Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Titik fokus yang menjadi pusat perhatian suatu teori selalu ada. Ada yang lebih
mementingkan proses belajar, ada yang lebih mementingkan sistem informasi yang diolah
dalam proses belajar, dan lain-lain. Namun faktor-faktor lain diluar titik fokus itu seperti
lingkungan juga selalu diperlukan untuk menjelaskan proses belajar.
Pembelajaran menurut aliran kognitif, yang mana dalam pembelajaran kognitif
menitik beratkan belajar aktif, belajar lewat interaksi social, belajar lewat pengalaman
pribadi ini di kemukakan oleh Jean Piaget. Aliran kognitif berjalan dengan baik dan
sekerang ini diterapkan seperti pada kurikulum berbasis tujuan pendidikan yang mana
didalamnya mempunyai aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Jadi siswa di tuntut
untuk aktif di dalam kelas ini merujuk pada pembelajaran menurut aliran kognitif yang
menjadikan siswa dapat aktif di dalam proses pembelajaran karena di dalam
pembelajarannya guru hanya sebagai fasilitator, sedangkan siswa di sini tidak menjadi
objek pembelajaran akan tetapi siswa sebagai subjek dari pembelajaran.
Pembahasan ini sangat penting karena mengingat proses belajar yang terjadi
didalam kelas berlangsung dalam proses komunikasi yang berisi pesan-pesan yang
berkaitan dengan fakta, konsep, prinsip dan keterampilan yang sering digunakan dalam
sehari-hari. Proses pembelajaran dituntut untuk secara aktif berpartisipasi. Keaktifan
berpartisipasi ini memberikan kesempatan yang luas mengembangkan potensi, bakat yang
dimiliki oleh masing-masing siswa.

1.2 Rumusan Masalah


1. Ciri dan konsep teori belajar psikologi kognitif.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif.
3. Teori-teori belajar kognitif.
4. Bagaimana hubungan aliran kognitif terhadap pembelajaran.

1.3 Tujuan Penulisan


1. Memahami ciri dan konsep teori belajar psikologi kognitif.
2. Memahami faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif.
3. Memahami teori-teori belajar kognitif.

1
4. Mendeskripsikan hubungan aliran kognitif dengan pembelajaran.

1.4 Metode Pendekatan


Metode yang kami pakai dalam pembuatan makalah ini adalah dengan metode pustaka
dengan cara mengumpulkan berbagai informasi yang dibutuhkan dengan mengunakan
berbagai media informasi yang mudah di akses, yaitu referensi buku, e-jurnal dan internet.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Teori Belajar Kognitif


Istilah “Cognitive” berasal dari kata cognition artinya adalah pengertian,
mengerti. Pengertian yang luasnya cognition (kognisi) adalah perolehan, penataan, dan
penggunaan pengetahuan. Dalam perkembangan selanjutnya, kemudian istilah kognitif ini
menjadi populer sebagai salah satu wilayah psikologi manusia / satu konsep umum yang
mencakup semua bentuk pengenalan yang meliputi setiap perilaku mental yang
berhubungan dengan masalah pemahaman, memperhatikan, memberikan, menyangka,
pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan masalah, kesengajaan, pertimbangan,
membayangkan, memperkirakan, berpikir dan keyakinan.
Ciri – ciri aliran belajar kognitif :
1. Mementingkan apa yang ada dalam diri manusia.
2. Mementingkan peranan kognitif
3. Mementingkangkan kondisi waktu sekarang
4. Mementingkan pembentukan struktur kognitif
5. Mengutamakan keseimbangan dalam diri manusia
6. Mengutamakan insight (pengertian, pemahaman)
Kognitif adalah salah satu ranah dalam taksonomi pendidikan. Secara umum
kognitif diartikan potensi intelektual yang terdiri dari tahapan : pengetahuan (knowledge),
pemahaman (comprehention), penerapan (aplication), analisa (analysis), sintesa (sinthesis),
evaluasi (evaluation). Kognitif berarti persoalan yang menyangkut kemampuan untuk
mengembangkan kemampuan rasional (akal).
Teori Belajar kognitif lebih mementingkan proses belajar daripada hasil
belajarnya. Para penganut aliran kognitif mengatakan bahwa belajar tidak sekedar
melibatkan hubungan antara stimulus dan respon. Model belajar kognitif merupakan suatu
bentuk teori belajar yang sering disebut sebagai model perseptual. Model belajar kognitif
mengatakan bahwa tingkah laku seorang ditentukan oleh presepsi serta pemahamannya
tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya. Belajar merupakan perubahan
presepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat sebagai tingkah laku yang
nampak.

