Anda di halaman 1dari 13

ASAM AMINO DAN PROTEIN

(Makalah Biokimia)

Oleh:

Ni Ketut Hartini
1413024056

PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2015
PEMBAHASAN

A. Sifat Asam-Basa dari Asam Amino dan Sifat Amfoter Asam Amino

Pada struktur asam amino terdapat gugus asam karboksilat dan gugus fungsi
amina yang keduanya memiliki sifat yang berbeda. Satu gugus bersifat asam
dan lainnya bersifat basa. Gugus amino diprotonasi dan hadir sebagai ion
ammonium, sedangkan gugus karboksil kehilangan protonnya dan hadir
sebagai anion karboksilat. Struktur dipolar ini konsisten dengan sifat asam
amino yang seperti garam, yang memiliki titik leleh agak tinggi (bahkan yang
paling sederhana, glisina meleleh pada suhu 233C) dan kelarutannya dalam
pelarut organik relatif rendah. Asam amino dengan gugus amino dan gugus
karboksil digambarkan sebagai struktur ion dipolar.

Asam amino bersifat amfoter, artinya dapat bertindak sebagai asam atau basa.
Asam amino dapat berperilaku sebagai asam dan mendonasikan proton pada
basa kuat, atau dapat juga berperilaku sebagai basa dan menerima proton dari
asam kuat. Perilaku ini dinyatakan dalam kesetimbangan berikut untuk asam
amino dengan satu gugus amino dan satu gugus karboksil:
Gambar tersebut menunjukkan kurva titrasi untuk alanin, yaitu asam amino
khas untuk jenis ini. Pada pH rendah (larutan asam), asam amino berada dalam
bentuk ion amonium tersubstitusi. Pada pH tinggi (larutan basa), asam amino
hadir sebagai ion karboksilat tersubstitusi. Pada pH pertengahan tertentu (untuk
alanin, pH 6.02), asam amino berada sebagai ion dipolar. Aturan sederhana
untuk mengingat mana tapak asam ialah bahwa jika pH larutan lebih kecil dari
pKa, protonnya ada; jika pH larutan lebih besar dari pKa, proton tidak ada
(Hart, 2003).

Muatan asam amino berubah jika pH berubah. Contoh pada pH rendah tanda
pada alanina positif, pada pH tinggi negatif, dan di dekat netral ionnya menjadi
dipolar. Dengan demikian, jika ditempatkan pada medan listrik, asam amino
akan bergerak ke arah katode (electrode negatif) pada pH rendah dan kearah
anode (electrode positif) pada pH tinggi. Pada pH pertengahan, yang disebut
titik isoelektrik (isoelectric point, pi), asam amino akan menjadi dipolar dan
memiliki muatan bersih nol. Asam amino tidak mampu bergerak ke electrode
mana pun

Secara umum, asam amino dengan satu gugus amino dan satu gugus karboksil,
dan tidak ada gugus asam atau basa lain di dalam strukturnya, memiliki dua
nilai pKa; satu disekitar 2 sampai 3 untuk proton yang lepas dari gugus
karboksil dan satu lagi di sekitar 9 sampai 10 untuk proton yang lepas dari ion
ammonium. Titik isoelektrik ada di sekitar pertengahan di antara kedua nilai
pKa yaitu sekitar pH 6.

Keadaan lebih rumit dengan asam amino yang mengandung dua gugus asam
atau dua gugus basa.

Asam aspartat dan asam glutamat memiliki dua gugus karboksil dan satu gugus
amino. Dalam asam kuat (pH rendah) ketiga gugus tersebut berada dalam
bentuk asam (terprotonasi). Jika pH dinaikkan dan larutan menjadi lebih basa,
setiap gugus secara berturut-turut melepaskan protonnya. Keadaan ini berbeda
untuk asam amino dengan gugus basa dan hanya satu gugus karboksil. Dengan
lisin, contohnya. pI untuk lisin terdapat pada daerah basa, yaitu 9,74 (Hart,
2003).

B. Struktur Protein

 Struktur Primer

Struktur primer suatu protein semata adalah urutan linear asam amino yang
disatukan oleh ikatan peptida yang mencakup lokasi setiap ikatan disulfida.
Tidak terjadi percabangan rantai( Stryer,2000).

Jumlah rangkaian protein yang diketahui seemikian besarnya dan terus


bertambah dengan cepat sehingga data rangkaian tersebut tidak mungkin
dicatat dalam bentuk cetakan tetapi kini disimpan di dalam database
elektronik (Murray,2000).

