DEFENISI
Agorafobia dapat timbul pada penderita yang tidak mengalami serangan panik akan tetapi
sebagian besar penderita yang datang untuk pengobatan mempunyai riwayat serangan panik
ataupun gangguan fobia sosial yang sangat berat yang menimbulkan simptom yang mirip
dengan serangan panik. Penderita agorafobia pada umumnya menghindari tempat ramai
karena takut terjadi serangan panik dan merasa malu jika ada orang yang melihat usahanya
untuk melarikan diri dari situasi tersebut. Akibatnya, orang yang menderita agorafobia
mengalami masalah kehidupan yang sangat berat karena tidak mampu pergi dari rumah
(tempat yang dirasanya aman) baik untuk bekerja, membeli kebutuhan hariannya maupun
untuk bersosialisasi.1,2
Agorafobia adalah ketakutan terhadap ruangan terbuka, orang banyak serta adanya kesulitan
untuk segera menyingkir ke tempat aman. Pasien takut keluar sendiri, bersosial, berbelanja,
melancong dan berada dalam ruangan yang tertutup. Disertai ansietas umum, serangan panik
perasaan dizzisness dan unsteadiness serta sering ada depresi atau depersonalisasi.2,3
EPIDEMIOLOGI
Agorafobia maupun gangguan panik dapat berkembang pada setiap usia dengan usia rata-
rata timbulnya adalah kira-kira 25 tahun. Prevalensi seumur hidup agorafobia dilaporkan
terentang antara 0,6-6%. Pada penelitian yang dilakukan pada lingkungan psikiatrik
dilaporkan sebanyak tiga perempat pasien yang terkena agorafobia juga menderita gangguan
panik. Hasil yang berbeda ditemukan pada lingkungan masyarakat dimana separuh dari
pasien yang menderita agorafobia tidak menderita gangguan panik, perbedaan hasil penelitian
dan rentang prevalensi yang lebar diperkirakan karena kriteria diagnostik yang bervariasi dan
metode penilaian yang berbeda.2
ETIOLOGI
Etiologi agorafobia belum diketahui secara pasti tapi pathogenesis fobia berhubungan dengan
faktor biologis, genetik, dan psikososial.2
Faktor Biologi
Sistem neurotransmiter utama yang terlibat adalah neuroepinefrin, serotonin, dan
gamma-aminobutyric acid (GABA). Keseluruhan data biologis telah menyebabkan suatu
perhatian kepada batang otak (khususnya neuron noradrenergik di lokus sereleus dan
neuron seretonergik di nucleus raphe medialis), system limbic (kemungkinan
bertanggung jawab untuk terjadinya kecemasan yang terjadi lebih dahulu (anticipatory
anxiety) dan korteks prafrontalis (kemungkinan bertanggung jawab untuk terjadinya
penghindaran fobik).4
Faktor genetik
Agorafobia diperkirakan dipicu oleh gangguan panik. Data penelitian menyimpulkan
bahwa gangguan ini memiliki komponen genetik yang jelas, juga menyatakan bahwa
gangguan panik dengan agorafobia adalah bentuk parah dari gangguan panik dan lebih
mungkin diturunkan. Beberapa penelitian menemukan bahwa adanya peningkatan resiko
gangguan panik empat hingga delapan kali lipat pada sanak keluarga derajat pertama
pasien dengan gangguan psikiatrik lainnya.1
Faktor Psikososial
Fobia menggambarkan interaksi antara diatesis genetika-konstitusional dan stressor
lingkungan. Penelitian menyimpulkan bahwa anak-anak tertentu yang ada predisposisi
konstitusional terhadap fobia memiliki temperamen inhibisi perilaku terhadap yang tak
dikenal dengan stres lingkungan yang kronis akan mencetuskan timbulnya fobia,
misalnya perpisahan dengan orang tua, kekerasan dalam rumah tangga dapat
mengaktivasi diathesis laten pada anak-anak yang kemudian akan menjadi gejala yang
nyata.1
GAMBARAN KLINIS
Pasien agorafobia secara kaku menghindari situasi dimana akan sulit untuk mendapatkan
bantuan. Mereka lebih suka disertai oleh seorang teman atau anggota keluarga ditempat-
tempat tertentu seperti jalanan yang sibuk, toko yang padat, ruangan yang tertutup (seperti
terowongan, jembatan, dan elevator), dan kendaraan tertutup (seperti kereta bawah tanah, bus,
dan pesawat udara). Pasien mungkin memaksa bahwa mereka harus ditemani tiap kali mereka
keluar rumah. Perilaku tersebut dapat menyebabkan pertengkaran dalam perkawinan yang
dapat keliru didiagnosis sebagai masalah primer. Pasien yang menderita secara parah
mungkin semata-mata menolak keluar dari rumah. Khususnya sebelum didiagnosis yang
benar dibuat, pasien mungkin ketakutan bahwa mereka akan gila.4
Beragam rasa takut dan hipokondriasis dapat muncul juga, demikian pula beberapa gejala
lain termasuk pingsan, pikiran obsesif, depersonalisasi, dan derealisasi. Depresi merupakan
hal yang lazim muncul dan hal ini paling banyak menimbulkan ketidak mampuan kepada
pasien gangguan fobia.5
DIAGNOSIS
1. Kecemasan berada di dalam suatu tempat atau situasi darinya kemungkinan dirinya
meloloskan diri, merasa malu, atau dimana kemungkinan tidak terdapat pertolongan
jika mendapat serangan panik atau gejala mirip panik yang tidak diharapkan atau
secara situasional. Ketakutan agorafobia biasanya mengenai kelompok karakteristik,
situasi, seperti di luar ruah sendirian; berada ditempat ramai atau berdiri di sebuah
barisan, berada diatas jembatan atau bepergian dengan bis, kereta, atau mobil.
