Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

DESAIN SISTEM USAHA PERTANIAN

DISUSUN OLEH.
KELOMPOK 9 :
BAIDHATUL KHOIRIMAH (1910311015)
FARUK NUZUL FIRDAUS (1910311032)
MIFTAHUL JAMIL (1910311008)
YUSNI WAHYU PRATAMA (1910311027)

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
JEMBER, 2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat penting dalam menyumbang
pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Namun, pertumbuhan ekonomi saat ini belum sejalan
dengan pertumbuhan lahan pertanian dan kesejahteraan petani. Upaya pengembangan sektor
pertanian dalam arti luas yang melibatkan petani merupakan salah satu dari sekian banyak hal
yang bisa dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan tersebut contohnya yaitu sistem
pertanian terpadu. Sistem pertanian terpadu merupakan sistem pertanian yang
mengintegrasikan kegiatan sub sektor pertanian, tanaman, ternak, ikan untuk meningkatkan
efisiensi dan produktivitas sumber daya (lahan, manusia, dan faktor tumbuh lainnya)
kemandirian dan kesejahteraan petani secara berkelanjutan.
Sistem pertanian terpadu adalah suatu sistem pengelolaan tanaman, hewan ternak, dan
ikan dengan lingkungannya untuk menghasilkan suatu produk yang optimal dan sifatnya
cenderung tertutup terhadap masukan luar (Preston, 2000, dalam Bagas A. Dkk. 1993).
Pertanian terpadu mengurangi resiko gagal panen, karena ketergantungan pada suatu
komoditi dapat dihindari dan Zhemat ongkos produksi. Sistem pertanian terpadu tanaman dan
ternak adalah suatu sistem pertanian yang dicirikan oleh keterkaitan yang erat antara
komponen tanaman dan ternak dalam suatu kegiatan usaha tani atau dalam suatu wilayah.
Bertitik tolak dari hal tersebut di atas sudah banyak program peningkatan pendapatan petani
peternak mengacu pada program intergasi tanaman dan ternak (Kusnadi, 2007; Hamdani,
2008, Kariyasa, 2005). Sedangkan Ginting (1991) melaporkan bahwa ternak dapat berperan
sebagai industri biologis sekaligus mampu meningkatkan produksi daging dan sekaligus
penyedia kompos.
Waton, S (2016) menyatakan konsep terapan sistem pertanian terpadu akan
menghasilkan F4 yaitu:
1. F1 (Food)
Sumber pangan bagi manusia (beras, jagung, kedelai, kacang-kacangan,
jamur, sayuran, dll.), produk peternakan (daging, susu, telur, dll.), produk budidaya
ikan air tawar (lele, mujair, nila, gurami, dll.), dan hasil perkebunan (salak, pisang,
kayu manis, sirsak, dll.).
2. F2 (Feed)
Pakan ternak termasuk di dalamnya ruminasia (sapi, kambing, kerbau,
kelinci), ternak unggas (ayam, itik, entok, angsa, burung dara, dll.), pakan ikan
budidaya air tawar (ikan hias dan ikan konsumsi).
3. F3 (Fuel)
Akan dihasilkan energi dalam berbagai bentuk mulai energi panas (biogas)
untuk kebutuhan domestik/masak memasak, energi panas untuk industri makanan di
kawasan pedesaan juga untuk industri kecil. Hasil akhir dari biogas adalah bio
fertilizer berupa pupuk organik cair dan kompos.
4. F4 (Fertilizer)
Sisa produk pertanian melalui proses dekomposer maupun pirolisis akan
menghasilkan pupuk kompos (organik fertilizer) dengan berbagai kandungan unsur
hara dan C-Organik yang relatif tinggi.
Meskipun memiliki manfaat yang begitu besar sebagian masyarakat belum bisa
memanfaatkan sistem pertanian terpadu ini secara maksimal. Hal ini terjadi karena ada
beberapa hal yang mempengaruhi diantaranya adalah biaya serta didukung kurangnya
kesadaran masyarakat untuk menerapkan sistem ini.

1.2 Tujuan
Supaya mahasiswa mampu mengetahui keuntungan dan kerugian sistem pertanian
terpadu.

1.3 Manfaat
Mahasiswa mengetahui dan dapat menerapkan pertanian terpadu dalam kehidupan
nyata dan mampu mengetahui keuntungan dan kerugian sistem pertanian terpadu.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Sistem pertanian terpadu adalah sistem pengelolaan (usaha) yang memadukan