 Struktur Sekunder
Daerah di dalam rantai polipeptida dapat membentuk struktur regular,
berulang, dan local yang terjadi akibat adanya ikatan hidrogen antara
atom-atom ikatan peptida ini berhubungan dengan pengaturan kedudukan
ruang residu asam amino yang berdekatan dengan urutan linear. Daerah
tersebut dikenal sebagai struktur sekunder mencakup α-heliks dan β-sheet
(Mark, 2000).

α-heliks
Merupakan merupakan struktur spiral. Rantai polipeptida utama yang
bergelung membentuk bagian dalam batng dan rantai samping mengarah
keluar dari heliks. Bentuk protein ini dimantapkan oleh ikatan hidrogen
antara atom O (C=O) dengan aotm H (NH) dalam satu rantai polipeptida.
Berarti semua gugus co dan gugus NH pada rantai utama membentuk
ikatan hidrogen. Tiap residu asam amino dengan residu berikutnya
sepanjang aksis heliks mempunyai jarak 1,5 a dengan rotasi 100, sehingga
terdapat 3,6 residu asam amino setiap putaran heliks. Pada heliks-α, asam
amino yang berjarak tiga dan empat pada urutan linear yang berdekatan.
Sebaliknya asam amino yang berdekatan dalam urutan linier akan terletak
berseberangan dalam heliks sehingga tidak saling berhubungan. Jarak
antara dua putaran α-heliks adalah perkalian jarak translasi (1,5 A) dan
jumlah residu pada setiap putaran 3,6 yang sama dengan 5,4 A. Arah
putaran protein α-heliks bersifat putar kanan (Sofya, 2000).
β-sheet
Merupakan struktur lembaran berlipat antiparalel dan parallel. β-sheet
merupakan konformasi regular yang kedua. β-sheet terbentuk melalui
ikatan hidrogen antara daerah linier rantai polipeptida. Ikatan hidrogen ini
terjadi antara oksigen karbonil dari suatu ikatan peptida dan nitrogen dari
ikatan peptida lainnya. Ikatan hidrogen dapat terbentuk antara dua rantai
polipeptida yang terpisah atau antara dua daerah pada sebuah rantai
tunggal yang melipat sendiri. Pelipatan ini sering melibatkan 4 struktur
asam amino yang dikenal sebagai β-turn (Mark, 2000).

 Struktur Tersier
Struktur Tersier menggambarkan pengaturan ruang residu asam amino
yang berjauhan dalam urutan linier dan pola ikatan-ikatan disulfida
(Lubert, 2000). Merupakan konformasi tiga dimensi keseluruhannya.
Istilah struktur tersier mengacu pada hubungan spasial antar unsur struktur
sekunder. Pelipatan polipeptida pada suatu domain biasanya terjadi tanpa
tergantung pada pelipatan domain lainnya. Struktur tersier menjelaskan
hubungan antara domain ini, cara dimana pelipatan protein dapat
menyatukan asam amino yang letaknya terpisah dalam pengertian struktur
primer, dan ikatan yang menstabilkan konformasi ini (Murray, 2000).

Bentuk protein globular melibatkan interaksi antara residu asam amino


yang mungkin terletak sangat jauh satu sama lain pada urutan primer rantai
polipeptida dan melibatkan α-heliks dan β-sheet. Interaksi nonkovalen
antara rantai sisi residu asam amino penting untuk menstabilkan struktur
tersier dan terdiri dari interaksi hidrofobik dan elektrostatik serta ikatan
hidrogen (Satyanarayana,2002).

Interaksi hidrofobik sangat penting bagi struktur protein. Asam amino


hidrofobik cenderung berikatan dibagian dalam protein globuler tempat
asam amino tidak berkontak dengan air, sedangkan asam amino hidrofilik
biasanya terletak di permukaan protein tempat asam amino berinteraksi
dengan air sekelilingnya (Mark, 2000).

