Anda di halaman 1dari 18

Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-NYA sehingga
makalah ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak
terimakasih atas bantuan dari kelompok kami yang telah berkontribusi dengan memberikan
sumbangan pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi
makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik
yang dapat membantu kami memperbaiki makalah dari pembaca demi kesempurnaan
makalah ini.

Jakarta, 25 Desember 2017

Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Status gizi merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk menentukan
derajat kesehatan. Kondisi gizi seseorang sangat erat kaitannya dengan permasalahan
kesehatan karena disamping merupakan faktor predisposisi yang dapat memperparah
penyakit infeksi, kondisi gizi juga secara langsung dapat menyebabkan terjadinya
gangguan kesehatan pada individu. Untuk itu dilakukan pemantauan terhadap status
gizi bayi dan balita karena masa tersebut merupakan masa emas perkembangan
kecerdasan dan pertumbuhan fisiknya.
Salah satu cara penilaian status gizi balita adalah dengan pengukuran
antropometri yang menggunakan indeks berat badan menurut umur (BB/U) dan
dikategorikan sebagai : (a) gizi lebih, (b) gizi baik, (c) gizi kurang dan (d) gizi buruk.
Berdasarkan laporan profil Dinas Kesehatan Kota Depok, pada tahun 2011 diketahui
dari hasil penimbangan pada 115.140 balita terdapat 5.195 balita (4,51%) gizi lebih,
104.876 balita gizi baik (91,09%), 4.940 balita gizi kurang (4,29%) dan 129 balita gizi
buruk (0,11%). Tahun 2012 dilaporkan bahwa dari 121.702 balita hasil penimbangan
balita terdapat 4.746 (4%) balita dengan gizi lebih, 111.112 (91%) balita gizi baik dan
5.563 (5%) balita gizi kurang dan 120 balita (0,1%) balita gizi buruk. Tahun 2013 dari
111.340 balita ditimbang terdapat 7.970 (7,16%) balita gizi lebih, balita gizi baik
98.262 (88,23%), balita gizi kurang 5.051(4,54%), balita gizi buruk 87 orang (0,08%).
Berdasarkan laporan diatas, dapat diketahui bahwa terdapat peningkatan
prevalensi balita gizi lebih sampai tahun 2013. Sedangkan terdapat penurunan pada
prevalensi balita gizi kurang dan gizi buruk. Namun semua balita dengan gizi kurang
dan gizi buruk yang dilaporkan telah ditangani sesuai prosedur.
Bila dilihat dari status gizi berdasarkan tinggi badan maka diperoleh balita laki-
laki yang memiliki badan tinggi berjumlah 1,686 (3,36%) dan perempuan sejumlah
2.301 (4,21%). Balita yang memiliki tinggi badan normal sebanyak 47,600 (85,62%)
balita laki-laki dan 46.745 (85,56%) balita perempuan. Jumlah balita dengan ukuran
pendek berjumlah 4.903 (8,82%) untuk balita laki-laki dan 3.984 (7,29%) balita
perempuan. Ukuran tinggi yang sangat pendek berjumlah 1.133 (2,04%) balita laki-laki
dan 1.192 (2,18%) balita perempuan.
Upaya perbaikan gizi masyarakat sebagaimana disebutkan dalam Undang-
Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, bertujuan untuk meningkatkan
mutu gizi perseorangan dan masyarakat, antara lain melalui perbaikan pola konsumsi
makanan, perbaikan perilaku sadar gizi, peningkatan akses dan mutu pelayanan gizi
serta kesehatan sesuai dengan kemajuan ilmu dan teknologi. Untuk memperoleh
informasi pencapaian kinerja pembinaan gizi masyarakat secara cepat, akurat, teratur
dan berkelanjutan, perlu dilaksanakan kegiatan surveilans gizi di seluruh wilayah
provinsi dan kabupaten/kota.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. TINJAUAN PUSTAKA GIZI
2.1 DEFINISI GIZI
Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi
secara normal melalui proses pencernaan, absobsi, transportasi, penyimpanan,
metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan
kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan
energi.

