Anda di halaman 1dari 38

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hipertensi adalah tekanan darah yang dimana tekanan sistoliknya di

atas 140 mmHg dan atau tekanan darah diastoliknya di atas 90 mmHg (WHO,

2015). Hipertensi merupakan tekanan darah tinggi yang masalah utamanya

menyebabkan penyakit jantung koroner, gagal jantung, penyakit

serebrovaskular, penyakit pembuluh darah perifer dan penyakit ginjal yang

mengalami peningkatan prevalensinya pada perempuan ataupun laki-laki

(British, 2012). Kebanyakan orang dengan hipertensi tidak memiliki gejala

sama sekali, ini sebabnya dikenal sebagai "silent killer". Penyakit hipertensi

menyebabkan gejala seperti sakit kepala, sesak napas, pusing, nyeri dada,

palpitasi jantung dan pendarahan hidung (WHO, 2015).

Tahun 2014 prevalensi hipertensi tertinggi 46% di Afrika, 35% di

Amerika, dan di Malaysia 20% (WHO, 2014). Tahun 2014 berdasarkan data

statistik menyatakan bahwa terdapat 24,7% penduduk Asia Tenggara dan

23,3% penduduk Indonesia mengalami hipertensi (WHO, 2015). Tahun 2014

di Indonesia prevalensi hipertensi sebesar 26,5%, tetapi yang terdiagnosis oleh

tenaga kesehatan dan / atau riwayat minum obat hanya sebesar 9,5%. Data

tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar kasus hipertensi di masyarakat

belum terdiagnosis dan belum terjangkau pelayanan kesehatan (Kemenkes RI,


2

2014). Tahun 2014 prevalensi hipertensi di Indonesia yang didapat melalui

pengukuran pada umur ≥ 18 tahun sebesar 25,8%, tertinggi di Bangka

Belitung sebanyak 30,9%, kemudian diikuti Kalimantan Selatan sebanyak

30,8%, Kalimantan Timur sebanyak 29,6% dan Jawa Barat sebanyak 29,4%

(Kemenkes RI, 2014). Profil kesehatan Provinsi Bengkulu tahun 2013,

mengatakan bahwa sebesar 953.568 jiwa penduduk. Prevalensi hipertensi di

kota Bengkulu tahun 2013 sebanyak 7,8% dari jumlah penduduk dan akan

cenderung meningkat dalam setiap tahunnya (Riskesdas, 2013).

Data dari RS DKT Bengkulu, jumlah pasien yang mengalami

hipertensi tahun 2013 berjumlah 98 orang dan yang meninggal berjumlah 3

orang, tahun 2014 berjumlah 117 orang dan yang meninggal berjumlah 15

orang, tahun 2015 berjumlah 134 orang dan yang meninggal berjumlah 23

orang (RS DKT Bengkulu, 2016). Berdasarkan observasi di ruang Rusunawa

pada hari Senin tanggal 27 Februari 2017 angka kejadian hipertensi tercatat 36

orang diantaranya 11 orang meninggal, data diambil dari bulan Januari sampai

bulan Februari 2017, dengan keluhan utama sakit kepala, rasa pegal pada

daerah tengkuk, kepala terasa berputar-putar (Rusunawa, 2017).

Penyakit hipertensi dapat juga mengakibatkan stroke, infark miokard,

gagal ginjal, penyakit jantung dan kematian jika tidak dideteksi secara dini

dan ditangani dengan tepat (Go & James, 2014). Sekitar 77% mengalami

stroke, 74% mengalami Congestive Heart Failure (CHF), dan 69%

mengalami serangan jantung. Angka kematian akibat hipertensi sebanyak


3

17,1% (Go & James dkk, 2014) dengan angka kematian akibat komplikasi

hipertensi mencapai 9,4 juta per tahunnya (WHO, 2014) dengan proporsi

kasus 42,38% pria dan 57,62% wanita, serta 4,8% pasien meninggal dunia

(Kemenkes RI, 2012). Umumnya hipertensi lebih sering menyerang wanita

daripada laki-laki, pada usia 50 tahun ke atas. Tahun terakhir ini banyak

dijumpai pada kasus hipertensi, kematian mendadak, kelumpuhan, atau stroke

yang menyerang orang-orang berusia muda < 50 tahun dan tidak memandang

jenis kelamin (Riskesdas, 2010).

Obat-obatan hipertensi memiliki banyak efek samping antara lain :

sembelit, mulut kering, dehidrasi, pusing, mengantuk, mual, sakit kepala, dan

peningkatan sensitivitas terhadap dingin atau sinar matahari (Duyen, 2016).

Biaya pengobatan semakin mahal terutama biaya ke dokter dan pengunaan

obat jangka panjang. Pelayanan biaya kesehatan, khususnya biaya obat telah

meningkat tajam dan kecenderungan ini nampaknya akan terus berlanjut.

Hipertensi juga menelan biaya yang tidak sedikit dengan biaya medik

langsung dan biaya medik tak langsung yang dihabiskan pada tahun 2010

sebesar $ 46,4 milyar (Go & James, 2014). Biaya medik langsung meliputi

biaya rekam medis, biaya pelayanan kamar, biaya tindakan medis, biaya alat

kesehatan, konsultasi dokter, biaya visite dokter baik dokter umum maupun

spesialis, biaya laboratorium, dan biaya obat hipertensi. Biaya medik tak

langsung yaitu efektivitas terapi (Depkes RI, 2013).


4

Peran perawat dalam mengatasi penyakit hipertensi tersebut yaitu

perawat memonitor tanda-tanda vital, mengatur posisi semifowler, memantau

cairan infus RL 20 tetes / menit, membatasi aktivitas yang dilakukan oleh

klien, memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga agar dapat

melakukan asuhan keperawatan secara mandiri, mengkoordinator untuk

mengatur program kegiatan atau dari berbagai disiplin ilmu, mengawas

kesehatan, perawat konsultan dalam mengatasi masalah, dan sebagai

fasilitator asuhan perawatan dasar pada keluarga yang menderita penyakit

hipertensi (Wang et al., 2012).

Tingginya angka kejadian tekanan darah tinggi yang dapat

meningkatkan angka kematian pada penyakit hipertensi dan cenderung

meningkat dari setiap tahunnya, maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian kasus asuhan keperawatan yang akan dituangkan dalam bentuk

studi kasus dengan judul “Asuhan Keperawatan pada Pasien Hipertensi di

ruang Rusunawa RS DKT Bengkulu tahun 2017”.

