Anda di halaman 1dari 8

BIOTEKNOLOGI DI BIDANG KEDOKTERAN

MAKALAH
untuk memenuhi tugas matakuliah bioteknologi
yang dibina oleh Ibu Dr. Umie Lestari, M.Si

Oleh:
Kelompok 4

Al – Izzah Nafi’ah 140342605649


Ajeng Mustikarini 140342600824
Anindya Nirmala Permata 140342603635

The Learning University

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
Maret 2017
Pengertian Bioteknologi Kedokteran

Bioteknologi kedokteran dilakukan dalam berbagai bidang seperti


penemuan dan produksi obat farmasi, farmakogenomik, dan pengujian genetik
(atau genetika). Farmakogenomik adalah kombinasi dari farmakologi dan
genomik yaitu teknologi yang menganalisis bagaimana genetik mempengaruhi
respon individu terhadap suatu obat. Hal Ini berkaitan dengan pengaruh variasi
genetik pada respon obat pada pasien dengan menghubungkan ekspresi gen atau
single-nucleotide polymorphisms dengan khasiat (toksisitas obat).

Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Li Yang Hsu, dkk. (2011) bahwa
bahwa bioteknologi kedoketeran merupakan penerapan teknik biologi untuk
penelitian dan pengembangan produk dalam perawatan kesehatan dan obat-
obatan. Terobosan dalam bidang ini dapat merevolusi praktek kedokteran untuk
mendiagnosis penyakit yang lebih akurat. Tes genetik yang memungkinkan untuk
pencegahan penyakit, metode yang lebih efisien untuk merancang dan membuat
obat-obatan yang ditargetkan pada tingkat molekuler, kemungkinan penggunaan
terapi gen untuk menyembuhkan penyakit yang sebelumnya tidak dapat
disembuhkan. Maka dapat disimpulkan bahwa ruang lingkup kajian dalam
bioteknologi di bidang kedokteran adalah berbagai usaha/teknik yang bertujuan
untuk mendiagnosis, mengobati, dan membuat penemuan terkait suatu hal yang
disebabkan karena penyembuhan penyakit yang diderita manusia.

Terapi Gen
Thieman (2004) telah menjelaskan bahwa terapi gen merupakan
pengiriman gen terapeutik ke dalam tubuh manusia yang bertujuan untuk
pengobatan suatu penyakit yang disebabkan oleh satu atau banyak gen yang
mengalami kerusakan. Hal ini cara untuk melakukan penggantian gen rusak
dapat dilakukan dengan memanfaatkan agen virus yang telah dilemahkan,
senyawa kimia organik, atau dengan cara penyuntikkan. Penggunaan virus
sebagai agen pembawa gen disebut metode viral. Metode ini memiliki
keuntungan efektivitas yang tinggi dan dapat memanfaatkan sifat serangan virus
pada jaringan tertentu yang khas.
Beberapa jenis virus yang digunakan untuk agen terapi :

1. Retrovirus

Golongan virus yang dapat membuat rantai ganda DNA dari genomnya
dan disatukan dengan kromosom sel inangnya misalnya pada HIV (Human
Defisiensi Virus). Jenis virus ini dapat penyerang sel-sel yang membelah cepat,
dan dimungkinkan cocok sebagai agen pembawa gen terapeutik untuk penyakit
tumor.

2. Adenovirus

Golongan virus dengan rantai DNA gandanya dapat menyebabkan infeksi


pada saluran pernapasan, saluran pencenaan dan menimbulkan kematian. Dan
jenis virus ini juga penyerang sel dinding paru-paru mungkin cocok untuk
mengirim duplikat gen cystic fibrosis yang dibutuhkan dalam sistem pernapasan.
Misal : virus influenza

3. Adeno-assosiated virus.

Virusnya kecil mempunyai single strandid DNA dan dapat memasukan


material genetik di tempat spesifik pada kromosom 19.

4. Herpes simpleks

Golongan virus dengan rantai ganda DNA yang menginfeksi sebagian dari
sel seperti sel neuron.

