Anda di halaman 1dari 10

Pengaruh Latihan Relaksasi Otot Progresif

terhadap Kualitas Tidur Lansia

Sulidah1, Ahmad Yamin2, Raini Diah Susanti2


1
Akademisi pada Jurusan Keperawatan, Fakultas llmu Kesehatan Universitas Borneo Tarakan,
2
Fakultas Keperawatan, Universitas Padjadjaran
Email : sulidah@borneo.ac.id & sulidah06@gmail.com

Abstrak

Lansia merupakan kelompok orang yang paling sering mengalami penurunan kualitas tidur. Beberapa penelitian
menunjukkan manfaat latihan relaksasi otot progresif untuk menghadirkan rasa nyaman yang dibutuhkan dalam
mereduksi penyebab gangguan tidur. Penelitian ini untuk mengidentifikasi pengaruh relaksasi otot progresif
terhadap kualitas tidur lansia. Rancangan penelitian ini Quasi Experimental dengan pendekatan Pretest-Posttest
Control Group Design. Sampel diambil secara Purposive Sampling. Besar sampel 51 responden, terdiri dari 26
responden kelompok intervensi dan 25 responden kelompok kontrol. Kelompok intervensi melakukan latihan
relaksasi otot progresif selama empat minggu. Kualitas tidur diukur sebelum dan sesudah latihan relaksasi
otot progresif menggunakan instrumen PSQI. Pengukuran dilakukan empat kali, yaitu sebelum intervensi (pre
test), dua minggu setelah intervensi (post test 1), tiga minggu setelah intervensi (post test 2), dan empat minggu
setelah intervensi (post test 3). Data dianalisis menggunakan t test dan Repeated Anova. Hasil Uji t berpasangan
kelompok intervensi menunjukkan nilai t hitung > t tabel, dengan p = 0,000. Pada kelompok kontrol diperoleh
nilai t hitung < t tabel, dengan p > 0,05. Uji Repeated Anova memeroleh nilai F hitung (71,415) > F tabel (3,89)
dengan p=0,000. Uji t tidak berpasangan didapatkan skor pretest, posttest 1, posttest 2 dan posttest 3 berbeda
signifikan antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol dengan p < 0,05. Rata-rata skor PSQI kelompok
intervensi menunjukkan kecenderungan penurunan setelah latihan relaksasi otot progresif, sedang kelompok
kontrol tidak menunjukkan perubahan skor secara bermakna. Hal ini dimungkinkan karena latihan relaksasi otot
progresif bermanfaat menimbulkan respon tenang, nyaman, dan rileks. Implikasi penelitian ini bahwa latihan
relaksasi otot progresif secara bermakna meningkatkan kualitas tidur lansia sehingga dapat dipertimbangkan
sebagai terapi komplementer dalam tatalaksana gangguan tidur pada lansia sebagai tindakan mandiri keperawatan.

Kata kunci: Kualitas tidur, lansia, relaksasi otot progresif.

The Effect of Progressive Muscle Relaxation Exercise towards Older


People’s Quality of Sleep

Abstract

Older people are the group of people who often experience the decreasing of quality of sleep. Few studies showed
the benefit of progressive muscle relaxation exercise to give comfort that is needed to reduce the cause of sleep
disturbance. This study aimed to examine the effect of progressive muscle relaxation exercise towards older people’s
quality of sleep. The research design is quasi experimental using pretest-posttest control group design. The sample
were recruited using purposive sampling. The total sample were 51 participant which consist of 26 participants in
intervention group and 25 participants in control group. Intervention group were conducted progressive muscle
relaxation exercise for four weeks. The quality of sleep were measured before and after the exercise using PSQI
instrument. The measurements were conducted four times, which were before intervention (pretest), two weeks
after intervention (posttest 1), three weeks after intervention (posttest 2), and four weeks after intervention (posttest
3). The data were analyzed using t-test and Repeated ANOVA. The paired t-test for intervention group showed
that the score of counted t > table t, with p = 0.000. In the control group, the results showed that counted t <
table t score, p >0.005. The repeated ANOVA showed that counted F (71.415) > table F (3.89) with p= 0.000.
Independent t-test showed that scores of pretest, posttest 1, posttest 2 and posttest 3 were different significantly
between intervention and control groups with p<0.05. The average PSQI scores in intervention group showed
a tendency of decreasing after progressive muscle relaxation exercise, while in the control group there was no
significant changes in the scores. This is because the progressive muscle relaxation exercise is benefit to give
calming, comforting and relaxing responses. The implication of this study is that progressive muscle relaxation
exercise can significantly improve the quality of sleep of older people so that this exercise can be considered as a
complementary therapy for management of sleep disturbance among older people as an independent nursing care.

