Anda di halaman 1dari 26

EVALUASI SISTEM SAMBUNG PUCUK TANAMAN KOPI DALAM

MENINGKATKAN PRODUKSI PANEN PETANI


BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
Indonesia dikenal sebagai sebuah negara agraris yang memiliki lahan
begitu luas yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar sebagai mata
pencaharian. Namun sektor agraris atau pertanian di Indonesia tidak hanya dapat
digunakan sebagai mata pencaharian penduduk saja, akan tetapi juga dapat
digunakan untuk meningkatkan perekonomian Indonesia. Daya saing komoditas
pertanian Indonesia menempati posisi yang cukup tinggi di pasar internasional.
Menurut buku yang dituliskan oleh Yustika mengenai “Konsep Ekonomi
Kelembagaan Perdesaan, Pertanian & Kedaulatan Pangan”, dalam laporan yang
diterbitkan oleh The Economist, tercatat ada 11 produk pertanian Indonesia yang
memiliki peringkat sangat baik di dunia. Produk lada putih dan pala menempati
peringkat satu dunia . Sedangkan, komoditas minyak sawit dan karet masing-
masing memiliki peringkat nomor dua dunia.Selanjutnya beras,cokelat, dan lada
hitam berada di peringkat tiga. Kopi dan total karet masing-masing duduk di
peringkat empat, kemudian teh dan biji-bijian masing-masing di peringkat enam
dunia (Yustika, 2015). Hal tersebut merupakan bukti bahwa sektor pertanian di
Indonesia memiliki peluang yang besar dalam pentas ekonomi dunia, dan ini
nantinya akan menunjang peningkatan perekonomian Indonesia jika benar-benar
dimanfaatkan dengan baik. Ini adalah tantangan yang besar untuk pemerintah agar
dapat memanfaatkan sektor pertanian dengan baik untuk meningkatkan
perekonomian Indonesia.
Usaha perkebunan kopi di Indonesia dilakukan oleh 3 (tiga) jenis
pengusahaan, yaitu Perkebunan Rakyat seluas 610,6 Ha dengan produksi 6.387,81
ton, Perkebunan Besar Negara 1.244,21 Ha dengan produksi 393,54 ton dan
Perkebunan Besar Swasta Nasional sebesar 660,39 ha (Statistik Dinas Perkebunan
Provinsi Jawa Tengah, 2011).
Perbanyakan tanaman kopi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan
cara generatif yaitu dengan menggunakan biji dan secara vegetatif yang umumnya
dilakukan dengan menyambung atau stek. Perbanyakan secara generatif jarang
dilakukan dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian, sedangkan
perbanyakan secara vegetatif paling banyak dilakukan karena tanaman cepat
tumbuh dan cepat menghasilkan serta tanaman yang diperoleh kemungkinan besar
akan sama dengan induknya (Mansyur, 1980). Perbanyakan dengan cara vegetatif
secara teknis cukup mudah dan sederhana serta tidak membutuhkan biaya produksi
dan investasi yang besar yaitu dengan cara stek atau menyambung. Menyambung
atau stek maksudnya adalah suatu usaha perbaikan mutu untuk mendapatkan lebih
banyak pohon dengan sifat-sifat pohon induknya, atau untuk mempertahankan
jenis telah teruji

II. Tujuan Evaluasi Sistem Sambung Pucuk Tanaman Kopi

Evaluasi sistem sambung pucuk tanaman kopi adalah untuk meningkatkan


produktivitas kopi adalah dengan menggunakan teknologi sambung pucuk.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Pengertian Tanaman Kopi


Kopi adalah tanaman perkebunan yang penting di indonesia, karena kopi
adalah sebagai sumber ekonomi masyarakat dan penghasil devisa negara. Buah
kopi dapat dimanfaatkan sebagai produk makanan dan minuman serta aroma. Luas
areal perkebunan kopi di Indonesia mencapai 1,2 juta ha dengan produktivitas 803
kg/ha.
Penyebaran tumbuhan kopi ke Indonesia dibawa seorang berkebangsaan
Belanda pada abad ke-17 sekitar tahun 1646 yang mendapatkan biji arabika mocca
dari Arabia. Jenis kopi ini oleh Gubernur Jenderal Belanda di Malabar dikirim
juga ke Batavia pada tahun 1696. Karena tanaman ini kemudian mati oleh banjir,
pada tahun 1699 didatangkan lagi bibit-bibit baru, yang kemudian berkembang di
sekitar Jakarta dan Jawa Barat, akhirnya menyebar ke berbagai bagian di
kepulauan Indonesia (Gandul, 2010).

