Anda di halaman 1dari 16

KIMIA ANALISIS AIR, MAKANAN DAN MINUMAN

“PROTEIN”

1. Pengertian Protein
Protein (protos yang berarti ”paling utama”) adalah senyawa organik
kompleks yang mempunyai bobot molekul tinggi yang merupakan polimer dari
monomer-monomer asam amino yang dihubungkan satu sama lain dengan ikatan
peptida.
Protein merupakan zat gizi yang sangat penting, karena yang paling erat
hubungannya dengan proses-proses kehidupan. Nama protein berasal dari bahasa
Yunani (Greek) proteus yang berarti “yang pertama ”atau “yang terpenting”. Seorang
ahli kimia Belanda yang bernama Mulder, mengisolasi susunan tubuh yang
mengandung nitrogen dan menamakannya protein, terdiri dari satuan dasarnya yaitu
asam amino (biasa disebut juga unit pembangun protein) (Suhardjo dan Clara, 1992).
Dalam proses pencernaan, protein akan dipecah menjadi satuansatuan dasar
kimia. Protein terbentuk dari unsur-unsur organik yang hampir sama dengan
karbohidrat dan lemak yaitu terdiri dari unsur karbon (C), hidrogen (H), dan oksigen
(O), akan tetapi ditambah dengan unsur lain yaitu nitrogen (N). Molekul protein
mengandung pula fosfor, belerang, dan ada jenis protein yang mengandung unsur
logam seperti besi dan tembaga.
Asam amino merupakan unit pembangun Protein yang dihubungkan melalui
ikatan peptida pada setiap ujungnya. Protein tersusun dari atom C, H, O, dan N, serta
kadang-kadang P dan S. Dari keseluruhan Asam amino yang terdapat di alam hanya
20 Asam amino yang yang biasa dijumpai pada protein. Tidak semua Asam amino
terdapat di dalam molekul Protein, karena memiliki tugas lain. Sama halnya dengan
proses metabolisme pada komponen lain, pada metabolisme Protein dan Asam amino
juga terjadi anabolisme dan katabolisme yang juga membutuhkan peranan enzim.
2. Fungsi Protein
Adapun fungsi bagi tubuh protein yang terkandung dalam makanan sebagai berikut :
a. Sebagai zat pembangun dalam tubuh
b. Sebagai penyokong berbagai aktivitas organ tubuh dan metabolisme
c. Mengatur metabolisme dalam tubuh
d. Menjaga keseimbangan antara asam basa dan keseimbangan cairan dalam tubuh
(ph cairan tubuh)
e. Merupakan bahan dalam sintetis substansi seperti halnya hormon, zat, antibodi
dan organel sel lainnya
f. Membantu proses pertumbuhan pada anak-anak
g. Membantu kerja tubuh dalam menetralkan atau menghancurkan zat-zat asing
yang masuk kedalam tubuh
h. Sebagai pengatur pergerakan

3. Hubungan Asam Amino dan Protein


Molekul protein tersusun dari satuan-satuan dasar kimia yaitu asam amino.
Dalam molekul protein, asam-asam amino ini saling berhubunghubungan dengan
suatu ikatan yang disebut ikatan peptida (CONH). Satu molekul protein dapat terdiri
dari 12 sampai 18 macam asam amino dan dapat mencapai jumlah ratusan asam
amino (Suhardjo dan Clara, 1992).
Asam amino merupakan unit pembangun Protein yang dihubungkan melalui
ikatan peptida pada setiap ujungnya. Protein tersusun dari atom C, H, O, dan N, serta
kadang-kadang P dan S. Dari keseluruhan Asam amino yang terdapat di alam hanya
20 Asam amino yang yang biasa dijumpai pada protein. Tidak semua Asam amino
terdapat di dalam molekul Protein, karena memiliki tugas lain. Sama halnya dengan
proses metabolisme pada komponen lain, pada metabolisme Protein dan Asam amino
juga terjadi anabolisme dan katabolisme yang juga membutuhkan peranan enzim.
Nama asam amino menunjukkan bahwa senyawa ini mempunyai dua gugus
fungsi yaitu gugus karboksil yang bersifat asam dan gugus amino yang bersifat basa.
Asam-asam amino yang terdapat dalam protein adalah asam α-aminokarboksilat.

