muncul gejala
sianosis (kekurangan oksigen), berupa bibir menjadi biru dan muka pucat ( novita, 2009 ).
2.Stupor, ataxia
5
4.Penurunan kesadaran
Untuk menentukan klasifikasi racun berdasarkan tingkat daya racunnya ditentukan dengan
besarnya LD50 (Lethal Dose 50). LD50 adalah besarnya dosis racun yang diberikan kepada
binatang percobaan yang mengakibatkan ½ (50%) dari binatang tersebut mati. Berdasarkan
LD50 klasifikasi racun dapat dibagi (mg/kg) sebagai berikut :
6
IV.Sifat – Sifat Racun
1.Korosif – misalnya asam / basa kuat (asam klorida, asam sulfat, natrium hidroksida), bensin,
minyak.
2.Pengamanan penderita dan penolong terutama bila berada di daerah dengan gas beracun.
5.Bila racun masuk melalui jalur kontak, maka buka baju penderita dan bersihkan sisa bahan
beracun bila ada
7.Awasi jalan napas, terutama bila respon menurun atau penderita muntah.
8.Bila keracunan terjadi secara kontak maka bilaslah daerah yang terkena dengan air.
9.Bila ada petunjuk seperti pembungkus, sisa muntahan dan sebagainya sebaiknya diamankan
untu k identifikasi.
7
12.Bawa ke fasilitas kesehatan
a.Stabilisasi
Di rumah sakit umumnya di lakukan stabilisasi pada pasien keracunan dengan memperbaiki
fungsi pernafasan dan jantung. Stabilisasi hemodinamik / perbaikan keadaan umum maksimal.
Penatalaksanaanya meliputi p enilaian terhadap tanda vital seperti jalan nafas/pernafasan,
sirkulasi, dan penurunan kesadaran harus dilakukan secara cepat dan seksama sehingga tindakan
resusitasi yang meliputi ABC (airway, breathing, circulatory) tidak terlambat dimulai.
b.Dekontaminasi
Umumnya bahan kimia tertentu dapat dengan cepat diserap melalui kulit sehingga dekontaminasi
permukaan sangat diperlukan. Disamping itu, dilakukan dekontaminasi saluran cerna agar bahan
yang tertelan han ya sedikit diabsorbsi. Biasanya dapat diberikan arang aktif, pencahar, obat
perangsang muntah, dan bilas lambung. Induksi muntah atau bilas lambung tidak boleh
dilakukan pada keracunan paraffin, minyak tanah, dan hasil sulingan minyak mentah lainnya
karena dapat menyebabkan pnemonia aspirasi. Muntah hanya boleh dibangkitkan bila pasien
sadar dan berbaring pada sisi tubuhnya dengan kepala agak direndahkan. Dapat juga dilakukan
kumbah lambung yang mana p rosedur ini hanya boleh dilakukan bila pasien memiliki refleks
batuk yang memadai, kesadaran menurun sedikit, dan racun baru tertelan dalam 4 jam, atau pada
pasien sakit berat yang kesadarannya sangat menurun dan tela h diintubasi, serta pada pasien
yang kegiatan gastrointestinalnya sangat melambat. Yang diperlukan dalam bilas lambung
adalah air hangat, kecuali untuk bayi kecil, dimana harus digunakan larutan garam fisiologis (
Heryanto, 2010 ).
Tujuannya :
8
·Menghilangkan bahan racun atau hasil metabolismenya dari tubuh penderita
Emesis :
·Merangsang penderita supaya pada penderita yang sadar atau dengan memberikan syrup Ipecac
15 – 30 ml
·Bila emesis berhasil dikerjakan dalam waktu 1 jam setelam keracunan 30 – 60 % racun dapat
dieliminasi
Kontra indikasi :
1.Kesadaran menurun
·Terutama untuk racun yang tidak dapat diserap melalui saluran cerna atau jika diduga racun
telah mencapai usus halus atau colon
9
1.Na sulfat : 30 gram dalam 200 – 250 ml air
a.Stabilisasi
Pertahankan jalan napas yang baik, bila perlu dengan “oropharyngeal airway” atau intubasi
endotrakheal. Hisap lendir dalam saluran napas. Bila timbul depresi pernapasan, berikan O2
lewat binasal kanul ( 4 – 6 liter/menit ) atau masker oksigen ( 2 – 4 liter/menit ). Bila perlu
gunakan respirator.
