Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Negara Indonesia adalah Negara agraris yang sebagian besar mata
pencaharian penduduknya adalah bercocok tanam. Kebijakan yang ditempuh
pemerintah untuk mewujudkan tujuan pembangunan nasional diantaranya adalah
dengan peningkatan kehidupan ekonomi yang dilakukan melalui pembangunan
pertanian (Hernanto, 2003). Padi merupakan tanaman pangan berupa rumput
berumpun. Tanaman pertanian kuno berasal dari dua benua yaitu Asia dan Afrika
Barat tropis dan subtropis. Bukti sejarah memperlihatkan bahwa penanaman padi di
Zhejiang (Cina) sudah dimulai pada 3.000 tahun SM. Fosil butir padi dan gabah
ditemukan di Hastinapur Uttar Pradesh India sekitar 100-800 SM. Selain Cina dan
India, beberapa wilayah asal padi adalah, Bangladesh Utara, Burma, Thailand, Laos,
dan Vietnam.
Padi (Oryza sativa L) Padi merupakan kebutuhan kebutuhan manusia yang
paling mendasar, sehingga ketersediaan pangan khususnya beras bagi masyarakat
harus selalu terjamin. Dengan terpenuhinya kebutuhan pangan masyarakat maka,
masyarakat akan memperoleh hidup yang tenang dan akan lebih mampu berperan
dalam memperoleh hidup yang tenang dan akan lebih mampu berperan dalam
pembangunan. Beras merupakan salah satu makanan pokok bangsa Indonesia. Oleh
karna itu, perhatian akan beras atau tanaman padi tidak ada henti-hentinya.
Perjalanan bangsa Indonesia dalam pengadaan beras pun berliku-liku yang pada
akhirnya dapat berswasembada beras pun berliku-liku yang pada akhirnya dapat
berswasembada beras pada tahun 1984. Keadaan tersebut tentunya perlu
dipertahankan hingga sekarang Penyediaan pangan yang cukup merata dan bermutu
bagi seluruh rakyat Indonesia khususnya masyarakat Kecamatan Kuala Pesisir
merupakan suatu prioritas terpenting guna mewujudkan ketersediaan pangan.
Potensi sosial ekonomi yang merupakan kekuatan sekaligus modal dasar bagi
pengembangan produksi padi di Indonesia antara lain adalah: beras karena beras
merupakan bahan pangan pokok bagi 95 persen penduduk Indonesia, usahatani padi
sudah merupakan bagian hidup dari petani di Indonesia sehingga menciptakan
lapangan kerja yang besar, dan kontribusi dari usahatani padi terhadap pendapatan
rumah tangga petani cukup besar. Sebagai bahan makanan pokok, beras akan terus

1
mempunyai permintaan pasar yang meningkat, sejalan dengan pertumbuhan
penduduk. Dari sisi petani, selama ada cukup air, petani di Indonesia hampir bisa
dipastikan menanam padi. Karena bertanam padi sudah menjadi bagian hidupnya
selain karena untuk ketahanan pangan keluarga, juga sebagai sumber pendapatan
rumah tangga. Karena itu, usahatani padi akan terus dilakukan petani.
Dari aspek sosial ekonomi, peluang eksternal yang mendukung upaya
peningkatan produksi padi antara lain adalah: peningkatan permintaan beras
merupakan jaminan pasar bagi petani padi, sistem pemasaran beras yang stabil dan
efisien sehingga persentase marjin pemasaran cukup kecil, dan subsidi sarana
produksi (pupuk dan benih) sehingga dapat memperkecil biaya produksi. Ketiga
faktor di atas merupakan peluang yang dapat dimanfaatkan guna meningkatkan
keuntungan usahatani padi dan meningkatkan daya saing usahatani padi. Semua
peluang ini dapat meningkatkan motivasi petani dalam menanam padi (Irawan,
2003).
Aktivitas usahatani yang lebih baik dapat dilihat dari adanya peningkatan-
peningkatan dalam produktivitas usahatani yang pada gilirannya akan meningkatkan
pendapatan petani sehingga akan mendukung terciptanya kesejahteraan yang lebih
baik bagi petani dan keluarganya (Daniel. M, 2002).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan Usahatani ?
2. Bagaimana Cara menghitung pendapatan usahatani pada padi ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang Usahatani padi
2. Untuk Mengetahui Bagaimana cara perhitungan usahatani padi.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Padi (Oryza sativa L)


