Anda di halaman 1dari 41

TUTORIAL

ILEUS

Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu


Syarat Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Radiologi
di RS dr. R. Soedjati Soemodiardjo Purwodadi

Oleh :
Alnia Rindang Khoirunisya
30101306863

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN RADIOLOGI


RSUD DR. R. SOEDJATI SOEMODIARDJO PURWODADI

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
2017
LEMBAR PENGESAHAN
TUTORIAL
ILEUS

Diajukan guna melengkapi tugas kepaniteraan klinis bagian ilmu radiologi


Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang

Nama : Alnia Rindang Khoirunisya (30101306863)


Judul : Ileus
Bagian : Ilmu Radiologi
Fakultas : Kedokteran UNISSULA Semarang
Pembimbing : dr. Rona Yulia, Sp. Rad.

Telah diajukan dan disahkan


Semarang, Juli 2017
Pembimbing,

dr. Rona Yulia, Sp. Rad


BAB I
PENDAHULUAN

Ileus adalah suatu kondisi dimana terjadi gangguan/hambatan pasase (jalannya


makanan) di usus yang merupakan tanda adanya obstruksi usus akut yang segera memerlukan
pertolongan atau tindakan dari dokter. Di Indonesia ileus paralitik paling sering disebabkan
oleh peritonitis, sedangkan ileus obstruksi paling sering disebabkan oleh hernia inkarserata.
Ileus menjadi salah satu kegawatan dalam bedah abdominalis yang sering dijumpai, yaitu 60%
- 70% dari seluruh akut abdomen yang bukan apendisitis akut. Ileus memiliki mortalitas tinggi
jika tidak segera didiagnosis dan ditangani dalam 24 jam (Hamami, 2003).

Setiap tahunnya 1 dari 1000 penduduk dari segala usia didiagnosa ileus (Davidson,
2006). Di Amerika diperkirakan sekitar 300.000 - 400.000 menderita ileus setiap tahunnya
(Jeekel, 2003). Di Indonesia tercatat ada 7.059 kasus ileus paralitik dan ileus obstruktif tanpa
hernia yang dirawat inap dan 7.024 pasien rawat jalan (Departemen Kesehatan RI, 2010).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Markogiannakis et al, ditemukan 60% penderita
yang mengalami ileus obstruktif rata – rata berumur 16 – 98 tahun dengan perbandingan jenis
kelamin perempuan lebih banyak daripada laki-laki (Markogiannakid et al., 2007).

Ileus merupakan suatu keadaan dimana pergerakan kontraksi normal pergerakan


dinding usus terganggu. Gerak peristaltik seperti gerakan kontraksi bergelombang yang
merupakan suatu aktivitas otot polos usus yang berkoordinasi dengan baik dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti keadaan otot polos, sistem saraf simpatis, sistem saraf parasimpatis,
keseimbangan elektrolit dan sebagainya. Ileus dibagi menjadi dua yaitu ileus obstruktif dan
ileus paralitik. Keduanya memiliki perbedaan yang cukup berarti tak terkecuali dalam bidang
radiologi. Baik ileus paralitik maupun ileus obstruktif mempunyai gambaran khas yang
berbeda (Isselbacher, 2007).

Ileus lebih sering terjadi karena obstruksi usus halus daripada usus besar. Keduanya
memiliki cara penanganan yang berbeda dengan tujuan yang berbeda pula. Obstruksi usus
halus yang dibiarkan dapat menyebabkan gangguan vaskularisasi usus dan memicu iskemia,
nekrosis, perforasi dan kematian, sehingga penanganan obstruksi usus halus lebih ditujukan
pada dekompresi dan menghilangkan penyebab untuk mencegah kematian (Sjamsuhidajat,
2003).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Usus


Usus halus merupakan tabung yang kompleks, berlipat – lipat yang dari pilorus
sampai katup ileosekal. Usus halus berbentuk tubuler, dengan panjang sekitar 6 meter
pada orang dewasa. Usus ini mengisi bagian tengah dan bawah abdomen. Ujung
proksimalnya bergaris tengah sekitar 3,8 cm, tetapi semakin kebawah garis tengahnya
berkurang sampai menjadi sekitar 2,5 cm (Price & Wilson, 2006).
2.1.1 Struktur Usus Halus
Struktur usus halus terdiri dari bagian – bagian berikut ini (Whang et al., 2005):
a. Duodenum: merupakan segmen yang paling proksimal, terletak
retroperitoneal berbatasan dengan kaput dan batas inferior dari pankreas.
Panjang duodenum sekitar 25 cm, mulai dari pilorus sampai jejunum.
Pemisahan duodenum dan jejunum ditandai oleh ligamentum treitz, suatu
pita muskulofibrosa yang berorigo pada krus dekstra diafragma dekat hiatus
esofagus dan berinsersio pada perbatasan duodenum dan jejunum.
Ligamentum ini berperan sebagai ligamentum suspensorium
(penggantung). Bentuknya melengkung seperti kuku kuda. Pada
lengkungan ini terdapat pankreas. Pada bagian kanan duodenum merupakan
tempat bermuaranya saluran empedu (duktus koledokus) dan saluran
pankreas (duktus pankreatikus), tempat ini dinamakan papilla vateri.
Dinding duodenum mempunyai lapisan mukosa yang banyak mengandung
kelenjar brunner untuk memproduksi getah intestinum.
b. Jejunum: Jejunum terletak di regio abdominalis media sebelah kiri.
Panjangnya 2 – 3 meter dan berkelok – kelok, terletak di sebelah kiri atas
intestinum minor. Dengan perantaraan lipatan peritoneum yang berbentuk
kipas (mesentrium) memungkinkan keluar masuknya arteri dan vena
mesentrika superior, pembuluh limfe, dan saraf ke ruang antara lapisan
peritoneum. Penampang jejunum lebih lebar, dindingnya lebih tebal, dan
banyak mengandung pembuluh darah.
c. Ileum: Ujung batas antara ileum dan jejunum tidak jelas, panjangnya ± 4 –
5 m. Ileum merupakan usus halus yag terletak di sebelah kanan bawah
berhubungan dengan sekum dengan perantaraan lubang orifisium iliosekalis
yang diperkuat sfingter dan katup valvula ceicalis (valvula bauchini) yang
berfungsi mencegah cairan dalam kolon agar tidak masuk lagi ke dalam
ileum.

Gambar 1: Gambaran Usus Halus

2.1.2 Struktur Usus Besar


Usus besar merupakan tabung muscular berongga dengan panjang
sekitar 5 kaki (sekitar 1,5 m) yang terbentang dari sekum sampai kanalisani.
Diameter usus sudah pasti lebih besar daripada usus kecil. Rata – rata sekitar
2,5 inci (sekitar 6,5 cm), tetapi makin dekat anus diameternya semakin kecil.
Lapisan – lapisan usus besar dari dalam ke luar adalah selaput lendir, lapisan
otot yang memanjang, dan jaringan ikat. Ukurannya lebih besar daripada usus
halus, mukosanya lebih halus daripada usus halus dan tidak memiliki vili.
Serabut otot longitudinal dalam muskulus eksterna membentuk tiga pita, taenia
coli yang menarik kolon menjadi kantong – kantong besar yang disebut dengan
haustra. Dibagian bawah terdapat katup ileosekal yaitu katup antara usus halus
dan usus besar. Katup ini tertutup dan akan terbuka untuk merespon gelombang
peristaltik sehingga memungkinkan kimus mengalir 15 ml masuk dan total
aliran sebanyak 500 ml/hari (Eroschenko, 2003).
Bagian – bagian usus besar terdiri dari (Basson, 2004):
a. Sekum adalah kantong tertutup yang menggantung di bawah area katup
ileosekal apendiks. Pada sekum terdapat katup ileosekal dan apendiks yang
melekat pada ujung sekum. Apendiks vermiform, suatu tabung buntu yang
sempit yang berisi jaringan limfoit, menonjol dari ujung sekum.
b. Kolon adalah bagian usus besar dari sekum sampai rektum. Kolon memiliki
tiga divisi.
i. Kolon Ascenden: Berjalan ke atas dari sekum ke permukaan inferior
lobus kanan hati, menduduki regio iliaca dan lumbalis kanan.
Setelah mencapai hati, kolon ascenden membelok ke kiri
membentuk fleksura koli dekstra (fleksura hepatik).
ii. Kolon Transversum: menyilang abdomen pada regio umbilikalis
dari fleksura koli dekstra sampai fleksura koli sinistra. Kolon
transversum, waktu mencapai daerah limpa, membengkok ke
bawah, membentuk fleksura koli sinistra (fleksura lienalis) untuk
kemudian menjadi kolon descenden.
iii. Kolon Descenden: merentang ke bawah pada sisi kiri abdomen dan
menjadi kolon sigmoid berbentuk S yang bermuara di rektum.
c. Rektum adalah bagian saluran pencernaan selanjutnya dengan panjang 12 –
13 cm. Rektum berakhir pada saluran anal dan membuka ke eksterior di
anus.

