Anda di halaman 1dari 25

BAB 2

DASAR TEORI

2.1 Modulasi Multicarrier


Multicarrier Modulation (MCM) adalah sebuah teknik transmisi data yang
aliran datanya dibagi menjadi beberapa aliran yang paralel, masing-masingnya
memiliki bitrate yang lebih rendah [1]. Ilustrasi pembagian tersebut dapat dilihat
pada Gambar 2.1. Teknik modulasi ini sesuai untuk transmisi pada kanal yang
bersifat frequency selective karena respon tiap-tiap subcarrier dapat dianggap flat.
Dengan respon subcarrier yang flat tersebut Intersymbol Interference (ISI) dapat
dihindari.

Gambar 2.1 Carrier dibagi menjadi beberapa subcarrier

Bila bandwidth keseluruhan adalah W, maka bandwidth masing-masing


W
subcarrier adalah ∆f = N di mana N adalah jumlah subcarrier yang digunakan.

Setiap subcarrier diasosiasikan dengan frekuensi carrier fi yang merupakan


frekuensi tengah dari subcarrier ke-i yang diberikan sebagai berikut
f i = f o + (i − 1) ∆f , i =1,..., N (2.1)

Orthogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM) adalah satu jenis


skema MCM yang antara subcarrier yang satu dengan yang subcarrier lainnya
saling overlap. Spektrum frekuensi OFDM dapat dilihat pada Gambar 2.1. Secara
matematis, keorthogonalan OFDM dapat dijelaskan sebagai berikut. Misalkan

4
fungsi ϕm(t) adalah subcarrier ke-m dan ϕn(t) adalah subcarrier ke-n . Kedua
subcarrier ini dikatakan saling orthogonal satu sama lain pada interval a < t < b
jika memenuhi kondisi:


a
b
ϕm (t )* ϕn (t ) dt = 0 (2.2)

0.8

0.6
Amplituda

0.4

0.2

-0.2

-0.4
-15 -10 -5 0 5 10 15

Frekuensi
Gambar 2.2 Spektrum Frekuensi OFDM
Perbandingan antara SCM, MCM, dan OFDM dapat dilihat pada Gambar
2.3

Gambar 2.3 Perbandingan antara SCM, MCM dan OFDM [1]

5
Beberapa contoh penggunaan OFDM adalah sebagai berikut:
• Akses broadband ADSL via kabel tembaga POTS.
• Power Line Communication (PLC).
• Antarmuka radio wireless LAN IEEE 802.11a, IEEE 802.11g, IEEE
802.11n dan HIPERLAN/2.
• Sistem TV terestrial DVB-T.
• WiMax.

2.2 Garis Besar Sistem OFDM


Secara umum, sistem OFDM yang digunakan pada penelitian ini
adalah seperti pada gambar di bawah ini.
X (n) x (k )
s (k )

r(k )
X (n) Y (n) y (k )

Gambar 2.4 Sistem OFDM berbasis Discrete Fourier Transform

Konsep OFDM adalah membagi aliran bit data input ke dalam beberapa
N aliran simbol, masing-masing dengan kecepatan simbol sebesar
1
. Jika sebuah sistem OFDM memiliki N subcarrier, kecepatan simbol pada
Ts
masing-masing subcarrier dapat berkurang dengan faktor N relatif terhadap
kecepatan simbol pada sistem satu carrier yang menggunakan keseluruhan
bandwidth W dan transmisi data pada kecepatan sama dengan sistem OFDM.
Jika skema modulasi yang digunakan pada subcarrier ke-i dapat

mengakomodasi ki bit per simbol, dan antar-subcarrier berjarak 1 Hz,


Ts

6
dengan Ts , adalah durasi simbol, maka Tofdm , durasi simbol sistem OFDM

adalah

T s = NTofdm (2.3)

Dengan memilih N yang cukup besar, durasi simbol Ts dapat dibuat lebih
besar daripada durasi dispersi kanal.
Misalkan X ( k) adalah deretan simbol yang digunakan untuk
memodulasi N subcarrier secara simultan. Dari persamaan (2.1) didapatkan

k −1
fk = f0+ Hz , k = 1, ..., N −1 (2.4)
Ts

Misalkan T ' = T s +δ denganTs adalah durasi simbol dari subcarrier dan


δ adalah guard interval, yang diasumsikan muncul pada awal periode simbol
untuk menghilangkan ISI.

