DASAR TEORI
4
fungsi ϕm(t) adalah subcarrier ke-m dan ϕn(t) adalah subcarrier ke-n . Kedua
subcarrier ini dikatakan saling orthogonal satu sama lain pada interval a < t < b
jika memenuhi kondisi:
∫
a
b
ϕm (t )* ϕn (t ) dt = 0 (2.2)
0.8
0.6
Amplituda
0.4
0.2
-0.2
-0.4
-15 -10 -5 0 5 10 15
Frekuensi
Gambar 2.2 Spektrum Frekuensi OFDM
Perbandingan antara SCM, MCM, dan OFDM dapat dilihat pada Gambar
2.3
5
Beberapa contoh penggunaan OFDM adalah sebagai berikut:
• Akses broadband ADSL via kabel tembaga POTS.
• Power Line Communication (PLC).
• Antarmuka radio wireless LAN IEEE 802.11a, IEEE 802.11g, IEEE
802.11n dan HIPERLAN/2.
• Sistem TV terestrial DVB-T.
• WiMax.
r(k )
X (n) Y (n) y (k )
Konsep OFDM adalah membagi aliran bit data input ke dalam beberapa
N aliran simbol, masing-masing dengan kecepatan simbol sebesar
1
. Jika sebuah sistem OFDM memiliki N subcarrier, kecepatan simbol pada
Ts
masing-masing subcarrier dapat berkurang dengan faktor N relatif terhadap
kecepatan simbol pada sistem satu carrier yang menggunakan keseluruhan
bandwidth W dan transmisi data pada kecepatan sama dengan sistem OFDM.
Jika skema modulasi yang digunakan pada subcarrier ke-i dapat
6
dengan Ts , adalah durasi simbol, maka Tofdm , durasi simbol sistem OFDM
adalah
T s = NTofdm (2.3)
Dengan memilih N yang cukup besar, durasi simbol Ts dapat dibuat lebih
besar daripada durasi dispersi kanal.
Misalkan X ( k) adalah deretan simbol yang digunakan untuk
memodulasi N subcarrier secara simultan. Dari persamaan (2.1) didapatkan
k −1
fk = f0+ Hz , k = 1, ..., N −1 (2.4)
Ts
N −1 j 2πit
x(t) = 1 ∑X (i)e Ts , 0 ≤ t ≤ T s +δ (2.5)
N i=0
N −1 j 2πikTofdm
x(kTofdm) = 1 ∑X (i)e Ts (2.6)
N i=0
Ts 1
Karena = , misalkan x ( k ) = x ( kTofdm) , maka
Tofdm N
N −1 j 2πik
x(k) = 1 ∑X (i)e N (2.7)
N i=0
7
dengan persamaan (2.7) merupakan Inverse Discrete Fourier Transform
(IDFT). Sinyal-sinyal x ( k) dibangkitkan dengan menggunakan IDFT. IDFT ini
merupakan komponen terpenting dari sistem OFDM. IDFT dilakukan di
transmitter sedangkan di receiver kita lakukan kebalikannya yaitu DFT .
Gambar 2.5 Teknik modulasi OFDM dapat dilakukan dengan IDFT di transmitter
8
x ( k) →⊗→∑ N − 1
k = 0 →X (0)
e-j(0)k
x ( k) →⊗→ ∑ k N = − 01 →X (1)
2π
e− j( N )k
x ( k) →⊗→ ∑ k N = − 01 →X (2)
− j( 2π(2))k
e N
:
:
:
x ( k) →⊗→∑ N − 1
k = 0 →X ( N −1)
− j( 2π(Ν−1) )k
N
e
Gambar 2.6 Teknik demodulasi OFDM dapat dilakukan dengan DFT di receiver
9
dengan menambahkan bit-bit yang redundan pada data informasi sumber.
Pemilihan convolution code tergantung pada aplikasi yang digunakan.
Ada beberapa teknik untuk mendekodekan convolution code. Viterbi
decoder merupakan salah satu metode yang paling populer dan banyak
digunakan untuk mendekodekan aliran bit-bit yang dikodekan oleh convolution
encoder. Pendekodean ini memaksimalkan peluang kebenaran, yaitu dengan
meminimalkan peluang error dari deretan bit informasi.
