Anda di halaman 1dari 21

1 Himpunan Klasik (Crip)

Himpunan klasik (crip) merupakan konsep himpunan yang dipelajari pada


tingkat sekolah dasar, menengah, dan lanjutan hingga dalam pengantar dasar
matematika pada jenjang sarjana, yang dikembangkan oleh Ahli Matematika
Jerman Goerge Cantor (1845-1918). Dalam himpunan klasik ini, keberadaan
suatu elemen pada suatu himpunan (sebut misal himpunan A) hanya memiliki
dua kemungkinan keanggotaan, yakni menjadi anggota A atau tidak menjadi
anggota A. Jika objek tersebut menjadi anggota A, maka nilai keanggotaannya 1
dan jika tidak nilai keanggotannya adalah 0. Seiring dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, teori himpunan dikembangkan lebih modern yang
disebut himpunan Fuzzy (dibahas pada bab selanjutnya). Konsep ini
dikembangkan oleh Prof. Lutfi Ahmad Zadeh berkebangsaan Iran. Dalam teori
himpunan Fuzzy yang dikembangkan, nilai keanggotaan suatu elemen berada
pada himpunan bilangan real [0, 1]. Konsep ini merupakan pendefinisian untuk
suatu himpunan yang keanggotaannya tidak jelas menjadi jelas.
1.1 Pengertian Himpunan
Dalam kehidupan sehari-hari, sebutan himpunan, kumpulan, gugus,
kelompok, atau set bukanlah sesuatu yang asing, misalnya
a. Himpunan negara-negara asia, yang disingkat dengan ASEAN
b. Perhimpunan bangsa-bangsa yang disingkat PBB
c. Sekumpulan binatang menjijikan
d. Kelompok gadis cantik
e. Kumpulan lukisan indah
Pernakah saudara berpikir, apakah yang dimaksud dengan himpunan? Coba
anda perhatikan sebutan himpunan di atas, dalam konteks matematika sebutan
himpunan pada option c, d, dan e bukan termasuk himpunan, karena anggotanya
tidak jelas atau tidak dapat disebutkan secara tegas karena bersifat relatif
tergantung dari suatu sudut pandang tertentu. Bintang menjinjikkan, gadis
cantik, dan lukisan bagi beberapa orang bias jadi benar, tapi untuk orang lain
bisa jadi tidak. Akan tetapi sebutan pada option a dan b, sifat objek/individu di

1
dalam himpunan tersebut dapat ditentukan dengan jelas dan setiap orang akan
memiliki pemahaman yang sama tentang karakteristik anggotanya.
Dalam matematika, konsep himpunan termasuk dalam unsur yang tidak
terdefinisi, artinya bahwa jika kita menjawab pertanyaan “Apakah himpunan
itu?” Kita tidak dapat menyebutkan dengan tepat sehingga jelas pengertiannya.
Jika kita jawab “Himpunan adalah kumpulan objek . . . .” pernyataan itu kurang
tepat, sebab himpunan dijelaskan oleh kumpulan sementara kumpulan sendiri
adalah himpunan. Akan tetapi kita dapat membedakan kosep himpunan dan
bukan himpunan sengan pengertian sebagai berikut.

Pengertian Himpunan
a. Himpunan (set) adalah kumpulan objek-objek yang berlainan dan
terdefinisi dengan jelas (weel defined).
b. Objek-objek dalam himpunan disebut anggota atau elemen yang
disimbolkan dengan ∈ dan  untuk bukan elemen.
c. Banyaknya anggota himpunan disebut dengan kardinal himpunan yang
disimbolkan 𝑛(𝐴), dengan 𝐴 adalah suatu himpunan.
Kata kunci dari konsep pengertian himpunan tersebut adalah berlainan dan
terdefinisi. Berlainan berarti objek-objek dalam kumpulan tersebut berbeda satu
dengan yang lainnya dan terdefinisi dimaksudkan dengan masing-masing dari
objek yang berlainan tersebut memenuhi semua sifat sebutannya atau dapat
ditentukan dengan jelas.
Contoh:
Selidikilah manakah berikut ini yang merupakan himpunan.
a. M = Kumpulan makanan lezat
b. A = Himpunan bilangan asli yang kurang dari 15
c. B = Himpunan binatang ternak
d. J = Himpunan bayi yang menggemaskan
e. U = {𝑎, 2, 3, 1, 𝑎, 4, 3}
Solusi:
a. Karena lezat bersifat relatif tergantung dari cipta rasa seseorang maka
makanan lezat dinyatakan tidak terdefinisi. Oleh karena itu M bukan

2
termasuk himpunan, akan tetapi dapat disebut himpunan jika konsep lezat
diberikan kriteria-kriteria tertentu.
b. 𝐴 merupakan himpunan, karena objek anggotanya dapat terdefinisi dengan
jelas dimana elemen dari 𝐴 = {1, 2, 3, 4, ⋯ , 14}. Analisa himpunan pada
option 𝑐, 𝑑, dan e diberikan sebagai latihan mahasiswa.
1.2 Metode Pendefinisian Himpunan
Pendefinisian himpunan dapat dilakukan dengan beberapa metode. Dalam
kuliah ini akan dibahas 7 metode yakni (a) Menyatakan sifat, (b) Enumerasi, (c)
Menuliskan pola, (d) Notasi, (e) Interval, (f) Grafik, dan (g) Diagram Venn.
Berikut ini akan diuraikan secara ringkas dan jelas.
a. Menyatakan sifat keanggotaan
Metode ini dilakukan dengan cara menuliskan kalimat pernyataan yang
memuat sifat-sifat keanggotaan dari himpunan tersebut.
Contoh:
1. B = Himpunan bilangan bulat dari -7 hingga 7.
2. P = Himpunan bilangan prima yang kurang dari 20

b. Enumerasi
Metode ini dilakukan dengan cara mendaftar atau menuliskan semua anggota
himpunan tersebut dalam tanda { }.
Contoh:
1. A = {-7, -6, -5, -4, -3, -2, -1, 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7}
2. P = {2, 3, 5, 7, 11, 13, 17}

c. Menuliskan pola keanggotaan


Metode ini dilakukan dengan cara menuliskan beberapa anggota himpunan
yang jelas polanya kemudian anggota selanjutnya diwakilkan oleh tiga buah
noktah.
Contoh:
1. B = {-7, -6, -5, . . . , 7}

