Anda di halaman 1dari 40

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pneumonia merupakan inflamasi parenkim paru, biasanya
berhubungan dengan pengisian alveoli dengan cairan. Pneumonia
merupakan penyebab umum kematian akibat infeksi. Masing-masing tipe
dari pneumonia bisa disebabkan oleh organisme yang berbeda (Linda S.
William dan Paul D. Hooper, 2011).
Pneumonia berat ditandai dengan frekuensi pernafasan sebanyak
60 kali/menit juga disertai penarikan kuat pada dinding dada sebelah bawah
kedalam. Usia 2 bulan sampai kurang dari 1 tahun, frekuensi pernafasan
sebanyak 50 kali/menit dan pada usia 1 tahun sampai kurang dari 5 tahun
frekuensi pernafasan sebanyak 40 kali/menit.
Penyebab paling umum pada community acquired bacterial
pneumonia adalah Streptococcus Pneumoniae, atau biasa disebut
pneumococcal pneumonia. Pada masa sekarang terjadi perubahan pola
mikroorganisme penyebab ISNBA (Infeksi Saluran Napas Bawah Akut)
akibat adanya perubahan keadaan pasien seperti gangguan kekebalan dan
penyakit kronik, polusi lingkungan, dan penggunaan antibiotik yang tidak
tepat hingga menimbulkan dampak terhadap tubuh.
Pneumonia sering terjadi pada anak usia 2 bulan – 5 tahun, Kasus
terbanyak terjadi pada anak di bawah 3 tahun dan kematian terbanyak pada
bayi yang berusia kurang dari 2 bulan serta sering menyebabkan kematian
terutama pada negara berkembang termasuk Indonesia.
Usia anak-anak, angka kematian Pneumonia pada balita di
Indonesia diperkirakan mencapai 21 % (Unicef, 2006). Adapun angka
kesakitan diperkirakan mencapai 250 hingga 299 per 1000 anak balita setiap
tahunnya. Fakta yang sangat mencengangkan. Karenanya, kita patut
mewaspadai setiap keluhan panas, batuk, sesak pada anak dengan
memeriksakannya secara dini.
2

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan pneumonia?
2. Bagaimana anatomi dan fisiologi sistem pernafasan?
3. Bagaimanakah etiologi pneumonia?
4. Bagaimanakah patofisiologi pneumonia?
5. Bagaimanakah tanda dan gejala pneumonia?
6. Bagaimanakah pencegahan pada penyakit pneumonia?
7. Bagaimana asuhan keperawatan yang diberikan pada penderita
pneumonia?
1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi pneumonia.
2. Untuk mengetahui anatomi dan fisiologi sistem pernafasan.
3. Untuk mengetahui etiologi pneumonia.
4. Untuk mengetahui patofisiologi pneumonia.
5. Untuk mengetahui tanda dan gejala pneumonia.
6. Untuk mengetahui pencegahan pada penyakit pneumonia.
7. Untuk mengetahui asuhan keperawatan yang diberikan pada penderita
pneumonia.
1.4. Manfaat
1. Mahasiswa mampu mengetahui definisi pneumonia.
2. Mahasiswa mampu mengetahui anatomi dan fisiologi sistem
pernafasan.
3. Mahasiswa mampu mengetahui etiologi pneumonia.
4. Mahasiswa mampu mengetahui patofisiologi pneumonia.
5. Mahasiswa mampu mengetahui tanda dan gejala pneumonia.
6. Mahasiswa mampu mengetahui pencegahan pada penyakit pneumonia.
7. Mahasiswa mampu mengetahui asuhan keperawatan pada penderita
pneumonia.
3

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Dan Fisiologi Sistem Pernapasan


2.2.1. Paru-Paru

Pasangan paru-paru menempati rongga pleura, yang mana tidak lebih


lebar daripada rongga thorak. Masing-masing paru-paru memiliki bagian
superior, apex (puncak), dan dasar. Dasar paru-paru yang berbentuk
cembung mempung bagian superiornya dari penekanan pada diafragma
saat beristirahat.
Bagian dari permukaan tengah paru-paru dimana pembuluh darah
dan bronkiolus memasuki paru-paru disebut hilum atau hilus. Tanda dari
pembuluh darah, pembuluh limpa, dan bronkiolus yang memasuki
hilummerupakan akar dari paru-paru.
Masing-masing paru-paru dipisah menjadi beberapa subdivisi yang
disebut dengan lobus. Lobus merupakan celah yang menembus hingga ke
dalam masa paru-paru. Paru-paru kiri hanya terdapat satu celah yang
membagi paru-paru kiri menjadi dua bagian yaitu lobus superior dan
inferior, sedangkan pada paru-paru kanan terdapat dua celah yang
membagi paru-paru kanan menjadi tiga bagian yaitu lobus superior,
tengah, dan inferior.
Terdapat sistem dari membran yang berhubungan dengan paru-paru
disebut membran pleural atau pleura. Pleura merupakan lembaran dari sel
4

epitel squamosa yang bersandar pada bagian alas pendukung berupa


jaringan konektif berkolagen dan elastis. Di pleura terdapat membran
serosa yang mensekresi cairan berair yang melapisi permukaannya.
Membran pada pleura tersusun sedemikian rupa sehingga pleura visceral
menutupi permukaan paru-paru, sedangkan pleura parietal membungkus
kembali ke garis di dalam permukaan dari rongga thorak. Cairan pleura
ditemukan di dalam ruang pleura antara dua pleura. Selama respirasi,
permukaan dari paru-paru bergerak dengan luwes pada selaput cairan
seperti mereka bergerak berlawanan dengan dinding thorak.
Tekanan pada ruang pleura lebih rendah daripada tekanan udara di
dalam jalan napas paru-paru. Hal ini disebabkan oleh peregangan dari
paru-paru, melebarkannya hingga memenuhi rongga pleura.
Pengembangan ini harus menghasilkan tendensi paru-paru untuk tetap
lebih kecil pada saat tidak merenggang.
Ada dua faktor yang berkontribusi pada tendensi paru-paru:
1. Kehadiran jaringan konektif elastis pada paru-paru yang
melawan saat terjadi peregangan paru-paru. Setelah paru-paru
meregang, dia akan kembali ke panjang awalnya seperti balon
karet yang kembali ke ukuran yang lebih kecil setelah
udaranya keluar.
2. Tekanan permukaan yang ada di dalam permukaan alveolus.
Tekanan ini merupakan hasil dari lapisan tipis cairaan yang
melapisi permukaannya. Tekanan permmukaan alveolus cukup
rendah karena kehadiran dari surfaktan pada paru-paru.
Surfaktan merupakan fosfolipid yang sekresi oleh sel alveolus
khusus tipe II. Baik tekanan permukaan maupun keelastisan
paru-paru harus berhasil menjaga agar paru-paru mengembang
secara sempurna melawan dinding thorak. Gaya yang sama
harus berhsil untuk memproduksi inhalasi.
5