b.Eliminasi
Eliminasi sangat tergantung pada tingkat kesadaran penderita, jenis dan dosis obat yang
dipakai.Pada penderita sadar : cukup emesis, pemberian norit dan laksans MgSO4. Kalau pasti
dosis rendah, langsung dipulangkan. Bila ragu-ragu observasi selama beberapa jam.Koma derajat
ringan – sedang : kumbah lambung dengan pipa nasogastrik tanpa endotrakheal, diikuti dengan
diuresis paksa selama 12 jam bila ragu-ragu tentang penyebab keracunan.Koma derajat berat :
KL dengan pipa endotrakheal berbalon, untuk mencegah aspirasi ke dalam paru. Selanjutnya
diuresis paksa netral/alkali, atau dialisis ( peritoneal / hemodialisis ) sampai penderita sadar.
c.Antidotum
Tidak ada antidotum yang spesifik. Obat-obat analeptik ( obat yang menstimulasi sistem saraf
pusan ) semuanya merupakan kontraindikasi. Selain tidak efektif, obat-obat ini dapat
menimbulkan bermacam-macam komplikasi (aritmia jantung, konvulsi, gangguan faal ginjal,dll).
10
VII.Keracunan Obat Analgesik
a.Aspirin
-Manifestasi klinis :
1.Keracunan akut : mual, disorientasi, muntah, dehidrasi, diaforesis, hiperpnea, hiperpireksia,
oliguria, tinitus, koma, kejang.
2.Keracunan kronis : sama dengan diatas tetapi awaitan samar (sering dikaburkan dengan
penyakit yang sedang diobati), dehidrasi, koma, dan kejang dapat lebih hebat, kecenderungan
perdarahan.
- Penyebab
Overdosis aspirin pada yang telah meminum aspirin dosis tinggi selama beberapa hari biasanya
bersifat lebih berat. Bentuk salisilat yang paling beracun adalah minyak wintergreen(metil
salisilat),yang merupakan komponen dari obat gosok dan larutan penghangat. Seorang anak
dapat meninggal karena menelan kurang 1 sendok teh metil salisilat murni.
-Diagnosa
Contoh darah dapat diambil untuk mengukur kadar pasti aspirin di dalam darah. Pengukuran pH
darah dan juga kadar karbon dioksida atau bikarbonat di dalam darah juga dapat membantu
utnuk menentukan derajat keracunan yang terjadi.
-Pengobatan
Sesegera mungkin diberikan arang aktif untuk membantu mengurangi penyerapan aspirin di
dalam tubuh.
b.Paracetamol
11
4.Pasien tidak meninggal pada tahap hepatik dan akan membaik secara bertahap.
Efek akibat keracunan paracetamol bervariasi antara satu orang dengan yang lainnya, tergantung
kondisi kesehatan masing-masing.
Orang yang menderita kerusakan fungsi hati dan ginjal, efek yang mungkin muncul akan lebih
parah daripada orang yang fungsi hati dan ginjalnya masih normal.
Berikut adalah tanda-tanda overdosis atau keracunan paracetamol yang sering terjadi :
Muntah
Mual
Berkeringat
Lesu
Gejala-gejala tersebut muncul 24 jam setelah overdosis. Biasanya belum ada gejala yang nampak
pada 24 jam pertama.
Reaksi paracetamol dengan tubuh terjadi secara bertahap. Jika keracunan tidak terlalu banyak,
biasanya seseorang hanya mengalami gejala-gejala tersebut di atas.