3
Artinya, bahwa B terdefinisi sebagai himpunan bilangan bulat dari -7
hingga 7.
2. P = {2, 4, 6, . . .}
Maksudnya P didefinisikan sebagai himpunan bilangan genap positif.
3. Q = {. . . , -2, -1, 0, 1, 2, . . . }
Maksudnya Q didefinisikan sebagai himpunan bilangan bulat.
Catatan:
Dalam penulisan pola ini, perlu diperhatikan bahwa pola yang digunakan jangan
sampai multi arti, sehingga setiap orang harus memiliki penafsiran yang sama,
tapi pola tersebut harus memiliki arti yang tunggal.
d. Notasi himpunan
Metode ini dilakukan dengan cara membuat simbol aturan dari sifat atau pola
keanggotaan tersebut.
Contoh:
1. 𝑃 = {𝑥|𝑥 himpunan bilangan asli antara 7 dan 15}
Maksudnya 𝑃 = {8, 9, 10, 11, 12, 13, 14}
2. 𝑄 = {𝑡| t bilangan asli}
Maksudnya 𝑄 = {1, 2, 3, 4, ⋯ }
3. 𝑅 = {𝑠|𝑠 2 − 1 = 0, s bilangan real}
Maksudnya 𝑅 = {−1, 1}

e. Interval bilangan
Pendefinisian himpunan dengan metode ini hanya digunakan dalam
pendefinisian himpunan bilangan real dengan cara menuliskan batas bawah dan
batas atas himpunan dalam tanda “( )”, “( ]”, “[ )”, dan “[ ]”.
Contoh:
1. 𝑅 = (1, 2)
Pendefinisian diatas berarti 𝑅 adalah himpunan bilangan real dari setelah 1
sampai dengan sebelum 2. Simbol “ ( ” berarti bahwa bilangan 1 bukan

4
termasuk anggota himpunan. Demikian juga dengan “ ) ” berarti 2 bukan
termasuk anggota himpunan.
2. 𝑅 = (1, 2]
Pendefinisian di atas berarti 𝑅 adalah himpunan bilangan real dari setelah
1 sampai dengan 2. Simbol “ ] ” berarti bahwa bilangan 2 termasuk anggota
himpunan sedangkan 1 bukan termasuk anggota.
3. 𝑅 = [1, 2) dan 𝑅 = [1, 2] diberikan sebagai latihan mahasiswa
4. 𝑅 = (−∞, 2)
Pendefinisian tersebut berarti bahwa 𝑅 adalah himpunan bilangan real yang
kurang dari 2. Dalam hal ini bilangan 2 bukan termasuk anggota himpunan
𝑅.
5. 𝑅 = (−∞, 2]
Pendefinisian tersebut berarti bahwa 𝑅 adalah himpunan bilangan real yang
kurang dari dan sama dengan 2.
6. 𝑅 = (2, ∞), 𝑅 = [2, ∞), dan [2] diberikan sebagai latihan mahasiswa

f. Metode Grafik
Pendefinisian himpunan dengan metode grafik, dilakukan dengan cara
membuat garis bilangan dan noktah sebagai ilustrasi keanggotaan himpunan
pada bilangan tersebut. Berikut ini diberikan contoh untuk membangun
pemahaman metode grafik.
Contoh:
Perhatikan himpunan 𝑅 pada contoh sebelumnya. Himpunan tersebut jika
disajikan dalam bentuk grafik diperoleh sebagai berikut:

5
g. Diagram Venn
Pendefinisian himpunan dengan diagram Venn dibentuk dengan cara
menempatkan himpunan semesta 𝑆 pada sebuah persegi panjang dan untuk
himpunan lainnya dengan kurva tertutup sederhana dan anggotanya dengan
noktah (titik).
Contoh:
Misalkan dimiliki himpunan 𝐴 = {𝑎, 𝑖, 𝑢, 𝑒, 𝑜, 1, 2} dan 𝐵 = {𝑎, 𝑜, 1, 2, 3, 4}
maka pendefinisian dalam diagram Venn adalah

1.3 Jenis-Jenis Himpunan


Telah dikemukakan di atas bahwa konsep himpunan dalam matematika
anggotanya harus terdefinisi dengan jelas. Dari konsep tersebut dikembangkan
beberapa konsep himpunan yang didefinisikan, konsep tersebut adalah
Definisi 1.1 Himpunan Semesta
Suatu himpunan 𝑆 disebut himpunan semesta jika dan hanya jika keseluruhan
dari elemennya menjadi topik pembahasan suatu himpunan tertentu.

6
Contoh:
a. Misalkan A = himpunan bilangan asli, maka himpunan semestanya adalah
S = himpunan bilangan bulat.
b. Misalkan B = himpunan bilangan bulat, maka himpunan semestanya adalah
S = himpunan bilangan real.
Definisi 1.2 Himpunan Kosong
Suatu himpunan disebut himpunan kosong jika dan hanya jika himpunan
tersebut tidak memiliki anggota dan disimbolkan dengan ∅ atau { }.

Contoh:
Misalkan A = himpunan bilangan asli kurang dari 1. Karena himpunan bilangan
asli adalah {1, 2, 3, ⋯ }, jelas bahwa tidak ada bilangan asli yang kurang dari 1
sehingga 𝑛(𝐴) = 0.
Definisi 1.3 Himpunan Berhingga dan Tak Berhingga
Suatu himpunan disebut himpunan berhingga jika dan hanya jika banyaknya
anggota himpunan tersebut dapat dinyatakan dalam bilangan bulat tak
negatif dan sebaliknya disebut himpunan tak berhingga.
Sebutan lain dari himpunan berhingga adalah finite set dan himpunan tak
berhingga adalah unfinite set.
Contoh:
Misalkan dimiliki himpunan sebagai berikut:
𝐴 = {1, 3, 5, 7}
𝐵 = {0, 2, 4, 6, ⋯ , 20}
𝐶 = {𝑥| 𝑥 adalah nama hari dalam seminggu}
𝐷 = {0, 1, 2, 3, ⋯ }
𝐸 = {⋯ , −2, −1, 0, 1, 2, ⋯ }
𝐹 = {𝑥| 0 < 𝑥 < 1, 𝑥 ∈ ℝ}
Dari himpunan di atas, himpunan A, B, dan C adalah himpunan berhingga.
Sedangkan himpunan D, E, dan F adalah himpunan tak berhingga.