2.1.2 Jalan Napas

Udara dikirimkan ke alveoli dari masing-masing paru-paru oleh jalan


napas atas dan bawah.Jalan napas atas dan bawahlah yang berhubungan
langsung dengan udara di atmosfer. Udara yang dihirup pertama kali
memasuki jalan napas atas: rongga hidung hingga faring. Faring
merupakan otot berbentuk tabung yang meneruskan rongga hidung, mulut,
dan jalan napas bawah, yang terdiri dari laring, trakea, dan bronkus.
Laring berada di dasar faring.Laring terdiri dari kartilago yang kuat
dan kaku utnuk mencegah terjadinya kolaps. Vibrasi dari laring dapat
menghasikan suara dasar yang dimodifikasi oleh liah, bibir, dan sinus pada
produksi suara.
Trakea timbul di bagian bawah akhir dari laring. Trakea merupakan
tabung berlubang yang dibentuk dari segmen-segmen cincin kartilago yang
tidak komplit. Trakea memiliki beberapa cabang.Pada titik tengah
mediastinum trakea terbagi membentuk dua bronkus primer.
Bronkus membentuk cabang-cabang yang lebih kecil disebut
bronkiolus. Bronkiolus terbesar memiliki diameter 1 mm. Bronkiolus
terdiri dari jaringan otot polos dan tidak memiliki kartilago pada
dindingnya. Bronkiolus terkecil disebut dengan bronkiolus
6

terminal.mereka bercabang membentuk saluran yang sangat halus yang


memiliki tonjolan periodik dimana dinding menjadi sangat tipis disubut
bronkiolus respirasi. Pembuluh kapiler paru-paru berhubungan dengan
bronkiolus respirasi. Sehingga, terjadilah pertukaran O2 dan CO2 di
sepanjang dindingnya.
Dari cabang terkecil bronkiolus tersebut udara mengalir ke saluran
alveolus. Dari masing-masing saluran alveolus udara dikirimkan ke
kantong-kantong alveolus. Alveolus terbentuk dari beberapa alveoli.
Alveoli merupakan tempat terjadinya difusi gas darah.

2.2. Pneumonia
2.2.1. Definisi
Pneumonia merupakan inflamasi parenkim paru, biasanya berhubungan
dengan pengisian alveoli dengan cairan.Pneumonia merupakan penyebab
umum kematian akibat infeksi. Seseorang yang bersiko tinggi mengidap
pneumonia adalah mereka yang masih sangat muda, usia lebih dari 65
tahun, dan yang memiliki kekebalan tubuh menurun seperti penderita AIDS,
pecandu alkohol, dan lain-lain. Pneumonia diklasifikasikan berdasarkan
lokasi terjadinya, misalnya Hospital Acquired Pneumonia (HAP) adalah
pneumonia yang berkembang minimal 48 jam setelah hospital
admission.Salah satu tipe dari HAP adalah ventilator-associated pneumonia
atau VAP.Health Care Associated Pneumonia (HCAP) merupakan
pneumonia yang berkembang di outpatient setting or nursing
home.Community-acquired pneumonia (CAP) berkembang di komunitas
dan biasanya lebih ringan daripada tipe yang lain. Masing-masing tipe dari
pneumonia bisa disebabkan oleh organisme yang berbeda (Linda S. William
dan Paul D. Hooper, 2011).
2.2.2. Etiologi
1. Pneumonia bacterial
Penyebab paling umum pada community acquired bacterial
pneumonia adalah Streptococcus Pneumoniae, atau biasa disebut
pneumococcal pneumonia. Selain tu, community acquired pneumonia
7

juga disebabkan oleh Staphylococcus aureus, chlamydia trachomatis,


dan mycoplasma pneumoniae. Hospital Acquired Pneumonia (HAP)
biasanya lebih berbahaya daripada CAP. HAP disebabkan oleh
Escherichia coli, Haemophilus influenza, dan Klebsiella pneumonia.
Methicilin-resistant Staphylococus aureus (MRSA), pseudomonas
aeruginosa dan antibiotic-resistant pneumonias yang lain sangat sulit
untuk diobati.
2. Pneumonia Viral
Virus influenza merupakan penyebab umum yang biasanya
menyerang pneumonia viral. Keberadaan pneumonia viral
meningkatkan kelemahan pasien pada secondary bacterial pneumonia.
Pasien dengan pnemunonia viral biasanya tidak begitu buruk jika
dibandingkan dengan pneumonia bakterial. Akan tetapi, seseorang
dengan pneumonia virus akan memiliki periode sakit yang lama karena
antibiotic yang dikonsumsi tidak efektif untuk melawan virus.
3. Pneumonia jamur
Candidia dan aspergillus merupakan dua jamur yang dapat
menyebabkan pneumonia. Pneumocystic carinii pneumonia (PCP)
disebabkan oleh jamur dan biasanya menyerang pasien dengan AIDS.
4. Pneumonia aspirasi
Beberapa pneumonia disebabkan oleh aspirasi substansi tertentu.
Hal ini sering terjadi pada pasien dengan penurunan tingkat kesadaran
atau kelemahan batuk. Kondisi ini dapat terjadi pada klien yang
mengkonsumsi alkohol, stroke, anestesi general, seizures,
Gastroeophageal Reflux Disease (GERD), atau penyakit serius yang
lain. Pneumonia aspirasi meningkatkan resiko subsequent bacterial
pneumonia.
5. Ventilator Associated Pneumonia (VAP)
VAP merupakan tipe dari pneumonia aspirasi.Pneumonia ini
menyerang pasien yang sedang dipasang ventilator. Endotracheal tube
membiarkan glotis tetap terbuka, sehingga sekresi dapat dengan mudah
masuk ke paru-paru. Sebuah manset pada tabung disimpan meningkat
8