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mendeskripsikan asuhan keperawatan pada pasien dengan hipertensi.

2. Tujuan Khusus

a. Mendeskripsikan pengkajian pada pasien secara tepat pada pasien

dengan hipertensi di ruang Rusunawa RS DKT Bengkulu.


5

b. Mendeskripsikan diagnosa keperawatan yang sesuai pada pasien

dengan hipertensi di ruang Rusunawa RS DKT Bengkulu.

c. Mendeskripsikan perencanaan keperawatan yang sesuai untuk pasien

dengan hipertensi di ruang Rusunawa RS DKT Bengkulu.

d. Mendeskripsikan implementasi keperawatan yang sesuai untuk pasien

dengan hipertensi di ruang Rusunawa RS DKT Bengkulu.

e. Mendeskripsikan evaluasi keperawatan yang sesuai untuk pasien

dengan hiperteansi di ruang Rusunawa RS DKT Bengkulu.

C. Rumusan Masalah

Tingginya angka mordibitas dan mortalitas kasus hipertensi di

Bengkulu yang membutuhkan perawatan, maka perlu dilakukan Asuhan

Keperawatan yang tepat pada pasien dengan hipertensi, sehingga penulis

membatasi masalah tentang hipertensi.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Mahasiswa

Mahasiswa mampu menerapkan konsep pembelajaran teoritis ke

aplikatif dalam proses pemberian asuhan keperawatan pasien dengan

hipertensi di ruang Rusunawa RS DKT Bengkulu tahun 2017.

2. Bagi Keluarga

Bagi keluarga laporan studi kasus ini diharapkan dapat menjadi

tambahan informasi dan acuan dalam memberikan perawatan pada pasien

hipertensi di rumah.
6

3. Bagi Pelayanan Kesehatan

Laporan studi kasus ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan,

informasi dan sarana untuk mengembangkan asuhan keperawatan kepada

pasien dengan hipertensi.

4. Bagi Akademik

Dapat menambah referensi bacaan dan literatur dalam meningkatkan

mutu pendidikan khususnya dalam asuhan keperawatan pasien dengan

hipertensi.
7

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Anatomi Fisiologi Sistem Kardiovaskuler

1. Anatomi dan Fisiologi sistem kardiovaskuler adalah sebagai berikut :

Gambar 2.1. Anatomi kardiovaskuler (Gosyen, 2014)

a. Jantung

Merupakan organ utama sistem kardiovaskuler, berotot dan berongga,

terletak dirongga toraks bagian mediastinum. Dengan tanpa hentinya

jantung memompa oksigen dan nutrisi melalui darah keseluruh tubuh.

Jantung berbentuk seperti kerucut tumpul dengan bagian bawah disebut

apeks. Terletak lebih ke kiri dari garis medial. Bagian tepi terletak pada
8

ruang interkosta IV kiri atau sekitar 9 cm dari kiri linea

medioklavikularis. Bagian atas disebut basis terletak agak ke kanan pada

kosta ke III sekitar 1 cm dari tepi lateral sternum. Memiliki ukuran

panjang sekitar 12 cm, lebar 8-9 cm, dan tebal 6 cm. Ukuran jantung

adalah sebesar genggaman tangan kanan dan mempunyai berat jantung

sekitar 200-425 gram, pada laki-laki sekitar 310 gram dan pada

perempuan sekitar 225 gram (Tarwoto, 2015). Jantung kita berdetak 100

ribu kali perhari atau memompa sekitar 2000 galon perhari. Jantung

adalah organ yang berupa otot, bentuknya seperti kerucut, berongga,

basisnya di atas dan puncaknya di bawah. Jantung (bahasa latin) adalah

sebuah rongga, rongga organ berotot yang memompa darah lewat

pembuluh darah oleh kontraksi berirama yang berulang. Ukuran jantung

adalah sebesar genggaman tangan kanan dan mempunyai berat sekitar

250-300 gram. Jantung terdiri dari 4 ruang yaitu 2 atrium (ruang untuk

mengumpulkan darah) dan 2 ventrikel (ruang yang mengeluarkan darah

dari jantung) (Gosyen, 2014).

b. Pembuluh darah

Setiap sel di dalam tubuh secara langsung bergantung pada keutuhan

dan fungsi sistem vaskuler, karena darah dari jantung akan dikirim ke

setiap sel melalui sistem tersebut. Sifat struktural dari setiap bagian

sistem sirkulasi darah sistemik menentukan peran fisiologisnya dalam

integrasi fungsi kardiovaskuler. Dinding pembuluh darah terdiri 3 bagian,


9

yaitu lapisan terluar (tunika adventisia), lapisan tengah yang berotot

(tunika media), dan lapisan terdalam yaitu lapisan endotel (tunika intima).

Jantung memompa darah melalui pembuluh-pembuluh darah keseluruh

tubuh. Pembuluh-pembuluh ini sangat elastis dan bisa membawa darah ke

setiap ujung organ dalam tubuh kita. Pembuluh darah berperan dalam

mengedarkan darah yang mengangkut oksigen, zat gizi, dan pembuangan

sisa metabolisme. Pembuluh darah terdapat 2 macam yaitu arteri dan

vena. Pembuluh darah arteri berfungsi mengangkut darah yang berisi

oksigen, nutrisi, dan hormon menuju ke sel-sel tubuh. Pembuluh darah

vena berfungsi mengangkut darah yang berisi sisa hasil metabolisme, dan

karbondioksida kembali ke jantung yang kemudian akan dikeluarkan

melalui ekspirasi. Pembuluh darah pada peredaran darah besar disebut

aorta. Aorta merupakan arteri terbesar yang ada di dalam tubuh. Aorta ini

akan bercabang lebih kecil lagi yang menghantarkan oksigen ke jaringan-

jaringan tubuh. Darah yang mengangkut karbondioksida dari jaringan-

jaringan tubuh akan kembali ke jantung dengan melewati pembuluh vena

(Gosyen, 2014).

c. Darah

Adalah suatu jaringan tubuh yang terdapat di dalam pembuluh darah

yang berbentuk cair dan berwarna merah. Darah memiliki warna merah

karena warna merah mengindikasikan bahwa oksigen yang ada di

dalamnya banyak, sedangkan bila karbondioksida yang ada di dalam


10

darah tersebut banyak maka warna merah tersebut menjadi merah tua.