II.2 Teknik Sambung pucuk


Pertumbuhan tanaman kopi budidaya secara konvensional masih
melakukan perbanyakan dengan cara generatif yang dilakukan melalui biji dan
mengalami penyerbukan alami dengan bantuan angin atau serangga. Menurut
Nursyamsi(2010), perbanyakan tanaman secara generatif memiliki kelebihan
yaitu penanganan yang praktis atau mudah dengan harga yang relatif murah dan
tidak memerlukan keahlian yang khusus. Namun, cara ini memiliki beberapa
kelemahan seperti penanaman dilakukan pada saat musimnya, keturunan yang
dihasilkan kemungkinan tidak sama dengan induknya, persentase berkecambah
yang rendah ,membutuhkan waktu yang agak lama untuk berkecambah dan lebih
lambat berbuah.
Grafting atau Sambung pucuk merupakan teknik perbanyakan vegetatif
yang menyambungkan batang bawah dan batang atas tanaman yang berbeda
sedemikian rupa sehingga terbentuk tanaman baru. Suwandi (2015), metode
sambung atau grafting memiliki keunggulan diantaranya, berproduksi lebih
cepat, hasil produksi dapat sesuai dengan keinginan tergantung batang atas yang
digunakan (Suwarto dan Sutoyo 2019). Ada beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi keberhasilan sambung pucuk yaitu tanaman, lingkungan dan
pelaksanaan (Tirtawinata, 2003; Tambing, 2004).
Faktor tanaman, yaitu kondisi tumbuh tanaman dan panjang entres dan
genetik berhubungan dengan kekerabatan antar kedua tanaman yang akan
disambungkan, semakin dekat kekerabatan maka akan semakin besar tingkat
keberhasilanya. Budi dan Parwata (2013), faktor lingkungan adalah waktu
penyambungan, yang berhubungan dengan musim, suhu dan kelembaban,
pembentukan jaringan kalus cocok dalam keadaan optimum. Suhu berkisar
antara 25-32°C merupakan suhu optimum, bila 25°C atau diatas 32°C maka
pembentukan kalus akan terganggu dan merusak sel-sel di daerah sambungan.
Kelembaban yang cukup tinggi merupakan kondisi lingkungan yang diperlukan
bagi keberhasilan penyambungan. Cahaya berpengaruh terhadap keberhasilan,
oleh sebab itu penyambungan sebaiknya pada sore hari atau pagi hari. Cahaya
yang kuat akan mengurangi daya tahan batang dan mengurangi keberhasilan

II.3 Evaluasi Penyuluhan Pertanian


II.3.1 Pengertian Evaluasi
Banyak defenisi evaluasi dapat diperoleh dari buku-buku yang ditulis
ahlinya, antara lain defenisi yang ditulis oleh Ralph Tyler, yaitu evaluasi
adalah proses yang menentukan sampai sejauh mana tujuan pendidikan dapat
dicapai (Tyler, 1950). Malcolm, Provus pencetus Descrepancy Evaluation
91971) mendefenisikan evaluasi sebagai perbedaan apa yang ada dengan
suatu standar untuk mengetahui apakah ada selisih. Akhir-akhir ini telah
dicapai sejumlah konsensus antar evaluator tentang evaluasi, antara lain
penilaian atas manfaat atau guna (scriven , 1967, Glas 1969, Stufflebeam,
1974).
Evaluasi adalah suatu proses untuk menentukan relevansi, efisiensi,
efektifitas, dan dampak kegiatan-kegiatan proyek/program sesuai dengan
tujuan yang akan dicapai secara sistematik dan obyektif. Definisi evaluasi
dapat diambil dari pendapat beberapa ahli antara lain Soedijanto (1996),
menyatakan: evaluasi adalah sebuah proses yang terdiri dari urutan rangkaian
kegiatan mengukur dan menilai.
Pokok-pokok pengertian tentang evaluasi, yang mencakup: a. Kegiatan
pengamatan dan analisis terhadap sesuatu keadaan, peristiwa, gejala alam
atau sesuatu objek. b. Membandingkan segala sesuatu yang kita amati
dengan pengalaman atau pengetahuan yang telah kita ketahui dan atau miliki.
c. Melakukan penilaian, atas segala sesuatu yang diamati, berdasarkan hasil
perbandingan atau pengukuran yang kita lakukan.
Sehubungan dengan itu, Frutchey (1973) mengemukakan bahwa kegiatan
evaluasi selalu mencakup kegiatan : (a) observasi (pengamatan), (b)
membandingkan antara hasil pengamatan dengan pedoman-pedoman yang
ada dan (c) pengambilan keputusan atau penilaian atas objek yang diamati.