Keywords: Older people, progressive muscle relaxation exercise, quality of sleep.

Volume 4 Nomor 1 April 2016 11


Sulidah: Pengaruh Latihan Relaksasi Otot Progresif terhadap Kualitas Tidur Lansia

Pendahuluan cycle. Insomnia merupakan bentuk gangguan


tidur yang termasuk dalam kelompok pertama
Faktor usia menyebabkan lansia menghadapi dan paling banyak dikeluhkan oleh lansia.
banyak keterbatasan sehingga memerlukan Faktor yang memengaruhi gangguan
bantuan peningkatan kesejahteraan sosialnya tidur juga variatif. Wolkove, dkk. (2007)
(Samsudrajat, 2012). Kualitas hidup yang dan Crowley (2011) mengidentifikasi
baik akan membawa lansia tetap mampu faktor-faktor yang memengaruhi gangguan
hidup produktif dalam keterbatasannya. tidur yaitu respon terhadap penyakit, stres
Sebaliknya, penurunan kualitas hidup justru emosi, depresi, pengaruh lingkungan dan
membuat lansia menjadi manusia yang tidak penggunaan obat-obatan. Penelitian Khasanah
produktif, bahkan tergantung pada bantuan dan Hidayati (2012) mengidentifikasi tiga
pihak lain. Penurunan kualitas hidup antara faktor utama penyebab gangguan tidur, yaitu
lain disebabkan oleh gangguan tidur sebagai keadaan lingkungan yang berisik, merasakan
akibat proses penuaan. Maka penanganan nyeri, dan terbangun karena mimpi. Hasil
gangguan tidur sesungguhnya merupakan berbeda didapatkan dalam penelitian Oliveira
upaya peningkatan kualitas hidup lansia. Hal (2010) yang menyebutkan bahwa faktor
ini penting dilakukan mengingat populasi pencahayaan dan inkontinensia urin sebagai
penduduk lansia terus bertambah. Jumlah penyebab gangguan tidur pada lansia.
penduduk lansia tahun 2014 tercatat 19,2 juta Berbagai dampak negatif dapat ditimbulkan
jiwa, meningkat pesat dibanding data tahun oleh gangguan tidur; antara lain menurunnya
1971 sebesar 5,3 juta jiwa (Kemenkes RI, daya tahan tubuh, menurunnya prestasi kerja,
2015). Bahkan pada tahun 2020 diperkirakan kelelahan, depresi, mudah tersinggung, dan
akan terjadi ledakan penduduk lansia menjadi menurunnya daya konsentrasi yang dapat
28,8 juta jiwa atau sebesar 11,34% (Fatimah, memengaruhi keselamatan diri sendiri dan
2012). juga orang lain. Menurut Malik (2010),
Fase lansia membawa perubahan ketidakmampuan lansia memenuhi tidur
organobiologik karena makin menuanya yang berkualitas dan menurunnya fase tidur
organ-organ tubuh. Salah satu dampak proses REM dapat menimbulkan keluhan pusing,
menua yang lazim terjadi adalah perubahan kehilangan gairah, rasa malas, cenderung
pola tidur. Seorang lansia akan lebih sering mudah marah/tersinggung, kemampuan
terjaga pada malam hari sehingga total pengambilan keputusan secara bijak
waktu tidur malamnya berkurang (Marchira, menurun, hingga menyebabkan depresi dan
2007). Meskipun secara fisiologis kebutuhan frustrasi. Berdasarkan penelitian Syareef
tidur lansia berkurang tetapi hendaknya (2008) sebagaimana dikutip Jesica (2009),
ketidakcukupan kuantitas dapat diimbangi ditemukan 21,7% lansia yang mengalami
dengan kualitas tidur. Tidur yang berkualitas gangguan tidur berkepanjangan memiliki
meskipun kuantitasnya sedikit tetap lebih baik keinginan untuk bunuh diri.
dibanding waktu tidur yang panjang tetapi Perawat komunitas memiliki tanggung
tidak berkualitas. Menurut Madjid (2008), jawab guna membantu lansia mengatasi
tidur yang berkualitas adalah keadaan tidur gangguan tidur. Beberapa cara yang umum
yang dalam, tidak mudah terbangun, dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas tidur
mencapai mimpi, dan ketika bangun tubuh lansia antara lain melakukan aktifitas fisik
menjadi lebih segar, merasakan kepuasan pendek, rendam kaki dengan air hangat,
tidur dan bebas dari ketegangan. minum minuman hangat, membaca buku
Jenis gangguan tidur yang dialami lansia atau kitab suci (Jesica, 2009); memadamkan
bervariasi. Menurut Association of Sleep lampu, latihan nafas dalam, atau mengonsumsi
Disorder Centers (1999) sebagaimana obat tidur (Stevens, 2008). Menurut Yang
dikutip Montagna & Chokroverty (2011), et al (2012), latihan meditasi, yoga dan self
ada empat jenis gangguan tidur yang berat hypnosis dinilai cukup efektif untuk mengatasi
pada lansia, yaitu 1) Disorder of initiating gangguan tidur; tetapi hal ini sulit diterapkan
and maintaining sleep, 2) Disorder of the pada lansia. Selain itu, Joshi (2008) meyakini
excessive somnolence, 3) Abnormal of sleep bahwa efek rasa nyaman yang dihasilkan dari
behavior, dan (4) Disorder of sleep wake latihan relaksasi progresif juga bermanfaat