3
Teori kognitif juga menekankan bahwa bagian-bagian dari suatu situasi saling
berhubungan dengan seluruh konteks situasi tersebut. Memisah-misahkan atau membagi-
membagi situasi / materi pelajaran menjadi komponen-komponen yang kecilkecil dan
mempelajarinya secara terpisah-pisah, akan kehilangan makna. Teori ini berpandangan
bahwa belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, retensi, pengolaan
informasi, emosi dan aspek-aspek kejiwaan lainnya. Belajar merupakan aktivitas yang
melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Proses belajar terjadi antara lain
mencakup pengaturan stimulus yang diterima dan menyesuaikannya dengan struktur
kognitif yang sudah dimiliki dan terbentuk di dalam pikiran seseorang berdasarkan
pemahaman dan pengalaman-pengalaman sebelumnya (Budiningsih,2005 : 34).
Secara umum, teori kognitif memandang bahwa belajar merupakan proses
internal yang tidak dapat diamati secara langsung. Adapun perubahan tingkah laku yang
tampak sesungguhnya adalah refleksi dari perubahan interaksi persepsi dirinya terhadap
sesuatu yang diamati dan dipikirkan. Menurut teori kognitif, belajar diartikan sebagai
proses interaksional seseorang memperoleh pemahaman baru atau struktur kognitif dan
mengubah hal – hal yang lama.

2.2 Faktor yang Berpengaruh dalam Perkembangan Kognitif


Faktor-faktor yang berpengaruh dalam perkembangan teori belajar kognitif adalah sebagai
berikut:
1. Fisik
Interaksi antara individu dan dunia luat merupakan sumber pengetahuan baru, tetapi
kontak dengan dunia fisik itu tidak cukup untuk mengembangkan pengetahuan kecuali
jika intelegensi individu dapat memanfaatkan pengalaman tersebut.

2. Kematangan
Kematangan sistem syaraf menjadi penting karena memungkinkan anak
memperoleh manfaat secara maksimum dari pengalaman fisik. Kematangan membuka
kemungkinan untuk perkembangan sedangkan kalau kurang hal itu akan membatasi
secara luas prestasi secara kognitif. Perkembangan berlangsung dengan kecepatan yang
berlainan tergantung pada sifat kontak dengan lingkungan dan kegiatan belajar sendiri.

4
3. Pengaruh sosial
Lingkungan sosial termasuk peran bahasa dan pendidikan, pengalaman fisik dapat
memacu atau menghambat perkembangan struktur kognitif

4. Proses pengaturan diri yang disebut ekuilibrasi


Proses pengaturan diri dan pengoreksi diri, mengatur interaksi spesifik dari individu
dengan lingkungan maupun pengalaman fisik, pengalaman sosial dan perkembangan
jasmani yang menyebabkan perkembangan kognitif berjalan.