7
Definisi 1.4 Himpunan Terbilang dan Tak Terbilang
Suatu himpunan disebut himpunan terbilang jika dan hanya jika setiap
anggotanya dapat disebutkan satu per satu, dan sebaliknya disebut himpunan
tak terbilang.
Istilah lain dari himpunan terbilang adalah Countable atau Denumerable dan
untuk himpunan tak terbilang adalah Uncountable atau Non Denumerable.
Contoh:
Misalkan dimiliki himpunan sebagai berikut:
𝐴 = {1, 𝑎, 𝑏, 𝑐, 𝑑}, 𝐵 = {1, 2, 3, ⋯ }, dan 𝐶 = {𝑥| 0 < 𝑥 < 1, 𝑥 ∈ ℝ}
Himpunan A dan B disebut himpunan terbilang, karena setiap anggotanya dapat
disebutkan satu per satu meskipun himpunan B juga termasuk himpunan tak
berhingga. Sedangkan C adalah himpunan tak terbilang, karena kita tidak dapat
menyebutkan satu per satu anggotanya. Kita tidak dapat menyebutkan bilangan
real setelah nol atau bilangan real sebelum 1. Dalam hal ini C juga disebut
himpunan tak berhingga dan tak terbilang.
Definisi 1.5 Himpunan Terbatas dan Tak Terbatas
Suatu himpunan disebut himpunan terbatas jika dan hanya jika himpunan
tersebut memiliki batas atas dan batas bawah, dan sebaliknya disebut
himpunan tak terbatas.
Sebutan lain dari himpunan terbatas adalah Bounded Set dan himpunan tak
terbatas adalah Unbounded Set.
Contoh:
a. 𝐾 = {1, 2, 3, 4}, mempunyai batas bawah 1 dan batas atas 4. Jadi 𝐾
merupakan himpunan terbatas.
b. 𝐿 = {𝑥| 𝑥 < 4, 𝑥 ∈ ℝ}, hanya mempunyai batas atas yakni 4. Jadi 𝐿
merupakan himpunan tak terbatas.

1.4 Relasi Himpunan


Relasi antara dua buah himpunan adalah pernyataan yang mendefinisikan
hubungan antara suatu himpunan dengan himpunan lainnya.

8
Definisi 1.6 Relasi Bagian (Subset)
Suatu himpunan A disebut bagian dari himpunan B jika dan hanya jika untuk
setiap anggota A menjadi anggota dari B.
Model simbolik: 𝐴 ⊂ 𝐵 ⇔ ∀ 𝑥 ∈ 𝐴 ⇒ 𝑥 ∈ 𝐵
Lebih lanjut A disebut himpunan bagian dari B dan B disebut super
himpunan A.
Contoh:
Misalkan dimiliki himpunan 𝐶 = {1, 2, 3, 𝑎, 𝑏, 𝑐, 𝑑} dan 𝐷 = {1, 𝑏, 3, 𝑑} maka D
adalah himpunan bagian dari C, karena semua anggota D adalah anggota C.
Koleksi Himpunan (Collection of Set)
Suatu himpunan yang anggotanya terdiri dari gabungan himpunan disebut
koleksi himpunan.
Contoh:
Misalkan dimiliki himpunan {1, 2, 3}, {a, b}, {ayam. itik, burung} kemudian
dibentuk himpunan K = {{1, 2, 3}, {a, b}, {ayam, itik, burung}}, maka himpunan
K disebut koleksi himpunan.
Himpunan Kuasa
Suatu himpunan yang anggotanya terdiri dari gabungan himpunan disebut
koleksi himpunan.

Contoh:
Misalkan dimiliki himpunan 𝐴 = {1, 2, 3}, maka himpunan bagian A adalah
{1}, {2}, {3}, {1, 2}, {1, 3}, {2, 3}, {1, 2, 3}. Himpunan kuasa dari A adalah 𝑃(𝐴) =
{∅, {1}, {2}, {3}, {1, 2}, {1, 3}, {2, 3}, {1, 2, 3}}.

Teorema 1.1
Jika A adalah himpunan dengan banyak n anggota, maka banyak himpunan
kuasa dari A adalah 2𝑛 .
Contoh:
Misalkan dimiliki himpunan 𝐴 = {1, 2, 3}, maka banyaknya dari himpunan kuasa
dari A adalah 23 = 8.

9
Definisi 1.7 Relasi Kesamaan
Himpunan A disebut sama dengan himpunan B jika dan hanya jika A adalah
subset dari B dan B subset dari A.
Model simboliknya: A  B   A  B dan B  A

Contoh:
Misalkan dimiliki himpunan 𝐴 = {1, 2, 3, 4} dan 𝐵 = {4, 3, 2, 1}. Dapat
diketahui dengan mudah bahwa setiap anggota A adalah anggota B (𝐴 ⊂ 𝐵) dan
setiap anggota B adalah anggota dari A (𝐵 ⊂ 𝐴).
Definisi 1.8 Ekuivalensi Himpunan
Himpunan A disebut ekuivalensi dengan B jika dan hanya jika banyaknya
anggota dari A sama dengan B.
Model simboliknya: A ~ B  n( A)  n( B) 

Contoh:
a. Misalkan dimiliki himpunan 𝐴 = {𝑎, 𝑏, 𝑐, 𝑑, 𝑒} dan 𝐵 = {1, 2, 3, 4, 5}, maka
jelas bahwa 𝑛(𝐴) = 5 = 𝑛(𝐵) sehingga himpunan A ekuivalen dengan B.
b. Misalkan C = Himpunan nama-nama hari dan D adalah himpunan nama-
nama bulan, maka jelas bahwa C tidak ekuivalen dengan D karena 𝑛(𝐶) =
7 ≠ 12 = 𝑛(𝐷).
Diskusi:
Sekarang tentukan apakah pernyataan berikut benar?
a. Setiap himpunan yang sama maka himpunan tersebut ekuivalen.
b. Setiap himpunan yang ekuivalen maka himpunan tersebut sama.

