Tutorial Klinik Ileus
Tutorial Klinik Ileus
ILEUS
Oleh :
Alnia Rindang Khoirunisya
30101306863
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
2017
LEMBAR PENGESAHAN
TUTORIAL
ILEUS
Setiap tahunnya 1 dari 1000 penduduk dari segala usia didiagnosa ileus (Davidson,
2006). Di Amerika diperkirakan sekitar 300.000 - 400.000 menderita ileus setiap tahunnya
(Jeekel, 2003). Di Indonesia tercatat ada 7.059 kasus ileus paralitik dan ileus obstruktif tanpa
hernia yang dirawat inap dan 7.024 pasien rawat jalan (Departemen Kesehatan RI, 2010).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Markogiannakis et al, ditemukan 60% penderita
yang mengalami ileus obstruktif rata – rata berumur 16 – 98 tahun dengan perbandingan jenis
kelamin perempuan lebih banyak daripada laki-laki (Markogiannakid et al., 2007).
Ileus lebih sering terjadi karena obstruksi usus halus daripada usus besar. Keduanya
memiliki cara penanganan yang berbeda dengan tujuan yang berbeda pula. Obstruksi usus
halus yang dibiarkan dapat menyebabkan gangguan vaskularisasi usus dan memicu iskemia,
nekrosis, perforasi dan kematian, sehingga penanganan obstruksi usus halus lebih ditujukan
pada dekompresi dan menghilangkan penyebab untuk mencegah kematian (Sjamsuhidajat,
2003).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.4.1.2 Etiologi
Ileus pada pasien rawat inap ditemukan pada: (1) proses intraabdominal
seperti pembedahan perut dan saluran cerna atau iritasi dari peritoneal
(peritonitis, pankreatitis, perdarahan); (2) sakit berat seperti pneumonia,
gangguan pernafasan yang memerlukan intubasi, sepsis atau infeksi berat,
uremia, diabetes ketoasidosis, dan ketidakseimbangan elektrolit (hipokalemia,
hiperkalsemia, hipomagnesemia, hipofosfatemia); dan (3) obat – obatan yang
mempengaruhi motilitas usus (opioid, antikolinergik, fenotiazine). Setelah
pembedahan, usus halus biasanya pertama kali yang kembali normal (beberapa
jam), diikuti lambung (24 – 48 jam) dan kolon (48 – 72 jam) (Badash, 2005).
Ileus terjadi karena hipomotilitas dari saluran pencernaan tanpa adanya
obstruksi usus mekanik. Diduga, otot dinding usus terganggu dan gagal untuk
mengangkut isi usus. Kurangnya tindakan pendorong terkoordinasi
menyebabkan akumulasi gas dan cairan dalam usus.
a. Neurologik
Pasca operasi
Kerusakan medula spinalis
Keracunan timbal kolik ureter
Iritasi persarafan splanknikus
Pankreatitis
b. Metabolik
Gangguan keseimbangan elektrolit (terutama hipokalemi)
Uremia
Komplikasi DM
Penyakit sistemik seperti SLE, sklerosis multiple
c. Obat – obatan
Narkotik
Antikolinergik
Katekolamin
Fenotiasin
Antihistamin
d. Infeksi
Pneumonia
Empiema
Urosepsis
Peritonitis
Infeksi sistemik berat lainnya
e. Iskemia usus
2.3.1.3 Patofisiologi
(1) pada tahap yang kecil melalui pengaruh langsung noreepineprin pada
otot polos (kecuali muskularis mukosa, dimana ia merangsangnya)
- Neurogenik
Refleks inhibisi dari saraf afferent: incisi pada kulit dan usus pada operasi
abdominal.
Refleks inhibisi dari saraf efferent: menghambat pelepasan neurotransmitter
asetilkolin
- Hormonal
- Inflamasi
Makrofag: melepaskan proinflammatory cytokines (NO).
Prostaglandin inhibisi kontraksi otot polos usus
- Farmakologi
Ileus adinamik (ileus inhibisi) ditandai oleh tidak adanya gerakan usus
yang disebabkan oleh penghambatan neuromuscular dengan aktifitas simpatik
yang berlebihan. Sangat umum, terjadi setelah semua prosedur abdomen,
gerakan usus akan kembali normal pada: usus kecil 24 jam, lambung 48 jam,
kolon 3-5 hari.
2.4.1.5 Diagnosa
Anamnesa
Pemeriksaan fisik
o Inspeksi
Dapat ditemukan tanda – tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup
kehilangan turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen
harus dilihat adanya distensi, parut abdomen, hernia dan massa abdomen.
Pada pasien yang kurus tidak terlihat gerakan peristaltik.
o Palpasi
Pada palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi peritoneum apapun atau
nyeri tekan, yang mencakup “defence muscular” involunter atau rebound
dan pembengkakan atau massa yang abnormal untuk mengetahui penyebab
ileus.
o Perkusi
Hipertimpani
o Auskultasi
Bising usus lemah atau tidak sama sekali (silent abdomen).
Pemeriksaan penunjang
2.4.1.6 Penatalaksanaan
1. Konservatif
Penderita dirawat di rumah sakit
Penderita dipuasakan
Kontrol status airway, breathing, dan circulation
Dekompresi dengan nasogastric tube
Intravenous fluids and electrolyte
Dipasang kateter urin untuk menghilang balance cairan
2. Farmakologis
Antibiotik broadspectrum untuk bakteri anaerob dan aerob
Analgesik apabila nyeri
Prokinetik: metaklopromide, cisapride
Parasimpatis stimulasi: bethanecol, neostigmin
Simpatis blokade: alpha 2 adrenergik antagonis
3. Operatif
Pseudo-obstruction (Pseudo-obstruksi)
Obstruksi Mekanik
2.3.1.8 Prognosis
2.4.2.1 Definisi
Ileus obstruktif atau disebut juga ileus mekanik adalah keadaan dimana
isi lumen saluran cerna tidak bisa disalurkan ke distal atau anus karena adanya
sumbatan/hambatan mekanik yang disebabkan kelainan dalam lumen usus,
dinding usus atau luar usus yang menekan atau kelainan vaskularisasi pada
suatu segmen usus yang menyebabkan nekrose segmen usus tersebut (Sabara,
2007).
2.4.2.2 Klasifikasi
2.4.2.3 Etiologi
Penyebab terjadinya ileus obstruksi pada usus halus antara lain (Doherty et al
2002) :
1. Hernia inkarserata : Usus masuk dan terjepit di dalam pintu hernia. Pada
anak dapat dikelola secara konservatif dengan posisi tidur
Trendelenburg. Namun, jika percobaan reduksi gaya berat ini tidak
berhasil dalam waktu 8 jam, harus diadakan herniotomi segera.
2. Non hernia inkarserata, antara lain :
a. Adhesi (perlekatan usus halus)
Adhesi merupakan penyebab tersering pada ileus obstruktif,
sekitar 50 – 70% dari semua kasus. Ileus karena adhesi biasanya
tidak disertai strangulasi. Adhesi adalah pita – pita jaringan fibrosa
yang sering menyebabkan obstruksi usus halus pasca bedah setelah
operasi abdomen. Di mana pita fibrosis dari jaringan ikat menjepit
usus. Risiko terjadinya adhesi menimbulkan gejala obstruksi pada
anak belum diteliti dengan baik, tetapi sering terjadi pada 2 – 3%
penderita setelah operasi abdomen. Sebagian besar obstruksi disertai
oleh adhesi dan dapat terjadi setiap waktu setelah minggu kedua
pasca bedah. Adhesi dapat berupa perlengketan yang mungkin
bentuk tunggal maupun multiple (perlengketan yang lebih dari satu),
bisa setempat atau luas. Pada operasi, perlengketan dilepaskan
dalam bentuk pita. Pada operasi, perlengketan dilepaskan dan pita
dipotong agar pasase usus pulih kembali.
Adhesi yang kambuhan akan menjadi masalah besar. Setelah
berulang tiga kali, risiko kambuh akan menjadi 50%. Pada kasus
seperti ini, diadakan pendekatan konservatif sebab walaupun
pembedahan akan memberikan pasase, kemungkinan besar
obstruksi usus akibat adhesi akan kambuh dalam waktu singkat.
Umunya berasal dari rangsangan peritoneum akibat peritonitis
setempat atau umum. Adhesi bisa disebabkan oleh riwayat operasi
intraabdominal sebelumnya atau proses inflamasi intraabdominal.
Obstruksi yang disebabkan oleh adhesi berkembang 5% dari pasien
yang mengalami operasi abdomen dalam hidupnya. Perlengketan
kongenital juga dapat menimbulkan ileus obstruktif di masa anak –
anak.
b. Invaginasi
Disebut juga intususepsi, sering ditemukan pada anak dan agak
jarang pada orang muda dan dewasa. Invaginasi pada anak sering
bersifat idiopatik karena tidak diketahui penyebabnya. Invaginasi
umumnya berupa intususepsi ileosekal yang masuk naik kekolon
ascendens dan mungkin terus sampai keluar dari rektum. Hal ini
dapat mengakibatkan nekrosis iskemik pada bagian usus yang
masuk dengan komplikasi perforasi dan peritonitis. Diagnosis
invaginasi dapat diduga atas pemeriksaan fisik, dan dipastikan
dengan pemeriksaan Rontgen dengan pemberian enema barium.
Invaginasi pada orang muda dan dewasa jarang idiopatik, umumnya
ujung invaginatum merupakan polip atau tumor lain di usus halus.
Pada anak, apabila keadaan umumnya mengizinkan, maka dapat
dilakukan reposisi hidrostatik yang dapat dilakukan sekaligus
sewaktu diagnosis rontgen ditegakkan. Namun, apabila tidak
berhasil, harus dilakukan reposis operatif. Sedangkan pada orang
dewasa, terapi reposisi hidrostatik umumnya tidak mungkin
dilakukan karena jarang merupakan invaginasi ileosekal.
c. Askariasis
Cacing askaris hidup di usus halus bagian yeyunum, biasanya
jumlahnya puluhan hingga ratusan ekor. Obstruksi bisa terjadi di
mana-mana di usus halus, tetapi biasanya di ileum terminal yang
merupakan tempat lumen paling sempit. Obstruksi umumnya
disebabkan oleh suatu gumpalan padat terdiri atas sisa makanan dan
puluhan ekor cacing yang mati atau hampir mati akibat pemberian
obat cacing. Segmen usus yang penuh dengan cacing berisiko tinggi
untuk mengalami volvulus, strangulasi, dan perforasi.
d. Volvulus
Merupakan suatu keadaan di mana terjadi pemuntiran usus yang
abnormal dari segmen usus sepanjang aksis longitudinal usus
sendiri, maupun pemuntiran terhadap aksis radiimesenterii sehingga
pasase makanan terganggu. Pada usus halus agak jarang ditemukan
kasusnya. Kebanyakan volvulus didapat di bagian ileum dan mudah
mengalami strangulasi. Gambaran klinisnya berupa gambaran ileus
obstruksi tinggi dengan atau tanpa gejala dan tanda strangulasi.
e. Tumor
Tumor usus halus agak jarang menyebabkan obstruksi usus,
kecuali jika ia menimbulkan invaginasi. Proses keganasan, terutama
karsinoma ovarium dan karsinoma kolon, dapat menyebabkan
obstruksi usus. Hal ini terutama disebabkan oleh kumpulan
metastasis di peritoneum atau di mesenterium yang menekan usus.
f. Batu empedu yang masuk ke ileus
Inflamasi yang berat dari kantong empedu menyebabkan fistul
dari saluran empedu keduodenum atau usus halus yang menyeb
abkan batu empedu masuk ke traktus gastrointestinal. Batu empedu
yang besar dapat terjepit di usus halus, umumnya pada bagian ileum
terminal atau katup ileocaecal yang menyebabkan obstruksi.
Penyebab obstruksi kolon yang paling sering ialah karsinoma, terutama
pada daerah rektosigmoid dan kolon kiri distal. Selain itu, obstruksi dapat pula
disebabkan oleh divertikulitis, striktur rektum, stenosis anus, volvulus sigmoid,
dan penyakit Hirschprung.
Tabel 3. Penyebab ileus obstruktif (Ansari, 2007)
2.4.2.4 Patofisiologi
Perubahan patofisiologi utama pada obstruksi usus adalah adanya lumen
usus yang tersumbat, ini menjadi tempat perkembangan bakteri sehingga terjadi
akumulasi gas dan cairan (70% dari gas yang tertelan). Akumulasi gas dan
cairan dapat terjadi di bagian proksimal atau distal usus. Apabila akumulasi
terjadi di daerah distal mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan intra
abdomen dan intra lumen. Hal ini dapat meningkatkan terjadinya peningkatan
permeabilitas kapiler dan ekstravasasi air dan elektrolit di peritoneal. Dengan
peningkatan permeabilitas dan ekstravasasi menimbulkan retensi cairan di usus
dan rongga peritoneum mengakibatkan terjadi penurunan sirkulasi dan volume
darah (Price & Wilson, 2006).
Akumulasi gas dan cairan di bagian proksimal mengakibatkan
kolapsnya usus sehingga terjadi distensi abdomen. Terjadi penekanan pada vena
mesenterika yang mengakibatkan kegagalan oksigenasi dinding usus sehingga
aliram darah ke usus menurun, terjadilah iskemi dan kemudian nekrotik usus.
Pada usus yang mengalami nekrotik terjadi peningkatan permeabilitas kapiler
dan pelepasan bakteri dan toksin sehingga terjadi perforasi. Dengan adanya
perforasi akan menyebabkan bakteri masuk ke dalam sirkulasi sehingga terjadi
sepsis dan peritonitis (Price & Wilson, 2006).
Masalah lain yang timbul dari distensi abdomen adalah penurunan
fungsi usus dan peningkatan sekresi sehingga terjadi penimbunan di intra lumen
secara progresif yang akan menyebabkan terjadinya retrograde peristaltic
sehingga terjadi kehilangan cairan dan elektrolit. Bila hal ini tidak ditangani
dapat menyebabkan syok hipovolemik. Kehilangan cairan dan elektrolit yang
berlebih berdampak pada penurunan curah jantung sehingga darah yang
dipompakan tidak dapat memenuhi kebutuhan seluruh tubuh sehingga terjadi
gangguan perfusi pada jaringan otak, sel dan ginjal (Price & Wilson, 2006).
Penurunan perfusi dalam sel menyebabkan terjadinya metabolisme
anaerob yang akan meningkatkan asam laktat dan menyebabkan asidosis
metabolic. Bila terjadi pada otak akan menyebabkan hipoksia pada jaringan
otak, iskemia, dan infark. Bila terjadi pada ginjal akan merangsang pertukaran
natrium dan hydrogen di tubulus proksimal dan pelepasan aldosteron,
merangsang sekresi hidrogen di nefron bagian distal sehingga terjadi
peningkatan reabsorbsi HCO3- dan penurunan kemampuan ginjal untuk
membuang HCO3. Hal ini akan menyebabkan alkalosis metabolic (Price dan
Wilson, 2006)
Skema 1. Patologi Ileus Obstruksi (Price dan Wilson, 2006)
Skema 2: Patofisiologi Ileus
2.4.2.5 Patogenesis
Usus di bagian distal kolaps, sementara bagian proksimal berdilatasi.
Usus yang berdilatasi menyebabkan penumpukan cairan dan gas, distensi yang
menyeluruh menyebabkan pembuluh darah tertekan sehingga suplai darah
berkurang (iskemik), dapat terjadi perforasi. Dilatasi dan dilatasi usus oleh
karena obstruksi menyebabkan perubahan ekologi, kuman tumbuh berlebihan
sehingga potensial untuk terjadi translokasi kuman.Gangguan vaskularisasi
menyebabkan mortalitas yang tinggi, air dan elektrolit dapat lolosdari tubuh
karena muntah. Dapat terjadi syok hipovolemik, absorbsi dari toksin pada usus
yang mengalami strangulasi.
Dinding usus halus kuat dan tebal, karena itu tidak timbul distensi
berlebihan atau ruptur. Dinding usus besar tipis, sehingga mudah distensi.
Dinding sekum merupakan bagian kolon yang paling tipis, karena itu dapat
terjadi ruptur bila terlalu tegang. Gejala dan tanda obstruksi usus halus atau usus
besar tergantung kompetensi valvula Bauhini. Bila terjadi insufisiensi katup,
timbul refluks dari kolon ke ileum terminal sehingga ileum turut membesar.
Pengaruh obstruksi kolon tidak sehebat pengaruh pada obstruksi usus
halus karena pada obstruksi kolon, kecuali pada volvulus, hampir tidak pernah
terjadi strangulasi. Kolon merupakan alat penyimpanan feses sehingga secara
relatif fungsi kolon sebagai alat penyerap sedikit sekali. Oleh karena itu
kehilangan cairan dan elektrolit berjalan lambat pada obstruksi kolon distal.
2.4.2.7 Diagnosa
Diagnosis ileus obstruktif tidak sulit; salah satu yang hampir selalu harus
ditegakkan atas dasar klinik dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik,
kepercayaan atas pemeriksaan radiologi dan pemeriksaan laboraorium harus
dilihat sebagai konfirmasi dan bukan menunda mulainya terapi yang segera
(Sabiston, 1995).
Diagnosa ileus obstruksi diperoleh dari :
Anamnesis
Pada anamnesis ileus obstruktif usus halus sering dapat ditemukan
penyebabnya, misalnya berupa adhesi dalam perut karena pernah dioperasi
atau terdapat hernia (Sjamsuhudajat & Jong, 2004; Sabara, 2007). Pada ileus
obstruktif usus halus kolik dirasakan di sekitar umbilikus, sedangkan ileus
obstruktif usus besar kolik dirasakan di sekitar suprapubik. Muntah pada
ileus obstruktif usus halus berwarna kehijauan dan pada ileus obstruktif usus
besar onset muntah lama (Anonym, 2007)
Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
Pada inspeksi dapat ditemukan tanda – tanda generalisata
dehidrasi yang mencakup kehilangan turgor kulit maupun mulut dan
lidah kering. Pada abdomen harus dilihat adanya distensi, parut abdomen,
hernia, dan massa abdomen. Terkadang dapat dilihat gerakan peristaltik
usus (Gambar 4) yang bisa berkorelasi dengan mulainya nyeri kolik yang
disertai mual dan muntah. Pada abdomen diperhatikan pembesaran perut
yang tidak pada tempatnya misalnya pembesaran setempat karena
peristaltis yang hebat sehingga terlihat gelombang usus ataupun kontur
usus pada dinding perut. Biasanya distensi terjadi pada sekum dan kolon
bagian proksimal karena bagian ini mudah membesar (Sabiston, 1995;
Sabara, 2007).
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Nilai laboratorium pada awalnya normal, kemudian akan terjadi
hemokonsentrasi,leukositosis, dan gangguan elektrolit yang biasanya
terjadi bila terdapat strangulasi. Peningkatan emilase serum kadang –
kadang ditemukan pada semua bentuk ileus obstruktif khususnya jenis
strangulasi (Isselbacher, 2007).
Pemeriksaan Radiologi
FPA
Pada saat sekarang ini radiologi memainkan peranan penting
dalam mendiagnosis secara awal ileus obstruktif secara dini. Ileus
merupakan penyakit akut abdomen yang dapat muncul secara mendadak
yang memerlukan tindakan sesegera mungkin. Maka dari itu pemeriksaan
abdomen harus dilakukan secara segera tanpa perlu persiapan
(Middlemiss, 2005).
Gambaran normal dari radiologi polos abdomen:
Udara akan terlihat hitam karena meneruskan sinar x yang
dipancarkan dan menyebabkan kehitaman pada film sedangkan tulang
dengan elemen kalsium yang dominan akan menyerap seluruh sinar yang
dipancarkan sehingga pada film ajan tampak putih. Diantara udara dan
tulang, misalnya jaringan lunak akan menyerap sebagian besar sinar x
yang dipancarkan sehingga menyebabkan keabuan (Sudarno dan Irdam,
2008). Untuk menegakkan diagnosa secara radiologis pada ileus
obstruktif dilakukan foto abdomen dengan beberapa proyeksi FPA:
1. Posisi terlentang (supine): sinar dari arah vertical, dengan proyeksi
antero-posterior (AP)
Untuk melihat:
- Dinding abdomen, yang penting yaitu: preperitoneal fat line kanan dan kiri baik atau
menghilang
- Psoas line kanan dan kiri: baik, menghilang atau adanya pelembungan (bulging)
- Batu radioopak, kalsifikasi atau benda asing yang radioopak
- Kontur ginjal kanan dan kiri
- Gambaran udara usus:
Normal
Pelebaran usus halus, kolon, gaster
Penyebaran dari usus-usus yang melebar
Keadaan dinding usus
Jarak antara dua dinding usus yang berdampingan
Pada ileus, gambaran yang diperoleh yaitu peleparan usus di
proksimal daerah obstruksi, penebalan dinding usus, gambaran seperti
duri ikan (Herring Bone Appearance). Gambaran ini didapat dari
pengumpulan gas dalam lumen usus yang melebar.
Gambar 3. Ileus Obstruktif . Tampak coil spring dan herring bone appearance
Barium Enema
Barium enema adalah sebuah pemeriksaan radiologi dengan
menggunakan kontras positif. Kontras positif yang biasanya digunakan
dalam pemeriksaan radiologi alat cerna adalah barium sulfat (BaSO4).
Bahan ini adalah suatu garam berwarna putih, berat dam tidak mudah larut
dalam air. Garam tersebut diaduk dengan air dalam perbandingan tertentu
sehingga menjadi suspensi. Suspensi tersebut diminum oleh pasien pada
pemeriksaan esophagus, lambung dan usus halus atau dimasukkan lewat
kliasma pada pemeriksaan kolon (lazim disebut enema).
Sinar rontgen tidak dapat menembus barium sulfat tersebut,
sehingga menimbulkan bayangan dalam foto rontgen. Setelah pasien
meminum suspensi barium dan air, dengan fluroskopi diikuti kontrasnya
sampai masuk ke dalam lambung, kemudian dibuat foto – foto dalam posisi
yang diperlukan. Pemeriksaan radiologi dengan Barium Enema mempunyai
suatu peran terbatas pada pasien dengan obstruksi usus halus. Pengujian
Enema Barium terutama sekali bermanfaat jika suatu obstruksi letak rendah
yang tidak dapat pada pemeriksaan foto polos abdomen.
CT Scan
CT (Computed Tomography) merupakan metode body imaging dimana
sinar X sangat tipis mengitari pasien. Detektor kecil akan mengatur
jumlah sinar x yang diteruskan kepada pasien untuk menyinari
targetnya. Komputer akan segera menganalisa data dan mengumpulkan
dalam bentuk potongan cross sectional. Foto ini juga dapat disimpan,
diperbesar maupun dicetak dalam bentuk film. Pemeriksaan ini
dikerjakan jika secara klinis dan foto polos abdomen dicurigai adanya
strangulasi. CT-Scan akan mempertunjukkan secara lebih teliti adanya
kelainan-kelainan dinding usus, mesenterikus, dan peritoneum. CT-
Scan harus dilakukan dengan memasukkan zat kontras ke dalam
pembuluh darah. Pada pemeriksaan ini dapat diketahui derajat dan
lokasi dari obstruksi.
3. Pasca Bedah
Pengobatan pasca bedah sangat penting terutama dalam hal cairan dan
elektrolit.Kita harus mencegah terjadinya gagal ginjal dan harus
memberikan kalori yang cukup.Perlu diingat bahwa pasca bedah usus pasien
masih dalam keadaan paralitik.
BAB III
PENUTUP
Ileus dibedakan menjadi dua macam, yaitu ileus obstruktif dan ileus paralitik. Ileus
obstruksi adalah penyumbatan intestinal mekanik yang terjadi karena adanya daya mekanik
yang bekerja atau mempengaruhi dinding usus sehingga menyebabkan penyumbatan lumen
usus. Ileus paralitik merupakan suatu keadaan dimana usus gagal atau tidak mampu melakukan
kontraksi peristaltik untuk menyalurkan isinya. Jika ileus obstruktif berlangsung lama maka
bisa terjadi ileus paralitik. Ileus lebih sering terjadi pada obstruksi usus halus daripada.
Penyebab terbanyak dari Ileus adalah perlekatan atau adhesi, kemudian diikuti Hernia,
keganasan, dan Volvulus.
Penegakan diagnosa pada Ileus meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang, terdapat empat gejala cardinal yang sering dijumpai yaitu nyeri
abdomen (kolik abdomen), muntah, distensi dan konstipasi. Pada pemeriksaan fisik akan
ditemukan takikardia, demam, nyeri tekan abdomen, nyeri lokal pada perut, dan distensi perut.
Salah satu pemeriksaan penunjang pada ileus adalah pemeriksaan radiologi. Pemeriksaan
radiologi pada ileus obstruktif akan tampak dilatasi usus di proksimal sumbatan dan kolaps
usus di bagian distal sumbatan. Pemeriksaan radiologi pada ileus paralitik akan menunjukkan
adanya dilatasi usus secara menyeluruh dari gaster sampai rektum.
Mengingat penanganan ileus dibedakan menjadi operatif dan konservatif, maka hal ini
sangat berpengaruh pada mortalitas ileus. Operasi juga sangat ditentukan oleh ketersediaan
sarana dan prasarana yang sesuai, keterampilan dokter, dan kemampuan ekonomi pasien. Hal-
hal yang dapat berpengaruh dari faktor-faktor tersebut juga akan mempengaruhi pola
manajemen pasien ileus yang akhirnya berpengaruh pada mortalitas ileus.
Prognosis dari ileus bervariasi tergantung pada penyebab ileus itu sendiri, bila
penyebab primer dari ileus cepat tertangani maka prognosis menjadi lebih baik. Prognosis ileus
baik bila diagnosis dan tindakan dilakukan dengan cepat.
DAFTAR PUSTAKA
- David A lisle. Imagining for student: Gastrointestinal System. 2nd edition, New York:
Oxford University press inc.2005
- Djumhana, Ali. Buku Ajaran Penyakit Dalam, jilid II. Edisi III. Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FK UKI. Jakarta 2001
- Fred. Amttler Jr. Essential of Radiology: gastrointestinal system. 2nd. Edition.
Departemen of Radiology, New Mexic Federal Regional Center. 2005
- Guyton A.C., Hall J.E. 2005. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran . Edisi ke- 9. Jakarta :
EGC
- Meschan, M. D Isodare, synopsis of Analystis of Roetgan sign in general radiology,
international Eddition: sign in general radiology: International Edditionn
- Middlemiss, J.H. 1949. Radiological Diagnosis of Intestinal Obstruction by Means of
Direct Radiography. Volume XXII No. 253.
- Sjamsuhidajat, R. dan De Jong, Wim. 2003. Buku Ajar Ilmu Bedah . Edisi 2. Jakarta :
EGC. Hal: 623.
- Sutton, David. 2003. Textbook of Radiology and Imaging Volume 1. Edisi 7. London
:Churchill Livingstone.