Disusun Oleh:
RAIKY PRATAMA : 143410259
ROIHAN : 143410758
FAKULTAS TEKNIK
2017
Kata Pengantar
Puji Syukur kami panjatkan ke-hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
rahmat dan karuniaNyalah, Makalah ini dapat kami selesaikan dengan baik dan tepat pada
waktunya Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pelajaran
Geografi.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar. Manusia hidup
serta melakukan aktivitas di atas tanah sehingga setiap saat manusia selalu berhubungan
dengan tanah dapat dikatakan hampir semua kegiatan hidup manusia baik secara langsung
maupun tidak langsung selalu memerlukan tanah. pada saat manusia meninggal dunia masih
memerlukan tanah untuk penguburannya Begitu pentingnya tanah bagi kehidupan manusia,
maka setiap orang akan selalu berusaha memiliki dan menguasainya. Dengan adanya hal
tersebut maka dapat menimbulkan suatu sengketa tanah di dalam masvarakat. Sengketa
tersebut timbul akibat adanya perjanjian antara 2 pihak atau lebih yang salah 1 pihak
melakukan wanprestasi. Tanah mempunyai peranan yang besar dalam dinamika
pembangunan, maka didalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat 3 disebutkan bahwa
Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat .Ketentuan mengenai tanah juga dapat
kita lihat dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-Pokok Agraria atau yang biasa kita sebut dengan UUPA.
Perumusan masalah menurut istilahnya terdiri atas dua kata yaitu rumusan yang
berarti ringkasan atau kependekan, dan masalah yang berarti pernyataan yang menunjukkan
jarak antara rencana dengan pelaksanaan, antara harapan dengan kenyataan. Perumusan
masalah dalam paper ini berisikan antara lain :
Maksud dan tujuan dibuatnya makalah ini adalah untuk mengetahui cara penyelesaian
sengketa lahan serta menambah pengetahuan dan wawasan untuk kami selaku calon plener
muda akan sengketa lahan.
BAB II
PEMBAHASAN
Dapat disimpulkan sengketa tanah merupakan perebutan hak atas kepemilikan tanah
yang jelas maupun karena kepemilikan tanah yang tidak jelas, dan sengketa tanah
terjadi karena ada sebuah kepentingan dan hak. Sengketa tanah banyak terjadi karena
adanya sebuah benturan kepentingan antara siapa dengan siapa. Sadar akan pentingnya
tanah untuk tempat tinggal atau kepentingan lainnya menyebabkan tanah yang tidak
jelas kepemilikannya diperebutkan bahkan ada yang sudah jelas kepemilikannyapun
masih ada yang diperubutkan, hal ini terjadi karena masyarakat sadar akan kepentingan
dan haknya,selain itu harga tanah yang semakin meningkat.Menurut Rusmadi Murad
timbulnya sengketa hukum yang bermula dari pengaduan sesuatu pihak (orang atau
badan) yang berisi keberatan-keberatan dan tuntutan hak atas tanah, baik terhadap
status tanah, prioritas, maupun kepemilikannya dengan harapan dapat memperoleh
penyelesaian secara administrasi sesuai dengan ketentuan.
Peraturan yang berlaku kasus pertanahan itu timbul karena adanya klaim / pengaduan /
keberatan dari masyarakat (perorangan/badan hukum) yang berisi kebenaran dan
tuntutan terhadap suatu keputusan Tata Usaha Negara di bidang pertanahan yang telah
ditetapkan oleh Pejabat Tata Usaha Negara di lingkungan Badan Pertanahan Nasional,
serta keputusan Pejabat tersebut dirasakan merugikan hak-hak mereka atas suatu
bidang tanah tersebut. Dengan adanya klaim tersebut, mereka ingin mendapat
penyelesaian secara administrasi dengan apa yang disebut koreksi serta merta dari
Pejabat yang berwenang untuk itu. Kewenangan untuk melakukan koreksi terhadap
suatu keputusan Tata Usaha Negara di bidang pertanahan (sertifikat / Surat Keputusan
Pemberian Hak Atas Tanah), ada pada Kepala Badan Pertanahan Nasional.Kasus
pertanahan dapat berupa permasalahan status tanah,masalah kepemilikan,masalah
bukti-bukti perolehan yang menjadi dasar pemberian hak dan sebagainya.
2. Faktor Pendorong (Penyebab) Sengketa Lahan Menurut Kepala Badan Pertanahan
Nasional (BPN) Pusat, setidaknya ada tiga hal utama yang menyebabkan terjadinya
sengketa tanah :
1. Persoalan administrasi sertifikasi tanah yang tidak jelas, akibatnya adalah ada
tanah yang dimiliki oleh dua orang dengan memiliki sertifikat masing-masing.
2. Distribusi kepemilikan tanah yang tidak merata. Ketidakseimbangan dalam
distribusi kepemilikan tanah ini baik untuk tanah pertanian maupun bukan pertanian
telah menimbulkan ketimpangan baik secara ekonomi, politis maupun sosiologis.
