Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pertanian merupakan aspek yang sangat penting bagi kehidupan manusia saat ini.
Karena apa yang dimakan manusia, merupakan hasil dari pertanian. Secara singkat,
pertanian tidak hanya berbicara mengenai bercocok tanam, tetapi juga berbicara
mengenai perkebunan, peternakan, sawah, dan lain-lain. Pertanian yang dimaksudkan
ini juga merupakan modifikasi yang disengaja terhadap permukaan bumi dan
semuanya dibudidayakan secara sengaja untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Pertanian meliputi banyak hal dan salah satunya merupakan pertanian sawah.
Pertanian sawah di negara-negara berkembang memiliki dampak yang besar bagi
negara-negara maju di seluruh dunia. Karena sebagian besar dari negara-negara
berkembang merupakan negara eksportir bahan pangan untuk negara maju lainnya.
Beras menjadi komoditas utama sebagai produk pangan paling banyak diekspor-
impor dalam kerjasama ketahanan pangan baik bilateral maupun multilateral. Secara
khusus terdapat tiga benua yang dapat memproduksi beras yaitu Asia, Afrika dan
Amerika Latin. Ketiga benua tersebut diuntungkan melalui faktor fisik yang
menaunginya. Dalam upaya meningkatkan jumlah produksi beras makalah ini
membahas secara keseluruhan baik dalam sistem pertanian sawah yang dilakukan
berikut dengan berbagai macam masalah pertanian sawah yang dihadapi boleh ketiga
benua penghasil beras tersebut.

1.2 Rumusan Masalah


a. Apa itu Pertanian?
b. Apa itu Geografi Pertanian?
c. Bagaimana kondisi pertanian sawah di wilayah Asia?
d. Bagaimana kondisi pertanian sawah di wilayah Afrika?
e. Bagaimana kondisi pertanian sawah di wilayah Amerika Latin?

1
1.3 Tujuan
a. Untuk memahami pengertian Pertanian
b. Untuk memahami pengertian Geografi Pertanian
c. Menjelaskan kondisi pertanian sawah di wilayah Asia
d. Menjelaskan kondisi pertanian sawah di wilayah Afrika
e. Menjelaskan kondisi pertanian sawah di wilayah Amerika Latin

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pertanian
Pertanian merupakan suatu jenis kegiatan produksi yang berlandaskan proses
pertumbuhan dari tumbuh-tumbuhan dan hewan. Pertanian dalam arti sempit
merupakan suatu kegiatan bercocok tanam, sedangkan pertanian dalam arti luas
adalah segala kegiatan manusia yang meliputi kegiatan bercocok tanam, perikanan,
kehutanan, peternakan dan perkebunan.
Awal kegiatan pertanian terjadi ketika manusia mulai mengambil peran dalam
proses kegiatan tanaman dan hewan serta pengaturan dalam pemenuhan
kebutuhannya. Pertanian mempunyai kaitan penting dengan tanah, meteorologi,
hidrologi dan lain-lain, karena semua hal tersebut berpengaruh dalam produk
pertanian secara kuantitas dan kualitas. Pertanian memiliki bentuk-bentuk yang
beragam, diantaranya
a. Sawah
Sawah adalah bentuk pertanian lahan basah karena menggunakan banyak air
dalam kegiatan pertaniannya terutama pada awal kegiatan penanaman.
b. Tegalan
Tegalan adalah lahan kering yang ditanami dengan tanaman musiman atau
tahunan, seperti padi ladang, palawija, dan holtikultura.
c. Ladang Berpindah
Ladang Berpindah adalah kegiatan pertanian yang dilakukan dengan cara
berpindah-pindah tempat. Ladang dibuat dengan cara membuka hutan atau semak
belukar. Pohon atau semak yang telah ditebang/dibabat setelah kering kemudian
dibakar. Setelah hujan tiba, ladang kemudian ditanami dan ditunggu sampai panen
tiba. Setelah ditanami 3 4 kali, lahan kemudian ditinggalkan karena sudah tidak
subur lagi.
d. Pekarangan
Pekarangan adalah bentuk pertanian dengan memanfaatkan pekarangan/ halaman
sekitar rumah.