N −1 j 2πit
x(t) = 1 ∑X (i)e Ts , 0 ≤ t ≤ T s +δ (2.5)
N i=0

Variabel waktu disampel t = kTofdm sehingga

N −1 j 2πikTofdm
x(kTofdm) = 1 ∑X (i)e Ts (2.6)
N i=0

Ts 1
Karena = , misalkan x ( k ) = x ( kTofdm) , maka
Tofdm N

N −1 j 2πik
x(k) = 1 ∑X (i)e N (2.7)
N i=0

7
dengan persamaan (2.7) merupakan Inverse Discrete Fourier Transform
(IDFT). Sinyal-sinyal x ( k) dibangkitkan dengan menggunakan IDFT. IDFT ini
merupakan komponen terpenting dari sistem OFDM. IDFT dilakukan di
transmitter sedangkan di receiver kita lakukan kebalikannya yaitu DFT .

Gambar 2.5 Teknik modulasi OFDM dapat dilakukan dengan IDFT di transmitter

8
x ( k) →⊗→∑ N − 1
k = 0 →X (0)
e-j(0)k
x ( k) →⊗→ ∑ k N = − 01 →X (1)

e− j( N )k
x ( k) →⊗→ ∑ k N = − 01 →X (2)

− j( 2π(2))k
e N

:
:
:

x ( k) →⊗→∑ N − 1
k = 0 →X ( N −1)
− j( 2π(Ν−1) )k
N
e

Gambar 2.6 Teknik demodulasi OFDM dapat dilakukan dengan DFT di receiver

2.2.1 Convolutional Coding dan Viterbi Decoding

Gambar 2.7 Convolution coding [2]

Convolutional coding merupakan suatu teknik forward error


correction. Di antara beberapa teknik channel coding, convolutional coding
merupakan teknik yang paling banyak mendapat perhatian serta baik untuk
pengimplementasian modulasi. Convolutional coding sering digunakan pada
sistem ketika SNR sistem rendah. Kode tersebut meningkatkan kinerja sistem

9
dengan menambahkan bit-bit yang redundan pada data informasi sumber.
Pemilihan convolution code tergantung pada aplikasi yang digunakan.
Ada beberapa teknik untuk mendekodekan convolution code. Viterbi
decoder merupakan salah satu metode yang paling populer dan banyak
digunakan untuk mendekodekan aliran bit-bit yang dikodekan oleh convolution
encoder. Pendekodean ini memaksimalkan peluang kebenaran, yaitu dengan
meminimalkan peluang error dari deretan bit informasi.

2.2.2 Interleaving dan Deinterleaving


Kebanyakan teknik coding mengoreksi error pada transmisi bit-bit
informasi melalui kanal AWGN. Bit-bit yang ditransmisikan dipengaruhi
secara acak oleh derau, sehingga bit-bit yang error muncul pada posisi yang
sebarang. Akan tetapi terdapat banyak kasus di mana interferensi dapat
menyebabkan burst error. Salah satu contoh adalah petir atau gangguan listrik
yang dibuat manusia. Salah satu contoh penting lainnya adalah pada kanal
komunikasi seperti kanal fading yang dapat menyebabkan burst error. Fading
disebabkan oleh kanal multipath yang time-invariant yang membuat SNR dari
sinyal yang diterima jatuh dibawah batas tertentu sehingga merusak sejumlah
subcarrier. Kerusakan yang terjadi menyebabkan banyak blok bit-bit yang
error di receiver. Pada umumnya, kode-kode yang didesain untuk mengoreksi
bit-bit error secara statistik tidak efektif dalam mengoreksi burst error.
Interleaving merupakan teknik yang sangat efektif dalam menangani
masalah burst error. Di transmitter, bit-bit data yang telah dikodekan di-
interleave berdasarkan pola tertentu. Di receiver operasi deinterleaving
dilakukan untuk mengembalikan urutan data. Dengan interleaving, burst error
disebar ke posisi yang acak dan ditransformasikan ke random error. Random
error ini dapat dikoreksi secara efektif dengan kode-kode yang didesain untuk
error yang secara statistik independen.

10
Gambar 2.8 Interleaving [2]

2.2.3 Mapping dan Demapping


Setelah coding dan interleaving, deretan bit kemudian di-mapping
dengan skema mapping tertentu. Di transmitter dilakukan mapping sedangkan
di receiver dilakukan demapping. Skema mapping dapat berupa BPSK, QPSK,
QAM-16 atau QAM-64.