Asam amino tersederhana adalah asam amioasetat (H2NCH2CO2H) yang


disebut glisina (glycine). Glycine tidak memiliki rantai samping sehingga tidak
mengandung satu karbon kiral. Asam amino lain memiliki rantai samping, sehingga
karbon α-nya bersifat kiral.
4. Ciri-Ciri Molekul Protein
Beberapa ciri molekul protein antara lain:
a. Berat molekulnya besar, hingga mencapai ribuan bahkan jutaan sehingga
merupakan suatu makromolekul.
b. Umumnya terdiri dari 20 macam asam amino, asam amino tersebut berikatan
secara kovalen satu dengan yang lainnya dalam variasi urutan yang bermacam-
macam membentuk suatu rantai polipeptida.
c. Ada ikatan kimia lainnya: ikatan kimia lainnya mengakibatkan terbentuknya
lengkunganlengkungan rantai polipeptida menjadi struktur tiga dimensi protein,
sebagai contohnya yaitu ikatan hidrogen dan ikatan ion.
d. Struktur tidak stabil terhadap beberapa faktor, antara lain, pH, radiasi, temperatur,
dan pelarut organik.

5. Klasifikasi Protein
a. Berdasarkan Fungsi Biologisnya
1) Protein enzim
Golongan protein ini berperan pada biokatalisator dan pada umumnya
mempunyai bentuk globular. Protein enzim ini mempunyai sifat yang khas,
karena hanya bekerja pada substrat tertentu. Yang termasuk golongan ini
antara lain:
 Peroksidase yang mengkatalase peruraian hydrogen peroksida.
 Pepsin yang mengkatalisa pemutusan ikatan peptida.
 Polinukleotidase yang mengkatalisa hidrolisa polinukleotida.

2) Protein pengangkut
Protein pengangkut mempunyai kemampuan membawa ion atau
molekul tertentu dari satu organ ke organ lain melalui aliran darah. Yang
termasuk golongan ini antara lain:
 Hemoglobin pengangkut oksigen.
 Lipoprotein pengangkut lipid.

3) Protein structural
Peranan protein struktural adalah sebagai pembentuk structural sel
jaringan dan memberi kekuatan pada jaringan. Yang termasuk golongan ini
adalah elastin, fibrin, dan keratin.

4) Protein hormone
Adalah hormon yang dihasilkan oleh kelenjar endokrin membantu
mengatur aktifitas metabolisme didalam tubuh.
5) Protein pelindung
Protein pada umumnya terdapat pada darah, melindungi organisme
dengan cara melawan serangan zat asing yang masuk dalam tubuh.

6) Protein kontraktil
Golongan ini berperan dalam proses gerak, member kemampuan pada
sel untuk berkontraksi atau mengubah bentuk. Yang termasuk golongan ini
adalah miosin dan aktin.

7) Protein cadangan
Protein cadangan atau protein simpanan adalah protein yang disimpan
dan dicadangan untuk beberapa proses metabolisme.

b. Berdasarkan Struktur Susunan Molekul


1) Protein fibriler/skleroprotein
Protein ini berbentuk serabut, tidak larut dalam pelarut-pelarut encer,
baik larutan garam, asam, basa, ataupun alkohol. Berat molekulnya yang besar
belum dapat ditentukan dengan pasti dan sukar dimurnikan. Susunan
molekulnya terdiri dari rantai molekul yang panjang sejajar dengan rantai
utama, tidak membentuk kristal dan bila rantai ditarik memanjang, dapat
kembali pada keadaan semula. Kegunaan protein ini terutama hanya untuk
membentuk struktur bahan dan jaringan. Contoh protein fibriler adalah
kolagen yang terdapat pada tulang rawan, miosin pada otot, keratin pada
rambut, dan fibrin pada gumpalan darah (Winarno, 2004).

