I. TUJUAN
Setelah melakukan percobaan, mahasiswa diharapkan mampu:
1. Mengetahui fraksi-fraksi minyak bumi yang dihasilkan sebagai distilat dan
residu.
2. Menjelaskan mengenai titik didih fraksi-fraksi tersebut.
3) Fraksi Ketiga
Padafraksiinidihasilkan gasolin (bensin). Minyak bumi dengan titik didih lebih
kecil dari 175°C , masih berupa uap, dan akan masuk ke kolom pendingin dengan suhu
90°C – 175°C. Pada trayek ini, bensin akan mencair dan keluar ke penampungan
bensin. Bensin merupakan campuran alkana dengan rantai C6H14–C9H20.
4) Fraksi keempat
Padafraksiinidihasilkan nafta. Minyak bumi dengan titik didih lebih kecil dari 200°C,
masih berupa uap, dan akan masuk ke kolom pendingin dengan suhu 175°C - 200°C.
Pada trayek ini, nafta (bensin berat) akan mencair dan keluar ke penampungan nafta.
Nafta merupakan campuran alkana dengan rantai C9H20–C12H26.
5) Fraksi kelima
Pada fraksi ini dihasilkan kerosin (minyak tanah). Minyak bumi dengan titik
didih lebih kecil dari 275°C, masih berupa uap, dan akan masuk ke kolom pendingin
dengan suhu 175°C - 275°C. Pada trayek ini, kerosin (minyak tanah) akan mencair dan
keluar ke penampungan kerosin. Minyak tanah (kerosin) merupakan campuran
alkanadenganrantai C12H26–C15H32.
6) Fraksi keenam
Padafraksiinidihasilkan minyak gas (minyak solar). Minyak bumi dengan titik
didih lebih kecil dari 375°C, masih berupa uap, dan akan masuk ke kolom pendingin
dengan suhu 250°C - 375°C. Pada trayek ini minyak gas (minyak solar) akan mencair
dan keluar ke penampungan minyak gas (minyak solar). Minyak solar merupakan
campuran alkanadenganrantai C15H32–C16H34.
7) Fraksi ketujuh
Pada fraksi ini dihasilkan residu. Minyak mentah dipanaskan pada suhu tinggi,
yaitu di atas 375°C, sehinggaakan terjadi penguapan.
Pada trayek ini dihasilkan residu yang tidak menguap dan residu yang
menguap.Residu yang tidak menguap berasal dari minyak yang tidak menguap, seperti
aspal dan arang minyak bumi. Adapun residu yang menguap berasal dari minyak yang
menguap, yang masuk ke kolom pendingin dengan suhu 375°C. Minyak
pelumas (C16H34–C20H42) digunakan untuk pelumas mesin-mesin, parafin (C21H44–
C24H50) untuk membuat lilin, dan aspal (rantai C lebih besar dari C36H74) digunakan
untuk bahan bakar dan pelapis jalan raya.
b. Pengolahan tahap kedua
Pengolahan tahap kedua merupakan pengolahan lanjutan dari hasil-hasil unit
pengolahan tahapan pertama.Pada tahap ini, pengolahan ditujukan untuk mendapatkan
dan menghasilkan berbagai jenis bahan bakar minyak (BBM) dan non bahan bakar
minyak (non BBM) dalam jumlah besar dan mutu yang lebih baik, yang sesuai dengan
permintaankonsumenataupasar.
Pada pengolahan tahap kedua, terjadi perubahan struktur kimia yang dapat
berupa pemecahan molekul (proses cracking), penggabungan molekul (proses
polymerisasi, alkilasi), atau perubahan strukturmolekul (proses reforming).
Proses pengolahan lanjutan dapat berupa proses-proses seperti di bawah ini.
1) Konversi struktur kimia
Dalam proses ini, suatu senyawa hidrokarbon diubah menjadi senyawa hidrokarbon lain
melalui proses kimia.
a) Perengkahan (cracking)
Dalam proses ini, molekul hidrokarbon besar dipecah menjadi molekul hidrokarbon
yang lebih kecil sehingga memiliki titik didih lebihrendahdanstabil.
Caranya dapat dilaksanakan, yaitusebagaiberikut:
• Perengkahan termal: yaitu proses perengkahan dengan menggunakan suhu dan
tekanan tinggi saja.