Pada orang dewasa muda yang sehat memiliki darah sebanyak sekitar

70-75 dari berat badan atau sekitar 4-5 liter darah. Jumlah tersebut

berbeda-beda untuk setiap orang bergantung pada umur, pekerjaan,

keadaan jantung atau pembuluh darah. Darah merupakan kendaraan atau

medium untuk transportasi berbagai nutrisi ke seluruh tubuh. Darah

berfungsi dalam mengangkut oksigen, zat gizi, dan sisa hasil metabolisme

dari jantung keseluruh tubuh dan kembali lagi ke jantung (Gosyen, 2014).

Darah merupakan komponen esensial makhluk hidup yang berada dalam

ruang vaskuler, karena peranannya sebagai media komunikasi antar sel ke

berbagai bagian tubuh dengan dunia luar karena fungsinya membawa

oksigen dari paru-paru ke jaringan dan karbondioksida dari jaringan ke

paru-paru untuk dikeluarkan, membawa zat nutrien dari saluran cerna ke

jaringan kemudian menghantarkan sisa metabolisme melalui organ

sekresi seperti ginjal, mengahantarkan hormon dan materi-materi

pembekuan darah ( Tarwoto, 2015).

1. Menurut (Tarwoto, 2015), susunan darah terdiri dari :

a. Sel-sel darah terdiri dari :

1) Eritrosit (sel darah merah) yang berfungsi untuk mengangkut

oksigen dan mengikat karbondioksida untuk dibawa ke paru-paru.

2) Leukosit (sel darah putih) yang berfungsi untuk sebagai

pertahanan tubuh terhadap serangan penyakit dan berkaitan


11

dengan system imunitas. Sel darah putih juga berfungsi sebagai

pengangkut zat lemak dari dinding usus melalui limfe kemudian

ke pembuluh darah.

3) Trombosit adalah sel yang bergranula yang membentuk agregat

ditempat cidera pembuluh darah. Fungsi dari trombosit sangat

penting pada pembekuan darah.

b. Plasma darah adalah suatu cairan yang berwarna kuning yang

membentuk sekitar 5% dari berat badan. Plasma darah juga bagian

cair darah (55%) yang sebagian besar terdiri dari air (92%), protein

(7%), dan nutrien (1%), hasil metabolisme, gas pernapasan, enzim,

hormon-hormon, faktor pembekuan dan garam anorganik. Fungsi

plasma darah juga sebagai medium untuk mendistribusikan zat-zat

makanan seperti karbohidrat, mineral, lemak, dan asam amino ke

dalam jaringan.

2. Menurut (Gosyen, 2014), sirkulasi darah yang terjadi di dalam tubuh

manusia terdiri dari 2 bagian yaitu :

a. Sirkulasi pulmonal

Sirkulasi ini merupakan sirkulasi darah yang berasal dari ventrikel

kanan jantung menuju ke paru dan kembali ke atrium kiri. Di

dalam paru-paru, terjadi pertukaran gas antara oksigen dan

karbondioksida.
12

b. Sirkulasi sistemik

Sirkulasi ini menghantarkan darah keseluruh tubuh. Darah yang

dipompa keluar dari ventrikel kiri dan dibawa aorta ke seluruh

tubuh dan kembali ke atrium kanan jantung melalui vena cava

superior dan vena cava inferior. Karakteristik darah umumnya

meliputi warna, viskositas, pH, volume dan komposisinya. Darah

arteri berwarna merah muda karena banyak mengandung oksigen

yang berkaitan dengan hemoglobin dalam sel darah merah. Darah

vena berwarna merah tua / gelap karena kurang oksigen

dibandingkan dengan darah arteri. Viskositas darah ¾ lebih tinggi

daripada viskositas air yaitu sekitar 1.048 sampai 1.066. pH darah

bersifat alkaline dengan pH 7.35 sampai 7.45 (netral 7.00). Pada

orang dewasa volume darah sekitar 70 sampai 75 ml / kg BB, atau

sekitar 4 sampai 5 liter darah.

2. Fisiologi

Tekanan darah berarti daya yang dihasilkan oleh darah terhadap setiap

satuan luas dinding pembuluh. Tekanan darah dari pembuluh darah dapat

berubah-ubah pada setiap siklus jantung. Ventrikel kiri memompa darah

masuk ke aorta, tekanan darah akan naik sampai puncak yang disebut sebagai

tekanan sistol. Tekanan akan turun sampai titik terendah yang disebut sebagai

tekanan distol. Tekanan darah juga bergantung pada aktivitas fisik seperti
13

berolahraga, kegiatan rumah tangga, rasa cemas, rasa cinta ataupun stress.

Keadaan itu tekanan darah akan meningkat dan bisa menembus batas normal,

dengan beristirahat tekanan darah akan kembali normal.

Tekanan darah adalah daya dorong darah ke seluruh dinding pembuluh

darah pada permukaan yang tertutup. Tekanan darah timbul adanya tekanan

arteri yaitu tekanan yang terjadi pada dinding arteri. Tekanan arteri terdiri dari

tekanan sistolik, tekanan diastolik, tekanan pulsasi, tekanan arteri rata-rata.

Tekanan sistolik yaitu tekanan maksimum dari darah yang mengalir pada

arteri yang terjadi pada saat ventrikel jantung berkontraksi, besarnya sekitar

100-140 mmHg. Tekanan diastolik yaitu tekanan darah pada dinding arteri

pada saat jantung relaksasi, besarnya sekitar 60-90 mmHg. Tekanan pulsasi

merupakan refleks dari stroke volume dan elastisitas arteri, besarnya sekitar

40-60 mmHg. Tekanan arteri rata-rata merupakan gabungan dari tekanan

pulsasi dan tekanan diastolik yang besarnya sama dengan sepertiga tekanan

pulsasi ditambah tekanan diastolik. Tekanan darah sesungguhnya ekpresi dari

tekanan sistol dan tekanan diastol yang normalnya berkisar 120/80 mmHg.

Peningkatan tekanan darah lebih dari normal disebut hipertensi dan jika

kurang dari normal disebut hipotensi (Gosyen, 2014).