2.2.4 IFFT dan FFT


IFFT-FFT merupakan bagian paling penting dalam suatu Sistem
OFDM. FFT merupakan cara paling efisien untuk menghitung Discrete Fourier
Transform (DFT) untuk mencari spektrum sinyal. Berikut ini dijelaskan
perbandingan antara DFT-IDFT dengan FFT-IFFT

DFT-IDFT
DFT dari N-point deretan x ( k) , 0 ≤ k ≤ N – 1 dapat dihitung sebagai
berikut:
N −1

X (n ) = ∑x ( k )WNkn , n = 0,1,..., N −1 (2.8)


k =0

X ( n) menyatakan sampel spektral diskrit ke – n dan WN didefinisikan

sebagai:

−j
Ν
WN = e (2.9)
sehingga twiddle factor WNkn dapat ditulis sebagai

11

−j
W kn = e Ν kn (2.10)
N

IDFT dari N-point deretan X ( n) , 0 ≤ n ≤ N – 1 didefinisikan sebagai:


N −1

x(k)=
1
∑X (n )WN−kn , k = 0,1,..., N −1 (2.11)
N n=0
Deretan x ( k) berisi N sampel dalam domain waktu sedangkan X ( n) berisi N
sampel dalam domain frekuensi. Titik pencuplikan pada domain frekuensi
terjadi pada N frekuensi yang berjarak sama yaitu

w = 2 π n, n = 0,1,..., N −1. Dengan titik-titik pencuplikan ini, X ( n)


n Ν
merupakan representasi yang unik dari x ( k) pada domain frekuensi.
Dari rumus di atas dapat dilihat bahwa W kn periodik dengan periode N
N

yaitu:
W ( k + mN )( n +lN ) = W kn ,m, l = 0, ±1 (2.12)
N N

sehingga kita dapat mengobservasi dengan mudah bahwa twiddle factor


simetris secara kebalikan seperti yang dinyatakan sebagai berikut:
N
W n+ 2 = −W n (2.13)
N N

Sifat ini dapat dijelaskan secara grafis melalui Gambar 2.9 di mana untuk N =
8 dan twiddle factor direpresentasikan dalam vektor.

Gambar 2.9 Karakteristik twiddle factor

12
Jika x ( k) merupakan deretan bernilai real, DFT-nya akan simetris. DFT
dari suatu deretan real memiliki sifat berikut:

X (0) = X *(0) (2.14)


X (N − n ) = X *(n ) , n = 1, ..., N −1 (2.15)
dengan * menyatakan konjugat kompleks. Hal ini berlaku juga untuk IDFT dari
X (n) .
Dari persamaan (2.8) dapat dilihat bahwa jika x ( k) merupakan deretan
yang kompleks, perhitungan langsung yang lengkap dari DFT N-point akan
membutuhkan (N-1)2 perkalian kompleks dan N(N-1)2 penjumlahan kompleks.

Dengan begitu dapat dilihat bahwa kompleksitas perhitungan ada pada orde N2

atau dapat dinamakan O(N2). Untuk nilai N yang sangat besar, perhitungan
DFT secara langsung akan terlalu rumit dan tidak praktis untuk implementasi
di hardware. Oleh karena itu muncul ide untuk memanfaatkan FFT.

 FFT-IFFT 
Algoritma FFT merupakan algoritma yang populer dan banyak
digunakan dalam pemrosesan sinyal digital dalam mengaplikasikan DFT yang
efektif. FFT-IFFT merupakan fitur terpenting dalam sistem komunikasi OFDM.
Algoritma FFT memiliki banyak metode dalam mengurangi waktu
komputasi yang dibutuhkan untuk mengevaluasi DFT. Ide dasar dari algoritma
FFT dapat diturunkan dari mendesimasi deretan awal ke dalam beberapa set
yang lebih kecil dalam domain waktu atau dalam domain frekuensi, kemudian
melakukan DFT pada masing-masing set. Proses desimasi berlanjut pada semua
sampel. Di antara beberapa algoritma FFT, Decimation-in-time (DIT) dan
Decimation-in-frequency (DIF) radix-2 merupakan algoritma yang paling
fundamental.
Pada algoritma FFT radix-2, panjang deretan data x ( k) dipilih sebagai

bilangan pangkat 2 yaitu N = 2p di mana p adalah integer positif. Kemudian

13
x ( k) didefinisikan dengan dua deretan sebanyak (N/2)-point x1 (k) dan x2 (k)
dengan indeks genap dan ganjil, yaitu

x (k ) = x (2k ), k = 0,1,..., N −1 (2.16)