3. Situasi dihindari (misalnya jarang berpergian) atau jika dilakukan dengan penderitaan
yang jelas atau dengan kecemasan mendapat serangan panic atau gejala panik atau
perlu didampingi teman.6
4. Kecemasan atau penghindaran fobik tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan
mental lain seperti fobia sosial (misalnya penghindaran terbatas pada situasi sosial
karena takut dipermalukan), fobia spesifik misalnya penghindaran terbatas situasi
seperti lift, gangguan obsesif-kompulsif misalnya menghidari kotoran pada seseorang
dengan obsesi tentang kontaminasi, gangguan stress pasca trauma misalnya
menghindari stimuli yang berhubungan dengan stressor yang berat, dan gangguan
cemas perpisahan misalnya menghindari meninggalkan rumah atau sanak keluarga.
Catatan: Agorafobia bukanlah suatu gangguan yang diberi kode. Catatlah diagnosis
yang spesifik saat agorafobia terjadi misalnya gangguan panik dengan agorafobia atau
agorafobia tanpa riwayat gangguan panik.6
Kriteria diagnostik menurut Pedoman Penggolongan Diagnostik Gangguan Jiwa Edisi ke III
(PPDGJ-III), diagnosis pasti agorafobia harus memenuhi semua kriteria dengan adanya gejala
ansietas yang terbatas pada kondisi yang spesifik yang harus dihindari oleh penderita.
DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding untuk agorafobia tanpa suatu riwayat gangguan panik adalah semua
gangguan medis yang dapat menyebabkan kecemasan atau depresi. Diagnosis banding
psikiatrik adalah gangguan depresif berat, skizofrenia, gangguan kepribadian paranoid,
gangguan kepribadian menghindar, dimana pasien tidak ingin keluar rumah dan gangguan
kepribadian dependan karena pasien harus selalu ditemani keluar rumah.2
Perlu diingat bahwa sebagian penderita agorafobia hanya mengalami sedikit ansietas karena
mereka secara konsisten dapat menghindari objek atau situasi fobik. Adanya gejala lain
seperti depresi, depersonalisasi, obsesi, dan fobia sosial, tidak mengubah diagnosis tersebut.