2.2 STATUS GIZI


Status gizi adalah keadaan yang diakibatkan oleh status keseimbangan antara
jumlah asupan (intake) zat gizi dan jumlah yang dibutuhkan (requirement) oleh tubuh
untuk berbagai fungsi biologis seperti pertumbuhan fisik, perkembangan, aktivitas,
pemeliharaan kesehatan, dan lainnya (Suyanto, 2009).
Pada umumnya zat gizi dibagi dalm lima kelompok utama, yaitu karbohidrat,
lemak, protein, vitamin dan mineral. Zat gizi tersebut menyediakan tenaga bagi tubuh,
mengatur proses dalam tubuh dan membuat lancarnya pertumbuhan serta memperbaiki
jaringan tubuh. Beberapa zat gizi yang disediakan oleh pangan tersebut disebut zat gizi
essential, mengingat kenyataan bahwa unsur-unsur tersebut tidak dapat dibentuk dalam
tubuh.
Tubuh manusia memerlukan sejumlah pangan dan gizi secara tetap, sesuai
dengan standar kecukupan gizi, namun kebutuhan tersebut tidak selalu dapat terpenuhi.
Keadaan gizi seseorang merupakan gambaran apa yang dikonsumsinya dalam jangka
waktu yang cukup lama. Bila kekurangan itu ringan, tidak akan dijumpai penyakit
defisiensi yang nyata, tetapi akan timbul konsekwensi fungsional yang lebih ringan dan
kadang-kadang tidak disadari kalau hal tersebut karena faktor gizi.
2.3 FAKTOR-FAKTOR MEMPENGARUHI STATUS GIZI
A. Faktor Eksternal
Faktor eksternal yang mempengaruhi status gizi meliputi :
1) Pendapatan, masalah gizi karena kemiskinan indikatornya dalah taraf ekonomi
keluarga, yang hubungannya dengan daya beli keluarga tersebut.
2) Pendidikan, pendidikan gizi merupakan suatu proses merubah pengetahuan, sikap
dan perilaku orang tua atau masyarakat tentang status gizi yang baik.
3) Pekerjaan, pekerjaan adalah sesuatu yang harus dilakukan terutama untuk
menunjang kehidupan keluarganya. Bekerja bagi ibu-ibu akan mempunyai
pengaruh terhadap kehidupan keluarga.
4) Budaya, budaya adalah suatu ciri khas, akan mempengaruhi tingkah laku dan
kebiasaan.
B. Faktor Internal
Faktor internal yang mempengaruhi status gizi meliputi :
1) Usia, usia akan mempengaruhi kemampuan atau pengalaman yang dimiliki orang
tua dalam pemberian nutrisi pada anak dan remaja.
2) Kondisi fisik, seseoarang yang sakit atau yang sedang dalam penyembuhan dan
yang lanjut usia, semuanya memerlukan pangan khusus karena status kesehatan
mereka yang buruk. Anak dan remaja pada periode hidup ini kebutuhan zat gizi
digunakan untuk pertumbuhan cepat.
3) Infeksi, infeksi dan demam dapat menyebabkan menurunnya nafsu makan atau
menimbulkan kesulitan menelan dan mencerna makanan.

2.4 PENILAIAN STATUS GIZI


Penilain status gizi secara dibagi menjadi 2 cara yaitu secara langsung dan tidak
langsung. Penilaian status gizi secara langsung terdiri dari antropometri, klinis,
biokimia, dan biosfik. Sedangkan penilain status gizi tidak langsung terdiri dari survey
konsumsi, makanan, statistik vital dan faktor ekologi.

2.5 ANTROPOMETRI GIZI


Cara pengukuran yang paling sering digunakan di masyarakat adalah
antropometri gizi. Antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran
dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi.
Antrometri sebagai indikator status gizi dapat dilakukan dengan mengukur beberapa
parameter. Parameter adalah ukuran tunggal dari tubuh manusia, antara lain umur, berat
badan, tinggi badan. Kombinasi antara beberapa parameter disebut Indeks
Antropometri. Jenis-jenis dari Indeks Antropometri adalah berat badan menurut tinggi
badan (BB/TB) dan indeks massa tubuh (IMT). IMT direkomendasikan sebagai
indikator yang baik untuk menentukan status gizi pada remaja. Cara pengukuran IMT
adalah: IMT = Berat badan (Kg) / Tinggi badan (M2)
Tabel 1 Klasifikasi IMT menurut WHO

