Virginia Kaligis HE
Virginia Kaligis HE
Abortus
Oleh:
Virginia Kaligis
16014101121
Supervisor Pembimbing:
dr. Maya E. Mewengkang, SpOG
ResidenPembimbing
dr. Marsellus Panggono
PERIODE KKM:
03 April – 11 Juni 2017
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian Abortus
Menurut Dorland, abortus adalah janin yang dikeluarkan dengan
berat kurang dari 500 gram atau memiliki usia gestasional kurang dari 20
minggu pada waktu dikeluarkan dari uterus sehingga tidak memiliki angka
harapan untuk hidup.6
Sedangkan menurut Prawirohardjo, abortus adalah ancaman atau
pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan.
Sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin
kurang dari 500 gram.2
2. Epidemiologi
Pada kehamilan rahim ibu teregang oleh adanya janin. Bila terlalu
sering melahirkan, rahim akan semakin lemah. Bila ibu telah
melahirkan 4 anak atau lebih, maka perlu diwaspadai adanya gangguan
pada waktu kehamilan, persalinan, dan nifas. Risiko abortus spontan
meningkat seiring dengan paritas ibu.9
d. Jarak Kehamilan
Bila jarak kelahiran dengan anak sebelumnya kuran dari dua tahun,
rahim dan kesehatan ibu belum pulih dengan baik. Kehamilan dalam
keadaan ini perlu diwaspadai karena ada kemungkinan pertumbuhan
janin kurang baik, mengalami persalinan yang lama, atau perdarahan
(abortus). Insiden abortus meningkat pada wanita yang hamil dalam
tiga bulan setelah melahirkan aterm.9
f. Pendidikan
Martadisoebrata dalam Wahyuni, menyatakan bahwa pendidikan
sangat dibutuhkan manusia untuk pengembangan diri dan
meningkatkan kematangan intelektual seseorang. Kematangan
intelektual akan berpengaruh pada wawasan dan cara berfikir baik
dalam tindakan dan pengambilan keputusan maupun dalam membuat
kebijaksanaan dalam menggunakan pelayanan kesehatan. Pendidikan
yang rendah membuat seseorang acuh tak acuh terhadap program
kesehatan sehingga mereka tidak mengenal bahaya yang mungkin
terjadi, meskipun sarana kesehatan telah tersedia namun belum tentu
mereka mau menggunakannya.10
g. Penyakit Infeksi
Riwayat penyakit ibu seperti pneumoni, typhus abdominalis,
pielonefritis, malaria dan lain-lain dapat menyebabkan abortus. Begitu
pula dengan penyakit-penyakit infeksi lain juga memperbesar peluang
terjadinya abortus. Selain itu kemungkingan penyebab terjadinya
abortus adalah infeksi pada alat genitalia. Tapi bisa juga dipengaruhi
oleh faktor-faktor lain. Infeksi vagina pada kehamilan sangat
berhubungan dengan terjadinya abortus atau partus sebelum waktunya.
Sebanyak 2% peristiwa abortus disebabkan oleh adanya penyakit
sistemik maternal (systemic lupus erythematosus) dan sistemik
maternal tertentu lainnya.11
h. Alkohol
i. Merokok
Wanita yang merokok diketahui lebih sering mengalami abortus
spontan daripada wanita yang tidak merokok. Kemungkinan bahwa
risiko abortus spontan pada perokok, disebabkan wanita tersebut juga
minum alkohol saat hamil.9
Baba dkk, menyatakan bahwa kebiasaan gaya hidup termasuk
status merokok pada ibu dan suaminya berpengaruh terhadap kejadian
abortus. Merokok 1-19 batang perhari dan ≥ 20 batang perhari
memiliki efek pada ibu mengalami abortus spontan yang lebih awal.12
5. Etiologi
Penyebab abortus merupakan gabungan dari beberapa faktor.