• Perengkahan katalitik: yaitu proses perengkahan dengan menggunakan panas dan
katalisator untuk mengubah distilat yang memiliki titik didih tinggi menjadi bensin dan
karosin. Proses ini juga akan menghasilkan butana dan gas lainnya.
• Perengkahan dengan hidrogen (hydro-cracking): yaitu proses perengkahan yang
merupakan kombinasi perengkahan termal dan katalitik dengan "menyuntikkan"
hidrogen pada molekul fraksi hidrokarbon tidak jenuh.
Dengan cara seperti ini, maka dari minyak bumi dapat dihasilkan elpiji, nafta, karosin,
avtur, dan solar. Jumlah yang diperoleh akan lebih banyak dan mutunya lebih baik
dibandingkan dengan proses perengkahan termal atauperengkahankatalitiksaja.
Selain itu, jumlahresidunyaakanberkurang.
b) Alkilasi
Alkilasi adalah suatu proses penggabungan dua macam hidrokarbon isoparafin secara
kimia menjadi alkilat yang memiliki nilai oktan tinggi. Alkilat ini dapat
dijadikanbensinatau avgas.
c) Polimerisasi
Polimerisasi adalah penggabungan dua molekul atau lebih untuk membentuk molekul
tunggal yang disebut polimer.Tujuan polimerisasi ini ialah untuk menggabungkan
molekul-molekul hidrokarbon dalam bentuk gas (etilen, propena) menjadi senyawa
nafta ringan.
d) Reformasi
Reformasi adalah proses yang berupa perengkahan termal ringan dari nafta untuk
mendapatkan produk yang lebih mudah menguap seperti olefin dengan angka oktan
yang lebih tinggi. Di samping itu, dapat pula berupa konversi katalitik komponen-
komponen nafta untuk menghasilkan aromatik dengan angka oktan yang lebihtinggi.
e) Isomerisasi
Dalam proses ini, susunan dasar atom dalam molekul diubah tanpa menambah atau
mengurangi bagian asal. Hidrokarbon garis lurus diubah menjadi hidrokarbon garis
bercabang yang memiliki angka oktan lebih tinggi. Dengan proses ini, n-butana dapat
diubah menjadi isobutana yang dapat dijadikan sebagai bahan bakudalam proses
alkilasi.
2) Proses ekstraksi
Melalui proses ini, dilakukan pemisahan atas dasar perbedaan daya larut fraksifraksi
minyak dalam bahan pelarut (solvent) seperti SO2, furfural, dan sebagainya. Dengan
proses ini, volume produk yang diperoleh akan lebih banyak dan mutunya lebih baik
bila dibandingkan dengan proses distilasisaja.
3) Proses kristalisasi
Pada proses ini, fraksi-fraksi dipisahkan atas dasar perbedaan titik cair (melting point)
masing-masing. Dari solar yang mengandung banyak parafin, melalui proses
pendinginan, penekanan dan penyaringan, dapat dihasilkan lilin dan minyak filter. Pada
hampir setiap proses pengolahan, dapat diperoleh produk-produk lain sebagai produk
tambahan. Produk-produk ini dapat dijadikan bahan dasar petrokimia yang diperlukan
untuk pembuatan bahan plastik, bahan dasar kosmetika, obat pembasmi serangga, dan
berbagai hasil petrokimia lainnya.
4) Membersihkan produk dari kontaminasi (treating)
Hasil-hasil minyak yang telah diperoleh melalui proses pengolahan tahap pertama dan
proses pengolahan lanjutan sering mengalami kontaminasi dengan zat-zat yang
merugikan seperti persenyawaan yang korosif atau yang berbau tidak sedap.
Kontaminan ini harus dibersihkan misalnya dengan menggunakan caustic soda, tanah
liat, atau proses hidrogenasi.
Proses pengolahan minyak mentah menjadi fraksi-fraksi minyak bumi yang bermanfaat
dilakukan di kilang minyak (oil refinery). Di Indonesia terdapat sejumlah kilang
minyak, antara lain:
kilang minyak Cilacap, Jawa Tengah (Kapasitas 350 ribu barel/hari);
kilang minyak Balongan, Jawa Tengah (Kapasitas 125 ribu barel/hari);
kilang minyak Balikpapan, Kalimantan Timur (Kapasitas 240 ribu barel/hari);
kilang minyak Dumai, Riau;
kilang minyak Plaju, Sumatra Selatan;
kilang minyak Pangkalan Brandan, Sumatra Utara; dan
kilang minyak Sorong, Papua.