II.3.2 Pengertian Evaluasi Penyuluhan Pertanian


Penyuluhan pertanian adalah suatu kegiatan yang sangat kompleks dan sering
sangat sulit untuk membedakan : apakah sesuatu keadaan benar-benar terjadi
sebagai akibat kegiatan penyuluhan ataukah karena adanya faktor-faktor lain
yang mempengaruhinya.
Penyuluhan Pertanian adalah suatu upaya untuk terciptanya iklim yang
kondusif guna membantu petani beserta keluarga agar dapat berkembang
menjadi dinamis serta mampan untuk memperbaiki kehidupan dan
penghidupannya dengan kekuatan sendiri dan pada akhirnya mampu
menolong dirinya sendiri (Soeharto, N.P.2005).
Evaluasi penyuluhan pertanian dapat dilakukan dengan baik pada awal atau
pada akhir program penyuluhan. Dari hasil evaluasi tersebut, kita akan
memperoleh gambaran seberapa jauh tujuan penyuluhan pertanian tercapai.
Dalam hal ini seberapa jauh perubahan perilaku petani dalam melakukan
usaha tani, mulai dari penyediaan sarana produksi (agro input), proses
produksi (kultur teknis), agro industri, pemasaran (baik domestik maupun
ekspor). Semua ini terangkum di dalam ungkapan “bertani lebih baik dan
berusahatani lebih menguntungkan”.

II.3.3 Ruang Lingkup Evaluasi Penyuluhan Pertanian


Manfaat evaluasi penyuluhan sedemikian luas, yaitu disamping untuk
menentukan tingkat perubahan perilaku petani setelah penyuluhan, juga
dihasilkan pertimbangan - pertimbangan untuk perbaikan program dan
penyempurnaan kebijaksanaan penyuluhan pertanian. Oleh karena itu
evaluasi penyuluhan pertanian tidak hanya menyangkut evaluasi hasil
penyuluhan pertanian, tetapi juga menyangkut evaluasi metode penyuluhan
dan sarana-prasarana penyuluhan pertanian.
Jadi evaluasi penyuluhan pertanian mempunyai ruang lingkup :
a. Evaluasi Hasil (Result Evaluation)
b. Evaluasi Metode (Methods Evaluation)
c. Evaluasi Sarana dan Prasarana (Means Evaluation)

II.4 Tujuan dan Manfaat Evaluasi


Tujuan dan manfaat adalah dua konsepsi yang berbeda yang dapat
mengundang perdebatan tentang pengertiannya ditinjau dari segi bahasa
(language), istilah teknis (technical or scientific concept), dan tingkat analisis
(levelof analysis). Menurut Stufflebeam (1971) mengemukakan bahwa pada
dasarnya tujuan evaluasi adalah untuk mengetahui seberapa jauh kegiatan-
kegiatan yang dilaksanakan telah sesuai atau menyimpang dari pedoman yang
ditetapkan, atau untuk mengetahui kesenjangan (deskrepansi) antara keadaan
yang telah dicapai dengan keadaan yang dikehendaki atau seharusnya dapat
dicapai, sehingga dengan demikian akan dapat diketahui tingkat efektifitas
dan efisiensi kegiatan yang telah dilaksanakan : untuk selanjutnya dapat
segera diambil langkah-langkah guna meningkatkan tingkat efektifitas dan
efisiensi kegiatan seperti yang dikehendaki.
Totok Mardikanto dan Sri Utami (1985) mengemukakan 3 matra kegiatan
evaluasi penyuluhan yang mencakup:
a. Kegunaan bagi kegiatan penyuluhan itu sendiri yakni : 1) Untuk
mengetahui seberapa jauh tujuan kegiatan telah dicapai. 2) Untuk mencari
bukti apakah seluruh kegiatan telah dilaksanakan seperti yang direncanakan,
dan apakah semua perubahan-perubahan yang terjadi memang sesuai dengan
sasaran yang diinginkan. 3) Untuk mengetahui segala masalah yang
muncul/dijumpai, yang berkaitan dengan tujuan yang diinginkan. 4) Untuk
menarik simpati para aparat dan warga masyarakat, bahwa program yang
dilaksanakan itu memang memperoleh perhatian sungguh-sungguh untuk
selanjutnya, dengan adanya simpati mereka itu diharapkan lebih
meningkatkan aktifitas dan partisipasi mereka dalam kegiatan penyuluhan di
masa-masa mendatang.
b. Kegunaan bagi aparat penyuluhan, yang meliputi : 1) Adanya kegiatan
evaluasi, penyuluh merasa diperhatikan dan tidak dilupakan, sehingga
memberikan kepuasan psikologis yang akan mampu mendorong aktifitas
penyuluhannya di masa mendatang. 2) Melalui evaluasi, sering juga
digunakan untuk melakukan penilaian terhadap aktifitas atau mutu kegiatan
penyuluhan itu sendiri, yang sangat penting artinya karena melalui evaluasi
biasanya juga akan menentukan masa depan atau/promosi bagi
pengembangan karir yang bersangkutan. 3) Dengan adanya kegiatan evaluasi,
setiap penyuluh akan selalu mawas diri, dan selalu berusaha agar kegiatannya
dapat dinilai baik, sehingga akan membiasakan dirinya untuk bekerja tekun
dan penuh tanggung jawab. c. Kegunaan bagi pelaksana evaluasi, yang berupa
: 1) Kebiasaan untuk mengemukakan pendapat berdasarkan data atau fakta
dan bukan didasarkan pada asumsi, praduga, atau instuisi semata. 2)
Kebiasaan bekerja sistematis, sesuai dengan prosedur dan pedoman yang
telah ditetapkan. 3) Memperoleh peningkatan pengetahuan diri dan
keterampilan untuk menggunakan dan mengembangkan ;
• Teknik pengukuran yang tepat dan teliti.
• Teknik pengumpulan data yang andal.
• Teknik analisis byang tepat dan tajam.