2.6 KLASIFIKASI STATUS GIZI


Status gizi menurut Almatsier (2003) dalam Pratiwi (2011), dibagi menjadi 4 macam
yaitu:
a. Status Gizi Buruk
Keadaan kurang gizi tingkat berat yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi
dan protein dari makanan sehari-hari dan terjadi dalam waktu yang cukup lama.
b. Status Gizi Kurang
Terjadi bila tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih zat-zat gizi esensial.
c. Status Gizi Baik atau Status Gizi Optimal
Terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang digunakan secara efisien,
sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja
dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin.
d. Status Gizi Lebih
Terjadi bila tubuh memperoleh zat-zat gizi dalam jumlah berlebihan, sehingga
menimbulkan efek toksis atau membahayakan.
BAB III
PREVALENSI KASUS DI PUSKESMAS SUKMAJAYA
Data status gizi balita UPT Puskesmas Sukmajaya yang didapat meliputi dua desa, yakni
Desa Mekarjaya dan Desa Tirtajaya. Data tersebut meliputi status gizi balita di kedua desa
pada tiga tahun terakhir (tahun 2015, 2016, dan 2017).
Tabel 1 status gizi balita UPT Puskesmas Sukmajaya Tahun 2015
SANGAT KURUS KURUS BB NORMAL GEMUK
NO
1 MEKARJAYA 4 40 5433 96
2 TIRTAJAYA 1 28 1598 27

TOTAL TOTAL 5 68 7031 123

Grafik 1 status gizi balita UPT Pukesmas Sukmajaya TAHUN 2015

Pada tahun 2015, jumlah balita yang ada di Kelurahan Mekarjaya berjumlah 5802 balita, dan
dari jumlah tersebut yang melakukan penimbangan ada 5573 balita. Dari grafik di atas,
diketahui bahwa 4 balita teridentifikasi sangat kurus, 40 balita kurus, 5543 balita normal, dan
96 balita gemuk.

Dari data tersebut, bisa dilihat bahwa mayoritas bayi di Kelurahan Mekarjaya memiliki bobot
tubuh normal (99,46% dari populasi data bayi ditimbang), disusul dengan bayi teridentifikasi
gemuk (1,72%), kemudian balita kurus (0,72%), dan terakhir balita sangat kurus (0,0071%).
Sedangkan di Kelurahan Tirtajaya, terdapat 1833 balita dengan 1654 balita yang ditimbang.
Dari grafik, dapat dilihat bahwa data terbanyak merupakan balita dengan berat normal (1598
balita atau 96,6%), disusul balita gemuk (5,80%), balita kurus (40 balita atau 2,42%), dan
terakhir balita sangat kurus (4 balita atau 0,24%).

Tabel 2. status gizi balita UPT Puskesmas Sukmajaya Tahun 2016


SANGAT KURUS KURUS NORMAL GEMUK
NO
1 MEKARJAYA 5 53 3286 270
2 TIRTAJAYA 2 5 1340 149

JUMLAH TOTAL 7 58 4626 419

Grafik 2. status gizi balita UPT Pukesmas Sukmajaya Tahun 2016

Dari data tersebut, bisa dilihat bahwa mayoritas bayi di Kelurahan Mekarjaya memiliki bobot
tubuh normal sebanyak 3286 balita, disusul dengan bayi teridentifikasi gemuk sebanyak 270
balita, kemudian balita kurus sebanyak 53 balita, dan terakhir balita sangat kurus 5 balita.

Sedangkan di Kelurahan Tirtajaya, Dari grafik, dapat dilihat bahwa data terbanyak
merupakan balita dengan berat normal sebanyak 1340 balita, disusul balita gemuk 149 balita,
balita kurus sebanyak 5 balita, dan terakhir balita sangat kurus sebanyak 2 balita.
Tabel 3. status gizi balita UPT Puskesmas Sukmajaya Tahun 2017
SANGAT KURUS KURUS BB NORMAL GEMUK
MEKARJAYA 5 Tidak ada data Tidak ada data Tidak ada data
TIRTAJAYA 0 Tidak ada data Tidak ada data Tidak ada data
TOTAL 5
Grafik 3. status gizi balita UPT Pukesmas Sukmajaya TAHUN 2017

Pada tahun 2017, data yang didapatkan dari UPT Puskesmas Sukmajaya hanya berupa sangat
kurus, yaitu sejumlah 5 balita dari Kelurahan Mekarjaya, dan tidak ada balita sangat kurus di
Kelurahan Tirtajaya.

