Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Membaiknya sistem pelayanan kesehatan disertai pesatnya


kemajuan bidang kedokteran meningkatkan usia harapan hidup (di
Indone- sia tahun 2004: perempuan 68 tahun, laki-laki 63,8 tahun). Di
sisi lain akan muncul berbagai penyakit degeneratif antara lain yang
meng- ganggu tajam penglihatan seperti ARMD (Age-Related Macular
Degeneration). ARMD menye-rang makula, yang dapat menyebab-
kan kebu-taan; upaya pengobatan, laser, dan operasi tidak dapat
menjanjikan tajam pengli- hatan yang lebih baik. 8

Age-related macular degeneration (AMD) merupakan penyebab


utama kebutaan permanen pada individu usia lanjut. Penyebab pasti
belum diketahui, tetapi insiden gangguan ini meningkat pada setiap
dekade setelah usia 50 tahun. Keterkaitan lain selain usia adalah ras
(biasanya Kaukasus), jenis kelamin (sedikit predominasi wanita),
riwayat keluarga, dan riwayat merokok. Penyakit ini mencakup
spektrum temuan klinis dan patologis yang luas yang dapat
diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu noneksudatif (kering) dan
eksudatif (basah). Walaupun kedua tipe ini bersifat progresif dan
biasanya bilateral, manifestasi, prognosis, dan penatalaksanaannya
berbeda. Bentuk eksudatif yang lebih berat merupakan penyebab pada
hampir 90% dari semua kasus buta akibat AMD. 1,2,3

Saat ini ARMD merupakan masalah sosial di negara-negara


barat. Di dunia, penderita ARMD diperkirakan telah mencapai 20-25
juta jiwa yang akan bertambah tiga kali lipat aki- bat peningkatan usia
lanjut dalam waktu 30- 40 tahun mendatang. Pada tahun 2003, WHO
memperkirakan 8 juta orang akan mengalami kebutaan akibat ARMD.
Dampak psikososial akibat ARMD cukup besar karena penderi- ta
akan mengalami gangguan penglihatan sentral sehingga sulit
melakukan aktivitas resolusi tinggi, seperti membaca, menjahit,
mengemudi, dan mengenali wajah. Selain itu, penanganannya juga
membutuhkan bia- ya tinggi dan sering hasilnya tidak dapat di-
prediksi.8

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi

2.1.1 Anatomi Retina

Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semi-


transparan, dan multilapis yang melapisi bagian dalam dua per tiga
posterior dinding bola mata. Retina membentang ke depan hampir
sama jauhnya dengan korpus siliare, dan berakhir di tepi ora serrata.
Pada orang dewasa, ora serrata berada sekitar 6,5 mm di belakang
garis Schwalbe pada sisi temporal dan 5,7 mm di belakang garis ini
pada sisi nasal. Permukaan luar retina sensorik bertumpuk dengan
lapisan epitel berpigmen retina sehingga juga bertumbuk dengan
membrana Bruch, khoroid, dan sklera. Di sebagian besar tempat,
retina dan epitelium pigmen retina mudah terpisah hingga membentuk
suatu ruang subretina, seperti yang terjadi pada ablasio retina. Tetapi
pada diskus optikus dan ora serrata, retina dan epitelium pigmen retina
saling melekat kuat, sehingga membatasi perluasan cairan subretina
pada ablasio retina.5

Gambar Makroskopik dari Mata

3
Lapisan-lapisan retina, mulai dari sisi dalamnya, adalah sebagai
berikut5 :

1. Membrana limitans interna


2. Lapisan serat saraf, yang mengandung akson-akson sel ganglion
yang berjalan menuju ke nervus optikus
3. Lapisan sel ganglion
4. Lapisan pleksiformis dalam, yang mengandung sambungan-
sambungan sel ganglion dengan sel amakrin dan sel bipolar
5. Lapisan inti dalam badan sel bipolar, amakrin dan sel horizontal
6. Lapisan pleksiformis luar, yang mengandung sambungan-
sambungan sel bipolar dan sel horizontal dengan fotoreseptor
7. Lapisan inti luar sel fotoreseptor
8. Membrana limitans eksterna
9. Lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar batang dan kerucut
10. Epitelium pigmen retina

Gambar Lapisan dari Retina

4
Gambar Mikroskopik Lapisan Retina

Retina mempunyai tebal 0,1 mm pada ora serrata dan 0,23 mm


pada kutub posterior. Di tengah-tengah retina posterior terdapat
makula. Secara klinis makula dapat didefinisikan sebagai daerah
pigmentasi kekuningan yang disebabkan oleh pigmen luteal (xantofil),
yang berdiameter 1,5 mm. Makula juga adalah daerah yang dibatasi
oleh arkade-arkade pembuluh darah retina temporal. Di tengah
makula, sekitar 3,5 mm di sebelah lateral diskus optikus, terdapat
fovea, yang secara klinis jelas-jelas merupakan suatu cekungan yang
memberikan pantulan khusus bila dilihat dengan oftalmoskop. 5