Namun, bila gejala semakin parah dan berlanjut ke tahap berikutnya, hal ini menjadi pertanda
adanya kerusakan hati. Tahap kedua terjadi pada 48-72 jam berikutnya.
Paracetamol dimetabolisme oleh hati yang kemudian akan membentuk metabolit NAPQI.
Metabolit ini beracun untuk hati.
Bila metabolit NAPQI ini banyak terbentuk dan terakumulasi maka akan menimbulkan
kerusakan pada hati
12
c.Antidepresan
Antidepresan menyebabkan mulut kering, koma dengan berbagai tingkat, hipotensi, hipotermia,
hiperrefleksia, extensor plantar responses, konvulsi, gagal napas, gangguan hantaran jantung,
dan aritmia. Dilatasi pupil dan retensi urin juga terjadi. Dapat pula terjadi asidosis metabolik
pada keracunan yang berat; delirium dengan kebingungan, agitasi, serta halusinasi pendengaran
dan penglihatan juga sering terjadi pada proses pemulihan.
d.Keracunan Insulin
Jangan mengonsumsi lebih dari dosis resep. Mengonsumsi lebih banyak obat tidak akan
memperbaiki gejala Anda; malah dapat menyebabkan keracunan atau efek samping
serius. Jika Anda mencurigai bahwa Anda atau siapapun yang mungkin telah overdosis
dari Insulin Human / Insulin Human, mohon pergi ke departemen darurat rumah sakit
terdekat atau rumah perawatan. Bawalah kotak obat, kontainer, atau label dengan Anda
untuk membantu dokter dengan informasi yang diperlukan.
Jangan memberikan obat Anda pada orang lain bahkan jika Anda tahu mereka memiliki
kondisi yang sama atau bahwa sepertinya mereka memiliki kondisi serupa. Ini dapat
berakibat pada overdosis.
Mohon konsultasi pada dokter atau apoteker Anda atau kemasan produk untuk informasi
lebih lanjut.
-Diagnosis
13
o gangguan pernapasan
o ikterik.
Catatan: jika anak yang tinggal di daerah malaria mengalami demam, tetapi tidak mungkin
untuk melakukan konfirmasi dengan apusan darah, obati anak untuk malaria.
-Tatalaksana
Obati anak secara rawat jalan dengan obat anti malaria lini pertama, seperti yang
direkomendasikan pada panduan nasional. Terapi yang direkomendasikan WHO saat ini adalah
kombinasi artemisinin sebagai obat lini pertama (lihat rejimen yang dapat digunakan di
bawah ini). Klorokuin dan Sulfadoksin-pirimetamin tidak lagi menjadi obat antimalaria lini
pertama maupun kedua karena tingginya angka resistensi terhadap obat ini di banyak negara
untuk Malaria falsiparum.
Berikan pengobatan selama 3 hari dengan memberikan rejimen yang dapat dipilih di bawah
ini:
14
o Tablet kombinasi ini dibagi dalam dua dosis dan diberikan selama 3 hari.
Amodiakuin ditambah SP. Tablet terpisah 153 mg amodiakuin basa dan 500 mg
sulfadoksin/25 mg pirimetamin
o Amodiakuin : 10 mg-basa/kgBB/dosis tunggal
o SP : 25 mg (Sulfadoksin)/kgBB/dosis tunggal
Untuk Malaria falsiparum khusus untuk anak usia > 1 tahun tambahkan primakuin 0,75 mg-
basa/kgBB/dosis tunggal selama 1 hari. Untuk vivax, ovale dan malariae tambahkan primakuin
basa 0,25 mg/kgBB/hari dosis tunggal selama 14 hari.
-Komplikasi
Pemberian zat besi pada malaria dengan anemia ringan tidak dianjurkan, kecuali bila disebabkan
oleh defisiensi besi. Jangan beri zat besi pada anak dengan gizi buruk pada fase akut.
-Tindak lanjut
Minta ibu untuk kunjungan ulang jika demam menetap setelah obat diminum berturut-turut
dalam 3 hari, atau lebih awal jika kondisi anak memburuk. Ibu juga harus kembali jika demam
timbul lagi.