Padi merupakan tanaman pangan berupa rumput berumpun. Padi termasuk
famili : rumput-rumputan. Tanaman pertanian kuno ini berasal dari dua benua, yaitu
Asia dan Afrika Barat tropis dan subtropis. Fosil butir padi dan gabah ditemukan di
Hastinafur Uttar Pradesh India sekitar 100-800 SM. (Purwono dan Heni,2013).
Terdapat 25 spesies Oryza. Jenis yang dikenal adalah O. Sativa dengan dua
subspesies. Pertama, yaponica (padi bulu) yang ditanam di daerah subtropis.
Kedua, indica (padi pare) yang ditanam di Indonesia. Adaptasi yapoica  yang
berkembang dibeberapa daerah di Indonesia disebut subspesies javanica. (Purwono
dan Heni, 2013). Tanaman padi sebenarnya mempunyai potensi besar untuk
memberi produksi dalam jumlah dan kualitas yang tinggi. Namun, hal ini baru dapat
dicapaibila kondisi pendukung pertumbuhannya bisa terpenuhi sacara optimal
melalui proses pengolahan yang memadai unsur biomassa, tanah, tanaman, air dan
agroekosistemnya.(Mubiar dan Alik, 2012).
Produksi padi untuk masa mendatang akan sangat bergantung dari luas areal
yang masih tersedia dan produktivitasnya. (Purwono dan Heni, 2013). Masalah lahan
pertanian akibat konversi yang tidak bisa dibendung menjadi tambah serius akibat
distribusi lahan yang timpang. Pertumbuhan penduduk di pedesaan menambah
jumlah petani gurem atau petani yang tidak memiliki lahan sendiri, luas lahan yang
semakin sempit tidak mungkin menghasilkan produksi yang optimal. (Tulu
Tambunan, 2010).
Upaya peningkatan kesejahteraaan petani, terutamaa bagi petani berlahan
sempit, harus dilakukan dengan dua pendekatan secara simultan, yaitu : pertama,
memperluas pengusahaan lahan usahatani melalui pola usaha kelompok (kelompok
tani usaha) yang dikelola oleh satu manajemen usaha. Kedua, memperluas
(menciptakan) lapangan kerja di pedesaan, baik melalui pengembangan agroindustri
maupun kegiatan-kegiaan ekonomi lainnya yang dapat memberikan tambahan
pendapatan ataupun usaha ekonomi alternative bagi petani. (Sudadi Martodireso,
2006).
Usahatani (farm) adalah organisasi dari alam (lahan), tenaga kerja, dan modal
yang ditujukan kepada produksi dilapangan pertanian. Organisasi tersebut
3
ketatalaksanaannya berdiri sendiri dan sengaja diusahakan oleh seseorang atau
sekumpulan orang sebagai pengelolanya. (Muhammad Fidaus, 2010). Usahatani padi
dinilai belum efisien. Selain pupuk, air juga dimanfaatkan dalam jumlah yang
berlebihan. Hal ini tidak menguntungkan karena air merupakan sumber daya alam
yang jumlahnya terbatas. (Setujo Pitojo, 1997). Tujuan seorang petani dalam
berusahatani pada umumnya memaksimumkan keuntungan (profit) atau
memaksimumkan total penerimaan usahatani dalam jangka waktu yang tepat dan
singkat. ( Soekartawi, 2000).
Beras merupakan bahan pangan pokok yang vital bagi penduduk
Indonesia.Itulah sebabnya program swasembada beras menjadi sangat
penting.Pencetakan sawah baru dan program intensifikasi merupakan upaya
pemerintah agar Indonesia dapat terus berswasembada beras.Menanam padi di sawah
sudah mendarah daging bagi sebagian petani Indonesia.Pekerjaan ini banyak
diwariskan turun temurun dari genersi kegenerasi.Cara penanaman yang dilakukan
boleh dikatakan tidak berbeda dari system yang dilakukan nenek moyang kita sejak
mengenal lahan sawah. Sejak zaman dulu hingga sekarang. Salah satu tujuan
