Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN KASUS

SEORANG WANITA 53 TAHUN DENGAN KELUHAN NYERI PADA TANGAN KIRI


POST AMPUTASI

Untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Dalam


di RSUD Tugurejo Semarang

Disusun oleh :
Alnia Rindang Khoirunisya
30101306863

Pembimbing :
dr. Prahastya M.Sc, Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


RSUD TUGUREJO SEMARANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
2017
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Alnia Rindang Khoirunisya


NIM : 30101306863
Fakultas : Kedokteran Umum
Bidang Pendidikan : Ilmu Penyakit Dalam
Pembimbing : dr. Prahastya M.Sc, Sp.PD

Telah dipresentasikan pada tanggal , 2017

Pembimbing

dr. Prahastya M.Sc, Sp.PD


DAFTAR MASALAH

Tanggal Masalah Aktif Masalah Pasif


18 Mei 2017 Diabetes Mellitus -
Hipertensi
AKI
Retensio Urine
KASUS

I. Identitas Pasien
Nama : Ny. N
Umur : 53 Tahun
Alamat : Rejomulyo Rt.004/I, Magelung, Kab. Kendal
Agama : Islam
Pekerjaan : Tidak bekerja
Status : Menikah
No. RM : 53-68-56
Tanggal masuk : 18 Mei 2017
Tanggal periksa : 18 Mei 2017

II. Anamnesis
Anamnesis dilakukan pada tanggal 18 Mei 2017 pukul 21.00 WIB di bangsal
Dahlia 2 RSUD Tugurejo secara autoanamnesis dan alloanamnesis
A. Keluhan utama : Nyeri pada tangan kiri post amputasi
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluh nyeri pada tangan sebelah kiri post amputasi, nyeri
dirasakan seperti ditusuk-tusuk dan hilang timbul. Nyeri bertambah berat
apabila tangan digerakkan dan nyeri dirasakan berkurang apabila digunakan
untuk berbaring. Nyeri menetap dibagian tangan yang sebelah kiri yang post
amputasi dan tidak menjalar ke bagian lain. Pasien tampak lemas, pusing
berputar dan bicaranya pelo selama 3 hari setelah meminum obat.
Kedua kaki pasien bengkak selama 1 minggu, tidak bisa diangkat,
hanya bisa digeser. Pasien juga mengeluh perut di bagian bawah nyeri dan
sering mual tapi tidak muntah. Pasien juga mengeluh tidak bisa buang air
kecil selama 3 minggu. Pasien merasa penglihatan buram.

C. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat keluhan serupa : disangkal
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat DM : diakui (2 tahun)
Riwayat gastritis : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
Riwayat penyakit ginjal : disangkal
Riwayat penyakit jantung : disangkal

D. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat sakit serupa : diakui
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat DM : diakui
Riwayat gastritis : disangkal
Riwayat penyakit ginjal : disangkal
Riwayat penyakit jantung : disangkal

E. Riwayat Pribadi
Kebiasaan konsumsi makan manis : disangkal
Kebiasaan konsumsi kopi : disangkal
Kebiasaan konsumsi obat-obatan : disangkal
Kebiasaan olahraga : disangkal
Kebiasaan minum bersoda : disangkal

F. Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien tidak bekerja. Pasien tinggal bersama suami dan anaknya. Biaya
pengobatan menggunakan BPJS Non PBI

G. Anamnesis Sistem
Keluhan utama Nyeri pada tangan kiri post amputasi

Kepala Pusing (+), pusing berputar (+`),leher kaku (-)

Penglihatan kabur (+), pandangan ganda (-


Mata ),pandangan berputar (-), berkunang-kunang (-),
mata pucat (-), mata kuning (-)
Hidung pilek (-), mimisan (-), tersumbat (-)

pendengaran berkurang (-), gembrebeg (-),


Telinga
keluar cairan (-), darah (-).

sariawan (-), luka pada sudut bibir (-), bibir


Mulut pecah- pecah (-), gusi berdarah (-), mulut kering
(-).

Leher Pembesaran kelenjar limfe (-)

Tenggorokan Sakit menelan (-), suara serak (-), gatal (-).

Sistem Sesak nafas (-), batuk (-), mengii (-)


respirasi

Sistem Sesak nafas saat beraktivitas (-), nyeri dada (-),


kardiovaskuler berdebar-debar (-), keringat dingin (-)

Mual (+), munta


Sistem
gastrointestinal h (-),nafsu makan menurun (+), diare (-),
konstipasi (-), nyeri perut (+)

Sistem Nyeri otot (-), nyeri sendi (-), kaku otot (-), badan
muskuloskelet lemes (+)
al

Sering kencing (-), nyeri saat kencing (-),kencing


Sistem
nanah(-), sulit memulai kencing (+), anyang-
genitourinaria
anyangan (+), tidak bisa kencing (+)

Ekstremitas Luka (+), kesemutan (+), kaku digerakan (+)


atas bengkak (-), sakit sendi (+), panas (-)

Ekstremitas Luka (-), kesemutan (+), kaku digerakan (+)


bawah bengkak (+), sakit sendi (-), panas (-)

Sistem Kejang (-), gelisah (+), kesemutan (-) mengigau


neuropsikiatri (-), emosi tidak stabil (-)

Sistem Kulit kuning (-), pucat (-), gatal (-)


Integumentum

III. Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 18 Mei 2017 pukul 21.00 WIB di
bangsal Dahlia 3 RSUD Tugurejo.
A. Keadaan Umum : Tampak lemah
B. Kesadaran : compos mentis, GCS E4M6V5 = 15
C. Tanda vital
- TD : 179/92 mmHg
- Nadi : 100 x/menit (regular, isi dan tegangan cukup)
- RR : 20 x/menit
- Suhu : 36,5 0C (per axilla)
BB : 47 kg
TB : 155 cm
BMI : 15 kg/m2  normoweight

D. Status Internus
1. Kulit : sianosis (-)
2. Kepala : kesan mesocephal
3. Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), reflek pupil direct
(-/-), reflek pupil indirect (+/+), edem palpebral (-/-), pupil
isokor (2,5 mm/ 2,5 mm)
4. Telinga : serumen (-), nyeri tekan mastoid (-/-), nyeri tekan tragus (-/-)
5. Hidung : nafas cuping hidung (-), deformitas (-), secret (-)
6. Mulut : sianosis (-), lidah kotor (-), stomatitis (-)
7. Leher : pembesaran limfonodi (-), nyeri tekan tragus (-), otot bantu
pernapasan (-), pembesaran tiroid (-)
8. Thoraks :
Jenis pernafasan: Abdominal, simetris, retraksi supraternal (-), retraksi
intercostalis (-), sela iga melebar (-), pembesaran kelenjar getah bening
aksilla (-)
a. Cor
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : konfigurasi jantung dalam batas normal
- Batas atas jatung : ICS II linea parasternal sinistra
- Pinggang jantung : ICS III linea parasternal sinistra
- Batas kiri bawah jantung : ICS V linea mid clavicula sinistra
- Batas kanan bawah jantung : ICS V linea sternalis dextra
Auskultasi : suara jantung I dan II murni, bising jantung (-), gallop (-)
b. Pulmo
Dextra Sinistra
Pulmo Depan

Inspeksi
Bentuk dada Normal Normal
Hemitohorax Simetris, Simetris,
Warna Sama seperti kulit Sama seperti kulit
sekitar sekitar
Palpasi
Nyeri tekan (-) (-)
Stem fremitus Normal Normal
Perkusi Sonor seluruh lapang Sonor seluruh lapang
paru paru
Auskultasi
Suara dasar Vesikuler Vesikuler
Suara
tambahan (-) (-)
- Wheezing (-) (-)
- Ronki kasar (-) (-)
- RBH (-) (-)
- Stridor
Pulmo Belakang

Inspeksi
Bentuk dada Normal Normal
Hemitohorax Simetris, statis, Simetris, statis,
Warna dinamis dinamis
Sama seperti kulit Sama seperti kulit
sekitar sekitar
Palpasi
Nyeri tekan (-) (-)
Stem fremitus Normal Normal
Perkusi Sonor seluruh lapang Sonor seluruh lapang
paru paru
Auskultasi
Suara dasar Vesikuler Vesikuler
Suara
tambahan (-) (-)
- Wheezing (-) (-)
- Ronki kasar (-) (-)
- RBH (-) (-)
- Stridor
Tampak pulmo anterior Tampak pulmo posterior

Suara dasar
vesikuler

9. Abdomen
Inspeksi : permukaan datar, distensi (-), warna sama seperti kulit
sekitar, spider nevi (-), caput medusa (-) , umbilicus
cembung (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal 15 x/mnt
Perkusi :
Timpani Timpani timpani

timpani Timpani timpani

Timpani Redup timpani

pekak sisi (-), pekak alih (-), shifting dullness (-)

Palpasi : nyeri tekan epigastrium (-), pembesaran hepar (-),


pembesaran lien (-) dan nyeri ketok costovertebra (+),
undulasi (-)

Ektremitas
Superior Inferior
Akral dingin -/- -/-
Oedem -/- +/+
Sianosis -/- -/-
Capillary Refill >2 detik / >2 detik >2 detik / >2 detik
Gerak Terbatas Terbatas

IV. Pemeriksaan Penunjang


Tanggal 18 Mei 2017
No. Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Darah Rutin (WB EDTA)
1. Lekosit H 13,66 10x3/ul 3.6 – 11
2. Eritrosit L 2,74 10x6/uL 3.8 - 5.2
3. Hemoglobin L 7,40 g/dL 11.7 – 15.5
4. Hematokrit L 22,30 % 35-47
5. MCV 81.40 fL 80 – 100
6. MCH 27.00 Pg 26 – 34
7. MCHC 33,20 g/dL 32 – 36
8. Trombosit H 470 10x3/ul 150 – 440
9. RDW H 15,90 % 11.5 - 14.5
10. Eosinoil Absolute 0,12 10x3/ul 0.045 - 0.44
11. Basofil Absolut 0.01 10x3/ul 0 - 0.2
12. Netrofil H 12.04 10x3/ul 1.8 – 8
Absolute
13. Limfosit Absolute 0,91 10x3/ul 0.9 - 5.2
14. Monosite 0,57 10x3/ul 0.16 – 1
absolute
15. Eosinofil L 0,90 % 2–4
16. Basofil 0,10 % 0–1
17. Neutrofil H 88.10 % 50 – 70
18. Limfosit L 6,70 % 25 – 40
19. Monosit 4.20 % 2–8

Kimia Klinik (Serum) B


1. Kalium H 7.30 mmol/L 3,5-5,0
2. Natrium L 121,9 mmol/L 135-145
3. Klorida L 89,9 mmol/L 95,0

No. Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal


1. SGOT 31 U/L 0-35
2. SGPT 21 U/L 0-35
3. Ureum H 229,5 mg/dl 10-50
4. Kreatinin H 13,38 mg/dL 0,60 – 0.90
5. GDS 96 mg/dl <125

(𝟏𝟒𝟎 − 𝟓𝟑) × 𝟒𝟕 𝟒𝟎𝟖𝟗


𝑮𝑭𝑹 = 𝑿 𝟎. 𝟖𝟓 = 𝑿 𝟎. 𝟖𝟓 = 𝟑. 𝟓𝟕 𝒎𝑳/𝒎𝒆𝒏𝒊𝒕
𝟕𝟐 𝒙 𝟏𝟑. 𝟑𝟖 𝟗𝟔𝟑. 𝟑𝟔
Tanggal 19 Mei 2017
No. Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal
1. Kalium H 6.75 mmol/L 3.5 – 5.0
2. Natrium L 129.9 mmol/L 135 – 145
3. Ureum H 224,1 mg/dl 10-50
4. Kreatinin H 13,84 mg/dL 0,60 – 0.90
5. Chlorida 96.9 mmol/L 95.0 – 105
6. Albumin L 2.3 g/dl 3.2 – 5.2

Tanggal 20 Mei 2017


No. Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal
1. Kalium L 3.36 mmol/L 3.5 – 5.0
2. Natrium 137.6 mmol/L 135 – 145
3. Chlorida 98.6 mmol/L 95.0 – 105
4. Ureum H 61.6 mg/dl 10-50
5. Kreatinin H 2.09 mg/dL 0,60 – 0.90

Tanggal 20 Mei 2017


No. Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Darah Rutin (WB EDTA)
1. Lekosit H 15.54 10x3/ul 3.6 – 11
2. Eritrosit L 3.20 10x6/uL 3.8 - 5.2
3. Hemoglobin L 8.80 g/dL 11.7 – 15.5
4. Hematokrit L 26.30 % 35-47
5. MCV 82.20 fL 80 – 100
6. MCH 27.50 Pg 26 – 34
7. MCHC 33,50 g/dL 32 – 36
8. Trombosit 326 10x3/ul 150 – 440
9. RDW H 15,40 % 11.5 - 14.5
10. Eosinoil Absolute 0,13 10x3/ul 0.045 - 0.44
11. Basofil Absolut 0.02 10x3/ul 0 - 0.2
12. Netrofil H 13.63 10x3/ul 1.8 – 8
Absolute
13. Limfosit Absolute 0,92 10x3/ul 0.9 - 5.2
14. Monosite 0,84 10x3/ul 0.16 – 1
absolute
15. Eosinofil L 0,80 % 2–4
16. Basofil 0,10 % 0–1
17. Neutrofil H 88.80 % 50 – 70
18. Limfosit L 5.90 % 25 – 40
19. Monosit 5.40 % 2–8

Tanggal 23 Mei 2017


No. Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal
1. Kalium L 2.37 mmol/L 3.5 – 5.0
2. Natrium 138.8 mmol/L 135 – 145
3. Chlorida 96.5 mmol/L 95.0 – 105
4. Ureum H 50.7 mg/dl 10-50
5. Kreatinin L 0,45 mg/dL 0,60 – 0.90

Tanggal 25 Mei 2017


No. Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal
1. Kalium L 2.44 mmol/L 3.5 – 5.0
2. Natrium 139.0 mmol/L 135 – 145
3. Chlorida 96.5 mmol/L 95.0 – 105

Tanggal 27 Mei 2017


No. Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal
1. Kalium L 3.17 mmol/L 3.5 – 5.0
2. Natrium 138.6 mmol/L 135 – 145
3. Chlorida 97.6 mmol/L 95.0 – 105
4. Albumin L 2.9 g/dl 3.2 – 5.2
Tanggal 30 Mei 2017
No. Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal
1. Kalium L 3.48 mmol/L 3.5 – 5.0
2. Natrium 137.6 mmol/L 135 – 145
3. Chlorida 99.4 mmol/L 95.0 – 105
4. Ureum 16.5 mg/dl 10-50
5. Kreatinin L 0,38 mg/dL 0,60 – 0.90
USG (19 Mei 2017)

 Hepar : ukuran dan bentuk normal, parenkim


homogen, tapi dan permukaan rata, tak nampak nodul v. Porta dan v.
Hepatika tak melebar
 Duktus Biliaris : intra dan ekstra hepatik baik, tak melebar
 Kandung empedu : ukuran normal, tak nampak sludge/batu
 Pankreas : ukuran normal, tak tampak massa/kalsifikasi
 Kelenjar para Aorta : tak membesar
 Limpa : ukuran normal, parenkim homogen, nodul (-), v.
Lienalis tak melebar
 Ginjal kanan : ukuran dan bentuk normal, echogenitas
parenkim baik, sistem pelvicocalyces tampak melebar, batu (-)
 Ginjal kiri : ukuran dan bentuk normal, echogenitas parenkim
baik, sistem pelvicocalyces tampak melebar, batu (-)
 Vesika urinaria : tampak penuh terisi urine, tampak banyak debris,
tidak nampak batu
 Volume VU terukur : 1278 ml
 Tidak tampak ascites, tampak effusi pleura dupleks
KESAN :
- Retensio urine (volume 1278 ml) dengan debris pada vesika urinaria
- Hidronefrosis ginjal bilateral, ec retensio urine
- Struktur hepar, kandung empedu, pankreas dan limpa baik
- Effusi pleura dupleks
V. Daftar Abnormalitas
Anamnesis Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Penunjung
1. Nyeri tangan kiri 15. TD : 179/92 mmHg 18. Leukosit 13.66 (H)
post amputasi 16. Abdomen : Perkusi : redup 19. Eritrosit 2.74 (L)
2. Badan lemas 17. Nyeri ketok costovertebra 20. Hb 7.40 (L)
3. Pusing berputar 21. Ht 22.30 (L)
4. Bicara pelo 22. Trombosit 470 (H)
5. Kedua kaki 23. RDW 15.90 (H)
bengkak 24. Netrofil Absolute 12.04 (H)
6. Nafsu makan 25. Eosinofil 0.90 (L)
menurun 26. Neutrofil 88.10 (H)
7. Perut sebah 27. Limfosit 6.70 (L)
8. Mual 28. Kalium 7.30 (H)
9. Tidak bisa BAK 29. Natrium 121.9 (L)
10. Penglihatan 30. Chlorida 89.9 (L)
buram 31. Ureum 229.5 (H)
11. Riwayat DM 32. Kreatinin 13.36 (H)
12. Riwayat keluarga
ulkus DM
13. Kesemutan
14. Kaku dibuat gerak

VI. Analisis Masalah


1. DM 1, 2, 4, 5, 10, 11, 12, 13, 14
2. Hipertensi grade II 15
3. AKI 2, 11, 12, 17, 31, 32
4. Retensio Urine 9, 16, 17
VII. Rencana Pemecahan Masalah
1. Diabetes Mellitus
 Assesment
 Etiologi : resisten insulin
 Faktor Risiko : riwayat penyakit DM dari keluarga, mengalami
hipertensi, aktifitas jasmani yang kurang
 Komplikasi : Neuropati diabetik, ulkus decubitus
 Initial Plan
 IP Dx
- GDS, GDP,GD2P
- HbA1c
 IP Tx
- Metformin 500 mg 3x1
- Novorapid 3-0-14
 IP Mx
- Monitoring KU
- Monitoring TTV
- Monitoring gula darah
 IP Ex
- Penyakit DM tidak dapat sembuh tetapi dapat dikontrol
- Gaya hidup sehat harus diterapkan pada penderita misalnya :
olahraga, menjaga pola makan

2. Hipertensi stage II
 Assessment
 Etiologi
Hipertensi sekunder
 Factor resiko
Kurangnya aktivitas fisik
Diabetes mellitus
 Komplikasi
Penyakit ginjal kronis
Retinopati hipertensi
 Initial plan
IP Dx
- Pengukuran tekanan darah serial
- EKG
- Funduskopi
- USG ginjal
IP Tx
- Irbesartan tab 300 mg 1x1
IP Mx
- Monitoring KU dan TTV
IP Ex
- diet rendah garam
- Minum obat secara rutin, edukasi efek samping obat

3. AKI (Acute Kidney Injury)


 Assessment
 Etiologi
a. AKI Pre Renal  hipovolemik, contoh : dehidrasi, perdarahan
b. AKI Renal  kelainan mendadak parenkim ginjal, faktor iskemik
c. AKI Post Renal  bendungan saluran kemih bilateral
 Factor resiko
 Usia
 Hipertensi
 DM
 Komplikasi
 Cardiovascular (hipertensi, CHF)
 Hematologis (anemia)
 Endokrin (hiperglikemi, hipoglikemi)
 Initial plan
IP Dx
 Pemeriksaan biokimia darah (kadar kreatinin, kadar ureum)
 Pemeriksaan urin
IP Tx
- Pasang DC
- Dilakukan cuci darah
IP Mx
- Keadaan umum
- Vital sign
- Balance cairan
- Cek lab darah lengkap
- CCT
IP Ex
- Kemungkinan harus dilakukan terapi pengganti ginjal berupa cuci
darah
- Istirahat yang cukup
- Pembatasan konsumsi air dan garam
4. Retensi Urin
Assesment
 Etiologi
- Supra vesikal berupa kerusakan pada pusat miksi di medullaspinalis
- Vesikal berupa kelemahan otot detrusor karena lama teregang
- Intravesikal berupa batu kecil dan tumor
- Dapat disebabkan oleh kecemasan, trauma,disfungsi neurogenik
kandung kemih
 Komplikasi
- Kerusakan kandung kemih
- Gagal ginjal kronik
Initial Plan
 IP Dx
- Pemeriksaan specimen urin
- IVP
 IP Tx
- Kateterisasi
 IP Mx
- Monitoring KU, TTV, Urin
 IP Ex
- Jika sudah ingin BAK jangan ditunda
VIII. PROGRESS NOTE
Tanggal Follow Up
19/05/17 S Nyeri ulu hati hilang timbul, Mual, Anyang-anyangan
O KU : cukup
TD : 160/90 mmHg
Nadi : 80 x/menit
RR : 20 x/menit
T : 36,7 oC
Kepala : mecochepal
Mata : dbn
Telinga : dbn
Hidung : dbn
Mulut : dbn
Leher : dbn
Thorax : BJ I-II regular
SD Vesikuler (+/+)
Suara tambahan (-/-)
Abdomen : Pekak alih (-), pekak sisi(-),shifting
dullnes (-), nyeri (+)

A DM
Hipertensi
AKI
Retensi Urin
P Infus
NaCl 10 tpm
Injeksi
furosemid 20 mg 4x1
ceftriaxon 1 gr 2x1
metilprednisolon 125 mg 4x1
dipenhidramin 10 mg 2x1
Oral
asam folat 1 mg 2x1
cetirizine tab 10 mg 1x1
calcium carbonas 2x1
kalitake @20 3x1
Tanggal Follow Up
20/05/17 S Badan gatal, nyeri perut bawah
O KU : cukup
TD : 158/88 mmHg
Nadi : 94 x/menit
RR : 20 x/menit
T : 36,6 oC
Kepala : mecochepal
Mata : dbn
Telinga : dbn
Hidung : dbn
Mulut : dbn
Leher : dbn
Thorax : BJ I-II regular
SD Vesikuler (+/+)
Suara tambahan (-/-)
Abdomen : Pekak alih (-), pekak sisi(-),shifting
dullnes (-), nyeri (+)
Ekstremitas : edem tungkai D et S

A DM
Hipertensi
AKI
Retensi Urin
P Infus
NaCl 10 tpm
Injeksi
furosemid 20 mg 4x1
ceftriaxon 1 gr 2x1
metilprednisolon 125 mg 4x1
dipenhidramin 10 mg 2x1
Oral
asam folat 1 mg 2x1
cetirizine tab 10 mg 1x1
calcium carbonas 2x1
kalitake @20 3x1

Tanggal Follow Up
22/05/17 S Nyeri perut dan pinggang, kesemutan
O KU : cukup
TD : 156/74 mmHg
Nadi : 64 x/menit
RR : 20 x/menit
T : 36,7 oC
Kepala : mecochepal
Mata : dbn
Telinga : dbn
Hidung : dbn
Mulut : dbn
Leher : dbn
Thorax : BJ I-II regular
SD Vesikuler (+/+)
Suara tambahan (-/-)
Abdomen : Pekak alih (-), pekak sisi(-),shifting
dullnes (-), nyeri ketok costovertebra (+)

A DM
Hipertensi
AKI
Retensi Urin
P Infus
NaCl 10 tpm
RL + KcL 1 flsh 20 tpm
Injeksi
furosemid 20 mg 1x1
ceftriaxon 1 gr 2x1
metilprednisolon 125 mg 1x1/4
dipenhidramin 10 mg 2x1
Oral
asam folat 1 mg 2x1
cetirizine tab 10 mg 1x1
calcium carbonas 2x1
kalitake @20 3x1
irbesartan 1x300
gliquidon 1x30
KSR 1x1
Tanggal Follow Up
23/05/17 S Nyeri perut, mata terasa kabur
O KU : cukup
TD : 160/90 mmHg
Nadi : 80 x/menit
RR : 20 x/menit
T : 36,6 oC
Kepala : mecochepal
Mata : dbn
Telinga : dbn
Hidung : dbn
Mulut : dbn
Leher : dbn
Thorax : BJ I-II regular
SD Vesikuler (+/+)
Suara tambahan (-/-)
Abdomen : Pekak alih (-), pekak sisi(-),shifting
dullnes (-), nyeri ketok costovertebra (+)

A DM
Hipertensi
AKI
Retensi Urin
P Injeksi
furosemid 20 mg 1x1
ceftriaxon 1 gr 2x1
Oral
asam folat 1 mg 2x1
irbesartan 300 mg tab 1x1
calcium carbonas 2x1
KSR 1x1
Gliquidone 2x30 mg
Adalat oros 1-30

Tanggal Follow Up
24/05/17 S Pipis harus mengejan, nyeri perut berkurang
O KU : cukup
TD : 160/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit
RR : 21 x/menit
T : 36,7 oC
Kepala : mecochepal
Mata : dbn
Telinga : dbn
Hidung : dbn
Mulut : dbn
Leher : dbn
Thorax : BJ I-II regular
SD Vesikuler (+/+)
Suara tambahan (-/-)
Abdomen : Pekak alih (-), pekak sisi(-),shifting
dullnes (-), nyeri (+)
GDS : 246
A DM
Hipertensi
AKI
Retensi Urin
P Injeksi
furosemid 20 mg 1x1
ceftriaxon 1 gr 2x1
Oral
asam folat 1 mg 2x1
calcium carbonas 2x1
irbesartan 300 mg tab 1x1
gliquidone tab 1x1
KSR 1x1
Adalat oros 30 mg tab 1x1
Tanggal Follow Up
26/05/17 S Susah BAK, nyeri perut dan tangan
O KU : cukup
TD : 140/80 mmHg
Nadi : 90 x/menit
RR : 22 x/menit
T : 36,6 oC
Kepala : mecochepal
Mata : dbn
Telinga : dbn
Hidung : dbn
Mulut : dbn
Leher : dbn
Thorax : BJ I-II regular
SD Vesikuler (+/+)
Suara tambahan (-/-)
Abdomen : Pekak alih (-), pekak sisi(-),shifting
dullnes (-), nyeri (+)
A DM
Hipertensi
AKI
Retensi Urin
P Infus
RL + KcL 2 flsh 20 tpm
Injeksi
furosemid 20 mg 1x1 amp
ceftriaxon 1 gr 2x1 vial
Oral
asam folat 1 mg 2x1
irbesartan 300 mg tab 1x1
KSR 2x1
Gliquidone tab 30 g 2x1
calcium carbonas 2x1
adalat oros 30 mg tab 1x1
harnal ocas 0,4 mg 1x1
Tanggal Follow Up
27/05/17 S Nyeri berkurang, BAK susah, badan lemas
O KU : cukup
TD : 150/70 mmHg
Nadi : 80 x/menit
RR : 20 x/menit
T : 36,7 oC
Kepala : mecochepal
Mata : dbn
Telinga : dbn
Hidung : dbn
Mulut : dbn
Leher : dbn
Thorax : BJ I-II regular
SD Vesikuler (+/+)
Suara tambahan (-/-)
Abdomen : Pekak alih (-), pekak sisi(-),shifting
dullnes (-), nyeri ketok costovertebra (+)
GDS 264
A DM
Hipertensi
Retensi Urin
P Infus
RL 20 tpm
Injeksi
ceftriaxon 1 gr 2x1 vial
Oral
asam folat 1 mg 2x1
calcium carbonas 2x1
irbesartan 1x300
gliquidon 1x30
KSR 1x1
Harnal ocas 0,4 mg box 1x1
Adalat oros 30 mg tab 1x1
Tanggal Follow Up
29/05/17 S Nyeri berkurang, susah BAK
O KU : cukup
TD : 140/80 mmHg
Nadi : 92 x/menit
RR : 20 x/menit
T : 36,6 oC
Kepala : mecochepal
Mata : dbn
Telinga : dbn
Hidung : dbn
Mulut : dbn
Leher : dbn
Thorax : BJ I-II regular
SD Vesikuler (+/+)
Suara tambahan (-/-)
Abdomen : Pekak alih (-), pekak sisi(-),shifting
dullnes (-), nyeri ketok costovertebra (-)
GDS 280
A DM
Hipertensi
Retensi Urin
P Infus
NaCl 10 tpm
Injeksi
ceftriaxon 1 gr 2x1 08.00
Oral
asam folat 1 mg 2x1
irbesartan 300 mg tab 1x1
gliquidone tab 30 mg 2x1
KSR 2x1
Harnal ocas 0,4 mg box 1x1
calcium carbonas 2x1
adalat oros 30 mg tab1x1
proglitazone 1x1
PCT 3-1
Cefixim 2.100
Tanggal Follow Up
30/05/17 S Keluhan (-), susah BAK
O KU : cukup
TD : 120/70 mmHg
Nadi : 80 x/menit
RR : 20 x/menit
T : 36,1 oC
Kepala : mecochepal
Mata : dbn
Telinga : dbn
Hidung : dbn
Mulut : dbn
Leher : dbn
Thorax : BJ I-II regular
SD Vesikuler (+/+)
Suara tambahan (-/-)
Abdomen : Pekak alih (-), pekak sisi(-),shifting
dullnes (-), nyeri ketok costovertebra (-)

A DM
Hipertensi
Retensi Urin
P Infus
NaCl 10 tpm
Injeksi
ceftriaxon 1 gr 2x1 08.00
Oral
asam folat 1 mg 2x1
irbesartan 300 mg tab 1x1
gliquidone tab 30 mg 2x1
KSR 2x1
Harnal ocas 0,4 mg box 1x1
calcium carbonas 2x1
adalat oros 30 mg tab1x1
pioglitazone 1x1
PCT 3-1
Cefixim 2-100

PEMBAHASAN

A. DIABETES MELITUS TIPE II


1. Definisi
Mekanisme terjadinya DM tipe II disebabkan oleh sel β pankreas mampu
memproduksi insulin, tetapi tubuh tidak mampu untuk menggunakan insulin secara
efektif (resistensi insulin) dan atau disebabkan oleh keadaan sel β pankreas mampu
memproduksi insulin namun tidak cukup bagi tubuh.19

2. Etiologi
DM tipe II disebabkan oleh kesalahan dalam menggunakan insulin. Peran
insulin dalam tubuh digunakan untuk memindahkan glukosa ke dalam sel tubuh
untuk disimpan dan digunakan dalam bentuk energi. Dalam keadaan ini penderita
DM tipe II tidak dapat menggunakan insulin dengan efektif yaitu dapat memproduksi
insulin namun insulin kurang atau mampu memproduksi insulin tetapi tidak mampu
menggunakan insulin, keadaan ini dinamakan resistensi insulin. 21

Keadaan resitensi insulin ini mengakibatkan glukosa tidak dapat masuk ke


dalam sel otot untuk disimpan sebagai energi, namun glukosa akan tertimbun
didalam peredaran darah. Sehingga glukosa dalam darah akan meningkat
(hiperglikemia). Keadaan hiperglikemia ini mengakibatkan sel β pankreas bekerja
lebih untuk memproduksi insulin, akibatnya sel β pankreas tidak mampu
mengkompensasi sehingga terjadilah kegagalan sel β pankreas. 21

1.3 Faktor Risiko

Faktor risiko DM tipe II terbagi atas :


Faktor risiko yang tidak dapat diubah seperti ras, etnik, riwayat keluarga
dengan diabetes, usia > 45 tahun, riwayat melahirkan bayi dengan berat badan lahir
lebih dari 4 kg, riwayat pernah menderita DM Gestasional dan riwayat berat badan
lahir rendah < 2,5 kg.
Faktor risiko yang dapat diperbaiki seperti berat badan lebih (indeks massa
tubuh > 23kg/m2, kurang aktivitas fisik, hipertensi(>140/90 mmHg), dislipidemia
(HDL <35 mg/dl dan atau trigliserida > 250 mg/dl) dan diet tinggi gula rendah serat.
3. Patofisiologi
a. Resistensi terhadap insulin
Pada DM tipe II sering terjadi resitensi insulin yaitu keadaan penurunan
kemampuan hormon insulin untuk bekerja efektif pada jaringan target terutama otot
dan hati. Untuk mencapai kadar glukosa darah normal dibutuhkan kadar insulin
plasma yang lebih tinggi. Sedangkan pada penderita DM tipe II terjadi penurunan
kemampuan insulin 30-60% dari orang normal.23 Resistensi insulin menyebabkan
terjadinya gangguan pengeluaran insulin oleh jaringan yang sensitif dan peningkatan
pengeluaran glukosa hati yang ditandai dengan peningkatan gula darah puasa atau
FPG (Fasting Plasma Glucose). Kedua fenomena ini menyebabkan keadaan
hiperglikemia. Pada otot juga terjadi gangguan dalam pembentukan glikogen. 24
Efek sekunder dari hiperinsulinemia yaitu terjadi penurunan reseptor insulin
dan aktifitas tirosin kinase pada jaringan otot. Efek post reseptor mempunyai
peranan dalam resistensi insulin. Polimorfik dari IRS-1 (Insulin Reseptor Substart)
berhubungan dengan intoleransi glukosa. Polimorfik ini berkombinasi menyebabkan
resistensi insulin.24

Resistensi insulin terjadi akibat defek PI-3 kinase (Phosphatidyl Inocytol) yang
menyebabkan terjadinya reduktasi translokasi dari GLUT-4 (Glukose Transporter) ke
membran plasma untuk mengangkut insulin. Akibatnya insulin tidak dapat diangkut
ke dalam sel dan tidak dapat digunakan untuk metabolisme sel sehingga glukosa
dalam darah meningkat dan menyebabkan hiperglikemi.23 Selain itu obesitas juga
dapat mengakibatkan resistensi insulin dengan jalan meningkatkan asam lemak
bebas yang menganggu penggunaan glukosa pada jaringan otot, merangsang
produksi dan gangguan fungsi sel β pankreas.24

b. Defek sekresi insulin


Gambaran pada penderita DM tipe II yaitu terjadinya ketidakmampuan sel β
pankreas meningkatkan sekresi insulin dalam 10 menit setalah pemberian OHO
disertai lambatnya pelepasan insulin pada fase aktif. Keadaan ini dikompensasi
dengan fase lambat pada pelepasan insulin. Tetapi kadar insulin ini tetap tidak
mampu untuk mengatasi hiperglikemi yang terjadi yang mengakibatkan
hiperglikemia setiap hari. Lambatnya sekresi insulin fase akut ini menyebabkan
terganggunya sekresi glukosa endogen setelah makan serta meningkatnya
glukoneogenensis melalui stimulasi glukagon. Selain itu juga terjadi gangguan
sekresi basal insulin. Sekresi basal insulin digunakan untuk regulasi kadar glukosa
darah puasa dan untuk menekan produksi glukosa dalam hati. Pada penderita DM
tipe II terjadi gangguan sifat sekresi insulin pola berdenyut. Normalnya basal insulin
disekresikan dengan kontinyu dengan kecepatan 0.5 U jam dengan pola berdenyut
12-15 menit secara pulsasi dan 120 menit secara osilasi. 24

c. Produksi glukosa hati


Salah satu jaringan yang sensitif terhadap insulin adalah hepar. Insulin dan
glukosa akan menghambat pemecahan glikogen dan menurunkan produksi glukosa
hati. Pada penderita DM tipe II terjadi peningkatan produksi gula hati pada
peningkatan kadar gula darah puasa. Pada DM tipe II terjadi peningkatan insulin
portal, hal ini menunjukan terjadinya resistensi insulin pada sel hati. Keadaan ini
diakibatkan oleh produksi glukosa hati yang berkaitan dengan peningkatan
glukoneogenesis akibat peningkatan asam lemak bebas dan hormon glukagon. 24

Gambar 2.1 Patogenensis DM tipe II

4. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik DM tipe II sering dikaitkan dengan konsekuensi metabolik
berupa defisiensi insulin. Keadaan ini menyebabkan tidak dapat mempertahankan
kadar glukosa puasa dalam keadaan normal atau toleransi glukosa setelah
mengkonsumsi karbohidrat yang mengakibatkan hiperglikemia. Hiperglikemia berat
ini akam mempengaruhi ambang ginjal sehingga terjadi glikosuria. Keadaan
glikosuria ini menyebabkan peningkatan diuresis osmotic sehingga terjadi
peningkatan ekskresi urin (poliuria) dan ambang rasa haus yang meningkat
(polidipsia). Hilangnya glukosa bersama urin menyebabkan kehilangan kalori yang
cukup besar sehingga menyebabkan rasa lapar yang berlebihan (polifagia). Selain
itu penderita DM tipe II sering cepat mengantuk setelah mengkonsumsi
karbohidrat.25

Gejala DM tipe II berjalan secara perlahan lahan dan sering tanpa disadari
penderita DM tipe II. Gejala permulaan sering dirasakan cepat lelah, merasa tidak fit,
mudah lapar, sering buang air kecil dan mudah lelah tanpa diketahui penyebabnya.
Selain itu penderita DM tipe II juga sering mengalami penglihatan kabur, luka yang
susah untuk sembuh, infeksi jamur di daerah genitalia, impotensi pada laki laki dan
kaki terasa keras pada waktu berjalan. Kemudian sering disertai gangguan pada
multipel organ seperti timbulnya manifestasi pada kulit dan peningkatan kadar profil
lipid yang memicu adanya dislipidemia pada penderita DM tipe II yang memicu
penyakit kardiovaskuler.25

Pada penderita DM Tipe II sering tidak meyadari gejala diabetes, untuk


penegakan diagnosis dibuat berdasarkan pemeriksaan darah di laboratorium dan tes
toleransi glukosa. Pada keadaan hiperglikemia yang berat penderita DM Tipe II
mengalami polidipsia, poliuria, lemah dan somnolen. Penderita DM Tipe II jarang
mengalami ketoasidosis karena tidak terjadi defisiensi insulin secara mutlak.25

5. Diagnosis
a. Anamnesis
Penegakan diagnosis dilakukan dengan adanya 3 gejala klasik DM tipe II:

a) Poliuria (sering buang air kecil)


b) Polidipsia (mudah haus)
c) Polifagia (muda lapar)
d) Penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas
Pada anamnesis penderita DM tipe II sering ditemukan adanya perubahan
pola makan, status nutrisi, penurunan berat badan, gangguan tumbuh kembang
pada anak atau pun dewasa, adanya riwayat infeksi kulit, gigi, traktus urogenitalis
yang tidak cepat sembuh. Selain itu pada anamnesis juga perlu ditanyakan
mengenai pengobatan yang pernah diperoleh sebelumnya secara lengkap termasuk
terapi gizi medis, penyuluhan tentang perawatan DM secara mandiri, pengobatan
yang telah dijalani termasuk obat yang digunakan serta program latihan jasmani.
Pada pemeriksaan hasil laboratorium terdahulu perlu ditanyakan riwayat
pemeriksaan HbA1c dan hasil pemeriksaan kusus yang berkaitan dengan diagnosis
DM tipe II.26

Adanya riwayat komplikasi akut seperti ketoasidosis diabetikum, hiperosmolar


non ketotik, hiperglikemia dan hipoglikemia setelah pemberian terapi diabetes. Serta
perlu ditanyakan tentang pola hidup, budaya sosial ekonomi serta adanya riwayat
keluarga yang menderita DM tipe II dan riwayat diabetes gestasional.26

b. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik penderita DM tipe II sering tidak ditemukan gambaran
khas. Pemeriksaan fisik yang dilakukan meliputi pengukuran tinggi badan dan berat
badan, pengukuran tekanan darah termasuk tekanan darah posisi berdiri dan tidur
untuk mengetahui kemungkinan hipotensi ortostatis. Pemeriksaan palpasi nadi,
pemeriksaan kulit apakah ditemukan acantosis nigricans dan bekas penyuntikan
insulin, apakah ditemukan kelainan neuropati dan kelainan kulit akibat komplikasi
mikrovaskuler DM tipe II. Dan perlu dilakukan pemeriksaan neurologis. 26

c. Pemeriksaan Penunjang
Untuk penegakan diagnosis DM tipe II yaitu dengan pemeriksaan glukosa
darah dan pemeriksaan glukosa peroral (TTGO). Sedangkan untuk membedakan
DM tipe II dan DM tipe I dengan pemeriksaan C-peptide.27

Pemeriksaan glukosa darah

a) Glukosa Plasma Vena Sewaktu


Pemeriksaan gula darah vena sewaktu pada pasien DM tipe II
dilakukan pada pasien DM tipe II dengan gejala klasik seprti poliuria,
polidipsia dan polifagia. Gula darah sewaktu diartikan kapanpun tanpa
memandang terakhir kali makan. Dengan pemeriksaan gula darah sewaktu
sudah dapat menegakan diagnosis DM tipe II. Apabila kadar glukosa darah
sewaktu ≥ 200 mg/dl (plasma vena) maka penderita tersebut sudah dapat
disebut DM. Pada penderita ini tidak perlu dilakukan pemeriksaan tes
toleransi glukosa. 28

b) Glukosa Plasma Vena Puasa


Pada pemeriksaan glukosa plasma vena puasa, penderita dipuasakan
8-12 jam sebelum tes dengan menghentikan semua obat yang digunakan,
bila ada obat yang harus diberikan perlu ditulis dalam formulir. Intepretasi
pemeriksan gula darah puasa sebagai berikut : kadar glukosa plasma puasa
< 110 mg/dl dinyatakan normal, ≥126 mg/dl adalah diabetes melitus,
sedangkan antara 110-126 mg/dl disebut glukosa darah puasa terganggu
(GDPT). Pemeriksaan gula darah puasa lebih efektif dibandingkan dengan
pemeriksaan tes toleransi glukosa oral. 28

c) Glukosa 2 jam Post Prandial (GD2PP)


Tes dilakukan bila ada kecurigaan DM. Pasien makan makanan yang
mengandung 100gr karbohidrat sebelum puasa dan menghentikan merokok
serta berolahraga. Glukosa 2 jam Post Prandial menunjukkan DM bila kadar
glukosa darah ≥ 200 mg/dl, sedangkan nilai normalnya ≤ 140. Toleransi
Glukosa Terganggu (TGT) apabila kadar glukosa > 140 mg/dl tetapi < 200
mg/dl.28

d) Glukosa jam ke-2 pada Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO)


Pemeriksan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) dilakukan apabila
pada pemeriksaan glukosa sewaktu kadar gula darah berkisar 140-200 mg/dl
untuk memastikan diabetes atau tidak. Sesuai kesepakatan WHO tahun
2006,tatacara tes TTGO dengan cara melarutkan 75gram glukosa pada
dewasa, dan 1,25 mg pada anak-anak kemudian dilarutkan dalam air 250-300
ml dan dihabiskan dalam waktu 5 menit.TTGO dilakukan minimal pasien telah
berpuasa selama minimal 8 jam. Penilaian adalah sebagai berikut; 1)
Toleransi glukosa normal apabila ≤ 140 mg/dl; 2) Toleransi glukosa terganggu
(TGT) apabila kadar glukosa > 140 mg/dl tetapi < 200 mg/dl; dan

3) Toleransi glukosa ≥ 200 mg/dl disebut diabetes melitus. 28

Pemeriksaan HbA1c

HbA1c merupakan reaksi antara glukosa dengan hemoglobin, yang tersimpan


dan bertahan dalam sel darah merah selama 120 hari sesuai dengan umur eritrosit.
Kadar HbA1c bergantung dengan kadar glukosa dalam darah, sehingga HbA1c
menggambarkan rata-rata kadar gula darah selama 3 bulan. Sedangkan
pemeriksaan gula darah hanya mencerminkan saat diperiksa, dan tidak
menggambarkan pengendalian jangka panjang. Pemeriksaan gula darah diperlukan
untuk pengelolaaan diabetes terutama untuk mengatasi komplikasi akibat perubahan
kadar glukosa yang berubah mendadak. 29

Tabel 2.1 Kategori HbA1c 30

HbA1c < 6.5 % Kontrol glikemik baik

HbA1c 6.5 -8 % Kontrol glikemik


sedang

HbA1c > 8 % Kontrol glikemik


buruk

Penegakan Diagnosis
Untuk penegakan diagnosis dan klasifikasi terdapat dua indeks tambahan, yang
dapat dibagi atas 2 bagian :

1. Indeks penentu derajat kerusakan sel beta


Pemeriksaan untuk menentukan derajat kerusakan sel β digunakan
pemeriksaan insulin, pro insulin dan sekresi peptide penghubung (C-peptide).
Nilai HbA1c dari protein lain dan tingkat gangguan toleransi glukosa juga
bermanfaat untuk menentukan kerusakan sel β pankreas. 31
2. Indeks proses diabetogenik
Penentuan tipe dan subtype HLA, tipe dan titer antibodi dalam sirkuasi yang
ditujukan untuk pulau pulau langerhans, anti GAD (glutamic Acid
Decarboxilase), cell mediated immunity pada sel endokrin terhadap pankreas
dapat digunakan untuk penilaian proses diabetogenik.31
Diagnosis DM Tipe II berdasarkan American Diabetes Assosiasion yaitu

a) Gula darah puasa ≥126mg/dL (7.0mmol/L) atau lebih tinggi atau


b) Gula darah 2 jam setelah makan ≥200 mg/dL (11.1mmol/L) atau lebih tinggi
75 gr pada tes oral glukosa toleransi (TTGO).
c) Gula darah sewaktu ≥200 mg/dL (11.1 mmol/L) atau lebih tinggi terutama
pada pasien dengan gejala hiperglikemik atau krisis hiperglikemia.
d) Pada pemeriksaan HbA1c ≥ 6.5% pada pemeriksaan pertama kali. 25

Kriteria diagnosis DM tipe II menurut PERKENI 2011


a) Gejala klasik + gula darah sewaktu ≥ 200mg/dl (11,1 mmol/L). Gula darah
sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa
memperhatikan waktu makan terakhir.10
b) Gejala klasik + gula darah puasa ≥ 126 mg/dl (7.0 mmol/L). Gula darah puasa
diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam. 10
c) Kadar gula darah 2 jam pada TTGO ≥200 mg/dl (11,1 mmol/L). TTGO
dilakukan dengan standar WHO menggunakan beban glukosa setara 75 gram
anhidrus yang dilarutkan dalam air. 10
Gambar 2.2 Pengelolaan DM tipe II dan Toleransi glukosa terganggu

Tabel 2.2 Diagnostik DM tipe II

Glukosa plasma Glukosa plasma 2 jam setelah


puasa makan

Normal < 100 mg/dl < 140 mg/dl

Pre diabetes 100- 125 mg/dl -

Diabetes >125 mg/dl >200 mg/dl

Kriteria pengendalian DM tipe II dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2.3 Pengendalian Gula darah

Baik Sedang Buruk

Glukosa darah puasa 80-100 100-125 ≥ 126


(mg/dL)

Glukosa darah 2 jam 80-144 145 -179 ≥ 180


(mg/dL)
A1c < 6.5 6.5 -8 >8

Kolesterol total (mg/dL) < 200 200 – 239 ≥ 240

HDL (mg/dL) <100 100 -129 ≥ 130

LDL (mg/ Dl) >45

Trigliserida <150 150- 199 ≥200

IMT (kg/m2) 18.5-23 23- 25 >25

Tekanan darah(mm/hg) <130/80 130 – 140/ >140/90


80-90

Indikasi Skrining diabetes pada dewasa yang asimtomatik meliputi :

a) Tekanan darah > 135/80mmHg


b) Obesitas dan salah satu dari faktor resiko diabetes ( riwayat keluarga
diabetes, tekanan darah > 140/90 mmHg, LDL < 35mg/dL atau trigliserid >
250 mg/dL.
c) ADA merekomendasikan skrening pada usia > 45 tahun walaupun tidak ada
kriteria diatas.31
3. Komplikasi
Komplikasi kronik DM Tipe II meliputi:

a) Mikroangiopati
Komplikasi mikroangiopati merupakan lesi spesifik diabetes yang
menyerang kapiler, arteriola retina (retinopati diabetik), glomerolus ginjal
(nefropati diabetik), dan saraf perifer (neuropati diabetik) dan lesi pada otot
serta kulit. Lesi ini ditandai dengan adanya penimbunan glikoprotein dan
senyawa kimia membran dasar berasal dari glukosa maka hiperglikemia
menyebabkan bertambahnya kecepatan pembentukan sel-sel membran
dasar. Manifestasi mikroangiopati timbul 15- 20 tahun sesudah awitan DM
tipe II.33Faktor yang mempengaruhi tingkat komplikasi mikroangiopati adalah
hipertensi, jenis kelamin, umur, kadar insulin serum, kadar lipid serum,
macam pengobatan, merokok, permeabilitas dan fragilitas kapiler. 32
b) Makroangiopati
Komplikasi makroangiopati terdiri dari penyakit jantung koroner, stroke
dan penyakit vaskuler perifer. Komplikasi makroangiopati atau penyakit
vaskuler diabetik merupakan penyebab utama morbilitas dan mortalitas pada
DM Tipe II. Ada dua teori mengenai terjadinya komplikasi kronik. Teori
pertama adalah hipotesis genetik metabolik yang menyatakan komplikasi
kronik merupakan akibat kelainan metabolik pada penderita diabetes
melitus.32
Makroangiopati diabetikum memliki gambaran serupa aterosklerosis.
Penyakit ini diakibatkan oleh reaksi biokimia yang disebabkan oleh
insufisiensi insulin. Reaksi biokimia ini berupa penimbunan sorbitol pada
tunika intima vaskuler, hiperlipoproteinemia dan kelainan pembekuan darah.
Pada akhirnya kelainan makroangiopati ini menyebabkan penyumbatan
vaskuler. Jika mengenai pada arteri perifer akan menyebabkan insufisiensi
aliran perifer dan gangren pada ekstremitas serta adanya insufisiensi serebral
dan stroke. Jika mengenai arteri koronaria dan aorta menyebabkan timbulnya
infark miokard.33
Faktor yang berpengaruh pada makroangiopati adalah hipertensi,
hiperlipidemia, hiperinsulinemia, neuropati, viskositas darah meningkat, efek
metabolik defisiensi insulin. 32

4. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan
1. Jangka pendek : menghilangkan keluhan dan tanda diabetes dengan
memberikan rasa nyaman dan mencapai target pengendalian glukosa.
2. Jangka panjang : mencegah dan menghambat progresivitas komplikasi
diabetes melitus. 34
Pilar penatalaksaan
Pilar penatalaksanaan DM tipe II pada lini pertama dilakukan dengan
pengaturan pola makan, latihan jasmani dalam 2-4 minggu. Pada lini kedua apabila
kadar glukosa belum mencapai target dilakukan terapi farmakologi dengan obat
Hiperglikemik Oral (OHO). Dan lini terakhir dengan pemberian suntik insulin, namun
dalam keadaan dekompensasi metabolik dapat langsung diberikan terapi insulin. 34

Pilar penatalaksanaan DM tipe II:


1. Edukasi
Pengetahuan tentang pemantauan glukosa darah mandiri tanda dan
gejala hipoglikemi serta cara mengatasinya. 34
2. Terapi Nutrisi Medis
Terapi Nutrisi Medis (TNM) meliputi pengaturan pola makan yaitu
makanan yang seimbang dan sesuai kebutuhan kalori dan zat gizi pada
masing masing individu, serta pentingnya keteraturan makan dalam hal
jadwal, jenis dan jumlah makanan terutama pada penggunaan obat penurun
glukosa darah atau insulin. 34
3. Latihan jasmani
Kegiatan jasmani dilakukan secara teratur 3-4 kali seminggu dengan
durasi 30 menit. Latihan jasmani yang dianjurkan adalah bersifat aerobik
(jalan kaki, sepeda santai, jogging dan berenang) latian jasmani disesuaikan
dengan usia serta memperbanyak aktifitas aktif. Latian jasmani berguna untuk
menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin sehingga
memperbaiki kendali glukosa darah. 34
4. Farmakologi
a. Obat Hiperglikemi Oral
a) Memicu sekresi insulin
Sulfonilurea ini bekerja untuk merangsang sel β pankreas untuk
melepaskan insulin yang tersimpan, dengan menurunkan ambang
sekresi insulin dan meningkatkan sekresi insulin melalui rangsangan
glukosa.Golongan sulfonylurea generasi pertama adalah klorpropamid,
generasi kedua adalah glibenklamid, glipizid glikuidon. Generasi ketiga
adalah glimepirid.10
Glinid bekerja dengan meningkatkan sekresi insulin fase awal.
Terdiri atas 2 golongan yaitu repaglinid dan nateglinid. Obat ini secara
cepat diabsorbsi dan ekskresi cepat melalui hati. 10

b) Penambah sensitivitas Insulin

Biguanid bekerja dengan menurunkan glukosa darah melalui


kerja insulin pada tingkat seluler, distal dari reseptor insulin serta
menurunkan produksi gula hati. Metformin meningkatkan pemakaian
glukosa oleh sel usus sehingga dapat menurunkan glukosa darah dan
menghambat absorbsi glukosa dari usus pada setelah makan. 10

Tiazolidindion meningkatkan sensitivitas insulin. Golongan obat


ini meningkatkan glukosa adisposa pada sel dan mengurangi produksi
glukosa di hati. 10

c) Menghambat alfa glukosidase

Acarbose merupakan obat yang bekerja menghambat kerja


enzim alfa glukosidase dalam saluran cerna sehingga dapat
menurunkan hiperglikemia post prandial. 1

Tabel 2.4 Mekanisme kerja OHO dan Insulin.34


Cara kerja Efek Penurunan A1c
utama samping
Sulfonylurea dan Meningkatkan BB naik 1.5 -2%
Glinid sekresi insulin hipoglikemia
Metformin Menekan Diare, 1.5 – 2%
produksi gula dyspepsia,
hati asidosis
laktat,
Penghambat Menghambat Flatulens, 0.5 -1%
glukosidase absorbsi glukosa tinja lunak
Tiazolindion Meningkatkan Edema 1.3%
sensitifitas
insulin
I nsulin Menekan Hipoglikemia Potensial
produksi BB naik sampai normal
glikogen,
stimulasi dan
pemanfaatan
glukosa

b. Insulin
Insulin digunakan pada pasien yang tidak dapat dikendalikan dengan
kombinasi sulfonylurea dan metformin.10 Untuk memenuhi kebutuhan insulin
basal digunakan insulin kerja menengah (Intermediete Acting Insulin) atau
Long Acting Insulin. Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan insulin prandial
digunakan insulin kerja cepat (Short Acting Insulin) atau Rapid Acting

DAFTAR PUSTAKA
Sudoyo, Aru W. Setyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. Dkk. 2014.Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam . Jilid II. Edisi VI. Jakarta: Balai Pustaka FKUI..
1. Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Jakarta : EGC.
2. Chris tanto, dkk. 2014. Kapita Selekta. Jilid II. Edisi IV. Jakarta Balai Pustaka
FKUI.

Anda mungkin juga menyukai