5
Gambar Funduskopi Normall

Retina menerima darah dari dua sumber : khoriokapiler yang


berada tepat di luar membrana Bruch, yang mendarahi sepertiga luar
retina, termasuk lapisan pleksiformis luar dan lapisan inti luar,
fotoreseptor, dan lapisan epitel pigmen retina, serta cabang-cabang
dari arteri retina sentralis yang memperdarahi dua per tiga sebelah
dalam.5

2.1.2 Anatomi Makula

Makula terletak di retina bagian polus posterior di antara arteri


retina temporal superior dan inferior dengan diameter ± 5,5 mm.
Makula adalah suatu daerah cekungan di sentral berukuran 1,5 mm;
kira-kira sama dengan diameter diskus; secara anatomis disebut juga
dengan fovea.

Secara histo- logis, makula terdiri dari 5 lapisan, yaitu membran


limitan interna, lapisan fleksiformis luar (lapisan ini lebih tebal dan
padat di daerah makula karena akson sel batang dan sel kerucut
menjadi lebih oblik saat meninggalkan fovea dan dikenal sebagai
lapisan se- rabut Henle), lapisan nukleus luar, membran limitan
eksterna, dan sel-sel fotoreseptor.6

Sel batang dan kerucut merupakan sel fotoreseptor yang


sensitif terhadap cahaya. Sel- sel ini memiliki 2 segmen yaitu segmen

6
luar dan segmen dalam.7 Segmen luar (terdiri dari membran cakram
yang berisi pigmen penglihatan) berhubungan dengan epitel pigmen
retina. Sel epitel pigmen retina akan memfa- gositosis secara terus
menerus membran cakram, sisa metabolisme segmen luar yang telah
difagositosis oleh epitel pigmen retina disebut lipofusin. 4,6,7

Sel epitel pigmen retina memiliki aktivitas metabolisme yang


tinggi; dengan bertambahnya usia, pigmen lipofusin makin bertambah,
akibatnya akan mengganggu pergerakan nutrien dari pembuluh darah
koroid ke epitel pigmen retina dan sel fotoreseptor. 4

Gambar Lapisan Macula secara skematik

7
Gambar Makula Normal

2.2 Fisiologi Retina

Retina adalah jaringan paling kompleks di mata. Untuk melihat,


mata harus berfungsi sebagai suatu alat optis, sebagai suatu
transducer yang efektif. Sel-sel batang dan kerucut di lapisan
fotoreseptor mampu mengubah rangsangan cahaya menjadi suatu
impuls saraf yang dihantarkan oleh lapisan serat saraf retina melalui
saraf optikus dan akhirnya ke korteks penglihatan. Makula
bertanggung jawab untuk ketajaman penglihatan yang terbaik dan
untuk penglihatan warna, dan sebagian besar selnya adalah sel
kerucut. Di fovea sentralis, terdapat hubungan hampir 1:1 antara
fotoreseptor kerucut, sel ganglionnya, dan serat saraf yang keluar, dan
hal ini menjamin penglihatan yang paling tajam. Di retina perifer,
banyak fotoreseptor dihubungkan ke sel ganglion yang sama, dan
diperlukan sistem pemancar yang lebih kompleks. Akibat dari susunan
seperti itu adalah bahwa makula terutama digunakan untuk
penglihatan sentral dan warna (penglihatan fotopik) sedangkan bagian
retina lainnya, yang sebagian besar terdiri dari fotoreseptor batang,
digunakan terutama untuk penglihatan perifer dan malam (skotopik). 5

Fotoreseptor kerucut dan batang terletak di lapisan terluar yang


avaskular pada retina sensorik dan merupakan tempat berlangsungnya

8
reaksi kimia yang mencetuskan proses penglihatan. Setiap sel
fotoreseptor kerucut mengandung rodopsin, yang merupakan suatu
pigmen penglihatan fotosensitif yang terbentuk sewaktu molekul
protein opsin bergabung dengan 11-sis-retinal. Sewaktu foton cahaya
diserap oleh rodopsin, 11-sis-retinal segera mengalami isomerasi
menjadi bentuk all-trans. Rodopsin adalah suatu glikolipid membran
yang separuh terbenam di lempeng membran lapis ganda pada
segmen paling luar fotoreseptor. Penyerapan cahaya puncak oleh
rodopsin terjadi pada panjang gelombang sekitar 500 nm, yang terletak
di daerah biru-hijau pada spektrum cahaya. Penelitian-penelitian
sensitivitas spektrum fotopigmen kerucut memperlihatkan puncak
penyerapan panjang gelombang di 430, 540, dan 575 nm masing-
masing untuk sel kerucut peka biru, hijau, dan merah. Fotopigmen sel
kerucut terdiri dari 11-sis-retinal yang terikat ke berbagai protein opsin. 5

