Anda di halaman 1dari 14

/

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bencana merupaan segala sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari segala
sistem yang ada dimuka bumi baik secara alamiah ataupun akibat ulah manusia.
Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki potensi terjadinya bencana
yang cukup besar dan memiliki banyak wilayah yang rawan akan terjadinya
bencana, hal tersebut terjadi karena indonesia yang terletak diantara tiga lempeng
besar yaitu lempeng hindia autralia, lempeng eurasia, dan lempeng pasifik yang
menjadikan indonesia memiliki berbagai macam bentukan permukanya mulai
pegunungan perbukitan hingga daratan. Menurut BNPB dalam Indeks Rawan
Bencana (IRB) sebanyak 27 provinsi indonesia memiliki IRB tinggi dan 6
provinsi memiliki IRB sedang.

Bencana merupakan kejadian alam dan atau disebabkan oleh ulah manusia
yang menimbulkan kerusakan dan kerugian baik secara fisik dan non fisiknya
serta menimbulkan banyak korban jiwa. Bencana merupakan hal yang tidak kita
harapkan untuk terjadi namun kejadian bencana tersebut selalu terjadi. Bencana
menimbulkan kerentanan yang ada saat sebelum, saat ataupun sesudah terjadinya
bencana. Kerentanan merupakan suatu kondisi dan atau suatu akibat keadaan
(faktor fisik, sosial, ekonomi dan lingkungan) yang berpengaruh buruk terhadap
upaya upaya pencegahan dan penanggulangan bencana. Semakin tinggi
kerentanan, ancaman/bahaya dan ketidakmampuan masyarakat, semakin tinggi
pula risiko bencana yang datang.

1
/
/

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan kerentanan?

2. Apasaja faktor – faktor yang penyebab terjadinya kerentanan?

3. Siapa sajakah yang termasuk kedalam kelompok rentan?

4. Dimana sajakah wilayah yang rentan terhadap bencana ?

5. Kapan suatu daerah dapat dikatakan rentan bencana?

6. Bagaimana cara mengurangi tingkat kerentanan?

1.3 Tujuan Penulisan

Penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui apa itu kerentanan dan
apasaja faktor, kelompok, dimana wilayah rentan dan kapan wilayah tersebut
dikatakan rentan serta mengetahui bagaimana cara mengurangi tingkat
kerentanan. Penulisan makalah ini juga bertujuan sebagai sumber bacaan dan
sumber pengetahuan bagi kawan kawan mahasiswa.

2
/
/

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Kerentanan

2.1.1 Bencana

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang


mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat
yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun
faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,
kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis
(Undang-Undang No 24 Tahun 2007).

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengacam


dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang
disebabkan, baik oleh faktor alam atau manusia sehingga mengakibatkan
timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta
benda, dan dampak psikologisnya (Ramli, 2010).

Bencana (disaster) merupakan fenomena yang terjadi akibat


kolektifitas atas komponen bahaya (hazard) yang ./ mempengaruhi kondisi
alam dan lingkungan, serta bagaimana tingkat kerentanan (vulnerability)
dan kemampuan (capacity) suatu komunitas dalam mengelola ancaman.

 Bahaya (hazard) merupakan suatu kondisi, secara alamiah


maupun karena ulah manusia, yang berpotensi menimbulkan
kerusakan atau kerugian dan kehilangan jiwa manusia. Bahaya
berpotensi menimbulkan bencana, tetapi tidak semua bahaya
selalu menjadi bencana.
 Kerentanan (vulnerability); adalah sekumpulan kondisi dan
atau suatu akibat keadaan (faktor fisik, sosial, ekonomi dan
lingkungan) yang berpengaruh buruk terhadap upaya-upaya
pencegahan dan penanggulangan bencana.
 Kapasitas (capacity) merupakan kekuatan dan potensi yang
dimiliki oleh perorangan, keluarga dan masyarakat yang
membuat mereka mampu mencegah, mengurangi, siap-siaga,

3
/
/

menanggapi dengan cepat atau segera pulih dari suatu


kedaruratan dan bencana.
 Risiko (risk) merupakan potensi kerugian yang ditimbulkan
akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu
yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam,
hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan
harta, dan gangguan kegiatan masyarakat (Oxfam, 2012).