10
Gambar 2.8 Interleaving [2]
DFT-IDFT
DFT dari N-point deretan x ( k) , 0 ≤ k ≤ N – 1 dapat dihitung sebagai
berikut:
N −1
sebagai:
2π
−j
Ν
WN = e (2.9)
sehingga twiddle factor WNkn dapat ditulis sebagai
11
2π
−j
W kn = e Ν kn (2.10)
N
x(k)=
1
∑X (n )WN−kn , k = 0,1,..., N −1 (2.11)
N n=0
Deretan x ( k) berisi N sampel dalam domain waktu sedangkan X ( n) berisi N
sampel dalam domain frekuensi. Titik pencuplikan pada domain frekuensi
terjadi pada N frekuensi yang berjarak sama yaitu
yaitu:
W ( k + mN )( n +lN ) = W kn ,m, l = 0, ±1 (2.12)
N N
Sifat ini dapat dijelaskan secara grafis melalui Gambar 2.9 di mana untuk N =
8 dan twiddle factor direpresentasikan dalam vektor.
12
Jika x ( k) merupakan deretan bernilai real, DFT-nya akan simetris. DFT
dari suatu deretan real memiliki sifat berikut:
Dengan begitu dapat dilihat bahwa kompleksitas perhitungan ada pada orde N2
atau dapat dinamakan O(N2). Untuk nilai N yang sangat besar, perhitungan
DFT secara langsung akan terlalu rumit dan tidak praktis untuk implementasi
di hardware. Oleh karena itu muncul ide untuk memanfaatkan FFT.
FFT-IFFT
Algoritma FFT merupakan algoritma yang populer dan banyak
digunakan dalam pemrosesan sinyal digital dalam mengaplikasikan DFT yang
efektif. FFT-IFFT merupakan fitur terpenting dalam sistem komunikasi OFDM.
Algoritma FFT memiliki banyak metode dalam mengurangi waktu
komputasi yang dibutuhkan untuk mengevaluasi DFT. Ide dasar dari algoritma
FFT dapat diturunkan dari mendesimasi deretan awal ke dalam beberapa set
yang lebih kecil dalam domain waktu atau dalam domain frekuensi, kemudian
melakukan DFT pada masing-masing set. Proses desimasi berlanjut pada semua
sampel. Di antara beberapa algoritma FFT, Decimation-in-time (DIT) dan
Decimation-in-frequency (DIF) radix-2 merupakan algoritma yang paling
fundamental.
Pada algoritma FFT radix-2, panjang deretan data x ( k) dipilih sebagai
13
x ( k) didefinisikan dengan dua deretan sebanyak (N/2)-point x1 (k) dan x2 (k)
dengan indeks genap dan ganjil, yaitu
X (n ) = ∑x ( k )WNkn (2.18)
k =0
( N ) −1 ( N ) −1
2 2
2π
j
j ( 2π ) N
di mana W 2 = [e N ]2 = e 2 =W 2 persamaan di atas dapat ditulis sebagai
N N
2
berikut:
( N ) −1 ( N ) −1
2 2
X (n ) = ∑ x1 (k )W Nkn +WNn ∑
x
2 (k )WNkn (2.20)
k =0 2 k =0 2
atau
X ( n ) = X ( n ) +W n X ( n) (2.21)
1 N 2
Di sini X 1 (n) dan X 2 (n) adalah DFT (N/2)-point dari x1 (k) dan
dua DFT (N/2)-point yaitu X 1 (n) dan X 2 (n) , untuk 0 ≤ n ≤ (N/2) -1. Jika
DFT (N/2)–point dihitung langsung, setiap DFT (N/2)–point membutuhkan
(N/2)2 perkalian kompleks dan (N/2) penjumlahan kompleks dengan W n
N
pengurangan perkalian kompleks dari N2 menjadi (N2 /2) + (N/2). Pada kasus
N bernilai besar, akan ada penghematan sebesar 50% perkalian kompleks.
14
Proses perhitungan DFT N-point dari deretan genap dan ganjil DFT (N/2)-point
ini dapat diulangi hingga mencapai tingkat terakhir dari perhitungan DFT 2-
point. Jumlah tingkat untuk DFT N-point radix-2 adalah p = log2 N .
N
Jumlah total perkalian kompleks berkurang dari (N-1)2 menjadi 2 log2 N .
Sebagai contoh untuk DFT 64-point perkalian kompleks berkurang dari 3969
menjadi 192, mengecil 20 kali.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa FFT sangat efisien
dalam mengevaluasi DFT. Semakin besar nilai N, perkalian kompleks pun akan
semakin banyak yang direduksi.