Penglihatan skotopik seluruhnya diperantarai oleh fotoreseptor


sel batang. Pada bentuk penglihatan adaptasi gelap ini, terlihat
bermacam-macam nuansa abu-abu, tetapi warna tidak dapat
dibedakan. Sewaktu retina telah beradaptasi penuh terhadap cahaya,
sensitivitas spektral retina bergeser dari puncak dominasi rodopsin 500
nm ke sekitar 560 nm, dan muncul sensasi warna. Suatu benda akan
berwarna apabila benda tersebut mengandung fotopigmen yang
menyerap panjang-panjang gelombang tertentu di dalam spektrum
sinar tampak (400-700 nm). Penglihatan siang hari terutama
diperantarai oleh fotoreseptor kerucut, senjakala oleh kombinasi sel
kerucut dan batang, dan penglihatan malam oleh fotoreseptor batang. 5

2.3 Age-related Macular Degeneration

2.3.1 Definisi

9
AMD adalah penyakit degenerasi makula yang biasanya
mengenai individu usia lanjut, yang menghasilkan kehilangan
penglihatan di sentral penglihatan (makula) karena kerusakan retina.
Degenerasi makula dapat menyulitkan untuk membaca atau mengenali
wajah, meskipun penglihatan perifer masih memungkinkan untuk
melakukan kegiatan sehari-hari.4

Gambar Degenerasi Makula

2.3.2 Epidemiologi

Berdasarkan American Academy of Ophthalmology, penyebab


utama penurunan penglihatan atau kebutaan permanen di Amerika
Serikat pada individu dengan usia lebih dari 50 tahun adalah ARMD.
Data di Amerika Serikat menunjukkan 15% penduduk usia 75 tahun ke
atas mengalami degenerasi makula. Bentuk yang paling sering adalah
age-related macular degeneration (AMD).1,4

Pada tahun 2004 pemeriksaan pada sejumlah grup


menunjukkan bahwa kira-kira 1.75 juta orang dengan usia 40 tahun
atau lebih di Amerika Serikat diperkirakan memiliki neovascular AMD
atau geography atrophy setidaknya pada satu mata dan memiliki

10
resiko tinggi, seperti large drusen (>125 μm) pada kedua mata.
Perkiraan awal memperlihatkan bahwa 1.75 juta individu yang terkena
AMD setidaknya pada salah satu mata akan meningkat hampir 3 juta
orang pada tahun 2020, berdasarkan Aging Population Demographic
di Amerika Serikat.8

Penggunaan Anti-vascular endothelial growth factor (VEGF)


sebagai antioksidan dengan menggunakan zink sama efektifnya pada
treatment pembentukan neovascular untuk memperlambat prosesnya.
Penggunaan VEGF akan menurunkan pembentukan neovascular dan
secara teori meurunkan angka kebutaan sampai dengan 70%
pertahun.8

AMD bertanggung jawab pada 46% kasus kehilangan


penglihatan yang berat (tajam penglihatan 20/200 atau lebih buruk)
pada seseorang yang lebih dari 40 tahun di Amerika Serikat. 8

2.3.3 ETIOLOGI

Penyebab pastinya masih belum diketahui. Namun, kejadian AMD


4
dapat ditingkatkan oleh beberapa faktor risiko, diantaranya :

1. Umur
Faktor risiko yang paling berperan pada terjadinya degenerasi
makula adalah umur. Meskipun degenerasi makula dapat terjadi
pada orang muda, penelitian menunjukkan bahwa umur di atas 60
tahun berisiko lebih besar terjadi dibanding dengan orang muda.
Pada orang muda hanya terdapat 2% saja yang menderita
degenerasi makula, tapi risiko ini meningkat 30% pada orang yang
berusia di atas 75 tahun.

2. Genetik
Gen-gen yang tersusun dalam sistem komplemen protein faktor H,
faktor B, dan faktor 3(C3) ditemukan rusak pada orang-orang yang
mengalami degenerasi makula. CFH ikut berpengaruh dalam

11
menghambat respon inflamasi diperantarai melalui C3b (dan
komplemen jalur alternatif) keduanya bertindak sebagai kofaktor
untuk pembelahan C3b menjadi bentuk aktifnya (C3bi) dan melalui
pelemahan komplek aktif yang terbentuk antara C3b dan faktor B.
Faktor komplemen H (gen yang telah bermutasi) dapat dibawa oleh
para keturunan penderita degenerasi makula. CFH terkait dengan
bagian dari sistem kekebalan tubuh yang meregulasi peradangan.

3. Merokok
Tembakau dapat meningkatkan risiko degenerasi makula dua
sampai tiga kali dari orang-orang yang tidak pernah merokok.
Didapatkan pada penelitian bahwa “literatur mengkonfirmasi
adanya hubungan yang kuat antara merokok dan AMD.” Merokok
cenderung memiliki efek toksik pada retina.