2.3 Teori – Teori Belajar Kognitif


Teori-teori yang berkembang oleh para ahli dalam perkembangan teori belajar kognitif
adalah sebagai berikut:
1. Teori Piaget
Jean Piaget menyebutkan bahwa struktur kognitif sebagai Skemata
(Schemas), yaitu kumpulan dari skema-skema. Seorang individu dapat mengikat,
memahami, dan memberikan respon terhadap stimulus disebabkan karena bekerjanya
skemata ini. Skemata ini berkembang secara kronologis, sebagai hasil interaksi individu
dengan lingkungannya, sehingga individu yang lebih dewasa memliki struktur kognitif
yang lebih lengkap dari pada ketika ia masih kecil. Perkembangan skemata ini terus-
menerus melalui adaptasi dengan lingkungannya. Skemata tersebut membentuk suatu
pola penalaran tertentu dalam pikiran anak. Makin baik kualitas skema ini, makin baik
pulalah pola penalaran anak tersebut. Proses terjadinya adaptasi dari skemata yang telah
terbentuk dengan stimulus baru dilakukan dengan dua cara, yaitua similasi dan
akomodasi. Asimilasi adalah pengintegrasian stimulus baru kedalam skemata yang
telah terbentuk secara langsung. Akomodasi adalah proses pengintegrasian stimulus
baru kedalam skema yang telah terbentuk secara tidak langsung.
Tahap perkembangan kognitif :
a. Tahap Sensori Motor (sejak lahir sampai dengan 2 tahun)
Bagi anak yang berada pada tahap ini, pengalaman diperoleh melalui perbuatan
fisik (gerakan anggota tubuh) dan sensori(koordinasi alat indra).
b. Tahap Pra Operasi (2 tahun sampai dengan 7 tahun)
Ini merupakan tahap persiapan untuk pengorganisasian operasi konkrit. Operasi
konkrit adalah berupa tindakan tindakan kognitif seperti mengklasifikasikan
sekelompok objek, menata letak benda berdasarkan urutan tertentu dan membilang.

5
c. Tahap Operasi Konkrit (7 tahun sampai dengan 11 tahun)
Umumnya anak-anak pada tahap ini telah memahami konsep kekekalan,
kemampuan mengklasifikasi, mampu memandang suatu objek dari sudut pandang
yang berbeda secara objektif, dan mampu berfikir reversible.
d. Tahap Operasi Formal (11 tahun dan seterusnya)
Tahap ini merupakan tahap akhir dari perkembangan kognitif secara
kualitas. Anak pada tahap ini sudah mampu malakukan penalaran dengan
menggunakan hal-hal yang abstrak. Anak mampu bernalar tanpa harus berhadapan
dengan objek atau peristiwanya langsung, dengan hanya menggunakan simbol-
simbol, ide-ide, abstraksi dan generalisasi. Kaitan antara teori belajar Piaget dengan
penggunaan media pembelajaran matematika adalah pada tahap operasi konkrit
dimana siswa tidak akan bisa memahami konsep tanpa benda-benda konkrit.

2. Teori Brunner
Jerome Brunner menyatakan bahwa belajar akan lebih berhasil jika proses
pengajaran anak diarahkan pada konsep-konsep dan struktur-struktur yang termuat
dalam pokok bahasan yang diajarkan, disamping hubungan yang terkait antara
konsepkonsep dan struktur-struktur tersebut. Bruner menyarankan keaktifan anak
dalam proses belajar secara penuh agar anak dapat mengenal konsep dan struktur yang
tercakup dalam bahan yang sedag dibicarakan, sehingga anak akan memahami materi
yang harus dikuasainya itu. Dalam proses pembelajaran hendaknya siswa diberi
kesempatan untuk memanipulasi benda-benda dengan menggunakan media
pembelajaran. Melalui penggunaan media pembelajaran yang ada, siswa akan melihat
langsung keteraturan dan pola strukur yang terdapat dalam penggunaan media
pembelajaran yang diperhatikannya. Tiga tahap pembelajaran yang akan dilewati oleh
siswa adalah sebagai berikut :
a. Tahap enaktif
Tahap ini merupakan tahap dimana siswa belajar dengan memanipulasi benda atau
obyek konkret.
b. Tahap ikonik
Pada tahap ini siswa belajar dengan menggunakan gambar.
c. Tahap simbolik
Pada tahap ini siswa belajar melalui manipulasi lambang atau simbol.