 Strukur Kuarterner
Tingkatan struktur keempat berkaitan dengan interaksi di mana dua atau
lebih rantai polipeptida berasosiasi dengan cara spesifik membentuk
protein yang secara biologis aktif. Sebagian enzim adalah oligomerik,
sebagai contoh, terdiri dari dua atau empat polipeptida (protomer atau
subunit), dan struktur kuarternernya dipertahankan oleh interaksi spesifik
yang melibatkan anggota protomernya. kekuatan kohesi yang bertanggung
jawab biasanya adalah kekuatan yang sama seperti yang terlibat dalam
stabilisasi struktur tersier dari suatu polipeptida. Contohnya, beberapa
polipeptida terutama mengandalkan interaksi hidrofobik dari protomernya
dan yang lain pada daya tarik elektostatik. Struktur kuarterner
diidentifikasi sebagai homogen (mengandung protomer yang identik) atau
heterogen (protomer tidak sama). Hemoglobin, protein pembawa oksigen
dari sel darah merah, merupakan suatu tetramer (empat protomer) dengan
suatu struktur kuarterner heterogen terdiri dari dua rantai-α identik dan dua
rantai-β identik( Amstrong, 1995).

C. Denaturasi dan Renaturasi

 Denaturasi
Denaturasi adalah hilangnya sifat-sifat struktur lebih tinggi oleh
terkacaunya ikatan hidrogen dan gaya-gaya sekunder lain yang
mengutuhkan molekul itu. Akibat suatu denaturasi adalah hilangnya
banyak sifat hayati protein itu.
Dalam proses denaturasi protein oligomer mengalami dua proses
bertingkat:
1). disosiasi rantai polipeptida yang satu dari lainnya dan
2) merenggangnya satuan rantai polipeptida (Sofya, 2000).

Salah satu faktor denaturasi adalah perubahan temperatur. Memasak putih


telur merupakan contoh denaturasi takreversibel. Putih telur adalah cairan
yang mengandung albumin. Pemanasan putih telur akan membuka lipatan
dan mengendap.

Perubahan pH juga menjadi faktor denaturasi. Bila susu menjadi asam,


perubahan pH yang disebabkan oleh pembentukan asam laktat akan
menyebabkan penggumpalan susu atau pengendapan protein yang semula
larut. Faktol lain yang menyebabkan denaturasi adalah detergen, radiasi,
zat pengoksidasi atau pereduksi dan perubahan tipe pelarut.

 Renaturasi Protein

Penelitian Christian Anfinesa terhadap ribonuklease. Ribonuklease


merupakan rantai tunggal polipeptida yang dibentuk dari 124 residu asam
amino. Keempat ikatan disulfida dapat diputus secara reversible dengan
reduksi misalnya menggunakan β-merkaptanol yang akan membentuk
disulfida campuran dengan rantai samping sistein.

Pemberian β-merkaptanol berlebihan juga mereduksi disulfida, sehingga


disulfida (sistin) akan diubah menjadi sulfidril (sistein). Selain itu,
ditemukan juga bahwa pada suhu 37C dan pH 7 ribonuklease tidak
mudah direduksi oleh β-merkaptanol, kecuali bila sebelumnya
ditambahkan urea atau guanine hidroklorida yang berperan untuk
membuka protein. Mekanisme kerja dua senyawa ini belum diketahui
dengan jelas, tetapi interaksi kovalen dirusak. Pada penambahan urea 8 M
atau guanidian HCl 6 M, kebanyakan polipeptida yang tidak memiliki
ikatan lintas mengambil bentuk konformasi rantai berpilin sembarang yang
dibuktikan dari sifat fisik protein seperti viskositas dan aktivitas optik.
Pada penambahan β-merkaptanol dalam urea 8 M pada ribonuklease akan
terjadi reduksi menghasilkan rantai berpilin sembarang, yang tidak
mempunyai aktivitas enzimatik. Perlakuan ini mengakibatkan ribonuklease
mengalami denaturasi.

pengamatan yang dilakukan oleh Anfinsen memperlihatkan bahwa bila


dilakukan dialisis untuk membebaskan ribonuklease yang telah
terdenaturasi dari urea dan β-merkaptanol, maka secara perlahan aktivitas
enzimatik ribonuklease akan kembali. Hal ini disebabkan oleh oksidasi
sulfidril oleh udara sehingga dengan spontan konformasi awal akan pulih
dan aktivitas enzimatik juga akan pulih. penelitian menunjukkan bahwa
informasi yang diperlukan untuk menentukan struktur tiga dimensi
ribonuklease terletak pada urutan asam aminonya. Penelitian selanjutnya
mengungkapkan prinsip sentral biologi molekuler yang berlaku umum:
urutan asam amino menentukan konformasi (Sofya, 2000).