12 Volume 4 Nomor 1 April 2016


Sulidah: Pengaruh Latihan Relaksasi Otot Progresif terhadap Kualitas Tidur Lansia

untuk memenuhi kebutuhan istirahat tidur tinggal di Balai Perlindungan Sosial Tresna
meskipun belum banyak yang mencoba. Werdha Ciparay. Jumlah populasi 150 orang.
Relaksasi otot progresif (progressive muscle Teknik sampling yang digunakan adalah
relaxation), yaitu suatu teknik relaksasi purposive sampling. Pemilihan sampel
yang menggunakan serangkaian gerakan dilakukan berdasarkan kriteria inklusi:
tubuh yang bertujuan untuk melemaskan berusia minimal 60 tahun, dapat melihat
dan memberi efek nyaman pada seluruh dan mendengar, mengalami gangguan tidur,
tubuh (Corey, 2005). Rasa nyaman inilah mampu memahami bahasa Indonesia, dan
yang dibutuhkan lansia guna meningkatkan bersedia menjadi responden dan mengikuti
kualitas tidurnya. Berdasarkan penjelasan prosedur penelitian sampai tahap akhir.
tersebut maka peneliti tertarik untuk Pengambilan data berlangsung selama 40
menerapkan latihan relaksasi otot progresif hari mulai tanggal 11 April sampai 20 Mei
dalam meningkatkan kualitas tidur lansia. 2013. Pada awal penelitian digunakan 56
Unsur kebaruan (novelty) penelitian ini adalah responden tetapi 5 responden dieksklusikan.
bahwa penelitian ini menggunakan intervensi Dengan demikian besar sampel penelitian
relaksasi otot progresif dengan 9 langkah. ini 51 responden, terdiri dari 26 responden
Hal ini berbeda dari penelitian sebelumnya kelompok perlakuan dan 25 responden
yang menggunakan 16 langkah. Menurut kelompok kontrol. Kelompok intervensi
Soewondo (2012) tidak ada perbedaan prinsip diberikan pelatihan tentang gerakan relaksasi
latihan relaksasi otot progresif 9 langkah otot progresif selama tiga hari dan dua hari
dan 16 langkah; tetapi latihan relaksasi otot masa uji coba. Selanjutnya lansia melakukan
progresif 16 langkah berlangsung lebih lama latihan secara mandiri selama empat minggu
dan lebih melelahkan sehingga beresiko dan dilakukan setiap hari menjelang waktu
gagal diterapkan pada lansia. Penelitian ini tidur. Guna memastikan lansia melakukan
bertujuan untuk mengidentifikasi bagaimana latihan secara benar maka para lansia dipantau
pengaruh relaksasi otot progresif terhadap oleh relawan terlatih ketika melakukan
kualitas tidur lansia. latihan. Kualitas tidur responden diukur
menggunakan instrumen Pittsburgh Sleep
Quality Index (PSQI) dari Carole Smyth
Metode Penelitian (2007) dengan alpha cronbach 0,88. Data
diambil menggunakan metode wawancara
Penelitian ini menggunakan rancangan Quasi dan dilakukan sebanyak 4 kali; yaitu
Experimental dengan pendekatan Pretest- sebelum intervensi (pretest), dua minggu
Posttest Control Group Design. Populasi setelah intervensi (posttest 1), tiga minggu
penelitian ini adalah semua lansia yang setelah intervensi (posttest 2), dan empat