1.5 Sifat-Sifat Relasi Himpunan


Berikut ini diberikan sifat-sifat relasi himpunan:
Definisi 1.9 Sifat Refleksif
Suatu relasi disebut refleksif jika dan hanya jika relasi tersebut merelasikan
himpunan tersebut dengan himpunan itu sendiri.

10
Contoh:
Jika A dalah himpunan, maka jelas bahwa 𝐴 ⊂ 𝐴, 𝐴 = 𝐴, dan 𝐴~𝐴. Hal ini
menunjukkan relasi bagian, relasi kesamaan, dan relasi ekuivalensi merupakan
suatu relasi refleksif.

Definisi 1.10 Sifat Simetrik


Suatu relasi antara himpuan A dan B disebut simetrik jika dan hanya jika
himpunan A berelasi dengan B mengakibatkan B berelasi pula dengan A.
Relasi kesamaan “=” dan ekuivalensi “~” merupakan relasi simetrik, sebab
a. 𝐴=𝐵 ⇒𝐵=𝐴
b. 𝐴~𝐵 ⇒ 𝐵~𝐴
Sedangkan ⊂ bukan relasi simetrik, sebab
c. 𝐴 ⊂ 𝐵 maka belum tentu 𝐵 ⊂ 𝐴

Definisi 1.11 Sifat Anti Simetrik


Suatu relasi antara himpunan A dan B disebut anti simetrik jika dan hanya
jika A berelasi dengan B dan B berelasi dengan A mengakibatkan A = B.
Relasi ⊂ merupakan relasi anti simetrik sebab jika A ⊂ B dan B ⊂ A maka A =
B. Sedangkan relasi ~ bukan anti simetrik sebab jika A ~ B dan B ~ A tidak
mengakibatkan A = B.
Diskusi:
Apakah relasi “=” merupakan relasi anti simetrik?

Definisi 1.12 Sifat Transitif


Suatu relasi himpunan disebut transitif jika dan hanya jika A berelasi dengan
B dan B berelasi dengan C mengakibatkan A berelasi dengan C.
Relasi “⊂”, “=”, dan “~” merupakan relasi transitif karena
a. A ⊂ B dan B ⊂ C maka A ⊂ C
b. A = B dan B = C maka A = C
c. A ~ B dan B ~ C maka A ~ C

11
1.6 Operasi Himpunan
Operasi adalah suatu relasi yang berkenaan dengan satu unsur atau lebih sehingga
menghasilkan unsur lain yang unik/tunggal.
1. Operasi Uner
Operasi uner merupakan operasi tunggal, dalam himpunan operasi uner yang
didefinsikan adalah komplemen.
Definisi 1.13 Operasi Komplemen
Jika A adalah suatu himpunan maka operasi komplemen pada A
didefinisikan sebagai 𝐴𝑐 = {𝑥| 𝑥  A, 𝑥 ∈ 𝑆}.

Pengertian dari definisi di atas, komplemen dari A adalah himpunan semesta


yang anggotanya bukan himpunan A.
Contoh:
Misalkan 𝐴 = {1, 2, 3, 4} dan S = Himpunan bilangan asli, maka 𝐴𝑐 =
{5, 6, 7, ⋯ }.
2. Operasi Biner
Biner berarti dua, sehingga operasi operasi biner adalah operasi yang
melibatkan dua buah himpunan.
Definisi 1.14 Operasi Irisan (Intersection)
Jika A dan B sembarang himpunan, maka operasi irisan A dan B
didefinisikan sebagai 𝐴 ∩ 𝐵 = {𝑥| 𝑥 ∈ 𝐴 dan 𝑥 ∈ 𝐵}.
Pengertian dari definisi di atas, irisan dari himpunan A dan B adalah himpunan
yang anggotanya berada di A dan juga di B.
Contoh:
Misalkan 𝐴 = {1, 2, 3, 4, 5} dan 𝐵 = {3, 4, 5, 6, 7} maka irisan dari A dan B
adalah 𝐴 ∩ 𝐵 = {3, 4, 5}, karena 3 ∈ 𝐴 dan 𝐵, 4 ∈ 𝐴 dan 𝐵, 5 ∈ 𝐴 dan 𝐵.
Definisi 1.15 Relasi Berpotongan atau Beririsan
Dua buah himpunan disebut memiliki relasi berpotongan, jika dan hanya jika
irisannya bukan himpunan kosong. Dalam notasi matematika ditulis sebagai
𝐴 ∩ 𝐵 ≠ ∅.

12
Himpunan yang memenuhi definisi 1.15 disebut sebagai himpunan beririsan atau
berpotongan.
Contoh:
Misalkan dimiliki himpunan 𝐴 = {1, 2, 3, 4} dan 𝐵 = {2, 3, 5, 7} maka A dan B
disebut himpunan saling beririsan karena 𝐴 ∩ 𝐵 = {2, 3} ≠ ∅.
Definisi 1.16 Relasi Lepas
Dua buah himpunan disebut memiliki relasi lepas, jika dan hanya jika
irisannya merupakan himpunan kosong. Dalam notasi matematika ditulis
sebagai 𝐴 ∩ 𝐵 = ∅.
Selanjutnya himpunan yang memenuhi definisi 1.16 disebut sebagai himpunan
saling lepas.
Contoh:
Misalkan dimiliki himpunan 𝐴 = {1, 2, 3, 4} dan 𝐵 = {5, 7, 11, 17} maka A dan
B disebut himpunan saling beririsan karena 𝐴 ∩ 𝐵 = { } = ∅.
Definisi 1.17 Operasi Gabungan Himpunan (Union)
Jika A dan B sembarang himpunan maka operasi gabungan A dan B
didefinisikan sebagai 𝐴 ∪ 𝐵 = {𝑥|𝑥 ∈ 𝐴 atau 𝑥 ∈ 𝐵 }.
Dari definisi 1.17, hasi operasi gabungan himpunan A dan B adalah himpunan
baru yang anggotanya ada di A atau di B. Dengan kata lain, himpunan yang
anggotanya gabungan dari anggota A dan B.
Contoh:
Misalkan himpunan 𝐴 = {1, 2, 3, 4} dan 𝐵 = {2, 3, 5, 7} maka 𝐴 ∪ 𝐵 =
{1, 2, 3, 4, 5, 7}.
Definisi 1.18 Operasi Penjumlahan Himpunan
Jika A dan B sembarang himpunan maka operasi penjumlahan himpunan A
dan B didefinisikan sebagai 𝐴 + 𝐵 = {𝑥|𝑥 ∈ 𝐴, 𝑥 ∈ 𝐵 dan 𝑥 ∉ 𝐴 ∩ 𝐵}.
Dari definisi 1.18, hasil operasi penjumlahan A dan B adalah himpunan baru
yang anggotanya himpunan A dan B yang tidak termasuk dalam anggota irisan
A dan B.