Manfaat dari hasil evaluasi penyuluhan antara lain: menentukan tingkat


perubahan perilaku petani, untuk perbaikan program, sarana, prosedur,
pengorganisasian dan pelaksanaan penyuluhan pertanian dan untuk
penyempurnaan kebijakan penyuluhan pertanian. Pelaporan hasil kegiatan
penyuluhan pertanian sangat penting sebagai penyampaian informasi, sebagai
bahan pengambilan keputusan/ kebijakan oleh pimpinan/penanggung jawab
kegiatan, pertanggungjawaban, pengawasan dan perbaikan perencanaan
berikutnya.

II.5 Jenis-Jenis Evaluasi Penyuluhan Pertanian


Evaluasi Penyuluhan merupakan alat untuk mengambil keputusan dan menyusun
pertimbangan-pertimbangan. Dari hasil evaluasi penyuluhan pertanian dapat
diketahui : sejauh mana perubahan perilaku petani, hambatan yang dihadapi petani,
efektifitas program penyuluhan pertanian serta seberapa jauh pemahaman masalah dan
penyempurnaan kegiatan.
Evaluasi Penyuluhan Pertanian juga dapat diklasifikasikan sebagai berikut. Dalam
evaluasi dikenal beberapa klasifikasi evaluasi seperti :
a. Evaluasi formatif dan sumatif.
b. Evaluasi on-going evaluation dan ex-post evaluation.
c. Evaluasi internal dan eksternal.
d. Evaluasi teknis dan evaluasi ekonomi.
e. Evaluasi program, pemantauan dan evaluasi dampak program.
f. Evaluasi proses dan evaluasi hasil.
g. Pendekatan sistem dalam evaluasi.
II.6 Keunggulan Sistem Sambung Pucuk Tanaman Kopi
Sambung pucuk merupakan teknik perbanyakan vegetatif kopi yang paling sesuai.
Perbanyakan dengan teknik sambung ini memiliki kelebihan antara lain:

1. hasil cepat diperoleh.

2. pertumbuhan bibit memiliki vigor yang baik.

3. serangan hama dan penyakit relatif rendah.


BAB III

METODOLOGI PENGKAJIAN

3.1 Waktu dan Tempat


Penelitian ini dilakukan di kebun kopi milik Gapoktan Candi Karya yang
menggunakan budidya kopi secara konvensional dan sambung pucuk di Desa
Rimbah Candi Kelurahan Candi Jaya Kecamatan Dempo Tengah Kota Pagar
Alam dengan ketinggian tempat 1.300 mdpl dengan luas total 20 ha yang
menggunakan budidaya secara konvensional dan sambung pucuk dengan Umur
tanaman 10 tahun dan sambung pucuk 4 tahun.

3.2 Alat yang Digunakan


Alat yang digunakan adalah timbangan digital, meteran, tali, gunting, kompas,
altimeter tinggi pohon, alat ukur kadar air, GPS, buku dan alat tulis

3.3 Metodelogi Penelitian


Penelitian ini menguakan metode survei dengan penentuan lokasi secara sengaja.
Data yang di kumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer dan sekunder.
Data primer di peroleh dari pengamatan langsung ke perkebunan kopi dan
wawancara ke petani, sedangkan data sekunder di peroleh dari lembaga intansi
terkait dangan penelitian ini, seperti BMKG.

3.4 Cara Kerja


Adapun cara kerja dalam penelitian adalah 1.Survey Awal, 2. Penetapan Populasi
dan Sampel, 3. Pengamatan.