Pengaturan jangka pendek tekanan darah dilakukan terutama oleh

refleks baroreseptor. Baroreseptor sinus karotikus dan lengkung aorta secara

terus menerus memantau tekanan arteri rata-rata. Jika keduanya mendeteksi

adanya penyimpangan dari normal, keduanya memberi sinyal ke pusat medula


14

oblongata, yang berespon dengan menyesuaikan keluaran otonom ke jantung

dan pembuluh darah untuk memulihkan tekanan darah ke tingkat normal.

Kontrol jangka panjang tekanan darah melibatkan pemeliharaan volume

plasma yang sesuai melalui kontrol keseimbangan garam dan air oleh ginjal

(Smeltzer, 2010). Pengaturan keseimbangan yang ada di ginjal dipengaruhi

hormon Renin Angiotensin-Aldosteron System (RAAS) dikarenakan hormon

ini bekerja di ginjal. Oleh karena itu, ginjal memainkan peranan penting

dalam perubahan jangka panjang pada tekanan darah. Hormon-hormon

tersebut bereaksi di ginjal untuk mengkontrol jumlah sodium dan air yang

dikeluarkan. Jika terlalu banyak air atau sodium yang tinggal di ginjal, jumlah

cairan dalam darah yang disebut dengan volume darah akan meningkat. Hal

ini juga berlaku sebaliknya, jika jumlah cairan yang tinggal di ginjal sedikit

maka volume darah akan menurun dan mengakibatkan penurunan tekanan

darah. Hal ini dapat terjadi jika ginjal sudah mengalami kerusakan

(Ramadhan, 2010).

Setiap perubahan pada tekanan arteri rerata memicu suatu refleks

baroreseptor otomatis yang mempengaruhi jantung dan pembuluh darah untuk

menyesuaikan curah jantung dan resistensi perifer total dalam upaya untuk

memulihkan tekanan darah ke normal. Refleks dan respons yang

mempengaruhi tekanan darah yaitu : reseptor volume atrium kiri dan

osmoreseptor hipotalamus terutama penting dalam keseimbangan air dan

garam ditubuh, karena itu keduanya mempengaruhi regulasi jangka panjang


15

tekanan darah dengan mengontrol volume plasma. Kemoreseptor yang berada

di arteri karotis dan aorta, berkaitan erat tetapi berbeda dari baroreseptor peka

terhadap kadar O2 yang rendah atau asam yang tinggi di dalam darah. Respons

kardiovaskular yang berkaitan dengan perilaku dan emosi tertentu diperantarai

melalui jalur korteks serebri-hipotalamus dan tampaknya telah terprogram.

Perubahan kardiovaskular mencolok yang menyertai olahraga, termasuk

peningkatan substansial aliran darah otot rangka, peningkatan signifikan curah

jantung, penurunan resistensi perifer total, dan peningkatan sedang tekanan

arteri rerata (Lauralee, 2011).

Hormon yang mempengaruhi tekanan darah yaitu : hormon

antidiuretik (ADH) berperan dalam pengaturan volume darah vaskuler dengan

cara meningkatkan reabsorsi garam dan air dalam tubulus ginjal. Hormon

noreprinefrin berperan sebagai vasokontriktor, sedangkan epinefrin berperan

sebagai vasokontriktor atau vasodilator tergantung pada reseptor otot polos

pada pembuluh darah organ. Hormon histamin, bradikinin, serotinin juga

berperan dalam pengaturan tekanan darah. Histamin merupakan vasodilator

kuat pembuluh darah kecil, walaupun juga berperan dalam vasokontriksi

pembuluh darah besar. Bradikinin merupakan vasodilator kuat, terutama pada

pembuluh kutaneus. Serotinin merupakan vasokontriktor kuat pada arteriole

kutanea (Tarwoto, 2015).


16

Faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan darah yaitu : kekuatan

memompa jantung, jantung adalah sebuah pompa dan kejadian-kejadian yang

terjadi dalam jantung selama peredaran darah disebut siklus jantung. Gerakan

jantung berasal dari nodus sinus dan nodus atrial, kemudian kedua atrium

berkontraksi. Gelombang kontraksi ini bergerak melalaui berkas his kemudian

ventrikel berkontraksi. Gerakan jantung terdiri atas dua jenis, yaitu kontraksi

atau sistol dan pengenduran atau distol. Lama kontraksi ventrikel adalah 0,3

detik dan tahap pengendurannya selama 0,5 detik. Jantung berdenyut terus-

menerus pada siang malam selama hidupnya dan otot jantung mendapat

istirahat sewaktu diastol ventrikuler. Banyaknya darah yang beredar, untuk

membuat tekanan dalam suatu susunan tabung maka perlu tabung diiisi

sepenuhnya.

Dinding pembuluh darah adalah elastik dan dapat mengembung, maka

harus diisi lebih supaya dibangkitkan suatu tekanan. Pemberian cairan seperti

plasma atau garam akan menyebabkan tekanan naik lagi. Viskositas

(kekentalan) darah, disebabkan protein plasma dan jumlah sel darah yang

berada di dalam aliran darah. Setiap perubahan pada kedua faktor ini akan

mengubah tekanan darah. Besarnya geseran yang ditimbulkan cairan terhadap

dinding tabung yang dilaluinya berbeda-beda sesuai dengan viskositas cairan.

Semakin pekat cairan makin besar kekuatan yang diperlukan untuk

mendorongnya melalui pembuluh. Elastisitas pembuluh darah, di dalam arteri

tekanan lebih besar daripada yang ada di dalam vena sebab otot yang
17

membungkus arteri lebih besar elastis daripada yang ada di dalam vena.

Tahanan tepi (Resistensi perifer), adalah tahanan yang dikeluarkan geseran

darah yang mengalir dalam pembuluh. Tahanan utama pada aliran darah

dalam sistem sirkulasi besar berada di dalam arteriol. Turunnya tekanan

terbesar terjadi pada tempat ini, arteriol juga “menghaluskan denyutan yang

keluar” dari tekanan darah sehingga denyutan tidak kelihatan di dalam kapiler

dan vena (Pearce, 2011).

B. Konsep Dasar Penyakit Hipertensi

1. Definisi

Menurut WHO (2015), hipertensi adalah tekanan darah tinggi yang

sistolik pada atau di atas 140 mmHg dan / atau diastolik pada atau di atas

90 mmHg.