13
Contoh:
Misalkan dimiliki himpunan 𝐴 = {1, 2, 3, 4} dan 𝐵 = {2, 3, 5, 7} maka 𝐴 ∩ 𝐵 =
{2, 3} sehingga 𝐴 + 𝐵 = {1, 4, 5, 7}.
Definisi 1.19 Operasi Pengurangan Himpunan
Jika A dan B sembarang himpunan maka operasi pengurangan himpunan A
dan B didefinisikan sebagai 𝐴 − 𝐵 = {𝑥|𝑥 ∈ 𝐴 dan 𝑥 ∉ 𝐵}.
Dari definisi 1.19, hasil operasi pengurangan himpunan A dan B adalah anggota
himpunan A yang bukan menjadi anggota himpunan B.
Contoh:
Misalkan dimiliki himpunan 𝐴 = {1, 2, 3, 4} dan 𝐵 = {2, 3, 5, 7} maka 𝐴 − 𝐵 =
{1, 4}

1.7 Hukum-Hukum Himpunan


Hukum dalam pengertian ilmiah adalah teorema yang kebenarannya sudah
terbukti. Misalkan A, B, dan C adalah sembarang himpunan serta S adalah
himpunan semesta, maka berlaku relasi berikut:
1. Hukum Identitas
a. 𝐴 ∪ ∅ = 𝐴
b. 𝐴 ∩ 𝑆 = 𝐴
2. Hukum Dominasi
a. 𝐴 ∪ 𝑆 = 𝑆
b. 𝐴 ∩ ∅ = ∅
3. Hukum Komplemen I
a. 𝐴 ∪ 𝐴𝑐 = 𝑆
b. 𝐴 ∩ 𝐴𝑐 = ∅
4. Hukum Komplemen II
a. ∅𝑐 = 𝑆
b. 𝑆 𝑐 = ∅
5. Hukum Idempoten
a. 𝐴 ∪ 𝐴 = 𝐴
b. 𝐴 ∩ 𝐴 = 𝐴
6. Hukum Involusi

14
a. (𝐴𝑐 )𝑐 = 𝐴
7. Hukum De Morgan
a. (𝐴 ∩ 𝐵)𝑐 = 𝐴𝑐 ∪ 𝐵𝑐
b. (𝐴 ∪ 𝐵)𝑐 = 𝐴𝑐 ∩ 𝐵𝑐
8. Hukum Penyerapan/Absorbsi
a. 𝐴 ∪ (𝐴 ∩ 𝐵) = 𝐴
b. 𝐴 ∩ (𝐴 ∪ 𝐵) = 𝐴
9. Hukum Komutatif/Pertukaran
a. 𝐴 ∪ 𝐵 = 𝐵 ∪ 𝐴
b. 𝐴 ∩ 𝐵 = 𝐵 ∩ 𝐴
10. Hukum Asosiatif/Pengelompokan
a. 𝐴 ∪ (𝐵 ∪ 𝐶) = (𝐴 ∪ 𝐵) ∪ 𝐶
b. 𝐴 ∩ (𝐵 ∩ 𝐶) = (𝐴 ∩ 𝐵) ∩ 𝐶
11. Hukum Distributif
a. 𝐴 ∪ (𝐵 ∩ 𝐶) = (𝐴 ∪ 𝐵) ∩ (𝐴 ∪ 𝐶)
b. 𝐴 ∩ (𝐵 ∪ 𝐶) = (𝐴 ∩ 𝐵) ∪ (𝐴 ∩ 𝐶)
12. Hukum Dualitas yakni penukaran operasi ∩ dengan ∪ dan himpunan 𝑆
dengan ∅.
(𝐴 ∩ 𝑆) ∩ (∅ ∪ 𝐴𝑐 ) = ∅ ⇔ (𝐴 ∪ ∅) ∪ (𝑆 ∩ 𝐴𝑐 ) = 𝑆

1.8 Aljabar Himpunan


Aljabar berarti penyelesaian permasalahan matematika dengan
pengoperasian simbol-simbol sebagai lambang dari permasalahan matematika
yang belum diketahui penyelesaiannya. Konsep pikir aljabar ini pertama kali
dikembangkan oleh ilmuwan Islam “Al-Khawarizmi” yang berkembang pada
tahun 780-850 M. Istilah Aljabar diambil dari tulisannya yang paling terkenal
dengan judul “Hisab Al-jabr Wal Muqabalah” yang artinya perhitungan
dengan restorasi dan reduksi pada tahun 830 M.
Konsep aljabar yang dikembangkan oleh Al-Khawarizmi disebut “Aljabar
klasik” yang merupakan suatu konsep matematika yang menggunakan simbol-
simbol untuk mewakili bilangan yang belum diketahui dalam perhitungan.
Dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, kenyataannya bahwa
tidak hanya bilangan yang dapat diwakili oleh simbol-simbol tersebut, dapat juga
konsep-konsep lainnya seperti sifat simetri, suatu bangun, posisi dari suatu