6
Dalil-dalil yang didapatkan Bruner setelah mengadakan pengamatan kesekolah-
sekolah:

a. Dalil Penyusunan (construction the orem)


Dalil ini menyatakan bahwa jika anak ingin mempunyai kemampuan
menguasai konsep, teorema, definisi dan semacamnya, anak harus dilatih untuk
melakukan penyusunan representasinya. Ini berarti, jika anak aktif dan terlibat
dalam kegiatan mempelajari konsep yang dilakukan dengan jalan memperlihatkan
representasi tersebut, maka anak akan lebih memahaminya.
b. Dalil Notasi (notation the orem)
Notasi memiliki peranan penting dalam penyajian konsep. Penggunaan
notasi dalam menyatakan sebuah konsep tertentu harus disesuaikan dengan tahap
perkembangan mental anak. Penyajiannya dilakukan dengan pendekatan spiral,
dimana setiap ide-ide matematika disajikan secara sistematis dengan menggunakan
notasi-notasi yang bertingkat.
c. Dalil Kekontrasan dan Keanekaragaman (contrasand variation the orem)
Pengontrasan dan keanekaragaman sangat penting dalam melakukan pengubahan
konsep dipahami dengan mendalam, diperlukan contoh-contoh yang banyak,
sehingga anak mampu mengetahui karakteristik konsep tersebut.
d. Dalil Pengaitan (connectivity the orem)
Dalam matematika itu satu konsep dengan konsep lainnya terdapat
hubungan erat, bukan saja dari segi isi, namun juga dari segi rumus-rumus yang
digunakan. Materi yang satu merupakan prasyarat bagi yang lainnya atau konsep
yang satu di perlukan untuk menjelaskan konsep lainnya.

3. Teori Gestalt
Teori Gestalt menekankan keseluruhan dan kesatupaduan. Sebagai langkah
awal, penting sekali mengenali pondasi yang mengkonstruksi teori ini. Menurut
psikologi gestalt, keseluruhan itu berbeda dari penjumlahan bagian-bagiannya atau
membagi-bagi berarti mendistorsi. Kita tidak akan dapat memahami atau menikmati
pengalaman mendengarkan simfoni musik orchestra dengan menganalisa konstribusi

7
musisi-musisi yang bermain di dalamnya secara terpisah. Atau kita juga tidak mungkin
dapat menikmati keindahan sebuah lukisan bila melihat bagian-bagiannya secara
terpisah. Pada pokoknya, psikologi gestalt selalu memberi penekanan pada totalitas
atau keseluruhan, bukan pada bagian-bagian
Berbeda dengan kaum behavioral yang berpendapat bahwa belajar adalah
pengalaman empiris, maka menurut Gestaltis belajar adalah fenomena konitif. Kognisi
sendiri dipahami sebagai proses mental karena kognisi mencerminkan pemikiran dan
tidak dapat diamati secara langsung. Kognisi tidak dapat diukur secara langsung, namun
melalui perilaku yang ditampilkan dan dapat diamati. Oleh sebab itu belajar merupakan
proses mental dan aspek-aspek belajar adalah unik bagi spesies manusia.
Ahli-ahli gestalt juga beranggapan bahwa benda-benda hidup berbeda dengan
mesin, selalu hidup dan saling mempengaruhi dengan lingkungannya. Interaksi antara
individu dan lingkungan disebut sebagai perceptual field (medan persepsi). Setiap
medan persepsi memiliki organisasi, yang cenderung dipersepsikan oleh manusia
sebagai figure and ground. Oleh karena itu, Psikologi gestalt menekankan adanya
pengorganisasian proses-proses dalam persepsi, belajar dan problem solving dan juga
mempercayai bahwa setiap individu diarahkan untuk mengorganisasikan serpihan
informasi yang bersumber dari beragam cara atau proses. Pengorganisasian inilah yang
kemudian mempengaruhi makna yang dibentuk.
Teori Gestalt juga menganut pandangan yang berbeda dalam memandang
problem tubuh-pikiran. Teori ini mengasumsikan adanya Isomorphism yakni adanya
hubungan antara aktivitas otak dengan kesadaran, antara pengalaman psikologis dengan
proses yang ada di dalam otak. Psikolog Gestalt berkali-kali menyatakan pendapatnya
bahwa dunia fenomenal (kesadaran) adalah ekspresi yang akurat dari situasi. Kesadaran
pula yang menjadikan semua informasi sensoris menjadi bermakna.
Dalam kaitannya dengan pokok-pokok teori belajar menurut aliran Gestalt,
disamping hukum-hukum pengamatan yang menentukan proses belajar, menurut aliran
ini insight adalah inti dari belajar. Insight dapat diartikan pemahaman atau pencerahan
sehingga seorang pelajar dapat menyelesaikan problem maupun tugas belajar. Maka
menurut aliran ini, remedial atau pengulang-ulangan materi bukan hal penting
walaupun belajar dengan insight dapat juga diulangi. Contoh: pengulang-ulangan
dalam melakukan latihan soal-soal UN membuat siswa mungkin dapat menjawab soal
saat ujian berlangsung namun belum tentu dia memahami substansi soal sehinga bila
soal berbeda dengan rumus yang sama belum tentu dia dapat menyelesaikannya.