Tabel 4 perbandingan jumlah balita sangat kurus di UPT Pukesmas Sukmajaya Tahun
2015 – 2017

2015 2016 2017


MEKARJAYA 4 5 5
TIRTAJAYA 1 2 0
Grafik 4. perbandingan jumlah balita sangat kurus di UPT Pukesmas Sukmajaya
Tahun 2015 – 2017

Dari pegolahan data selama 3 tahun (2015, 2016, dan 2017), secara umum di Kelurahan
Mekarjaya dan Tirtajaya mengalami kenaikan jumlah di tahun 2016, namun setelah itu terjadi
stagnansi di Kelurahan Mekarjaya dan penurunan di Kelurahan Tirtajaya di tahun 2017.

Di Kelurahan Mekarjaya, tahun 2015 terdapat 4 balita sangat kurus yang kemudian
bertambah 1 balita menjadi 5 balita di tahun 2016. Tidak ada perubahan di tahun 2017.
Sedangkan di Kelurahan Tirtajaya terjadi peningkatan balita sangat kurus di tahun 2016 dari
1 balita menjadi 2 balita. Namun kemudian di tahun 2017 tidak ada lagi balita sangat kurus.

Dari pembahasan dan analisis di atas, Kelurahan Mekarjaya masih memiliki 5 balita yang
diindikasikan mengalami kekurangan gizi, sedangkan Kelurahan Tirtajaya sudah bebas dari
indikasi balita yang mengalami kekurangan gizi di tahun 2017.
BAB IV
4. GAMBARAN PELAKSANAAN SURVEILANS GIZI
4.1 PENGUMPULAN DATA
Pengumpulan data secara cepat, akurat, teratur dan berkelanjutan dari berbagai
kegiatan surveilans gizi sebagai sumber informasi, meliputi :
a. Kegiatan rutin yaitu penimbangan bulanan, pemantauan dan pelaporan kasus gizi
buruk, pendistribusian tablet Fe ibu hamil, pendistribusian kapsul vitamin A balita,
dan pemberian ASI Eksklusif.
b. Kegiatan survei khusus yang dilakukan berdasarkan kebutuhan, seperti konsumsi
garam beriodium, pendistribusian MP-ASI dan PMT, pemantauan status gizi anak
dan ibu hamil dan Wanita Usia Subur (WUS) risiko Kurang Energi Kronis (KEK)
atau studi yang berkaitan dengan masalah gizi lainnya.
Tabel berikut menunjukkan berbagai data dan sumbernya pada kegiatan surveilans gizi.
Tabel 2 Rekapitulasi Data Tingkat Kabupaten/Kota
4.2 ALUR PELAPORAN DATA
Laporan kegiatan surveilans dilaporkan secara berjenjang sesuai sumber data
(bisa mulai dari Posyandu atau dari Puskesmas). Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan
Dinas Kesehatan Provinsi berkoordinasi dengan rumah sakit (termasuk rumah sakit
swasta) Pusat/Provinsi/Kabupaten/ Kota tentang data terkait, seperti data kasus gizi
buruk yang mendapatkan perawatan. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota mengirimkan
rekapitulasi laporan dari Puskesmas (Kecamatan) dan dari RS Kabupaten/Kota ke
Dinas Kesehatan Provinsi dan Direktorat Bina Gizi, Ditjen Bina Gizi dan Kesehatan
Ibu dan Anak, Kementerian Kesehatan RI, sesuai dengan frekuensi pelaporan.
Dalam pelaksanaan pengumpulan data, bila ada puskesmas yang tidak melapor
atau melapor tidak tepat waktu, data laporan tidak lengkap dan atau tidak akurat maka
petugas Dinkes Kabupaten/Kota perlu melakukan pembinaan secara aktif untuk
melengkapi data. Kegiatan ini dapat dilakukan melalui telepon, Short Message Service
(SMS) atau kunjungan langsung ke puskesmas.