2) Protein globuler/sferoprotein
Protein ini berbentuk bola, banyak terdapat pada bahan pangan seperti
susu, telur, dan daging. Protein ini larut dalam larutan garam dan asam encer,
juga lebih mudah berubah dibawah pengaruh suhu, konsentrasi garam, pelarut
asam, dan basa jika dibandingkan dengan protein fibriler. Protein ini mudah
terdenaurasi, yaitu susunan molekulnya berubah yang diikuti dengan
perubahan sifat fisik dan fisiologiknya seperti yang dialami oleh enzim dan
hormon (Winarno, 2004).
c. Berdasarkan Komponen Penyusunan
1) Protein sederhana
Protein sederhana tersusun oleh asam amino saja, oleh karena itu pada
hidrolisisnya hanya diperoleh asam-asam amino penyusunnya saja. Contoh
protein ini antara lain, albumin, globulin, histon, dan prolamin.
2) Protein majemuk
Protein ini tersusun oleh protein sederhana dan zat lain yang bukan protein.
Zat lain yang bukan protein disebut radikal protestik. Yang termasuk dalam
protein ini adalah:
 Phosprotein dengan radikal prostetik asam phostat.
 Nukleoprotein dengan radikal prostetik asam nukleat.
 Mukoprotein dengan radikal prostetik karbohidrat.

d. Berdasarkan Asam Amino Penyusunnya


1) Protein yang tersusun oleh asam amino esensial
Asam amino esensial adalah asam amino yang dibutuhkan oleh tubuh,
tetapi tubuh tidak dapat mensintesanya sendiri sehingga harus didapat atau
diperoleh dari protein makanan. Ada 10 jenis asam esensial yaitu isoleusin
(ile), leusin (leu), lisin (lys), metionin (met), sistein (cys), valin (val), triptifan
(tryp), tirosina (tyr), fenilalanina (phe), dan treonina (tre).

2) Protein yang tersusun oleh asam amino non esensial


Asam amino non esensial adalah asam amino yang bibutuhkan oleh
tubuh dan tubuh dapat mensintesa sendiri melalui reaksi aminasi reduktif asam
keton atau melaui transaminasi. Yang termasuk dalam protein ini adalah
alanin, aspartat, glutamat, glutamine (Tejasari, 2005).

e. Berdasarkan Sumbernya
1) Protein hewani
Yaitu protein dalam bahan makanan yang berasal dari hewan, seperti
protein daging, ikan, ayam, telur, dan susu.

2) Protein nabati
Yaitu protein yang berasal dari bahan makanan tumbuhan, seperti
protein jagung, kacang panjang, gandum, kedelai, dan sayuran (Safro, 1990).
f. Berdasarkan Tingkat Degradasi
1) Protein alami adalah protein dalam keadaan seperti protein dalam sel.

2) Turunan protein yang merupakan hasil degradasi protein pada tingkat


permulaan denaturasi. Dapat dibedakan sebagai protein turunan primer
(protean, metaprotein) dan protein turunan sekunder (proteosa, pepton, dan
peptida) (Winarno, 2004).

6. Sifat-sifat Fisikomia Asam Amino dan Protein


Sifat fisikomia setiap protein tidak sama, tergantung pada jumlah dan jenis
asam aminonya. Berat molekul protein sangat besar sehingga bila protein dilarutkan
dalam air akan membentuk suatu dispersi koloidal. Protein ada yang larut dalam air,
ada pula yang tidak larut dalam air, tetapi semua protein tidak larut dalam pelarut
lemak, misalnya etil eter. Adanya gugus amino dan karboksil bebas pada ujung-ujung
rantai molekul protein, menyebabkan protein mempunyai banyak muatan
(polielektrolit) dan bersifat amfoter (dapat bereaksi dengan asam maupun dengan
basa) (Winarno, 2004).