8
Belajar dengan insight membuat siswa memahami subtansi masalah hingga bila soal
diulang dalam format berbeda ia masih dapat menyelesaikannya.
Tokoh ini mengemukakan bahwa pelaksanaan kegiatan belajar mengajar yang
diselenggarakan oleh guru harus memperhatikan hal-hal berikut ini:
a. Penyajian konsep harus lebih mengutamakan pengertian
b. Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar harus memperhatikan kesiapan intelektual
siswa,
c. Mengatur suasana kelas agar siswa termotivasi untuk belajar

4. Teori Cognitive-field dari Lewin Teori Medan (Field Theory)


Lewin mengemukakan bahwa siswa dalam situasi belajar berada dalam satu
medan atau lapangan psikologis. Dalam situasi belajar siswa menghadapi suatu tujuan
yang ingin dicapai, tetapi selalu terdapat hambatan yaitu mempelajari bahan belajar,
maka timbullah motif untuk mengatasi hanbatan itu yaitu dengan mempelajari bahan
belajar tersebut. Apabila hambatan itu telah diatasi, artinya tujuan belajar telah tercapai,
maka ia akan masuk ke dalam medan baru dan tujuan baru, demikian seterusnya.
Menurut teori ini belajar berusaha mengatasi hambatan-hambatan untuk
mencapai tujuan. Kurikulum sekolah dengan segala macam tuntutannya, berupa
kegiatan belajar di dalam kelas, laboratorium, di workshop, di luar sekolah,
penyelesaian tugas-tugas, ujian-ulangan dan lain-lain, pada dasarnya merupakan
hambatan yang harus diatasi.
Menurut Lewin belajar terjadi akibat adanya perubahan struktur kognitif.
Perubahan kognitif adalah hasil dari dua macam kekuatan yaitu struktur medan kognitif
dan motivasi internal individu. Apabila seseorang belajar, maka dia akan tambah
pengetahuannya. Artinya tahu lebih banyak dari pada sebelum ia belajar. Ini berarti
ruang hidupnya lebih terdiferensiasi, lebih banyak subregion yang dimilikinya, yang
dihubungkan dengan jalur-jalur tertentu. Dengan kata lain orang tahu lebih banyak
tentang fakta-fakta dan saling berhubungan antara fakta-fakta itu.
Perubahan struktur pengetahuan (struktur kognitif) dapat terjadi karena
ulangan; situasi mungkin perlu diulang-ulang sebelum strukturnya berubah. Akan tetapi
yang penting bukanlah bahwa ulangan itu terjadi, melainkan bahwa struktur kognitif
itu berubah. Dengan pengaturan masalah (problem) yang lebih baik, struktur mungkin
dapat berubah dengan ulangan yang sangat sedikit. Hal ini telah terbukti dalam
eksperimen mengenai insight. Terlalu banyak ulangan tidak menambah belajar;

9
sebaliknya ulangan itu mungkin menyebabkan kejenuhan psikologis (pychological
satiation) yang dapat membawa disorganisasi (kekacauan) dan dediferensiasi
(kekaburan) dalam sistem kognitif. Perubahan dalam struktur kognitif ini untuk
sebagian berlangsung dengan prinsifp pemolaan (patterning) dalam pengamatan, jadi
disinilah lagi terbukti betapa pentingnya pengamatan itu dalam belajar. Perubahan itu
disebabkan oleh kekuatan yang telah intrinsik ada dalam struktur kognitif. Tetapi
struktur kognitif itu juga berubahubah sesuai dengan kebutuhan yang ada pada individu.
Disinilah terjadi belajar dengan motivasi.