Asalkan gejala ini tidak mendominasi gambaran klinisnya. Namun demikian, bila mana
pasien tersebut jelas sudah mengalami depresi pada saat fobik tersebut pertama kali timbul,
maka lebih tepat untuk mendiagnosis sebagai episode depresif; hal ini lebih lazim terjadi
pada kasus dengan onset lambat.7
PENATALAKSANAAN
Fokus dari terapi kognitif adalah intruksi mengenai keyakinan salah pasien dan informasi
mengenai serangan panik.2
B. Farmakoterapi
Terapi agorafobia adalah sama seperti pada gangguan panik, terdiri dari anti-depresan,
anti-ansietas, dan psikoterapi khususnya terapi kognitif. 4
Tujuan farmakoterapi adalah untuk mengobati gangguan panik karena agorafobia pada
umumnya disebabkan oleh gangguan panik. Diharapkan dengan perbaikan gangguan
panik maka agoraobia juga akan semakin membaik. Semua golongan obat Selective
Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI) efektif untuk gangguan panik. Paroksetin
memiliki efek sedatif dan cenderung membuat pasien tenang sehingga menimbulkan
kepatuhan yang lebih besar serta putus minum obat yang lebih sedikit. Jika efek sedasi
paroksetin tidak dapat ditoleransi, maka dapat diganti dengan fluoxetin. Obat yang lain
biasa digunakan adalah dari golongan benzodiazepin karena memiliki awitan kerja
untuk panik yang paling cepat. Dapat digunakan dalam untuk periode waktu yang lama
tanpa timbul toleransi terhadap antipanik.1,2
1). Fluvoxamine
Suatu uji klinik buta ganda yang membandingkan fluvoxamine dengan plasebo
melaporkan bahwa setelah 12 inggu terapi dengan fluvoxamine (150 mg), 7 dari 15
pasien fobia sosial mendapat perbaikan sedangkan dengan plasebo hanya 1 dari 15
pasien yang mengalami perbaikan. Absorbsinya tidak dipengaruhi oleh makanan dan
konsentrasi maksimal dicapai 3-8 jam setelah pemberian. Terikat dengan protein
serum terutama albumin. Keberadaannya dalam ASI tidak diketahui. Metabolisme
terutama melalui demetilasi oksidasi dan deaminasi di hepar. Metabolit utamanya
asam fluvoxamine, kurang kuat menghambat ambilan serotonin. Waktu paruh pada
orang tua lebih panjang yaitu rata-rata 17,4 hari (dosis 50 mg) dan rata-rata 25,9 hari
untuk dosis 100 mg. Disfungsi hepar menurunkan klirens 30%, tetapi gangguan
fungsi ginjal tidak menyebabkan penurunan klirens. 3Tersedia dalam tablet 25, 50,
dan 100 mg. Dosis efektif untuk fobia sosial berkisar antara 50 dan 150 mg per hari.
Orang tua dosisnya lebih rendah.
2). Fluoxetine
Beberapa obat yang termasuk golongan MAOI antara lain iproniazide. Obat ini ditarik
dari peredaran karena toksik terhadap hepar. Tranylcypromine dan phenelzine juga
ditarik dari peredaran karena berinteraksi dengan tyramine (the cheese reaction) dan
dapat menyebabkan krisis hipertensi. Karena harus membatasi diet dan efek samping
yang berbahaya, MAOI tidak lagi menjadi pilihan. Enzim MAO memiliki dua bentuk
isoenzim (A dan B) yang memetabolisme neurotransmiter berbeda. MAO tipe A
memetabolisme serotonin dan norepinefrin sedangkan dopamin di metabolisme MAO
tipe A dan B. 8
Saat ini tersedia RIMA (reversible inhibitor of monoamine oxidase A) yaitu obat yang
juga memblok MAO tetapi bersifat reversibel. Moclobemide merupakan contoh
golongan RIMA. Moclobemide ditoleransi dengan baik dan pada pemakaiannya tidak
perlu diet pembatasan tiramin. 8
Dosis moclobemide 450 mg/hari. Efektif dan aman. Efek samping yang kadang-kadang
(20% pasien) ditemui yaitu nyeri kepala, pusing, mual, insomnia dan mulut kering.
Moclobemide tidak menimbulkan ketergantungan. Mengganti moclobemide dengan
obat lain mudah atau dapat langsung tanpa menunggu jeda waktu. Dosis moclobemide
mesti dikurangi setengahnya jika digunakan dengan obat yang menghambat CYP2D6,
misalnya cimetidine. Untuk mengurangi kemungkinan terjadinya hambatan
metabolisme tiramin, dianjurkan menggunakan moclobemide setelah makan. Insiden
insomnia, disfungsi seksual dan penambahan berat badan sangat jarang terjadi pada
pemakaian moclobemide. 8
3. Benzodiazepin
PROGNOSIS
3. Ingram, IM. Timbury, GC. Mowbray, RM. Catatan Kuliah Psikiatri. Edisi 6. Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta: h.65.
4. Kaplan HI,Sadock BJ, dan Grebb JA. Sinopsis Psikiatri. Jilid II. BinarupaAksara.
Tangerang: 2010. h.33-465.
5. Tomb, DA. Buku Saku Psikiatri. Edisi 6. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta;
2000. h.102
6. Diagnostic Criteria From DSM – IV – TR. Penerbit American Psychiatric Association,
Washingtob, DC; 2000. H.210-211
7. Wasistomph, broto. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di
Indonesia III. Cetakan Pertama. Penerbit Departemen Kesehatan RI Direktorat
Jenderal Pelayanan Medik, Jakarta; 1993. h.173-175.
8. Amir N. Diagnosis dan Penggunaan Psikofarmaka Fobia Sosial. Available
From :http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/156_10DiagnosisPenggunaanPsikofarma
kaFobiaSosial.pdf/156_10DiagnosisPenggunaanPsikofarmakaFobiaSosial.html