Berikut ini akan dijelaskan contoh penghitungan FFT 8-point
decimation-in-time yang terdiri dari 3 tingkat. Dapat dilihat dari Gambar 2.10
bahwa deretan keluaran berada dalam deretan yang berindeks normal, deretan
masukan disusun sedemikian rupa yang kita sebut sebagai bit reverse
addressing, yang dijelaskan dalam tabel.
Tabel 2.1 Bit-reverse untuk FFT 8-point
15
Gambar 2.10 FFT Decimation-in-time 8-point
e(k,l)
Channel
estimator
Pada Gambar 2.11, l adalah indeks dari frame OFDM (misal jumlah
frame l), n adalah indeks frekuensi, dan k adalah indeks waktu. Dengan asumsi
bahwa kanal tidak berubah terhadap waktu, sinyal yang diterima, pada domain
frekuensi, dapat ditulis sebagai berikut:
16
Y (n,l) = X (n,l) ⋅H (n) +e'(n,l) n = 0, 1, 2, ..., N-1, l = 0, 1,... (2.22)
dengan e'(n,l) adalah zero mean noise yang tidak tergantung terhadap waktu dan
Dari persamaan (2.22), dengan H(n) dapat dilihat sebagai suatu nilai
konstan untuk tiap subchannel n, kita dapat mengestimasi H(n) dengan
meminimumkan mean square error ε:
[
ε = E (Y (n,l) − X (n,l) ⋅ H (n)) ⋅(Y (n,l) − X (n,l) ⋅ H (n))* ]
= (H (n) − R ⋅ R −1) ⋅ R ⋅(H (n) − R ⋅ R −1)* (2.23)
YX XX XX YX XX
+ R − R ⋅R * ⋅R −1
YY YX YX XX
R
XX [
= E X (n,l)⋅ X (n,l)* ] (2.24)
R
YY [
= E Y (n,l) ⋅Y (n,l)* ] (2.25)
R
YX [
= E Y (n,l) ⋅ X (n,l)* ] (2.26)
Proses minimisasi ini memberikan estimasi terbaik H(n) pada MMSE:
ˆ −1
L−1
ˆ ∑Y (n, l) ⋅ X (n, l) *
l =0 ,n = 0,1,2,..., N −1 (2.28)
H (n)= L−1
∑X (n, l) ⋅ X (n, l) *
l =0
17
Pada persamaan (2.23), Y(n,l) simbol yang diterima pada tiap
subchannel dan X(n,l) adalah simbol (tidak diketahui) yang ditransmisi. Untuk
dapat melakukan estimasi, kita perlu mengetahui X(n,l).
Dalam OFDM, ada sebuah konsep yang disebut pilots. Pilots adalah
sebuah simbol yang ditransmisikan pada predefined-subchannels.
e
q
u
e
n
c
y
c
y
r
r
f
f
...
...
...
...
...
.
.
.
18
Sisi penerima mengukur pelemahan pada pilot subchannels, kemudian
menggunakan informasi ini untuk mengestimasi (melakukan interpolasi)
terhadap pelemahan (complex-value) simbol-simbol data pada subchannel
lainnya secara kontinyu. Pada bentuk yang ketiga, scattered pilots memerlukan
interpolasi baik pada domain waktu maupun pada domain frekuensi. Secara
umum, bentuk yang ketiga ini terlalu kompleks untuk teknis
pengimplementasiannya [3].
19
x(k+N) ,−M≤k 0
s (k) = N −1
+ j 2πk
n (2.29)
x ( k ) = ∑X (n ) e N ,0 ≤ k N −1
n=0
20
2.3 Sinkronisasi
Agar dapat terjadi proses mengirim dan menerima data, perlu dilakukan
sinkronisasi antarDSK. Sinkronisasi ini dilakukan pada receiver. Ini berarti
receiver harus mengetahui awal dan akhir dari tiap frame. Ada dua metoda yang
akan digunakan pada penelitian ini. Metoda yang pertama adalah dengan
menggunakan cyclic prefix, sedangkan metoda yang kedua adalah dengan
menggunakan pilot symbol.