7. Struktur Protein
Struktur asam amino dapat dibagi menjadi beberapa bentuk yaitu struktur
primer, sekunder, tersier, dan kuartener.
a. Struktur primer
Susunan linier asam amino dalam protein merupakan struktur primer.
Susunan tersebut merupakan suatu rangkain unik dari asam amino yang
menentukan sifat dasar dari berbagai protein, dan secara umum menentukan
bentuk struktur sekunder dan tersier.
Bila protein mengandung banyak asam amino dan gugus hidrofobik,
daya kelarutannya dalam air kurang baik dibandingkan dengan protein yang
banyak mengandung asam amino dengan gugus hidrofil.

b. Struktur sekunder
Struktur sekunder adalah struktur protein yang merupakan polipeptida
terlipat-lipat, berbentuk tiga dimensi dengan cabangcabang rantai polipeptidanya
tersusun saling berdekatan. Contoh bahan yang mempunyai struktur ini ialah
bentuk α-heliks pada wol, bentuk lipatan-lipatan (wiru) pada molekul-molekul
sutera, serta bentuk heliks pada kolagen.

c. Struktur tersier
Bentuk penyusunan bagian terbesar rantai cabang disebut struktur tersier,
yaitu susunan dari struktur sekunder yang satu dengan struktur sekunder bentuk
lain. Contohnya adalah beberapa protein yang mempunyai bentuk α-heliks dan
bagian yang tidak berbentuk α-heliks. Biasanya bentuk-bentuk sekunder ini
dihubungkan dengan ikatan hidrogen, ikatan garam, interaksi hidrofobik, dan
ikatan disulfida.
d. Struktur kuartener
Struktur ini melibatkan beberapa polipeptida dalam membentuk suatu
protein. Ikatan-ikatan yang terjadi sampai terbentuknyaa protein sama dengan
ikatan-ikatan yang terjadi pada struktur tersier (Winarno, 2004).
8. Cara Analisis Kadar Protein dalam Pangan
Analisis protein dapat dilakukan dengan dua cara:
a. Analisis Protein Kualitatif
1) Reaksi warna
Reaksi warna ini berdasarkan adanya ikatan peptid, maupun adanya sifat-
sifat dari asam amino yang dikandungnya.
a) Reaksi biuret
Reaksi ini merupakan tes umum yang baik terhadap protein,
dilakukan dengan cara menambahkan larutan protein dengan beberapa
tetes CuSO4 encer dan beberapa ml NaOH. Reaksi positif dengan warna
ungu, terjadi karena adanya kompleks senyawa yang terjadi antara Cu
dengan N dari molekul ikatan peptida.

b) Reaksi ninhidrin
Larutan protein ditambah dengan beberapa tetes larutan ninhidrin
kemudian dipanaskan beberapa saat dan didiamkan hingga dingin, hasil
positif apabila terbentuk warna biru

c) Reaksi Molish
Reaksi positif menunjukkan adanya gugus karbohidrat pada
protein. Tes ini dilakukan dengan cara, larutan protein ditambah dengan
beberapa tetes alpha naftol, dikocok perlahan selama 5 detik, miringkan
tabung dan ditambahkan H2SO4 melalui dinding tabung, kemudian
tegakkan kembali tabung. Hasil positif bila terlihat adanya cincin
diperbatasan kedua cairan.

d) Reaksi millon
Dilakukan dengan cara menambahkan larutan protein dengan
beberapa tetes reagen millon diaduk sampai adanya endapan putih
kemudian dipanaskan hati-hati dan ditambahkan NaNO3 setelah dingin.
Hasil positif ditandai dengan terjadinya warna merah pada larutan
tersebut.