3
2.2 Geografi Pertanian
Geografi pertanian adalah cabang geografi yang berhubungan dengan bidang
budidaya tanah yang dilakukan oleh manusia dan pengaruh budidaya seperti pada
lanskap fisik. Oleh sebab itu, Geografi Pertanian lebih memusatkan perhatiannya
terhadap hubungan tumbuhan yang dibudidayakan dengan tanah, topografi dan iklim
untuk mengkaji persebaran, jenis beserta agihan, mengapa diusahakan di tempat.
Disamping itu Geografi Pertanian menjelaskan perbedaan kawasan di dalam
pertanian. Sehingga Geografi Pertanian terdiri atas satu perbandingan pertanian yang
sistematik di negara-negara dan benua-benua.

2.3 Pertanian Sawah di Asia

a. Keadaan Pertanian Sawah di Asia


Kebanyakan orang di Asia adalah petani, memiliki lahan sekitar rata-rata 2,5
hektar per keluarga. Kondisi topografi dan iklim, untuk sebagian besar,
menentukan ukuran lahan. Potensi pertanian terbatas di Nepal, misalnya, karena
Pegunungan Himalaya, dan di Arab Saudi karena Gurun Arab. Di negara-negara
ini, ukuran lahan rata-rata lebih besar dibandingkan dengan negara-negara seperti
Bangladesh, yang mengandung dataran banjir yang luas dan subur serta menerima
curah hujan yang melimpah.
Hal lain dari struktur pertanian Asia adalah distribusi lahan pertanian yang
tidak merata. Misalnya, di India lebih dari 25 persen lahan pertanian dimiliki oleh
kurang dari 5 persen keluarga petani. Kepemilikan pertanian di sebagian besar
negara Asia sangat terbagi, dan persewaan tersebar luas.
Sebagian besar petani Asia adalah petani subsisten, menanam tanaman untuk
konsumsi keluarga. Hampir semua pertanian dilakukan secara manual atau
dengan bantuan hewan. Pengecualian ditemukan di Jepang, Korea Selatan, dan
Taiwan, di mana peralatan skala kecil yang mirip dengan traktor banyak
digunakan.
Baru belakangan ini para petani Asia mulai menggunakan pupuk kimia.
Namun untuk air, mereka sangat bergantung pada hujan. Akibatnya, hasil panen

4
rendah, yang memaksa petani untuk menanami tumbuhan lain secara intensif.
Double-cropping adalah keadaan dimana beberapa petani menanam tiga tanaman
dalam setahun.

b. Jenis-jenis beras di Asia

Jenis-jenis beras di Asia


Sumber : (http://sehatbersamalutena.blogspot.co.id/2014/06/tips-makanan-sehat-beras-
merah.html)

Beras Putih (Oryza sativa)


Beras putih adalah padi yang sudah digiling dan bersih dari bekatul serta kulit
arinya sehingga beras yang dihasilkan berwarna putih. Beras putih memiliki
sifat pulen namun dari segi nutrisi zat gizinya lebih rendah daripada jenis
beras yang lain. Beras putih banyak ditemui hampir di semua negara Asia.
Karena beras putih merupakan beras yang paling umum dikonsumsi
masyarakat Asia.
Beras Merah (Oryza glaberrima)
Beras merah adalah beras yang tidak digiling atau setengah digiling. Di Asia,
beras merah dulunya dikaitkan dengan masa kemiskinan atau masa perang
sehingga jarang sekali dikonsumsi kecuali oleh orang sakit, manula dan
penderita sembelit. Beras merah banyak ditemui di negara-negara seperti
Indonesia, Bhutan, Uzbekistan, Thailand, Vietnam, Himalaya dan India.

5
Beras Hitam (Oryza sativa L. indica)
Menurut sejarahnya, beras hitam di Asia merupakan makanan orang-orang di
Kerajaan sehingga memiliki harga yang sangat mahal. Beras hitam banyak
mengandung nutrisi baik dan banyak ditemui di negara Indonesia, Thailand
dan Cina.

c. Permasalahan Pertanian Sawah di Asia


Permintaan yang diproyeksikan pada tahun 2025 di negara-negara Asia
menyatakan bahwa beras konsumsi akan meningkat lebih cepat daripada
pertumbuhan penduduk. Singkatnya di Asia, konsumsi beras pada tahun 2025,
akan meningkat lebih dari 51 persen. Dengan demikian, jumlah konsumen akan
tumbuh dan jumlah produsen akan berkurang drastis. Permintaan saat ini sebesar
524 juta ton diperkirakan akan meningkat menjadi lebih dari 700 juta ton. Beras
akan terus memasok 50-80 persen kalori harian, dan dengan demikian tingkat
pertumbuhan rata-rata dalam produksi harus mengikuti laju pertumbuhan
populasi.