pembangunan pertanian adalah untuk menciptakan ketahanan pangan dan
peningkatan kesejahteraan petani, sehingga pemerintah mempunyai kewajiban untuk
selalu mengupayakan ketersediaannya, melalui berbagai langkah kebijakan.
Disamping itu, dalam rangka peningkatan kesejahteraan petani, diupayakan agar
harga jual padi berada dalam tingkat yang mampu memberikan keuntungan bagi
petani. Bahan pangan yang memperoleh perhatian khusus adalah bahan yang
strategis, seperti beras, gula, jagung, kedelai, ubi kayu dan ikan kering.
Lebih lanjut Husen Sawit dalam Widodo S, (2002) mengatakan bahwa bagi
negara-negara Asia termasuk Indonesia, pangan berarti beras. Hal ini
mengisyaratkan bahwa beras masih memegang peranan penting sebagai pangan
utama di Asia. Diperkirakan 40-80% kebutuhan kalori masyarakat berasal dari beras.
Beras menjadi sumber pendapatan yang penting bagi sebagian besar petani kecil di
Asia, karena diperkirakan 2/3 lahan pertanian di Asia dialokasikan untuk tanaman
padi.
Sayogya dan Mukhtar Saman (2000) mengungkapkan bahwa menggunakan
eqivalen konsumsi beras perkapita sebagai ukuran kemiskinan di Indonesia. Di
sebagian besar negara Asia. Beras mempunyai nilai politik strategis, yang
mempunyai implikasi, pemerintahan akan labil jika beras harganya tidak stabil dan
4
sulit diperoleh. Di Indonesia kondisi ini diperburuk dengan adanya kendala disisi
produksi. Ada empat masalah yang berkaitan dengan kondisi pemberasan di
Indonesia, pertama rata-rata luas garapan petani hanya 0,3 ha, kedua, sekitar 70%
petani padi termasuk golongan masyarakat miskin dan berpendapatan rendah.
Ketiga, hampir seluruh petani padi adalah net konsumer beras dan keempat, rata-rata
pendapatan dari usaha tani padi hanya sebesar 30% dari total pendapatan keluarga.
Tenaga kerja merupakan salah satu faktor yang penting dalam meningkatkan
produksi tanaman padi sawah namun kenyataannya minat tenaga kerja produktif
sangat kurang dan kita ketahui bahwa dalam budidaya padi sawah ini kebutuhan
tenaga kerja sangat diperlukan dan setiap tahunnya biaya tenaga kerja selalu
meningkat. Sehingga hal ini dapat membengkakkan biaya produksi sehingga dapat
mengurangi pendapatan bagi pemerintah selalu daihadapkan pada posisi sulit, satu
sisi pemerintah harus menyediakan beras dengan harga yang terjangkau oleh
masyarakat, dan disisi lain pemerintah harus melindungi petani produsen dan
menjaga ketersediaan secara cukup (Achmad Suryana, 2003).
Program pembangunan pertanian di Indonesia dimulai sejak Pelita Pertama,
produksi beras menunjukkan kecenderungan meningkat, puncaknya pada tahun 1984
Indonesia telah menyatakan diri sebagai negara yang berswasembada beras. Dengan
berjalannya waktu kondisi produksi beras di Indonesia tidak selalu stabil, mengalami
kenaikan dan penurunan. Sejak tahun 1994 Indonesia sudah tidak lagi
berswasembada beras (Sapuan, 2003). Produksi beras Indonesia jauh tertinggal dari
permintaan, sementara tingkat partisipasi konsumsi beras baik di kota maupun di
desa, di Jawa maupu diluar Jawa cukup tinggi yaitu 97-100 persen, ini berarti hanya
3 persen rumah tangga yang tidak mengkonsumsi beras. Kondisi ini membawa
dampak semakin besarnya ketergantungan terhadap beras (Achmad Suryana, 2001).