15
jaringan, instruksi terhadap suatu mesin atau dapat juga melambangkan desaain
konsep dari sebuah ekspresi statistik. Kenyataan ini kemudian disebut dengan
“Aljabar modern”.
Contoh:
Jika A, B, dan C sembarang himpunan, buktikan bahwa
1. (𝐴 ∩ 𝐵) ∪ (𝐴 ∩ 𝐵𝑐 ) = 𝐴
Bukti:
a. Menggunakan hukum-hukum himpunan
(𝐴 ∩ 𝐵) ∪ (𝐴 ∩ 𝐵𝑐 ) = 𝐴 ∩ (𝐵 ∪ 𝐵𝑐 ) (Hukum Distributif)
=𝐴∩𝑆 (Hukum komplemen I)
=𝐴 (Hukum Identitas)
b. Menggunakan tabel sifat keanggotaan dengan cara sebagai berikut.
Misalkan 𝑥 suatu objek maka terdapat himpunan A dan B sehingga ada
kemungkinan 𝑥 ∈ 𝐴 atau 𝑥 ∉ 𝐴 dan 𝑥 ∈ 𝐵 atau 𝑥 ∉ 𝐵. Jika kenyataan 𝑥
sebagai anggota dinyatakan dengan “1” dan kenyataan 𝑥 bukan sebagai
anggota dinyatakan dengan “0”, maka dapat dikontruksi tabel kebenaran
sebagai berikut:
𝑨 𝑩 𝑨∩𝑩 𝑩𝒄 𝑨 ∩ 𝑩𝒄 (𝑨 ∩ 𝑩) ∪ (𝑨 ∩ 𝑩𝒄 )
1 1 1 0 0 1
1 0 0 1 1 1
0 1 0 0 0 0
0 0 0 1 0 0
Dari tabel di atas, diperoleh kenyataan bahwa sifat keanggotaan pada
himpunan A sama dengan (𝐴 ∩ 𝐵) ∪ (𝐴 ∩ 𝐵𝑐 ) maka dapat dismpulkan
bahwa (𝐴 ∩ 𝐵) ∪ (𝐴 ∩ 𝐵𝑐 ) = 𝐴.
2. 𝐴 ∪ (𝐵 − 𝐴) = 𝐴 ∪ 𝐵
Bukti:
a. Menggunakan hukum himpunan
𝐴 ∪ (𝐵 − 𝐴) = 𝐴 ∪ (𝐵 ∩ 𝐴𝑐 ) (Definisi Operasi Pengurangan)

16
= (𝐴 ∪ 𝐵) ∩ (𝐴 ∪ 𝐴𝑐 ) (Hukum Distributif)
= (𝐴 ∪ 𝐵) ∩ 𝑆 (Hukum Komplemen I)
=𝐴∪𝐵 (Hukum Identitas)
b. Dengan tabel keanggotaan
𝑨 𝑩 𝑩 − 𝑨 𝑨 ∪ (𝑩 − 𝑨) 𝑨 ∩ 𝑩
1 1 0 1 1
1 0 0 1 1
0 1 1 1 1
0 0 0 0 0
Dari tabel di atas, diperoleh kenyataan bahwa sifat keanggotaan pada
himpunan 𝐴 ∪ (𝐵 − 𝐴) sama dengan 𝐴 ∩ 𝐵 maka dapat dismpulkan bahwa
𝐴 ∪ (𝐵 − 𝐴) = 𝐴 ∪ 𝐵.

3. (𝐴 − 𝐵) − 𝐶 = (𝐴 − 𝐶) − 𝐵
Bukti:
a. Menggunakan hukum himpunan
(𝐴 − 𝐵) − 𝐶 = (𝐴 ∩ 𝐵𝑐 ) − 𝐶 (Definisi Selisih)
= (𝐴 ∩ 𝐵𝑐 ) ∩ 𝐶 𝑐 (Definisi Selisih)
= (𝐴 ∩ 𝐶 𝑐 ) ∩ 𝐵𝑐 (Definisi Asosiatif)
𝑐
= (𝐴 − 𝐶) ∩ 𝐵 (Definisi Selisih)
= (𝐴 − 𝐶) − 𝐵 (Definisi Selisih)
b. Dengan tabel keanggotaan
𝑨 𝑩 𝑪 𝑨 − 𝑩 (𝑨 − 𝑩) − 𝑪 𝑨 − 𝑪 (𝑨 − 𝑪) − 𝑩
1 1 1 0 0 0 0
1 1 0 0 0 1 0
1 0 1 1 0 0 0
1 0 0 1 1 1 1
0 1 1 0 0 0 0
0 1 0 0 0 0 0
0 0 1 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0
Dari tabel di atas diperoleh kenyataan bahwa sifat keanggotaan pada
himpunan (𝐴 − 𝐵) − 𝐶 sama dengan (𝐴 − 𝐶) − 𝐵, maka dapat dismpulkan
bahwa (𝐴 − 𝐵) − 𝐶 = (𝐴 − 𝐶) − 𝐵.