3.5 Perubahan yang Diamati


Adapun peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah 1. Tinggi Tanaman (m),
2. Diameter Tajuk (m), 3. Berat Biji Kopi (g), 4.Berat Biji Kering (g), 5. Hasil
Produksi (kg/batang).
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pengamatan terhadap peubah tinggi tanaman (m), diameter tajuk (m),
berat biji basah (g), berat biji kering (g) dan hasil produksi (kg/batang)
budidaya kopi secara sambung pucuk dan konvensional. Hasil uji beda t
budidaya secara sambung pucuk dan konvensional pada peubah tinggi
tanaman (m), diameter tajuk berat biji basa (g), berat biji kering (g)dan hasil
produksi (kg/batang) dapat di lihat pada Tabel 1

Tabel 1. Nilai uji beda peubah antara Kopi Sambung Pucuk dan Kopi
Konvensional terhadap tinggi tanaman, diameter tajuk, berat biji
basa, berat biji kering dan hasil produksi tanaman.

No Peubah yang di amati Nilai sig ( 2- tailed ) Keterangan


1. Tinggi Tanaman (m) 0.00 < 0.05 Berbeda Nyata
2. Diameter Tajuk (m) 696 > 0.05 Berbeda Tidak Nyata
3. Berat Biji Basah (g) 0.00 < 0.05 Berbeda Nyata
4. Berat Biji Kering (g) 00.0 < 00.5 Berbeda Nyata
5. Hasil Produksi (kg/batang) 0.01< 0.05 Berbeda Nyata

4. Tinggi Tanaman (m)


Nilai tertinggi, terendah, rata-rata dan standar deviasi peubah tinggi
tanaman pada tanaman kopi sambung pucuk dan kopi konvensional dapat
dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Nilai tertinggi, terendah dan rata-rata tinggi
tanaman Berdasarkan gambar diatas menunjukan bahwa Tinggi
tanaman kopi sambung
pucuk lebih rendah dibandingkan dengan kopi secara konvensional. Nilai
tertinggi, terendah, rata-rata dan standar deviasi pada kopi sambung pucuk
masing-masing adalah 1,85 m , 1,1 cm, 1,53 m dan 0,19 sedangkan pada
kopi konvensional, masing- masing adalah 3 m, 1,24 m, 2,29 m dan 0,59.

5. Diameter Tajuk
Hasil perhitungan diameter tajuk, Nilai tertinggi , terendah, rata-rata
dan standar deviasi peubah tinggi tanaman kopi sambung pucuk dan kopi
konvensional dapat ditampilkan pada Gambar 2.

Gambar 2. Nilai tertinggi, terendah dan rata-rata diameter


tajuk Diameter tajuk tanaman kopi sambung pucuk berbeda
tidak nyata dengan
tanaman kopi konvensional. Pada tanaman kopi sambung pucuk Nilai
tertinggi 2,73 m, terendah 1,55, rata-rata 1,90 dan standar deviasio 0,29
pada kopi sambung pucuk masing-masing adalah 2,73 m, 1,55 m, 1,90 m
dan 0,29 sedangkan pada kopi konvensional Nilai tertinggi 3 m, terendah
1,1 m, rata-rata 1,82 m dan standar deviasi 0,66.
3. Berat Biji Kopi (g)
Nilai tertinggi, terendah, rata-rata dan standar deviasi peubah berat
biji kopi pada tanaman kopi sambung pucuk dan kopi konvensional dapat
dilihat pada gambar 3

2.95
Berat Biji Basa (g)

2.7
2.46 Tertinggi
2.18 2.03
Terendah
1.62
Rata-Rata
Std Deviasi
0.25 0.31

Kopi Sambung Pucuk Kopi Konvensional

Gambar 3. Nilai tertinggi, terendah dan rata-rata berat biji kopi

Berat biji tanaman kopi sambung pucuk berbeda nyata dengan tanaman
kopi konvensional. Pada tanaman kopi sambung pucuk Nilai tertinggi 2,95
g, terendah 2,18 g ,rata- rata 2,46 g dan standar deviasi 0,25. Sedangkan
pada kopi konvensional nilai tertinggi 2,70 g, terendah 1,62 g, rata-rata
2,03 g dan standar deviasi 0,31.

4. Berat Biji Kering (g)


Nilai tertinggi, terendah, rata-rata dan standar deviasi peubah berat
biji kopi pada tanaman kopi sambung pucuk dan kopi konvensional dapat
dilihat pada Gambar 4

Gambar 4. Nilai tertinggi, terendah dan rata-rata berat biji kopi


kering Berat biji kering tanaman kopi sambung pucuk berbeda
nyata dengan tanaman
kopi konvensional. Pada tanaman kopi sambung pucuk Nilai tertinggi 0,77
g, terendah 0,54 g, rata-rata 0,65 g dan standar deviasi 0,06 sedangkan pada
kopi konvensional Nilai tertinggi 0.69 g, terendah 0.41 g, rata-rata 0.54 g
dan standar deviasi 0.08.