2.1.2 Kerentanan

Kerentanan (vulnerability) merupakan suatu kondisi dari suatu


komunitas atau masyarakat yang mengarah atau menyebabkan
ketidakmampuan dalam menghadapi ancaman bahaya. Tingkat kerentanan
dapat ditinjau dari kerentanan fisik (infrastruktur), sosial kependudukan,
dan ekonomi (BAKORNAS PB, 2007).

a. Kerentanan Fisik (infrastruktur)0


Kerentanan fisik menggambarkan suatu kondisi fisik yang
rawan terhadap faktor bahaya (hazard) tertetu. Kondisi
kerentanan ini dapat dilihat dari berbagai indikator sebagai
berikut: persentase kawasan terbangun, kepadatan
bangunan, persentase bangunan konstruksi darurat, jaringan
listrik, rasio panjang jalan, jaringan telekomunkasi, jaringan
PDAM, dan jalan KA. Wilayah permukiman di Indonesia
dapat dikatakan berada pada kondisi yang sangat rentan
karena persentase kawasan terbangun, kepadatan bangunan,
persentase bangunan konstruksi darurat, jaringan listrik,
rasio panjang jalan, jaringan telekomunkasi, jaringan
PDAM, dan jalan KA sangat rendah.

b. Kerentanan Sosial
Kerentanan Sosial menggambarkan tingkat kerapuhan
sosial dalam menghadapi bahaya (hazard). Pada kondisi

4
/
/

sosial yang rentan maka jika terjadi bencana dapat


dipastikan akan menimbulkan dampak kerugian yang besar.
Beberapa indikator kerentanan sosial antara lain kepadatan
penduduk, laju pertumbuhan penduduk, persentase
penduduk usia tua-balita, dan penduduk wanita. Kota-kota
di Indonesia memiliki kerentanan sosial yang tinggi karena
memiliki persentase yang tinggi pada indikator-indikator
tersebut.

c. Kerentanan Ekonomi
Kerentanan Ekonomi menggambarkan suatu kondisi tingkat
kerapuhan ekonomi dalam menghadapi ancaman bahaya
(hazard). Beberapa indikator kerentanan ekonomi
diantaranya adalah persentase rumah tangga yang bekerja
di sektor rentan (sektor yang rawan terhadap pemutusan
hubungan kerja) dan persentase rumah tangga miskin.

Interaksi antara tingkat kerentanan daerah dengan ancaman bahaya


(hazards) menimbulkan risiko bencana. Ancaman bahaya, khususnya
bahaya alam bersifat tetap karena bagian dari dinamika proses alami
pembangunan atau pembentukan roman muka bumi baik dari tenaga
internal maupun eksternal, sedangkan tingkat kerentanan daerah dapat
dikurangi, sehingga kemampuan dalam menghadapi ancaman tersebut
semakin meningkat.

Gambar 2.1 Hubungan antara kerentanan, bahaya dan


kemampuan

5
/
/

Kerentanan mempengaruhi risiko bencana yang terjadi. Apabila


kerentanan, bahaya dan ketidakmampuan masyarakat semakin tinggi,
maka semakin tinggi pula risiko bencana nya. Dalam kaitannya dengan
pengurangan risiko bencana, maka upaya yang dapat dilakukan adalah
melalui pengurangan tingkat kerentanan, karena hal tersebut relatif lebih
mudah dibandingkan dengan mengurangi/memperkecil bahaya/hazard.

2.1.3 Jenis Jenis Kerentanan

1. Kerentanan Fisik: Bangunan, Infrastruktur, Konstruksi yang lemah

2. Kerentanan Sosial : Kemiskinan, Lingkungan, Konflik, tingkat


pertumbuhan yang tinggi, anak-anak dan wanita, lansia.