1
2
k = 0,1,..., N −1
x (k ) = x (2k + 1), (2.17)
2
2
Kemudian DFT N-point pada persamaan (2.4) dapat diekspresikan sebagai
berikut:
N −1

X (n ) = ∑x ( k )WNkn (2.18)
k =0

( N ) −1 ( N ) −1
2 2

= ∑ x (2k )W N2 kn + ∑ x (2k +1)WNn (2 k +1) (2.19)


k =0 2 k =0 2


j
j ( 2π ) N
di mana W 2 = [e N ]2 = e 2 =W 2 persamaan di atas dapat ditulis sebagai
N N
2

berikut:
( N ) −1 ( N ) −1
2 2

X (n ) = ∑ x1 (k )W Nkn +WNn ∑
x
2 (k )WNkn (2.20)
k =0 2 k =0 2

atau
X ( n ) = X ( n ) +W n X ( n) (2.21)
1 N 2

Di sini X 1 (n) dan X 2 (n) adalah DFT (N/2)-point dari x1 (k) dan

x2 (k) , dengan begitu, DFT N-point dari X ( n) dapat didekomposisi ke dalam

dua DFT (N/2)-point yaitu X 1 (n) dan X 2 (n) , untuk 0 ≤ n ≤ (N/2) -1. Jika
DFT (N/2)–point dihitung langsung, setiap DFT (N/2)–point membutuhkan
(N/2)2 perkalian kompleks dan (N/2) penjumlahan kompleks dengan W n
N

sehingga jumlah total perkalian kompleks yang dibutuhkan untuk menghitung


X ( n) adalah 2(N/2)2 + (N/2) = (N2/2) + (N/2). Hasilnya menunjukan adanya

pengurangan perkalian kompleks dari N2 menjadi (N2 /2) + (N/2). Pada kasus
N bernilai besar, akan ada penghematan sebesar 50% perkalian kompleks.

14
Proses perhitungan DFT N-point dari deretan genap dan ganjil DFT (N/2)-point
ini dapat diulangi hingga mencapai tingkat terakhir dari perhitungan DFT 2-
point. Jumlah tingkat untuk DFT N-point radix-2 adalah p = log2 N .

N
Jumlah total perkalian kompleks berkurang dari (N-1)2 menjadi 2 log2 N .
Sebagai contoh untuk DFT 64-point perkalian kompleks berkurang dari 3969
menjadi 192, mengecil 20 kali.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa FFT sangat efisien
dalam mengevaluasi DFT. Semakin besar nilai N, perkalian kompleks pun akan
semakin banyak yang direduksi.
Berikut ini akan dijelaskan contoh penghitungan FFT 8-point
decimation-in-time yang terdiri dari 3 tingkat. Dapat dilihat dari Gambar 2.10
bahwa deretan keluaran berada dalam deretan yang berindeks normal, deretan
masukan disusun sedemikian rupa yang kita sebut sebagai bit reverse
addressing, yang dijelaskan dalam tabel.
Tabel 2.1 Bit-reverse untuk FFT 8-point

Indeks Bit awal Bit di-reverse Indeks bit reverse


0 000 000 0
1 001 100 4
2 010 010 2
3 011 110 6
4 100 001 1
5 101 101 5
6 110 011 3
7 111 111 7

15
Gambar 2.10 FFT Decimation-in-time 8-point

2.2.5 Estimasi Kanal


Estimasi kanal berfungsi untuk memberikan kompensasi untuk distorsi
fasa dan distorsi amplituda pada sinyal yang terkena dampak kanal multipath.
Pada penelitian ini, digunakan metoda estimasi kanal minimum mean square
error (MMSE) pada domain waktu [3].
Asumsi model yang digunakan:
Data from appl. Data to appl.

y(k,l) + e(k,l) Y(n,l) + e'(n,l)


y(k,l)
X(n,l) x(k,l)
Data OFDM OFDM Data
Channel h + Syncronization
processing modulation demodulation processing

e(k,l)