Gambar 2.14 Korelasi antara deretan M sampel terakhir dengan cyclic prefix[3]
21
diketahui, karena delay kanal θ tidak diketahui pada sisi penerima. Algoritma
untuk mendapatkan estimasi Maximum Likelihood (ML) untuk θ, yang
memberikan asumsi di bawah ini, dijelaskan pada [3]. Estimasi ML untuk θ
adalah sebagai berikut:
Observation interval of length T
Cyclic
prefix
δ
k
1 θ θ+N+M-1 T
Gambar 2.16 Timing synchronization
ˆ
θ ML = arg max{ γ (θ ) − ρΦ(θ )} ,1 ≤θ < T − N − M +1 (2.32)
θ
dengan,
θ +M −1
Φ ( θ )= ∑ r (k )2 + r (k + N )2 (2.34)
2
k =θ
ρ = SNR (2.35)
SNR +1
N −1
∑ x2 (k )
k = 0
SNR = N − 1 (2.36)
∑e (k )
2
k =0
22
Catatan : r(k) adalah OFDM frame
x(k) adalah sinyal keluaran
IFFT e(k) adalah noise
jika SNR besar, maka ρ≈1.
ˆ ˆ
Dengan mengambil N-point DFT sinyal r(k) untuk k = θ ML+M, θ
ˆ
ML+M+1, …, θ ML+M+N-1, akan menghasilkan simbol original yang
ˆ
sekuensial X(n), jika θ ML = θ dan tidak ada noise serta terdapat distorsi kanal.
Saat terdapat noise di kanal, algoritma sinkronisasi tidak akan selalu
ˆ ˆ
memberikan kondisi θ ML = θ. Jika θ ML < θ, N sampel yang masuk ke DFT
akan menghasilkan X(n) yang bergeser. Hal ini terkait dengan rotasi fasa dari
ˆ
sekuensial original, yang dapat dikompensasi di estimator kanal. Saat θ ML >
ˆ ˆ ˆ
θ, r(k) sekuensial untuk k = θ ML+M, θ ML+M+1, …, θ ML+M+N-1, tidak akan
memuat N simbol pada frame yang sama, dan dengan mengambil DFT dari
sekuensial ini tidak akan menghasilkan hasil yang diinginkan, X(n). Metoda untuk
menangani masalah ini adalah dikurangi oleh offset, δ, pada delay waktu yang
ˆ
diestimasi. Dengan memilih δ sehingga θ ML - δ + M > θ, N
ˆ ˆ ˆ
sampel sinyal r(k) untuk k = θ ML-δ+M, θ ML-δ+M+1, …, θ ML-δ+M+N-1,
Simbol
Frame OFDM
Gambar 2.17 Frame OFDM
23
Pada sistem OFDM dengan menggunakan metode sinkronisasi
menggunakan pilot symbol, Ada beberapa frame yang terlibat. Selain frame
regular message, ada frame pilot, frame empty pilot, frame length, dan training
sequence.
2.3.2.2 Protokol Transmisi
Gambar 2.18 menunjukkan format dari permulaan OFDM untuk
transmisi. Training sequence pada permulaan digunakan untuk mensinkronisasi
dan untuk mengestimasi kanal. Karena panjang pesan dibutuhkan untuk proses
decoding pesan, sebuah frame yang mencatat informasi panjang pesan yang
akan dikirim disisipkan ke dalam blok pilot dan ditransmisikan. Kemudian
sebuah frame nol ditransmisikan dalam rangka untuk mengestimasi noise di
dalam kanal. Akhirnya, transmitter harus menunggu sampai mendapatkan
feedback pertama dari receiver. Itulah mengapa dikirimkan sebuah frame
kosong sebelum mengirim data sesungguhnya.
24
Gambar 2.19 Protokol transmisi [5]
25
2.3.2.4 Length Frame
Receiver harus mengetahui di mana pesan berakhir. Oleh karena itu
sebuah length frame ditransmisikan untuk menunjukkan panjang. Length frame
dipetakan ke dalam konstelasi QPSK, kemudian dengan mengikuti langkah
yang sama dari IFFT, ekstensi cyclic prefix dianggap sebagai message frame.
Dalam rangka memfasilitasi sebuah pendeteksian yang reliable, hanya 15 bit
pertama dari length frame digunakan untuk merepresentasikan panjang. bit nol
ditambahkan untuk membentuk sebuah frame [5].
26
timing symbol dapat ditemukan dengan melihat nilai resolusi dari T terhadap Q.
Dalam persamaan matematika, jika mf ( n) adalah output dari filter, pilot
( n) adalah pilot sequence dengan panjang L, dan [tstart;tend]
merepresentasikan interval pengamatan, maka nilai timing dapat ditemukan
dengan persamaan berikut [5]:
L−1
27