komponen pertanian, seperti tanaman, hewan dan ikan dalam suatu kesatuan yang utuh.
Definisi lain menyatakan, SPT adalah suatu sistem pengelolaan tanaman, hewan ternak dan
ikan dengan lingkungannyauntuk menghasilkan suatu produk yang optimal dan sifatnya
cenderung tertutup terhadap masukan luar (Preston, 2000). Sistem ini akan signifikan dampak
positifnya dan memenuhi kriteria pembangunan pertanian berkelanjutan karena berbasis
organik dan dikembangkan/diarahkan berbasis potensi lokal (sumber daya lokal). Tujuan
penerapan sistem tersebut yaitu untuk menekan seminimal mungkin input dari luar
(input/masukan rendah) sehingga dampak negatif sebagaimana disebutkan di atas,
semaksimal mungkin dapat dihindari dan berkelanjutan (Supangkat, 2009).
Gambaran keterkaitan antara tanaman dan ternak dalam kerangka usaha tani
tradisional adalah pemanfaatan sumberdaya lahan, tenaga kerja dan modal secara optimal
untuk menghasilkan untuk menghasilkan produk seperti hijauan pakan ternak, tenaga ternak,
dan padang penggembalaan, serta produk akhir seperti tanaman serat, tanaman pangan, dan
daging. Namun demikian, vegetasi sebagai sumber hijauan, menurut Ginting (1991), sangat
berfluktuasi baik produksi maupun komposisinya. Hal ini merupakan risiko dari usaha ternak
dalam suatu sistem tanaman-ternak, sehingga diperlukan sinkronisasi atau sinergisme antara
pola pemeliharaan ternak dan dinamika vegetasi agar dicapai sasaran yang optimal. Pada
sistem seperti ini, tanaman menghasilkan hijauan pakan ternak untuk menghidupi ternak yang
akan menghasilkan tenaga untuk pengolahan lahan (membajak), pupuk dan daging. Hal
serupa, menurut De Boer dan Welsch (1977), juga banyak dijumpai di negara-negara
berkembang dengan pola dan tujuan yang sama, yaitu meningkatkan kesejahteraan keluarga
petani melalui penyebaran risiko usaha dengan menganekaragamkan komponen usaha tani.
Berdasarkan pengalaman empiris dan aplikasi model yang berlandaskan teori
optimasi, integrasi ternak dalam usaha tani tanaman pangan, selain telah dilaksanakan dan
dibuktikan keandalannya, memiliki beberapa prasayarat yang harus dipenuhi, antara lain: 1)
kondisi dan ketersediaan lahan, 2) jenis komoditas, 3) tenaga kerja, 4) kebutuhan konsumsi
keluarga, 5) jenis dan jumlah ternak, 6) pastura dan hijauan pakan ternak, 7) peluang
transaksi komoditas, serta 8) akses kepada sumber pendanaan (modal). Kallsen (2005)
menyatakan, praktek eksploitasi dengan input yang berasal dari luar dan bersifat tidak
berkelanjutan masih akan berlangsung hingga 50 tahun kedepan. Usaha tani terintegrasi
tanaman ternak dapat merupakan solusi dari ketergantungan pada input dari luar karena
sifatnya yang saling mengisi. Karena usaha tani tanaman-ternak juga merupakan bagian dari
pembangunan maka pemanfaatan sumber daya alam, termasuk dalam mengurangi risiko
usaha, juga harus memiliki azas berkelanjutan.
Penerapan model integrasi tanaman ternak pada suatu kawasan yang memiliki potensi
pengembangan usaha tani campuran harus mempertimbangkan paling sedikit empat skenario,
yaitu: 1) scenario alami yang dilakukan atau dipraktekkan oleh petani setempat, 2) scenario
system usaha tani tanpa ternak, 3) skenario system usaha tani dengan ternak, dan 4) scenario
yang berbasis sumber daya (lahan, tenaga kerja, modal) dan peluang pengembangan kegiatan
produktif, seperti tanaman, ternak, jasa buruh, transaksi nilai tambah antar komoditas, dan
sumber-sumber pendapatan lainnya (Levine dan Soedjana 1990).
Ketidakpastian diartikan sebagai suatu situasi pada suatu keadaan atau kejadian di
masa mendatang yang tidak dapat diduga secara pasti. Para pengambil keputusan dapat saja
memiliki pengetahuan atau tingkat kepercayaan tentang kemungkinan-kemungkinan yang
akan terjadi, sehingga bila berbagai kemungkinan yang akan terjadi itu diberikan peluang
yang sama, maka kita sudah menyatakan ketidakpastian itu. Istilah risiko lebih banyak
digunakan dalam konteks pengambilan keputusan, karena risiko diartikan sebagai peluang
akan terjadinya suatu kejadian buruk akibat suatu tindakan. Makin tinggi tingkat
ketidakpastian suatu kejadian, makin tinggi pula risiko yang disebabkan oleh pengambilan
keputusan itu. Dengan demikian, identifikasi sumber risiko sangat penting dalam proses
pengambilan keputusan. Nelson et al. (1978) menyatakan, faktor risiko di bidang pertanian
berasal dari produksi, harga dan pasar, usaha dan finansial, teknologi, kerusakan, social dan
hukum, serta manusia.
BAB III
HASIL PERHITUNGAN

3.1 Tabel Data Model Usaha Tani Tanaman Bayam dan Kangkung
Investasi
NO Data Bayam (500 M2, 40 Hari) Kangkung (500 M2, 40 Hari)
. Jumlah Harga Harga Jumlah Harga Harga
Satuan (Rp) Satuan (Rp)
(Rp) (Rp)
1. Bibit bayam dan 7 kg 35.000 245.000 7 kg 40.000 280.000
kangkung
2. Sprayer 1 350.000 350.000 1 350.000 350.000
3. Ember 1 27.000 27.000 1 27.000 27.000
4. Cangkul 1 50.000 50.000 1 50.000 50.000
5. Sabit 1 16.000 16.000 1 16.000 16.000
6. Gunting tanaman 2 15.000 30.000 2 15.000 30.000
7. Keranjang plastik 2 77.000 154.000 2 77.000 154.000
8 Mesin pompa diesel 1 1.400.000 1 1.400.000
9 Paralon 1 30.000 1 30.000
Total 2.302.000 2.337.000

• Biaya Operasional
Biaya Tetap
NO Data Bayam (500 M2, 40 Hari) Kangkung (500 M2, 40 Hari)
Jumlah Harga Harga Jumlah Harga Harga
Satuan (Rp) Satuan (Rp)
(Rp) (Rp)
1. Penyusutan 5.000 5.000
peralatan
2. Biaya tenaga kerja 4 35.000 140.000 4 35.000 140.000
panen dan pasca
panen
3. Biaya tenaga kerja 2 35.000 70.000 2 35.000 70.000
Perawatan tanaman
Total 215.000 215.000

Biaya Variabel
NO Data Bayam (500 M2, 40 Hari) Kangkung (500 M2, 40 Hari)
. Jumlah Harga Harga Jumlah Harga Harga
Satuan (Rp) Satuan (Rp)
(Rp) (Rp)
1. Pupuk kandang 2.000 200 400.000 2.000 200 400.000
2. Pestisida 28.500 28.500
Total 428.500 428.500
Total Biaya Operasional
Biaya tetap + Biaya variabel
Bayam → = Rp 215.000 + Rp 428.500 = Rp 643.000
Kangkung → = Rp 215.000 + Rp 428.500 = Rp 643.000