Channel
estimator

Gambar 2.11 Model Sistem dengan sinyal-sinyal

Pada Gambar 2.11, l adalah indeks dari frame OFDM (misal jumlah
frame l), n adalah indeks frekuensi, dan k adalah indeks waktu. Dengan asumsi
bahwa kanal tidak berubah terhadap waktu, sinyal yang diterima, pada domain
frekuensi, dapat ditulis sebagai berikut:

16
Y (n,l) = X (n,l) ⋅H (n) +e'(n,l) n = 0, 1, 2, ..., N-1, l = 0, 1,... (2.22)
dengan e'(n,l) adalah zero mean noise yang tidak tergantung terhadap waktu dan

frekuensi, yang disebabkan sifat kelinieran dari FFT.

Dari persamaan (2.22), dengan H(n) dapat dilihat sebagai suatu nilai
konstan untuk tiap subchannel n, kita dapat mengestimasi H(n) dengan
meminimumkan mean square error ε:

[
ε = E (Y (n,l) − X (n,l) ⋅ H (n)) ⋅(Y (n,l) − X (n,l) ⋅ H (n))* ]
= (H (n) − R ⋅ R −1) ⋅ R ⋅(H (n) − R ⋅ R −1)* (2.23)
YX XX XX YX XX
+ R − R ⋅R * ⋅R −1
YY YX YX XX

dengan ()* menandakan complex conjugate, E adalah operator ekspektasi, dan

R
XX [
= E X (n,l)⋅ X (n,l)* ] (2.24)

R
YY [
= E Y (n,l) ⋅Y (n,l)* ] (2.25)

R
YX [
= E Y (n,l) ⋅ X (n,l)* ] (2.26)
Proses minimisasi ini memberikan estimasi terbaik H(n) pada MMSE:

ˆ −1

H (n) = E[Y (n, l) ⋅ X (n, l) *]⋅ E[X (n, l) ⋅ X (n, l) *] (2.27)


Estimasi H(n) dapat di-approximasi dengan mengganti operator
ekspektasi menggunakan estimasi sampel terkait, sehingga dapat ditulis:

L−1

ˆ ∑Y (n, l) ⋅ X (n, l) *
l =0 ,n = 0,1,2,..., N −1 (2.28)
H (n)= L−1

∑X (n, l) ⋅ X (n, l) *
l =0

17
Pada persamaan (2.23), Y(n,l) simbol yang diterima pada tiap
subchannel dan X(n,l) adalah simbol (tidak diketahui) yang ditransmisi. Untuk
dapat melakukan estimasi, kita perlu mengetahui X(n,l).

Dalam OFDM, ada sebuah konsep yang disebut pilots. Pilots adalah
sebuah simbol yang ditransmisikan pada predefined-subchannels.

pilot symbols pilot tones scattered pilots


frequen

... ... ...


cy
e
q
u
e
n

e
q
u
e
n
c
y

c
y
r

r
f

f
...

...

...

...

...
.
.
.

... ... ...

time time time

Gambar 2.12: Tiga diagram penempatan pilot yang berbeda [3].


Gambar 2.12 menggambarkan tiga diagram penempatan pilot yang
berbeda. Tiap kolom adalah satu frame OFDM. Tiap kotak berwarna hitam
merupakan pilot simbol (diketahui) dan tiap kotak berwarna putih merupakan
simbol informasi (tidak diketahui). Pada bentuk yang pertama, pilot symbols
menyerupai training sequences. Satu frame terdiri dari kumpulan data yang
diketahui. Pilot symbols memberikan estimasi kanal pada semua subchannel
(misal pada semua frekuensi). Estimasi tetap dijaga sampai pilot frame
berikutnya ditransmisikan. Pada bentuk kedua, pilot tones menggunakan
beberapa subchannels untuk mentransmisikan informasi yang telah diketahui.

18
Sisi penerima mengukur pelemahan pada pilot subchannels, kemudian
menggunakan informasi ini untuk mengestimasi (melakukan interpolasi)
terhadap pelemahan (complex-value) simbol-simbol data pada subchannel
lainnya secara kontinyu. Pada bentuk yang ketiga, scattered pilots memerlukan
interpolasi baik pada domain waktu maupun pada domain frekuensi. Secara
umum, bentuk yang ketiga ini terlalu kompleks untuk teknis
pengimplementasiannya [3].