2.2 Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan


Menurut Suratiyah (2006) pendapatan usahatani ini dipengaruhi oleh faktor
internal dan eksternal. (a). faktor internal merupakan faktor yang dimiliki petani
yang erat kaitannya dalam mengelola usahatani (b). faktor eksternal merupakan
faktor-faktor yang berasal dari luar kegiatan usahatani. Terdapat banyak faktor yang
mempengaruhi pendapatan usahatani. Artinya apabila salah satu faktor tidak

5
tersedia, maka tujuan yang dikehendaki untuk meningkatkan pendapatan petani tidak
akan tercapai.

2.3 Luas Lahan


Tanah merupakan faktor produksi pertanian yang penting. Keseimbangan
tanah dengan kandungan bahan organik, mikroorganisme dan aktivitas biologi serta
keberadaan unsur-unsur hara dan nutrisi sangat penting untuk keberlanjutan
pertanian kedepan, begitu juga dengan kesehatan manusia mempunyai hubungan
langsung dengan kesehatan tanah (Anonymous, 2008). Lahan merupakan faktor
produksi yang sangat penting apalagi bagi seorang petani yang hidupnya tergantung
pada lahan pertaniannya. (Sunarto, 2006).
Luas lahan akan mempengaruhi skala usaha, dimana usaha ini pada akhirnya
akan mempengaruhi efesien atau tidaknya suatu usaha pertanian. seringkali
dijumpai, makin luas lahan yang dipakai sebagai usaha pertanian maka lahan
tersebut semakin tidak efesien. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa luasnya
lahan mengakibatkan upaya melakukan tindakan yang mengarah pada segi efesien
akan berkurang. Sebaliknya pada lahan yang sempit upaya pengawasan terhadap
penggunaan faktor produksi semakin baik, sehingga usaha pertanian ini lebih
efesien.Meskipun demikian lahan yang terlalu kecil cenderung menghasilkan usaha
yang tidak efesien pula (Arsyad, 2007, h. 12)
Menurut soekartawi (2003, h. 32) lahan pertanian dapat diartikan sebagai
tanah yang di siapkan untuk di usahakan oleh para petani misalnya sawah.Sedangkan
tanah pertanian adalah tanah yang belum tentu di usahakan untuk pertanian.Ukuran
luas lahan secara tradisonal perlu di pahami agar dapat di transformasikan ke ukuran
luas lahan yang nyata dengan skala hektar, di samping itu selain ukuran luas lahan di
perhatikan maka ukuran nilai tanah juga di perhatikan.

2.4 Modal / Biaya


Menurut Von Bohm Bawerk (Daniel Mohar, 2004), arti modal atau kapital
adalah segala jenis barang yang dihasilkan dan dimiliki masyarakat, disebut dengan
kekayaan masyarakat. Sebagian kekayaan itu digunakan untuk memenuhi kebutuh
konsumsi dan sebagian lagi digunakan untuk memproduksi barang-barang baru dan
inilah yang disebut modal masyarakat atau modal sosial. Jadi, modal adalah “ setiap
hasil/produk atau kekayaan yang digunakan untuk memproduksi hasil selanjutnya
6
atau hasil yang baru”. Secara umum modal ini habis juga, tetapi tidak sama sekali
terisap dalam hasil, contoh : cangkul, parang, garuk, dll. Modal bergerak (Variabel
Cost) adalah barang-barang yang digunakan dalam proses produksi yang hanya bisa
digunakan dalam proses produksi, contoh: pupuk, pestisida, biaya produksi dll.
Dalam usaha pertanian dikenal ada modal fisik dan modal manusiawi tidak
memberikan pengaruh secara lansung, dampaknya akan kelihatan dimasa datang
dengan meningkatnya kualitas dan produktivitas sumber daya manusia pengelolanya.
Yang dimasukkan dalam kalkulasi modal usaha tani padi adalah semua biaya yang
dikeluarkan oleh petani padi mulai dari pengelohan tanah sampai permanen hasil.
Biaya yang dimaksud yaitu pembelian bibit, pupuk, pestisida, alat-alat dan biaya
lainnya yang dikeluarkan untuk usaha tani padi yang dilakukan.
Modal adalah semua bentuk kekayaan atau uang yang dapat digunakan dalam
proses produksi untuk menambah output atau produk yang dihasilkan oleh petani
jagung yang diukur dalam satuan rupiah. Modal mengandung pengertian sebagai
hasil produksi yang digunakan untuk memproduksikan hasil pertanian.Modal
meliputi baik modal dalam bentuk uang (Geldkapital), maupun dalam bentuk barang
(sachkapital) seperti mesin barang-barang dagangan dan lain-lain (Suryanto &
Galih.2005).
Total biaya diklasifikasikan menjadi dua yaitu biaya tetap (fixed cost) dan
biaya tidak tetap (variable cost). Biaya tetap (FC) adalah biaya yang relative tetap
jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun hasil yang diperoleh banyak atau sedikit.
Biaya variabel (VC) adalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh hasil
panen/produksi yang diperoleh (Sastrosayono & Selardi,2006).
Modal merupakan unsur pokok usaha tani yang sangat penting. Dalam
pengertian ekonomi, modal adalah barang atau uang yang besama-sama dengan
faktor produksi lain dan tenaga kerja serta pengelolaan menghasilkan barangbarang
baru, yaitu produksi pertanian. Pada usaha tani yang dimaksud dengan modal
(Hernanto Fadholi, 2000)