Umumnya abortus didahului oleh kematian janin. Menurut Sastrawinata,
dkk, penyebab abortus antara lain:
a. Faktor Janin
6. Gejala Klinis
a. Abortus Iminens
b. Abortus Insipiens
Penderita akan merasa mulas karena kontraksi yang sering dan
kuat, perdarahannya bertambah sesuai dengan pembukaan serviks
uterus dan usia kehamilan. Besar uterus masih sesuai dengan usia
kehamilan dengan tes urin kehamilan masih positif. Pada pemeriksaan
USG akan didapati pembesaran uterus yang masih sesuai dengan usia
kehamilan, gerak janin dan gerak jantung masih jelas walau mungkin
sudah mulai tidak normal, biasanya terlihat penipisan serviks uterus
atau pembukaannya. Perhatikan pula ada tidaknya pelepasan plasenta
dari dinding uterus.2
c. Abortus Kompletus
d. Abortus Inkompletus
Sebagian jaringan hasil konsepsi masih tertinggal di dalam uterus
dimana pada pemeriksaan vagina, kanalis servikalis masih terbuka dan
teraba jaringan dalam kavum uteri atau menonjol pada ostium uteri
eksternum. Perdarahan biasanya masih terjadi jumlahnya pun bisa
banyak atau sedikit bergantung pada jaringan yang tersisa, yang
menyebabkan sebagian placental site masih terbuka sehingga
perdarahan berjalan terus. Pasien dapat jatuh dalam keadaan anemia
atau syok hemoragik sebelum sisa jaringan konsepsi dikeluarkan.2
e. Missed Abortion
Penderita missed abortion biasanya tidak merasakan keluhan apa
pun kecuali merasakan pertumbuhan kehamilannya tidak seperti yang
diharapkan. Bila kehamilan di atas 14 minggu sampai 20 minggu
penderita justru merasakan rahimnya semakin mengecil dengan tanda-
tanda kehamilan sekunder pada payudara mulai menghilang.
Kadangkala missed abortion juga diawali dengan abortus iminens yang
kemudian merasa sembuh, tetapi pertumbuhan janin terhenti. Pada
pemeriksaan tes urin kehamilan biasanya negatif setelah satu minggu
dari terhentinya pertumbuhan kehamilan.Pada pemeriksaan USG akan
didapatkan uterus yang mengecil, kantong gestasi yang mengecil, dan
bentuknya tidak beraturan disertai gambaran fetus yang tidak ada
tanda-tanda kehidupan. Bila missed abortion berlangsung lebih dari 4
minggu harus diperhatikan kemungkinan terjadinya gangguan
penjedalan darah oleh karena hipofibrinogenemia sehingga perlu
diperiksa koagulasi sebelum tindakan evakuasi dan kuretase.2
f. Abortus Infeksiosus, Abortus Septik
Gejala dan tanda pasien dengan abortus infeskiosus adalah panas
tinggi, tampak sakit dan lelah, takikardia, perdarahan pervaginam yang
berbau, uterus yang membesar dan lembut, serta nyeri tekan. Pada
laboratorium didapatkan tanda infeksi dengan leukositosis. Bila sampai
terjadi sepsis dan syok, penderita akan tampak lelah, panas tinggi,
menggigil, dan tekanan darah menurun.2
g. Blighted Ovum
Pada pemeriksaan USG didapatkan kantong gestasi tidak
berkembang atau pada diameter 2,5 cm yang tidak disertai adanya
gambaran mudigah. Untuk itu, bila pada saat USG pertama kita
mendapatkan gambaran seperti ini perlu dilakukan evaluasi USG 2
minggu kemudian. Bila tetap tidak dijumpai struktur mudigah atau
kantung kuning telur dan diameter kantong gestasi sudah mencapai 25
mm maka dapat dinyatakan sebagai kehamilan anembrionik.2
7. Diagnosis
a. Klinis
Dapatkan anamnesis lengkap dan lakukan pemeriksaan fisik umum
(termasuk panggul) pada setiap pasien untuk menentukan
kemungkinan diperlukannya pemeriksaan laboratorium tertentu atau
pemeriksaan lainnya untuk mendeteksi adanya penyakit atau status
defisiensi.
Secara klasik, gejala-gejala abortus adalah kontraksi uterus
(dengan atau tanpa nyeri suprapubik) dan perdarahan vagina pada
kehamilan dengan janin yang belum viabel.
b. Pemeriksaan Laboratorium
Pada banyak kasus, pemeriksaan serum untuk kehamilan sangat
berguna. Pemeriksaan laboratorium paling sedikit harus meliputi
biakan dan uji kepekaan mukosa serviks atau darah (untuk
mengidentifikasi patogen pada infeksi) dan pemeriksaan darah
lengkap. Pada beberapa kasus, penentuan kadar progesteron
berguna untuk mendeteksi kegagalan korpus luteum. Jika terdapat
perdarahan, perlu dilakukan pemeriksaan golongan darah dan
pencocokan silang serta panel koagulasi. Analisis genetik bahan
abortus dapat menentukan adanya kelainan kromosom sebagai
etiologi abortus.11
8. Diagnosis Banding
Kehamilan ektopik dibedakan dari abortus spontan dengan adanya tanda
dan gejala berupa nyeri pelvis unilateral atau nyeri pada massa adneksa.