Gambar 2: Gambaran Usus Besar


Gambar 3: Sistem Pencernaan Manusia

2.2 Fisiologi Usus


Usus halus mempunyai dua fungsi utama yaitu pencernaan dan absorpsi bahan-
bahan nutrisi dan air. Proses pencernaan dimulai dalam mulut dan lambung oleh kerja
ptialin, asam klorida, dan pepsin terhadap makanan masuk. Proses dilanjutkan di dalam
duodenum terutama oleh kerja enzim-enzim pankreas yang menghidrolisis karbohidrat,
lemak, dan protein menjadi zat-zat yang lebih sederhana. Adanya bikarbonat dalam
sekret pankreas membantu menetralkan asam dan memberikan pH optimal untuk kerja
enzim -enzim. Sekresi empedu dari hati membantu proses pencernaan dengan
mengemulsikan lemak sehimgga memberikan permukaan lebih luas bagi kerja lipase
pankreas (Price dan Wilson, 2006).
Proses pencernaan disempurnakan oleh sejumlah enzim dalam getah usus
(sukus enterikus). Banyak di antara enzim-enzim ini terdapat pada brush border vili
dan mencernakan zat-zat makanan sambil diabsorpsi. Isi usus digerakkan oleh
peristalsis yang terdiri atas dua jenis gerakan, yaitu segmental dan peristaltik yang
diatur oleh sistem saraf autonom dan hormon. Pergerakan segmental usus halus
mencampur zat-zat yang dimakan dengan sekret pankreas, hepatobiliar, dan sekresi
usus,dan pergerakan peristaltik mendorong isi dari salah satu ujung ke ujung lain
dengan kecepatan yang sesuai untuk absorpsi optimal dan suplai kontinu isi lambung
(Price dan Wilson, 2006).
Usus besar mempunyai berbagai fungsi yang semuanya berkaitan dengan proses
akhir isi usus. Fungsi usus besar yang paling penting adalah mengabsorpsi air dan
elektrolit, yang sudah hampir lengkap pada kolon bagian kanan. Kolon sigmoid
berfungsi sebagai reservoir yang menampung massa feses yang sudah dehidrasi sampai
defekasi berlangsung (Guyton dan Hall, 2005).
Kolon mengabsorpsi air, natrium, khlorida, dan asam lemak rantai pendek serta
mengeluarkan kalium dan bikarbonat. Hal tersebut membantu menjaga keseimbangan
air dan elektrolit dan mencegah dehidrasi. Menerima 900-1500 ml/hari, semua, kecuali
100-200 ml diabsorpsi, paling banyak di proksimal. Kapasitas sekitar 5 l/hari (Guyton
dan Hall, 2005).
Gerakan retrograd dari kolon memperlambat transit materi dari kolon
kanan,meningkatkan absorpsi. Kontraksi segmental merupakan pola yang paling
umum, mengisolasi segmen pendek dari kolon, kontra ksi ini menurun oleh
antikolinergik, meningkat oleh makanan, kolinergik. Gerakan massa merupakan pola
yang kurang umum, pendorong antegrad melibatkan segmen panjang 0,5-1,0 cm/detik,
20-30 detik panjang, tekanan 100-200 mmHg,tiga sampai empat (Guyton dan Hall,
2005).

2.3 Histologi Usus


Dinding usus halus dibagi kedalam empat lapisan (Sabiston,1995):
1. Tunica Serosa. Tunica serosa atau lapisan peritoneum, tak lengkap di atas
duodenum, hampir lengkap di dalam usus halus mesenterica, kekecualian pada
sebagian kecil, tempat lembaran visera dan mesenterica peritoneum bersatu pada
tepi usus.
2. Tunica Muscularis. Dua selubung otot polos tak bergaris membentuk tunica
muscularis usus halus. Ia paling tebal di dalam duodenum dan berkurang tebalnya
ke arah distal. Lapisan luarnya stratum longitudinale dan lapisan dalamnya stratum
circulare. Yang terakhir membentuk massa dinding usus. Plexus myentericus saraf
(Auerbach) dan saluran limfe terletak diantara kedua lapisan otot.
3. Tela Submucosa. Tela submucosa terdiri dari jaringan ikat longgar yang terletak
diantara tunica muskularis dan lapisan tipis lamina muskularis mukosa, yang
terletak dibawah mukosa. Dalam ruangan ini berjalan jalinan pembuluh darah halus
dan pembuluh limfe. Di samping itu, disini ditemukan neuroplexus meissner.
4. Tunica Mucosa. Tunica mucosa usus halus, kecuali pars superior duodenum,
tersusun dalam lipatan sirkular tumpang tindih yang berinterdigitasi secara
transversa. Masing – masing lipatan ini ditutup dengan tonjolan, villi.
Usus halus ditandai oleh adanya tiga struktur yang sangat menambah luas
permukaan dan membantu fungsi absorpsi yang merupakan fungsi utamanya (Snell,
1997) :
1. Lapisan mukosa dan submukosa membentuk lipatan – lipatan sirkular yang
dinamakan valvula koniventes (lipatan kerckringi) yang menonjol ke dalam lumen
sekitar 3 sampai 10 mm. Lipatan – lipatan ini nyata pada duodenum dan jejunum
dan menghilang dekat pertengahan ileum. Adanya lipatan – lipatan ini menyerupai
bulu radiogram.
2. Vili merupakan tonjolan – tonjolan seperti jari – jari dari mukosa yang jumlahnya
sekitar 4 atau 5 juta dan terdapat di sepanjang usus halus. Villi panjangnya 0,5
sampai 1 mm (dapat dilihat dengan mata telanjang) dan menyebabkan gambaran
mukosa menyerupai beludru.
3. Mikrovili merupakan tonjolan menyerupai jari – jari dengan panjang sekitar 1 µ
pada permukaan luar setiap villus. Mikrovili terlihat dengan mikroskop elektron
dan tampak sebagai brush border pada mikroskop cahaya.
Bila lapisan permukaan usus halus ini rata, maka luas permukaannya hanyalah
sekita 2.00 cm2. Valvula koniventes, vili dan mikrovili bersama – sama menambah luas
permukaan absorpsi sampai 2 juta cm2, yaitu meningkat seribu kali lipat (Price &
Wilson, 2006).
Usus besar memiliki empat lapisan morfologik seperti juga bagian usus lainnya.
Akan tetapi, ada beberapa gambaran yang khas pada usus besar saja. Lapisan otot
longitudinal usus besar tidak sempurna, tetapi terkumpul dalam tiga pita yang
dinamakan taenia koli. Taenia bersatu pada sigmoid distal, dengan demikian rektum
mempunyai satu lapisan otot longitudinal yang lengkap. Panjang taenia lebih pendek
daripada usus, hal ini menyebabkan usus tertarik dan berkerut membentuk kantong –
kantong kecil peritoneum yang berisi lemak dan melekat di sepanjang taenia. Lapisan
mukosa usus besar jauh lebih tebal daripada lapisan mukosa usus halus dan tidak
mengandung villi atau rugae. Kriptus lieberkun (kelenjar intestinal) terletak lebih dalam
dan mempunyai lebih banyak sel goblet daripada usus halus (Price & Wilson, 2006).
2.4 Ileus
Ileus merupakan suatu kondisi dimana terdapat gangguan pasase (jalannya
makanan) di usus yang segera memerlukan pertolongan atau tindakan. Ileus terutama
dibagi dua berdasarkan penyebabnya, yaitu ileus obstruktif dan ileus paralitik
(Hamami, 2003).
2.4.1 Neurogonik/Fungsional (Ileus Paralitik)
2.4.1.1 Definisi
Ileus paralitik atau adynamic ileus adalah keadaan dimana usus gagal
atau tidak mampu melakukan kontraksi peristaltik untuk menyalurkan isinya
(Sjamsuhidajat, 2003). Ileus paralitik ini bukan suatu penyakit primer usus
melainkan akibat dari berbagai penyakit primer, tindakan (operasi) yang
berhubungan rongga perut, toksin, dan obat – obatan yang dapat mempengaruhi
kontraksi otot polos usus. Ileus paralitik merupakan kondisi dimana terjadi
kegagalan neurogenik atau hilangnya peristaltik usus tanpa adanya obstruksi
mekanik. (Badash, 2005)
Ileus paralitik adalah hilangnya peristaltik usus sementara akibat suplai
saraf otonom mengalami paralisis dan peristaltik usus terhenti sehingga tidak
mampu mendorong isi sepanjang usus, contohnya amiloidosis, distrofi otot,
gangguan endokrin, seperti diabetes militus, atau gangguan neurologis seperti
penyakit Parkinson. (Sjamsuhidajat, 2003).