5. Teori Belajar Bermakna Ausubel.


Menurut Ausubel ada dua jenis belajar : (1) Belajar bermakna (meaningful
learning) dan (2) belajar menghafal (rote learning). Belajar bermakna adalah suatu
proses belajar di mana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang
sudah dipunyai seseorang yang sedang belajar. Sedangkan belajar menghafal adalah
siswa berusaha menerima dan menguasai bahan yang diberikan oleh guru atau yang
dibaca tanpa makna.
Sebagai ahli psikologi pendidikan Ausubel menaruh perhatian besar pada
siswa di sekolah, dengan memperhatikan/memberikan tekanan-tekanan pada unsur
kebermaknaan dalam belajar melalui bahasa (meaningful verbal learning).
Kebermaknaan diartikan sebagai kombinasi dari informasi verbal, konsep, kaidah dan
prinsip, bila ditinjau bersama-sama. Oleh karena itu belajar dengan prestasi hafalan saja
tidak dianggap sebagai belajar bermakna. Maka, menurut Ausubel supaya proses
belajar siswa menghasilkan sesuatu yang bermakna, tidak harus siswa menemukan
sendiri semuanya. Malah, ada bahaya bahwa siswa yang kurang mahir dalam hal ini
akan banyak menebak dan mencoba-coba saja, tanpa menemukan sesuatu yang
sungguh berarti baginya. Seandainya siswa sudah seorang ahli dalam mengadakan
penelitian demi untuk menemukan kebenaran baru, bahaya itu tidak ada; tetapi jika
siswa tersebut belum ahli, maka bahaya itu ada.
Ia juga berpendapat bahwa pemerolehan informasi merupakan tujuan
pembelajaran yang penting dan dalam hal-hal tertentu dapat mengarahkan guru untuk
menyampaikan informasi kepada siswa. Dalam hal ini guru bertanggung jawab untuk
mengorganisasikan dan mempresentasikan apa yang perlu dipelajari oleh siswa,
sedangkan peran siswa di sini adalah menguasai yang disampaikan gurunya.

10
Belajar dikatakan menjadi bermakna (meaningful learning) yang
dikemukakan oleh Ausubel adalah bila informasi yang akan dipelajari peserta didik
disusun sesuai dengan struktur kognitif yang dimiliki peserta didik itu sehingga peserta
didik itu mampu mengaitkan informasi barunya dengan struktur kognitif yang
dimilikinya. Belajar seharusnya merupakan apa yang disebut asimilasi bermakna,
materi yang dipelajari di asimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah
dipunyai sebelumnya. Untuk itu diperlukan dua persyaratan:
a. Materi yang secara potensial bermakna dan dipilih oleh guru dan harus sesuai
dengan tingkat perkembangan dan pengetahuan masa lalu peserta didik.
b. Diberikan dalam situasi belajar yang bermakna, faktor motivasional memegang
peranan penting dalam hal ini, sebab peserta didik tidak akan mengasimilasikan
materi baru tersebut apabila mereka tidak mempunyai keinginan dan pengetahuan
bagaimana melakukannya. Sehingga hal ini perlu diatur oleh guru, agar materi tidak
dipelajari secara hafalan.
Berdasarkan uraian di atas maka belajar bermakna menurut Ausubel adalah
suatu proses belajar di mana peserta didik dapat menghubungkan informasi baru dengan
pengetahuan yang sudah dimilikinya dan agar pembelajaran bermakna, diperlukan dua
hal yakni pilihan materi yang bermakna sesuai tingkat pemahaman dan pengetahuan
yang dimiliki siswa dan situasi belajar yang bermakna yang dipengaruhi oleh motivasi.