17
4. (𝐴 + 𝐵) ∩ 𝐴 = 𝐴 ∩ 𝐵𝑐
Bukti:
a. Dengan menggunakan hukum himpunan
(𝐴 + 𝐵) ∩ 𝐴 = [(𝐴 ∩ 𝐵𝑐 ) ∪ (𝐵 ∩ 𝐴𝑐 )] ∩ 𝐴 (Def. Penjumlahan)
[(𝐴 𝑐) [(𝐵 𝑐)
= ∩ 𝐵 ∩ 𝐴] ∪ ∩ 𝐴 ∩ 𝐴] (Huk. Distributif)
= [(𝐴 ∩ 𝐴) ∩ 𝐵𝑐 ] ∪ [((𝐴 ∩ 𝐴𝑐 ) ∩ 𝐵)] (Huk. Assosiatif)
= (𝐴 ∩ 𝐵𝑐 ) ∪ [(𝐴 ∩ 𝐴𝑐 ) ∩ 𝐵] (Huk. Idempoten)
= (𝐴 ∩ 𝐵𝑐 ) ∪ (∅ ∩ 𝐵) (Huk. Komplemen)
= (𝐴 ∩ 𝐵𝑐 ) ∪ ∅ (Huk. Dominasi)
𝑐
=𝐴∩𝐵 (Huk. Identitas)
b. Dengan menggunakan tabel keanggotaan
𝑨 𝑩 𝑨 + 𝑩 (𝑨 + 𝑩) ∩ 𝑨 𝑩𝒄 𝑨 ∩ 𝑩𝒄
1 1 1 0 0 0
1 0 1 1 1 1
0 1 0 0 0 0
0 0 0 0 1 0
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa sifat keanggotaan pada himpunan
(𝐴 + 𝐵) ∩ 𝐵 sama dengan 𝐴 ∩ 𝐵𝑐 , maka dapat disimpulkan bahwa
(𝐴 + 𝐵) ∩ 𝐵 = 𝐴 ∩ 𝐵𝑐 .
Berikut ini diberikan contoh pembuktian sifat himpunan dengan menggunakan
aljabar himpunan berdasarkan definisi himpunan.
Contoh:
Buktikan bahwa, jika 𝐴 ⊂ (𝐵 ∪ 𝐶) dan 𝐴 ∩ 𝐵 = ∅ maka 𝐴 ⊂ 𝐶.
Bukti:
Diketahui:
(i) 𝐴 ⊂ (𝐵 ∪ 𝐶) dan (ii) 𝐴 ∩ 𝐵 = ∅ maka akan dibuktikan 𝐴 ⊂ 𝐶
Misalkan 𝑥 ∈ 𝐴
1. Karena 𝐴 ⊂ (𝐵 ∩ 𝐶) maka ∀ 𝑥 ∈ 𝐴, 𝑥 ∈ (𝐵 ∪ 𝐶) (Def. Subset)
2. Karena 𝑥 ∈ (𝐵 ∪ 𝐶) ⇒ 𝑥 ∈ 𝐵 atau 𝑥 ∈ 𝐶 (Def. Union)
3. Karena 𝐴 ∩ 𝐵 = ∅ ⇒ 𝐴 ⊃⊂ 𝐵 (Def. Him. Lepas)

18
4. (𝑥 ∈ 𝐵 atau 𝑥 ∈ 𝐶) dan 𝐴 ⊃⊂ 𝐵 ⇒ 𝑥 ∉ 𝐵 dan 𝑥 ∈ 𝐶
5. Karena ∀ 𝑥 ∈ 𝐴, 𝑥 ∈ 𝐶 ⇒ 𝐴 ⊂ 𝐶
Jadi terbukti bahwa jika 𝐴 ⊂ (𝐵 ∪ 𝐶) dan 𝐴 ∩ 𝐵 = ∅ maka 𝐴 ⊂ 𝐶.
Jika A, B, dan C adalah sembarang himpunan, buktikan bahwa (𝐴 − 𝐶) ∩
(𝐶 − 𝐵) = ∅
Bukti:
Teknik pembuktian dengan menggunakan kontrakdiksi artinya kita misalkan
(𝐴 − 𝐶) ∩ (𝐶 − 𝐵) ≠ ∅, maka jika kita dapat menunjukkan bahwa pemisalan
(𝐴 − 𝐶) ∩ (𝐶 − 𝐵) ≠ ∅ salah, maka yang bernilai benar adalah (𝐴 − 𝐶) ∩
(𝐶 − 𝐵) = ∅. Metode ini digunakan karena tidak mungkin kita dapat
menunjukkan suatu keanggotaan yang kosong. Prosedur pembuktian sebagai
berikut:
Misalkan (𝐴 − 𝐶) ∩ (𝐶 − 𝐵) ≠ ∅ maka
1. (𝐴 − 𝐶) ∩ (𝐶 − 𝐵) ≠ ∅ ⇒ ∃ 𝑥 ∈ (𝐴 − 𝐶) ∩ (𝐶 − 𝐵)
2. 𝑥 ∈ (𝐴 − 𝐶) ∩ (𝐶 − 𝐵) ⇒ 𝑥 ∈ (𝐴 − 𝐶) dan 𝑥 ∈ (𝐶 − 𝐵)
3. 𝑥 ∈ (𝐴 − 𝐶) ⇒ 𝑥 ∈ 𝐴, 𝑥 ∉ 𝐶
4. 𝑥 ∈ (𝐶 − 𝐵) ⇒ 𝑥 ∈ 𝐶, 𝑥 ∉ 𝐵
Kenyataan 3 dan 4 bertentangan yakni 𝑥 ∈ 𝐶 dan 𝑥 ∉ 𝐶 dimana kondisi tersebut
mustahil terjadi. Hal ini berarti bahwa (𝐴 − 𝐶) ∩ (𝐶 − 𝐵) ≠ ∅ bernilai salah.
Jadi, seharusnya yang bernilai benar adalah (𝐴 − 𝐶) ∩ (𝐶 − 𝐵) = ∅.

1.9 Rangkuman
1. Himpunan adalah kumpulan objek-objek yang berlainan dan terdefinisi
dengan jelas.
2. Anggota atau elemen adalah objek dalam suatu himpunan, yang disimbolkan
dengan ∈ dan ∉ untuk bukan elemen.
3. Banyaknya anggota himpunan disebut cardinal, yang disimbolkan 𝑛(𝐴)
dengan 𝐴 adalah suatu himpunan.
4. Dalam pendefinisian himpunan dapat dilakukan dengan beberapa metode
antara lain, dengan menyatakan sifat keanggotaan, mendaftar atau