4. Ras
Kejadian ARMD eksudatif lima kali lebih sering di kalangan kulit
putih dibandingkan dengan di kalangan kulit hitam. 2,4 Juga ada
perbedaan kehilangan tajam penglihatan pada penderita kulit hitam
dengan kulit putih. Baltimore Eye Survey menemukan 30%
kebutaan bilateral terjadi pada kulit putih, sedangkan pada kulit
hitam tidak ditemui (0%).

5. Riwayat keluarga
Risiko seumur hidup terhadap pertumbuhan degenerasi makula
adalah 50% pada orang-orang yang mempunyai hubungan
keluarga penderita dengan degenerasi makula, dan hanya 12%
pada mereka yang tidak memiliki hubungan dengan degenerasi
makula.

6. Hipertensi dan Diabetes


Degenerasi makula menyerang para penderita penyakit diabetes,
atau tekanan darah tinggi karena mudah terpecahnya pembuluh-
pembuluh darah kecil (trombosis) sekitar retina. Trombosis mudah
terjadi akibat penggumpalan sel-sel darah merah dan penebalan
pembuluh darah halus.

12
7. Paparan terhadap sinar Ultraviolet
Paparan sinar matahari terutama cahaya biru. Ada bukti yang
bertentangan mengenai apakah paparan sinar matahari
memberikan kontribusi bagi pengembangan degenerasi makula.
Sebuah penelitian baru-baru ini dalam British Journal of
Ophthalmology pada 446 subjek menemukan bahwa kontroversi itu
tidak benar. Penelitian lain, bagaimanapun, telah menunjukkan
bahwa sinar ultraviolet dapat menyebabkan AMD.

8. Obesitas dan kadar kolesterol tinggi


Pemasukan lemak yang tinggi dikaitkan dengan peningkatan risiko
degenerasi makula baik pada perempuan dan laki-laki. Makan lebih
banyak ikan air tawar (setidaknya dua kali seminggu), daripada
daging merah, dan makan semua jenis kacang dapat membantu
penderita degenerasi makula.

9. Stress oksidatif
Telah disetujui bahwa oligomer prooksidan melanin dalam lisosom
di epitel pigmen retina (RPE) ikut bertanggung jawab dalam
mengurangi laju fagositosis fotoreseptor segmen batang luar oleh
RPE tersebut.

10. Mutasi Fibulin-5


Penyakit ini disebabkan oleh cacat genetik di fibulin-5, dominan
autosom. Pada tahun 2004 dilakukan screening pada 402 pasien
AMD dan didapatkan adanya hubungan yang secara signifikan
antara mutasi fibulin-5 dan insiden AMD.

11. Keadaan Bola Mata


Iris, bagian mata yang banyak mengandung melanin dapat
melindungi retina dari kerusakan oksidatif akibat pajanan sinar
ultraviolet. Prevalensi ARMD non-neovaskuler dan ARMD
neovaskuler ternyata secara bermakna lebih banyak ditemukan
pada orang yang warna irisnya terang. Penderita hipermetropia (hi-
peropia) juga berrisiko ARMD, karena pende- rita hiperopia
mempunyai rigiditas sklera yang tinggi sehingga menghambat

13
aliran darah. Hiperopia lebih dari 0,75 D dipertimbangkan sebagai
risiko ARMD. Diduga ada hubungan lemah antara hiperopia dan
ARMD awal, tidak pada ARMD yang lanjut.8
Banyak ahli menduga bahwa ekstraksi katarak dapat
meningkatkan risiko ARMD, sebab lensa yang keruh dapat
menghambat kerusakan retina dari cahaya ultraviolet; reaksi
inflamasi pasca-bedah juga dapat mempercepat progresivitas
ARMD.Pada penderita afakia, risiko ARMD dua kali lebih besar
dibanding- kan penderita pseudofakia.8

12. Nutrisi
Mikronutrien diduga ikut berperan dalam ter- jadinya maupun
progresivitas ARMD. Hal ini diperkuat dengan ditemukannya kadar
mi- kronutrien tertentu yang lebih rendah pada penderita ARMD
dibandingkan dengan bu- kan ARMD. Seddon dkk. menyimpulkan
bahwa diet tinggi karotenoid dapat menu- runkan risiko ARMD
neovaskuler sampai 43% dibandingkan kelompok kontrol. Hanya
beta- karotene dan lutein/zeaxanthin yang mempu- nyai hubungan
paling bermakna.8
Penelitian Eye Disease Case Control Study (ED- CCS) juga
menyebutkan bahwa risiko ARMD neovaskuler akan turun sampai
70% bila ka- dar lutein plasma ≥0,67 μmol/L dibandingkan dengan
kadar lutein plasma ≤0,25 μmol/L.8
Lutein Antioxidant Supplementation Trial (LAST ) melakukan
penelitian tahun 2004 pada 90 orang penderita ARMD atrofikan
berusia re- rata 74,7 tahun selama 1 tahun dengan pem- berian 10
mg lutein non-ester dan kombinasi lutein non-ester 10 mg dengan
anti-oksidan dan vitamin lain. Terlihat peningkatan densi- tas
pigmen makula, perbaikan tajam peng- lihatan sebanyak 5,4 huruf
pada kartu Snellen, perbaikan sensitivitas kontras, dan skotoma.
Sedangkan pada kelompok kontol (plasebo) tidak terdapat
perbaikan.8