Proyeksi Penduduk di Negara-negara Asia saat Memproduksi dan Mengonsumsi


Beras, dari tahun 1995 sampai 2025
Sumber: (http://www.fao.org/docrep/003/x6905e/x6905e04.htm)

6
Pada tahun 2025 produksi beras harus ditambahan untuk memenuhi
permintaan yang diharapkan, namun hai ini menimbulkan tantangan besar.
Bahayanya adalah stabilitas produksi beras terkait dengan stabilitas sosial dan
politik negara-negara di Kawasan Asia. Pertanyaannya menjadi lebih bermasalah
ketika berpikir bahwa produksi meningkat harus direalisasikan setiap tahun
dengan menggunakan lahan yang lebih sedikit, kurang banyak orang, sedikit air
dan lebih sedikit pestisida. Sawah irigasi akan sulit ditingkatkan karena masalah
salinitas tanah, biaya pembangunan yang tinggi, kelangkaan air, penggunaan air
alternatif dan persaingan, kekhawatiran lingkungan akan emisi gas rumah kaca
seperti metana (sawah berkontribusi 20 persen) dan Nitrous oxide (pupuk
berkontribusi 19 persen). Perkiraan Consultative Group on International
Agricultural Research (CGIAR) menunjukkan bahwa sekitar 70 persen produksi
tambahan harus berasal dari ekosistem padi irigasi dan hampir 21 persen dari
lahan sawah tadah hujan. Dengan pergerakan dari subsisten ke ekonomi
berorientasi pasar, produksi padi tadah hujan dapat membawa perubahan
tambahan di banyak negara yang bergantung pada ekosistem dan tidak memiliki
sumber daya untuk mengubah sistem tadah hujan menjadi sistem irigasi.

d. Solusi untuk masalah Pertanian Sawah di Asia


Jenis Tanaman Baru
ilmuwan bidang pertanian mengusulkan beras Tipe Tanaman Baru, yang
disebut di media sebagai "Super Rice". Tanaman padi masa depan juga
diharapkan memiliki nilai yang lebih besar (200-250 butir) dibandingkan
dengan 100-120 varietas saat ini.
Padi hibrida
Padi hibrida telah menjadi kenyataan selama 30 tahun. Daerah padi di China di
bawah padi hibrida telah mencapai lebih dari 60 persen. Negara-negara seperti
India, Vietnam, Myanmar dan Filipina memiliki ketertarikan yang kuat
terhadap arah ini.

7
Padi transgenik
Alat rekayasa genetika akan membantu meningkatkan dan menstabilkan hasil
padi dalam situasi bervariasi yang berkembang, dan dengan demikian
mengurangi kesenjangan hasil. Alat-alat ini, akan membantu meningkatkan
potensi hasil.
Benih yang berkualitas
Penggunaan benih berkualitas merupakan cara pertama dan terutama untuk
mewujudkan potensi hasil dari teknologi yang direkomendasikan. Benih murni
kualitas tinggi memastikan perkecambahan yang tepat, tegakan tanaman,
kebebasan dari gulma dan hama dan penyakit bawaan benih. Secara umum,
diketahui bahwa benih berkualitas memastikan hasil panen 10 sampai 15
persen lebih tinggi. Bisa dipastikan beras akan menghasilkan kualitas unggul,
sehingga harga dan keuntungan lebih tinggi.