Dismenorea membranosa mungkin sangat mirip dengan abortus spontan,
tetapi tidak ada desidua dan vili pada silinder endometrium dan uji
kehamilan (bahkan dena RIA) negatif. Hiperestrogenisme dapat
menyebabkan endometrium berproliferasi hebat dengan gejala kram dan
perdarahan. Molahidatidosa biasanya berakhir dengan abortus (<5 bulan)
tetapi ditandai dengan kadar hCG yang sangat tinggi dan tidak adanya
janin. Mioma pedunkulata atau neoplasma serviks juga dapat dikacaukan
dengan abortus spontan.11
9. Komplikasi
Komplikasi yang berbahaya pada abortus ialah perdarahan, perforasi,
infeksi, dan syok.
a. Perdarahan
Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa
hasil konsepsi dan jika perlu pemberian transfusi darah. Kematian
karena perdarahan dapat terjadi apabila pertolongan tidak diberikan
pada waktunya.
b. Perforasi
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam
posisi hiperretrofleksi. Jika terjadi peristiwa ini, penderita perlu
diamati dengan teliti. Jika ada tanda bahaya, perlu segera dilakukan
laparatomi, dan tergantung dari luas dan bentuk perforasi
dikerjakanlah penjahitan luka perforasi atau histerektomi. Perforasi
uterus pada abortus yang dikerjakan oleh orang awam menimbulkan
persoalan gawat karena perlukaan uterus biasanya luas; mungkin pula
terjadi perlukaan pada kandung kemih dan usus. Dengan adanya
dugaan atau kepastian terjadinya perforasi, laparatomi harus segera
dilakukan untuk menentukan luasnya perlukaan pada uterus dan
apakah ada perlukaan pada alat-alat lain, untuk selanjutnya mengambil
tindakan-tindakan seperlunya guna mengatasi keadaan.
c. Infeksi
d. Syok
Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik)
dan karena infeksi berat (syok endoseptik).2
10. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan abortus berupa:
a. Memperbaiki keadaan umum. Bila perdarahan banyak, berikan
transfusi darah dan cairan yang cukup.
b. Pemberian antibiotika yang cukup tepat yaitu suntikan penisilan 1 juta
satuan tiap 6 jam , suntikan streptomisin 500 mg setiap 12 jam atau
antibiotika spektrum luas lainnya.
c. 24 sampai 48 jam setelah dilindungi dengan antibiotika atau lebih
cepat bila terjadi perdarahan yang banyak, lakukan dilatasi dan
kuretase untuk mengeluarkan hasil konsepsi.
d. Pemberian infus dan antibiotika diteruskan menurut kebutuhan dan
kemajuan penderita.
11. Pencegahan
a. Vitamin, diduga mengonsumsi vitamin sebelum atau selama awal
kehamilan dapat mengurangi risiko keguguran, namun dari 28
percobaan yang dilakukan ternyata hal tersebut tidak terbukti.15
b. Antenatal Care (ANC), disebut juga prenatal care, merupakan
intervensi lengkap pada wanita hamil yang bertujuan untuk mencegah
atau mengidentifikasi dan mengobati kondisi yang mengancam
kesehatan fetus/bayi baru lahir dan/atau ibu, dan membantu wanita
dalam menghadapi kehamilan dan kelahiran sebagai pengalaman yang
menyenangkan. Penelitian observasional menunjukkan bahwa ANC
mencegah masalah kesehatan pada ibu dan bayi. Pada suatu penelitian
menunjukkan, kurangnya kunjungan rutin ibu hamil dengan risiko
rendah tidak meningkatkan risiko komplikasi kehamilan namun hanya
menurunkan kepuasan pasien. Perdarahan pada kehamilan disebabkan
oleh banyak faktor yang dapat diidentifikasi dari riwayat kehamilan
terdahulu melalui konseling dan anamnesis. Pada penelitian Herbst,
dkk, ibu hamil yang tidak melakukan ANC memiliki risiko dua kali
lipat untuk mengalami risiko kehamilan prematur.15
c. Status gizi. Edukasi mengenai status gizi sangat penting bagi ibu
hamil, karena status gizi sangat berperan dalam terjadinya abortus. Ibu
hamil dengan gizi buruk berisiko tinggi dalam terjadinya abortus,
begitu pula dengan ibu hamil yang memiliki status gizi obes.
d. Sex education, berperan penting dalam mencegah abortus provokatus.
Pendidikan seksual yang tepat kepada para remaja usia reproduktif
dapat mencegah para remaja dalam perilaku sex bebas di luar nikah
yang dapat menyebabkan terjadinya kehamilan di luar nikah.
Kehamilan di luar nikah sering kali merupakan kehamilan yang tidak
diinginkan yang dapat berujung pada abortus provokatus. Abortus
provokatus sendiri dapat memberikan berbagai komplikasi seperti
perdarahan, infeksi, sepsis, perforasi, peritonitis, bahkan kematian.
e. Jangan merokok dan minum alkohol selama hamil karena dapat
menyebabkan terjadinya abortus.
DAFTAR PUSTAKA