Dalam hal ini, masyarakat bawah, khususnya petani/penggarap tanah memikul beban
paling berat. Ketimpangan distribusi tanah ini tidak terlepas dari kebijakan ekonomi
yang cenderung kapitalistik dan liberalistik. Atas nama pembangunan tanah-tanah
garapan petani atau tanah milik masyarakat adat diambil alih oleh para pemodal dengan
harga murah.
3. Legalitas kepemilikan tanah yang semata-mata didasarkan pada bukti formal
(sertifikat), tanpa memperhatikan produktivitas tanah. Akibatnya, secara legal (de jure),
boleh jadi banyak tanah bersertifikat dimiliki oleh perusahaan atau para pemodal besar,
karena mereka telah membelinya dari para petani/pemilik tanah, tetapi tanah tersebut
lama ditelantarkan begitu saja. Mungkin sebagian orang menganggap remeh dengan
memandang sebelah mata persoalan sengketa tanah ini, padahal persoalan ini
merupakan persoalan yang harus segera di carikan solusinya. Kenapa demikian? karena
sengketa tanah sangat berpotensi terjadinya konflik antar ras, suku dan agama.
Akibatnya harga diri harus dipertaruhkan. Indonesia adalah Negara yang berdasar
hukum, maka semua aspek kehidupan bermasyarakat diatur oleh hukum yang
diwujudkan dalam peraturan perundang undangan. Masyarakat dalam suatu Negara
hukum akan menyelesaikan masalahnya dalam suatu lembaga peradilan yang diatur
khusus oleh undang undang. Begitu pula dengan pertanahan yang mempunyai undang-
undang politik agrarian (UUPA). Namun, sengketa tanah yang terjadi di Indonesia
tidak pernah berakhir, selalu ada permasahalan terkait masalah kepemilikan tanah dan
hak guna pakainya. Menurut Saidin (2002), bahwa pada catatan statistik pengadilan di
Indonesia, kasus-kasus sengketa pertanahan di peradilan formal menempati urutan
pertama bila dibandingkan dengan kasus-kasus lainnya. Masalah sengketa tanah tidak
akan ada habisnya karena tanah mempunyai arti sangat penting bagi kehidupan
manusia. Menurut Lovetya (2008), faktor penyebab dari konflik di bidang pertanahan
antara lain adalah keterbatasan ketersediaan tanah, ketimpangan dalam struktur
penguasaan tanah, ketiadaan persepsi yang sama antara sesama pengelola negara
mengenai makna penguasaan tanah oleh Negara, inkonsistensi, dan
ketidaksinkronisasian antara undang-undang dengan kenyataan dilapang seperti
terjadinya manipulasi pada masa lalu yang mengakibatkan pada era reformasisekarang
ini muncul kembali gugatan, dualisme kewenangan (pusat-daerah) tentang
urusan pertanahan serta ketidakjelasan mengenai kedudukan hak ulayat dan masyarakat
hukum adatdalam sistem perundang-undangan agraria. Menurut Fia (2007), faktor
penyebab munculnya permasalahan tentang kasus sengketa tanah antara lain Harga
tanah yang meningkat dengan cepat, kondisi masyarakat yang semakin sadar dan
peduli akan kepentingan dan haknya, iklim keterbukaan yang digariskan pemerintah.
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan, faktor utama penyebab sengketa tanah adalah
: 1. Luas tanah yang tersedia terbatas, tapi di sisi lain kebutuhan akan
tanahmeningkat sehingga nilai tanah lebih besar.
2. Masalah pengaturan, penguasaan, dan pemilikan yang pengendaliannya belum
efektif.Kasus konflik pertanahan seperti sengketa tanah hampir terjadi seluruh penjuru
tanah air indonesia. Setelah diusut dan diteliti semua kasus sengketa tanah yang terjadi
menunjukkan pola sengketa yang sebangun. Berbagai kasus pertanahan yang
menyangkut nasib ribuan warga itu pun dikenal memakan waktu lama dan terasa
menggetirkan dalam proses penyelesaiannya. Banyak masalah sengketa tanah yang
terkadang selalu memberikan kerugian kepada orang yangseharusnya tidak bersalah
misalnya warga (rakyat biasa) yang bersengketa dengan suatu instansi yang
mempunyai wewenang dan kekuasaan, karena carut-marutnya hukum pertanahan
Indonesian sebenarnya sudah menjadi hal yang biasa.Dari mulai pungli (pungutan liar),
korupsi sampaikearah mafia pertanahan yaitu juga melibatkan lembaga peradilan kita.