untuk mencoba untuk melindungi saluran napas bagian bawah, dan


suction dapat menjaga sekresi bawah kontrol tetapi resiko aspirasi
masih signifikan.
6. Hypostatic Pneumonia
Pasien yang mengalami hipoventilasi akibat bedrest, imobilitas,
atau kedangkalan respirasi memiliki resiko tinggi terkena Hypostatic
Pneumonia.Sekresi cairan pada daerah tertentu di paru-paru dan dapat
menyebabkan inflamasi dan infeksi.
7. Pneumonia Kimia
Menghirup bahan kimia beracun dapat menyebabkan inflamasi dan
kerusakan jaringan yang dapat menyebabkan pneumonia kimia.
Pneumonia kimia meningkatkan resiko subsequent bacterial
pneumonia.
2.2.3. Patofisiologi
Pneumonia adalah inflamasi akut dan/atau infeksi dari paru-paru yang
terjadi ketika agent infeksi masuk dan berkembang biak di paru-paru dari
seseorang yang mudah terkena. Partikel infeksi dapat ditularkan dengan
dahak dari individu yang terinfeksi, dari kontaminasi peralatan terapi
respiratory, dari infeksi bagian tubuh lainnya, atau dari aspirasi dari
bakteri dari mulut, faring, atau perut. Organisme dari mulut dan faring
mungkin terkait pada individu dengan oral hygiene yang lemah atau
mungkin karena udara dingin atau virus influenza. Ketika pathogen masuk
ke tubuh seseorang yang sehat, sistem respirasi yang normal akan
mempertahankan mekanisme dan sistem imun mencegah perkembangan
infeksi. Pada seseorang yang imunocompromised,mikroorganisme
biasanya masuk di orofaring dapat menyebabkan infeksi.
Ketika mikroorganisme berkembang biak, mereka membebaskan
toksik yang merangsang inflamasi pada jaringan paru-paru, dikarenakan
kerusakan mukus dan membran alveolar. Ini mempengaruhi untuk
perkembangan dari edema dan exudate, yang mana memenuhi alveoli dan
mengurangi area permukaan yang tersedia untuk pertukaran dari karbon
9

dioksida dan oksigen. Beberapa bakteri juga menyebabkan nekrosis dari


jaringan paru-paru.
Pneumonia mungkin terbatas pada satu lobe (lobar pneumonia), atau
mungkin tersebar sepanjang paru-paru (bronkopneumonia).
Bronkopneumonia terjadi kebanyakan sering sebagai nosokomial
(penyakit yang diperoleh di rumah sakit) infeksi pada pasien berada di
rumah sakit, terlalu muda, atau terlalu tua, dan dapat menjadi sangat
serius. Pasien mungkin menggunakan istilah seperti walking pneumonia
atau double pneumonia. Ini bukan istilah medis, tetapi ini dapat membantu
untuk pemahaman mereka. Walking pneumonia mengacu pada infeksi
ringan yang bahkan tidak dapat menjaga pasien dari bekerja (atau
berjalan); double adalah istilah awam untuk bilateral.
10

2.2.4 WOC
11

2.2.5Tanda dan Gejala

Klien dengan pneumonia memiliki gejala demam, shaking, kedinginan,


nyeri dada, dyspnea, kelelahan, batuk produktif, batuk dengan dahak kental,
terkadang berwarna kuning hingga hijau, dan suhu tubuh meningkat dapat
mencapai 40oC.Sputumnya purulen atau terdapat darah, crackles dan wheeze
dapat terdengar saat dilakukan auskultasi karena adanya eksudat pada
alveoli dan jalan nafas.

Beberapa bakterial dan pneumonia viral menimbulkan gejala atipikal.


Klien biasanya mengalami kelelahan, luka tenggorokan, batuk kering, atau
nausea dan vomiting.

Pasien yang sudah tua tidak menunjukkan gejala pneumonia.


Kebingungan pada onset baru atau lethargy pada pasien yang sudah tua
dapat mengindikasikan penurunan oksigenasi dan merupakan tanda waspada
untuk melihat gejala lain atau melakuakn evaluasi kembali dengan petugas
kesehatan yang lain. Onset terbaru dari demam atau dyspnea juga harus
dijadikan indikator kecurigaan pneumonia pada individu usia lanjut.

2.2.6 Pencegahan

Vaksin bisa digunakan untuk mencegah bakteri Streptococcus


Pneumoniae, pasien dengan resiko tinggi, dan usia lebih dari 65 tahun.
Biasanya hanya diperlukan satu dosis saja, namun untuk usia lebih dari 65
tahun perlu diberikan vaksin kembali atau mereka yang mendapatkan vaksin
sebelum usia 65 tahun dan lebih dari 5 tahun yang lalu. Seseorang yang
mempunyai faktor resiko tinggi terkena pneumonia juga harus diberikan
vaksin ulang (Centers of Disease Control and Prevention (CDC),
2009d).Vaksin influenza setiap tahun juga direkomendasikan untuk mereka
yang mempunyai faktor resiko tinggi (Linda S. William, 2011).

Peran perawat juga menjadi hal penting dalam pencegahan Hospital


Acquired Pneumonia (HAP).Batuk teratur, napas dalam, dan perubahan
posisi paska operasi atau bedrest, pencegahan aspirasi pada pasien yang
12

beresiko, dan cuci tangan yang baik oleh pasien maupun perawat dapat
membantu mencegah kasus lain (Linda S. William dan Paul D. Hooper,
2011).

Resiko terjadinya Ventilator Associated Pneumonia(VAP)dapat


dikurangi dengan oral hygiene yang rutin dan menggunakan endotracheal
tube khusus yang memungkinkan pengisapan yang terus menerus dari
sekresi atas manset meningkat. Pasien harus diposisikan semi fowler atau
posisi 30 ° − 45°untuk mencegah terjadinya aspirasiPengobatan untuk
mencegah sekresi asam lambung dan stress ulcer dapat membantu
mengurangi terjadinya aspirasi, tetapi dapat juga meningkatkan
pertumbuhan bakteri (Linda S. William dan Paul D. Hooper, 2011).

Edukasi kepada pasien merupakan faktor penting dalam pencegahan


pneumonia. Semua pasien yang beresiko tinggi terkena pneumonia harus
diedukasi tentang teknik efektif pembersihan jalan nafas seperti batuk
efektif, napas dalam, turning, ambulating. Pasien dengan penyakit paru
kronik harus diedukasi untuk menghindari sumber infeksi. Menghindari
polutan indoor seperti debu, asap, dan aerosol harus ditekankan kepada
mereka. Klien juga harus diedukasi agar berhenti merokok karena akibatnya
sangat fatal (Saunders, 1991).

2.2.7 Tindakan Terapeutik

Antibiotik spektrum luas diberikan secepat mungkin setelah kultur


dikirim ke laboratorium, walaupun hasilnya belum lengkap. Ketika hasil
kultur dan sinsitifitas sudah keluar, antibiotik dengan spektrum sempit untuk
agen tententu harus diberikan. Beberapa pasien biasa diberikan antibiotik
oral pada pemberian injeksi, tetapi hospitalisasi dan terapi intravena
diperlukan untuk mereka yang sudah tua atau individu dengan penyakit akut
atau kronis. Jika pneumonia disebabkan oleh virus, istirahat dan asupan
cairan direkomendasikan untuk terapinya. Terkadang, pengobatan antivirus
juga digunakan (Linda S. William dan Paul D. Hooper, 2011).

Ekspektoran, bronkodilator, dan analgesik diberikan untuk


memberikan kenyamanan dan meringkankan gejala yang muncul. Terapi
13

nebulisasi atau inhaler metered-dose bisa digunakan sebagai media untuk


memberikan bronkodilator. Suplemen oksigen melalui nasal kanul atau
masker juga digunakan bila diperlukan (Linda S. William dan Paul D.
Hooper, 2011).

