PENDAHULUAN
Negara adalah institusi yang terbentuk dari keberadaan suatu kelompok manusia yang
bertempat tinggal dalam suatu wilayah atau teritorial tertentu kemudian membentuk suatu
peraturan- peraturan dalam rangka pengaturan hidup berkelompok seperti yang diinginkan.
Sejak Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya dikenal ada tiga lapisan hukum yang
berlaku secara bersamaan, yaitu hukum bagi masyarakat golongan Eropa, hukum bagi
masyarakat golongan Bumiputera, dan hukum bagi masyarakat golongan Timur Asing.
Selain adanya lapisan hukum , Indonesia juga memiliki hukum yang tertulis yang
merupakan peraturan peninggalan zaman Hindia Belanda, maupun hukum tidak tertulis yang
1
Soerjono Soekanto dan Purnadi Purbacaraka, Perihal Kaidah Hukum ,PT. Citra Aditya Bakti : Bandung, 1989,
h. 6
yang berwenang, yang berwujud peraturan perundang- undangan yang bersifat
legislatif maupun bersifat administratif.2
Hukum tidak tertulis ( ongeschreven recht ) merupakan sinonim dari hukum
kebiasaan ( gewoonte recht ), yakni perbuatan yang diulang – ulang dengan cara atau bentuk
yang sama. Hukum tidak tertulis merupakan bentuk hukum yang tertua. Hukum yang tertulis
yang berlaku umum ( algemeen geldend) dan mengikat banyak orang ( algemeen bindend )
serta yang mempunyai lingkup laku wilayah manusia ( personengebied ), wilayah ruang (
ruimtegebied ), dan wilayah hukum ( tijdsgebied ) yang lebih luas, tidak tentu mempunyai
kedudukan yang lebih tinggi daripada hukum tidak tertulis. Hukum tertulis selain merupakan
wahana bagi hukum baru yang dibentuk dalam rangka memenuhi kebutuhan kehidupan
Maria Farida Mengemukakan bahwa dalam sistem norma hukum sebagai berikut.
Indonesia akan dibagi kedalam daerah- daerah sehingga terbentuklah Pemerintahan Daerah.
pada dasarnya terjadi setelah sentralisasi melalui asas dekonsentrasi tidak dapat
melaksanakan tugas pemerintahan secara baik dalam arti pemerintahan gagal dalam
2
Maria Farida Indrati Soeprapto, Ilmu Perundang-undangan, Dasar-Dasar dan Pembentukannya, Kanisius,
Yogyakarta, 1998, h. 14
3
Ibid. h.39
daerah. Oeh karena itu, urusan pemerintahan yang merupakan kewenangan pemerintah
(pusat) sebagian harus di serahkan kepada organ Negara lain yang ada di daerah
(pemerintahan daerah), untuk diurus sebagai rumah tangganya. Proses penyerahan sebagian
urusan pemerintahan kepada daerah untuk menjadi urusan rumah tangganya inilah yang
disebut desentralisasi.
Bagir Manan mengemukakan bahwa tujuan dari adanya desentralisasi yang diberikan
oleh Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah adalah sebagai berikut. bahwa :
Desentralisasi dan dekonsentrasi bukanlah suatu pilihan, tetapi sesuatu yang harus
ada (dapat dilaksanakan secara bersamaan dalam penyelenggaraan pemerintahan pada suatu
Negara kesatuan). Baik desentralisasi maupun dekonsentrasi merupakan ciri suatu Negara
bangsa dan keduanya berangkat dari suatu titik awal yang sentralisasi. Antara desentralisasi
4
Philipus M. Hadjon, dkk, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta,
2001 h. 111
5
Bagir Manan, Beberapa Masalah Hukum Tata Negara Indonesia, Bandung : Alumni 1997 h. 62-63
dekonsentrasi dilaksanakan dalam suatu area Hukum Administrasi sehingga antara organ
pemerintah yang ada dipusat dan didaerah terdapat suatu hubungan hierarki. Dalam
hubungan yang demikian itu, tidak ada suatu penyerahan wewenang. Penyelenggaraan
dari pusat. Hal ini berarti bahwa dekonsentrasi adalah unsur sentralisasi.