3. Kerentanan Mental : Ketidaktahuan, tidak menyadari, kurangnya


percaya diri, dan lainnya.

2.2 Faktor Kerentanan

Faktor kerentanan pada bencana, yaitu:

1) Fisik

Faktor kerentanan fisik pada umumnya merujuk pada perhatian


kelemahan atau kekurangan pada lokasi serta lingkungan terbangun. Hal
ini dapat diartikan sebagai wilayah terbuka (exposure) atau tempat yang
sangat rentan terkena bahaya (placed in harm’s way), atau secara
sederhana faktor fisik ini berkaitan dengan pemilihan lokasi untuk
kawasan terbangun.

2) Sosial

Parameter yang berkaitan dengan faktor kerentanan sosial adalah


yang berhubungan dengan kehidupan individu, komunitas, dan masyarakat
pada umumnya. Hal tersebut termasuk aspek yang berkaitan dengan
tingkat jaminan keamanan dan ketenangan, jaminan hak asasi manusia,
sistem pemerintahan yang baik, persamaan sosial, nilai sosial positif,
ideologi, isu gender, dan kelompok usia. Kearifan lokal serta kebiasaan
atau tradisi dapat menjadi bagian untuk meningkatkan kapabilitas sosial.

6
/
/

3) Ekonomi

Tingkat kerentanan ekonomi sangat bergantung pada status


ekonomi dari masyarakat, komunitas serta tingkat diatasnya. Selain itu
jumlah kaum miskin, komposisi jumlah perempuan yang tidak
berimbang dan para manula juga akan meningkatkan kerentanan ekonomi,
karena kelompok ini dianggap paling rentan apabila terjadi bencana,
karena pada umumnya kelompok ini memiliki keterbatasan kemampuan
dalam upaya pemulihan akibat bencana. Kerentanan ekonomi juga
bergantung pada kondisi cadangan ekonomi dari masyarakat, komunitas
atau level diatasnya, akses pada pendanaan, pinjaman dan asuransi.
Ekonomi yang lemah pada umumnya akan meningkatkan tingkat
kerentanan ekonomi. Selain itu keterbatasan akses terhadap infrasturktur
pendukung perekonomian seperti akses jalan, perbankan, pasar juga
berpengaruh pada tingkat kerentanan ekonomi.

4) Lingkungan (Ekologi)

Aspek kunci dari kerentanan lingkungan termasuk didalamnya


peningkatan penurunan sumberdaya alam serta status degradasi
sumberdaya. Dengan kata lain kekurangan dari resilience dalam
sistemekologi serta terbuka terhadap zat beracun serta polutan berbahaya,
merupakan elemen penting dalam membentuk kerentanan
lingkungan. Dengan meningkatnya kerentanan lingkungan seperti
berkurangnya biodiversity, penurunan mutu tanah atau kelangkaan air
bersih akan dengan mudahnya mengancam jaminan terpenuhinya
kebutuhan pangan bagi masyarakat yang bergantung pada produksi lahan,
hutan serta lingkungan laut untuk mata pencahariannya. Lingkungan yang
terpolusi juga meningkatkan ancaman resiko kesehatan.

Faktor Kerentanan Bencana di Indonesia

1. Bermukim di Lokasi Berbahaya


Indonesia adalah negara dengan struktur geomorfologi yang
beranekaragam seperti dataran tinggi, dataran rendah, lembah, pegunungan
dan lainnya. Setiap karakteristik morfologi memiliki keuntungan dan
kerugian masing-masing sehingga harus diantisipasi oleh masyarakat.
Misalnya daerah pantai yang menghadap ke Samudera lepas memang
menyimpan banyak potensi hayati namun masyarakat juga dihadapkan