7
BAB III
HASIL PERHITUNGAN

3.1 Tabel Biaya Tetap (Fixed Cost)


NO Macam Alat Jumlah Harga Beli Biaya Beli /Menyewa
1. Spayer 1 - Rp. 250.000
2. Cangkul 1 Rp. 100.000 Rp. 100.000
3. Parang/Golok 1 Rp. 50.000 Rp. 50.000
4. Sabit 1 Rp. 75.000 Rp. 75.000
5. Pajak PBB 1 1 ha Rp. 105.000
6. Irigasi 10% dari hasil Rp. 960.000
panen
Total Rp. 1.540.000

3.2 Tabel Biaya Variabel (Variabel Cost)


NO Macam Alat Jumlah Harga Beli Biaya Beli /Menyewa
1. Benih 40 kg 1 kg = Rp 10.000 Rp. 400.000
2. NPK 2,5 Kwintal 1 kg = Rp 2.300 Rp. 575.000
3. Urea 1,5 Kwintal 1 kg = Rp. 1.800 Rp. 270.000
4. ZA 2 Kwintal 1 kg = Rp. 1.600 Rp. 320.000
5. Pestisida Rp. 400.000 Rp. 400.000
6. HOK 4 Orang Rp. 35.000 x 4 =
(Pemupukan) Rp.140.000
7. HOK 10 Orang Rp. 35.000 x 10 =
(Panen) Rp. 350.000
Total Rp. 2.455.000

3.3 Tabel Total Cost

NO Penjumlahan biaya tetap Variabel Cost


1. Rp. 1.540.000 Rp. 2.455.000
Jumlah Total Rp. 3.995.000

BAB IV
PEMBAHASAN

Padi merupakan salah satu komoditi yang mempunyai prospek cerah guna
menambah pendapatan para petani. Hal tersebut dapat memberi motivasi tersendiri
bagi petani untuk lebih mengembangkan dan meningkatkan produksinya dengan