2.2.6 Cyclic prefix


Seperti yang diketahui sebelumnya bahwa pada lingkungan kanal
fading, dispersi kanal menyebabkan blok-blok yang berdekatan saling overlap,
menimbulkan ISI/ICI. Hal ini mengurangi kinerja sistem. Untuk menangani
masalah ini disisipkan sebuah cyclic prefix pada setiap subcarrier. Penyisipan
cyclic prefix ini cukup sederhana. Misalkan panjang cyclic prefix adalah M maka
sebanyak M sampel terakhir dari subcarrier ditambahkan di depan deretan
subcarrier pada transmitter sehingga menyebabkan sinyal tampak periodik di
receiver. Hal ini bisa dilihat pada Gambar 2.13. Cyclic prefix ini dihilangkan di
receiver. Panjang cyclic prefix yang dibutuhkan harus sama atau lebih panjang dari
maksimum delay spread agar terbebas dari ISI/ICI.

Gambar 2.13 Struktur cyclic prefix

Sebagaimana yang diketahui, fungsi dasar dari IDFT adalah ortogonal


[4]. Dengan menambahkan cyclic prefix, sinyal yang ditransmisikan akan
tampak periodik.

19
x(k+N) ,−M≤k 0
s (k) = N −1
+ j 2πk
n (2.29)
x ( k ) = ∑X (n ) e N ,0 ≤ k N −1
n=0

Sinyal yang diterima dapat ditulis sebagai berikut:


r (k ) = s (k ) ∗ h ( k ) + e ( k ) , 0≤ k N −1 (2.30)
dengan * menunjukkan konvolusi.

Jika cyclic prefix yang ditambahkan lebih panjang daripada respon


impuls dari kanal, konvolusi linear dari kanal, dilihat dari sudut pandang
penerima, akan tampak seperti konvolusi sirkular.
Untuk sembarang subkanal 0 ≤ n ≤ N -1, hal ini dapat ditunjukkan
sebagai berikut:
Y ( n ) = DFT ( y ( k )) = DFT ( IDFT ( X ( n )) ⊗ h ( k ) +e ( k))
(2.31)
= X (n )DFT (h ( k )) + DFT (e ( k )) = X (n )H (n ) + e '(n ) ,0 ≤ k N −1

Persamaan (2.31), di mana menunjukkan konvolusi sirkular dan (n)


= DFT(e(k)), menunjukkan bahwa tidak ada interferensi di antara subkanal,
contohnya ICI bernilai 0. Maka dengan menambahkan cyclic prefix,
ortogonalitas dapat dibangun melalui transmisi. Kelebihan lain penggunaan
cyclic prefix ini yaitu cyclic prefix ini bertindak sebagai guard space antara
frame OFDM yang berdekatan, sehingga masalah ISI teratasi. Kondisi ini dapat
bertahan selama cyclic prefix setidaknya sama panjang dengan panjang respon
impuls kanal.

2.2.7 Upsampling dan pulse shaping filer


Sebelum dikirim melalui kanal, frame OFDM di-upsampling,
kemudian di-pulse shaping filter. Hal ini dilakukan agar dapat dilakukan
sinkronisasi pada bagian receiver. Untuk pulse shaping filter, digunakan root
raised cosine filter.

20
2.3 Sinkronisasi
Agar dapat terjadi proses mengirim dan menerima data, perlu dilakukan
sinkronisasi antarDSK. Sinkronisasi ini dilakukan pada receiver. Ini berarti
receiver harus mengetahui awal dan akhir dari tiap frame. Ada dua metoda yang
akan digunakan pada penelitian ini. Metoda yang pertama adalah dengan
menggunakan cyclic prefix, sedangkan metoda yang kedua adalah dengan
menggunakan pilot symbol.

2.3.1 Sinkronisasi dengan metode menggunakan cyclic prefix


Karena ada penambahan cyclic prefix pada tiap frame, dimana cyclic
prefix adalah deretan M sampel pertama yang merupakan salinan dari deretan
M sampel terakhir dari frame, maka terdapat korelasi yang kuat di antara bagian
dari frame ini. Korelasi ini dapat digunakan untuk mendeteksi di mana bagian
awal dari tiap frame.