7
/
/

dengan ancaman tsunami suatu saat. Masyarakat yang bermukim dekat


bibir pantai harus siap siaga menghadapi ancaman ini.
2. Kemiskinan
Kondisi ekonomi masyarkat Indonesia yang masih banyak di
bawah rata-rata berdampak pada mentalitas dan pola pikir manusia itu
sendiri. Banyak contoh kasus di bantaran sungai di Jakarta timbul
pemukiman kumuh dan jelas itu sangat berbahaya dan menyimpan potensi
bencana banjir besar dan kesehatan tentunya.
3. Urbanisasi
Urbanisasi yang pesat dipicu adanya ketimpangan pembangunan di
desa dan kota. Urbanisasi mengakibatkan over capacity di kota sehingga
timbullah masalah baru di kota seperti kemacetan, slum area, kriminalitas
dan lainnya. Urbanisasi juga mengakibatkan lonjakan sampah yang tinggi
di kota sehingga menimbulkan dampak lingkungan.
4. Kerusakan Lingkungan
Degradasi lingkungan seringkali mengawali sebuah bencana di
suatu daerah. Contohnya kegiatan pembalakan liar di hutan, penambangan
ilegal dan pembakaran lahan. Daerah resapan di hulu sungai yang dibabat
habis oleh oknum penguasa akan berdampak ekologis seperti banjir
bandang ketika musim hujan tiba.
5. Perubahan Budaya
Budaya adalah suatu hal yang melekat dan menjadi identitas
sebuah masyarakat. Ambil contoh sederhana adalah tentang budaya
membuang sampah. Masyarakat Indonesia kini sudah tidak memiliki
budaya yang baik dalam membuang sampah. Di kota besar atau bahan
kota kecil atua desa, sampah sering ditemukan di mana-mana. Sampah
yang menumpuk kan menimbulkan bencana seperti bau, penyakit dan
bahkan banjir jika di sungai. Contohnya lagi Sungai Citarum di Jawa Barat
kini menjadi sungai tercemar dan menjadi lautan sampah.

2.3 Kelompok Rentan

Kelompok rentan adalah bayi, anak usia di bawah lima tahun, anak-
anak, ibu hamil atau menyusui, penyandang cacat dan orang lanjut usia (PP RI
No 21 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana).

Tingkat kerentanan perempuan, anak perempuan dan remaja meningkat


dalam situasi bencana. Pada situasi tersebut, perempuan dan anak perempuan
menghadapi risiko yang lebih besar terhadap eksploitasi, pelecehan seksual,
kekerasan, kawin paksa, penyakit yang berhubungan dengan kesehatan

8
/
/

reproduksi, dan kematian akibat kurangnya perlindungan dan tidak adanya


pengiriman bantuan untuk memenuhi kebutuhan mereka (bnpb.go.id, 2015).

2.4. Wilayah Rentan Bencana

Wilayah rentan bencana merupakan wilayah yang berpotensi


menyebabkan sesuatu yang terancam dan mudah mengalami perubahan baik
disebabkan oleh faktor alam maupun faktor non alam.

Penetapan daerah rentan bencana merupakan bagian dari mitigasi bencana.


Mitigasi bencana ini dilakukan untuk mengurangi risiko bencana bagi masyarakat
yang berada pada wilayah rentan bencana. Dalam penetapan wilayah rentan
bencana dilakukan kegiatan-kegiatan seperti pengindentifikasian sumber bencana,
penggolongan kawasan-kawasan yang berpeluang terkena bencana berdasarkan
jenis dan tingkat besar/kecilnya ancaman bencana serta dampak bencana yang
ditimbulkan, juga penginformasian tingkat kerentanan wilayah terhadap masing-
masing jenis ancaman bahaya.

2.5. Mengurangi Kerentanan Bencana

Upaya untuk menanggulangi bencana alam ialah mengidentifikasi


wilayah rentan bencana alam dengan cara memetakan wilayah rentan bencana
dan risiko bencana.

Prinsip dasar pemetaan wilayah rentan bencana dan risiko bencana


antara lain:

 Menganalisis jenis dan sebaran wilayah rentan bencana.