5. Hasil Produksi (kg/batang)


Nilai tertinggi, terendah, rata-rata dan standar deviasi, peubah hasil
produksi kopi sambung pucuk dan konvensional dapat di tampilkan pada
Gambar 5.

6
5.7
Hasil Produksi (kg/batang)

4 4.01 4.1
Tertinggi

3 3 3.04 Terendah
Rata- Rata
2 1.9
Std Deviasi
1
0.73
0
Kopi Sambung Pucuk Kopi Konvensional

Gambar 5. Nilai tertinggi, terendah dan rata-rata produksi

Hasil Produksi tanaman kopi sambung pucuk berbeda nyata dengan


tanaman kopi konvensional. Pada Kopi sambung pucuk Nilai tertinggi 5,7
kg, terendah 3 kg, rata-rata 4,01 dan standar deviasi0,73. Sedangkan
tanaman kopi konvensional Nilai Tertinggi 4,1 kg, terendah 1,9 kg, rata-
rata 3,04 kg dan standar deviasi 0,64.

Pada peubah tinggi tanaman berbeda nyata antara kopi sambung


pucuk dan kopi konvensional. Tinggi tanaman kopi sambung pucuk lebih
rendah dibandingkan kopi konvensional. hal ini karena adanya perbedaan
perlakuan yang berbeda antara kopi sambung pucuk dan kopi
konvensional. Sambung pucuk merupakan kegiatan untuk menggabungkan
dua atau lebih sifat unggul dalam satu tanaman. Penyambungan dilakukan
dengan memperhatikan bahan tanaman yang disambung secara genetik
harus serasi (kompatibel), bahan tanaman harus berada dalam kondisi
fisiologi yang baik, kombinasi masing-masing bahan tanaman harus
terpaut sempurna, dan tanaman hasil sambungan harus dipelihara dengan
baik selama waktu tertentu (Hartmann et al., 2014).

Teknologi sambung pucuk yang dilakukan masyarakat, pada batang


utama dilakukan pemangkasan dan menyisakan tunas untuk tempat
sambung pucuk. Sedangkan Kopi Konvensional menggunakan satu jenis
tanaman atau individu dan tidak dilakukan pemangkasan batang utama,
sehingga tinggi tanaman kopi sambung pucuk lebih rendah dari pada kopi
konvensional. Pada kopi sambung pucuk, memerlukan waktu adaptasi
untuk pertumbuhan tunas baru hasil sambung pucuk.

Pada peubah diameter tajuk tidak ada perbedaan nyata antara petani
kopi sambung pucuk dan konvensional hal ini disebabkan karena sebagian
dari kopi konvensional sudah melakukan pemangkasan untuk membentuk
kerangka tajuk. Pemangkasan bertujuan untuk membentuk tajuk,
membuang bagian tanaman yang terserang hama penyakit, membuang
tunasair dan batang yang tidak produktif, serta meningkatkan sirkulasi
udara (Martini et al., 2017).
Pada peubah berat biji kopi berbeda nyata antara tanaman kopi
konvensional dan kopi sambung pucuk. hal ini karena adanya perbedaan
perlakuan antara kopi sambung pucuk dan kopi konvensional. Dimana pada
kopi sambung pucuk telah dilakukan peremajaan pada tanaman dengan
cara menyambung dengan mengunakan bibit dari varietas yang unggul
dengan berat biji rata-rata 2,46 g sedangkan pada kopi konvensional masih
menggunakan bibit lokal dengan berat rata-rata 2,03 g.
Pada peubah berat biji kering kopi berbeda nyata antara tanaman
kopi sambung pucuk dan kopi konvensional. hal ini karena adanya
perbedaan perlakuan

yang berbeda antara kopi sambung pucuk dan kopi konvensional. Berat biji
kering hasil kopi sambung pucuk lebih tinggi dibandingkan dengan kopi
konvensional. Dimana pada kopi sambung pucuk telah melakukan
peremajaan pada tanaman dengan cara menyambung dengan mengunakan
bibit dari varietas yang unggul dengan berat biji kering rata-rata 0,65 g.
Sedangkan pada kopi konvensional masih menggunakan bibit lokal dengan
berat rata- rata 0,54. Berdasarkan hasil idntifikasi di lapangan menunjukan
bahwa biji kopi sambung pucuk lebih besar dari pada biji kopi
konvensional.
Berdasarkan hasil pengamatan pada peubah hasil produksi kopi
sambung pucuk dan kopi konvensional terdapat perbedaan dimana rata-
rata hasil produksi pada kopi sambung pucuk dengan kadar air (16 %)
4,01 kg sedangkan nilai rata-rata pada kopi Konvensional dengan kadar air
3,04 kg.

Pertumbuhan dan produksi pada tanaman kopi sambung pucuk dan


kopi konvensional dipengaruhi oleh dua faktor yaitu genetika dan
lingkungan, secara genetika pengunaan bibit pada kopi sambung pucuk dan
kopi konvensional memiliki perbedaan yaitu varietas besemah 4 dan lokal.
Perbedaan aplikasi pupuk menjadi faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan dan produksi. Untuk jenis pupuk yang diaplikasikan pada
kopi sambung pucuk lebih banyak mengunakan pupuk yaitu adalah Urea
150 kg, sp36 25 kg, KCl 25 kg, Phonska 200 perhektar sedangkan pada
kopi konvensional Urea 100 kg dan phonska 150 kg per hektar.

Prastowo et al. (2010), tanaman kopi membutuhkan ketersediaan


unsur hara baik makro maupun mikro guna menundukung pertumbuhan
dan produksi tanaman. Beberapa unsur makro yang diperlukan tanaman
dalam jumlah besar di antaranya N, P, K, Ca, dan Mg, namun penggunaan
pupuk kimia terus-menerus akan merusak keseimbangan hara dalam tanah
(Plante, 2007).
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan
Pertumbuhan dan produksi kopi sambung pucuk lebih baik dari
kopi konvensional kenaikan tingkat produksi mencapaik 26 %, produksi
rata-rata kopi sambung pucuk 4,01 kg sedangkan kopi kopi konvensional
3,04 kg. Perlu penelitian lanjutan untuk membandingkan peningkatan
produksi dalam kurun waktu yang lebih lama pada umur tanaman yang
berbeda.

2. Saran
Pertumbuhan dan produksi pada tanaman kopi sambung pucuk dan
kopi konvensional dipengaruhi oleh dua faktor yaitu genetika dan
lingkungan, secara genetika pengunaan bibit pada kopi sambung pucuk
dan kopi konvensional memiliki perbedaan yaitu varietas besemah 4 dan
lokal. Perbedaan aplikasi pupuk menjadi faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan dan produksi.
DAFTAR PUSTAKA

Kusumaningrum, S. I. (2019). Pemanfaatan sektor pertanian sebagai penunjang


pertumbuhan perekonomian indonesia. Transaksi, 11(1), 80-89.
Budi, P. I. S., Aziez, A. F., & Dewi, T. S. K. (2016). Pengaruh lama perendaman zat pada
beberapa model sambung pucuk terhadap pertumbuhan bibit kopi (Coffea
spp). Jurnal Ilmiah Agrineca, 16(2).
Fahlevi, A., & Holidi, H. (2022). Studi Komparatif Pertumbuhan dan Produksi Tanaman
Kopi Secara Konvensional dan Sambung Pucuk. Jurnal Ilmu Pertanian Kelingi, 2(1),
166-173
Harahap, N., & Effendy, L. (2017). Buku Ajar Evaluasi Penyuluhan Pertanian.
Budi, B.S dan I. Parwata. 2013. Grafting teknik memperbaiki produktifitas tanaman
jarak pagar (Jatropha curcas L.). Universitas Mataram. Mataram.

Hartmann, H.T; Kester, D.E.;Davies, F.T.;Geneve, R. L. 2014. Plant Propagation


Principles and Practices (Eigth Edit). Edinburgh Gate: Pearson New
International Edition..

Kementerian pertanian. 2021. Database Luas areal perkebunan kopi di Indonesia.


https://aplikasi2.pertanian.go.id/bdsp/ (Diakses pada Juni 2021).

Martini, E., Riyandoko, J. M. Roshetko. 2017. Pedoman Membangun Kebun


Agroforestry Kopi. CIFOR-ICRAF.

Nursyamsi, (2010). Teknik Kultur Jaringan Sebagai Alternatif Perbanyakan Tanaman


untuk Mendukung Rehabilitasi Lahan. Prosiding Ekspose Hasil-Hasil
Litbang Mendukung Rehabilitasi dan Konservasi Hutan untuk Kesejahteraan
Masyarakat. Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan
Rehabilitasi. Makassar

Plante, A. F. 2007. Soil Biogeochemical Cycling of Inorganic Nutrients And Metals.