Gambar 2.14 Korelasi antara deretan M sampel terakhir dengan cyclic prefix[3]

Gambar 2.15 Aliran data pada sistem OFDM

Diasumsikan pengamatan sampel dari sinyal OFDM r(k) sepanjang T,


dengan memodelkan estimasi kanal dengan white noise, dan sampel ini memuat
satu frame OFDM secara keseluruhan (N+M sampel), seperti pada Gambar
2.16. Posisi dari frame ini pada blok pengamatan sampel tidak

21
diketahui, karena delay kanal θ tidak diketahui pada sisi penerima. Algoritma
untuk mendapatkan estimasi Maximum Likelihood (ML) untuk θ, yang
memberikan asumsi di bawah ini, dijelaskan pada [3]. Estimasi ML untuk θ
adalah sebagai berikut:
Observation interval of length T

Frame i-1 Frame i Frame i+1

Cyclic
prefix

δ
k
1 θ θ+N+M-1 T
Gambar 2.16 Timing synchronization

ˆ
θ ML = arg max{ γ (θ ) − ρΦ(θ )} ,1 ≤θ < T − N − M +1 (2.32)
θ

dengan,
θ +M −1

γ (θ )= ∑r(k )r∗ (k + N ) (2.33)


k =θ
1
θ +M −1

Φ ( θ )= ∑ r (k )2 + r (k + N )2 (2.34)
2
k =θ

ρ = SNR (2.35)
SNR +1
N −1

∑ x2 (k )
k = 0
SNR = N − 1 (2.36)
∑e (k )
2
k =0
22
Catatan : r(k) adalah OFDM frame
x(k) adalah sinyal keluaran
IFFT e(k) adalah noise
jika SNR besar, maka ρ≈1.
ˆ ˆ
Dengan mengambil N-point DFT sinyal r(k) untuk k = θ ML+M, θ
ˆ
ML+M+1, …, θ ML+M+N-1, akan menghasilkan simbol original yang
ˆ
sekuensial X(n), jika θ ML = θ dan tidak ada noise serta terdapat distorsi kanal.
Saat terdapat noise di kanal, algoritma sinkronisasi tidak akan selalu
ˆ ˆ
memberikan kondisi θ ML = θ. Jika θ ML < θ, N sampel yang masuk ke DFT
akan menghasilkan X(n) yang bergeser. Hal ini terkait dengan rotasi fasa dari
ˆ
sekuensial original, yang dapat dikompensasi di estimator kanal. Saat θ ML >
ˆ ˆ ˆ
θ, r(k) sekuensial untuk k = θ ML+M, θ ML+M+1, …, θ ML+M+N-1, tidak akan
memuat N simbol pada frame yang sama, dan dengan mengambil DFT dari
sekuensial ini tidak akan menghasilkan hasil yang diinginkan, X(n). Metoda untuk
menangani masalah ini adalah dikurangi oleh offset, δ, pada delay waktu yang
ˆ
diestimasi. Dengan memilih δ sehingga θ ML - δ + M > θ, N

ˆ ˆ ˆ
sampel sinyal r(k) untuk k = θ ML-δ+M, θ ML-δ+M+1, …, θ ML-δ+M+N-1,

akan berada pada frame yang sama.

2.3.2 Sinkronisasi dengan metode menggunakan pilot symbol


Sebelum membahas mengenai sinkronisasi dengan metode ini, akan
dijelaskan terlebih dahulu mengenai struktur frame OFDM.
2.3.2.1 Struktur Frame
Sebuah OFDM frame terdiri atas simbol dan cyclic prefix.

Simbol

Frame OFDM
Gambar 2.17 Frame OFDM

23
Pada sistem OFDM dengan menggunakan metode sinkronisasi
menggunakan pilot symbol, Ada beberapa frame yang terlibat. Selain frame
regular message, ada frame pilot, frame empty pilot, frame length, dan training
sequence.
2.3.2.2 Protokol Transmisi
Gambar 2.18 menunjukkan format dari permulaan OFDM untuk
transmisi. Training sequence pada permulaan digunakan untuk mensinkronisasi
dan untuk mengestimasi kanal. Karena panjang pesan dibutuhkan untuk proses
decoding pesan, sebuah frame yang mencatat informasi panjang pesan yang
akan dikirim disisipkan ke dalam blok pilot dan ditransmisikan. Kemudian
sebuah frame nol ditransmisikan dalam rangka untuk mengestimasi noise di
dalam kanal. Akhirnya, transmitter harus menunggu sampai mendapatkan
feedback pertama dari receiver. Itulah mengapa dikirimkan sebuah frame
kosong sebelum mengirim data sesungguhnya.