Pemberian antibiotik biasanya seperti dibawah ini:

a. Untuk kasus pneumonia community base :


1. Ampisilin 100 mg/kg/BB/hari dalam 4 kali pemberian.
2. Klorampenikol 75mg/kg/BB/hari dalam 4 kali pemberian.
b. Untuk kasus pneumonia hospital base :
1. Sefatoksim 100 mg/kg/BB/hari dalam 2kali pemberian.
2. Amikasin 10-15 mg/kg/BB/hari dalam 2 kali pemberian (Abd
Wahid dan Imam Suprapto, 2013).
2.3 Tes Diagnostik
Pemeriksaan x-ray dada dilakukan untuk mengidentifikasi adanya
sesuatu yang masuk ke paru-paru, berupa kebocoran cairan ke alveoli karena
inflamasi. Kondisi ini, sputum dan culture darah dapat diperoleh untuk
mengidentifikasi organisme akibat pneumonia dan menentukan pengobatan
yang tepat. Jika pasien tidak dapat memproduksi sample sputum, terapi
nebulizing mungkin dapat dilakukan untuk memancing pengeluaran sputum.
Jika cara ini tidak berhasil, suction nasotrakeal atau bronkoskopi dapat
dilakukan untuk mendapatkan sample dari penyakit pasien.

2.4 Komplikasi

Komplikasi dari penyakit pneumonia sebagian besar biasanya terjadi


pada pasien dengan penyakit kronik dasar lainnya. Pleurisy dan efusi pleura
adalah dua dari kebanyakan komplikasi and biasanya berubah dalam waktu
1-2 minggu. Atelektasis (collapsed alveoli) dapat terjadi karena hasil dari
sekresi yang terperangkap dan mungkin terpisah dari usaha untuk menjaga
kebersihan jalan nafas, terutama menggunakan rangsangan spirometer.
Komplikasi lainnya hasil dari penyebaran infeksi ke bagian tubuh lainnya,
karena septikemia, meningitis, septic arthritis, pericarditis, atau
endocarditis. Pengobatan untuk masing-masing penyakit tersebut adalah
14

antibiotik. Walaupun antibiotik dapat membantu mengurangi insiden


kematian pasien pneumonia, tetapi penggunaan antibiotik ini tidak
berpengaruh bagi pasien yang sudah tua.
15

BAB 3

ASUHAN KEPERAWATAN UMUM

3.1.Pengkajian
1. Identitas
a. Anak – anak cenderung lebih sering mengalami infeksi virus dibanding
dewasa
b. Mycoplasma terjadi pada anak yang relatif besar
c. Sering terjadi pada bayi dan anak
d. Banyak terjadi pada bayi di bawah 3 tahun
e. Kematian banyak terjadi pada bayi kurang 2 bulan
2. Keluhan uama :
a. Sesak nafas
3. Riwayat penyakit sekarang
a. Didahului oleh infeksi saluran pernafasan atas selama beberapa hari,
kemudian mendadak timbul panas tinggi, sakit kepala/dada (anak besar)
kadang – kadang pada anak kecil dan bayi dapat timbul kejang, distensi
abdomen dan kaku kuduk : timbul batuk, sesak, nafsu makan menurun.
b. Anak biasanya dibawa ke rumah sakit setelah sesak nafas, sianosis atau
batuk – batuk disertai dengan demam tinggi. Kesadaran kadang sudah
menurun apabila anak masuk dengan disertai riwayat kejang demam
(seizure).
4. Riwayat penyakit dahulu
a. Anak sering menderita penyakit saluran pernapasan.
b. Predileksi penyakit saluran pernapasan lain seperti ISPA, influenza
sering terjadi dalam rentang waktu 3-14 hari sebelum diketahui adanya
penyakit pneumonia.
c. Penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital bawaan dapat
memperberat klinis klien.
5. Riwayat kesehatan keluarga :
Tempat tinggal : lingkungan dengan sanitasi buruk berisiko lebih besar.
16

6. Riwayat imunisasi :
Riwayat imunisasi jenis IPD, HIB.
7. Riwayat tumbuh kembang
a. Prenatal : riwayat Ante Natal Care.
b. Natal : riwayat ketuban pecah dini, Aspirasi mekonium, asfiksia.
c. Post natal : riwayat terkena ISPA.
8. Pemeriksaan fisik :
a. Inspeksi
- Amati bentuk thoraks
- Amati frekuensi nafas, irama, kedalamannya
- Amati tipe pernapasan : Pursed lip breathing, pernapasan
diafragma, penggunaan otot bantu pernapasan
- Tanda – tanda retraksi intercostalis, retraksi suprasternal.
- Gerakan dada
- Terdapat tarikan di dinding dada, cuping hidung, tachipnea
- Apakah ada tanda – tanda kesadaran menurun
b. Palpasi
Palpasi dilakukan dengan cara meletakkan kedua tangan pada dinding
thorax dan rasakan :
- Gerakan pernapasan dinding dada
- Raba apakah dinding dada panas
- Kaji vocal fremitus pada saat pasien mengucapkan tujuh tujuh
- Rasakan penurunan ekspansi dada klien.
c. Auskultasi
- Adakah terdengar stridor (bunyi kasar saat inspirasi, karena
penyempitan saluran udara pada orofaring, subglotis atau trakea.
- Adakah terdengar wheezing ( suara pernafasan frekuensi tinggi
nyaring yang terdengar di akhir respirasi. Hal ini disebabkan
penyempitan saluran respiratorik distal.
- Evaluasi bunyi napas, frekuensi, kualitas, tipe dan suara tambahan
d. Perkusi
17

- Suara sonor/resonans merupakan karakteristik jaringan paru


normal
- Hipersonor, adanya tahanan udara.
- Pekak/flatness, adanya cairan dalam rongga pleura
- Redup/dullness, adanya jaringan padat
- Tympani, terisi udara
9. Review of System
a. Sistem Pulmonal
- Subjektif : sesak nafas, dada tertekan, cengeng.
- Objektif : pernapasan cuping hidung, hiperventilasi, batuk
(produktif/nonproduktif), sputum banyak, penggunaan otot bantu
pernapasan, pernapasan diaftragma dan perut meningkat, laju
pernapasan meningkat, terdengar stridor, ronchii pada lapang paru.
b. Sistem Kardiovaskular
- Subjektif : sakit kepala
- Objektif : denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokonstriksi,
kualitas darah menurun.
c. Sistem Neurosensori
- Subjektif : gelisah, penurunan kesadaran, kejang.
- Objektif : GCS menurun, refleks menurun/normal, letargi
d. Sistem Genitourinaria
- Subjektif : -
- Objektif : produksi urine menurun/normal.
e. Sistem Digestif :
- Subjektif : mual, kadang muntah
- Objektif : konsistensi feses normal/diare.
f. Sistem Muskuloskeletal
- Subjektif : lemah, cepat lelah
- Objektif : tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi paru dan
penggunaan otot aksesoris pernapasan
g. Sistem Integuman
- Subjektif : -
18