• Pendapatan
Bayam → 5.400 ikat × 500 = Rp 2.700.000
Kangkung → 5.500 ikat × 500 = Rp 2.750.000

• Keuntungan
Total pendapatan – Biaya operasional
Bayam → Rp 2.700.000 – Rp 643.000 = Rp 2.057.000
Kangkung → Rp 2.750.000 – Rp 643.000 = 2.107.000

3.2 Tabel Data Model Usaha Ternak Sapi Potong Per Ekor (180 Hari)
• Investasi
NO. Data Jumlah Harga Satuan Harga (Rp)
(Rp)
1. Bibit sapi potong 2 ekor 250 kg/ekor 36.000 18.000.000
2. Kandang 6 m2 750.000 4.500.000
3. Tempat makan dan minum sapi 300.000
4. Selang 10 meter 7.000 70.000
5. Ember 1 (30 liter) 27.000
6. Sikat pembersih sapi 1 26.000
7. Sekop 1 42.500
8. Garpu 1 20.000
9. Sapu lidi 1 5.000
10. Tali 2 (3 meter/sapi) 11.000 22.000
11. Lain-lain 50.000
Total 23.062.500
• Biaya operasional
Biaya Tetap
NO. Data Jumlah Harga Satuan Harga (Rp)
(Rp)
1. Penyusutan kandang dan 180 hari 30.000 5.400.000
peralatan
2. Gaji karyawan 180 hari 4.000 720.000
Total 6.120.000
Biaya Variabel
NO. Data Jumlah Harga Satuan Harga (Rp)
(Rp)
1. Pakan konsentrat 2,5 kg × 180 3.000 1.350.000
hari = 450 kg
2. Pakan hijauan 20 kg × 180 hari 400 1.440.000
= 3.600 kg
3. Obat/vitamin 6 20.000 120.000
4. Air dan listrik 180 hari 10.000 1.800.000
Total 4.710.000

Total biaya operasional


Biaya tetap + Biaya variabel = Rp 6.120.000 + Rp 4.710.000 = Rp 10.830.000

• Pendapatan 1 periode ternak sapi (6 bulan)


2 ekor × 430 kg (bobot akhir sapi) = 860 kg × Rp 36.000 = Rp 30.960.000

• Keuntungan
Total pendapatan – Biaya operasional = Rp 30.960.000 – Rp 10.830.000 = Rp 20.130.000

3.3 Tabel Data Model Usaha Budidaya Ikan Nila Per Siklus (6 Bulan)
• Investasi
No. Data Jumlah Harga Satuan Harga (Rp)
(Rp)
1. Kolam terpal ukuran 4×6×1 2 745.000 1.490.000
2. Biaya pembuatan kolam 2 550.000 1.100.000
3. Pompa air 1 450.000 450.000
4. Benih ikan nila 5.000 100 500.000
5. Ph meter 1 150.000 150.000
6. Jaring 6 40.000 240.000
7. Selang dan paralon 90.000
8. Drum 45 214.000 9.630.000
Lain-lain 100.000
Total 13.750.000
• Biaya Operasional
Biaya Tetap
NO. Data Jumlah Harga Satuan Harga (Rp)
(Rp)
1. Penyusutan kolam dan peralatan 180 hari 10.000 1.800.000
2. Gaji Karyawan (4 orang) 180 hari 1.500.000 6.000.000
Total 7.800.000
Biaya Variabel
NO. Data Jumlah Harga Satuan Harga (Rp)
(Rp)
1. Pakan ikan nila 2.000 6.000 12.000.000
2. Obat/vitamin 27.000
3. BBM dan listrik 1.000.000
Total 13.027.000

Total Biaya Operasional


Biaya tetap + Biaya variabel = Rp 7.800.000 + Rp 13.027.000 = Rp 20.827.000

• Pendapatan
Asumsinya terdapat 10% ikan tidak dapat dipanen maka,
90% × 5.000 = 4.500
Rata-rata berat 300 gram maka,
300 × 4.500 = 1.350 Kg
1.350 × Rp 30.000 = Rp 40.500.000

• Keuntungan
Total pendapatan – Biaya operasional = Rp 40.500.000 – Rp 20.827.000 = Rp 19.673.000

3.4 Tabel Data Usaha Kripik Bayam


• Investasi
No. Data Jumlah Harga Satuan Harga (Rp)
(Rp)
1. Wajan 2 35.000 70.000
2. Kompor + gas 1 450.000 450.000
3. Spatula 2 10.000 20.000
4. Serok 2 10.000 20.000
5. Baskom 2 3.500 7.000
6. Pisau 1 7.000 7.000
7. Tampah 1 11.500 11.500
8. Cobek + ulekan 1 15.000 15.000
Total 600.500
• Biaya Operasional
Biaya Tetap
No. Data Jumlah Harga Satuan Harga (Rp)
(Rp)
1. Penyusutan Peralatan 5.000
2. Gaji karyawan 3 100.000 300.000
Total 305.000
Biaya Variabel
No. Data Jumlah Harga Satuan Harga (Rp)
(Rp)
1. Bayam 100 ikat 500 50.000
2. Minyak 1 liter 12.000 12.000
3. Bumbu 15.000
4. Plastik kemasan 250 600 150.000
Total 227.000
Total Biaya operasional
Biata Tetap + Biaya Variabel = Rp 305.000 + Rp 227.000 = Rp 532.000

• Pendapatan
Asumsinya 100 ikat menghasilkan 200 bungkus kripik bayam
250 × Rp 5.000 = Rp 1.250.000

• Keuntungan
Total pendapatan – Biaya operasional = Rp 1.250.000 – Rp 532.000 = Rp 718.000
BAB IV
PEMBAHASAN

Dalam melakukan budidaya kita harus tahu beberapa komoditas pertanian, yaitu
hortikultura, ubi-ubian, serealia dan kacang-kacangan, dan komoditas rempah-rempah.
Budidaya yang dilakukan kelompok kami yaitu hortikultura. Tanaman hortikultura terdiri
dari buah, sayuran, bunga, dan obat. Salah satu ciri dari tanaman hortikultura yaitu tidak
tahan lama atau mudah rusak karena merupakan tanaman yang segar dan juga naik turunnya
harga sesuai dengan ada atau tidaknya hasil panen. Tanaman hortikultura memiliki beberapa
fungsi yaitu: 1) fungsi penyediaan pangan, berkaitan dengan ketersediaan vitamin, mineral,
serat, dan senyawa lain dalam pemenuhan gizi, 2) fungsi ekonomi, memiliki nilai ekonomi
yang cukup tinggi yang menjadi sumber pendapatan petani, pedagang, kalangan industri, dll,
3) fungsi kesehatan, manfaat tanaman hortikultura jenis obat-obatan berguna mencegah dan
mengobati berbagai penyakit, 4) fungsi sosial budaya, peran tanaman hortikultura jenis bunga
sebagai salah satu unsur keindahan atau kenyamanan lingkungan. Budidaya yang dilakukan
oleh kelompok 9 yaitu tanaman hortikultura jenis sayuran, khususnya bayam dan kangkung.
Dalam bercocok tanam, terdapat beberapa pola tanam yaitu: monokultur, polikultur
(tumpangsari), dan rotasi tanaman. Monokultur adalah salah satu cara budidaya di lahan
pertanian dengan menanam satu jenis tanaman pada satu area lahan. Polikultur (tumpangsari)
adalah cara budidaya pertanian dengan berbagai jenis tanaman pada lahan yang sama. Rotasi
tanaman adalah penanaman berbagai jenis tanaman secara bergiliran di satu lahan. Tanaman
bayam dan kangkung kita tanam menggunakan pola monokultur, karena bayam dan
kangkung di tanam pada lahan yang berbeda dengan luas masing-masing 500 m2. Penanaman
secara tunggal atau monokultur mempunyai keuntungan tersendiri seperti mampu
menghasilkan panen dalam jumlah yang besar dengan satu komoditas atau jenis, karena
mampu memaksimalkan hasil pertumbuhan serta tidak memberi kesempatan persaingan
dengan tanaman lain.
Dalam pertanian pengelolaan/manajemen pertanian sangatlah penting untuk dilakukan
usaha tani yang dilakukan dalam bidang pertanian tersebut akan mendapatkan hasil yang
maksimal. Manajemen pertanian adalah bagaimana cara merencanakan suatu usaha tani yang
akan dilakukan, biaya yang dibutuhkan, menorganisasikan tenaga kerja yang dibutuhkan,
memberi pengarahan kepada tenaga kerja tentang apa yang harus dilakukan,
menkoordinasikan hal-hal apa saja yang menjadi tantangan dalam melakukan kegiatan
pertanian tersebut serta mengawasi tenaga kerja dan produksi sehingga mencapai tujuan,
dalam hal ini adalah mendapatkan laba ataupun profit bagi produsen tersebut

Model pertanian terpadu sesuai gambar diatas yaitu tanaman-ternak-ikan. Tanaman


yang akan ditanam di lahan seluas 1.000 m2 adalah bayam dan kangkung dengan pola
tanamnya monokultur, masing-masing akan di tanam dalam lahan seluas 500 m2 dengan
masa tanamnya 40 hari. Dalam perawatannya bayam dan kangkung menggunakan pestisida
dan pemupukan dengan pupuk kandang yang berasal dari ternak sapi potong. Ternak yang
dilakukan untuk menghasilkan pupuk kandang yaitu 2 ekor sapi dengan produksi
limbah/feses per hari ±10 kg. Namun pupuk kandang tidak bisa langsung digunakan karena
kotoran sapi harus didiamkan ±1 minggu sampai matang dan jadi pupuk kandang. Jadi
sebelum pupuk kandang bisa digunakan sementara petani akan membeli pupuk kandang.
Pengairan untuk lahan pertaniannya menggunakan air sungai. Karena kangkung dan bayam
membutuhkan banyak air, maka lahan harus diairi pagi dan sore hari tapi jika sudah musim
hujan tidak usah diari cukup air hujan saja.
Setelah proses panen yg menghasilkan masing-masing ±5.500 ikat bayam dan
kangkung disisakan 100 ikat bayam untuk diolah sebagai makanan ringan yaitu kripik bayam,
namun karena panen bayam setiap 40 hari sekali maka produksi kripik bayam hanya 1 kali
sesuai masa panen bayam. Karena tempat produksinya dekat dengan pasar maka proses
pemasarannya yaitu dengan dititipkan di toko yang ada di pasar. Limbah dari panen
pertaniannya bisa digunakan untuk makan sapi, namun karena limbah hanya ada 40 hari
sekali maka untuk sehari-hari sapi makan dengan membeli rumput. Untuk budidaya ikannya
menggunakan ikan nila dengan 2 kolam terpal berukuran 4×6 meter. Ikan dibagi dalam 2
kolam agar tidak terlalu penuh sehingga pertumbuhan ikan bisa maksimal dan juga
menghindari resiko kematian ikan. Pengairan ikan dilakukan sengan menggunakan air bersih
dan juga air sungai namun harus di cek terlebih dahulu pH airnya. Air kolam yang bagus
untuk budidaya ikan nila harus memiliki pH 7-8 dan juga kebersihan kolam harus selalu
terjaga.
Bayam dan kangkung merupakan tanaman yang mempunyai pasar yang cukup baik,
banyak diusahakan masyarakat, teknis budidaya sudah dikuasai, dan siklus produksinya
pendek. Siklus produksi bayam dan kangkung yaitu 40 hari. Siklus produksi yang pendek ini
memungkinkan petani segera memperoleh pendapatan dan dapat mengatur jadwal tanam dan
panen harian. Usaha bayam dan kangkung pada lahan 1000 m2 bernilai layak ekonomis,
namun memiliki ketergantungan penuh pada penyediaan pupuk kandang. Ternak sapi
memiliki nilai ekonomis namun apabila tidak dipadukan dengan pertanian maka produksi
pupuk kandang tidak termanfaatkan. Untuk itu pola pertanian terpadu perlu diusahakan
keberlanjutannya. Sapi potong dapat diberi pakan dari limbah pertanian, menghasilkan pupuk
kandang, dan menjadi sumber biogas. Pupuk kandang sebanyak 40 ton ha-1 dari sapi potong
dapat menyumbang 260 kg N, 60 kg P, dan 120 kg K per hektar. Pupuk kandang sapi potong
mengandung 0,65% N, 0,15% P dan 0,30% K. Hara makro tersebut dapat mencukupi bagi
tanaman. Limbah ternak juga bisa untuk proses produksi akuakultur, terpadu ikan-ternak dan
ikan-tanaman-ternak.
Adapun tahap-tahap dalam melakukan budidaya tanaman bayam dan kangkung yaitu:
1. Persiapan Lahan
Pengolahan lahan dalam menanam bayam yang pertama yaitu haluskan tanah dan
buat bedengan. Lebar bedengan satu meter dan tinggi 20-30 cm sedangkan panjangnya
mengikuti kondisi lahan. Jarak antar bedengan 30 cm. Sebaiknya bedengan membujur dari
timur ke barat untukmendapatkan pencahayaan yang maksimal. Pada budidaya kangkung
darat tanah harus diolah dengan dicangkul agar gembur kemudian buat bedengan dengan
lebar satu meter dan panjang menyesuaikan dengan petak lahan. Jarak antar bedengan 30-40
cm, fungsinya sebagai saluran drainase dan jalan untuk pemeliharaan dan pemanenan.
2. Persiapan Benih
Benih untuk budidaya bayam disiapkan melalui perbanyakan biji. Benih diambil dari
tanaman bayam yang dipelihara hingga tua berumur sekitar 3 bulan. Apabila tanaman masih
muda sudah diambil bijinya, daya simpan benih tidak lama dan tingkat perkecambahan
rendah. Benih bayam yang baik bisa disimpan hingga umur satu tahun. Benih untuk budidaya
kangkung darat yang baik adalah benih yang daya tahan tumbuhnya lebih dari 95% dan
tumbuhnya tegak setidaknya hingga umur 8 minggu. Usahakan jangan menggunakan benih
yang telah disimpan lebih dari satu tahun. Karena produktivitasnya akan menurun.
3. Penanaman
Teknik penanaman bayam dan kangkung sama. Karena benih bayam dan kangkung
berukuran sangat kecil, maka dalam proses penanamannya biasanya benih ditebar dengan
tangan atau saringan. Usahakan benih menyebar dengan baik. Kepadatan tebar benih adalah
0,5-1 gram per meter persegi. Agar penebaran benih merata, kita juga bisa mencampurkan
benih dengan tanah atau kompos lalu ditebar diatas bedengan.
4. Pemeliharaan Tanaman
4.1 Penyiangan
Penyiangan dilakukan bila terdapat rumput liar (tanaman pengganggu). Penyiangan
dilakukan setiap 2 minggu.
4.2 Pemupukan
Untuk budidaya bayam dan kangkung bisa dilakukan sebanyak 2 kali. Yang pertama
pada saat persiapan lahan yaitu dengan ditaburkan diatas bedengan atau dengan ditaburkan
diatas bedengan yang sudah digali lalu ditutp kembali dengan tanah. Pupuk bisa
menggunakan pupuk kandang yang telah matang atau pupuk kompos. Pupuk kandang lebih
praktis karena tidak perlu menyiapkannya secara intensif, cukup mendiamkannya hingga
kering sebelum digunakan. Pupuk susulan yaitu dengan ditebarkan diatas bedengan kira-kira
10 ton per hektar kemudian diamkan selama 2-3 hari.
4.3 Pengairan
Selama tidak ada hujan, perlu dilakukan penyiraman. Penyiraman gunanya untuk
mencegah tanaman kangkung dan bayam terhadap kekeringan. Penyiraman dilakukan dua
kali sehari yaitu pagi dan sore hari.
5. Pengendalian Hama dan Penyakit
Hama yang banyak menyerang tanaman kangkung dan bayam umumnya sama dan
relatif tidak ganas yaitu belalang, siput, dan ulat daun. Sedangkan penyakit yang biasa
menyerang tanaman kangkung dan bayam yaitu karat putih. Untuk memberantas hama dan
penyakit digunakan pestisida dan disemprotkan pada tanaman. Pada waktu membasmi hama
sebaiknya lahan dikeringkan terlebih dahulu selama 4-5 hari. Krmudian diairi kembali.
6. Panen
Budidaya bayam dan kangkung bisa dipanen mulai 20 hari setelah tanam ada juga 1-
1,5 bulan setelah tanam atau saat tinggi tanaman sekitar 20-25 cm. Pada tanaman kangkung
pemanenan dilakukan dengan cara mencabutnya sampai akar, kemudian dicuci dalam air.
Sedangkan pada bayam potong biasanya dipanen dengan menggunakaan gunting tangan.
Waktu yang ideal untuk panen adalah pagi hari untuk menghindari paparan sinar matahari
yang berlebihan dan pada saat proses panen lahan harus dalam keadaan basah tapi tidak
berair (lembab). Setelah panen bayam dapat disimpan pada tempat yang tepat sebelum
dipasarkan.
7. Pasca Panen
Daun bayam dan kangkung yang sudah dipanen dibersihkan menggunakan air untuk
menghilangkan tanah atau hama yang masih menempel. Tidak semua bayam dan kangkung
layak dipasarkan untuk itu perlu disortir atau dipilah terlebih dahulu. Daun bayam dan
kangkung yang sudah disortir selanjutnya dikemas dalam ikatan-ikatan. Untuk pasar
tradisional biasanya bayam dan kangkung diikat menggunakan tali bambu, sedangkan untuk
supermarket ikatannya menggunakan plastik isolasi. Dalam satu ikatan biasanya terdiri dari
5-10 tangkai daun dengan berat per ikatnya 100-250 gram. Ikatan tersebut selanjutnya
dimasukkan ke dalam keranjang bambu atau keranjang plastik untuk segera diangkat. Dalam
pemasarannya bayam dan kangkung bisa dengan cara menjualnya ke pasar, rumah makan,
restoran atau hotel, juga dapat memasarkannya ke supermarket.