Berbeda dari dekonsentrasi, desentralisasi berangkat dari, saat mana sentralisasi tidak
mampu lagi menyesuaikan dengan kondisi suatu Negara kesatuan yang memiliki wilayah
yang luas dengan jumlah penduduk yang besar, yang terdiri dari berbagai suku, adat istiadat,
dan agama. Dengan kondisi demikian sentralisasi menghadapi tantangan berupa tuntutan-
pusat. Konsekuensi dari luas wilayah, keberagaman suku,adat istiadat, dan agama adalah
daerah yang memiliki kebutuhan dan kepentingan yang berbeda- beda sehingga diperlukan
berbagai kepentingan yang berbeda-beda, sehingga kepada daerah harus diberi wewenang
untuk mengurus kebutuhan dan kepentingannya itu menjadi urusan rumah tangganya.
Otonomi daerah merupakan fenomena yang sangat dibutuhkan dalam era globalisasi,
demokrasi terlebih dalam era reformasi. Bangsa dan Negara Indonesia mempunyai sumber
daya manusia yang berkualitas. Otonomi daerah merupakan bagian dari sistem politik yang
di harapkan memberikan peluang bagi warga Negara untuk mampu mengembangkan daya
kreativitasnya. Dengan demikian otonomi daerah merupakan kebutuhan pada era globalisasi
dan reformasi. Dengan terbentuknya daerah otonom dan terjadinya penyerahan wewenang
dari pemerintah pusat kepada daerah otonom , tidak berarti bahwa daerah otonom terlepas
dari pengawasan pemerintah pusat. Pemerintah pusat tetap memiliki akses untuk melakukan
sendiri, mengelola dan mengoptimalkan sumber daya daerah. Adanya kebebasan untuk
berinisiatif merupakan suatu dasar pemberian otonomi daerah, karena dasar pemberian
otonomi daerah adalah dapat berbuat sesuai dengan kebutuhan setempat. Kebebasan yang
terbatas atau kemandirian tersebut adalah wujud kesempatan pemberian yang harus
dipertanggungjawabkan. Dengan demikian, hak dan kewajiban serta kebebasan bagi daerah
pengaturan pemerintahan di daerah seluruh wilayah Indonesia adalah pasal 18 UUD 1945,
yang antara lain menyatakan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-
daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas Kabupaten dan Kota, yang tiap-tiap
provinsi, Kabupaten, dan Kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan
undang-undang.
daerah lembaga yang berwenang dalam membentuk Undang- Undang adalah Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) untuk ditingkat pusat dan DPRD untuk ditingkat Provinsi,
Peraturan Daerah ( Perda) pada era otonomi daerah mempunyai posisi yang strategis,
hal ini mengingat bahwa pada dasarnya Perda memiliki fungsi kunci dalam rangka
penyelenggaraan otonomi daerah provinsi, kabupaten/ kota dan tugas pembantuan. Secara
yuridis, peraturan daerah (Perda) adalah instrument aturan yang secara sah diberikan kepada
hingga sekarang ini, telah berlaku beberapa undang- undang yang menjadi dasar hukum
instrument yuridisnya,
Kedudukan dan fungsi Perda berbeda antara yang satu dan lainnya sejalan dengan
sistem ketatanegaraan yang termuat dalam Undang- Undang Dasar/ Konstitusi dan UU
Pemerintahan Daerah. Perbedaan ini juga terjadi pada penataan materi muatan yang di
sebabkan karena luas sempitnya urusan yang ada pada pemerintah daerah. Demikian juga
Perda pun mengalami perubahan seiring dan perubahan pola hubungan antara pemerintah
pusat dengan pemerintah daerah. Setiap perancang Perda, terlebih dahulu harus mempelajari
Perundang- Undangan, peraturan pelaksanaan yang secara khusus mengatur tentang Perda.