D. Analisis Urutan Asam Amino dari Polipeptida

Polipepetida dan protein terdiri asam amino yang bertautan lewat ikatan amida,
material ini dapat dihidrolisis menghasilkan komponen asam aminonya.
Hidrolisis ini umumnya dilakukan dengan memanaskan peptida atau protein
dengan HCl 6 M pada suhu 110C selama 24 jam. Analisis terhadap campuran
asam amino yang dihasilkan memerlukan prosedur yang memisahkan asam
amino satu dengan yang lain, mengidentifikasi setiap asam amino yang ada,
dan menetapkan kadarnya.

 Penentuan N-ujung dari polipeptida


Federick Sanger merancang metode untuk mengurutkan peptida
berdasarkan pengamatan bahwa asam amino ujung-N berbeda dari asam
amino lainnya dalam rantai kerena memiliki gugus amino bebas. Jika
gugus amino ini direaksikan dengan suatu reagen sebelum dihidrolisis,
maka setelah dihidrolisis, asam amino akan berlabel dan dapat
diidentifikasi. Reagen Sanger ialah 2,4-dinitrofluorobenzena, yang
bereaksi dengan gugus NH2 dari asam amino dan peptida, menghasilkan
turunan 2,4-dinitrofenil (DNP) yang berwarna kuning (Hart, 2003).
Sanger menggunakan metodenya dengan kecermatan tinggi untuk
mendeduksi urutan lengkap dari insulin, yaitu hormon dengan 51 unit
asam amino. Akan tetapi metode ini hanya mengidentifikasi asam amino
ujung-N.

Suatu metode ideal untuk mengurutkan peptida atau protein memerlukan


reagen yang memotong asam amino satu demi satu dari ujung rantai, dan
mengidentifikasinya. Metode seperti itu dirancang oleh Pehr Edman dan
sekarang telah banyak digunakan (Hart, 2003).

Reagen Edman adalah fenil isotiosianat, C6H5N=C=S. Langkah-langkah


selektif dalam pelabelan dan pelepasan asam amino ujung-N . Pada
langkah pertama, asam amino ujung-N bertindak sebagai nukleofili
terhadap ikatan C=S dari reagen untuk membentuk turunan tiourea. Pada
langkah kedua, asam amino ujung-N dilepas dalam bentuk senyawa
heterosiklik, feniltiohidantoin. feniltiohidantoin spesifik yang terbentuk
ini dapat diidentifikasikan dengan membandingkannya dengan senyawa
rujukan secara terpisah yang dibuat dari asam amino yang diketahui.
Selanjutnya kedua langkah ini diulang, untuk mengidentifikasi asam
amino berikutnya dan seterusnya. Metode ini telah diotomasi, sehingga
sekarang pengurutan asam amino dapat dengan mudah menetapkan urutan
dari sekitar 50 asam amino (Hart, 2003).

 Penetuan C-Ujung dari Polipeptida

Dapat dilakukan dengan menggunakan enzim karboksipeptidase, yang


mengkatalisis reaksi hidrolisisis dari residu C-ujung dari polipeptida. Ada
beberapa enzim karboksipeptidase yang mempunyai spesifitas
eksopeptida.
 Penentuan urutan asam amino pada protein secara spesifik

Jika protein mengandung beberapa ratus unit asam amino, yang terbaik
ialah dengan terlebih dahulu menghidrolisis parsial rantai menjadi
fragmen-fragmen yang lebih kecil untuk dipisahkan dan selanjutnya
diurutkan dengan metode Edman (Hart, 2003). Pada dasarnya yang
digunakan adalah memotong dan menganalisis. Beberapa bahan kimia
tertentu atau enzim digunakan untuk memutuskan protein pada ikatan
peptida tertentu.

Tabel Pemotongan Spesifik Polipeptida

Tabel Spesifitas dari Variasi Enzim Endopeptida


DAFTAR PUSTAKA

Amstrong, Frank B. 1995. Buku Ajar Biokimia. Jakarta: EGC.

Hart, Harold. 2003. Kimia Organik. Jakarta: Erlangga.

Mark, Dawn B, dkk. 2000. Biokimia Kedokteran Dasar. Jakarta: EGC.

Murray, R K. 2000. Biokimia Harper. Jakarta: EGC.

Satyanarayana, U. 2002. Biochemistry.Kalkuta: Arunabha Sen Books And Allied


(P) Ltd.

Sofya Emmawaty. 2000. Biokimia I. Bandar Lampung: Unila.

Stryer, Lubert. 2000. Biochemistry. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai