PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Indonesia dikenal sebagai sebuah negara agraris yang memiliki lahan
begitu luas yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar sebagai mata
pencaharian. Namun sektor agraris atau pertanian di Indonesia tidak hanya dapat
digunakan sebagai mata pencaharian penduduk saja, akan tetapi juga dapat
digunakan untuk meningkatkan perekonomian Indonesia. Daya saing komoditas
pertanian Indonesia menempati posisi yang cukup tinggi di pasar internasional.
Menurut buku yang dituliskan oleh Yustika mengenai “Konsep Ekonomi
Kelembagaan Perdesaan, Pertanian & Kedaulatan Pangan”, dalam laporan yang
diterbitkan oleh The Economist, tercatat ada 11 produk pertanian Indonesia yang
memiliki peringkat sangat baik di dunia. Produk lada putih dan pala menempati
peringkat satu dunia . Sedangkan, komoditas minyak sawit dan karet masing-
masing memiliki peringkat nomor dua dunia.Selanjutnya beras,cokelat, dan lada
hitam berada di peringkat tiga. Kopi dan total karet masing-masing duduk di
peringkat empat, kemudian teh dan biji-bijian masing-masing di peringkat enam
dunia (Yustika, 2015). Hal tersebut merupakan bukti bahwa sektor pertanian di
Indonesia memiliki peluang yang besar dalam pentas ekonomi dunia, dan ini
nantinya akan menunjang peningkatan perekonomian Indonesia jika benar-benar
dimanfaatkan dengan baik. Ini adalah tantangan yang besar untuk pemerintah agar
dapat memanfaatkan sektor pertanian dengan baik untuk meningkatkan
perekonomian Indonesia.
Usaha perkebunan kopi di Indonesia dilakukan oleh 3 (tiga) jenis
pengusahaan, yaitu Perkebunan Rakyat seluas 610,6 Ha dengan produksi 6.387,81
ton, Perkebunan Besar Negara 1.244,21 Ha dengan produksi 393,54 ton dan
Perkebunan Besar Swasta Nasional sebesar 660,39 ha (Statistik Dinas Perkebunan
Provinsi Jawa Tengah, 2011).
Perbanyakan tanaman kopi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan
cara generatif yaitu dengan menggunakan biji dan secara vegetatif yang umumnya
dilakukan dengan menyambung atau stek. Perbanyakan secara generatif jarang
dilakukan dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian, sedangkan
perbanyakan secara vegetatif paling banyak dilakukan karena tanaman cepat
tumbuh dan cepat menghasilkan serta tanaman yang diperoleh kemungkinan besar
akan sama dengan induknya (Mansyur, 1980). Perbanyakan dengan cara vegetatif
secara teknis cukup mudah dan sederhana serta tidak membutuhkan biaya produksi
dan investasi yang besar yaitu dengan cara stek atau menyambung. Menyambung
atau stek maksudnya adalah suatu usaha perbaikan mutu untuk mendapatkan lebih
banyak pohon dengan sifat-sifat pohon induknya, atau untuk mempertahankan
jenis telah teruji
METODOLOGI PENGKAJIAN
Hasil pengamatan terhadap peubah tinggi tanaman (m), diameter tajuk (m),
berat biji basah (g), berat biji kering (g) dan hasil produksi (kg/batang)
budidaya kopi secara sambung pucuk dan konvensional. Hasil uji beda t
budidaya secara sambung pucuk dan konvensional pada peubah tinggi
tanaman (m), diameter tajuk berat biji basa (g), berat biji kering (g)dan hasil
produksi (kg/batang) dapat di lihat pada Tabel 1
Tabel 1. Nilai uji beda peubah antara Kopi Sambung Pucuk dan Kopi
Konvensional terhadap tinggi tanaman, diameter tajuk, berat biji
basa, berat biji kering dan hasil produksi tanaman.
5. Diameter Tajuk
Hasil perhitungan diameter tajuk, Nilai tertinggi , terendah, rata-rata
dan standar deviasi peubah tinggi tanaman kopi sambung pucuk dan kopi
konvensional dapat ditampilkan pada Gambar 2.
2.95
Berat Biji Basa (g)
2.7
2.46 Tertinggi
2.18 2.03
Terendah
1.62
Rata-Rata
Std Deviasi
0.25 0.31
Berat biji tanaman kopi sambung pucuk berbeda nyata dengan tanaman
kopi konvensional. Pada tanaman kopi sambung pucuk Nilai tertinggi 2,95
g, terendah 2,18 g ,rata- rata 2,46 g dan standar deviasi 0,25. Sedangkan
pada kopi konvensional nilai tertinggi 2,70 g, terendah 1,62 g, rata-rata
2,03 g dan standar deviasi 0,31.
6
5.7
Hasil Produksi (kg/batang)
4 4.01 4.1
Tertinggi
3 3 3.04 Terendah
Rata- Rata
2 1.9
Std Deviasi
1
0.73
0
Kopi Sambung Pucuk Kopi Konvensional
Pada peubah diameter tajuk tidak ada perbedaan nyata antara petani
kopi sambung pucuk dan konvensional hal ini disebabkan karena sebagian
dari kopi konvensional sudah melakukan pemangkasan untuk membentuk
kerangka tajuk. Pemangkasan bertujuan untuk membentuk tajuk,
membuang bagian tanaman yang terserang hama penyakit, membuang
tunasair dan batang yang tidak produktif, serta meningkatkan sirkulasi
udara (Martini et al., 2017).
Pada peubah berat biji kopi berbeda nyata antara tanaman kopi
konvensional dan kopi sambung pucuk. hal ini karena adanya perbedaan
perlakuan antara kopi sambung pucuk dan kopi konvensional. Dimana pada
kopi sambung pucuk telah dilakukan peremajaan pada tanaman dengan
cara menyambung dengan mengunakan bibit dari varietas yang unggul
dengan berat biji rata-rata 2,46 g sedangkan pada kopi konvensional masih
menggunakan bibit lokal dengan berat rata-rata 2,03 g.
Pada peubah berat biji kering kopi berbeda nyata antara tanaman
kopi sambung pucuk dan kopi konvensional. hal ini karena adanya
perbedaan perlakuan
yang berbeda antara kopi sambung pucuk dan kopi konvensional. Berat biji
kering hasil kopi sambung pucuk lebih tinggi dibandingkan dengan kopi
konvensional. Dimana pada kopi sambung pucuk telah melakukan
peremajaan pada tanaman dengan cara menyambung dengan mengunakan
bibit dari varietas yang unggul dengan berat biji kering rata-rata 0,65 g.
Sedangkan pada kopi konvensional masih menggunakan bibit lokal dengan
berat rata- rata 0,54. Berdasarkan hasil idntifikasi di lapangan menunjukan
bahwa biji kopi sambung pucuk lebih besar dari pada biji kopi
konvensional.
Berdasarkan hasil pengamatan pada peubah hasil produksi kopi
sambung pucuk dan kopi konvensional terdapat perbedaan dimana rata-
rata hasil produksi pada kopi sambung pucuk dengan kadar air (16 %)
4,01 kg sedangkan nilai rata-rata pada kopi Konvensional dengan kadar air
3,04 kg.
1. Kesimpulan
Pertumbuhan dan produksi kopi sambung pucuk lebih baik dari
kopi konvensional kenaikan tingkat produksi mencapaik 26 %, produksi
rata-rata kopi sambung pucuk 4,01 kg sedangkan kopi kopi konvensional
3,04 kg. Perlu penelitian lanjutan untuk membandingkan peningkatan
produksi dalam kurun waktu yang lebih lama pada umur tanaman yang
berbeda.
2. Saran
Pertumbuhan dan produksi pada tanaman kopi sambung pucuk dan
kopi konvensional dipengaruhi oleh dua faktor yaitu genetika dan
lingkungan, secara genetika pengunaan bibit pada kopi sambung pucuk
dan kopi konvensional memiliki perbedaan yaitu varietas besemah 4 dan
lokal. Perbedaan aplikasi pupuk menjadi faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan dan produksi.
DAFTAR PUSTAKA
Suwarto dan Sutoyo 2019. Peningkatan produksi buah kopi robusta dengan
sistem sambung pucuk. Dokumen balai penyuluhan pertanian.
Batang
Berilah tanda contreng (√) pada kolom jawaban disebalah kanan pernyataan
Jawaban responden
No Pertanyaan
S Y KY TY
Y
1 Sistem sambung pucuk tanaman kopi dapat
meningkatkan produksi
2 Sistem sambung pucuk tanaman kopi dapat
mengurangi hama pada tanaman.
3 Penggunaan benih pada Sistem sambung pucuk
tanaman kopi lebih sedikit daripada tanam biasa
Evaluasi ini dilakukan untuk menilai seberapa besar dampak dari kegiatan
penyuluhan teknologi penanaman padi sistem jajar legowo yang telah
dilaksanakan oleh penyuluh. Mohon kuesioner ini diisi dengan sejujur-
jujurnya, dan terima kasih atas partisipasi Bapak/Ibu.
Petunjuk Pengisian:
Berilah tanda contreng (√) pada kotak jawaban yang telah disediakan
Biodata Responden
Nama :
Alamat :
Jeis Kalamin :
Jenis Usahatani :
Luas lahan :
1. Apakah Bapak/Ibu pernah mengikuti kegiatan demonstrasi plot
(demplot) Sistem sambung pucuk tanaman kopi … ?
ya, tidak
meningkatkan produksi