Rancangan peraturan daerah dapat berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD), gubernur atau bupati/ walikota, apabila dalam satu kali masa sidang gubernur atau
bupati/ walikota dan DPRD menyampaikan rancangan Perda dengan materi yang sama, maka
yang dibahas adalah rancangan Perda yang disampaikan oleh DPRD, sedangkan rancangan
Perda oleh gubernur atau bupati/ walikota digunakan sebagai bahan persandingan. Program
Penyusunan Perda dilakukan dalam satu program legislasi daerah, sehingga diharapkan tidak
pembentukan Peraturan Daerah yang disusun secara berencana, terpadu dan sisematis. Secara
operasional, prolegda memuat daftar Rancangan Peraturan Daerah yang disusun berdasarkan
metode dan parameter teretentu sebagai bagian integral dari sistem peraturan perundang-
Perundang- Undangan, Pasal 7 ayat (1) menyebutkan jenis dan hierarki Peraturan Perundang-
d. Peraturan Pemerintah
e. Peraturan Presiden
peraturan perundang- undangan sesuai dengan hierarkinya, sehingga peraturan yang dibawah
Pemda 2014) yang menggantikan UU Nomor 32 Tahun 2004 membawa perubahan penting
terhadap fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), baik itu DPRD provinsi maupun
dan pengawasan kini berubah menjalankan fungsi pembentukan peraturan daerah (perda),
anggaran, dan pengawasan. Titik fokus perubahan penting itu terletak pada perubahan fungsi
Berdasarkan pasal 149 ayat (1) huruf a Undang-Undang No. 23 tahun 2014 tentang
b. anggaran; dan
c. pengawasan
Dari observasi Penulis, diketahui bahwa Prolegda Kota Pontianak, pada tahun 2014
target 27 Prolegda tercapai 10, pada tahun 2015 target 42 tercapai 16, pada tahun 2016 ,
DPRD Kota Pontianak menargetkan 39 Prolegda dan tercapai 11 Perda sehingga 28 Perda
penelitian lebih lanjut dan membahasnya dalam bentuk skripsi dengan judul
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah di kemukakan pada latar balakang masalah di atas, maka
yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah :“ Mengapa DPRD Kota Pontianak
Dalam Melaksanakan Fungsi Pembentukan Perda belum sesuai dengan target yang
ingin dicapai ?”
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan gambaran dan uraian yang dipaparkan dalam latar belakang masalah penelitian
di atas, maka penulis merumuskan tujuan penelitian adalah untuk mengetahui sebagai berikut
Perda DPRD Kota Pontianak berdasarkan pasal 149 Ayat (1) huruf a Undang-
belum sepenuhnya teralisasi dengan baik berdasarkan pasal 149 Ayat (1) huruf a
D. Manfaat Penelitian
1. Bersifat Teoritis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai informasi awal bagi peneliti
E. Kerangka Pemikiran
1. Tinjauan Pustaka
Istilah sistem pemerintahan berasal dari gabungan dua kata “sistem” dan
diseluruh dunia. Sistem parlementer lahir dan berkembang seiring dengan perjalanan
6
Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, cet. ke-5, Pusat Studi
Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 1983, hlm. 171.
7
Ibid.,
ketatanegaraan Inggris. Dalam sistem parlementer hubungan antara eksekutif dan badan
perwakilan sangat erat. Hal ini disebabkan adanya pertanggung jawaban para menteri
terhadap parlemen, maka setiap kabinet yang dibentuk harus memperoleh dukungan
kepercayaan dengan suara terbanyak dari parlemen yang berarti, bahwa setiap
kebijaksanaan pemerintah atau kabinet tidak boleh menyimpang dari apa yang
“badan eksekutif dan badan legislatif bergantung satu sama lain. Kabinet
sebagai bagian dari badan eksekutif yang “bertanggung jawab” diharapkan
mencerminkan kekuatan-kekuatan politik dalam badan legislatif yang
mendukungnya, dan mati-hidupnya kabinet tergantung pada dukungan
dalam badan legislatif (asas tanggung jawab menteri)”.8
(parliamnetary system), dan sistem pemerintahan campuran (mixed system atau hybrid
sebagai berikut :
8
Miriam Budiardjo, DasarDasar Ilmu Politik. Edisi Revisi, Cetakan Pertama, Gramedia, Jakarta, 2008, h. 297
7. Berlaku prinsip supremasi konstitusi, karena itu pemerintah eksekutif
bertanggung jawab kepada konstitusi .
8. Eksekutif bertanggung jawab langsung kepada rakyat yang berdaulat .
9. Kekuasaan tersebar secara tidak terpusat. 9
berikut.
Pada prinsipnya, konstitusi atau undang-undang dasar suatu negara antara lain
fungsi- fungsi pemerintahan yang bersifat legislatif, eksekutif, dan yudikatif yang lebih
dikenal sebagai Trias Politika. Trias Politika adalah anggapan bahwa kekuasaan negara
9
Jimly Asshiddiqie, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi. Buana Ilmu, Jakarta, 2007,
h. 316.