- Objektif : kulit pucat, sianosis, turgor menurun (akibat dehidrasi


sekunder), banyak keringat, suhu kulit meningkat, kemerahan.
10. Pemeriksaan diagnostik
a. Foto thorak
Pada foto thoraks pada bronchopneumonia terdapat bercak
infiltrate pada satu atau beberapa lobus.
b. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium pada kasus bronchopneumonia meliputi
:
- Gambaran darah tepi menunjukkan leukositosis, dapat mencapai
15.000 – 40.000/mm3 dengan pergeseran ke kiri. Kuman dapat
dibiakkan dari usapan tenggorok atau darah.
- Urine biasanya berwarna lebih tua, mungkin terdapat albuminuria
ringan karena suhu yang naik dan sedikit thoraks hialin.
- Analisa gas darah arteri terjadi asidosis metabolik dengan atau
tanpa retensi CO2
3.2.Diagnosis Keperawatan
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan infeksi,
disfungsi neuromuscular, hyperplasia dinding bronkus, alergi jalan nafas,
asma, trauma, atau obstruksi jalan nafas : spasme jalan nafas, sekresi
tertahan, banyaknya mukus, adanya jalan nafas buatan, sekresi bronkus,
adanya eksudat di alveolus, adanya benda asing di jalan nafas.
b. Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan
secara aktif, atau kegagalan mekanisme pengaturan.
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan untuk memasukkan atau mencerna nutrisi oleh
karena faktor biologis, psikologis, atau ekonomi.
d. Kecemasan berhubungan dengan krisis situasional, stress, perubahan
status kesehatan, ancaman kematian, perubahan konsep diri, kurang
pengetahuan dan hospitalisasi.
3.3. Rencana Asuhan Keperawatan
Diagnosis keperawatan 1 : Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas
19

Diagnosis Rencana Keperawatan


keperawatan/Masalah
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Kolaborasi
Bersihan jalan nafas NOC : 1. Pastikan
tidak efektif 1. Respiratory status : kebutuhan
berhubungan dengan : Ventilation oral/tracheal
1. Infeksi, disfungsi 2. Respiratory status : suctioning
neuromuskular, Airway patency 2. Berikan
hyperplasia 3. Aspiration control oksigen sesuai
dinding bronkus, Setelah dilakukan indikasi
alergi jalan nafas, tindakan keperawatan 3. Anjurkan
asma, trauma selama ……………… pasien untuk
2. Obstruksi jalan pasien menunjukkan istirahat dan
nafas : spasme keefektifan jalan nafas napas dalam :
jalan nafas, dibuktikan dengan  Posisikan
sekresi tertahan, kriteria hasil : pasien untuk
banyaknya a. Mendemonstrasikan memaksimalk
mukus, adanya batuk efektif dan an ventilasi
jalan nafas suara nafas bersih,  Lakukan
buatan, sekresi tidak ada sianosis dan fisioterapi
bronkus, adanya dyspneu (mampu dada jika
eksudat di mengeluarkan perlu
alveolus, adanya sputum, bernafas  Keluarkan
benda asing di dengan mudah, tidak sekret dengan
jalan nafas. ada pursed lips). batuk atau
DS : b. Menunjukkan jalan suction
Dispneu nafas yang paten  Auskultasi
DO : (klien tidak merasa suara nafas,
a. Penurunan tercekik, irama nafas, catat adanya
suara nafas. frekuensi pernafasan suara
b. Orthopneu dalam rentang tambahan
c. Sianosis normal, tidak ada  Berikan
20

d. Kelainan suara nafas bronkodilator


suara nafas abnormal). :
(rales, c. Mampu  Monitor
wheezing) mengidentifikasikan status
e. Kesulitan dan mencegah factor hemodinamik
berbicara penyebab.  Berikan
f. Batuk, tidak d. Saturasi O2 dalam pelembab
efektif atau batas normal udara kassa
tidak ada e. Foto thoraks dalam basah NaCl
g. Produksi batas normal. lembab
sputum  Berikan
h. Gelisah antibiotik :
i. Perubahan  Atur intake
frekuensi dan untuk cairan
irama nafas mengoptimal
kan
keseimbangan
 Monitor
respirasi dan
status O2
 Pertahankan
hidrasi yang
adekuat untuk
mengencerka
n sekret
 Jelaskan pada
pasien dan
keluarga
tentang
penggunaan
peralatan : O2,
suction,
21

inhalasi.

Diagnosis keperawatan 2 : Defisit volume cairan


Diagnosis Rencana Keperawatan
keperawatan/Masalah
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Kolaborasi
Defisit Volume Cairan NOC : NIC :
(Risiko) berhubungan 1. Fluid balance 1. Pertahankan
dengan : 2. Hydration catatan intake
1. Kehilangan volume 3. Nutritional status : dan output yang
cairan secara aktif. food and fluid intake akurat
2. Kegagalan Setelah dilakukan 2. Monitor status
mekanisme tindakan keperawatan hidrasi
pengaturan selama ………… deficit (kelembaban
DS : volume cairan teratasi membrane
Haus dengan kriteria hasil : mukosa, nadi
DO : a. Mempertahankan adekuat, tekanan
a. Penurunan turgor urine output sesuai darah ortostatik),
kulit/lidah dengan usia dan BB, jika diperlukan.
b. Membrane Bj urin normal. 3. Monitor hasil lab
mukosa/kulit b. Tekanan darah, nadi, yang sesuai
kering suhu tubuh dalam dengan retensi
c. Peningkatan batas normal cairan (BUN,
denyut nadi, c. Tidak ada tanda – Hmt, osmolalitas
penurunan tekanan tanda dehidrasi, urin, albumin,
darah, penurunan elastisitas turgor kulit total protein).
volume/tekanan baik, membrane 4. Monitor vital
nadi mukosa lembab, sign setiap 15
d. Pengisian vena tidak ada rasa haus menit – 1 jam.
menurun yang berlebihan. 5. Kolaborasi
e. Perubahan status d. Orientasi terhadap pemberian cairan
22

mental waktu dan tempat IV


f. Konsentrasi urin baik 6. Monitor status
meningkat e. Jumlah dan irama nutrisi
g. Temperature pernapasan dalam 7. Berikan cairan
tubuh meningkat batas normal oral
h. Kehilangan berat f. Elektrolit, Hb, Hmt 8. Berikan
badan secara tiba dalam batas normal penggantian
– tiba g. pH urin dalam batas nasogastrik
i. Penurunan urine normal. sesuai output
output h. Intake oral dan (50-100cc/jam)
j. HMT meningkat intravena adekuat 9. Dorong keluarga
k. Kelemahan untuk membantu
pasien makan
10. Kolaborasi
dokter jika tanda
cairan berlebih
muncl
memburuk
11. Atur
kemungkinan
transfusi
12. Persiapan untuk
transfusi
13. Pasang kateter
jika perlu
14. Monitor intake
dan urine output
setiap 8 jam.