2.4.1.2 Etiologi

Ileus pada pasien rawat inap ditemukan pada: (1) proses intraabdominal
seperti pembedahan perut dan saluran cerna atau iritasi dari peritoneal
(peritonitis, pankreatitis, perdarahan); (2) sakit berat seperti pneumonia,
gangguan pernafasan yang memerlukan intubasi, sepsis atau infeksi berat,
uremia, diabetes ketoasidosis, dan ketidakseimbangan elektrolit (hipokalemia,
hiperkalsemia, hipomagnesemia, hipofosfatemia); dan (3) obat – obatan yang
mempengaruhi motilitas usus (opioid, antikolinergik, fenotiazine). Setelah
pembedahan, usus halus biasanya pertama kali yang kembali normal (beberapa
jam), diikuti lambung (24 – 48 jam) dan kolon (48 – 72 jam) (Badash, 2005).
Ileus terjadi karena hipomotilitas dari saluran pencernaan tanpa adanya
obstruksi usus mekanik. Diduga, otot dinding usus terganggu dan gagal untuk
mengangkut isi usus. Kurangnya tindakan pendorong terkoordinasi
menyebabkan akumulasi gas dan cairan dalam usus.

Meskipun ileus disebabkan banyak faktor, keadaan pascaoperasi adalah


keadaan paling umum untuk terjadinya ileus. Memang, ileus merupakan
konsekuensi yang diharapkan dari pembedahan perut. Fisiologisnya ileus
kembali normal spontan dalam 2 – 3 hari, setelah motilitas sigmoid kembali
normal. Ileus yang berlangsung selama lebih dari 3 hari setelah operasi dapat
disebut ileus adynamic atau ileus paralitik pascaoperasi. Sering, ileus terjadi
setelah operasi intraperitoneal, tetapi mungkin juga terjadi setelah pembedahan
retroperitoneal dan extra-abdominal. Durasi terpanjang dari ileus tercatat terjadi
setelah pembedahan kolon. Laparoskopi reseksi usus dikaitkan dengan jangka
waktu yang lebih singkat daripada reseksi kolon ileus terbuka.

Konsekuensi klinis ileus pasca operasi dapat mendalam. Pasien dengan


ileus merasa tidak nyaman dan sakit, dan akan meningkatkan risiko komplikasi
paru. Ileus juga meningkatkan katabolisme karena gizi buruk. Secara
keseluruhan, ileus meningkatkan biaya perawatan medis karena
memperpanjang rawat inap di rumah sakit (Badash, 2005).

Beberapa penyebab terjadinya ileus paralitik:

a. Neurologik
 Pasca operasi
 Kerusakan medula spinalis
 Keracunan timbal kolik ureter
 Iritasi persarafan splanknikus
 Pankreatitis
b. Metabolik
 Gangguan keseimbangan elektrolit (terutama hipokalemi)
 Uremia
 Komplikasi DM
 Penyakit sistemik seperti SLE, sklerosis multiple
c. Obat – obatan
 Narkotik
 Antikolinergik
 Katekolamin
 Fenotiasin
 Antihistamin
d. Infeksi
 Pneumonia
 Empiema
 Urosepsis
 Peritonitis
 Infeksi sistemik berat lainnya
e. Iskemia usus

2.3.1.3 Patofisiologi

Patofisiologi dari ileus paralitik merupakan manifestasi dari


terangsangnya sistem saraf simpatis dimana dapat menghambat aktivitas dalam
traktus gastrointestinal, menimbulkan banyak efek yang berlawanan dengan
yang ditimbulkan oleh sistem parasimpatis. Sistem simpatis menghasilkan
pengaruhnya melalui dua cara:

(1) pada tahap yang kecil melalui pengaruh langsung noreepineprin pada
otot polos (kecuali muskularis mukosa, dimana ia merangsangnya)

(2) pada tahap yang besar melalui pengaruh inhibitorik dari


noreepinefrin pada neuron – neuron sistem saraf enterik. Jadi, perangsangan
yang kuat pada sistem simpatis dapat menghambat pergerakan makanan melalui
traktus gastrointestinal (Badash, 2005).

Hambatan pada sistem saraf parasimpatis di dalam sistem enterik akan


menyebabkan terhambatnya pergerakan makanan pada traktus gastrointestinal,
namun tidak semua pleksus mienterikus yang dipersarafi serat saraf
parasimpatis bersifat eksitatorik, beberapa neuron bersifat inhibitorik, ujung
seratnya mensekresikan suatu transmitter inhibitor, kemungkinan peptide
intestinal vasoaktif dan beberapa peptide lainnya.

Menurut beberapa hipotesis, ileus pasca operasi dimediasi melalui


aktivasi hambat busur refleks tulang belakang. Secara anatomis, 3 refleks
berbeda yang terlibat: ultrashort refleks terbatas pada dinding usus, refleks
pendek yang melibatkan ganglia prevertebral, dan refleks panjang melibatkan
sumsum tulang belakang. (Nobie, 2003)

Respon stres bedah mengarah ke generasi sistemik endokrin dan mediator


inflamasi yang juga mempromosikan perkembangan ileus. Penyakit atau keadaan
yang menimbulkan ileus paralitik dapat diklasifikasikan seperti yang tercantum
dibawah ini:

- Neurogenik
 Refleks inhibisi dari saraf afferent: incisi pada kulit dan usus pada operasi
abdominal.
 Refleks inhibisi dari saraf efferent: menghambat pelepasan neurotransmitter
asetilkolin
- Hormonal

Kolesistokinin, disekresi oleh sel I dalam mukosa duodenum dan


jejunum terutama sebagai respon terhadap adanya pemecahan produk lemak,
asam lemak dan monogliserida di dalam usus. Kolesistokinin mempunyai efek
yang kuat dalam meningkatkan kontraktilitas kandung empedu, jadi
mengeluarkan empedu ke dalam usus halus dimana empedu kemudian
memainkan peranan penting dalam mengemulsikan substansi lemak sehingga
mudah dicerna dan diabsorpsi. Kolesistokinin juga menghambat motilitas
lambung secara sedang. Oleh karena itu disaat bersamaan dimana hormon ini
menyebabkan pengosongan kandung empedu, hormon ini juga menghambat
pengosongan makanan dari lambung untuk memberi waktu yang adekuat supaya
terjadi pencernaan lemak di traktus gastrointestinal bagian atas. Hormon lainnya
seperti sekretin dan peptide penghambat asam lambung juga memiliki fungsi
yang sama seperti kolesistokinin namun sekretin berperan sebagai respon dari
getah asam lambung dan peptida penghambat asam lambung sebagai respon
terhadap asam lemak dan asam amino.

- Inflamasi
 Makrofag: melepaskan proinflammatory cytokines (NO).
 Prostaglandin inhibisi kontraksi otot polos usus
- Farmakologi

Opioid menurunkan aktivitas dari neuron eksitatorik dan inhibisi dari


pleksus mienterikus. Selain itu, opioid juga meningkatkan tonus otot polos usus
dan menghambat gerak peristaltik terkoordinasi yang diperlukan untuk gerakan
propulsi.

 Opioid: efek inhibitor, blockade excitatory neurons yang mempersarafi otot


polos usus

2.4.1.4 Manifestasi Klinik

Ileus adinamik (ileus inhibisi) ditandai oleh tidak adanya gerakan usus
yang disebabkan oleh penghambatan neuromuscular dengan aktifitas simpatik
yang berlebihan. Sangat umum, terjadi setelah semua prosedur abdomen,
gerakan usus akan kembali normal pada: usus kecil 24 jam, lambung 48 jam,
kolon 3-5 hari.

Pasien ileus paralitik akan mengeluh perutnya kembung (abdominal


distention), anoreksia, mual, dan obstipasi. Muntah mungkin ada, mungkin pula
tidak ada. Keluhan perut kembung pada ileus paralitik ini perlu dibedakan
dengan keluhan perut kembung pada ileus obstruksi. Pasien ileus paralitik
mempunyai keluhan perut kembung, tidak disertai nyeri kolik abdomen yang
paroksismal.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya distensi abdomen, perkusi


timpani dengan bising usus yang lemah dan jarang bahkan dapat tidak terdengar
sama sekali. Pada palpasi, pasien hanya menyatakan perasaan tidak enak pada
perutnya. Tidak ditemukan adanya reaksi peritoneal (nyeri tekan dan nyeri lepas
negatif). Apabila penyakit primernya peritonitis, manifestasi klinis yang
ditemukan adalah gambaran peritonitis.