2.3.4 Klasifikasi

14
Penyakit ini mencakup spektrum temuan klinis dan patologis
yang luas yang dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok : non-
eksudatif (kering) dan eksudatif (basah). Walaupun kedua tipe ini
bersifat progresif dan biasanya bilateral, manifestasi, prognosis, dan
penatalaksanaannya berbeda. Bentuk eksudatif yang lebih berat
merupakan penyebab hampir 90% dari semua kasus akibat AMD. 5

AMD tipe non-eksudatif

AMD ditandai oleh atrofi dan degenerasi retina bagian luar,


epitel pigmen retina, membran Bruch, dan koriokapilaris dengan
derajat bervariasi. Dari perubahan-perubahan di epitel pigmen retina
dan membran Bruch yang dapat dilihat secara ofthalmoskopis, drusen
adalah yang paling khas. Drusen adalah endapan putih-kuning, bulat,
diskret, dengan ukuran bervariasi di belakang epitel pigmen dan
tersebar di seluruh makula dan kutub posterior. Seiring dengan waktu,
drusen dapat membesar, menyatu, mengalami kalsifikasi, dan
meningkat jumlahnya. Secara histopatologis, sebagian besar drusen
terdiri dari kumpulan lokal bahan eosinofilik yang terletak di antara
epitel pigmen dan membran Bruch; drusen mencerminkan pelepasan
fokal epitel pigmen. Selain drusen, dapat muncul secara progresif
gumpalan-gumpalan pigmen yang tersebar tidak merata di daerah-
daerah depigmentasi atrofi di seluruh makula. Derajat gangguan
penglihatan bervariasi dan mungkin minimal. Angiografi fluoresens
memperlihatkan pola hiperplasia dan atrofi epitel pigmen retina yang
irreguler. Pada sebagian besar pasien, pemeriksaan elektrofisiologik
memperlihatkan hasil normal.1,5

Sebagian besar pasien yang memperlihatkan drusen makula


tidak pernah mengalami penurunan penglihatan sentral yang
bermakna; perubahan-perubahan atrofik dapat menjadi stabil atau
berkembang secara lambat. Namun, stadium eksudatif dapat timbul
mendadak setiap saat, dan selain pemeriksaan oftalmologik yang

15
teratur, pasien diberi Amsler grid untuk membantu memantau dan
melaporkan setiap perubahan simtomatik yang terjadi. 1,5

AMD tipe eksudatif

Walaupun pasien dengan AMD biasanya hanya


memperlihatkan kelainan noneksudatif, sebagian besar pasien yang
menderita gangguan penglihatan berat akibat penyakit ini mengalami
bentuk eksudat akibat terbentuknya neovaskularisasi subretina dan
makulopati eksudat terkait. Cairan serosa dari koroid di bawahnya
dapat bocor melalui defek-defek kecil di membran Bruch, sehingga
menimbulkan pelepasan-pelepasan lokal epitel pigmen. Peningkatan
cairan tersebut dapat semakin menyebabkan pemisahan retina
sensorik di bawahnya, dan penglihatan biasanya menurun apabila
fovea terkena. Pelepasan epitel pigmen retina dapat secara spontan
menjadi datar, dengan bermacam-macam akibat dari penglihatan, dan
meninggalkan daerah geografik depigmentasi di bagian yang
terkena.1,5

Dapat terjadi pertumbuhan pembuluh-pembuluh baru ke


arah dalam yang meluas dari koroid sampai ruang subretina dan
merupakan perubahan histopatologik terpenting yang memudahkan
timbulnya pelepasan makula dan gangguan penglihatan sentral
irreversible pada pasien dengan drusen. Pembuluh-pembuluh baru ini
tumbuh dalam konfigurasi roda pedati dasar atau sea-fan menjauhi
tempat mereka masuk ke dalam ruang subretina. Kelainan klinis awal
pada neovaskularisasi subretina bersifat samar dan sering terabaikan;
selama stadium pembentukan pembuluh baru yang samar ini, pasien
asimtomatik, dan pembuluh-pembuluh baru tersebut mungkin tidak
tampak baik secara oftalmoskopis maupun angiografis. 1,5

Walaupun sebagian membran neovaskular subretina dapat


mengalami regresi spontan, perjalanan alamiah neovaskularisasi
subretina pada AMD mengarah ke gangguan penglihatan sentral yang