4.3 PENGOLAHAN & PENYAJIAN DATA


Pengolahan data dapat dilakukan secara deskriptif maupun analitik, yang
disajikan dalam bentuk narasi, tabel, grafik dan peta, atau bentuk penyajian informasi
lainnya. Analisis deskriptif dimaksudkan untuk memberikan gambaran umum tentang
data cakupan kegiatan pembinaan gizi masyarakat. Tujuannya adalah untuk
menetapkan daerah prioritas untuk pembinaan wilayah dan menentukan
kecendrungan antar waktu.
Analisa analitik dimaksudkan untuk memberikan gambaran hubungan antar 2
(dua) atau lebih indikator yang saling terkait, baik antar indikator gizi maupun indikator
gizi dengan indikator program terkait lainnya. Tujuan analisis ini antara lain untuk
menentukan upaya yang harus dilakukan bila terdapat kesenjangan cakupan antara dua
indikator.

4.4 DISEMINASI DATA


Diseminasi data dilakukan untuk menyebarluaskan informasi surveilans gizi
kepada pemangku kepentingan. Kegiatan diseminasi informasi dapat dilakukan dalam
bentuk pemberian umpan balik, sosialisasi atau advokasi. Umpan balik merupakan
respon tertulis mengenai informasi surveilans gizi yang dikirimkan kepada pemangku
kepentingan pada berbagai kesempatan baik pertemuan lintas program maupun lintas
sektor. Sosialisasi merupakan penyajian hasil surveilans gizi dalam forum koordinasi
atau forum-forum lainnya sedangkan advokasi merupakan penyajian hasil surveilans
gizi dengan harapan memperoleh dukungan dari pemangku kepentingan.

4.5 UMPAN BALIK


Umpan balik merupakan respon tertulis mengenai informasi surveilans gizi yang
dikirimkan kepada pemangku kepentingan pada berbagai kesempatan baik pertemuan
lintas program maupun lintas sektor. Umpan balik hasil kegiatan surveilans
disampaikan secara berjenjang dari Pusat ke Provinsi setiap 3 bulan atau setiap saat bila
terjadi perubahan kinerja, dari Provinsi ke Kabupaten/Kota dan dari Kabupaten/Kota ke
Kecamatan (Puskesmas) serta Desa/Kelurahan (Posyandu) sesuai dengan frekuensi
pelaporan pada setiap bulan berikutnya.
BAB V
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa selama 3 tahun (2015, 2016,
dan 2017), secara umum di Kelurahan Mekarjaya dan Tirtajaya mengalami kenaikan jumlah
di tahun 2016, namun setelah itu terjadi stagnansi di Kelurahan Mekarjaya dan penurunan di
Kelurahan Tirtajaya di tahun 2017. Di Kelurahan Mekarjaya, tahun 2015 terdapat 4 balita
sangat kurus yang kemudian bertambah 1 balita menjadi 5 balita di tahun 2016. Tidak ada
perubahan di tahun 2017. Sedangkan di Kelurahan Tirtajaya terjadi peningkatan balita sangat
kurus di tahun 2016 dari 1 balita menjadi 2 balita. Namun kemudian di tahun 2017 tidak ada
lagi balita sangat kurus.
Dari pembahasan dan analisis di atas, Kelurahan Mekarjaya masih memiliki 5 balita
yang diindikasikan mengalami kekurangan gizi, sedangkan Kelurahan Tirtajaya sudah bebas
dari indikasi balita yang mengalami kekurangan gizi di tahun 2017.

5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

Kemenkes 2012, Petunjuk Pelaksanaan Surveilans Gizi, Kementrian Kesehatan Republik


Indonesia, Jakarta, diakses pada 18 Desember 2017
http://gizi.depkes.go.id/download/Pedoman%20Gizi/New-Buku-Surveilans-Final1.pdf
https://www.scribd.com/doc/246744490/Laporan-Praktek-Surveilans-Gizi
http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/7321/BAB%20II%20KTI.pdf?seque
nce=5&isAllowed=y
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/21811/Chapter%20II.pdf?sequence=4

Anda mungkin juga menyukai