BAB I
PENDAHULUAN
Pneumonia adalah suatu sindrom yang disebabkan oleh infeksi akut,
biasanya disebabkan oleh bakteri yang mengakibatkan adanya konsolidasi
sebagian dari salah satu atau kedua paru. Bronkopneumonia sebagai penyakit
yang menimbulkan gangguan pada sistem pernafasan, merupakan salah satu
bentuk pneumonia yang terletak pada alveoli paru.
Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan
utama pada anak di Negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama
morbiditas dan mortalitas anak berusia di bawah lima tahun (balita). Diperkirakan
hampir seperlima kematian anak diseluruh dunia, lebih kurang 2 juta anak balita,
meninggal setiap tahun akibat pneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika dan
Asia Tenggara . Menurut survey kesehatan nasional (SKN), 2001, 27,6 %,
kematian bayi dan 22,8 % kematian balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit
system respiratori, terutama pneumonia.
Terdapat berbagai faktor risiko yang menyebabkan tingginya angka
mortalitas pneumonia pada anak balita di Negara berkembang. Faktor resiko
tersebut adalah : pneumonia yang terjadi pada masa bayi, berat badan lahir rendah
(BBLR), tidak mendapat imunisasi, tidak mendapat ASI yang adekuat, malnutrisi,
defisiensi vitamin A, tingginya prevalens kolonisai bakteri pathogen di nasofaring,
dan tingginya pajanan terhadap polusi udara (polusi industri atau asap rokok).
Bronkopneumonia lebih sering menyerang bayi dan anak kecil. Hal ini
dikarenakan respon imunitas mereka masih belum berkembang dengan baik.
Tercatat bakteri sebagai penyebab tersering bronkopneumonia pada bayi dan anak
adalah Streptococcus pneumoniae dan Haemophilus influenzae.
Anak dengan daya tahan terganggu akan menderita bronkopneumonia
berulang atau bahkan bisa anak tersebut tidak mampu mengatasi penyakit ini
dengan sempurna. Selain faktor imunitas, faktor iatrogen juga memacu timbulnya
penyakit ini, misalnya trauma pada paru, anestesia, pengobatan dengan antibiotika
yang tidak sempurna.1
Penyakit ini masih merupakan masalah kesehatan yang mencolok
walaupun ada berbagai kemajuan dalam bidang antibiotik. Hal di atas disebabkan
2
oleh munculnya organisme nosokomial (didapat dari rumah sakit) yang resisten
terhadap antibiotik. Adanya organisme-organisme baru dan penyakit seperti AIDS
(Acquired Immunodeficiency Syndrome) yang semakin memperluas spektrum dan
derajat kemungkinan terjadinya bronkopneumonia ini.
3
BAB II
LAPORAN KASUS
Alloanamnesis
Keluhan Utama : Tidak sadar
Kepala
Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor 1mm/1mm, reflex
cahaya (-/-)
Leher
Jejas atau bekas trauma (-), Peningkatan JVP (-), Pembesaran kelenjar getah
bening (-/-), Kaku kuduk (-)
Thoraks
5
2.2.4. Diagnosa
- Sepsis tanpa kultur
- Fibrosis paru (S)
2.2.5. Penatalaksanaan
- 02 NRM 8 lpm - NaCl 0.9 % 20 tpm
- Pasang NGT - Ceftriaxone 2x1 gr
- Inj Ca Gluconas 1 amp diencerkan (bolus pelan)
- Levofloxacin 2 x500 mg
- Inj mecobalamin 2x500 mg - Inj sohobion 2x1
- Lansoprazole 2x1 - GG 3x100 mg
- Ketocid 3x2 tab
2.2.6. Prognosa
- Quo ad vitam : ad malam
- Quo ad functionam : ad malam
- Quo ad sanationam : ad malam
7
BAB III
PEMBAHASAN
III.1 Bronkopneumonia
III.1.1 Definisi
Bronkopneumonia merupakan infeksi pada parenkim paru yang terbatas
pada alveoli kemudian menyebar secara berdekatan ke bronkus distal terminalis.
Pada pemeriksaan histologis terdapat reaksi inflamasi dan pengumpulan eksudat
yang dapat ditimbulkan oleh berbagai penyebab dan berlangsung dalam jangka
waktu yang bervariasi. Berbagai spesies bakteri, klamidia, riketsia, virus, fungi
dan parasit dapat menjadi penyebab.
Bronchopneumonia adalah suatu infeksi saluran pernafasan akut bagian
bawah dari parenkim paru yang melibatkan bronkus / bronkiolus yang berupa
distribusi berbentuk bercak-bercak yang disebabkan oleh bermacam-macam
etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing.