16
irreversible dalam selang waktu yang bervariasi. Retina sensorik
mungkin rusak akibat edema kronik, pelepasan, atau perdarahan di
bawahnya. Selain itu, pelepasan retina hemoragik dapat mengalami
metaplasia fibrosa sehingga terbentuk suatu massa subretina yang
disebut jaringan parut disiformis. Massa fibrovaskular yang meninggi
dan ukurannya yang bervariasi ini mencerminkan stadium akhir AMD
eksudatif. Massa ini menimbulkan gangguan penglihatan sentral yang
permanen.1,5

Gambar Makula Normal, ARMD Non Eksudatif & ARMD Eksudatif

17
Gambar Drusen pada ARMD non Eksudatif

2.3.5 Gejala Klinis

Gejala-gejala klinik yang biasa didapatkan pada penderita


degenerasi makula antara lain:3,4

 Distorsi penglihatan, obyek-obyek terlihat salah ukuran atau bentuk


 Garis-garis lurus mengalami distorsi (membengkok) terutama
dibagian pusat penglihatan
 Kehilangan kemampuan membedakan warna dengan jelas
 Ada daerah kosong atau gelap di pusat penglihatan
 Kesulitan membaca, kata-kata terlihat kabur atau berbayang
 Secara tiba-tiba ataupun secara perlahan akan terjadi kehilangan
fungsi penglihatan tanpa rasa nyeri

18
Gambar Skotoma Sentral pada Pasien dengan ARMD

Gambar Distorsi Penglihatan Penderita ARMD pada Amsler Grid

2.3.6 Diagnosis

19
Selain pemeriksaan klinis melihat gambaran fundus, pemeriksaan
lain adalah dengan kartu Amsler (Amsler grid), foto fundus dengan
fun- dus fluorescein angiography (FFA), indocyanine green
angiography (ICGA) dan optical coher- ence tomography (OCT).8

1. Funduskopi

Pada pemeriksaan funduskopi dengan of- talmoskop direk atau


indirek akan terlihat di daerah makula berupa drusen, kelainan
epitel pigmen retina seperti hiperpigmentasi atau hipopigmentasi
yang berhubungan dengan drusen pada kedua mata,
neovaskularisasi koroid, perdarahan sub-retina, dan lepasnya epitel
pigmen retina.8

2. Kartu Amsler

Pada awal ARMD neovaskular dapat terlihat distorsi garis lurus


(metamorfopsia) dan skotoma sentral. Pemeriksaan ini dapat
dilakukan untuk pemantauan oleh penderita sendiri sehingga
tindakan dapat dilakukan secepat- nya.8

3. Fundus fluorescein angiography (FFA)

Pemeriksaan FFA merupakan gold standard bila dicurigai


CNV. Gambaran FFA dapat me- nentukan tipe lesi, ukuran dan
lokasi CNV, sehingga dapat direncanakan tindakan selan- jutnya.
FFA juga digunakan sebagai penuntun pada tindakan laser dan
sebagai pemantauan dalam menentukan adanya CNV yang mene-
tap atau berulang setelah tindakan laser. 8

Dari gambaran FFA, dapat ditentukan bebe- rapa tipe lesi,


yaitu (a) CNV Klasik: gambaran hiperfloresin berbatas tegas pada
fase peng- isian awal arteri, dan pada fase lambat tam- pak

20
kebocoran fluoresin sehingga batasnya menjadi kabur, (b) CNV
Tersamar (Occult): pada fase lambat terlihat gambaran hiperflo-
resin granular dengan batas tidak tegas, (c) Predominan klasik:
lesi klasik lebih dari 50% dibandingkan dengan tipe tersamar, dan
(d) Minimal klasik: lesi klasik kurang dari 50% dibandingkan
dengan tipe tersamar.8

4. Indocyanine green angiography (ICGA)

ICGA sangat lambat mengisi kapiler koroid se- hingga struktur


koroid dapat terlihat lebih de- tail. Hal ini memberi gambaran yang
baik pada kelainan koroid dan menghilangkan blokade yang terjadi
pada FFA, sehingga sering digu- nakan dalam diagnosa CNV
tersamar.8

5. Optical coherence tomography (OCT)

Teknik imaging dengan potongan sagital dua dimensi resolusi tinggi

dapat memperlihatkan gambaran perubahan setiap lapisan retina. 8


Dapat menilai secara kuantitatif ketebalan makula, akan tetapi
masih perlu evaluasi man- faatnya dalam menentukan CNV.