Gambar 2.18 Permulaan transmisi OFDM [5]


Ketika transmitter telah memperoleh feedback pertama dan memulai
transmisi lagi, sistem beroperasi dalam mode stasioner, seperti dijelaskan dalam
Gambar 2.19. Frame-frame pesan dikelompokkan, 20 frame pada satu kali
transmisi, ke dalam satu blok, dan ditransmisikan dengan sebuah frame pilot.
Masing-masing frame pilot diproses pada receiver, mengestimasi respon kanal
dan noise power, dan kemudian di-feedback ke transmitter. Dalam rangka
membuat sistem lebih efisien, sebagai ganti membiarkan modem menunggu
feedback, transmitter mentransmisikan blok message berdasarkan feedback dari
frame pilot terakhir, Protokol tersebut ditunjukkan pada Gambar 2.19.

24
Gambar 2.19 Protokol transmisi [5]

2.3.2.3 Training Sequence


Training sequence dibagi menjadi dua bagian berbeda. Pertama,
transmitter mengirim sebuah gelombang sinusoidal diikuti oleh zero padding
(tanpa upsampling atau pulse shaping) dan kemudian mengirim sebuah
pseudorandom sequence (diketahui pada receiver) dan isi dari buffer yang
diterima diproses secara berkelanjutan. Ketika receiver mendeteksi gelombang
sinusoidal, dia memiliki sebuah estimasi dari permulaan pseudorandom
sequence. Kemudian sinkronisasi dilakukan untuk mendapat waktu
pencuplikan secara tepat.

Gambar 2.20 Struktur dari training sequence [5]

25
2.3.2.4 Length Frame
Receiver harus mengetahui di mana pesan berakhir. Oleh karena itu
sebuah length frame ditransmisikan untuk menunjukkan panjang. Length frame
dipetakan ke dalam konstelasi QPSK, kemudian dengan mengikuti langkah
yang sama dari IFFT, ekstensi cyclic prefix dianggap sebagai message frame.
Dalam rangka memfasilitasi sebuah pendeteksian yang reliable, hanya 15 bit
pertama dari length frame digunakan untuk merepresentasikan panjang. bit nol
ditambahkan untuk membentuk sebuah frame [5].

2.3.2.5 Pilot Frame


Pilot frame digunakan untuk sinkronisasi dan estimasi kanal,
sementara empty pilot dikirim untuk mengestimasi noise power. Seperti yang
dijelaskan di Gambar 2.20, pilot frame dipilih sebagai sebuah random
sequence, diikuti oleh IFFT, dan ekstensi cyclic prefix untuk menjadi sebuah
frame OFDM. Empty pilot frame diset menjadi frame yang bernilai nol. Karena
kanal relatif stabil, dapat diasumsikan bahwa offset waktu dan distorsi yang
disebabkan oleh kanal tidak berubah-ubah selama satu block period.
Seperti pada Gambar 2.20, pilot symbol merupakan random sequence,
yang diikuti dengan proses IFFT dan penambahan cyclic prefix untuk menjadi
frame OFDM.
Algoritma sinkronisasi yang digunakan berdasar kepada pilot frame
yang bernilai kompleks. Pada saat pilot frame diterima di receiver, receiver
akan mengetahui apa yang sedang dikirim dari transmitter. Oleh karena itu,
salah satu cara yang memungkinkan untuk mengembalikan timing symbol
adalah dengan melakukan cross-correlate sampel bernilai kompleks yang telah
melewati filter dengan replika dari pilot sequence yang berubah terhadap
waktu.
Dengan mencoba waktu yang berbeda-beda pada grafik T terhadap Q,
dengan T adalah interval pengamatan dan Q adalah jumlah sampel per simbol,

26
timing symbol dapat ditemukan dengan melihat nilai resolusi dari T terhadap Q.
Dalam persamaan matematika, jika mf ( n) adalah output dari filter, pilot
( n) adalah pilot sequence dengan panjang L, dan [tstart;tend]
merepresentasikan interval pengamatan, maka nilai timing dapat ditemukan
dengan persamaan berikut [5]:
L−1

tsamp = arg max ∑pilot (i ).mf (Q.i + t ) t = t start ,...,tend (2.37)


i=0

27

Anda mungkin juga menyukai