2.4 Aplikasi Teori Belajar Kognitif daam Pembelajaran


Psikologi kognitif menyatakan bahwa perilaku manusia tidak ditentukan oleh
stimulus yang berada dari luar dirinya , melainkan oleh faktor yang ada pada dirinya
sendiri. Faktor-faktor internal itu berupa kemampuan atau potensi yang berfungsi untuk
mengenal dunia luar, dan dengan pengalaman itu manusia mampu memberikan respon
terhadap stimulus. Berdasarkan pandangan itu, teori psikologi kognitif memandang belajar
sebagai proses pemfungsian unsur-unsur kognisi, terutama unsure pikiran, untuk dapat
mengenal dan memahami stimulus yang datang dari luar. Dengan kata lain, aktivitas belajar
pada diri manusia ditekankan pada proses internal dalam berfikir, yakni proses pengelolaan
informasi.
Kegiatan pengelolaan informasi yang berlangsung di dalam kognisi itu akan
menentukan perubahan perilaku seseorang. Bukan sebaliknya jumlah informasi atau
stimulus yang mengubah perilaku. Demikian pula kinerja seseorang yang diperoleh dari
hasil belajar tidak tergantung pada jenis dan cara perberian stimulus, melainkan lebih

11
ditentukan oleh sejauh mana sesaeorang mampu mengelola informasi sehingga dapat
disimpan dan digunakan untuk merespon stimulus yang berada di sekelilingnya. Oleh
karena itu teori belajar kognitif menekankan pada cara-cara seseorang menggunakan
pikirannya untuk belajar, mengingat dan menggunakan pengetahuan yang telah diperoleh
dan disimpan didalam pikirannya secara efektif.
Teori belajar kognitif menekankan pada kemampuan siswa dan menganggap
bahwa siswa sebagai subjek didik. Jadi siswa harus aktif dalam proses belajar mengajar,
Fungsi guru adalah menyediakan tangga pemahaman yang puncaknya adalah tangga
pemahaman paling tinggi, dan siswa harus mencari cara sendiri agar dapat menaiki tangga
tersebut. Jadi peran guru adalah:
1. Memperlancar proses pangkonstruksian pengetahuan dengan cara membuat informasi
secara bermakna dan relevan dengan siswa,
2. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan atau menerapkan
gagasannya sendiri , dan
3. Membimbing siswa untuk menyadari dan secara sadar menggunakan strategi belajar
sendiri.

Hakekat belajar menurut teori kognitif dijelaskan sebagai suatu aktivitas belajar
yang berkaitan dengan penataan informasi, reorganisasi persepsual, dan proses intelektual.
Kegiatan pembelajaran yang berpijak pada teori belajar kognitif ini sudah banyak
digunakan. Dalam merumuskan tujuan pembelajaran, mengembangkan strategi dan tujuan
pembelajaran, tidak lagi mekanistik sebagaimana yang dilakukan dalam pendekatan
behavioristic. Kebebasan dan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar amat
diperhitungkan, agara belajar lebih bermakana bagi siswa. Sedangkan kegiatan
pembelajarannya mengikuti prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Siswa bukan sebagai orang dewasa yang muda dalam proses berpikirnya. Mereka
mengalami perkembangan kognitif melalui tahap-tahap tertentu.
2. Anak usia pra sekolah dan awal sekolah dasar akan dapat belajar dengan baik, terutama
jika menggunakan benda-benda kongkrit.
3. Keterlibatan siswa secara aktif dalam belajar amat dipentingkan, karena hanya dengan
mengaktifkan siswa maka proses asimilasi dan akomodasi pengetahuan dan
pengalaman dapat terjadi dengan baik.
4. Untuk menarik minat dan menigkatkan retensi belajar perlu mengkaitkan pengalaman
atau informasi beru dengan struktur kognitif yang telah dimiliki si belajar.

12
5. Pemahaman dan retensi akan meningkat jika materi pelajaran disusun dengan
menggunakan pola atau logika tertentu, dari sederhana ke kompleks.
6. Belajar memahami akan lebih bermakna dari pada belajar menghafal. Agar makna,
informasi baru harus disesuaikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah
dimiliki siswa. Tugas guru adalah menunjukkan hubungan antara apa yang sedang
dipelajari dengan apa yang telah diketahui siswa.
7. Adanya perbedaan individual pada diri siswa perlu diperhatikan, karena faktor ini
sangat mempengaruhi keberhasilan belajar siswa. Perbedaan tersebut misalnya pada
motivasi, persepsi, kemampuan berpikir, pengetahuan awal dan sebagainya.