b. Analisis protein kuantitif


1) Cara Kjeldahl
Metode ini merupakan metode yang sederhana untuk penetapan
nitrogen total pada asam amino, protein, dan senyawa yang mengandung
nitrogen. Sampel didekstruksi dengan asam sulfat dan dikatalisis dengan
katalisator yang sesuai sehingga akan menghasilkan ammonium sulfat.
Setelah ditambah dengan alkali kuat, ammonia yang terbentuk didestilasi
uap secara kuantitatif kedalam larutan penyerap dan selanjtnya ditetapkan
secara titrasi. Metode ini cocok digunakan secara semi mikro, sebab
hanya memerlukan jumlah sampel dan pereaksi yang sedikit serta waktu
analisis yang pendek.
Metode kjeldahl cocok untuk menetapkan kadar protein yang
tidak terlarut atau protein yang sudah mengalami koagulasi akibat proses
pemanasan maupun proses pengolahan lain yang biasa dilakukan pada
makanan.
Secara umum metode kjeldahl ada tiga tahap kerja yaitu tahap
destruksi, tahap destilasi, dan tahap titrasi.
a) Tahap Destruksi
Pada tahap ini, sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat
sehingga terjadi destruksi menjadi unsur-unsurnya. Elemen karbon
(C) dan hydrogen (H) teroksidasi menjadi karbon monoksida (CO),
karbon dioksida (CO2) dan H2O. Elemen nitrogen (N) akan berubah
menjadi ammonium sulfat atau (NH4)2SO4. Banyaknya asam sulfat
yang digunakan untuk destruksi diperhitungkan terhadap kandungan
protein, karbohidrat, dan lemak.
Untuk mempercepat destruksi maka ditambahakan katalisator
natrium sulfat (Na2SO4) dan merkuri oksida. Protein yang kaya asam
amino histidin dan triptofan umumnya memerlukan waktu yang lebih
lama dan lebih sukar untuk destruksinya. Selain katalisator yang
disebutkan sebgaimana diatas, kadang-kadang juga ditambahakan
selenium selain dapat meningkatkan titik didih juga mampu
mengadakan perubahan valensi dari tinggi ke rendah atau sebaliknya.
Reaksi yang terjadi pada tahap destruksi adalah sebagai berikut:

HgO + K2SO4 pekat HgSO4 + H2O + K2SO4


2 HgSO4 HgSO4 + SO2 + 2On
Hg2SO4 + 2 H2SO4 pekat 2 HgSO4 + 2H2O + SO2
CHON (dari sampel) + On + H2SO4 pekat CO2 + H2O +
(NH4)2SO4
CO2 + H2O + SO2 + NaOH Na2CO3 + Na2SO4

Amonium sulfat yang terbentuk dapat mengadakan reaksi


dengan HgO membentuk senyawa kompleks. Apabila dalam destruksi
menggunakan HgO sebagai katalisator, maka sebelumnya tahap
destilasi harus ditambah dengan kalium sulfide atau thiosulfat untuk
mengedapkan HgO yang tersisa sehingga senyawa kompleks merkuri-
amonia pecah menjadi ammonium sulfat. Penggunaan selenium lebih
reaktif dibandingkan dengan kupri sulfat atau merkuri oksida akan
tetapi mempunyai kelemahan, yakni karena terlalu cepatnya proses
oksidasi maka nitrogennya kemingkinan ikut hilang.
b) Tahap Destilasi
Pada tahap destilasi, ammonium sulfat di pecah menjadi
ammonia (NH4) dengan penambahan NaOH sampai alkalis dan
dipanaskan. Supaya destilasi tidak menimbulkan superheating atau
percikan cairan atau timbulnya gelembung gas yang besar, maka
ditambah dengan loga, seng (Zn).
Ammonia yang dibebaskan selanjutnya ditangkap dengan
larutan baku asam. Asam yang digunkan dapat berupa asaam klorida
atau asam borat 4% dalam jumlah berlebihan alam mungkin dalam
asam. Untuk (mgrek asam lebih besar daripada mgrek ammonia).
Supaya kontak antara asam dengan ammonia lebih baik maka ujung
tabung destilasi tercelup sedalam mungkin dalam asam. Untuk
mengetahui asam dalam keadaaan berlebih, maka ditambah dengan
indicator fenolphtalein (pp). pada tahap destilasi, reaksi yang terjadi:

(NH4)2SO4 + HgSO4 + NaOH + Na2S + Zn + H2O NH3 (g) + Na2


SO4 + ZnS + HgS + H2O

NH3 (g) NH3 (aq)

c) Tahap Titrasi
Apabila penampung destilat yang digunakan adalah asam
klorida maka sisa asam klorida yang tidak bereaksi dengan ammonia
dititrasi dengan larutan baku NaOH O,1 N. bila menggunakan
indicator pp, titik akhir titrasi ditandai dengan munculnya warna
merah muda yang pertama dan tetap selama 30 detik. Pada tahap
titrasi ini (jika digunakan HCL sebagai penampung destila) akan
terjadi reaksi sebgai berikut:
NH3 (aq) + HCL NH4CL
HCL (sisa) + NaOH NaCl + H2O
Apabila penampung destilat yang digunakan adalah asam
borat maka banyaknya asam borat yang beraksi dengan ammonia
dapat diketahui dengan cara menitrasi ion ammonium (hasil reaksi
antara ammonia dengan asam borat) dengan asam klorida
menggunakan indicator metilen biru/metal merah. Titik akhir titrasi
ditandai dengan perubahan warna larutan dari biru menjadi merah
muda.
2) Metode Dumas Termodifikasi
Sampel dengan massa tertentu dipanaskan dalam tangas pada suhu
tinggi (sekitar 900oC) dengan adanya oksigen. Cara ini akan melepaskan
CO2, H2O dan N2. Gas CO2 dan H2O dipisahkan dengan melewatkan gas
pada kolom khusus untuk menyerapnya. Kandungan nitrogen kemudian
dihitung dengan melewatkan sisa gas melalui kolom dengan detector
konduktivitas termal pada ujungnya. Kolom ini akan membantu memisahkan
nitrogen dari sisa CO2 dan H2O. Alat dikalibrasi dengan senyawa analis
yang murni dan telah diketahui jumlah nitrogennya, seperti EDTA (= 9,59
%N). Dengan demikian sinyal dari detektor dapat dikonversi menjadi kadar
nitrogen. Dengan metode Kjeldahl diperlukan konversi nitrogen dalam
sampel menjadi kadar protein, tergantung susunan asam amino protein.

3) Metode Spektroskopi UV-visible


Sejumlah metode telah ditemukan untuk pengukuran kadar protein
berdasarkan spektroskopi UV-visible. Metode ini berdasarkan kemampuan
protein menyerap (atau membaurkan) cahaya di daerah UV-visible. Atau
secara kimiawi atau fisik memodifikasi protein untuk membuatnya menyerap
(atau membaurkan) cahaya di daerah UV-visible. Prinsip dasar di balik
masing-masing uji ini serupa.
Pertama-tama, semua serapan kurva kalibrasi (atau turbiditas) vs
kadar protein disiapkan menggunakan satu seri larutan protein yang sudah
diketahui kadarnya. Serapan (atau turbiditas) larutan yang dianalisis kemudan
diukur pada panjang gelombang yang sama, dan kadar protein ditentukan dari
kurva kalibrasi. Perbedaan utama pengujian ini adalah gugus fungsi yang
berperan untuk absorbsi atau pembiasan radiasi elektromagnetik, misalnya
ikatan peptida, rantai samping aromatis, gugus inti dan agregat protein.

a) Pengukuran langsung pada 280nm.