SoilMicrobiology, Ecology, and Biochemistry. Third edition. Elsevier Inc.
USA.Pemanfaatan Pupuk Hayati (BIOFERTILIZER) Pada
Tanaman Rempah dan Obat Biofertilizer Utilization on Spices
and Medicinal Plants Perspektif Vol. 16 No. 1 /Juni2017. Hlm
33 -43

Prastowo, B., Karmawati, E., Rubiyo, Siswanto, Indrawanti, C., &


Munarso, J. (2010). Budidaya dan pasca panen kopi. Bogor: Pusat
Penelitian dan pengembanagan Perkebunan. Pengaruh Pupuk
Kandang Dengan Penambahan Mikroba Pelarut FosfatTerhadap
Pertumbuhan dan Hasil Kopi Robusta Volume 5, Nomor 2, Juli
2018

Suwandi. 2015. Petunjuk Teknis Perbanyakan Tanaman dengan Cara


Sambungan.Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan
Tanaman Hutan, Yogyakarta

Suwarto dan Sutoyo 2019. Peningkatan produksi buah kopi robusta dengan
sistem sambung pucuk. Dokumen balai penyuluhan pertanian.
Batang

Tambing Y. 2004. Respons Pertautan Sambung Pucuk dan Pertumbuhan


Bibit Mangga Terhadap Pemupukan Nitrogen pada Batang Bawah.
J. Agrisains 5 (3):141-147.
Lampiran 1. Instrumen Evaluasi Pelaksanaan Kegiatan Penyuluhan
Evaluasi ini dilakukan untuk mengukur tingkat keyakinan bapak/ibu
terhadap sistem sambung pucuk tanaman kopi,mohon untuk mengisi kolom
jawaban disebelah kanan pernyataan dengan sejujurjujurnya. Atas
partisipasi bapak/ibu diucapkan terima kasih
Petunjuk pengisian :

Berilah tanda contreng (√) pada kolom jawaban disebalah kanan pernyataan

SY = Sangat yakin, Y= yakin, KY= kurang yakin, TY = Tidak yakin

Jawaban responden
No Pertanyaan
S Y KY TY
Y
1 Sistem sambung pucuk tanaman kopi dapat
meningkatkan produksi
2 Sistem sambung pucuk tanaman kopi dapat
mengurangi hama pada tanaman.
3 Penggunaan benih pada Sistem sambung pucuk
tanaman kopi lebih sedikit daripada tanam biasa

4 Penggunaan pupuk pada sistem sambung pucuk


tanaman kopi lebih sedikit daripada tanam biasa
Lampiran 2. Kuesioner Evaluasi Dampak Kegiatan Penyuluhan

Evaluasi ini dilakukan untuk menilai seberapa besar dampak dari kegiatan
penyuluhan teknologi penanaman padi sistem jajar legowo yang telah
dilaksanakan oleh penyuluh. Mohon kuesioner ini diisi dengan sejujur-
jujurnya, dan terima kasih atas partisipasi Bapak/Ibu.
Petunjuk Pengisian:

Berilah tanda contreng (√) pada kotak jawaban yang telah disediakan

Biodata Responden
Nama :
Alamat :
Jeis Kalamin :
Jenis Usahatani :
Luas lahan :
1. Apakah Bapak/Ibu pernah mengikuti kegiatan demonstrasi plot
(demplot) Sistem sambung pucuk tanaman kopi … ?
ya, tidak

2. Apakah Bapak/Ibu menerapkan sambung pucuk


ya, tidak
3. Apakah setelah Bapak/Ibu menerapkan Sistem sambung pucuk
tanaman kopi terjadi peningkatkan produksi
ya, tidak
Jika ya, jumlah produksi sebelum menerapkan
teknologi.? ………..(kwintal/ton) Jumlah produksi
setelah menerapkan teknologi.?................... (kwintal/ton)

Jawaban Responden Skor


Total Total Skor Tingkat
SY Y KY TY
No Pernyataan Responden Skor ideal keyakinan
SY Y KY TY
4 3 2 1

1 Sistem sambung pucuk


tanaman kopi dapat 24 1 25 96 0 0 1 97 100 97.0%

meningkatkan produksi

2 Sistem sambung pucuk


tanaman kopi dapat 22 2 1 25 88 0 4 1 93 100 93,0%

mengurangi hama pada


tanaman.
3 Penggunaan benih pada
Sistem sambung pucuk
tanaman kopi lebih 22 3 25 88 9 0 0 97 100 97,0%

sedikit daripada tanam


biasa
4 Penggunaan pupuk pada
sistem sambung pucuk
tanaman kopi lebih 23 1 1 25 92 3 2 0 97 100 97,0%

sedikit daripada tanam


biasa
Rata-Rata 96,0%

Lampiran 3. Hasil Analisis Data Tingkat Keyakinan Responden Terhadap

Anda mungkin juga menyukai