Negara Indonesia memiliki iklim tropis yang selain cocok untuk budidaya sayuran
juga sangat cocok digunakan untuk beternak sapi, yang membuat bisnis budidaya ternak sapi
potong itu sendiri menjadi salah satu peluang bisnis yang cukup menjanjikan untuk
dijalankan. Keperluan masyarakat indonesia terhadap daging sapi sangatlah tinggi namun
peternak lokal belum bisa memenuhinya secara baik, sehingga hal tersebut justru membuat
harga daging sapi melambung tinggi. Bahkan pasalnya harga daging sapi di Indonesai
termasuk yang paling mahal se-negara ASEAN yakni mencapai Rp. 120.000 per kilo nya.
Berikut langkah-langkah dalam budidaya ternak sapi potong:
1. Pemilihan Bibit Sapi
Umur bibit sapi yang digunakan yaitu berkisar dari 2-3 tahun. Sapi berusia 2 tahun
akan ditandai dengan gigi power sebanyak 4 biji. Sapi dengan usia tersebut akan memiliki
potensi lebih tinggi untuk menambah bobot badannya. Selain itu usia juga tidak terlalu muda
ataupun terlalu tua sehingga bagus untuk dibudidayakan. Pilihlah sapi jantan karena sapi
jantan memiliki bobot badan yang lebih besar dibandingkan betina. Ukuran sapi yang ideal
untuk penggemukan yaitu 170 cm dengan tinggi pundak normal sekitar 135 dan berat sapi
minimal 200 kg.
2. Penggemukan Sapi
Ada berbagai faktor yang bisa mempengaruhi cara penggemukan sapi, seperti mulai
dari luas kandang, pemberian pakan, hingga usia. Proses penggemukan sapi caranya adalah
sebagai berikut:
• Sapi dimasukkan ke kandang.
• Pemberian pakan dan air minum tidak dibatasi.
• Pakan yaitu hijauan dan konsentrat.
• Sapi tidak dipekerjakan.
• Pemberian obat-obatan pada sapi akan meningkatkan nafsu makan dan daya tahan
tubuh.
• Jangka waktu penggemukan dilakukan ±180 hari.
3. Pemberian Pakan
Hijauan merupakan makanan pokok bagi sapi, yangb biasanya terdiri dari dedaunan,
rerumputan, dan kacang-kacangan. Harus diingat bahwa setiap hari sapi membutuhkan
setidaknya 10%-12% pakan hijauan dan 1%-2% pakan tambahan. Pemberian pakan hijauan
dilakukan sebanyak 3 kali sehari dan pakan tambahan diberikan sebelum memberi pakan
hijauan. Selain itu, jangan lupa untuk memberikan suplemen kepada sapi demi menyumbang
penambahan berat badan.
4. Kandang
Pembuatan kandang untuk tujuan penggemukan biasanya berbentuk tunggal apabila
kapasitas ternak yang dipelihara hanya sedikit. Lantai kandang harus diusahakan tetap bersih
guna mencegah penyakit. Lantai tersebut terbuat dari tanah padat atau semen dan mudah
dibersihkan dari kotoran sapi. Sebelum membuat kandang sebaiknya diperhitungkan lebih
dulu jumlah sapi yang akan dipelihara. Ukuran kandang untuk seekor sapi sekitar 1,5×2 m.
Atau 2,5×2 m. Terdapat 3 tipe kandang sapi, yaitu kandang sapi dengan dinding terbuka,
setengah terbuka, dan kandang sapi tertutup. Biasanya, kandang sapi terbuka dan setengah
terbuka diterapkan dilokasi dataran rendah yang panas namun dengan tiupan angin yang tidak
terlalu kencang. Sedangkan kandang dengan dinding tertutup seringkali diterapkan di daerah
dingin dan berangin atau kandang yang diperuntukkan bagi anakan sapi. Hal yang perlu
diperhatikan dalam persiapan kandang sapi yaitu:
• Tempat pakan dan minum, yang sebaiknya terbuat dari bahan yang tidak melukai
seperti kayu atau tembok.
• Tempat tambat, yang merupakan tiang atau penyangga untuk mengikat sapi agar tidak
terlalu banyak bergerak.
• Peralatan kandang, seperti sekop, sapu lidi, garu, selang, sikat, dan tali.
5. Pemeliharaan Kandang
Kotoran ditimbun ditempat lain agar mengalami fermentasi (±1 minggu) dan berubah
menjadi pupuk kandang yang sudah matang dan baik. Kandang sapi tidak boleh tertutup rapat
agar sirkulasi udara didalamnya berjalan lancar.
6. Pengendalian Hama dan Penyakit
• Menjaga kebersihan kandang beserta peralatannya dan juga memandikan sapi.
• Jika sapi yang diternak banyak, sapi yang sakit dipisahkan dengan sapi yang sehat dan
segera lakukan pengobatan.
• Mengusahakan lantai kandang selalu kering.
• Memeriksa kesehatan sapi secara teratur.
7. Panen
Sebelum ternak dijual perlu diperhatikan pakan ternak, perawatan atau pengobatan
ternak dan tenaga kerja ternak. Pemberian pakan harus diperhatikan agar mendapatkan
penambahan bobot yang maksimal dan daging yang berkualitas. Sapi yang terserang penyakit
segera dilakukan pengobatan agar tidak terjadi penurunan bobot dan harga. Pada saat proses
pengangkutan sapi, truk diberi alas jerami setebal 10 cm dan diberi sekat atau pemisah dari
bambu yang cukup kuat untuk menghindari sapi dari luka atau terpeleset. Pada saat
identifikasi sapi atau cap bakar supaya diberikan pada bagian sapi yang nantinya tidak
berakibat menurunkan kualitas kulit.
8. Pasca Panen
a) Stoving
Agar diperoleh hasil pemotongan yang baik, ada beberapa prinsip teknis
dalam pemotongan sapi yang harus diperhatikan yaitu, sapi harus diistirahatkan
sebelum pemotongan, sapi harus bersih dari kotoran yang dapat mencemari daging,
pemotongan ternak harus dilakukan secepat mungkin dan rasa sakit yang diderita
ternak diusahakan sekecil mungkin.
b) Pengulitan
Setelah sapi disembelih dilakukan pengulitan dengan menggunakan pisau
tumpul atau kikir agar kulit tidak rusak. Kulit sapi dibersihkan dari daging, lemak,
noda darah atau kotoran yang menempel. Jika sudah bersih kulit sapi dijemur dalam
keadaan terbentang.
c) Pengeluaran Jeroan
Setelah sapi dikuliti, isi perut atau yang sering disebut dengan jeroan
dikeluarkan dengan cara menyayat karkas (daging) pada bagian perut sapi
d) Pemotongan karkas
Pemotongan dilakukan dengan membelah karkas menjadi 2 bagian yaitu
karkas tubuh bagian kiri dan karkas tubuh bagian kanan. Karkas dipotong-potong
menjadi sub bagian leher, paha depan, paha belakang rusuk dan punggung. Potongan
tersebut dipisahkan menjadi komponen daging, lemak, tulang, dan tendon. Daging
dari karkas memiliki beberapa golongan kualitas. Daging kualitas pertama yaitu
bagian paha (round) ±20%, kualitas kedua daging bagian pinggang (loin) ±17%,
daging kualitas tiga yaitu bagian punggung dan tulang rusuk (rib) ±9%, daging
kualitas empat bagian bahu (chuck) ±26%, kualitas kelima bagian dada (brisk) ±5%,
kualitas keenam bagian perut (frank) ±4%, kualitas ketujuh daging daerah rusuk
bagian bawah sampai berut bagian bawah (plate&suet) ±11%, dan kualitas delapan
daging bagian kaki depan (foreshank) ±2,1%.