Jika hal ini terjadi: periksa apakah anak memang minum obatnya dan ulangi apusan darah. Jika
obat tidak diminum, ulangi pengobatan. Jika obat telah diberikan namun hasil apusan darah
masih positif, berikan obat anti-malaria lini kedua. Lakukan penilaian ulang pada anak untuk
mengetahui dengan jelas kemungkinan lain penyebab demam.
Jika demam timbul setelah pemberian obat anti malaria lini kedua (kina dan doksisiklin untuk
usia >8 tahun), minta ibu untuk kunjungan ulang untuk menilai kembali penyebab lain demam.
15
2.Malaria Dengan Komplikasi (Berat)
Malaria berat, yang disebabkan oleh Plasmodium falciparum, cukup serius mengancam jiwa
anak. Penyakit ini diawali dengan demam dan muntah yang sering. Anak bertambah parah
dengan cepat dalam waktu 1-2 hari, menjadi koma (malaria serebral) atau syok, atau mengalami
kejang, anemia berat dan asidosis.
Diagnosis
Anamnesis
Menjelaskan perubahan perilaku, penurunan kesadaran dan kondisi yang sangat lemah
(prostration).
Pemeriksaan
Demam
Letargis atau tidak sadar
Kejang umum
Asidosis (ditandai dengan timbulnya napas yang dalam dan berat)
Lemah yang sangat, sehingga anak tidak bisa lagi berjalan atau duduk tanpa bantuan
Ikterik
Distres pernapasan, edema paru
Syok
Kecenderungan untuk terjadi perdarahan
Sangat pucat.
Pemeriksaan Laboratorium
Pada anak yang mengalami penurunan kesadaran dan/atau kejang, lakukan pemeriksaan glukosa
darah.
16
Selain itu, pada semua anak yang dicurigai malaria berat, lakukan pemeriksaan:
Bila dicurigai malaria serebral (misalnya pada anak yang mengalami koma tanpa sebab yang
jelas) dan bila tidak ada kontra-indikasi, lakukan pungsi lumbal untuk menyingkirkan meningitis
bakteri —(lihat lampiran A 1.4). Jika meningitis bakteri tidak dapat disingkirkan, beri pula
pengobatan untuk hal ini (lihat subbab 6.5).
Jika hasil temuan klinis mencurigai malaria berat dan hasil asupan darah negatif, ulangi apusan
darah.
Tatalaksana
Tindakan gawat darurat – harus dilakukan dalam waktu satu jam pertama:
Pengobatan Antimalaria
Jika konfirmasi apusan darah untuk malaria membutuhkan waktu lebih dari satu jam, mulai
berikan pengobatan antimalaria sebelum diagnosis dapat dipastikan atau sementara gunakan
RDT.
Artesunat intravena. Berikan 2,4 mg/kgBB intravena atau intramuskular, yang diikuti
dengan 2,4 mg/kg IV atau IM setelah 12 jam, selanjutnya setiap hari 2,4 mg/kgBB/hari
17
selama minimum 3 hari sampai anak bisa minum obat anti malaria per oral. Bila artesunat
tidak tersedia bisa diberikan alternatif pengobatan dengan:
Artemeter intramuskular. Berikan 3,2 mg/kg IM pada hari pertama, diikuti dengan 1,6
mg/kg IM per harinya selama paling sedikit 3 hari hingga anak bisa minum obat.
Gunakan semprit 1 ml untuk memberikan volume suntikan yang kecil.
Kina-dehidroklorida intravena. Berikan dosis awal (20 mg/kgBB) dalam cairan NaCl
0,9% 10 ml/kgBB selama 4 jam. Delapan jam setelah dosis awal, berikan 10 mg/kgBB
dalam cairan IV selama 2 jam dan ulangi tiap 8 jam sampai anak bisa minum obat.