3.4.Implementasi
Pada tahap pelaksanaan merupakan kelanjutan dari rencana keperawatan
yang telah ditetapkan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan klien secara
23

optimal, pelaksanaan adalah wujud dari tujuan keperawatan pada tahap


perencanaan.
3.5.Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap dimana proses keperawatan menyangkut
pengumpulan data objektif dan subjektif yang dapat menunjukkan masalah
apa yang terselesaikan, apa yang perlu dikaji dan direncanakan, dilaksanakan
dan dinilai apakah tujuan keperawatan telah tercapai atau belum, sebagian
tercapai atau timbul masalah baru.
24

BAB 4

ASUHAN KEPERAWATAN KASUS

4.1. Kasus

Ny. K berusia 25 tahun, dibawa ibunya ke RSUA dengan keluhan


nyeri dada dan deman sudah 5 hari dan menggigil TTV: TD 130/90 mmHg,
Nadi 100 x/ menit, RR: 24 x / menit, suhu 400 C. Saat ini Ny.K mengeluh
sesak napas, nyeri dada skala 8 dari rentang 1-10, sputum berwarna kuning,
batuk produktif, timbul sianosis, badan lemas dan teraba panas, malaise, dan
pasien sulit mengeluarkan dahak. Hasil Lab: Leukosit: 15.000/µl

4.2.Pengkajian
4.2.1. Data Demografi
Nama : Ny. R
Usia : 25 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Nginden, Surabaya
Agama : Islam
4.2.2. Keluhan utama
Klien mengatakan nyeri dada dan demam sudah 5 hari disertai menggigil
4.2.3. Riwayat kesehatan sekarang/alasan masuk
Saat ini Ny.K mengeluh sesak napas, batuk produktif, timbul
sianosis, badan lemas dan teraba panas, malaise, dan pasien sulit
mengeluarkan dahak
4.2.4. Riwayat kesehatan masa lalu
Sebelumnya pasein tidak pernah menderita penyakit seperti ini
4.2.5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga Ny. R tidak ada riwayat penyakit tertentu yang
diturunkan/ditularkan
4.2.6. Dasar Data Pengkajian Pasien
1. Aktifitas Istirahat
25

a. Gejala : Malaise
b. Tanda : Badan Lemas
2. Sirkulasi
a. Gejala : Sianosis
b. Tanda : Nadi 100x/menit, TD 130/90 mmHg
3. Nyeri/Kenyamanan
a. Gejala : Nyeri dada
b. Tanda : Skala Nyeri 8/10
4. Pernafasan
a. Gejala : Penggunaan otot bantu pernafasan
b. Tanda : RR: 24x/menit, batuk produktif, sputum kuning
1. Inspeksi
a. Klien terlihat lemas
b. Klien terlihat gelisah
c. Klien menunjukkan adanya dyspnea
d. Klien mengalami sianosis
e. Dada klien simetris
f. RR nya tinggi (24x/menit)
g. Pola nafas klien tidak teratur
2. Palpasi
a. Dada klien simetris
b. Getaran yang di dengar saat klien mengatakan “tujuh,
tujuh, tujuh” terasa lebih bergetar
3. Perkusi
Hasil perkusi terdengar redup atau lebih padat
4. Auskultasi
Saat auskultasi terdengar suara crackles
5. Kenyamanan
a. Gejala :Badan lemas dan teraba panas
b. Tanda :Suhu 40oC
4.2.7. Pemeriksaan Fisik

B1 (Breath)
26

Ada suara nafas crackles dan wheezing, RR=24x/menit, ada tanda-tanda


sianosis.

B2 (Blood)

Suara jantung S1/S2 irama tunggal, nadi = 100x/menit, tekanan darah =


130/90 mmHg, CRT = >3detik

B3 (Brain)

Tidak terjadi penurunan kesadaran klien.

B4 (Bladder)

Eliminasi urin berhubungan dengan intake cairan yang masuk. Akibat


kebutuhan nutrisi yang kurang dari kebutuhan, eliminasi urin menjadi
tidak stabil

B5 (Bowel)

Klien mengalami penurunan berat badan akibat intake makanan kurang


dari kebutuhan

B6 (Bone)

Tidak terjadi kelemahan pada Ny. R

Pemeriksaan Penunjang
Leukosit : 15.000 Ml
PaO2 : 22,5 – 97,5 mmHg

PaCO2 : 35-45 mmHg

SaO2 : >95%
pHdarah : 7,35-7,45

4.3. Analisis Data

No. Data Etiologi Masalah


Keperawatan

1. DS: Virus, bakteri, Ketidakefektifan


27

Klien mengatakan protozoa, atau Bersihan Jalan


kesulitan mengeluarkan jamur Nafas (00031)
dahak Domain. 11
DO: Keamanan/Proteksi
Infeksi saluran
1. Klien mempunyai nafas Kelas 2. Cedera
sputum berwarna Fisik
kuning
Terjadi peradangan
2. Klien mengalami
batuk produktif
3. Klien menunjukkan Produksi mukus
adanya sianosis meningkat
4. Klien menunjukkan
adanya dyspnea
5. Produksi sputum klien Dahak sulit keluar

berlebih
6. Klien terlihat gelisah
Ketidakefektifan
7. Klien mengalami
bersihan jalan nafas
perubahan RR di atas
normal (24x/menit)
8. Klien belum bisa
melakukan batuk
efektif

2. DS : Virus, bakteri, Gangguan


protozoa, atau Pertukaran Gas
1. Klien mengatakan
jamur (00030)
sesak saat bernafas
2. Klien mengatakan Domain 3. Eliminasi
pusing setelah bangun dan Pertukaran
Infeksi saluran
tidur nafas Kelas 4. Fungsi
28

DO : Respirasi

1. Klien menunjukkan Terjadi peradangan


sianosis
2. Analisa gas darah :
Leukosit dan fibrin
a. PaO2 = 3- 13,3 kPa
lisis memenuhi
(80-100) mmHg
alveoli
b. PaCO2 =4,7-6.0
kPa (35-45) mmHg
c. SaO2 = >95% Gangguan
d. pHdarah = 7,35- pertukaran gas
7,45
3. Klien mengalami
hipoksia
4. Klien menunjukkan
adanya perubahan
warna kulit (kebiruan)

3. DS : Virus, bakteri, Nyeri Akut (00132)


protozoa, atau
1. Klien mengatakan Domain 12. Nyaman
jamur
nyeri dada Kelas 1.
2. Klien menggunakan Kenyamanan Fisik
otot tambahan saat Infeksi saluran
bernafas nafas
DO :

1. Skala nyeri 8/10 Kerusakan jaringan


2. Perubahan parameter
fisiologis (RR,
tekanan darah, Pelepasan mediator
saturasi oksigen, nyeri
denyut nadi)
RR = 24x/menit
Persepsi nyeri
TD = 130/90 mmHg
29

SaO2 = <95%
Nadi = 100x/menit Nyeri akut
3. Klien menunjukkan
ekspresi wajah nyeri
(mata sayu, grimace)
4. Klien menunjukkan
perubahan ekspresi
wajah (menangis,
kewaspadaan, gelisah)

4. DS : Virus, bakteri, Hipertermia(00006


protozoa, atau )
Klien mengatakan
jamur
menggigil Domain 11.
Safety/Perlindungan

Infeksi saluran Kelas 6.