Budidaya ikan nila memang merupakan salah satu usaha yang diminati oleh banyak
orang. Bisnis ini tidak ada matinya mengingat kebutuhan ikan di Indonesia yang tidak pernah
surut. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam budidaya ikan nila yaitu:
1. Pembuatan Media Budidaya Ikan Nila
Setelah memilik lokasi yang sesuai yaitu lokasi yang memiliki penyinaran yang baik
dan tidak ditumbuhi rumput liar atau pohon yang bisa menghambat pembuatan kolam terpal,
selanjutnya adalah pembuatan kolam terpal. Suhu optimal bagi pertumbuhan ikan nila
berkisar 25-30°C dengan pH air 7-8.
2. Pemilihan Bibit untuk Budidaya Ikan Nila
Sebenarnya ada 2 cara untuk mendapatkan bibit ikan nila. Yang pertama adalah
dengan mendapatkannya langsung dari indukan nila dan yang kedua adalah dengan
membelinya langsung di pasar atau tempat menjual bibit ikan lainnya. Cara kedua adalah cara
yang lebih praktis. Budidaya ikan nila secara monosex (berkelamin sama) lebih produktif
dibanding campuran. Karena ikan nila mempunyai sifat gampang melakukan perkawinan
sehingga bila dilakukan secara campuran energi ikan akan habis untuk melakukan
perkawinan dan pertumbuhan bobot ikan sedikit terhambat. Ciri-ciri untuk memilih bibit ikan
nila yang berkualitas yaitu, pastikan bibit berukuran ±10 cm dan dengan warna belang yang
terlihat jelas serta geraknya yang lincah dan fisiknya tidak terdapat cacat.
3. Penyebaran Bibit
Walaupun ikan nila merupakan ikan yang memiliki daya tahan yang kuat, proses
penebaran benihnya tetap tidak boleh sembarangan. Pertama yang dilakukan yaitu
menyiapkan wadah seperti ember dan masukkan air bersih hingga memenuhi setengah
embernya. Kemudian masukkan bibit ikan nila ke dalam wadah dan tunggu hingga ±10
menit, lalu penuhi wadah dengan air kolam dan tunggu lagi hingga ±5 menit. Proses ini
dilakukan agar ikan nila tidak stres. Terakhir sebarkan bibit dengan perlahan ke dalam kolam
terpal. Akan lebih baik jika dalam satu kolam terpal dibatasi jumlahnya, untuk itu kami
membagi ikan dalam 2 kolam terpal berukuran 2×4×1 meter agar tidak terlalu penuh.
4. Perawatan
a) Pengelolaan Air
Bila kandungan oksigen dalam kolam menurun, pederas sirkulasi air dengan
memperbesar aliran debit air. Bila kolam sudah banyak mengandung NH3 dan H2S
yang ditandai dengan bau busuk, segera lakukan pergantian air. Caranya dengan
mengeluarkan air kotor sebanyak 1/3 dari kolam, kemudian tambahkan air baru.
b) Pemberian Pakan
Hal yang harus dilakukan dengan baik hingga masa panen tiba adalah
memberi pakan secara teratur serta menjaga kebersihan kolam. Ikan nila harus diberi
makan setidaknya 2 atau 3 kali sehari. Pilih pakan dengan kandungan protein,
karbohidrat, lemak, mineral, dan vitamin. Selain itu nila juga dapat diberi makan
dengan siput sawah atau sayuran yang sudah dipotong kecil-kecil.
5. Panen
Setelah 6 bulan, ikan nila akan mencapai berat idealnya yaitu sekitar 300 gram yang
artinya ikan sudah siap dipanen. Panen dilakukan dengan cara mengeringkan kolam hingga
ketinggian air tinggal 10 cm. Pemanenan hendaknya dilakukan pada pagi hari saat keadaan
tidak panas. Agar ikan nila tidak tersakiti kita harus melakukan pemanenan dengan
melakukan penjaringan. Penjaringan dapat dilakukan dengan menggunakan jaring ikan yang
berukuran lebih besar lalu ditempatkan dalam wadah berupa ember plastik, drum plastik atau
sterofoam. Penjaringan akan membuat ikan nila tidak mengalami stres pada saat ditangkap.
6. Pasca Panen
Penanganan ikan hidup dalam pengemasan dan pengangkutan pada jenis ikan nila
sebaiknya tidak menggunakan air yang berasal dari kolam pembudidayaan, yang artinya air
yang digunakan untuk melakukan pengangkutan haruslah air yang bersih. Dan bersuhu
rendah sekitar 20°C dan usahakan dalam satu wadah jumlah ikannya tidak terlalu padat.
Penanganan ikan nila segar sebelum dikemas ikan harus dicuci terlebih dahulu agar
bersih dari lendir. Wadah pengangkut harus bersih dan tertutup. Untuk pengangkutan jarak
dekat dapat menggunakan keranjang yang dilapisi daun pisang atau plastik. Untuk
pengangkutan jarak jauh menggunakan kotak yang ada tutupnya. Ikan diletakkan dalam kotak
dengan diberi es dengan suhu 6-7°C. Gunakan es berupa potongan kecil-kecil dengan
perbandingan jumlah es dan ikan 1:1. Dasar kotak dilapisi es setebal 4-5 cm kemudian susun
ikan diatas lapisan es dengan tebal 5-10 cm lalu disusun lagi dengan es dan seterusnya.
Antara ikan dengan dinding kotak diberi es, demikian juga antara ikan dengan penutupnya.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan model yang disusun dapat menerapkan sistem pertanian terpadu
tanaman-ternak-ikan pada lahan seluas 2.000 m2 yang layak secara ekonomis dan ekologis.
Tanaman yang bisa dipilih adalah bayam dan kangkung dan diusahakan terpadu dengan
ternak sapi potong dan juga ikan nila. Pola usaha tani terpadu mampu meningkatkan
pendapatan petani dari hortikultura perperiode tanam bayam Rp 2.057.000 dan kangkung Rp
2.107.000, dari usaha ternak sapi potong 2 ekor Rp 20.130.000, dari budidaya ikan nila Rp
19.673.000, dan dari usaha kripik singkong 1 kali produksi Rp 718.000.