Keuntungan penggunaan virus dalam terapi gen ialah dapat diandalkan


dari segi efektivitas dan kelemahannya ialah pembiakkanya dalam skala besar
memiliki potensi bahaya yang serius berhubungan dengan kemampuan
mutagenik dan karakteristik dari virus yang sulit diramalkan. Sistem kekebalan
tubuh manusia terhadap virus juga mampu mengganggu proses terapi.
Penggunaan senyawa kimia organik sebagai agen pengantar gen dapat mengatasi
masalah resistensi dari sistem kekebalan tubuh penerima. Keuntungan
penggunaan senyawa kimia ini ialah mudah dalam produksi, baik dalam skala
kecil maupun skala besar dan kelamahannya ialah berkaiatan dengan
keefektifannya yang rendah. Penemuan derivat 1,4-DHP sebagai senyawa
organik pembawa gen memiliki keunggulan gabungan metode viral dan metode
kimiawi. Derivat-derivat 1,4-DHP saat ini masih dalam tahap pengembangan,
namun efektivitasnya lebih tinggi dibanding senyawa organik lain yaitu DOTAP
dan PEI 25. Sebagai senyawa kimia organik tentu saja 1,4-DHP akan lebih siap
dan mudah diproduksi dalam berbagai skala. Keuntungannya ialah
menggabungkan penggunaan virus dan senyawa kimia dalam terapi gen serta
kelamahnnya ialah cara ini masih dalam tahap pengembangan.

Thieman (2004) menjelaskan bahwa terdapat dua cara yang dapat


dilakukan untuk mengirimkan suatu gen tertentu yaitu dengan terapi gen ex vivo
dan terapi gen in vivo. Terapi gen ex vivo diawali dengan sel dari seseorang
yang menderita penyakit dipindahkan dalam media kultur dengan gen terapi,
dimana langkah ini dilakukan dalam laboratorium menggunakan teknik seperti
transformasi bakteri dan kemudian dikembalikan ke dalam tubuh pasien
(sesorang yang menderita penyakit).

Gambar 1. Terapi gen ex Vivo dilakukan dengan mengubah gen dari sel target pasien yang terjadi
diluar tubuh yaitu pada media kultur

Terapi gen in vivo dilakukan dengan memasukkan secara langsung gen ke


dalam jaringan maupun organ pasien tanpa harus memindahkan terlebih dahulu
sel pasien tersebut. Salah satu tantangan dalam terapi gen in vivo adalah
memberikan gen hanya ke jaringan target dan tidak ke seluruh jaringan tubuh.
Ilmuwan menggunakan virus sebagai vektor untuk pengiriman gen tetapi pada
beberapa kasus gen secara langsung diinjeksikan dalam beberapa jaringan.
Sejauh ini, strategi ex vivo umumnya terbukti lebih efektif dibandingkan strategi
in vivo. Virus yang berperanan sebagai vektor menggunakan genomnya untuk
membawa gen (dalam hal ini gen terapeutik) yang digunakan untuk menginfeksi
sel tubuh manusia yang selanjutnya memasukkan gen-gen terapeutik ke dalam
sel tersebut. Retrovirus seperti halnya virus HIV penting digunakan sebagai
vektor karena ketika masuk dalam sel host, virus menyalin RNA dalam DNA
dan kemudian secara acak memasukkan DNAnya dalam genom sel host dimana
bersifat permanen dan proses ini dinamakan integrasi. Selain memanfaatkan
vektor, transfer gen adakalanya menggunakan DNA telanjang dalam bentuk
plasmid yang telah berisi gen terapeutik yang langsung disuntikkan ke jaringan
tubuh. Sel-sel pada jaringan tertentu akan memanfaatkan DNA telanjang dan
mengekspresikan gen-gen yang telah dibawa oleh DNA telanjang. Penggunaan
DNA telanjang cukup efektif digunakan untuk organ hati dan otot. Cara lain
pengiriman DNA tanpa menggunakan virus sebagai vektor ialah melibatkan
liposom. Struktur liposom mirip dengan molekul lipid dalam membran sel.
Liposom yang telah dilengkapi oleh gen-gen yang diinginkan dapat disuntikkan
ke dalam jaringan target atau dengan cara disemprotkan. Terdapat cara lain pula
yaitu pelapisan partikel kecil emas pada DNA yang kemudian akan ditembakkan
dengan menggunakan pistol DNA. Teknologi lain yang dicobakan oleh peneliti
ialah pemanfaatan kromosom buatan berisi DNA tanpa pengkodean protein yang
telah berisi gen terapeutik dan memiliki struktur sama dengan kromosom normal
pada manusia sehingga mampu melakukan replikasi.