Menurut WHO (2014), hipertensi adalah tekanan darah dimana

sistolik sama dengan atau di atas 140 mmHg dan / atau tekanan darah

dimana diastolik sama dengan atau di atas 90 mmHg.

Sikap atau posisi duduk membuat tekanan darah cenderung stabil. Hal

ini dikarenakan pada saat duduk sistem vasokontraktor simpatis

terangsang melalui saraf rangka menuju otot-otot abdomen. Keadaan ini

meningkatkan tonus dasar otot-otot tersebut yang menekan seluruh vena

cadangan abdomen, membantu mengeluarkan darah dari cadangan

vaskuler abdomen ke jantung. Hal tersebut membuat darah yang tersedia


18

bagi jantung untuk dipompa menjadi meningkat. Keseluruhan respon ini

disebut refleks kompresi abdomen. Kerja jantung pada posisi duduk,

dalam memompa darah akan lebih keras karena melawan gaya gravitasi

sehingga kecepatan denyut jantung meningkat (Istiqomah, 2009).

Pemeriksaan tekanan darah dikatakan mengalami hipertensi jika pada dua

kali pengukuran dengan selang waktu 5 menit dalam keadaan cukup

istirahat (tenang) (Kaplan, 2010).

2. Klasifikasi

Klasifikasi hipertensi adalah sebagai berikut :

(Menurut European Society of Cardiology, 2007)

Tekanan sistolik Tekanan diastolik


Kategori (mmHg) (mmHg)

Optimal < 120 < 80


Normal 120-129 80-81
Normal tinggi 130-239 85-89
Hipertensi derajat I 140-159 90-99
Hipertensi derajat II 160-179 100-109
Hipertensi derajat III ≥ 180 ≥ 110
Hipertensi sistolik terisolasi ≥ 190 < 90
Tabel 2.1. Klasifikasi Hipertensi

Sumber : ESC (European Society of Cardiology). (Dikutip dari : Wijaya dkk, 2016)

3. Etiologi (Aspiani, 2016)

Pada umumnya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik.

Hipertensi terjadi sebagai respons peningkatan curah jantung atau


19

peningkatan tekanan perifer. Akan tetapi, ada beberapa faktor yang

mempengaruhi terjadinya hipertensi, yaitu :

a. Genetik, respons neurologi terhadap stress atau kelainan ekskresi atau

transpor Na

b. Obesitas, terkait dengan tingkat insulin yang tinggi yang

mengakibatkan tekanan darah meningkat

c. Stress karena lingkungan

d. Hilangnya elastisitas jaringan dan arterosklerosis pada orang tua serta

pelebaran pembuluh darah.

4. Patofisiologi (Aspiani, 2016)

Mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh darah

terletak di pusat vasomotor pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini

bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis

dan keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan

abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls

yang bergerak ke bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia

simpatis. Pada titik ini, neuron pre-ganglion melepaskan asetilkolin, yang

akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah,

dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi

pembuluh darah. Berbagai faktor, seperti kecemasan dan ketakutan dapat

mempengaruhi respons pembuluh darah terhadap rangsangan

vasokonstiktor. Klien dengan hipertensi sangat sensitif terhadap


20

norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut

dapat terjadi.

Pada saat bersamaan ketika sistem saraf simpatis merangsang

pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga

terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Medula

adrenal menyekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks

adrenal menyekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat

respons vasokontriktor pembuluh darah. Vasokontriksi yang

mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan

renin.

Renin yang dilepaskan merangsang pembentukan angiotensin I yang

kemudian diubah menjadi angiotensin II, vasokonstriktor kuat, yang pada

akhirnya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini

menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan

peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung

mencetuskan hipertensi.

Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan

structural dan fungsional pada system pembuluh perifer

bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia

lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas

jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah,

yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang


21

pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang

kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh

jantung (volume sekuncup) mengakibatkan penurunan curang jantung dan

peningkatan tahanan perifer.

Pada usia lanjut perlu diperhatikan kemungkinan adanya “hipertensi

palsu” disebabkan kekakuan arteri brachialis sehingga tidak dikompresi

oleh cuff sphygmomanometer. Menurunnya tonus vaskuler merangsang

saraf simpatis yang diteruskan ke sel jugularis. Dari sel jugularis ini bisa

meningkatkan tekanan darah. Dan apabila diteruskan pada ginjal, maka

akan mempengaruhi eksresi pada renin yang berkaitan dengan

angiotensinogen. Dengan adanya perubahan pada angiotensinogen II

berakibat pada terjadinya vasokontriksi pada pembuluh darah, sehingga

terjadi kenaikan tekanan darah. Selain itu juga dapat meningkatkan

hormon aldosteron yang menyebabkan retensi natrium. Hal tersebut akan

berakibat pada peningkatan tekanan darah. Dengan peningkatan tekanan

darah maka akan menimbulkan kerusakan pada organ-organ seperti

jantung.
22

5. Manifestasi Klinis

Gejala umum yang ditimbulkan akibat menderita hipertensi tidak sama

pada setiap orang, bahkan terkadang timbul tanpa gejala. Secara umum

gejala yang dikeluhkan oleh penderita hipertensi sebagai berikut (Aspiani,

2016) :

a. Sakit kepala

b. Rasa pegal dan tidak nyaman pada tengkuk

c. Perasaan berputar seperti tujuh keliling serasa jatuh

d. Berdebar atau detak jantung terasa cepat

e. Telinga berdenging

Gejala lain yang umumnya terjadi pada penderita hipertensi, yaitu

pusing, muka merah, sakit kepala, keluar darah dari hidung secara

tiba-tiba, tengkuk terasa pegal dan lain-lain.