2.4.1.5 Diagnosa

Pada ileus paralitik ditegakkan dengan auskultasi abdomen berupa silent


abdomen yaitu bising usus menghilang. Pada gambaran foto polos abdomen
didapatkan pelebaran udara usus halus atau besar.

Anamnesa

Pada anamnesa ileus paralitik sering ditemukan keluhan distensi dari


usus, rasa mual dan dapat disertai muntah. Pasien kadang juga mengeluhkan
tidak bisa BAB ataupun flatus, rasa tidak nyaman di perut tanpa disertai rasa
nyeri .

Pemeriksaan fisik

o Inspeksi
Dapat ditemukan tanda – tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup
kehilangan turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen
harus dilihat adanya distensi, parut abdomen, hernia dan massa abdomen.
Pada pasien yang kurus tidak terlihat gerakan peristaltik.
o Palpasi
Pada palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi peritoneum apapun atau
nyeri tekan, yang mencakup “defence muscular” involunter atau rebound
dan pembengkakan atau massa yang abnormal untuk mengetahui penyebab
ileus.
o Perkusi
Hipertimpani
o Auskultasi
Bising usus lemah atau tidak sama sekali (silent abdomen).

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan laboratorium mungkin dapat membantu mencari kausa


penyakit. Pemeriksaan yang penting untuk dimintakan adalah leukosit darah,
kadar elektrolit, ureum, glukosa darah dan amylase. Foto polos abdomen sangat
membantu untuk menegakkan diagnosis. Pada ileus paralitik akan ditemukan
distensi lambung, usus halus dan usus besar. Air fluid level ditemukan berupa
suatu gambaran line up (segaris). Hal ini bebrbeda dengan air fluid level pada
ileus obstruktif yang memberikan gambaran stepladder (seperti anak tangga).
Apabila dengan pemeriksaan foto polos abdomen masih meragukan, dapat
dilakukan foto abdomen dengan mempergunakan kontras.

2.4.1.6 Penatalaksanaan

Pengelolaan ileus paralitik bersifat konservatif dan suportif.


Tindakannya berupa dekompresi, menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit,
mengobati kausa dan penyakit primer dan pemberian nutrisi yang adekuat
(Sjamsuhidayat, 2003). Prognosis biasanya baik, keberhasilan dekompresi
kolon dari ileus telah dicapai oleh kolonoskopi berulang (Levine, 1992).
Beberapa obat-obatan jenis penyekat simpatik (simpatolitik) atau
parasimpatomimetik pernah dicoba, ternyata hasilnya tidak konsisten. Untuk
dekompresi dilakukan pemasangan pipa nasogastrik (bila perlu dipasang juga
rectal tube). Pemberian cairan, koreksi gangguan elektrolit dan nutrisi
parenteral hendaknya diberikan sesuai dengan kebutuhan dan prinsip – prinsip
pemberian nutrisi parenteral. Beberapa obat yang dapat dicoba yaitu
metoklopramid bermanfaat untuk gastroparesis, sisaprid bermanfaat untuk ileus
paralitik pascaoperasi, dan klonidin dilaporkan bermanfaat untuk mengatasi
ileus paralitik karena obat – obatan (Sjamsuhidajat, 2003).

1. Konservatif
 Penderita dirawat di rumah sakit
 Penderita dipuasakan
 Kontrol status airway, breathing, dan circulation
 Dekompresi dengan nasogastric tube
 Intravenous fluids and electrolyte
 Dipasang kateter urin untuk menghilang balance cairan
2. Farmakologis
 Antibiotik broadspectrum untuk bakteri anaerob dan aerob
 Analgesik apabila nyeri
 Prokinetik: metaklopromide, cisapride
 Parasimpatis stimulasi: bethanecol, neostigmin
 Simpatis blokade: alpha 2 adrenergik antagonis
3. Operatif

Ileus paralitik tidak dilakukan intervensi bedah kecuali disertai dengan


peritonitis. Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastric
untuk mencegah sepsissekunder atau rupture usus. Operasi diawali dengan
laparotomi kemudian disusul dengan teknik bedah yang disesuaikan dengan
hasil explorasi melalui laparotomi.

 Pintas usus: ileostomi, kolostomi


 Reseksi usus dengan anastomosis
 Diversi stoma dengan atau tanpa reseksi

2.4.1.7 Diagnosis Banding

Masalah lain yang perlu dipertimbangkan

Masalah umum untuk ileus adalah pseudo-obstruksi, juga disebut


sebagai sindrom Ogilvie, dan obstruksi usus mekanik.

Pseudo-obstruction (Pseudo-obstruksi)

Pseudo-obstruksi didefinisikan sebagai penyakit akut, ditandai dengan


distensi dari usus besar. Seperti ileus, itu terjadi didefinisikan karena tidak
adanya gangguan mekanik. Beberapa teks dan artikel cenderung menggunakan
ileus sinonim dengan pseudo-obstruksi. Namun, kedua kondisi itu adalah hal
yang berbeda. Pseudo-obstruksi ini jelas terbatas pada usus besar saja,
sedangkan ileus melibatkan baik usus kecil dan usus besar. Usus besar kanan
terlibat dalam klasik pseudo-obstruksi, yang biasanya terjadi pada pasien yang
terbaring lama di tempat tidur dengan gambaran penyakit ekstraintestinal serius
atau pada pasien trauma. Agen farmakologis, aerophagia, sepsis, dan perbedaan
elektrolit juga dapat berkonstribusi untuk kondisi ini. Kondisi kronis pada
pseudo-obstruksi usus juga diamati pada pasien dengan penyakit kolagen-
vaskular, miopati viseral, atau neuropati. Bentuk kronis dari pseudo-obstruksi
melibatkan dismotilitas baik dari usus besar dan usus kecil.

Pemeriksaan fisik biasanya menunjukkan tanda perut kembung tanpa


rasa sakit, namun pasien bisa juga menyerupai gejala mirip obstruksi.
Radiografi dari foto polos abdomen mengungkapkan adanya keadaan yang
terisolasi, dilatasi usus proksimal yang membesar, seperti yang ditunjukkan
pada gambar dibawah, dan pencitraan kontras membedakan ini dari obstruksi
mekanik.

Distensi kolon dapat mengakibatkan perforasi caecum, terutama jika


diameter caecum melebihi 12 cm. Tingkat kematian untuk pseudo-obstruksi
adalah 50% jika pasien berkembang menjadi nekrosis iskemik dan perforasi.

Perawatan awal meliputi hidrasi, pemasangan NGT dan rectal tube,


koreksi ketidakseimbangan elektrolit, dan penghentian obat yang menghambat
motilitas usus. Dekompresi melalui kolonoskopi cukup efektif dalam
mengurangi pseudo-obstruksi. Neostigmine intravena mungkin juga efektif,
meghasilkan perbaikan pseudo-obstruksi dalam waktu 10-30 menit. Dosis 2,5
mg dari neostigmine diinfuskan perlahan-lahan selama 3 menit dengan
pengawasan jantung untuk mengamati efek bradikardi. Jika terjadi bradikardia,
atropin harus diberikan. Laparotomi dan reseksi usus untuk peritonitis dan
iskemia merupakan jalan terakhir.

Obstruksi Mekanik

Obstruksi mekanik usus dapat disebabkan oleh adhesi, volvulus, hernia,


intususepsi, benda asing, atau neoplasma. Pasien datang dengan nyeri kram
perut berat yang paroksismal. Pemeriksaan fisik ditemukan borborygmi
bertepatan dengan kram perut berat yang paroksismal. Pemeriksaan fisik
ditemukan borborygmi bertepatan dengan kram perut. Pada pasien yang kurus,
gelombang peristaltik dapat divisualisasikan. Dengan auskultasi dapat
terdengar suara bernada tinggi, denting suara bersamaan dengan aliran
peristaltic. Jika obstruksi total, pasien mengeluhkan tidak bisa BAB. Muntah
mungkin terjadi tapi bisa juga tidak jika katup ileocecal kompeten dalam
mencegah refluks. Tanda peritoneal terlihat nyata jika pasien mengalami
strangulasi dan perforasi.

Tabel berikut menyajikan perbedaan ileus, pseudo-obstruksi, dan


obstruksi mekanis.

Ileus Pseudo-obstruksi Mekanikal


Obstruksi

Gejala Sakit perut, Nyeri kram perut, Nyeri kram perut,


kembung, mual, konstipasi, konstipasi,
muntah, obstipasi, mual, obstipasi, mual,
konstipasi muntah, anoreksi muntah, anoreksia

Temuan PF Silent abdomen, Borborygmi, Borborygmi,


kembung, timpani, timpani,
timpani gelombang gelombang
peristaltik, bising peristaltik, bising
usus hiperaktif atau usus hiperaktif atau
hipoaktif, distensi, hipoaktif, distensi,
nyeri terlokalisasi nyeri terlokalisasi

Gambaran Dilatasi usus Dilatasi usus besar Bow-shaped loops


Radiografi kecil dan besar, yang terlokalisir, in ladder pattern,
diafragma diafragma berkurangnya gas
meninggi meninggi kolon di distal,
diafragma agak
tinggi, air fluid
level

Tabel 1. Karakteristik ileus, Pseudo-obstruksi, dan Mekanik Sumbatan.


(Fiedberg, 2004)
Macam Nyeri usus Distensi Muntah Bising Ketegan
ileus borborigmi usus gan
abdomen

Obstruksi ++ + +++ Meningkat -


simple
(kolik)
tinggi

Obstruksi +++ +++ + Meningkat -


simple lambat,
(kolik)
rendah fekal

Obstruksi ++++ ++ +++ Tak tentu +


strangulasi (terus- biasanya
menerus, meningkat
terlokalisir

Paralitik + ++++ + menurun -

Oklusi +++++ +++ +++ menurun +


vaskuler

Tabel 2. Perbandingan Klinis bermacam – macam ileus

2.3.1.8 Prognosis

Prognosis dari ileus bervariasi tergantung pada penyebab ileus itu


sendiri. Bila ileus hasil dari operasi perut, kondisi ini biasanya bersifat
sementara dan berlangsung sekitar 24-72 jam. Prognosis memburuk pada kasus-
kasus tertentu dimana kematian jaringan usus terjadi; operasi menjadi perlu
untuk membuang jaringan nekrotik. Bila penyebab primer dari ileus cepat
tertangani maka prognosis menjadi lebih baik.
2.4.2 Ileus Mekanik (Ileus Obstruktif)

2.4.2.1 Definisi
Ileus obstruktif atau disebut juga ileus mekanik adalah keadaan dimana
isi lumen saluran cerna tidak bisa disalurkan ke distal atau anus karena adanya
sumbatan/hambatan mekanik yang disebabkan kelainan dalam lumen usus,
dinding usus atau luar usus yang menekan atau kelainan vaskularisasi pada
suatu segmen usus yang menyebabkan nekrose segmen usus tersebut (Sabara,
2007).
2.4.2.2 Klasifikasi

Berdasarkan Lokasi Obstruksi (Stone, 2004):

o Ileus obstruktif letak tinggi : obstruksi mengenai usus halus (dari


gaster sampai ileum terminal).
o Ileus obstruktif letak rendah : obstruksi mengenai usus besar (dari
ileum terminal sampai rectum).
Berdasarkan Stadium (Sjamsuhidajat & Jong, 2005; Sabiston,1995) :
 Obstruksi Sebagian (partial obstruction) : obstruksi terjadi sebagian
sehingga makanan masih bisa sedikit lewat, dapat flatus dan defekasi
sedikit.
 Obstruksi sederhana (simple obstruction) : obstruksi/sumbatan terjadi
total tetapi tidak disertai terjepitnya pembuluh darah (tidak disertai
gangguan aliran darah) antara lain karena atresia usus dan neoplasma.
 Obstruksi strangulasi (strangulated obstruction) : obstruksi disertai
dengan terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi iskemia yang akan
berakhir dengan nekrosis atau gangren. Biasanya karena hernia
strangulasi, intususepsi, adhesi, dan volvulus.
Berdasarkan Penyebabnya (Bailey, 2002):
 Lesi ekstrinsik (ekstraluminal), yaitu disebabkan oleh adhesi
(postoperative), hernia (inguinal, femoral, umbilical), neoplasma
(karsinoma), dan abses intra abdominal.
 Lesi intrinsik (intramural), yaitu di dalam dinding usus, biasanya terjadi
karena kelainan kongenital (malrotasi), inflamasi (Chron’s disease,
diverticulitis), neoplasma, traumatik, dan intususepsi.
 Obstruksi menutup (intraluminal), penyebabnya dapat berada di dalam
usus, misalnya benda asing, batu empedu.

2.4.2.3 Etiologi
Penyebab terjadinya ileus obstruksi pada usus halus antara lain (Doherty et al
2002) :
1. Hernia inkarserata : Usus masuk dan terjepit di dalam pintu hernia. Pada
anak dapat dikelola secara konservatif dengan posisi tidur
Trendelenburg. Namun, jika percobaan reduksi gaya berat ini tidak
berhasil dalam waktu 8 jam, harus diadakan herniotomi segera.
2. Non hernia inkarserata, antara lain :
a. Adhesi (perlekatan usus halus)
Adhesi merupakan penyebab tersering pada ileus obstruktif,
sekitar 50 – 70% dari semua kasus. Ileus karena adhesi biasanya
tidak disertai strangulasi. Adhesi adalah pita – pita jaringan fibrosa
yang sering menyebabkan obstruksi usus halus pasca bedah setelah
operasi abdomen. Di mana pita fibrosis dari jaringan ikat menjepit
usus. Risiko terjadinya adhesi menimbulkan gejala obstruksi pada
anak belum diteliti dengan baik, tetapi sering terjadi pada 2 – 3%
penderita setelah operasi abdomen. Sebagian besar obstruksi disertai
oleh adhesi dan dapat terjadi setiap waktu setelah minggu kedua
pasca bedah. Adhesi dapat berupa perlengketan yang mungkin
bentuk tunggal maupun multiple (perlengketan yang lebih dari satu),
bisa setempat atau luas. Pada operasi, perlengketan dilepaskan
dalam bentuk pita. Pada operasi, perlengketan dilepaskan dan pita
dipotong agar pasase usus pulih kembali.
Adhesi yang kambuhan akan menjadi masalah besar. Setelah
berulang tiga kali, risiko kambuh akan menjadi 50%. Pada kasus
seperti ini, diadakan pendekatan konservatif sebab walaupun
pembedahan akan memberikan pasase, kemungkinan besar
obstruksi usus akibat adhesi akan kambuh dalam waktu singkat.
Umunya berasal dari rangsangan peritoneum akibat peritonitis
setempat atau umum. Adhesi bisa disebabkan oleh riwayat operasi
intraabdominal sebelumnya atau proses inflamasi intraabdominal.
Obstruksi yang disebabkan oleh adhesi berkembang 5% dari pasien
yang mengalami operasi abdomen dalam hidupnya. Perlengketan
kongenital juga dapat menimbulkan ileus obstruktif di masa anak –
anak.
b. Invaginasi
Disebut juga intususepsi, sering ditemukan pada anak dan agak
jarang pada orang muda dan dewasa. Invaginasi pada anak sering
bersifat idiopatik karena tidak diketahui penyebabnya. Invaginasi
umumnya berupa intususepsi ileosekal yang masuk naik kekolon
ascendens dan mungkin terus sampai keluar dari rektum. Hal ini
dapat mengakibatkan nekrosis iskemik pada bagian usus yang
masuk dengan komplikasi perforasi dan peritonitis. Diagnosis
invaginasi dapat diduga atas pemeriksaan fisik, dan dipastikan
dengan pemeriksaan Rontgen dengan pemberian enema barium.
Invaginasi pada orang muda dan dewasa jarang idiopatik, umumnya
ujung invaginatum merupakan polip atau tumor lain di usus halus.
Pada anak, apabila keadaan umumnya mengizinkan, maka dapat
dilakukan reposisi hidrostatik yang dapat dilakukan sekaligus
sewaktu diagnosis rontgen ditegakkan. Namun, apabila tidak
berhasil, harus dilakukan reposis operatif. Sedangkan pada orang
dewasa, terapi reposisi hidrostatik umumnya tidak mungkin
dilakukan karena jarang merupakan invaginasi ileosekal.
c. Askariasis
Cacing askaris hidup di usus halus bagian yeyunum, biasanya
jumlahnya puluhan hingga ratusan ekor. Obstruksi bisa terjadi di
mana-mana di usus halus, tetapi biasanya di ileum terminal yang
merupakan tempat lumen paling sempit. Obstruksi umumnya
disebabkan oleh suatu gumpalan padat terdiri atas sisa makanan dan
puluhan ekor cacing yang mati atau hampir mati akibat pemberian
obat cacing. Segmen usus yang penuh dengan cacing berisiko tinggi
untuk mengalami volvulus, strangulasi, dan perforasi.
d. Volvulus
Merupakan suatu keadaan di mana terjadi pemuntiran usus yang
abnormal dari segmen usus sepanjang aksis longitudinal usus
sendiri, maupun pemuntiran terhadap aksis radiimesenterii sehingga
pasase makanan terganggu. Pada usus halus agak jarang ditemukan
kasusnya. Kebanyakan volvulus didapat di bagian ileum dan mudah
mengalami strangulasi. Gambaran klinisnya berupa gambaran ileus
obstruksi tinggi dengan atau tanpa gejala dan tanda strangulasi.
e. Tumor
Tumor usus halus agak jarang menyebabkan obstruksi usus,
kecuali jika ia menimbulkan invaginasi. Proses keganasan, terutama
karsinoma ovarium dan karsinoma kolon, dapat menyebabkan
obstruksi usus. Hal ini terutama disebabkan oleh kumpulan
metastasis di peritoneum atau di mesenterium yang menekan usus.
f. Batu empedu yang masuk ke ileus
Inflamasi yang berat dari kantong empedu menyebabkan fistul
dari saluran empedu keduodenum atau usus halus yang menyeb
abkan batu empedu masuk ke traktus gastrointestinal. Batu empedu
yang besar dapat terjepit di usus halus, umumnya pada bagian ileum
terminal atau katup ileocaecal yang menyebabkan obstruksi.
Penyebab obstruksi kolon yang paling sering ialah karsinoma, terutama
pada daerah rektosigmoid dan kolon kiri distal. Selain itu, obstruksi dapat pula
disebabkan oleh divertikulitis, striktur rektum, stenosis anus, volvulus sigmoid,
dan penyakit Hirschprung.
Tabel 3. Penyebab ileus obstruktif (Ansari, 2007)

Gambar 2. Penyebab ileus obstruktif (Suindra, 2005)


Gambar 3: Penyebab Ileus Obstruksi

2.4.2.4 Patofisiologi
Perubahan patofisiologi utama pada obstruksi usus adalah adanya lumen
usus yang tersumbat, ini menjadi tempat perkembangan bakteri sehingga terjadi
akumulasi gas dan cairan (70% dari gas yang tertelan). Akumulasi gas dan
cairan dapat terjadi di bagian proksimal atau distal usus. Apabila akumulasi
terjadi di daerah distal mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan intra
abdomen dan intra lumen. Hal ini dapat meningkatkan terjadinya peningkatan
permeabilitas kapiler dan ekstravasasi air dan elektrolit di peritoneal. Dengan
peningkatan permeabilitas dan ekstravasasi menimbulkan retensi cairan di usus
dan rongga peritoneum mengakibatkan terjadi penurunan sirkulasi dan volume
darah (Price & Wilson, 2006).
Akumulasi gas dan cairan di bagian proksimal mengakibatkan
kolapsnya usus sehingga terjadi distensi abdomen. Terjadi penekanan pada vena
mesenterika yang mengakibatkan kegagalan oksigenasi dinding usus sehingga
aliram darah ke usus menurun, terjadilah iskemi dan kemudian nekrotik usus.
Pada usus yang mengalami nekrotik terjadi peningkatan permeabilitas kapiler
dan pelepasan bakteri dan toksin sehingga terjadi perforasi. Dengan adanya
perforasi akan menyebabkan bakteri masuk ke dalam sirkulasi sehingga terjadi
sepsis dan peritonitis (Price & Wilson, 2006).
Masalah lain yang timbul dari distensi abdomen adalah penurunan
fungsi usus dan peningkatan sekresi sehingga terjadi penimbunan di intra lumen
secara progresif yang akan menyebabkan terjadinya retrograde peristaltic
sehingga terjadi kehilangan cairan dan elektrolit. Bila hal ini tidak ditangani
dapat menyebabkan syok hipovolemik. Kehilangan cairan dan elektrolit yang
berlebih berdampak pada penurunan curah jantung sehingga darah yang
dipompakan tidak dapat memenuhi kebutuhan seluruh tubuh sehingga terjadi
gangguan perfusi pada jaringan otak, sel dan ginjal (Price & Wilson, 2006).
Penurunan perfusi dalam sel menyebabkan terjadinya metabolisme
anaerob yang akan meningkatkan asam laktat dan menyebabkan asidosis
metabolic. Bila terjadi pada otak akan menyebabkan hipoksia pada jaringan
otak, iskemia, dan infark. Bila terjadi pada ginjal akan merangsang pertukaran
natrium dan hydrogen di tubulus proksimal dan pelepasan aldosteron,
merangsang sekresi hidrogen di nefron bagian distal sehingga terjadi
peningkatan reabsorbsi HCO3- dan penurunan kemampuan ginjal untuk
membuang HCO3. Hal ini akan menyebabkan alkalosis metabolic (Price dan
Wilson, 2006)
Skema 1. Patologi Ileus Obstruksi (Price dan Wilson, 2006)
Skema 2: Patofisiologi Ileus

2.4.2.5 Patogenesis
Usus di bagian distal kolaps, sementara bagian proksimal berdilatasi.
Usus yang berdilatasi menyebabkan penumpukan cairan dan gas, distensi yang
menyeluruh menyebabkan pembuluh darah tertekan sehingga suplai darah
berkurang (iskemik), dapat terjadi perforasi. Dilatasi dan dilatasi usus oleh
karena obstruksi menyebabkan perubahan ekologi, kuman tumbuh berlebihan
sehingga potensial untuk terjadi translokasi kuman.Gangguan vaskularisasi
menyebabkan mortalitas yang tinggi, air dan elektrolit dapat lolosdari tubuh
karena muntah. Dapat terjadi syok hipovolemik, absorbsi dari toksin pada usus
yang mengalami strangulasi.
Dinding usus halus kuat dan tebal, karena itu tidak timbul distensi
berlebihan atau ruptur. Dinding usus besar tipis, sehingga mudah distensi.
Dinding sekum merupakan bagian kolon yang paling tipis, karena itu dapat
terjadi ruptur bila terlalu tegang. Gejala dan tanda obstruksi usus halus atau usus
besar tergantung kompetensi valvula Bauhini. Bila terjadi insufisiensi katup,
timbul refluks dari kolon ke ileum terminal sehingga ileum turut membesar.
Pengaruh obstruksi kolon tidak sehebat pengaruh pada obstruksi usus
halus karena pada obstruksi kolon, kecuali pada volvulus, hampir tidak pernah
terjadi strangulasi. Kolon merupakan alat penyimpanan feses sehingga secara
relatif fungsi kolon sebagai alat penyerap sedikit sekali. Oleh karena itu
kehilangan cairan dan elektrolit berjalan lambat pada obstruksi kolon distal.

2.4.2.6 Manifestasi Klinis


1. Obstruksi sederhana
Obstruksi usus halus merupakan obstruksi saluran cerna tinggi, artinya
disertai dengan pengeluaran banyak cairan dan elektrolit baik di dalam
lumen usus bagian oral dari obstruksi,maupun oleh muntah. Gejala
penyumbatan usus meliputi nyeri kram pada perut, disertai kembung. Pada
obstruksi usus halus proksimal akan timbul gejala muntah yang banyak,
yang jarang menjadi muntah fekal walaupun obstruksi berlangsung lama.
Nyeri bisa berat dan menetap. Nyeri abdomen sering dirasakan sebagai
perasaan tidak enak di perut bagian atas.
Obstruksi bagian tengah atau distal menyebabkan kejang di daerah
periumbilikal atau nyeri yang sulit dijelaskan lokasinya. Kejang hilang
timbul dengan adanya fase bebas keluhan. Muntah akan timbul kemudian,
waktunya bervariasi tergantung sumbatan. Semakin distal sumbatan, maka
muntah yang dihasilkan semakin fekulen. Obstipasi selalu terjadi terutama
pada obstruksi komplit.
Tanda vital normal pada tahap awal, namun akan berlanjut dengan
dehidrasi akibat kehilangan cairan dan elektrolit. Suhu tubuh bisa normal
sampai demam. Distensi abdomen dapat minimal atau tidak ada pada
obstruksi proksimal dan semakin jelas pada sumbatan di daerah distal.
Peristaltic usus yang mengalami dilatasi dapat dilihat pada pasien yang
kurus. Bising usus yang meningkat dan “metallic sound” dapat didengar
sesuai dengan timbulnya nyeri pada obstruksi di daerah distal
(Sjamsuhidajat, 2003).
2. Obstruksi disertai proses strangulasi
Gejalanya seperti obstruksi sederhana tetapi lebih nyata dan disertai
dengan nyeri hebat.Hal yang perlu diperhatikan adalah adanya skar bekas
operasi atau hernia. Bila dijumpai tandatanda strangulasi berupa nyeri
iskemik dimana nyeri yang sangat hebat, menetap dan tidak menyurut, maka
dilakukan tindakan operasi segera untuk mencegah terjadinya nekrosis usus
(Middlemiss, 2005; Sari et al., 2005).
3. Obstruksi pada kolon
Obstruksi mekanis di kolon timbul perlahan -lahan dengan nyeri akibat
sumbatan biasanya terasa di epigastrium. Nyeri yang hebat dan terus
menerus menunjukkan adanya iskemia atau peritonitis. Borborygmus dapat
keras dan timbul sesuai dengan nyeri. Konstipasi atau obstipasi adalah
gambaran umum obstruksi komplit. Muntah lebih sering terjadi pada
penyumbatan usus besar. Muntah timbul kemudian dan tidak terjadi bila
katup ileosekal mampu mencegah refluks. Bila akibat refluks isi kolon
terdorong ke dalam usus halus, akan tampak gangguan pada usus halus.
Muntah fekal akan terjadi kemudian. Pada keadaan valvula Bauchini yang
paten, terjadi distensi hebat dan sering mengakibatkan perforasi sekum
karena tekanannya paling tinggi dandindingnya yang lebih tipis. Pada
pemeriksaan fisis akan menunjukkan distensi abdomen dan timpani,
gerakan usus akan tampak pada pasien yang kurus, dan akan terdengar
metallic sound pada auskultasi. Nyeri yang terlokasi, dan terabanya massa
menunjukkan adanya strangulasi (Middlemiss, 2005; Sari et al., 2005,
Sjamsuhidajat, 2003).