10
Saldi Isra, Pergeseran Fungsi Legislatif: Menguatnya model Legislasi Parlementer Dalam Sistem
Presidensiil Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta, 2010, h. 40
11
Saldi Isra, Ibid., hlm. 48
terdiri atas tiga macam kekuasaan: Pertama, kekuasaan legislatif atau kekuasaan
membuat undang-undang (dalam peristilahan baru sering disebut rule making function);
Menurut ajaran Trias Politica tersebut, kekuasaan negara itu harus dipisah-
pisahkan dan masing- masing dilakukan oleh organ tersendiri. Adanya pemisahan
kekuasaan tersebut dimaksudkan untuk mencegah agar supaya kekuasaan negara itu
tidak berada pada satu organ saja, sehingga dikhawatirkan dapat menimbulkan
Sunny Ismail mengemukakan kekuasaan dapat dilihat dalam 2 (dua) sisi sebagai
berikut :
“dalam arti material disebut separation of powers (pemisahan kekuasaan)
sedangkan yang dalam arti formal sebaiknya disebut division of powers (
pembagian kekuasaan )”.13
Menurut E. Utrecht dampak dari pemisahan tersebut adalah sebagai berikut.
12
Miriam Budiardjo, opcit, h. 281-282.
13
Sunny Ismail, Pergeseran Kekuasaan Eksekutif, Karya Nilam: Jakarta, 1963
pembagian tiga fungsi kekuasaan negara tidak dapat diterima secara
mutlak, karena badan negara juga dapat diberi lebih dari satu fungsi”.14
berikut
berikut :
“arti formal dan arti materiil. Pemerintahan dalam arti formal mengandung
kekuasaan mengatur ( Verordnungsgewalt ) dan
kekuasaan memutus ( Entscheidungsgewalt )
sedangkan pemerintahan dalam arti material berisi dua unsur memerintah
dan unsur melaksanakan ( das Element der Regierung und das der
Vollziehung )”.17
14
E.Utrech, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Cet. 4, 1960, h. 17-24
15
Hans Kelsen, General Theory Of Law and State, Russell & Russell, New York, 1961, diterjemahkan oleh
Raisul Muttaqien, Teori Umum Tentang Hukum Dan Negara, Cetakan I, Penerbit Nusamedia dan Penerbit
Nuansa, Bandung, September 2006, h. 276-277
16
C.S.T. Kansil, Christine S.T. Kansil Cet. 3 Ilmu Negara, Pradnya Paramita :Jakarta, 2007, h.115
17
A. Hamid S. Attamimi, Undang- Undang (Kaitan Norma Huku ketiganya), Jakarta :1981, h.182
Benyamin mengemukakan didalam pembentukan norma hukum adalah sebagai
berikut :
“norma- norma hukum publik itu dibentuk oleh lembaga- lembaga negara (
penguasa negara, wakil- wakil rakyat ) atau disebut juga supra struktur,
sehingga dalam hal ini terlihat jelas norma- norma hukum yang diciptakan oleh
lembaga- lembaga negara mempunyai kedudukan yang lebih tinggi daripada
norma hukum yang dibentuk oleh masyarakat atau disebut juga infra
struktur”.18
“Bahwa pelaksanaan kedaulatan rakyat ditentukan oleh Undang- Undang
Dasar 1945, maka Undang- Undang Dasar 1945 yang menentukan bagian-
bagian mana dari kedaulatan rakyat yang diserahkan pelaksanaannya kepada
badan/ lembaga yang keberadaan, wewenang, tugas, dan fungsinya ditentukan
oleh Undang- Undang Dasar 1945 itu serta bagian mana yang langsung
dilaksanakan oeh rakyat, artinya tidak diserahkan kepada badan/ lembaga
manapun melainkan langsung dilaksanakan oleh rakyat itu sendiri melalui
pemilu”.19
Soehino mengemukakan didalam pembentukan suatu undang- undang adalah
sebagai berikut.
18
Benyamin Akzin, Law, State and International Legal Order Essays in Honor of Kelsen, Knoxville, The
University of Tennesee Press, 1964, h. 3-5
19
Ibid.
20
Soehino, Ilmu Negara, Liberty : Yogyakarta, 1980, h. 156-160
21
Theo Huijbers, Filsafat Hukum dalam lintasan sejarah, Kanisius : Yogyakarta, 1982,h.91
Tujuan negara itu adalah untuk menegakkan hukum dan menjamin kebebasan
dari para warga negaranya, dalam pengertian bahwa kebebasan dalam batas- batas
perundang- undangan. Dalam hal ini, pembentukan perundang- undangan adalah menjadi
hak rakyat sendiri untuk membentuknya, sehingga undang- undang itu merupakan
Menurut Philipus M. Hadjon, makna kedudukan dari suatu lembaga Negara dapat
2. Kerangka Konsep
berarti organ, badan, atau lembaga, alat perlengkaan Negara yang menjalankan berbagai
kegiatan untuk mencapai tujuan Negara. Sedangkan pemerintahan adalah segala kegiatan
yang terorganisisr yang bersumber pada kedaulatan dan kemerdekaan, berlandaskan pada
dasar Negara itu demi terwujudnya tujuan Negara. Pengertian Pemerintahan Daerah
menurut Pasal 1 angka 1 Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan
urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah
menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas- luasnya
22
Philipus M.Hadjon, Lembaga Tertinggi dan lembaga- lembaga Tinggi Negara Menurut UUD 1945, Bina
Ilmu : Surabaya, 1992
dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana di maksud
kegiatan dan sebagainya yang memerintah atau pemerintahan merupakan suatu perbuatan
memerintah yang tidak terlepas dari sebuah sistem, karena sistem dan pemerintahan akan
Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat
Dalam pasal 1 angka 6 Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban
daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan
adalah penyerahan urusan Pemerintahan oleh Pemerintah Pusat kepada daerah otonom
gubernur dan bupati/ waliKota sebagai penanggung jawab urusan pemerintahan umum.