Kemudian, berikan dosis oral untuk menyelesaikan 7 hari pengobatan atau berikan satu
dosis SP bila tidak ada resistensi terhadap SP tersebut. Jika ada resistensi SP, berikan
dosis penuh terapi kombinasi artemisinin. Dosis awal kina diberikan hanya bila ada
pengawasan ketat dari perawat terhadap pemberian infus dan pengaturan tetesan infus.
Jika ini tidak memungkinkan, lebih aman untuk memberi obat kina intramuskular.
Kina intramuskular. Jika obat kina melalui infus tidak dapat diberikan, quinine
dihydrochloride dapat diberikan dalam dosis yang sama melalui suntikan intramuskular.
Berikan garam kina 10 mg/kgBB IM dan ulangi setiap 8 jam. Larutan parenteral harus
diencerkan sebelum digunakan, karena akan lebih mudah untuk diserap dan tidak begitu
nyeri.
Perawatan Penunjang
18
Lakukan tindakan pencegahan berikut dalam pemberian cairan:
Selama dehidrasi, pantau tanda kelebihan cairan. Tanda yang palingudah adalah
pembesaran hati. Tanda lainnya adalah irama derap, fine crackles (ronki) pada dasar paru
dan/atau peningkatan JVP. Edema kelopak mata merupakan tanda yang berguna.
Jika, setelah rehidrasi, diuresis kurang dari 1 ml/kgBB/jam, berikan furosemid intravena
dengan dosis awal 1 mg/kgBB. Jika tidak ada reaksi, gandakan dosis dengan interval tiap
jam hingga maksimal 8 mg/kgBB (diberikan selama 15 menit).
Pada anak tanpa dehidrasi, pastikan anak mendapatkan cairan sesuai kebutuhan.
Hindari menggunakan obat-obatan tambahan yang tidak berguna dan membahayakan seperti
kortikosteroid (dan obat anti radang lainnya), heparin, adrenalin, prostasiklin dan siklosporin.
Komplikasi
Anemia Berat
Anemia berat ditandai dengan kepucatan yang sangat pada telapak tangan, sering diikuti dengan
denyut nadi cepat, kesulitan bernapas, kebingungan atau gelisah. Tanda gagal jantung seperti
irama derap, pembesaran hati dan, terkadang, edema paru (napas cepat, fine basal crackles dalam
pemeriksaan auskultasi) bisa ditemukan.
19
Berikan transfusi darah sesegera mungkin (lihat subbab 10.6.4) kepada:
o semua anak dengan hematokrit ≤ 15% atau Hb ≤ 5 g/dl
o anak yang aneminya tidak berat (hematokrit >15%; Hb > 5 g/dl) dengan tanda
berikut:
dehidrasi
syok
penurunan kesadaran
pernapasan Kusmaull
gagal jantung
parasitamia yang sangat tinggi (>10% sel darah merah mengandung
parasit).
Berikan packed red cells (10 ml/kgBB), jika tersedia, selama 3–4 jam. Jika tidak tersedia,
berikan darah utuh segar (fresh whole blood) 20 ml/kgBB selama 3–4 jam.
Periksa frekuensi napas dan denyut nadi setiap 15 menit. Jika salah satunya mengalami
kenaikan, berikan transfusi dengan lebih lambat. Jika ada bukti kelebihan cairan karena
transfusi darah, berikan furosemid intravena (1–2 mg/kgBB) hingga jumlah maksimal 20
mg/kgBB.
Setelah transfusi, jika Hb tetap rendah, ulangi transfusi.
Pada anak dengan gizi buruk, kelebihan cairan merupakan komplikasi yang umum dan
serius. Berikan fresh whole blood 10 ml/kgBB hanya sekali.
Hipoglikemia
Hipoglikemia (gula darah: < 2.5 mmol/liter atau < 45 mg/dl) lebih sering terjadi pada pasien
umur < 3 tahun, yang mengalami kejang dan/atau hiperparasitemia, dan pasien koma.