19
menuliskan semua anggota (enumerasi), menuliskan pola keanggotaan,
notasi himpunan, interval bilangan, metode grafik, dan diagram Venn.
5. Suatu himpunan 𝑆 disebut himpunan semesta, jika dan hanya memuat semua
elemen atau anggota yang menjadi topik pembahasan dari suatu himpunan
tertentu.
6. Himpunan kosong adalah himpunan yang tidak memiliki anggota dan
disimbolkan dengan ∅ atau { }.
7. Suatu himpunan disebut berhingga jika dan hanya jika banyaknya anggota
himpunan tersebut dapat dinyatakan dalam bilangan bulat tak negatif, dan
sebaliknya disebut himpunan tak berhingga.
8. Suatu himpunan disebut terbilang jika dan hanya jika setiap anggotanya
dapat disebutkan satu persatu, dan sebaliknya disebut tak terbilang.
9. Suatu himpunan disebut terbatas jika dan hanya jika himpunan tersebut
memiliki batas atas dan bawah.
10. Suatu himpunan 𝐴 disebut bagian dari himpuan 𝐵 jika dan hanya jika untuk
setiap anggota 𝐴 menjadi anggota dari 𝐵, atau disimbolkan sebagai 𝐴 ⊂
𝐵 ⇔ (∀𝑥 ∈ 𝐴 ⇒ 𝑥 ∈ 𝐵).
11. Himpunan A disebut sama dengan B jika dan hanya jika A adalah subset dari
B dan B subset dari A, atau disimbolkan dengan 𝐴 = 𝐵 ⇔ (𝐴 ⊂ 𝐵 dan 𝐵 ⊂
𝐴).
12. Himpunan A disebut ekuivalen dengan B jika dan hanya jika cardinal dari A
sama dengan cardinal dari B, atau disimbolkan dengan 𝐴~𝐵 ⇔ (𝑛(𝐴) =
𝑛(𝐵)).
13. Suatu relasi disebut refleksif jika dan hanya jika relasi tersebut merelasikan
himpunan tersebut dengan himpunan itu sendiri.
14. Suatu relasi antara himpuan A dan B disebut simetrik jika dan hanya jika
himpunan A berelasi dengan B mengakibatkan B berelasi pula dengan A.
15. Suatu relasi antara himpunan A dan B disebut anti simetrik jika dan hanya
jika A berelasi dengan B dan B berelasi dengan A mengakibatkan A = B.
16. Suatu relasi himpunan disebut transitif jika dan hanya jika A berelasi dengan
B dan B berelasi dengan C mengakibatkan A berelasi dengan C.
17. Jika A adalah suatu himpunan maka operasi komplemen pada A
didefinisikan sebagai 𝐴𝑐 = {𝑥| 𝑥  A, 𝑥 ∈ 𝑆}.

20
18. Jika A dan B sembarang himpunan, maka operasi irisan A dan B
didefinisikan sebagai 𝐴 ∩ 𝐵 = {𝑥| 𝑥 ∈ 𝐴 dan 𝑥 ∈ 𝐵}.
19. Jika A dan B sembarang himpunan maka operasi gabungan A dan B
didefinisikan sebagai 𝐴 ∪ 𝐵 = {𝑥|𝑥 ∈ 𝐴 atau 𝑥 ∈ 𝐵 }. 𝐴 ∩ 𝐵 ≠ ∅.
20. Jika A dan B sembarang himpunan maka operasi penjumlahan himpunan A
dan B didefinisikan sebagai 𝐴 + 𝐵 = {𝑥|𝑥 ∈ 𝐴, 𝑥 ∈ 𝐵 dan 𝑥 ∉ 𝐴 ∩ 𝐵}.
21. Jika A dan B sembarang himpunan maka operasi himpunan pengurangan A
dan B didefinisikan sebagai 𝐴 − 𝐵 = {𝑥|𝑥 ∈ 𝐴 dan 𝑥 ∉ 𝐵}.

1.10 Latihan
1. Berikan masing-masing 5 contoh kumpulan yang merupakan himpunan dan
bukan bukan himpunan dalam konsep matematika!
2. Apakah setiap himpunan yang ditulis dalam enumerasi, dapat ditulis dalam
bentuk notasi himpunan dan apakah dapat berlaku sebaliknya?
3. Tuliskan 3 buah himpunan, kemudian periksa apakah himpunan tersebut
merupakan himpunan berhingga, tak berhingga, terbilang, tak terbilang,
terbatas, tak terbatas. Jelaskan jawaban anda!
4. Sebutkan kelemahan dan keunggulan pendefinisian himpunan menggunakan
diagram Venn dan grafik!
5. Tuliskan dalam bentuk diagram Venn himpunan bilangan Real, Rasional,
Irasional, Bulat, dan Asli.
6.

21

Anda mungkin juga menyukai

  • Modul 1
    Modul 1
    Dokumen9 halaman
    Modul 1
    Petrus Fendiyanto
    Belum ada peringkat
  • Diskrit 7
    Diskrit 7
    Dokumen7 halaman
    Diskrit 7
    Petrus Fendiyanto
    Belum ada peringkat
  • Modul 1
    Modul 1
    Dokumen9 halaman
    Modul 1
    Petrus Fendiyanto
    Belum ada peringkat
  • Diskrit 10
    Diskrit 10
    Dokumen7 halaman
    Diskrit 10
    Petrus Fendiyanto
    Belum ada peringkat
  • Diskrit 9
    Diskrit 9
    Dokumen27 halaman
    Diskrit 9
    Petrus Fendiyanto
    Belum ada peringkat
  • Diktat 6
    Diktat 6
    Dokumen12 halaman
    Diktat 6
    Petrus Fendiyanto
    Belum ada peringkat
  • Diktat 4
    Diktat 4
    Dokumen8 halaman
    Diktat 4
    Petrus Fendiyanto
    Belum ada peringkat
  • Modul 7
    Modul 7
    Dokumen11 halaman
    Modul 7
    Petrus Fendiyanto
    Belum ada peringkat
  • Soal Dan Pembahasan Sistem Gerak Manusia
    Soal Dan Pembahasan Sistem Gerak Manusia
    Dokumen10 halaman
    Soal Dan Pembahasan Sistem Gerak Manusia
    Petrus Fendiyanto
    Belum ada peringkat
  • Aljabar 1
    Aljabar 1
    Dokumen19 halaman
    Aljabar 1
    Petrus Fendiyanto
    Belum ada peringkat
  • Modul 12
    Modul 12
    Dokumen2 halaman
    Modul 12
    Petrus Fendiyanto
    Belum ada peringkat
  • Modul 9
    Modul 9
    Dokumen14 halaman
    Modul 9
    Petrus Fendiyanto
    Belum ada peringkat
  • Modul 4
    Modul 4
    Dokumen11 halaman
    Modul 4
    Petrus Fendiyanto
    Belum ada peringkat
  • Modul 2
    Modul 2
    Dokumen9 halaman
    Modul 2
    Petrus Fendiyanto
    Belum ada peringkat
  • Tabung
    Tabung
    Dokumen1 halaman
    Tabung
    Petrus Fendiyanto
    Belum ada peringkat