Diagram 1 Distribusi Responden Kelompok Perlakuan Berdasarkan Kualitas Tidur Sebelum dan
Sesudah Latihan Relaksasi Otot Progresif

Volume 4 Nomor 1 April 2016 13


Sulidah: Pengaruh Latihan Relaksasi Otot Progresif terhadap Kualitas Tidur Lansia

Diagram 2 Rata-rata Skor PSQI Sebelum dan Sesudah Latihan Relaksasi Otot Progresif

minggu setelah intervensi (posttest 3). Setiap buruk cenderung berkurang. Hal ini
kelompok data berdistribusi normal. Analisis mengindikasikan bahwa latihan relaksasi
hubungan sebelum dan sesudah relaksasi otot otot progresif memberi pengaruh terhadap
progresif digunakan uji t berpasangan dan peningkatan kualitas tidur lansia.
repeated anova. Analisis hubungan kelompok Skor PSQI menggambarkan kualitas
perlakuan dan kelompok kontrol digunakan tidur responden. Semakin kecil skor PSQI
uji t tidak berpasangan. maka semakin baik kualitas tidurnya.
Perbandingan rata-rata skor PSQI sebelum
dan sesudah relaksasi otot progresif dimuat
Hasil Penelitian pada diagram 2. Diagram 2 menggambarkan
kelompok perlakuan dengan latihan relaksasi
Kualitas tidur responden diukur sebelum otot progresif menunjukkan kecenderungan
dan sesudah latihan relaksasi otot progresif. penurunan rata-rata skor PSQI; sedang
Hasil pengukuran pada kelompok perlakuan kelompok kontrol tanpa latihan relaksasi
dimuat pada diagram 1. otot progresif rata-rata skor PSQI cenderung
Berdasarkan diagram di atas diketahui konstan.
bahwa sebelum latihan relaksasi otot Hasil perhitungan didapatkan nilai t hitung
progresif, seluruh responden kelompok lebih besar dari t tabel dan p < 0,05. Oleh
perlakuan mempunyai kualitas tidur buruk. karena itu dapat disimpulkan bahwa terdapat
Frekuensi responden dengan kualitas perbedaan yang bermakna dari kualitas tidur
tidur baik setelah relaksasi otot progresif lansia sebelum dan sesudah latihan relaksasi
menunjukkan kecenderungan meningkat, otot progresif pada kelompok perlakuan.
sedang responden dengan kualitas tidur Berdasarkan tabel 2 diketahui nilai p =