Gambar 2. Terapi gen in Vivo dilakukan dilakukan dengan memasukkan secara langsung gen ke
dalam jaringan maupun organ pasien tanpa harus memindahkan terlebih dahulu sel pasien
tersebut.
Terapi gen manusia dilakukan pertama kali pada tahun 1900 di Bethesda,
Maryland dengan pasien berumur 4 tahun bernama Ashanti DaSilva dengan
kelainan genetik severe combined immunodeficiency (SCID). Pasien ini
memiliki sisitem kekebalan tubuh yang kurang berfungsi akibat ketidaknormalan
gen Adenosine Deaminase (ADA). ADA menghasilkan enzim yang terlibat
dalam metabolisme dari nucleotide deoxyadenosine triphosphat (dATP). Mutasi
pada gen ADA menyebabkan akumulasi dATP yang pada konsentrasi tinggi
merupakan racun bagi beberapa jenis sel T sehingga menyebabkan hilangnya sel
T dalam pasien penderita SCID. Ketiadaan sel T menyebabkan sel B tidak
mampu mengenali antigen dan menghasilkan antibodi. Prosesnya dilakukan
dengan mengklon gen ADA yang normal dengan bantuan vektor yang
dimasukkan dalam retrovirus yang sudah dinonaktifkan. Strategi ex vivo
digunakan bilamana sejumlah kecil sel T disolasi dari darah Ashanti dan dikultur
dalam laboratorium. Retrovirus mampu mengintegrasikan genomnya ke dalam
genom sel inang, sehingga selama kultur, retrovirus mampu mengintegrasikan
gen ADA normal ke dalam kromosom sel T Ashanti. Setelah beberapa periode,
sel-sel T yang mengandung ADA diinjeksikan ke dalam tubuh Ashanti.

Gambar 3. Terapi Gen Pertama ex vivo pada pasien SCID berumur 4 tahun yang kekurangan gen
ADA (Sumber: Thieman, 2004)

Thieman (2004) menjelaskan bahwa penyakit genetik lainnya


diantaranya ialah Cystic Fibrosis (CF) dimana pasien memiliki dua salinan gen
yang mengkodekan protein yang disebut Cystic Fibrosis Transmembrane
Conductance Regulator (CFTR). Protein CFTR secara normal berfungsi sebagai
pompa dalam membran sel untuk memindahkan ion klorida dari sel. Ion klorida
masuk ke dalam sel melalui berbagai cara yang mana melibatkan reaksi seluler.
CFTR penting untuk menjaga keseimbangan ion klorida di dalam sel. Mutasi
CFTR menyebabkan kurangnya jumlah protein sehingga berpeluang untuk
terinfeksi penyakit CF. Mutasi atau ketidaknormalan CFTR mengakibatkan
ketidakmampuan CFTR untuk memompa ion-ion keluar. Pada organ trakea,
akumulasi ion klorida menyebabkan kentalnya lendir yang dapat menyumbat
saluran pernafasan dan menghadirkan lingkungan ideal untuk pertumbuhan
mikroba. Hal ini terjadi karena air bergerak menuju sel-sel yang kaya ion klorida
dalam rangka menyeimbangkan konsentrasi ion di dalam sel. Perawatan yang
dapat dilakukan untuk pasien CF diantaranya ialah terapi gen dengan
memasukkan gen CFTR normal ke dalam liposom dan menyemprotkannya ke
hidung dan mulut. Liposom dapat menyatu denga lipid pada membran sel pada
sel trakea selanjutnya akan melepaskan gen CF normal ke dalam sitoplasma sel.
Gen CFTR normal melakukan proses translasi menghasilkan mRNA dan akan
diterjemahkan untuk menghasilkan protein normal. Protein CFTR normal masuk
ke dalam membran sel dan memulai transportasi ion klorida keluar sel sehingga
lendir menipis dan mengurangi indikasi penyakit CF. kelemahan penggunaan
terapi gen dalam mengobati penyakit CF ini ialah biaya yang mahal dan
membutuhkan beberapa reaplikasi karena DNA yang dikirim melalui lisosom
tidak terintegrasi ke dalam kromosom.

Gambar 4. Pengobatan Cystic Fibrosis melalui Terapi Gen


Hsu LY, Leong M, Balm M, Chan DS, Huggan PJ, Tan TY, Koh TH, Hon PY,
Ng MM. Six cases of daptomycin non-susceptible Staphylococcus aureus
bacteremia in Singapore. J Med Microbiol. 2010;59(Pt 12):1509-13.
(2010 IF: 2.380)

Thieman, W. J. Dan Palladino, M. A. 2004. Introduction to Biotechnology First


Edition. Pearson Education, Inc. USA.

Anda mungkin juga menyukai