Gambar Degenerasi Makular

21
2.3.7 Diagnosis Banding

6
Diagnosis banding untuk AMD tipe non-eksudatif :

 Periferal drusen (drusen terlokasi di luar dari area makula)


 Degenerasi miopik (khususnya miopia tinggi dengan
karakteristik peripapilar mengalami perubahan, drusen tidak
terlihat)
 Korioretinopati serous sentral (pelepasan RPE, atrofi RPE,
tanpa drusen, biasanya pada pasien di bawah 50 tahun)
 Riwayat distrofi retina sentral pada keluarga (contoh : penyakit
Stargardt)
 Retinopati toksik (contoh : keracunan klorokuin) (bercak-bercak
hipopigmentasi dengan cincin hiperpigmentasi (bull’s eye
maculopathy) tanpa drusen)
 Makulopati inflamasi (contoh : multifokal khoroiditis, rubella)

Diagnosis banding untuk AMD tipe eksudat :6

 Miopia tinggi
 Ruptur khoroid traumatik
 Kerusakan membran Bruch (drusen saraf optik, tumor khoroid,
scar fotokoagulasi)
 Makroneurisma
 Vaskulopati khoroid polipoid
 Khorioretinopati serous sentral
 Kasus inflamasi
 Tumor kecil seperti melanoma khoroid

2.3.8 Penatalaksanaan

Tujuan pengobatan ARMD neovaskuler adalah untuk


mempertahankan tajam penglihatan yang ada dan menurunkan risiko
penurunan tajam penglihatan yang lebih berat. Tindakan laser
bertujuan untuk merusak CNV tanpa menyebabkan kerusakan
jaringan yang berarti.8

22
Tidak ada terapi khusus untuk AMD tipe noneksudatif.
Penglihatan dimaksimalkan dengan alat bantu penglihatan termasuk
alat pembesar dan teleskop. Pasien diyakinkan bahwa meskipun
penglihatan sentral menghilang, penyakit ini tidak menyebabkan
hilangnya penglihatan perifer. Ini penting karena sebagian besar
pasien takut mereka akan menjadi buta total. 3,7

1. Fotokoagulasi laser

Laser argon hijau atau kripton merah dapat digunakan; laser kripton
merah lebih sedikit diabsorpsi oleh pigmen xantofil dibandingkan
laser argon hijau, sehingga memungkinkan dilakukan lebih dekat
dengan daerah sentral fovea. Besarnya spot adalah 100-200 μm
de- ngan durasi 0,1-0,5 detik.8 Menurut Macular Photocoagulation
Study (MPS) penderita yang akan menjalani laser dibagi dalam 3
kelompok:

a. CNV ekstra-fovea: laser akan sangat efektif karena tidak


mempengaruhi tajam penglihatan.

b. CNV juksta-fovea: CNV akan melebar ke daerah foveal


avascular zone (FAZ) tetapi jarang sampai ke daerah pusat
makula. Karena risikonya cukup tinggi, terapi laser masih
kontroversial.

c. CNV sub-fovea: karena CNV di sub-fovea, fotokoagulasi laser


berisiko menyebabkan kehilangan tajam penglihatan
permanen. Beberapa kasus jika diseleksi dengan benar dapat
juga diterapi bila ukurannya kecil dan penderita disiapkan untuk
risiko penurunan tajam penglihatan sesudah terapi. 8

2. Photodynamic therapy ( PDT)

PDT adalah teknik pengobatan mengaktifkan zat verteporfin


menggunakan sinar laser (foto- sensitizer). Terapi ini tidak merusak
EPR, fotoreseptor, dan koroid karena laser yang digunakan tidak

23
menimbulkan panas dan zat aktif hanya bekerja pada jaringan
CNV. Hal ini karena vertoporfin berikatan dengan low density
lipoprotein (LDL) yang banyak terdapat pada sel endotel pembuluh
darah yang sedang berproliferasi.8

PDT merupakan pilihan terapi CNV sub-fovea tipe klasik dan


predominan klasik. Terapi ini dapat diulang setiap 3 bulan bila
masih terlihat kebocoran. Hindari pajanan matahari secara
langsung selama 24-48 jam setelah injeksi vertoporfin.8

3. Transpupillary thermotherapy (TTT)

TTT merupakan terapi iradiasi rendah dengan sinar laser


inframerah (810 nm) sehingga panas yang dihasilkan tidak
merusak jaringan dan dapat digunakan pada CNV subfovea
dengan lesi okult.8

TTT merupakan tantangan bagi operator untuk menentukan


power yang akan digunakan karena setelah TTT tidak terlihat
perubahan warna pada retina sehingga tidak diketahui apakah
telah terjadi suatu oklusi atau belum.8

4. Terapi anti-angiogenesis

Anti-angiogenesis dapat digunakan untuk terapi CNV karena


dapat menghambat vascular endothelial growth factor (VEGF)
sehingga CNV menjadi regresi dan juga mencegah terbentuknya
CNV baru.8

Dapat digunakan secara primer atau tambahan pada saat


terapi laser. Saat ini anti VEGF yang sedang berkembang ialah
ranibizumab, pegabtanib sodium, dan bevacizumab intravitreal,
yang dikatakan dapat menstabilkan visus atau meningkatkan tajam
penglihatan secara temporer.8 Sering pula anti-angiogenesis
dikombinasikan dengan anti-inflamasi (dexamethasone) intravitreal

24
dan dapat pula dikombinasikan setelah PDT.