Minyak mentah atau crude oil adalah cairan coklat kehijauan sampai hitam yang
terutama terdiri dari karbon dan hidrogen. Teori yang paling umum digunakan untuk
menjelaskan asal-usul minyak bumi adalah “organic source materials“. Teori ini
menyatakan bahwa minyak bumi merupakan produk perubahan secara alami dari zat-
zat organik yang berasal dari sisa-sisa tumbuhan dan hewan yang mengendap selama
ribuan sampai jutaan tahun. Akibat dari pengaruh tekanan, temperatur, kehadiran
senyawa logam dan mineral serta letak geologis selama proses perubahan tersebut,
maka minyak bumi akan mempunyai komposisi yang berbeda di tempat yang berbeda.
Minyak bumi memiliki campuran senyawa hidrokarbon sebanyak 50-98% berat,
sisanya terdiri atas zat-zat organik yang mengandung belerang, oksigen, dan nitrogen
serta senyawa-senyawa anorganik seperti vanadium, nikel, natrium, besi, aluminium,
kalsium, dan magnesium. Secara umum, komposisi minyak bumi dapat dilihat pada
tabel berikut:
Komposisi Persentase
5. Aromatik
Aromatik adalah hidrokarbon-hidrokarbon tak jenuh yang berintikan atom-atom
karbon yang membentuk cincin benzen (C6H6). Contohnya benzen (C6H6), metilbenzen
(C7H8), dan naftalena (C10H8). Minyak bumi dari Sumatera dan Kalimantan umumnya
memiliki kadar aromat yang relatif besar.
Non Hidrokarbon
Selain senyawa-senyawa yang tersusun dari atom-atom karbon dan hidrogen, di
dalam minyak bumi ditemukan juga senyawa non hidrokarbon seperti belerang,
nitrogen, oksigen, vanadium, nikel dan natrium yang terikat pada rantai atau cincin
hidrokarbon. Unsur-unsur tersebut umumnya tidak dikehendaki berada di dalam
produk-produk pengilangan minyak bumi, sehingga keberadaannya akan sangat
mempengaruhi langkah-langkah pengolahan yang dilakukan terhadap suatu minyak
bumi.
1. Belerang
Belerang terdapat dalam bentuk hidrogen sulfida (H2S), belerang bebas (S),
merkaptan (R-SH, dengan R=gugus alkil), sulfida (R-S-R’), disulfida (R-S-S-R’) dan
tiofen (sulfida siklik). Senyawa-senyawa belerang tidak dikehendaki karena:
menimbulkan bau tidak sedap dan sifat korosif pada produk pengolahan.
mengurangi efektivitas zat-zat bubuhan pada produk pengolahan.
meracuni katalis-katalis perengkahan.
menyebabkan pencemaran udara (pada pembakaran bahan bakar minyak,
senyawa belerang teroksidasi menjadi zat-zat korosif yang membahayakan
lingkungan, yaitu SO2 dan SO3).
2. Nitrogen
Senyawa-senyawa nitrogen dibagi menjadi zat-zat yang bersifat basa seperti 3-
metilpiridin (C6H7N) dan kuinolin (C9H7N) serta zat-zat yang tidak bersifat basa seperti
pirol (C4H5N), indol (C8H7N) dan karbazol (C12H9N). Senyawa-senyawa nitrogen dapat
mengganggu kelancaran pemrosesan katalitik yang jika sampai terbawa ke dalam
produk, berpengaruh buruk terhadap bau, kestabilan warna, serta sifat penuaan produk
tersebut.
3. Oksigen
Oksigen biasanya terikat dalam gugus karboksilat dalam asam-asam naftenat
(2,2,6-trimetilsikloheksankarboksilat, C10H18O2) dan asam-asam lemak (alkanoat),
gugus hidroksi fenolik dan gugus keton. Senyawa oksigen tidak menyebabkan masalah
serius seperti halnya senyawa belerang dan senyawa nitrogen pada proses-proses
katalitik.