8
harapan agar pada saat panen usaha memperoleh hasil penjualan tinggi guna
memenuhi kebutuhannya. Namun kadang kala dalam kenyataannya berbicara lain.
Ketika saat panen tiba, hasil melimpah tetapi harga mendadak turun, dan lebih parah
lagi jika hasil produksi yang telah diprediksikan jauh melenceng dari jumlah
produksi yang dihasilkan, produksi minim, harga rendah dan tidak menentu
membuat petani padi kadang merasa kecewa bahkan patah semengat untuk tetap
megembangkan usaha pertaniannya. Hal ini disebabkan karena setiap kegiatan
pengolahan sawah mutlak petani mengeluarkan biaya untuk kegiatan produksi, mulai
dari pengadaan bibit, pupuk, pengolahan, pestisida dan biaya lainnya yang tidak
terduga.
Sistem penanaman padi sawah biasanya didahului oleh pengolahan tanah
secara sempurna seraya petani melakukan persemaian. Mula-mula sawah dibajak.
Pembajakan dapat dilakukan dengan menggunakan mesin maupun hewan ternak atau
melalui pencangkulan oleh petani. Setelah dibajak tanah dibiarkan selama 2-3 hari,
selanjutnya tanah dilumpurkan dengan cara dibajak lagi untuk kedua kalinya, setelah
itu bibit hasil semaian ditanam dan selanjutnya proses pemeliharaan tanaman padi
hingga proses pemanenan.
Pada tugas ini analisa pendapatan usahatadi tanaman padi. Dimana, kami
mewawancarai petani padi :
Nama : Bapak Misal
Desa : Merawan
Dusun : Lengkong Barat
Kecamatan : Mayang
Kabupaten : Jember
Luas Lahan : 1 ha
Hasil Panen : 2 ton
Adapun tahapan-tahapan dalam melakukan budidaya tanaman padi antara
lain :
A. Persiapan
1. Persiapan Lahan
Persiapan lahan terdiri dari beberapa tahap, yaitu :
a. Pembersihan

9
Jerami yang ada harus dibabat untuk membuat kompos dan selokan-selokan perlu
dibersihkan supaya zat-zat dan unsur-unsur yang tidak diperlukan tidak masuk
terbawa air ke lahan tani.
b. Pencangkulan
Meliputi perbaikan pematang sawah dan petak sawah yang sukar dibajak.
c. Pembajakan
Yaitu membolak-balik tanah supaya tanah lebih subur.
d. Menggaru
Dengan menggaru tanah akan menjadi lebih rata, dapat memudahkan penanaman,
dan meratakan pembagian pupuk.
2. Persiapan Benih
Untuk benih dapat memilih dari padi yang terlihat sehat dan sudah cukup matang
lalu disimpan di karung. Umur padi yang bagus untuk diatanam kira-kira berumur
17-25 hari.
3. Penanaman
      Setelah dibajak jangan diberi air tapi diberi pupuk dasar yaitu NPK Setelah itu
padi ditanamkan dengan kedalaman 3-4 cm dengan jarak tanam 25 cm, bila terlalu
dalam menyebabkan pertumbuhan padi kurang baik.
4. Pemeliharaan
a. Penyiangan
            Rumput-rumput harus dipangkas supaya tidak mengganggu pertumbuhan
padi dan di pinggir pematang sawah di beri obat misalnya Puaradan untuk
membasmi hama.
b. Pengairan
Pada proses pengairan menggunakan sistem grasak.
c. Pemupukan
Pemupukan dapat menggunakan pupuk NPK 2.5 Kwintal, Urea 1.5 Kwintal
dan ZA 2 kwintal kebutuhan dalam 1 ha.
d. PHT (Pengendalian Hama Terpadu)
Dapat dilakukan dengan cara:
  Secara Fisik/Mekanik (dengan menggunakan perangkap)
  Kultur Teknis (keadaan yang tidak disukai hama)
  Biologis (menggunakan musuh alami)
  Chemis (mengguanakan bahan kimia)
10
Sementara itu dalam proses pertanian ini pengendalian hama menggunakan
cara Kultur Teknis dan Chemis (dengan menggunakan obat-obatan. Hama yang
sering menyerang adalah hama wereng untuk pengendaliannya atau membasmi
petani menggunakan gandasil dan antrasol.
5. Panen
Ciri-ciri padi yang siap dipanen :
  95% butir padi dan daun sudah menguning
  Tangkai padi mulai merunduk
  Batir padi bila di tekan terasa keras dan berisi
  Untuk padi untuk Ciherang sudah berumur 100 hari – 4 bulan
Peralatan panen dapat menggunakan sabi. Kemudian hasil panen dimasukan
ke dalam karung, kemudian dirontokkan  dengan Power Thresher atau alat
sejenisnya menggunakan mesin perontok padi.
6. Pasca Panen
Hasil pendapatan dari panen 2 ton.
 Input
            Biaya yang dikeluarkan untuk penggarapan tanah, mencangkul, menanam,
dan upah pekerja kurang lebih Rp. 140.000 ditambah biaya pupuk Rp. 350.000. jadi
total pengeluaran Rp. 490.000.
 Output
Hasil keseluruhan dari lahan seluas 1 ha adalah 2 ton, 1 ton = 10 kwintal.
pendapatan fisik 2000 kg dan harga/kg Rp. 4800. Jadi dihasilkan 9.600.000.
kemudian dikurangi dengan biaya total pengeluaran Rp. Rp. 3.995.000. Jadi, hasil
murni yaitu Rp. 5.605.000