2.4.2.7 Diagnosa
Diagnosis ileus obstruktif tidak sulit; salah satu yang hampir selalu harus
ditegakkan atas dasar klinik dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik,
kepercayaan atas pemeriksaan radiologi dan pemeriksaan laboraorium harus
dilihat sebagai konfirmasi dan bukan menunda mulainya terapi yang segera
(Sabiston, 1995).
Diagnosa ileus obstruksi diperoleh dari :
 Anamnesis
Pada anamnesis ileus obstruktif usus halus sering dapat ditemukan
penyebabnya, misalnya berupa adhesi dalam perut karena pernah dioperasi
atau terdapat hernia (Sjamsuhudajat & Jong, 2004; Sabara, 2007). Pada ileus
obstruktif usus halus kolik dirasakan di sekitar umbilikus, sedangkan ileus
obstruktif usus besar kolik dirasakan di sekitar suprapubik. Muntah pada
ileus obstruktif usus halus berwarna kehijauan dan pada ileus obstruktif usus
besar onset muntah lama (Anonym, 2007)
 Pemeriksaan Fisik
 Inspeksi
Pada inspeksi dapat ditemukan tanda – tanda generalisata
dehidrasi yang mencakup kehilangan turgor kulit maupun mulut dan
lidah kering. Pada abdomen harus dilihat adanya distensi, parut abdomen,
hernia, dan massa abdomen. Terkadang dapat dilihat gerakan peristaltik
usus (Gambar 4) yang bisa berkorelasi dengan mulainya nyeri kolik yang
disertai mual dan muntah. Pada abdomen diperhatikan pembesaran perut
yang tidak pada tempatnya misalnya pembesaran setempat karena
peristaltis yang hebat sehingga terlihat gelombang usus ataupun kontur
usus pada dinding perut. Biasanya distensi terjadi pada sekum dan kolon
bagian proksimal karena bagian ini mudah membesar (Sabiston, 1995;
Sabara, 2007).

Gambar 4: Gerakan peristaltik usus (Suindra, 2005).


 Palpasi
Pada palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi peritoneum
apapun atau nyeri tekan, yang mencakup defance muscular involunter
atau rebound dan pembengkakan atau massa yang abnormal (Sabiston,
1995; Sabara, 2007).
 Auskultasi

Dengan stetoskop, diperiksa suara normal dari usus yang


berfungsi (bising usus). Pada penyakit ini, bising usus mungkin terdengar
sangat keras dan bernada tinggi. Tetapi setelah beberapa hari perjalanan
penyakit dan usus telah berdilatasi, maka aktivitas peristaltik bisa tidak
ada atau sangat menurun. Tidak adanya bising usus bisa juga ditemukan
pada ileus paralitikus atau ileus obstruksi strangulate (Sabiston, 1995).

Bagian akhir yang harus dilakukan pemeriksaan adalah


pemeriksaan rectum dan pelvis. Pemeriksaan ini dapat membantu
penemuan massa atau tumor serta adanya feses dalam kubah rectum yang
menggambarkan ileus obstruksi usus halus. Jika darah makroskopik atau
feses poditif ditemukan di dalam rectum, maka sangat mungkin bahwa
ileus obstruktif didasarkan atas lesi intrinsic di dalam usus. Apabila isi
rektum menyemprot, maka curiga penyakit Hirdchprung (Anonym,
2007).

 Pemeriksaan Penunjang
 Laboratorium
Nilai laboratorium pada awalnya normal, kemudian akan terjadi
hemokonsentrasi,leukositosis, dan gangguan elektrolit yang biasanya
terjadi bila terdapat strangulasi. Peningkatan emilase serum kadang –
kadang ditemukan pada semua bentuk ileus obstruktif khususnya jenis
strangulasi (Isselbacher, 2007).
 Pemeriksaan Radiologi
 FPA
Pada saat sekarang ini radiologi memainkan peranan penting
dalam mendiagnosis secara awal ileus obstruktif secara dini. Ileus
merupakan penyakit akut abdomen yang dapat muncul secara mendadak
yang memerlukan tindakan sesegera mungkin. Maka dari itu pemeriksaan
abdomen harus dilakukan secara segera tanpa perlu persiapan
(Middlemiss, 2005).
Gambaran normal dari radiologi polos abdomen:
Udara akan terlihat hitam karena meneruskan sinar x yang
dipancarkan dan menyebabkan kehitaman pada film sedangkan tulang
dengan elemen kalsium yang dominan akan menyerap seluruh sinar yang
dipancarkan sehingga pada film ajan tampak putih. Diantara udara dan
tulang, misalnya jaringan lunak akan menyerap sebagian besar sinar x
yang dipancarkan sehingga menyebabkan keabuan (Sudarno dan Irdam,
2008). Untuk menegakkan diagnosa secara radiologis pada ileus
obstruktif dilakukan foto abdomen dengan beberapa proyeksi FPA:
1. Posisi terlentang (supine): sinar dari arah vertical, dengan proyeksi
antero-posterior (AP)
Untuk melihat:
- Dinding abdomen, yang penting yaitu: preperitoneal fat line kanan dan kiri baik atau
menghilang
- Psoas line kanan dan kiri: baik, menghilang atau adanya pelembungan (bulging)
- Batu radioopak, kalsifikasi atau benda asing yang radioopak
- Kontur ginjal kanan dan kiri
- Gambaran udara usus:
 Normal
 Pelebaran usus halus, kolon, gaster
 Penyebaran dari usus-usus yang melebar
 Keadaan dinding usus
 Jarak antara dua dinding usus yang berdampingan
Pada ileus, gambaran yang diperoleh yaitu peleparan usus di
proksimal daerah obstruksi, penebalan dinding usus, gambaran seperti
duri ikan (Herring Bone Appearance). Gambaran ini didapat dari
pengumpulan gas dalam lumen usus yang melebar.

2. Posisi duduk atau setengah duduk atau tegak (Erect)


- Gambaran udara bebas di bawah diafragma
Pada ileus, gambaran yang didapatkan adalah adanya air fluid
level dan step ladder appearance.
3. Posisi tiduran miring ke kiri (left lateral dekubitus)
- Hampir sama seperti posisi duduk, hanya udara bebas letaknya antara hepar dengan
dinding abdomen
Untuk melihat air fluid level dan kemungkinan perforasi usus.
Dari air fluid level dapat diduga gangguan pasase usus. Bila air fluid
level pendek berarti ada ileus letak tinggi, sedangkan jika panjang –
panjang kemungkinan gangguan di kolon. Gambaran yang diperoleh
adalah adanya udara bebas infra diafragma dan air flui level.
Untuk menegakkan diagnosa secara radiologis pada ileus obstruktif
dilakukan foto abdomen 3 posisi. Yang dapat ditemukan pada pemeriksaan
foto abdomen ini antara lain:
1. Ileus obstruksi letak tinggi :
 Dilatasi di proximal sumbatan (sumbatan paling distal di ileocecal
junction) dan kolaps usus di bagian distal sumbatan
 Coil spring appearance
 Herring bone appearance
 Air fluid level yang pendek-pendek dan banyak (step ladder sign)
 Udara dalam colon minimal, terutama di daerah rectum
 Causa: Adhesi, volvulus, gallstone ileus, intusupsesi
2. Ileus obstruksi letak rendah:
 Gambaran sama seperti ileus obstruksi letak tinggi
 Gambaran penebalan usus besar yang juga distensi tampak pada tepi
abdomen
 Air fluid level yang panjang-panjang di kolon. Sedangkan pada ileus
paralitik gambaran radiologi ditemukan dilatasi usus yang
menyeluruh dari gaster sampai rectum.
 Udara di usus kecil minimal/ (-) jika katup ileocecal competent
 Jika katub ileocecal incompetent maka akan terjadi decompresi
udara dari colon ke usus kecil
 Causa: tumor, volvulus, hernia divertikulitis, intususepsi
Gambaran radiologis ileus obstruktif dibandingkan dengan ileus paralitik :