6. Komplikasi

Tekanan darah tinggi apabila tidak diobati dan ditanggulangi, maka

dalam jangka panjang akan menyebabkan kerusakan arteri di dalam tubuh

sampai organ yang mendapat suplai darah dari arteri tersebut. Komplikasi

hipertensi dapat terjadi pada organ-organ sebagai berikut (Wijaya dkk.,

2016) :

a. Jantung

Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan terjadinya gagal jantung

dan penyakit jantung koroner. Pada penderita hipertensi, beban


23

jantung akan meningkat, otot jantung akan mengendor dan berkurang

elastisitasnya, yang disebut dekompensasi. Akibatnya, jantung tidak

mampu lagi memompa sehingga banyak cairan tertahan di paru

maupun jaringan tubuh lain yang dapat menyebabkan sesak napas

atau edema, kondisi ini disebut gagal ginjal.

b. Otak

Komplikasi hipertensi pada otak, menimbulkan resiko stroke, apabila

tidak diobati resiko terkena stroke 7 kali lebih besar.

c. Ginjal

Tekanan darah tinggi juga menyebabkan kerusakan ginjal, tekanan

darah tinggi dapat menyebabkan kerusakan system penyaringan di

dalam ginjal akibatnya lambat laun ginjal tidak mampu membuang

zat-zat yang tidak dibutuhkan tubuh yang masuk melalui aliran darah

dan terjadi penumpukan di dalam tubuh.

d. Mata

Pada mata hipertensi dapat mengakibatkan terjadinya retinopati

hipertensi dan dapat menimbulkan kebutaan.

7. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan diagnostik hipertensi (Doenges, 2010) :

1. Hemoglobin / hematokrit
24

Bukan diagnostik tetapi mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume

cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan faktor-faktor resiko seperti

hiperkoagulabilitas dan anemia.

2. BUN / kreatinin

Memberikan informasi tentang perfusi / fungsi ginjal.

3. Glukosa

Hiperglikemia (diabetes melitus adalah pencetus hipertensi) dapat

diakibatkan oleh peningkatan kadar katekolamin (meningkatkan

hipertensi).

4. Kalium serum

Peningkatan kadar kalsium serum dapat meningkatkan hipertensi.

5. Kolesterol dan trigeliserida serum

Peningkatan kadar dapat mengindikasikan pencetus untuk / adanya

pembentuk plak ateromatosa (efek kardiovaskular).

6. Pemeriksaan tiroid

Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokontriksi dan hipertensi.

7. Kadar aldosteron urine / serum

Untuk mengkaji aldosteronisme primer (penyebab).

8. Urinalisa

Darah, protein, glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal dan / atau adanya

diabetes.
25

9. VMA urine (metabolit katekolamin)

Kenaikan dapat mengindikasikan adanya feokromositoma (penyebab).

VMA urine 24 jam dapat dilakukan untuk pengkajian feokromositoma

bila hipertensi hilang timbul.

10. Asam urat

Hiperurisemia telah menjadi implikasi sebagai faktor resiko terjadinya

hipertensi.

11. Steroid urine

Kenaikan dapat mengindikasikan hiperadrenalisme, feokromositoma atau

disfungsi pituitari, sindrom Cushing’s dan kadar renin dapat juga

meningkat.

12. IVP

Dapat mengidentifikasi penyebab hipertensi, seperti penyakit parenkim

ginjal, batu ginjal / ureter.

13. Foto dada

Dapat menunjukkan obstruksi klasifikasi pada area katup, deposit pada

dan / atau takik aorta, perbesaran jantung.

14. CT scan

Mengkaji tumor serebral, CSV, ensefalopati, atau feokromositoma.


26

15. EKG

Dapat menunjukkan perbesaran jantung, pola regangan, gangguan

konduksi. Catatan : Luas, peninggian gelombang P adalah salah satu tanda

dini penyakit jantung hipertensi.

8. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang hipertensi (Aspiani, 2016) :

a. Laboratorium

1) Albuminuria pada hipertensi karena kelainan parenkim ginjal

2) Kreatinin serum dan BUN meningkat pada hipertensi karena parenkim

ginjal dengan gagal ginjal akut

3) Darah perifer lengkap

4) Kimia darah (kalium, natrium, kreatinin, gula darah puasa)

b. EKG

1) Hipertrofi ventrikel kiri

2) Iskemia atau infark miokard

3) Peninggian gelombang P

4) Gangguan konduksi

c. Foto Rontgen

1) Bentuk dan besar jantung Noothing dari iga pada koarktasi aorta

2) Pembendungan, lebarnya paru

3) Hipertrofi parenkim ginjal

4) Hipertrofi vaskuler ginjal


27

9. Penatalaksanaan

1) Penatalaksanaan farmakologis yang diterapkan pada penderita hipertensi

adalah sebagai berikut (Aspiani, 2016) :

a. Terapi oksigen

b. Pemantauan hemodinamik

c. Pemantauan jantung

d. Obat-obatan

1) Diuretik, bekerja melalui berbagai mekanisme untuk mengurangi

curah jantung dengan mendorong ginjal meningkatkan ekskresi garam

dan airnya, juga dapat menurunkan TPR.

2) Penyekat saluran kalsium menurunkan kontraksi otot polos jantung

atau enzim dengan mengintervensi influks kalsium yang dibutuhkan

untuk kontraksi.

3) Penghambat enzim mengubah angiotensin II atau inhibitor ACE

berfungsi untuk menurunkan angiotensin II dengan menghambat

enzim yang diperlukan untuk mengubah angiotensin I menjadi

angiotensin II.

4) Antagonis (penyekat) respetor beta (β-blocker), terutama penyekat

selektif, bekerja pada reseptor beta di jantung untuk menurunkan

kecepatan denyut dan curah jantung.

5) Vasodilator arteriol digunakan untuk menurunkan TPR, misalnya :

natrium, nitroprusida, nikardipin, hidralazin, nitrogliserin dll.


28

6) Antagonis reseptor alfa (α-blocker), menghambat reseptor alfa di otot

polos vaskular yang secara normal berespons terhadap rangsangan

saraf simpatis dengan vasokonstriksi. Hal ini akan menurunkan TPR.

(Aspiani, 2016).

2) Penatalaksanaan non farmakologis pada penderita hipertensi, antara lain

(Aspiani, 2016) :

a. Pengaturan diet

Berbagai studi menunjukkan bahwa diet dan pola hidup sehat dan /

atau dengan obat-obatan yang menurunkan gejala gagal ginjal jantung dan

dapat memperbaiki keadaan hipertrofi ventrikel kiri. Beberapa diet yang

dianjurkan :

1) Rendah garam, diet rendah garam dapat menurunkan tekanan darah

pada klien hipertensi. Dengan pengurangan konsumsi garam dapat

mengurangi stimulasi sistem renin-angiotensin sehingga sangat

berpotensi sebagai anti hipertensi. Jumlah asupan natrium yang

dianjurkan 50-100 mmol atau setara dengan 3-6 gram garam per hari.