Berikan 5 ml/kgBB glukosa 10% IV secara cepat. Periksa kembali glukosa darah dalam
waktu 30 menit dan ulangi pemberian glukosa (5 ml/kgBB) jika kadar glukosa rendah (<
2.5 mmol/liter atau < 45 mg/dl).
Cegah agar hipoglikemia tidak sampai parah pada anak yang tidak sadar dengan memberikan
glukosa 10% intravena. Jangan melebihi kebutuhan cairan rumatan untuk berat badan anak (lihat
20
subbab 10.2). Jika anak menunjukkan tanda kelebihan cairan, batasi cairan parenteral; ulangi
pemberian glukosa 10% (5 ml/kgBB) dengan interval yang teratur.
Bila anak sudah sadar dan tidak ada muntah atau sesak, stop infus dan berikan
makanan/minuman per oral sesuai umur. Teruskan pengawasan kadar glukosa darah dan obati
sebagaimana mestinya.
Distres pernapasan ditandai dengan pernapasan yang cepat dan dalam (Kusmaull) – kadang
disertai dengan tarikan dinding dada bagian bawah. Hal ini disebabkan oleh asidosis metabolik
(sering lactic acidosis) dan sering terjadi pada pasien malaria serebral atau anemia berat. Atasi
penyebab reversibel asidosis, terutama dehidrasi dan anemia.
Pemantauan
Anak dengan kondisi ini harus berada dalam observasi yang sangat ketat.
Pantau dan laporkan segera bila ada perubahan derajat kesadaran, kejang, atau perubahan
perilaku anak.
Pantau suhu badan, denyut nadi, frekuensi napas, tekanan darah setiap 6 jam, selama
setidaknya dalam 48 jam pertama.
Pantau kadar gula darah setiap 3 jam hingga anak sadar sepenuhnya.
Periksa tetesan infus secara rutin.
Catat semua cairan masuk (termasuk cairan intravena) dan cairan keluar.
21
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Keracunan adalah masuknya zat racun kedalam tubuh baik melalui saluran pencernaan,
saluran pernafasan, atau melalui kulit atau mukosa yang menimbulkan gejala klinis
B. Saran
1. Kepada orang tua yang mempunyai anak yang belum dewasa harus memperhatikan
penyimpanan bahan-bahan kimia jauh dari jangkauan anak dan diberi lebel sehingga anak dapat
membaca dan lebih berhati-hati.
2. Bagi petugas kesehatan hendaknya mengetahui jenis-jenis anti dotum dan penanganan racun
berdasarkan jenis racunnya sehingga bisa memberikan pertolongan yang cepat dan benar.
3. Bagi petugas kesehatan hendaknya melakukan penilaian terhadap tanda vital seperti jalan nafas /
pernafasan, sirkulasi dan penurunan kesadaran, sehingga penanganan tindakan risusitasu ABC
(Airway, Breathing, Circulatory) tidak terlambat dimulai.
22
DAFTAR PUSTAKA
Panitia S. A. K. Standar Asuhan Keperawatan Pasien Anak Seri III. Jakarta: Komisi
Keperawatan P. K. St. Carolus, 2000.
Betz Cecily L dan Sowden Linda A. Keperawatan Pediatri Ed. 3. Jakarta : EGC, 2002.
Alimul Hidayat A. Aziz. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Cet. 2. Jakarta : Salemba
Medika, 2006.
Alimul Hidayat A. Aziz dan Uliah Musrifatul. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: EGC,
2004.
Berman, Audrey. 2009. Buku Ajar Praktik Keperawtan Klinis Kozier & Erb.Jakarta:EGC
Cecily, Lynn Betz. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri.Jakarta:EGC
Hidayat, Alimul Aziz. 2008. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 2 cetakan 3 jilid 2.Jakarta :
Salemba Medika.
Kisanti, Annia. 2012. Panduan Lengkap Pertolongan Pertama pada Darurat Klinis.Yogyakarta
:Araska.
O,Gerald F.; O,Rika.Aspirin Poisoning. Merck Manual Home Health Handbook,2013.
23