5.2 Saran
Kangkung dan bayam merupakan tanaman yang sang butuh air, untuk itu jika
penanaman dilakukan pada musim hujan tidak perlu dilakukan pengairan namun jika pada
musim kemarau harus sering dialiri air atau minimal disiram 2 kali yaitu pada pagi dan sore
hari.
DAFTAR PUSTAKA

Bagas, A; Tarmisi; Uthruva, T. 2015. Sistem Pertanian Terpadu. www.academia.edu


/8621874/sistempertanianterpadu.
De Boer, A.J. and D.E Welsch. 1977. Constraints on cattle and buffalo production in a
Northern Thai Village. In R.D. Stevens (Ed). Tradition and Dynamics in Small-
Farm Agriculture, Economic Studies in Asia.Africa and Latin America. The love
State University Press, Ames.
Ginting, S.P. 1991. Keterpaduan ternak ruminansia dengan perkebunan: 2. Pola pemeliharaan
dan produksi ternak. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian X(1): 9-12.
Hamdani. 2008. Sistem Pertanian Terpadu untuk Meningkatkan Produktivitas Lahan dan
Kesejahteraan Petani. Makalah Workshop Teknologi untuk Masyarakat.
Kariyasa, K. 2005. Sistem Integrasi Tanaman Ternak dalam Perspektif Reorientasi Kebijakan
Subsidi Pupuk dan Peningkatan Pendapatan Petani. Analisis Kebijakan Pangan.
Vol.3. No.1 Maret 2005. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi
Pertanian. Badan Litbang Pertanian Jakarta.
Kusnadi, U. 2007. Inovasi Teknologi Peternakan dalam Sistem Integrasi Tanaman dan
Ternak (SITT) untuk Menunjang Swasembada Daging Tahun 2010. Orasi
Pengukuhan Profesor. Riset Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Levine, N.D. 1990. Text Book of Veterinary Parasitologi. G. Ashadi (penerjemah). Buku
Pelajaran Parasitologi Veteriner. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. P:
147-150, 420-424, 521.
Nelson, P. 1978. Greenhouse: Operation and Management. Virginia: Reston Publishing
Company, inc.
Preston, T.R. 2000. Livestock Production from Local Resources in an Integrated Farming
System; a Sustainable Alternative for the benefit of small Scale Farmers and the
Environment. Workshop-seminar “Making better use of local feed resources”
SAREC-UAF, January, 2000.
Supangkat, G. 2009. Sistem Usaha Tani Terpadu, Keunggulan dan Pengembangannya.
Workshop Pengembangan Sistem Pertanian Terpadu. Dinas Pertanian Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta, tanggal 14 Desember 2009.
Waton, S. 2006. Penerapan Sistem Pertanian Terpadu. www.watonsinau.work/2016/02/
penerapansistem-pertanian-terpadu-html.

Anda mungkin juga menyukai