Gambar 3. Ileus Obstruktif . Tampak coil spring dan herring bone appearance

Gambar 4. Ileus Paralitik. Tampak dilatasi usus keseluruhan

 Barium Enema
Barium enema adalah sebuah pemeriksaan radiologi dengan
menggunakan kontras positif. Kontras positif yang biasanya digunakan
dalam pemeriksaan radiologi alat cerna adalah barium sulfat (BaSO4).
Bahan ini adalah suatu garam berwarna putih, berat dam tidak mudah larut
dalam air. Garam tersebut diaduk dengan air dalam perbandingan tertentu
sehingga menjadi suspensi. Suspensi tersebut diminum oleh pasien pada
pemeriksaan esophagus, lambung dan usus halus atau dimasukkan lewat
kliasma pada pemeriksaan kolon (lazim disebut enema).
Sinar rontgen tidak dapat menembus barium sulfat tersebut,
sehingga menimbulkan bayangan dalam foto rontgen. Setelah pasien
meminum suspensi barium dan air, dengan fluroskopi diikuti kontrasnya
sampai masuk ke dalam lambung, kemudian dibuat foto – foto dalam posisi
yang diperlukan. Pemeriksaan radiologi dengan Barium Enema mempunyai
suatu peran terbatas pada pasien dengan obstruksi usus halus. Pengujian
Enema Barium terutama sekali bermanfaat jika suatu obstruksi letak rendah
yang tidak dapat pada pemeriksaan foto polos abdomen.
 CT Scan
CT (Computed Tomography) merupakan metode body imaging dimana
sinar X sangat tipis mengitari pasien. Detektor kecil akan mengatur
jumlah sinar x yang diteruskan kepada pasien untuk menyinari
targetnya. Komputer akan segera menganalisa data dan mengumpulkan
dalam bentuk potongan cross sectional. Foto ini juga dapat disimpan,
diperbesar maupun dicetak dalam bentuk film. Pemeriksaan ini
dikerjakan jika secara klinis dan foto polos abdomen dicurigai adanya
strangulasi. CT-Scan akan mempertunjukkan secara lebih teliti adanya
kelainan-kelainan dinding usus, mesenterikus, dan peritoneum. CT-
Scan harus dilakukan dengan memasukkan zat kontras ke dalam
pembuluh darah. Pada pemeriksaan ini dapat diketahui derajat dan
lokasi dari obstruksi.

2.4.2.8 Diagnosis Banding


Pada ileus paralitik nyeri yang timbul lebih ringan tetapi konstan dan
difus, dan terjadi distensi abdomen. Ileus paralitik, bising usus tidak terdengar
dan tidak terjadi ketegangan dinding perut. Bila ileus disebabkan oleh proses
inflamasi akut, akan ada tanda dan gejala dari penyebab primer tersebut.
Gastroenteritis akut, apendisitis akut, dan pankreatitis akut juga dapat
menyerupai obstruksi usus sederhana.
2.4.2.9 Komplikasi
Pada obstruksi kolon dapat terjadi dilatasi progresif pada sekum yang
berakhir dengan perforasi sekum sehingga terjadi pencemaran rongga perut
dengan akibat peritonitis umum.
2.4.2.10 Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan adalah dekompresi bagian yang
mengalami obstruksi untuk mencegah perforasi. Tindakan operasi biasanya
selalu diperlukan. Menghilangkan penyebab obstruksi adalah tujuan kedua.
Kadang-kadang suatu penyumbatan sembuh dengan sendirinya tanpa
pengobatan, terutama jika disebabkan oleh perlengketan. Penderita
penyumbatan usus harus di rawat di rumah sakit.
1. Persiapan
Pipa lambung harus dipasang untuk mengurangi muntah, mencegah aspirasi
dan mengurangi distensi abdomen (dekompresi). Pasien dipuasakan,
kemudian dilakukan juga resusitasi cairan dan elektrolit untuk perbaikan
keadaan umum. Setelah keadaanoptimum tercapai barulah dilakukan
laparatomi. Pada obstruksi parsial atau karsinomatosis abdomen dengan
pemantauan dan konservatif.
2. Operasi
Operasi dapat dilakukan bila sudah tercapai rehidrasi dan organ-organ vital
berfungsi secara memuaskan. Tetapi yang paling sering dilakukan adalah
pembedahan sesegera mungkin. Tindakan bedah dilakukan bila:
Strangulasi, Obstruksi lengkap, Hernia inkarserata, Tidak ada perbaikan
dengan pengobatan konservatif (dengan pemasangan NGT, infus,oksigen
dan kateter).

3. Pasca Bedah
Pengobatan pasca bedah sangat penting terutama dalam hal cairan dan
elektrolit.Kita harus mencegah terjadinya gagal ginjal dan harus
memberikan kalori yang cukup.Perlu diingat bahwa pasca bedah usus pasien
masih dalam keadaan paralitik.

BAB III
PENUTUP

Ileus dibedakan menjadi dua macam, yaitu ileus obstruktif dan ileus paralitik. Ileus
obstruksi adalah penyumbatan intestinal mekanik yang terjadi karena adanya daya mekanik
yang bekerja atau mempengaruhi dinding usus sehingga menyebabkan penyumbatan lumen
usus. Ileus paralitik merupakan suatu keadaan dimana usus gagal atau tidak mampu melakukan
kontraksi peristaltik untuk menyalurkan isinya. Jika ileus obstruktif berlangsung lama maka
bisa terjadi ileus paralitik. Ileus lebih sering terjadi pada obstruksi usus halus daripada.
Penyebab terbanyak dari Ileus adalah perlekatan atau adhesi, kemudian diikuti Hernia,
keganasan, dan Volvulus.
Penegakan diagnosa pada Ileus meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang, terdapat empat gejala cardinal yang sering dijumpai yaitu nyeri
abdomen (kolik abdomen), muntah, distensi dan konstipasi. Pada pemeriksaan fisik akan
ditemukan takikardia, demam, nyeri tekan abdomen, nyeri lokal pada perut, dan distensi perut.
Salah satu pemeriksaan penunjang pada ileus adalah pemeriksaan radiologi. Pemeriksaan
radiologi pada ileus obstruktif akan tampak dilatasi usus di proksimal sumbatan dan kolaps
usus di bagian distal sumbatan. Pemeriksaan radiologi pada ileus paralitik akan menunjukkan
adanya dilatasi usus secara menyeluruh dari gaster sampai rektum.
Mengingat penanganan ileus dibedakan menjadi operatif dan konservatif, maka hal ini
sangat berpengaruh pada mortalitas ileus. Operasi juga sangat ditentukan oleh ketersediaan
sarana dan prasarana yang sesuai, keterampilan dokter, dan kemampuan ekonomi pasien. Hal-
hal yang dapat berpengaruh dari faktor-faktor tersebut juga akan mempengaruhi pola
manajemen pasien ileus yang akhirnya berpengaruh pada mortalitas ileus.
Prognosis dari ileus bervariasi tergantung pada penyebab ileus itu sendiri, bila
penyebab primer dari ileus cepat tertangani maka prognosis menjadi lebih baik. Prognosis ileus
baik bila diagnosis dan tindakan dilakukan dengan cepat.
DAFTAR PUSTAKA

- David A lisle. Imagining for student: Gastrointestinal System. 2nd edition, New York:
Oxford University press inc.2005
- Djumhana, Ali. Buku Ajaran Penyakit Dalam, jilid II. Edisi III. Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FK UKI. Jakarta 2001
- Fred. Amttler Jr. Essential of Radiology: gastrointestinal system. 2nd. Edition.
Departemen of Radiology, New Mexic Federal Regional Center. 2005
- Guyton A.C., Hall J.E. 2005. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran . Edisi ke- 9. Jakarta :
EGC
- Meschan, M. D Isodare, synopsis of Analystis of Roetgan sign in general radiology,
international Eddition: sign in general radiology: International Edditionn
- Middlemiss, J.H. 1949. Radiological Diagnosis of Intestinal Obstruction by Means of
Direct Radiography. Volume XXII No. 253.
- Sjamsuhidajat, R. dan De Jong, Wim. 2003. Buku Ajar Ilmu Bedah . Edisi 2. Jakarta :
EGC. Hal: 623.
- Sutton, David. 2003. Textbook of Radiology and Imaging Volume 1. Edisi 7. London
:Churchill Livingstone.

Anda mungkin juga menyukai