Sifat permasalahan dari suatu sengketa ada beberapa macam:
a. Masalah yang menyangkut prioritas untuk dapat ditetapkan sebagai pemegang
hak yang sah atas tanah yang berstatus hak atas tanah yang belum ada haknya.
b. Bantahan terhadap sesuatu alas hak/bukti perolehan yang digunakan sebagai
dasar pemberian hak.
c. Kekeliruan/kesalahan pemberian hak yang disebabkan penerapan peraturan
yang kurang/tidak benar.
d. Sengketa/masalah lain yang mengandung aspek-aspek sosial praktis (bersifat
strategis). Jadi dilihat dari substansinya, maka sengketa pertanahan meliputi
pokok persoalan yang berkaitan dengan :
3. Contoh Kasus Sengketa Lahan Berdasarkan data Badan Pertanahan Nasional mencatat
ada 2.810 kasus sengketa tanah yang berskala nasional yang terjadi di Indonesia ini,
maka boleh dibayangkan bagaimana hebatnya bom waktu yang akan meledak jika
kasus-kasus tersebut tidak segera mendapatkan penanganan dan penyelesaian yang
layak dan yang berpihak pada kepentingan rakyat. Contoh kasus sengketa Register 40
di Kabupaten Padang Lawas.Pernyataan ini disampaikan pemilik PT Torganda itu,
Sihar Sitorus, saat berkunjung ke Tribun Medan, Rabu (20/5/2015).
Bersama dengan adiknya yang juga aktif mengurus perusahaan, Hakim Sitorus, dan
perwakilan PT Torganda lainnya, Ricky Sitorus dan Saluhut Napitupulu, Sihar
mendatangi beberapa media massa di Medan dengan tujuan “memperkaya informasi”
seputar kasus yang sedang jadi sorotan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
ini.Sihar mengatakan, belum dieksekusinya putusan Mahkamah Agung yang
menyatakan Darianus L Sitorus bersalah melakukan tindak pidana mengerjakan dan
menggunakan kawasan hutan secara tidak sah terjadi karena carut-marutnya produk
hukum di Indonesia.“Kalau sampai saat ini belum dieksekusi, itu bukan karena Pak DL
Sitorus kuat atau hebat. Itu karena produk hukum yang tumpang tindih. Sebelumnya,
MA juga sudah memutuskan bahwa Koperasi (KPPS) Bukit Harapan adalah pengelola
sah perkebunan itu,” katanya.MA menghukum Sitorus dengan penjara delapan tahun
dan pidana denda sebesar Rp 5 miliar dan telah dijalani Sitorus selama sekitar lima
tahun.Selain itu, seluruh barang bukti yang telah disita akan dirampas untuk negara
(Departemen Kehutanan).Barang bukti tersebut berupa perkebunan kelapa sawit di
kawasan hutan Padang Lawas Sumatera Utara seluas 23.000 ha yang dikuasai oleh
KPKS Bukit Harapan dan Torganda beserta seluruh bangunan di atasnya, serta
perkebunan kelapa sawit di kawasan Padang Lawas seluas 24.000 ha yang dikuasai
oleh Koperasi Parsub dan PT Torus Ganda beserta seluruh bangunan di atasnya.
Menurut Sihar, sejak putusan itu, telah keluar dua kali perintah eksekusi.“Yang
pertama, eksekusi administrasi. Lalu ini saya dengar lagi ada eksekusi manajemen.
Sebenarnya berapa kali Pak DL Sitorus akan dieksekusi sih? Apakah seperti
penangkapan penjahat-penjahat itu; lututnya dulu ditembak, lalu paru-parunya. Maunya
seperti eksekusi narkoba itulah. Sekali saja dan selesai,” ujarnya.
PENUTUP
Saran
Banyak sekali penyebab sengketa tanah di Indonesia ini, baik karena fungsi tanah itu
sendiri yang sangat dibutuhkan, maupun masalah administrasinya, tetapi sebagaimana dari
hasil catatan Badan Pertanahan Negara tentang kasus sengketa tanah yang terjadi di Indonesia
ini, faktor utama penyebabnya adalah masalah administrasi sertifikat yang tidak jelas,
distribusi kepemilikan tanah yang tidak merata, dan legalitas kepemilikan tanah yang semata-
mata pada sertifikat saja, tanpa memperhatikan produktifitas tanahnya. Berdasarkan faktor
utama penyebab sengketa di atas dapat disimpulkan pemerintah sangat diharapkan berperan
aktif supaya tidak mengalami sengketa tanah di masa akan datang, baik upaya peningkatan
administrasi yangmana harus jeli melihat dan akan membuat sertifikat-sertifikat tanah,
agar tidak ada yang berduplikat, maupun dalam pembagian tanah untuk pemukiman yang
merata bagi setiap rakyat Indonesia. Di sisi lain disarankan juga bagi masyarakat yang akan
membeli, memperoleh tanah maupun akan membuat surat bukti kepemilikan tanah agar
berhati-hati melihat kelegalan surat-surat atau dokumen-dokumen kepemilikan tanah yang
ada.