2.4 Pertanian Sawah di Afrika

a. Potensi Pertanian Sawah di Afrika


Afrika memiliki potensi besar dalam rangka meningkatkan dan memperluas
produksi beras. Karena Benua Afrika memiliki 637 juta lahan subur yang sangat
cocok untuk di tanam padi. Secara umum Sistem sawah yang dipergunakan oleh
petani di Afrika adalah sawah tadah hujan. Sekitar 60 % dari seluruh luas lahan
produksi beras dihasilkan dari sawah tadah hujan. Tentu hal tersebut akan
menyaingi komoditas pertanian lain seperti sngkong, jagung, ubi dan pisang.
Ketersediaan lahan basah menjadi sangat penting dalam meningkatkan angka
produksi beras di Afrika. Karena jika produksi bergantung melalui sawah tadah
hujan maka akan sangat sulit untuk ditingkatkan, mengingat sawah tadah hujan
sangat bergantung pada hujan dalam pertumbuhan padi. Luas lahan basah di Sub-
Sahara Afrika mencakup 2,4 juta km2 (24 juta hektar). Dimana lahan basah
tersebut terdiri dari empat kategori yaitu, lahan basah pesisir (165.000 km2),
cekungan inland (1,07 juta km2), dataran banjir (300.000 km2) dan lembah

8
pedalaman (850.000 km2) yang sangat potensial untuk dikembangkan pertanian
sawah.

Peta Persebaran Lahan Benua Afrika Tahun 2013.


Sumber : (https://marcowopereis.files.wordpress.com/2013/05/figure1.jpg).

Benua Afrika mewakili seperlima dari seluruh total tanah di dunia. Sekitar
sepertiganya adalah gurun dan 0,1 persen dari seluruh tanah dipergunakan untuk
sawah irigasi. Lahan basah menempati cakupan yang lebih luas daripada lahan
sawah irigasi. Untuk itu sangat perlu langkah-langkah dalam membangun
peningkatan produksi beras terkhusus di Afrika Tengah yang memiliki lahan
basah yang cukup luas.

b. Varietas Padi yang Ditanam


Dalam tatanan pertanian sawah di Afrika setidaknya terdapat 3 varietas utama
yang ditanam oleh petani yaitu :
Oryza Glaberrima, dikenal sebagai beras afrika merupakan varietas yang
ditanam dan tumbuh di sekitar wilayah Afrika Barat. Varietas ini aslinya
beasal dari Amerika Latin yang dibawa oleh budak ke Benua Afrika pada saat
itu. Jumlah varietas yang tumbuh kini kian menurun dan mulai tergantukan

9
dengan kehadiran beras asia. Pasalnya varietas padi asia lebih tahan terhadap
hama, tidak sulit dalam merawatnya serta tangguh dan cocok untuk segala
kondisi cuaca di Afrika.

Abakaliki Rice, ialah beras yang tumbuh dan dipanen di Abakaliki, negara
bagian Ebonyi, bagian timur Nigeria. Dipanen sebanyak 3 kali dalam setahun
memiliki dan beras ini memiliki aroma yang manis.

Ofada Rice, adalah beras yang tumbuh di negara bagian Ogun bagian barat
daya Nigeria. Beras ini merupakan varieta campuran yang bukan merupakan
asli varietas dari Afrika.

Oryza Glaberrima Abakaliki Rice Ofada Rice

c. Sistem Pertanian Sawah yang Digunakan di Afrika


Terdapat 4 sistem pertanian sawah yang dipergunakan oleh petani dalam
rangka memproduksi beras di Afrika. Keempatnya adalah sawah tadah hujan,
sawah hidromorfik, sawah rawa bakau dan sawah irigasi. Keseluruh sistem sawah
tersebut mengalami banyak kendala baik secara umum maupun spesifik. Berikut
adalah ulasan permasalahandari selutuh Sistem pertanian sawah di Afrika.

- Pertanian Sawah Tadah Hujan


Sistem pertanian ini merupakan yang paling luas dan umum di Afrika
sehingga memiliki pengaruh yang besar dalam jumlah produksi beras. Afrika
Barat adalah wilayah yang menjadi pusat dimana pertanian sawah tadah hujan
banyak dilakukan. Penggunaan lahan pertaniansawah tadah hujan di Afrika Barat
mencakup 1,8 juta ha atau 57 % dari seluruh total wilayah Afrika yang