 Mengkaji sejarah atau peristiwa bencana alam yang pernah terjadi


sebelumnya disuatu wilayah.

 Menentukan zona dan tingkat bahaya dalam bencana.

 Menentukan elemen yang paling rawan terkena bencana alam.

 Memperkirakan risiko kerusakan akibat bencana alam.

9
/
/

Studi Kasus

Kawasan Kumuh Rawan Masalah: Meninjau RW Terkumuh di Jakarta

Gambar 1. Wilayah Kumuh di wilayah RW 16

Kelurahan Kapuk, Jakarta barat

Selalu ada alasan mengapa wilayah kumuh begitu ingin dituntaskan persoalannya
oleh pemerintah. Di permukiman kumuh rawan terjadi banyak masalah yang
menghinggapi warga dan lingkungannya. Sebut saja banjir. Seperti wilayah RW
16 Kelurahan Kapuk, Jakarta Barat, yang sering menjadi langganan banjir.

Ketua RW 16 Kelurahan Kapuk, Poniman Suwarno, mengatakan permasalahan


utama yang harus segera diselesaikan di wilayahnya adalah lingkungan. "Kalau
lagi musimnya, RW 16 itu bisa setiap hari kebanjiran. Itu pasti kena banjir setiap
gang itu. Surutnya paling tiga sampai empat hari. Lumayan lama," ucap Poniman
pada Republika, belum lama ini.

Banjir yang sering melanda kawasan tersebut bukan hanya karena tanah di
wilayah tersebut rendah, melainkan juga ada permasalahan terhambatnya saluran
air Kali Kamal yang melintasi permukiman warga. Padahal untuk mengatasi
sampah, Poniman sudah melakukan kerja bakti dengan Petugas Prasarana Sarana
Umum (PPSU).

10
/
/

Permasalahan sampah juga berakibat dengan masalah kesehatan. "Memang


saluran air sudah jalan dan lebih baik daripada sebelumnya, tapi yang paling
urgen belakangan ini soal kesehatan. Banyak yang kena penyakit demam berdarah
di sini. Itu karena banyak genangan air, makanya meminta agar lingkungannya
diperbaiki," kata Poniman.

Republika pun melihat bagaimana anak-anak bermain di selokan sisi jalan. Air
pada selokan tersebut bau, berwarna gelap, dipenuhi sampah, bahkan tidak
mengalir sama sekali. Menurut Sekretaris Keluharan Kapuk, Marwan Saari,
permasalahan lain yang melanda wilayah ini tidak hanya pada penyakit fisik.
Penyakit sosial pun kerap melanda RW 16.

"Keamanan di RW 16 itu sedikit rentan. Rumah di wilayah sini itu padat kiri-
kanan, ribut-ribut anak muda itu suka ada karena masalah pergaulan," kata
Marwan. Dari evaluasi RW kumuh Provinsi DKI Jakarta pada 2011 tercatat RW
16 Kelurahan Kapuk memiliki kepadatan penduduk yang cukup tinggi sebesar
1.431,79 jiwa per hektare.

Permasalahan keamanan pun turut dirasakan wilayah kumuh RW 12 Kelurahan


Kali Baru, Cilincing, Jakarta Utara. Lurah Kali Baru, Suyono, mengatakan
persoalan yang paling rawan di kawasan tersebut adalah keamanan. "Namanya
kawasan padat itu pasti keamanannya harus diperhatikan," tutur Suyono.

Suyono pun mengaku, melakukan pemberdayaan masyarakat pada aspek


kesadaran diri hidup bersosialisasi, agar tercipta suasana yang aman dan tenteram
di wilayah tersebut. Tidak hanya pemberdayaan sosial, Suyono juga fokus pada
pemberdayaan kebersihan dan kesehatan. "Kerja bakti setiap minggu selalu kami
galakkan, imbau, dan monitor. Selanjutnya, dalam berbagai acara kami selalu
memberitahukan betapa pentingnya pola hidup sehat," kata Suyono.