Tabel 1 Perbedaan Skor PSQI Sebelum dan Sesudah Latihan Relaksasi Otot Progresif
Berdasarkan Uji t Berpasangan
Metode n Rerata+S.D p
Skor PSQI pada Pretest 26 13,73+2,20 0,000
Skor PSQI pada Posttest 1 26 7,62+3,07
Skor PSQI pada Posttest 2 26 5,62+2,37
Skor PSQI pada Posttest 3 26 4,58+1,88

14 Volume 4 Nomor 1 April 2016


Sulidah: Pengaruh Latihan Relaksasi Otot Progresif terhadap Kualitas Tidur Lansia

Tabel 2 Perbedaan Skor PSQI Sebelum dan Sesudah Latihan Relaksasi Otot Progresif
Berdasarkan Uji Repeated Anova
Skor PSQI Perbedaan Rerata+SD p
Pretest 0,28+0,578 0,000
Posttest 1 6,12+0,578
Posttest 2 8,12+0,578
Posttest 3 9,15+0,578

Tabel 3 Perbedaan Skor PSQI Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol Berdasarkan Uji t
Tidak Berpasangan
Kelompok Sampel n Rerata+SD p
Pretest Perlakuan 26 13,73+2,20 0,006
Kontrol 25 11,56+3,09
Posttest 1 Perlakuan 26 7,62+3,07 0,000
Kontrol 25 11,28+3,55
Posttest 2 Perlakuan 26 5,62+2,37 0,000
Kontrol 25 11,24+3,28
Posttest 3 Perlakuan 26 4,58+1,88 0,000
Kontrol 25 11,28+3,49

0,000. Hasil perhitungan di peroleh nilai F (PSQI), dari tujuh komponen terdapat
hitung lebih besar dari F tabel sehingga Ho tiga yang paling dominan menyebabkan
ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan gangguan tidur, yaitu komponen 2 latensi
bahwa paling tidak terdapat dua kelompok tidur, komponen 3 durasi tidur, dan komponen
pengukuran kualitas tidur yang berbeda. Uji 4 efisiensi tidur. Adapun komponen yang
lanjut menggunakan LSD diketahui bahwa paling sedikit menyumbang skor adalah
kelompok pengukuran kualitas tidur yang komponen 6 penggunaan obat-obatan untuk
berbeda adalah kelompok pretest terhadap membantu tidur.
posttest 1, pretest terhadap posttest 2, pretest Latensi tidur menggambarkan waktu
terhadap posttest 3 dan posttest 1 terhadap yang diperlukan untuk memulai tidur yang
posttest 3. Adapun kelompok posttest 1 diukur dengan waktu yang dibutuhkan
terhadap posttest 2, posttest 2 terhadap untuk memulai tidur serta frekuensi
posttest 3 menunjukkan perbedaan yang tidak ketidakmampuan tidur dalam 30 menit.
bermakna. Hal ini mengindikasikan kualitas Pada penelitian ini didapatkan durasi waktu
tidur lansia setelah relaksasi otot progresif memulai tidur terpendek adalah 20 menit dan
lebih baik dibanding sebelum latihan. durasi terlama adalah 90 menit dengan durasi
Rata-rata skor PSQI kelompok perlakuan rata-rata 55 menit. Frekuensi tidak dapat tidur
lebih rendah dari kelompok kontrol. Hasil dalam 30 menit umumnya lebih dari 3 kali per
pengujian dapat disimpulkan bahwa minggu. Keadaan tersebut mengindikasikan
terdapat perbedaan yang bermakna dari lansia mengalami kesulitan memulai tidur.
skor PSQI antara kelompok perlakuan Hal ini terjadi karena sebagian besar lansia
terhadap kelompok kontrol. Hal ini berarti menderita insomnia. Insomnia merupakan
kualitas tidur kelompok perlakuan lebih baik jenis gangguan tidur yang paling sering
dibanding kelompok kontrol (Tabel 3). ditemukan pada lansia. Hal ini sesuai dengan
penelitian Eshelman (2008) menemukan
lebih dari 50% lansia mengalami kesulitan
Pembahasan tidur malam hari.
Durasi tidur menggambarkan lamanya
Pengukuran kualitas tidur berdasarkan waktu tidur. Lansia umumnya mengalami
instrumen Pittsburgh Sleep Quality Index pemendekan durasi tidur bahkan ada