2) Diet tinggi kalium, dapat menurunkan tekanan darah tetapi

mekanismenya belum jelas. Pemberian kalium secara intravena dapat

menyebabkan vasodilatasi, yang dipercaya dimediasi oleh oksida nitrat

pada dinding vaskular.

3) Diet kaya buah dan sayur, dapat mengurangi asupan lemak jenuh dan

lemak total.
29

4) Diet rendah kolesterol, sebagai pencegah terjadinya jantung koroner.

b. Penurunan berat badan. Mengatasi obesitas, pada sebagian orang dengan

cara menurunkan berat badan mengurangi tekanan darah dan dengan

mengurangi beban kerja jantung dan volume sekuncup. Beberapa studi

menunjukkan bahwa obesitas berhubungan dengan kejadian hipertensi dan

hipertrofi ventrikel kiri. Jadi, penurunan berat badan adalah hal yang

sangat efektif untuk menurunkan tekanan darah.

c. Olahraga. Olahraga teratur seperti berjalan, lari, berenang, bersepeda

bermanfaat untuk menurunkan tekanan darah dan memperbaiki keadaan

jantung. Olahraga isotonik dapat juga meningkatkan fungsi endotel,

vasodilatasi perifer, dan mengurangi katekolamin plasma. Olahraga teratur

selama 30 menit sebanyak 3-4 kali dalam satu minggu sangat dianjurkan

untuk menurunkan tekanan darah. Olahraga meningkatkan kadar HDL,

yang dapat mengurangi terbentuknya arterosklerosis akibat hipertensi.

d. Memperbaiki gaya hidup yang kurang sehat. Berhenti merokok dan tidak

mengonsumsi alkohol, penting untuk mengurangi efek jangka panjang

hipertensi karena asap rokok diketahui menurunkan aliran darah ke

berbagai organ dan dapat meningkatkan kerja jantung.

e. Penurunan stress. Stress memang tidak menyebabkan hipertensi yang

menetap namun jika episode stress sering terjadi dapat menyebabkan

kenaikan sementara yang sangat tinggi.


30

f. Terapi masase (pijat). Pada prinsipnya pijat yang dilakukan pada penderita

hipertensi adalah untuk memperlancar aliran energi dalam tubuh sehingga

gangguan hipertensi dan komplikasinya dapat diminimalisir, ketika semua

jalur energi terbuka dan aliran energi tidak lagi terhalang oleh ketegangan

otot dan hambatan lain maka resiko hipertensi dapat ditekan.

3) Penatalaksanaan Keperawatan

a.
31

C. Konsep Asuhan Keperawatan Penyakit Hipertensi

1. Pengkajian

a. Data biografi : Nama, alamat, umur, tanggal MRS, diagnosa medis,

penanggung jawab, catatan kedatangan.

b. Riwayat kesehatan

1) Keluhan utama : biasanya pasien datang ke RS dengan keluhan

sakit kepala dan bagian kuduk terasa berat, tidak bisa tidur.

2) Riwayat kesehatan sekarang : biasanya pada saat dilakukan

pengkajian pasien masih mengeluh sakit kepala yang berat,

penglihatan berkunang-kunang, tidak bisa tidur.

3) Riwayat kesehatan dahulu : biasanya penyakit hipertensi ini

adalah penyakit yang menahun yang sudah lama dialami oleh

pasien.

4) Riwayat kesehatan keluarga : adakah penyakit yang diderita

anggota keluarga yang mungkin ada hubungannya dengan

penyakit hipertensi.

5) Riwayat psikososial-spiritual

a) Psikologis : perasaan yang dirasakan oleh klien, apakah

cemas / sedih ?

b) Sosial : bagaimana hubungan klien dengan orang lain

maupun orang terdekat klien dengan lingkungan ?


32

c) Spiritual : apakah klien tetap menjalankan ibadah selama

perawatan di Rumah Sakit ?

c. Data dasar pengkajian pada pasien hipertensi, meliputi (Doenges

2010 & Aspiani 2016) :

1) Nurisi

Makanan yang biasa dikonsumsi mencakup makanan tinggi

natrium seperti makanan awitan, tinggi lemak, tinggi kolestrol,

mual, muntah, perubahan berat badan (meningkatkan/menurun)

riwayat pengguna diuretik.

2) Eliminasi

Biasanya pada pasieen dengn hipertensi tidak mengalami

gangguan pada pola eliminasi kecuali hipertensi yang diderita

sudah menyerang target organ seperti ginjal dan akan

mengakibatkan gangguan pada proses eliminasi urine.

3) Personal hygiene

Pada pasien dengan hipertensi ringan tidak mengalami

gangguan pada proses personal hygienenya, dalam beberapa

kasus pada pasien dengan hipertensi berat dengan komplikasi

mengakibatkan pasien mengalami gangguan dalam pemenuhan

personal hygienenya, contohnya pada pasien dengan stroke yang

menyerang organ otak mengaakibatkan pasien mengalami


33

kelumpuhan sehingga pasien tidak dapat melakukan pola

aktivitas personal hygiene dengan mandiri.

4) Istirahat tidur

Aktivitas istirahat pada hipertensi ringan, aktivitas pasien

dalam keadaan baik, pada kasus hipertensi berat

terjadinya kelelahan fisik, lemah, letih, nafas pendek, gaya hidup

monoton dengan frekuensi jantung meningkat, perubahan trauma

jantung dan takipnea.

d. Review of system (Doenges, 2010)

1) Pemeriksaan fisik umum

Pada pasien dengan hipertensi biasanya memiliki berat badan

yang normal atau melebihi indeks masa tubuh, berat badan

normal, tekanan darah >140/90 mmhg, nadi >100 x/menit,

frekuensi nafas 16-24x/menit pada hipertensi berat terjadi

pernafasan takipnea, ortopnea, dyspnea nocturnal paroksimal,

suhu tubuh 36,5-37,5oC pada hipertensi berat suhu tubuh dapat

menurun dan mengakibatkan pasien hipotermi, Keadaan umum

pasien composmentis pada kasus hipertensi berat dengan

komplikasi dapat mengakibatkan pasien mengalami gangguan

kesadaran dan sampai pada koma, contohnya stroke hemoragik.


34

2) Sistem penglihatan

Pada pasien dengan hipertensi memiliki sistem pengelihatan

yang baik, pada kasus hipertensi berat pasien mengalami

pengelihatan kabur dan dapat terjadinya anemis pada

konjungtiva.