Senyawa logam
Minyak bumi biasanya mengandung 0,001-0,05% berat logam. Kandungan
logam yang biasanya paling tinggi adalah vanadium, nikel dan natrium. Logam-logam
ini terdapat bentuk garam terlarut dalam air yang tersuspensi dalam minyak atau dalam
bentuk senyawa organometal yang larut dalam minyak. Vanadium dan nikel merupakan
racun bagi katalis-katalis pengolahan minyak bumi dan dapat menimbulkan masalah
jika terbawa ke dalam produk pengolahan.
Minyak bumi merupakan campuran yang sangat kompleks dari hidrokarbon-
hidrokarbon penyusunnya. Oleh karena itu, analisis kadar senyawa-senyawa
penyusunnya yang bukan saja amat sulit dilakukan, juga kurang berguna dalam praktek.
Analisis elemental yang menentukan kadar-kadar unsur karbon, hidrogen, belerang,
nitrogen, oksigen dan logam-logam juga tidak memberi gambaran mengenai karakter
dan sifat minyak bumi yang dihadapi. Padahal, dalam merancang proses pengolahan
minyak bumi mentah, informasi-informasi tersebut sangat dibutuhkan. Mengingat hal
itu, orang mulai mengembangkan metode-metode semi empirik untuk
mengkarakterisasi minyak bumi berdasarkan hasil-hasil pengukuran sifat-sifat fisik dan
kimia yang mudah ditentukan.
Berat Jenis
Berat jenis minyak bumi umumnya dinyatakan dalam satuan °API, yang
didefinisikan sebagai berikut:
Dengan s = berat jenis 60/60 (densitas minyak pada 60 °F (15,6 °C) dibagi dengan
densitas air pada 60 °F). Persamaan tersebut menunjukkan bahwa °API akan semakin
besar jika berat jenis minyak makin kecil. Berat jenis (specific gravity) kadang-kadang
digunakan sebagai ukuran kasar untuk membedakan minyak mentah, karena minyak
mentah dengan berat jenis rendah biasanya adalah parafinik. Perkiraan jenis minyak
bumi ditunjukkan sebagai berikut:
Tabel 1.2 Perkiraan Jenis Minyak Bumi Berdasarkan °API
Ringan 0.830 39
Pour Point
Pour point atau titik tuang adalah harga temperatur yang menyebabkan minyak bumi
yang didinginkan mengalami perubahan sifat dari bisa menjadi tidak bisa dituangkan
atau sebaliknya. Makin rendah titik tuang, berarti kadar parafin makin rendah
sedangkan kadar aromatnya makin tinggi.
Distilasi/Rentang Pendidihan
Pengukuran rentang pendidihan menghasilkan petunjuk tentang kualitas dan
kuantitas berbagai fraksi yang terdapat dalam minyak bumi. Pengujian rentang
pendidihan yang lazim dilakukan di laboratorium-laboratorium karakterisasi minyak
bumi antara lain distilasi ASTM atau distilasi Engler (distilasi sederhana), distilasi
Hempel, dan distilasi TBP (True Boiling Point).
Salah satu penggunaan terpenting hasil pengukuran berat jenis dan rentang pendidihan
suatu minyak bumi adalah untuk menentukan faktor karakterisasi Watson atau UOP
(Universal Oil Products Co.) dan index korelasi (CI) USBM (United States Bureau of
Mines). Faktor karakterisasi Watson atau K-UOP didefinisikan sebagai:
TB : Titik didih rata-rata minyak bumi (K)
s : berat jenis 60/60 minysk bumi
12.5 – 13 Parafinik
11 – 12 Naftenik
Index Korelasi USBM didasarkan pada pengamatan bahwa n-parafin memiliki nilai
CI=0 dan CI=100 untuk benzen. CI didefinisikan sebagai:
Table 1.4 Perkiraan Tipe Minyak Bumi Berdasarkan Indeks Korelasi USBM
10 Ultra parafink
30 Parafinik
30-40 Naftenik
40-60 Aromatik
V. DATA PENGAMATAN
Percobaan I
Percobaan 2
VII. KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:
1. Distilasi minyak mentah merupakan pemisahan fraksi-fraksi berdasarkan
titik didih.
2. Fraksi yang memiliki titik didih paling rendah akan menguap lebih dulu dan
terkondensasi. Hal itu terjadi pada titik pertama yang merupakan tray B12.
3. Tujuan distilasi minyak mentah adalah memisahkan fraksi-fraksi minyak
berdasarkan titik didihnya.