Tryptophan dan tyrosine mengabsorbsi kuat cahaya uv pada 280
nm. Kandungan tryptophan dan tyrosine berbagai protein umumnya
konstan sehingga serapan larutan protein pada 280 nm dapat digunakan
untuk menentukan kadarnya. Keuntungan metode ini karena sederhana
untuk dilakukan, non-destruktif, dan tidak dibutuhkan reagen khusus.
Kerugian utama : asam nukleat juga mengabsorbi kuat pada 280
nm dan sehingga mengganggu pengukuran protein jika ada dalam kadar
yang bermakna. Namun demikian, metode ini telah berkembang untuk
mengatasi masalah ini, antara lain : dengan pengukuran serapan pada dua
panjang gelombang yang berbeda.
b) Metode Biuret
Warna violet akan terbentuk bila ion cupri (Cu2+) berinteraksi
dengan ikatan peptida dalam suasana basa. Reagen biuret, yang
mengandung semua bahan kimia yang diperlukan untuk analisis sudah
tersedia di pasaran. Reagen ini dicampurkan dengan larutan protein,
didiamkan 15-30 menit, kemudian diukur serapannya pada 540 nm.
Keuntungan utama dari teknik ini adalah tidak adanya gangguan
dari senyawa yang menyerap pada panjang gelombang yang lebih
rendah. Teknik ini kurang sensitif terhadap jenis protein karena absorpsi
yang terjadi melibatkan ikatan peptida yang ada di semua protein, bukan
pada gugus samping spesifik.

c) Metode Lowry
Metode Lowry mengkombinasikan pereaksi biuret dengan
pereaksi lain (Folin-Ciocalteau phenol) yang bereaksi dengan residu
tyrosine dan tryptophan dalam protein. Reaksi ini menghasilkan warna
kebiruan yang bisa dibaca di antara 500 - 750 nm, tergantung sensitivitas
yang dibutuhkan. Akan muncul puncak kecil di sekitar 500 nm yang
dapat digunakan untuk menentukan protein dengan konsentrasi tinggi
dan sebuah puncak besar di sekitar 750 nm yang dapat digunakan untuk
menentukan kadar protein dengan konsentrasi rendah. Metode ini lebih
sensitif untuk protein dengan konsentrasi rendah dibanding metode
biuret.

d) Metode pengikatan pewarna


Pewarna dengan muatan negatif (anionik) ditambahkan dalam
jumlah berlebih pada larutan protein yang pH nya telah disesuaikan
sehingga protein menjadi bermuatan positif (misalnya dibuat di bawah
titik isoelektrik). Protein membentuk kompleks tak larut dengan pewarna
karena interaksi elektrostatik antar molekul, tapi masih tersisa pewarna
tak terikat yang larut. Pewarna anionik berikatan dengan gugus kationik
dari residu asam amino basa (histidine, arganine dan lysine) dan pada
gugus asam amino bebas di ujung. Jumlah pewarna tak terikat yang
tersisa setelah kompleks protein-pewarna dipisahkan (misalnya dengan
sentrifugasi) ditentukan dengan pengukuran serapan. Jumlah protein
yang ada di larutan awal berhubungan dengan jumlah pewarna yang
terikat :
[Pewarnaterikat] = [Pewarnaawal] - [Pewarnabebas]

e) Metode Turbimetri
Molekul protein yang umumnya laruta dapat dibuat mengendap
dengan penambahan senyawa kimia tertentu, seperti asam trikloroasetat.
Pengendapan protein menyebabkan larutan menjadi keruh, sehingga
konsentrasi protein dapat ditentukan dengan mengukur derajat kekeruhan
(turbiditas).
KIMIA ANALISIS AIR, MAKANAN DAN MINUMAN
“PROTEIN”

DISUSUN OLEH :

Alfrida Fitra Amalia


Epran
Evi Ernasari
Fera Angelina Putri
Hijriyani
Ifan
Muh. Hilman Al Kasmin
Rosdayani
Ummul Fathanah Al Imam H

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLTEKKES KEMENKES KENDARI

JURUSAN ANALIS KESEHATAN

2017

Anda mungkin juga menyukai