3) Sistem pendengaran

Pada kasus hipertensi, pasien tidak mengalami gangguan pada

fungsi pendengaran dan fungsi keseimbangan.

4) Sistem wicara

Pasien dengan hipertensi ringan tidak mengalami gangguan

pada sistem wicara. Pada kasus hipertensi berat terjadinya

gangguan pola/isi bicara dan orientasi bicara.

5) Sistem pernafasan

Secara umum baik dengan frekuensi nafas 16-24x/menit

dengan irama teratur, pada kasus hipertensi tertentu seperti

hipertensi berat pasien mengalami gangguan sistem pernafasan

seperti takipne, dyspnea dan ortopnea, adanya distress

pernafasan/penggunaan otot-otot pernafasan pada hipertensi

berat, frekuensi pernafasan >24x/menit dengan irama pernafasan

tidak teratur, kedalaman nafas cepat dan dangkal, adanya batuk

dan terdapat sputum pada batuk pasien sehingga mengakibatkan

sumbatan jalan nafas dan terdapat bunyi mengi.


35

6) Sistem kardiovaskuler

a. Sirkulasi perifer

Secara umum keadaan sirkulasi perifer pada pasien dengan

hipertensi ringan dalam keadaan normal dengan frekuensi nadi

60-100x/menit, irama teratur. Pada kasus hipertensi berat

frekuensi nadi pasien dapat mencapai >100 x/menit, irama tidak

teratur dan lemah, TD > 140/90 mmHg, terjadinya distensi vena

jugularis dan pasien mengalami hipotermi, Warna kulit pucat

(sianosis). Edema terjadi dengan hipertensi sekunder dari ginjal,

pada hipertensi berat, kecepatan pengisihan kapiler dapat

menurun sehingga capillary refil >3detik.

b. Sirkulasi jantung

Pada kasus hipertensi ringan, sirkulasi jantung dalam keadaan

normal dengan kecepatan denyut jantung apikal teratur dan

terdapat bunyi jantung tambahan (S3), adanya nyeri dada pada

kasus hipertensi sekunder dengan komplikasi kelainan jantung.

7) Sistem hematologi

Pasien mengalami gangguan hematologi pada hiperensi berat

yang ditandai dengan keadaan umum pucat, perdarahan yang

mengakibatkan stroke dikarenakan obstruksi dan pecahnya

pembuluh darah.
36

8) Sistem syaraf pusat

Pada hipertensi ringan adanya rasa nyeri pada daerah kepala

dan tengkuk, kesadaran composmentis, pada hipertensi berat

kesadaran dapat dapat menurun menjadi koma, refleks fisiologi

meliputi refleks biceps fleksi dan triceps ekstensi, serta refleks

patologis negatif.

9) Sistem pencernaan

Sistem pencernaan pada pasien hipertensi dalam keadaan baik,

pada kasus hipertensi berat dengan komplikasi menyerang organ

pada abdomen mengakibatkan pasien mengalami nyeri pada daerah

abdomen.

10) Sistem Endokrin

Pada pasien dengan hipertensi tidak mengalami gangguan pada

sistem endokrin.

11) Sistem urogenital

Terjadinya perubahan pola kemih pada hipertensi sekunder

yang menyerang organ ginjal sehingga menyebabkan terjadinya

gangguan pola berkemih yang sering terjadi pada malam hari.

12) Sistem integument

Turgor kulit buruk pada hipertensi berat dan adanya edema

pada hipertensi sekunder didaerah ekstremitas.


37

13) Sistem muskuloskeletal

Pada hipertensi ringan pasien tidak mengalami gangguan ada

sistem muskuloskeletal, tetapi pada hipertensi berat pasien

mengalami kesulitan dalam bergerak dan kelemahan otot.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang ditemukan pada pasien hipertensi

berdasarkan respon pasien (Doenges, 2010) yang disesuaikan dengan

NANDA NOC-NIC 2015 yaitu :

1. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan resistensi pembuluh darah

ke otak.

2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload,

vasokonstriksi, iskemia miokard.

3. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan suplai otak

menurun.

4. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan edema, retensi Na,

rangsang aldosteron.

5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.

6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan tekanan intrakranial ke otak.

7. Resiko cidera berhubungan dengan spasme arteriole, diplopia.


38

DAFTAR PUSTAKA

Aspiani, dkk 2016. Buku ajar asuhan keperawatan klien dengan gangguan
kardiovaskuler. Jakarta : EGC.
British Heart Foundation, 2012. Coronary Heart Disease Statistics. London :
ESC.
Dinas Kesehatan Provinsi Bengkulu, 2013. Profil Kesehatan Provinsi Bengkulu
Doenges, M.E., Moorhause, M.F., Dan Geissier, A.C,. 2001, Rencana Asuhan
Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan Pendokumentasian Edisi 3.
Jakarta: EGC.
dr. Le Thi My Duyen, 2016. Resiko obat-obatan tekanan darah tinggi,
Yogyakarta : Publishing.
Go & James dkk, 2014. Biaya pengobatan hipertensi dan akibat hipertensi.
Lauralee Pearce, 2011. Fisiologi Manusia dan Sistem Manusia. Yogyakarta :
EGC
Nurarif, Amin Huda & Kusuma Hardi, 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Yogyakarta : Mediaction.
Pearce, Evelyn C, 2013. Anatomi dan fisiologi untuk para medis, Jakarta :
Gramedia Pustaka Utama.
Ramadhan & Smeltzer, 2010. Jangka tekanan darah & posisi mengukur tekanan
darah
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), 2013. Pedoman Pewawancara Petugas
Pengumpul Data. Jakarta : Depkes RI
RSMY Bengkulu, 2016. Medikal recort RSUD Dr. M. YUNUS Bengkulu.
Sartini M. Gosyen, 2014. Anatomi dan Fisiologi sistem Kardiovaskuler. Jakarta :
publishing.
Tarwoto, dkk 2015. Anatomi dan fisiologi untuk mahasiswa keperawatan.
Jakarta: Info Media.
Wijaya, dkk 2014. Penyakit kardiovaskuler, Jakarta.
World Health Federation (WHO), 2014 & 2015. Prevalence hypertension and
cardiovascular disease.

Anda mungkin juga menyukai