10
dipergunakan untuk lahan pertanian dan menyumbang skitar 44 % dari total
produksi beras Afrika. Negara-negara yang menjadi produsen beras utama di
Afrika Barat adalah Sierra Leone, Pantai Gading, Liberia, Nigeria dan Guinea
Biissau.
Masalah utama yang dihadapi Sistem pertanian ini adalah sumber air yaitu
hujan. Hujan menjadi sumber air utama dalam pertumbuhan padi. Afrika
merupakan wilayah yang sangat rentan terhadap kekeringan akibat dari hujan
yang tidak menentu. Selain itu aspek lain yang menghambat dalam pertumhan
padi pada sawah tadah hujan adalah tanah. Sering kali lahan yang dipergunakan
untuk pertanian sawah tadah hujan di tempat pada tanah yang berliat dan lapuk
yang rendah akan retensi air. Tanah ini biasanya sangat miskin nitrogen (N),
fosfor (P), besi (Fe) dan sulfur (S). Kekurangan zat fosfor akibat dari fiksasi
mangan (Mn2+) dan alumunium (AL3+). Selain permasalahan hujan dan
kandungan unsur tanah, berikut adalah permasalahan lain yang menghantui
peningkatan produksi beras melalui pertanian sawah tadah hujan :
Deforestasi akan semakin meluas karena membuka hutan untuk pertanian
sawah.
Kurangnya penerapan penggunaan pupuk oleh petani.
Kurangnya pengendalian gulma mengakibatkan produksi beras sulit untuk
naik.
Hama utama seperti burung dan tikus besar grasscutter (Thyryonomis
swindaranus) sering menyebabkan kerusakan pada padi yang siap panen.

11
Pertanian Sawah Tadah Hujan di Nigeria.
Sumber : (http://www.regional.org.au/au/apen/2006/refereed/5/3223_fashola.htm).

Sulitnya peningkatan produksi beras disebabkan karena pola pikir yang


memperluas area tanam daripada meningkatkan hasil persatuan luas menyebabkan
sumber daya lahan menjadi boros. Maka dari itu diperlukan upaya-upaya intensif
agar produksi padi pada pertanian sawah tadah hujan menjadi optimal yaitu
dengan :
Menanam padi pada tanah yang mengandung bahan organik dan kesuburan
yang sesuai.
Mendorong petani dalam menggunakan pupuk dan herbisida dalam upaya
mengontrol pertumbuhan hama dan gulma.
Melakukan konservasi tanah untuk mengendalikan erosi agar penurunan tanah
dapat terkendali,
Melakukan pemamenan (penyimpanan) air untuk mengurangi resiko
kekeringan, mengingat sawah tadah hujan sangat bergantung pada hujan.

- Pertanian Sawah Hidromorfik


Pertanian ini menggunakan Sistem tanah hifromorfik yaitu tanah yang
berwarna kelabu-kekuningan yang terbentuk akibat pelapukan dari batuan tufa
vulkanik asam dan batu pasir. Sistem tanah ini sangat dipengaruhi oleh faktor
morfologi yakni berupa dataran rendah (cekungan) yang hampir selalu tergenang
air. Pertanian ini dipengaruhi oleh hujan dan tinggi muka air sungai. Ciri utama
dari pertanian ini adalah muka air yang berfluktuasi yang diebabkan oleh
pembengkakan dan penyurutan permukaan air sungai selama hujan.

12
Petani yang menggunakan sistem pertanian hidromorpik di Sierra Leonne.
Sumber : (https://www.google.co.id/search?q=-%09Oryza+Glaberrima&hl=).

Diperkirakan 130 juta hektar lembah diperguakan untuk pertanian ini. Sekitar
19 Juta Ha (14,6 %) pertanian ini berada di Afrika Barat. Produksi pertanian
sawah hidromorfik juga bergantung pada teknologi yang dipakauntuk mendukung
pertanian, kondisi tanah dam faktor-faktor sosial ekonomi. Rata-rata panen yang
dihasilkan berkisar antara 1,4 dan 5 ton/Ha.
Kendala yang dihadapi oleh petani Afrika yang menggunakan metode
penanaman padi pada tanah hidromorfik adalah kondisi tanah. Seringkali padi
keracunan besi akibat konsentrasi unsur besi (Fe) dan mangan (Mn2) yang terlalu
tinggi. Dampak keracunan besi ini telah dialami oleh banyak negara di Afrika
Barat yatu Benin, Burkina, Faso, Pantai Gading, Liberia, Nigeria, Senegal dan
Sierra Leone. Selain keracunan besi aspek lain yang menjadi permasalahan yang
dihadapi oleh para peyani adalah banjir yang membajiri padi akibat hujan.