13
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kognitif diartikan sebagai potensi intelektual yang terdiri dari tahapan :
pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehention), penerapan (aplication), analisa
(analysis), sintesa (sinthesis), evaluasi (evaluation). Teori Belajar kognitif lebih
mementingkan proses belajar daripada hasil belajarnya. Teori kognitif memandang bahwa
belajar merupakan proses internal yang tidak dapat diamati secara langsung. Adapun
perubahan tingkah laku yang tampak sesungguhnya adalah refleksi dari perubahan interaksi
persepsi dirinya terhadap sesuatu yang diamati dan dipikirkan.
Ciri – ciri aliran belajar kognitif :
1. Mementingkan apa yang ada dalam diri manusia.
2. Mementingkan peranan kognitif
3. Mementingkangkan kondisi waktu sekarang
4. Mementingkan pembentukan struktur kognitif
5. Mengutamakan keseimbangan dalam diri manusia
6. Mengutamakan insight (pengertian, pemahaman)

Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif antara lain:


1. Fisik
2. Kematangan
3. Pengaruh sosial
4. Proses pengaturan diri yang disebut ekuilibrasi

Terdapat lima teori belajar kognitif antara lain:


1. Teori kognitif Jean Piaget, menyatakan proses belajar terjadi menurut pola tahap-tahap
perkembangan tertentu sesuai dengan umur siswa.
2. Teori kognitif Jerome Bruner, menyatakan proses belajar terjadi lebih ditentukan oleh
cara kita mengatur materi pelajaran, dan bukan ditentukan oleh umur siswa.
3. Teori kognitif Gestalt, menyatakan pengalaman itu berstuktur yang terbentuk dalam
suatu keseluruhan dan insight merupakan inti dari belajar.

14
4. Teori kognitif Field Lewin, menyatakan siswa dalam situasi belajar berada dalam satu
medan atau lapangan psikologis.
5. Teori kognitif Ausubel, menyatakan proses belajar terjadi bila siswa mampu
mengasimilasikan pengetahuan yang dia miliki dengan pengetahuan yang baru.

Hubungan aliran kognitif dengan pembelajaran yaitu:


1. Teori belajar kognitif menekankan pada cara-cara seseorang menggunakan pikirannya
untuk belajar, mengingat dan menggunakan pengetahuan yang telah diperoleh dan
disimpan didalam pikirannya secara efektif.
2. Teori belajar kognitif menekankan pada kemampuan siswa dan menganggap bahwa
siswa sebagai subjek didik.
3. Fungsi guru adalah menyediakan tangga pemahaman yang puncaknya adalah tangga
pemahaman paling tinggi, dan siswa harus mencari cara sendiri agar dapat menaiki
tangga tersebut.

3.2 Saran
Sebagai calon pendidik, kita seharusnya dapat menentukan pembelajaran model seperti apa
yang harus di terapkan pada peserta didik, oleh karena itu memahami dan mempelajari
ilmu-ilmu kependidikan sangatlah penting dalam menunjang aktivitas pembelajaran
dengan peserta didik, supaya pembelajaran menjadi lebih menyenangkan dan efektif.

15
Daftar Pustaka

Syarifudin, Anis. 2011. Teori Belajar Kognitif dan Penerapannya(Online).


http://arfianova.blogspot.co.id/2014/11/teori-belajar-kognitif-dan-penerapannya.html
Diakses 23 Oktober 2015.

Sukristin. 2010. Teoro Kognitif dan Aplikasinya dalam pembelajarn(Online).


https://stkip.wordpress.com/2010/01/28/pendidikan-kewirausahaan-sejak-usia-dini/.
Diakses 23 Oktober 2015.

Febri, Eka. 2012. Beberapa Teori Kognitif dari Tokoh Dunia(Online).


http://assetanita.blogspot.com/2012/12/pendidikan-kewirausahaan.html. Diakses 23
Oktober 2015.

16

Anda mungkin juga menyukai