5. Radiasi

Beberapa penelitian kecil mengungkapkan terapi radiasi


dapat menstabilkan ARMD eksudatif atau meregresi CNV. Radiasi
okuler dengan sinar proton dosis rendah <20 gray dalam 200
centigray relatif aman dilakukan pada CNV subfovea.8

Pembedahan

a. Translokasi makula

Merupakan pengobatan yang menjanjikan, karena dapat


memperbaiki tajam penglihatan sampai tingkat dapat membaca dan
mengen- darai mobil. Meskipun demikian tindakan ini juga
mengandung risiko.8

Translokasi makula merupakan suatu tindakan pembedahan


memindahkan neurosensoris retina fovea dari daerah
neovaskularisasi sub- fovea ke daerah EPR membran Bruch
kompleks koriokapilaris yang masih sehat sehingga CNV dapat
diterapi dengan fotokoagulasi laser. Pemindahan ini bertujuan untuk

mempertahan- kan fungsi sel fotoreseptor. 23,40,42,43 Tindakan ini


dapat dilakukan apabila visusnya relatif masih baik, perdarahannya
belum terlalu lama, dan sebelumnya belum pernah dilakukan tindakan
laser.8

b. Transplantasi EPR

Beberapa peneliti melakukan eksisi CNV atau pengangkatan


jaringan fibrovaskuler subfovea, yang kemudian dilanjutkan dengan
transplantasi EPR.8\

25
Pendidikan dan Rehabilitasi

Pendidikan pada penderita berusia 50 tahun ke atas yang pada


makulanya terdapat drusen sangat perlu, agar mereka mampu memantau
sendiri penglihatan sentralnya menggunakan kartu Amsler. 8

Penderita gangguan penglihatan sentral permanen dapat


memanfaatkan sisa pengli- hatannya dengan menggunakan alat bantu
optik seperti lensa, teleskop, kaca pembesar, kaca mikroskopis (kacamata
baca positif tinggi) atau alat bantu elektronik (CCTV/ close circuit
television). Selain itu, dapat digunakan alat bantu non-optik seperti buku
dengan cetakan huruf besar, tiposkop, pencahayaan tambahan untuk
membantu membaca dan memodifikasi lingkungan dengan pemberian
warna yang kontras di dalam rumah. 8

2.3.9 Prognosis

Bentuk degenerasi makula yang progresif dapat menyebabkan


kebutaan total sehingga aktivitas dapat menurun. Prognosis dari AMD
tipe eksudat lebih buruk daripada AMD tipe noneksudat. Prognosis
dapat didasarkan pada terapi, tetapi belum ada terapi yang bernilai
efektif sehingga kemungkinan untuk sembuh total sangat kecil. 7

26
DAFTAR PUSTAKA

1) Jakobiec A. Principles and Practice of Ophthalmology. Section 9.

Philadelphia, America : W.B. Saunders Company. 1994.


2) Yanoff M. Ophthalmology. Section 8. Barcelona, Spain : Mosby

International LTD. 1999.


3) Degenerasi Makula [ Online ]. Medicastore Online. Available at

http://www.medicastore.com/med/detail_pyk.php?

id=&iddtl=983&idktg=16&idobat=&UID=20070306192649125.162.2

55.115. Accessed on 2013, September 17th.


4) Macular Degeneration [ Online ]. Available at http://emedicine.com.

Accessed on 2013, September 17th.


5) Vaughan G. Oftalmologi Umum, edisi 14. Bab 10. Jakarta : Widya

Medika. 2000.
6) Cohen J. The wills Eye Manual, 3 rd Ed. Chapter 12. Philadelphia,

Pennysylvania : Department of Ophthalmology Jefferson Medical

College. 1999.
7) Liesegang TJ., Skuta GL., Cantor LB., Retina and Vitreous. Basic

and Clinical Course. Section 12. San Fransisco, California :

American Academy of Ophthalmology. 2003-2004.


8) Erry, ARMD (Aged-related macular degeneration), Cermin Dunia

Kedokteran (CDK) – 194, Vol.39, No.6, Juni 2012 hal 431-437 :

Pusat Penelitian dan Pengembangan Sistem dan Kebijakan

Kesehatan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,

Departemen Ksehatan RI, Jakarta, Indonesia.

9) American Academy of Ophthalmology Retina/Vitreous Panel.


Preferred Practice Pattern® Guidelines. Age- Related Macular
Degeneration. San Francisco, CA: American Academy of

27
Ophthalmology; 2015. Available at: www.aao.org/ppp.

28

Anda mungkin juga menyukai