- Pertanian Sawah di Lahan Rawa Bakau (Mangrove Swamps)


Rawa-rawa bakau dapat ditemukan di sepanjang pantai barat Afrika. Luas
total area rawa-rawa bakau adalah 1,2 juta Ha, sekitar 193.000 Ha (16%)
dipergunakan pertanian sawah. Rawa-rawa bakau memiliki salinitas yang sangat
tingginyang disebabkan intrusi air laut yang dibawa oleh gelombang pasang dari

13
laut. Meskipun rawa-rawa bakau memliki tingkat kandungan garam yang cukup
tinggi, tetapi selama musim hijan tanah tercuci akibat banjir air tawar. Periode
waktu ini berlangsung sangat pendek yakni 4 6 bulan walaupun hal tesebut
terjadi tetaplah sangat lama untuk menumbuhkan padi.
Sekitar 84 % luas rawa bakau dijadikan pertanian sawah, namun dalam
perkembangannya produksi padi tidak dapat meningkat dan bahkan panen
cenderung melambat karena disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut :
Mahalnya biaya pertanian.
Kurangnya peralatan penunjang pelaksanaan aktivitas pertanian sawah di
lahan rawa bakau.
Jauhnya jarak anatar lahan pertanian dengan permukiman warga sehigga
petani tidak dapat mengelola sawah secara optimal.
Kurangnya tenaga yang mau melakukan pertanian di lahan rawa bakau.
Perlindungan bakau dari penebangan karena alasan ekologi.
Kondisi tanah yang mengandung besi, magaan dan toksisitas yang tinggi
mengganggu pertumbuhan padi.
Gulma yang tumbuh khususnya pada lahan rawa yang jauh dari laut.
Hama seperti kepeting yang jauh lebih merusak tanaman.
Produkitivitas lahan ini untuk penanaman padi memang sangat rendah tetapi
karena adanya pembaruan teknologi dan penigkatan aplikasi iput walaupun masih
dibilang kurang jumlahnya produksi beras yang dihasilkan pada lahan mencapai
angka 12,2 ton/Ha.

- Pertanian Sawah Irigasi di Zona Lembab


Pertanian sawah irigasi merupakan kondisi terbaik dalam meningkatkan
produksi beras di Afrika karena pengontrolan air lebih mudah dibandingkan
dengan Sistem pertanian sawah lainnya. Namun perlu dicatat produksi beras yang
dihailkan pada Sistem pertanian ini sangatlah kecil yaitu 11 % dari total produksi
beras di Afrika. Dibeberapa negara Sistem pertanian ini menjadi andalan dalam
memproduksi beras mereka seperti Mesir (100%) menggunakan Sistem pertanian
ini, begitu pula pada negara-negara Niger (100 %), Mauritania (100 %) dan

14
Madagaskar (31 %). Rata-rata produksi beras Afrika yang menggunakan sistem
pertanian sawah irigasi dapat memproduksi 3,57 juta ton/Ha.
Pengembanganlahan basah untuk pertanian ini di wilayah Afrika Timur dan
Barat masih belum sepenuhnya dapat dikembangkan. Di Afrika Barat,pertanian
ini diharapkan dapat berkembang dari 231.000 Ha (1980-84) menjadi 340.000 Ha
di tahun 2000. Data tersbut dianalisis terhadap kegiatan yang dilakukan oleh
Nigeria dan Pantai Gading yang sedang memperdayagunakan lahan basah dan
pengembangan sitem pertanian irigasi.

Pertanian sawah irigasi di Afrika Barat.