kewenangan Pemerintah Pusat atau dari Pemerintah Daerah Provinsi kepada Daerah
Peraturan Daerah Kabupaten/ Kota adalah peraturan yang dibentuk oleh Bupati
atau waliKota bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/ Kota,
Kabupaten/ Kota, yaitu Bupati atau WaliKota dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten/ Kota.
F. Hipotesis
Dari uraian masalah yang sudah dipaparkan oleh penulis di atas, maka hipotesis
sebagai jawaban sementara atas masalah penelitian yang masih perlu dibuktikan
kebenarannya dalam penelitian skripsi ini yaitu: “Bahwa DPRD Kota Pontianak Dalam
baik ”.
G. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan penelitian hukum empiris, yaitu
dengan mengungkapkan data dari hasil penelitian di lapangan dengan menganalisis data
Jenis pendekatan yang dilakukan oleh penulis adalah pendekatan deskriptif analitis,
yaitu menggambarkan keadaan dari objek penelitian, kemudian menganalisis data dan
fakta yang didapatkan. analitis data yang dipergunakan adalah pendekatan kualitatif
“Deskriptif tersebut, meliputi isi dan struktur hukum positif, yaitu suatu kegiatan
yang dilakukan oleh penulis untuk menentukan isi atau makna aturan hukum
yang dijadikan rujukan dalam menyelesaikan permasalahan hukum yang menjadi
objek kajian”23
3. Bentuk Penelitian
Yaitu penelitian yang dilakukan di lapangan, yaitu penelitian langsung pada sumber
Merupakan suatu penelitian yang dilakukan oleh penulis dengan berpegang pada
4. Sumber Data
a. Data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari sumbernya, baik melalui
wawancara, observasi maupun laporan dalam bentuk dokumen tidak resmi yang
23
Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta,2014, h. 107
b. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari dokumen-dokumen resmi, buku-
buku yang berhubungan dengan objek penelitian, hasil penelitian dalam bentuk
melakukan kegiatan tanya jawab secara langsung dengan responden. Dalam kegiatan
6. Analisis Data
Dalam menganalisis data, penulis menggunakan analisis kualitatif, yaitu analisis data
yang dilakukan dalam suatu penelitian yang sifatnya eksploratif dan deskriptif dan
a. Populasi
:“Populasi atau univers adalah seluruh obyek atau seluruh individu atau
seluruh gejala atau seluruh kejadian atau seluruh unit yang akan di teliti.”24
24
Ronny Hanitijo Soemitro, Metodelogi Penelitian Hukum, Ghalamania Indonesia, Jakarta, 1999,h. 144.
Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah
3. Masyarakat.
b. Sampel
Sampel adalah merupakan bagian dari populasi yang menjadi sumber data yang ada
dalam penelitian ini. Besar sampel yang hendak diambil dalam penelitian yang
“Pada Prinspinya tidak ada peraturan yang ketat untuk secara mutlak
menentukan berapa persen sampel tersebut harus diambil dari populasinya,
namun pada umumnya orang berpendapat bahwa sampel yang berlebihan itu
adalah lebih baik daripada kekurangan sampel ( over sampling is Always
Better That Under Sampling ). Biasanya orang menentukan besar kecilnya
sampel itu atas pertimbangan- pertimbangan yang praktis saja, misanya
mengenai faktor pembimbing atau sponsor, besar biaya pengeluaran,
kesempatan dan limit waktu yang diberikan, kemampuan fisik serta
kemampuan intelektual diri peneliti sendiri serta fenomena social yang akan
digarap dan lain- lain .”25
3. 5 orang Masyarakat
25
Roni Hanitijo Soemitro, ibid, h. 17.