DO:
nafas Termoregulasi
1. Suhu tubuh : 400 C
2. Leukosit : 15.000 µl
3. Klien mengalami Proses peradangan
letargi
4. Kulit klien terasa
Suhu tubuh
hangat saat disentuh
meningkat
5. Klien mengalami
takipnea (RR =
24x/menit) Hipertermia

4.4.Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas b.d sekresi sputum berlebih
2. Gangguan Pertukaran Gas b.d gangguan kapasitas pembawa oksigen
darah
3. Nyeri Akut b.d. inflamasi akut dan/atau infeksi paru
4. Hipertermia b.d peradangan yang terjadi pada parenkim paru
30

4.5. Intervensi Keperawatan

Diagnosa :

Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas (00031)

Domain 11. Keamanan/Proteksi

Kelas 2. Cedera Fisik

NOC NIC

Dalam waktu 2x24 jam klien dapat Manajemen Jalan Napas (3140)
meningkatkan kualitas kebersihan jalan 1. Melakukan fisioterapi dada pada
nafas denganoutcomes: klien
Status Pernafasan : Kepatenan Jalan 2. Menginstruksikan kepada klien
Nafas (0410) untuk melakukan batuk efektif
1. Klien mempunyai frekuensi 3. Membantu klien dalam mengatur
pernafasan yang normal (16- asupan cairan
20x/menit)
2. Klien mempunyai irama pernafasan
Fisioterapi Dada (3230)
yang normal (Normal = teratur)
1. Menggunakan bantal untuk
3. Klien mempunyai kedalaman
menopang posisi klien
inspirasi yang normal (Inspirasi :
2. Melakukan fisioterapi dada
Ekspirasi = 1:2)
minimal 2 jam setelah makan
4. Klien mampu mengeluarkan sekret
3. Menginstruksikan kepada klien
untuk mengeluarkan napas
Pengetahuan: Manajemen Pneumonia
dengan teknik napas dalam
31

(1861)

1. Klien mampu melakukan prosedur Kontrol Infeksi (6540)


1. Mendorong klien untuk
postural drainase sesuai dengan yang
melakukan batuk efektif dan
dianjurkan dengan baik dan benar
bernafas dalam dengan tepat
2. Klien mampu mempertahankan
intake cairan secara adekuat

Keparahan Infeksi (0703)


1. Klien tidak menunjukkan sputum
yang purulen
2. Klien menunjukkan suhu tubuh yang
stabil (Normal = 36oC – 37oC)

Diagnosa :

Gangguan Pertukaran Gas (00030)

Domain 3. Eliminasi dan Pertukaran

Kelas 4. Fungsi Respirasi

NOC NIC

Dalam waktu 2x24 jam klien dapat Manajemen Jalan Napas (3140)
meningkatkan kualitas pertukaran gas
1. Memposisikan klien untuk
dengan outcomes: memaksimalkan ventilasi.
Status pernapasan : Pertukaran Gas 2. Memosisikan klien untuk
(0402) meringankan sesak napas.
3. Memonitor status pernapasan dan
1. Klien tidak menunjukkan adanya
oksigenasi klien.
sianosis
2. Klien tidak menunjukkan adanya
dyspnea saat beraktivitas. Bantuan Ventilasi (3390)
32

3. Klien menunjukkan PaCO2 yang 1. Membantu klien menentukan


normal posisi terbaik untuk mengurangi
4. Klien menunjukkan PaO2 yang upaya bernapas.
normal
5. Klien menunjukkan SaO2 yang
normal
6. Klien menunjukkan pH arteri yang
normal

Perfusi Jaringan : Pulmonari (0408)

1. Klien menunjukkan adanya irama


napas yang normal.
2. Klien tidak menunjukkan adanya
nyeri dada.
3. Klien tidak menunjukkan adanya
sesak napas.

Diagnosa :

Nyeri akut (00132)

Domain 12. Nyaman

Kelas 1. Kenyamanan fisik

NOC NIC

Dalam waktu 2x24 jam klien dapat Menghadirkan Diri (5340)


mengatasi nyerinya dengan outcomes: 1. Melakukan komunikasi secara
Kontrol Nyeri (1605) verbal maupun non-verbal
dengan klien.
1. Klien mampu mengontrol nyeri yang
2. Mendampingi di setiap kegiatan
dirasakan.
klien.
33

2. Klien mampu menggunakan


analgesik yang direkomendasikan Terapi Relaksasi (6040)
sesuai dengan dosis dan jadwal. 1. Menciptakan lingkungan yang
nyaman bagi klien seperti
Tingkat Ketidaknyamanan (2109) lingkungan yang tenang, nyala
lampu tidak terlalu terang, dan
1. Klien mampu mengontrol tingkat
suasana yang tidak mengganggu
kecemasannya.
2. Menggunakan relaksasi sebagai
2. Klien tidak mengalami sindrom
strategi yang membantu dalam
restless legs (kondisi dimana tubuh
pengobatan nyeri
tidak merasa nyaman baik dalam
3. Mendampingi klien untuk
keadaan duduk maupun berdiri).
melakukan terapi relaksasi

Pemberian Analgesik (2210)

1. Mengecek ulang obat, dosis obat,


dan frekuensi obat analgesic yang
diresepkan.
2. Mengkaji apakah terdapat respon
alergi setelah pemberian obat.