Meski berbeda wilayah, permasalahan serupa juga dialami RW 17 Muara Baru,


Kelurahan Penjaringan, Jakarta Utara. Sekretaris RW 017 Muara Baru, Konedi,
mengatakan permasalahan banjir sering melanda wilayah tersebut. Mulai dari
banjir rob dan banjir musim penghujan, tapi Konedi menilai sudah tiga tahun ini
kawasan tersebut tidak digenangi banjir.

"Kalau banjir dulu itu setiap tahun pasti kena, tapi alhamdulillah kami dari 2013
sampai sekarang tidak kena banjir lagi. Itu karena waduk juga sedang jalan
normalisasinya, terus juga tanggul penahan gelombangnya sudah tinggi dan
permanen," ujar pria yang lahir dan besar di Kampung Muara Baru tersebut.

11
/
/

Banjir tersebut salah satu alasannya sama dengan yang terjadi di Kapuk, sampah
masih menjadi biang kerok utama. Camat Penjaringan, Muhammad Andri,
mengatakan kesadaran masyarakat masih kurang soal kebiasaan membuang
sampah pada tempatnya. "Mulai dari sampah kecil atau besar, mereka ini dekat
dengan bantaran kali suka buang sampah sembarangan. Akhirnya, banjir karena
mendet saluran airnya gara-gara sampah," kata Andri saat dihubungi Republika.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, pemerintah setempat sekarang sudah ada


pompa, pengerukan, dan normalisasi waduk serta Kali Gendong. "Sedikit demi
sedikit RW tersebut sudah tertangani wilayah banjirnya. Intensitas bencana di
sana sudah berkurang. Kecuali kebakaran, di sana masih rawan wilayahnya karena
bangunan di sana masih padat," kata Andri. mg01 ed: Stevy Maradona.

12
/
/

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kerentanan (vulnerability) merupakan suatu kondisi dari suatu
komunitas atau masyarakat yang mengarah atau menyebabkan
ketidakmampuan dalam menghadapi ancaman bahaya. Tingkat kerentanan
dapat ditinjau dari kerentanan fisik (infrastruktur), sosial kependudukan,
dan ekonomi.
Interaksi antara tingkat kerentanan daerah dengan ancaman bahaya
(hazards) menimbulkan risiko bencana. Ancaman bahaya, khususnya
bahaya alam bersifat tetap karena bagian dari dinamika proses alami
pembangunan atau pembentukan roman muka bumi baik dari tenaga
internal maupun eksternal, sedangkan tingkat kerentanan daerah dapat
dikurangi, sehingga kemampuan dalam menghadapi ancaman tersebut
semakin meningkat.
Kerentanan mempengaruhi risiko bencana yang terjadi. Apabila
kerentanan, bahaya dan ketidakmampuan masyarakat semakin tinggi,
maka semakin tinggi pula risiko bencananya. Dalam kaitannya dengan
pengurangan risiko bencana, maka upaya yang dapat dilakukan adalah
melalui pengurangan tingkat kerentanan, karena hal tersebut relatif lebih
mudah dibandingkan dengan mengurangi/memperkecil bahaya/hazard.
Salah satunya yaitu penetapan daerah rentan bencana merupakan
bagian dari mitigasi bencana. Mitigasi bencana ini dilakukan untuk
mengurangi risiko bencana bagi masyarakat yang berada pada wilayah
rentan bencana. Dalam penetapan wilayah rentan bencana dilakukan
kegiatan-kegiatan seperti pengindentifikasian sumber bencana,
penggolongan kawasan-kawasan yang berpeluang terkena bencana
berdasarkan jenis dan tingkat besar/kecilnya ancaman bencana serta

13
/
/

dampak bencana yang ditimbulkan, juga penginformasian tingkat


kerentanan wilayah terhadap masing-masing jenis ancaman bahaya.

14
/

Anda mungkin juga menyukai