III.1.2 Patofisiologi
Proses patogenesis terkait dengan 3 faktor, yaitu imunitas host,
mikroorganisme yang menyerang, dan lingkungan yang berinteraksi. Cara
terjadinya penularan berkaitan dengan jenis kuman, misalnya infeksi melalui
droplet sering disebabkan Streptococcus pneumonia, melalui selang infus oleh
Staphylococcus aureus, sedangkan infeksi pada pemakaian ventilator oleh
8
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah
merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai
bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh
karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna
paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini
udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah
sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
10
Gambar 1. tampak alveolus terisi sel darah merah dan sel sel inflamasi
(netrofil)
4. Stadium IV (7 – 11 hari)
11
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan
peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh
makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.
III..3 Diagnosis
1. Anamnesis
Gejala yang timbul biasanya mendadak tetapi dapat didahului dengan
infeksi saluran nafas akut bagian atas. Gejalanya antara lain batuk, demam
tinggi terus-menerus, sesak, kebiruan sekitar mulut, menggigil (pada anak),
kejang (pada bayi), dan nyeri dada. Biasanya anak lebih suka berbaring
pada sisi yang sakit. Pada bayi muda sering menunjukkan gejala non
spesifik seperti hipotermi, penurunan kesadaran, kejang atau kembung.
Anak besar kadang mengeluh nyeri kepala, nyeri abdomen disertai muntah.
2. Pemeriksaan Fisik
Manifestasi klinis yang terjadi akan berbeda-beda berdasarkan kelompok
umur tertentu. Pada neonatus sering dijumpai takipneu, retraksi dinding
dada, grunting, dan sianosis. Pada bayi-bayi yang lebih besar jarang
ditemukan grunting. Gejala yang sering terlihat adalah takipneu, retraksi,
sianosis, batuk, panas, dan iritabel.
Pada anak pra sekolah, gejala yang sering terjadi adalah demam, batuk
(non produktif / produktif), takipneu dan dispneu yang ditandai dengan
retraksi dinding dada. Pada kelompok anak sekolah dan remaja, dapat
dijumpai panas, batuk (non produktif / produktif), nyeri dada, nyeri kepala,
dehidrasi dan letargi.
Anamnesis
Fisik
Keadaan umum Klinis > temuan Klinis ≤ temuan Klinis < temuan
3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah pada pneumonia umumnya didapatkan Lekositosis
hingga > 15.000/mm3 seringkali dijumpai dengan dominasi netrofil pada hitung
jenis. Lekosit > 30.000/mm3 dengan dominasi netrofil mengarah ke pneumonia
streptokokus. Trombositosis > 500.000 khas untuk pneumonia bakterial.
Trombositopenia lebih mengarah kepada infeksi virus. Biakan darah merupakan
cara yang spesifik namun hanya positif pada 10-15% kasus terutama pada anak-
anak kecil.
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan radiologis
14
b. C-Reactive Protein
Adalah suatu protein fase akut yang disintesis oleh hepatosit. Sebagai
respon infeksi atau inflamasi jaringan, produksi CRP distimulai oleh sitokin,
terutama interleukin 6 (IL-6), IL-1 dan tumor necrosis factor (TNF). Secara klinis
CRP digunakan sebagai diagnostik untuk membedakan antara faktor infeksi dan
non infeksi, infeksi virus dan bakteri, atau infeksi superfisialis dan profunda.
Kadar CRP biasanya lebih rendah pada infeksi virus dan bakteri. CRP kadang-
kadang digunakan untuk evaluasi respon terapi antibiotik.
c. Uji serologis
d. Pemeriksaan mikrobiologi
Dasar diagnosis pneumonia menurut Henry Gorna dkk tahun 1993 adalah
ditemukannya paling sedikit 3 dari 5 gejala berikut ini :
a. sesak nafas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding
dada
b. panas badan
c. Ronkhi basah sedang nyaring (crackles)
d. Foto thorax menunjukkan gambaran infiltrat difus
e. Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit
predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yang predominan)
16
Antibiotik :
Bila tidak ada kuman yang dicurigai, berikan antibiotik awal (24-
72 jam pertama) menurut kelompok usia.
a. Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan) :
- ampicillin + aminoglikosid
- amoksisillin-asam klavulanat
- amoksisillin + aminoglikosid
- sefalosporin generasi ke-3
17
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Telah dilakukan pemeriksaan pada seorang anak berusia 3,5 bulan
berdasarkan anamnesis, didapatkan keluhan sesak nafas dan batuk 5 hari SMRS,
yang disertai dengan panas. Pasien memiliki berobat ke PKM tapi tidak ada
perbaikan. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan conchae hiperemis, retraksi
suprasternal dan rhonki pada kedua paru. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan
gambaran bronkopneumonia pada foto thorax. Berdasarkan anamnesa,
pemeriksaan fisik dan penunjang penunjang pasien didiagnosa brokopneumonia.
Terapi yang diberikan pada pasien berupa nebulisasi, pemberian antibiotic
kombinasi, dan methylprednisolone sebagai antiinflamasi. Prognosa pada pasien
ini adalah ad bonam.
19
Daftar Pustaka
7. WHO. 2008. Global Action Plan for Prevention and Control Pneumonia.