Sumber :
(https://static1.squarespace.com/static/5337013fe4b0d0e7955b0092/t/53ebc3b2e4b0907625443ab
a/1407960047441/)

Permasalahan utama yang dihadapi dalam meningkatkan produksi beras


menggunakan sistem ini adalah faktor keadaan tanah. Kandungan unsur di dalam
tanah yang dipergunakan pada sistem pertanian irigasi di Afrika adalah kendala
fisik yakni, kekurangan gizi atas unur (N, P, S dan Ze. Selain itu kandungan besi
dan mangan serta keasaman tanah juga mengganggu pertumbuhan padi.
Kendala biologis yang menjadi permasalahan adalah tumbuhnya tanaman
gulma, kerentanan terhadao penyakit, hama seperti burung, tikus pengerat dan
erangga pemakan daun. Menurut Food and Agliculture Organization kerugian

15
yang didapat oleh para petani akibat serangan serangga, penyakit dan gulma
adalah 33,7 % dari potensi hasil yang diperoleh.

d. Potensi Produksi Beras Afrika Hari Ini


Menurut Abdelbagi Ismail ilmuwan dari Internasional Rice Research Institute
(IRRI) Tanzania diharapkan dapat menjadi basis produksi beras terbesar di
Afrika. Negara ini memiliki potensi sumberdaya lahan, yang luas sumberdaya air
yang cukup baik dan iklim yang sangat mendukung. Untuk mendukung hal
tersebut maka IRRI merilis dua varietas padi baru yaitu Komboka dan Tai yang
akan dikembangkan di Tanzania.

Ilmuwan IRRI sedang meneliti pengembangan varietas Komboka dan Tai di Tanzania.
Sumber : (http://irri.org/images/media_release/20130423-new-rice-in-tanzania-story2.jpg)

Komboka yang berarti dibebaskan dan Tai yang berarti elang memiliki
potensi produksi 6 7,7 ton per hektar (dua kali lebih banyak dibandingkan
dengan varietas padi yang ada saat ini). Komboka adalah varietas padi
beraromatik dan dapat dikembangkan dengan baik di dataran rendah tadah huan
dengan ekosistem air terbatas yang merupakan jenis lahan terluas yang berada di
Tanzania. Kedua varietas baru ini dapat ditanam dua kali dalam setahun yakni
selama musim hujan (Januari Juni) dan (Agustus Desember). Petani
mendapatkan keuntungan yaitu dapat memanennya lebih awal karena varietas ini

16
dapat tumbuh dengan cepat (5 14 hari) dibandingkan dengan varietas lokal.
Varietas ini juga memiliki ketahanan moderat untuk penyakit hawar daun bakteri.

2.5 Pertanian Sawah di Amerika Latin

17
BAB III
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
Pertanian merupakan modifikasi terhadap permukaan bumi yang dilakukan secara
sengaja. Sehingga manusia mengusahakan untuk bertahan hidup. Pertanian tidak
hanya membahas mengenai bercocok tanam, melainkan juga membahas mengenai
perkebunan, perikanan, peternakan dan kehutanan. Pertanian sendiri memiliki bentuk-
bentuk yang beragam, salah satunya adalah sawah. Pertanian sawah identik dengan
komoditas beras. Di dalam makalah ini pun dibahas pertanian sawah negara-negara
berkembang di benua Asia, Afrika dan Amerika Latin. Bisa disimpulkan jika hampir
semua negara berkembang yang mengusahakan pertanian sawah, memiliki beberapa
kendala. Diantaranya beras yang telah dipanen, di ekspor ke negara lain padahal
jumlah penduduk dan kebutuhan beras di negara pengekspor itu sendiri semakin
meningkat, serta para petani yang belum menggunakan teknologi canggih untuk
pertanian.

18
DAFTAR PUSTAKA

2016. Tanzania Basis Produksi Beras di Afrika.


http://tabloidsahabatpetani.com/tanzania-basis-produksi-beras-di-afrika/ (diakses
pada tanggal 7 Juni 2017 pukul 21.48 WIB)

Banowati, Eva dan Sriyanto. Geografi Pertanian. 2013. Yogyakarta: Ombak.

http://www.fao.org/docrep/003/x6905e/x6905e04.htm (diakses pada tanggal 1 Juni 2017


pukul 22.43 WIB)

http://www.fftc.agnet.org/library.php?func=view&id=20110630120054&type_id=1
(diakses pada tanggal 1 Juni 2017 pukul 22.44 WIB)

Oteng, J. W. dan Sant, Anna R. Rice Production in Africa: Current Situation and
Issues. http://www.fao.org/docrep/003/x2243t/x2243t05.htm (diakses pada
tanggal 6 Juni 2017 pukul 20.34 WIB)

19

Anda mungkin juga menyukai