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pada hasil perhitungan luas lahan padi yang dimiliki bapak
misal 1 ha menghasilkan sebanyak 2 ton, 1 ton = 10 kwintal. pendapatan fisik 2000
kg dan harga/kg Rp. 4800. Jadi dihasilkan 9.600.000. kemudian dikurangi dengan
biaya total pengeluaran Rp. Rp. 3.995.000. Jadi, hasil murni yaitu Rp. 5.605.000.

11
12
DAFTAR PUSTAKA

Achmad Suryana, 2001. Kebijakan Nasional Pemantapan Ketahanan Pangan.


Makalah pada Seminar Nasional Teknologi Pangan, Semarang
Anonymous, 2008. Panduan Praktikum Pengantar Fisika Tanah.
Laboratorium Fisika Tanah. Fakultas Pertanian. Universitas
Brawijaya. Malang
Arsyad.2007. Buku Pintar Mandor (BPM) Seri Budi Daya Tanaman Kelapa
Sawit Lembaga Pendidikan Perkebunan (LPPI). Penerbit: Press.
Yogyakarta.
Daniel. M, 2002. Pengantar Ekonomi Pertanian. PT. Bumi Aksara, Jakarta.
Firdaus, M. 2010. Manajemen Agribisnis. Jakarta: PT Bumi Aksara. Dalam
Skripsi Roni Saidman.
Hernanto, Fadholi. 2000. Ilmu Usaha Tani. Jakarta: Penebar Swadaya
Irawan. B. 2003. Konversi Lahan Sawah di Jawa dan Dampaknya terhadap
Produksi Padi (Land Conversion in Java and its impact on rice
production) in Kasryno et al. (Eds). Ekonomi Padi dan Beras
Indonesia (Indonesian Rice Economy).Indonesian Agency for
Agricultural Research and Development, Jakarta.
Martodireso, S. Dan Suryanto, A.W.2006. agribisnis Kemitraan Usaha
Bersama. Yogyakarta: Kanisius.
Pitojo, Setiji. 1997. Budidaya Tanaman Padi Sawah Tabela. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Purwono dan Purnawati, H. 2013. Budidaya 8 Jenis Tanaman
Unggul. Jakarta: Penebar Swadaya.
Sastrosayono & Selardi.2006. Budidaya Usahatani dan Penelitian untuk
Pengembangan Petani Kecil.Universitas Indonesia. Jakarta
Sayogya, Mukhtar Saman, 2000, Masalah penanggulangan kemiskinan.
Refleksi dari kawasan Indonesia Timur, 196. Puspa Swara. Jakarta
Soekartawi, 2000. Linear Programming Teori Aplikasinya Khusus dalam
Bidang Pertanian. Jakarta: PT RajaGrapindo Persada.
Soekarwati. 2001. Analisis Usaha Tani. Jakarta: UI Press 2006. Analisis
Usaha Tani. Jakarta: UI Press.
Suratiyah Amus. 2006. Ilmu Usaha Tani. Penebar swadaya Depok Jakarta.
13
Tambunan, Tulus. 2010. Pembangunan Pertanian dan Ketahanan Pangan.
Jakarta: Universitas Indonesia ( UI-Press).
Widodo, S. (2002).Kebijakan Pangan Nasional Dalam Kerangka Otonomi
Daerah. MM Agribisnis UGM.

14

Anda mungkin juga menyukai