Diagnosa :

Hipertermia(00006)

Domain 11. Safety/Perlindungan

Kelas 6. Termoregulasi

NOC NIC
34

Dalam waktu 2x24 jam klien dapat Perawatan Demam (3740)


mengatasi hipertermia dengan outcomes: 1. Memandikan klien dengan spons
hangat dengan berhati-hati
Termoregulasi (0800)
2. Memasangkan selimut hangat
1. Klien menunjukkan penurunan suhu
atau memberikan pakaian ringan
kulit (36o – 37oC)
kepada klien

Kontrol Risiko : Hipertermia (0802)

1. Klien dapat mengidentifikasi tanda Pengaturan Suhu (3900)

dan gejala hipertermia 1. Memberikan medikasi yang tepat


2. Klien dapat mengidentifikasi faktor untuk mencegah dan mengontrol
risiko hipertermia menggigil
3. Klien dapat melakukan tindakan 2. Memberikan pengobatan
mandiri untuk mengontrol suhu antipiretik
tubuh 3. Menyesuaikan suhu lingkungan
4. Klien dapat menghindari aktivitas untuk kebutuhan klien
yang berlebihan untuk menghindari 4. Memberikan Jumlah cairan yang
hipertermia sesuai dengan kebutuhan tubuh.

4.6.Evaluasi
1. S : Klien mengatakan sudah tidak merasakan nyeri
O : Klien menunjukkan wajah yang ceria dan berkomunikasi dengan
orang disekitarnya
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
2. S : Klien mengatakan sudah mampu bernafas dengan normal tanpa ada
halangan
O : Klien sudah mampu mengeluarkan dahaknya
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
35

3. S : Klien mengatakan sudah mampu bernafasa dengan normal tanpa ada


usaha bernafas
O : Klien bernafas tanpa bantuan otot aksesoris intercostal dan sianosis
sudah tidak terlihat
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
4. S : Klien mengatakan sudah tidak menggigil lagi akibat suhu tubuh yang
tinggi
O : Klien mempunyai suhu tubuh yang normal
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
36

BAB 5

KESIMPULAN

Pneumonia merupakan inflamasi parenkim paru, biasanya berhubungan


dengan pengisian alveoli dengan cairan.Pneumonia merupakan penyebab umum
kematian akibat infeksi.Masing-masing tipe dari pneumonia bisa disebabkan oleh
organisme yang berbeda. (Linda S. William dan Paul D. Hooper, 2011)

Klien dengan pneumonia memiliki gejala demam, shaking, kedinginan,


nyeri dada, dyspnea, kelalahan, batuk produktif, batuk dengan dahak kental,
terkadang berwarna kuning hingga hijau, dan suhu tubuh meningkat dapat
mencapai 40oC.Sputumnya purulen atau terdapat darah, Crackles dan wheeze
dapat terdengar saat dilakukan auskultasi karena adanya eksudat pada alveoli dan
jalan nafas.

Untuk Pencegahan,vaksin bisa digunakan untuk mencegah bakteri


Streptococcus Pneumoniae, pasien dengan resiko tinggi, dan usia lebih dari 65
tahun. Biasanya hanya diperlukan satu dosis saja, namun untuk usia lebih dari 65
tahun perlu diberikan vaksin kembali atau mereka yang mendapatkan vaksin
sebelum usia 65 tahun dan lebih dari 5 tahun yang lalu.
37

DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, Gloria M., et al. 2013. Nursing Intervention Classification (NIC).


Missouri, USA : Elsevier.
Diagnoses: Definitions and Clasifications, 2015-2017. Oxford: Wiley Blcakwell

Herdman, T.H dan Kamitsuru, S. 2014. NANDA International Nursing

Moorhead, Sue, et al. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC).


Missouri,USA : Elsevier.
Wahid.Abd. 2013. Keperawatan Medikal Bedah : Asuhan Keperawatan Pada
Gangguan Sistem Respirasi. Jakarta: CV. Trans Info Medika

William S. Linda. 2011. Understanding Medical Surgical Nursing. Amerika: F.A


Davis Company
38

Laporan Hasil Diskusi Keperawatan Respirasi II

Kelas A3 Angkatan 2015

Hari/Tanggal : Rabu, 12 Oktober 2016

Pukul : 15.00-16.00

RK : Ramona

Fasilitator : Lailatun Ni’mah,S.Kep.,Ns.,M.Kep

Sesi 1 : Pertanyaan

1. Bilqies Rahma( 131511133136)


anak yang terkena campak beresiko pneumonia. Bagaimana mekanismenya?

Jawaban :

Ucik Nurmala (131511133088)

Pneumonia karena campak termasuk ke dalam pneumonia viral.Disebabkan


oleh lemahnya imunitas tubuh akibat telah terserang campak. Jadi saat itu
mungkin saja sistem imunnya tidak baik sehingga virus dengan mudah
menginfeksi tubuh pasien.

Bu Lailatun:

Diklarifikasi lagi tentang pertanyaan dapat informasi dari mana, jika


sumber berasal dari blog, maka belum tentu benar.anak yang diimunisasi campak,
memiliki risiko pneumonia lebih rendah daripada yang tidak diimunisasi
campak.tuntutan untuk sarjana : biasakan membaca dari sumber terpercaya 

2. Clauvega (1315111330)
kenapa mengambil resiko kekurangan cairan?

Jawaban :

Herlin:
39

Berdasarkan etiologi yang kami ambil, infeksi dapat menyebabkan adanya


peningkatan suhu.

Peningkatan suhu inilah yang menyebabkan adanya kemungkinan IWL


meningkat.

Nisaul:

IWL ialah hilangnnya cairan yang tidak dapat dilihat melalui evaporasi
dan respirasi.

Bu lailatun:

pasien sesak butuh energi, maka semakin banyak cairan yang keluar.

3. Ayik Yudi A ( 1315111331)


apa penyebab dari pneumonia viral dan bagaimana cara penanganannya?

Jawaban :

Teguh Dwi Saputra :

Pneumonia viral disebabkan oleh virus yang menular melalui barang atau
benda yang terkontaminasi.Pengobatan dengan menggunakan antivirus
bergantung kepada tingkat keparahan pneumonia viral itu sendiri.

Bu lailatun:

ditingkatkan imunitasnya, karena tidak ada obat untuk virus.

4. Arman Rosyadio ( 1315111


kenapa dimuncukan noc dan nic tidur pada diagnosa nyeri?
Apakah ada data pada pengkajian antara outcome tidur dengan keluhan pasien?

Jawaban :

Ucik atas nama kelompok:

Mohon maaf, ada kesalahan dari kelompok kami.Terimakasih atas revisinya. 

Bu Lailatun:

Tiap nursing process harus saling berkaitan satu sama lain sampai selesai.
40

5. Maya Rahma ( 1315


apakah perawat dengan imun lemah akan lebih mudah terkena infeksi pneumonia?
Jawaban:

Perawat dibekali dengan APD (alat pelindung diri) yang khusus untuk mencegah
terinfeksi. Ada pula tatacara untuk mencegah terinfeksi.
Misal : sarung tangan bersih dan steril sekali pakai langsung buang.
pakaian dinas max. dipakai 2 kali.
kalau menggantung baju yang bagian dalam ditaruh di luar.
idealnya: baju bebas (sebelum masuk)  pakai baju dinas (di dalam RS)
 baju bebas (keluar)

Anda mungkin juga menyukai