Volume 4 Nomor 1 April 2016 15


Sulidah: Pengaruh Latihan Relaksasi Otot Progresif terhadap Kualitas Tidur Lansia

yang tidak mampu mencapai tidur yang frekuensi penggunaan obat untuk membatu
dalam (tidur tahap IV dan tidur REM). tidur disebabkan responden sudah memiliki
Kebanyakan lansia juga mudah terbangun kualitas tidur yang lebih baik dibanding
hanya oleh stimulus yang ringan sekalipun. sebelumnya sebagai hasil latihan relaksasi
Padahal tidur yang dalam sangat bermanfaat otot progresif.
untuk mengembalikan fungsi tubuh dan Lansia umumnya mengalami penurunan
mempertahankan kebugaran. Johnson & kemampuan beradaptasi terhadap perubahan
Epperson (2006) menjelaskan bahwa orang fisik dan psikologis sebagai dampak proses
yang kekurangan durasi tidur mengakibatkan penuaan. Malik (2010) menjelaskan bahwa
tidak mampu berintegrasi dengan baik dan dorongan homeostatik untuk tidur lebih dulu
tidak efektif dalam aktifitasnya; mereka menurun kemudian diikuti oleh dorongan
menunjukkan tanda-tanda kebingungan, irama sirkadian untuk terjaga. Menurut
curiga, mudah menyerah, tidak merasa aman, Woolfolk & McNulty (2003) sebagaimana
mudah marah, dan kehilangan selera makan; dikutip oleh Purwanto (2012), gangguan juga
sehingga banyak lansia mengalami kerugian sering terjadi pada ritmik sirkadian tidur-
akibat ketidakmampuannya mencapai tidur jaga, yaitu suatu kondisi dimana jam biologik
yang dalam. menjadi lebih pendek dan fase tidurnya
Efisiensi tidur dengan membandingkan menjadi lebih maju. Gangguan ritmik
jumlah waktu tidur terhadap lamanya sirkadian tidur jaga ini berpengaruh terhadap
waktu ditempat tidur. Kesulitan memulai kadar hormon yang terutama disekresikan
tidur, ketidakmampuan memertahankan saat tidur dalam pada malam hari, antara
kenyenyakan tidur, dan sering terbangun lain hormon tiroid, prolaktin, dan melatonin
merupakan faktor penyebab penurunan (Jesica, 2009).
efisiensi tidur. Hal ini sesuai dengan Secara umum, gangguan tidur yang
penelitian Zarcone, Falke & Anlar (2010) menyebabkan kualitas tidur lansia menurun
yang mengidentifikasi 66,19% lansia hanya terjadi karena faktor fisik, psikologis dan
memiliki kurang dari 50% efisiensi tidurnya. lingkungan. Faktor fisik seperti adanya
Seiring dengan proses penuaan yang terjadi penyakit tertentu yang diderita mengakibatkan
pada lansia, efisiensi tidur akan berkurang lansia tidak dapat tidur dengan baik. Hal
sehingga tidak tercapai kualitas tidur yang ini pula yang banyak dialami lansia di
adekuat. Sesungguhnya penurunan jumlah BPSTW Ciparay. Faktor psikologis seperti
jam tidur bukanlah suatu masalah jika lansia kecemasan, stres, ketakutan, dan ketegangan
tersebut merasakan kualitas tidur yang baik, emosional acapkali dialami lansia. Apalagi
karena kualitas tidur yang baik akan dapat lansia di panti umumnya mempunyai stresor
memulihkan fungsi tubuh. tambahan seperti keharusan beradaptasi
Frekuensi penggunaan obat untuk terhadap lingkungan panti; adaptasi dengan
membantu tidur menggambarkan berat teman sekamar, dengan penghuni panti
ringannya gangguan tidur yang dialami oleh yang lain dan atau pengelola panti; serta
lansia. Semakin sering mengonsumsi obat adaptasi terhadap kegiatan dan aturan panti
untuk membantu tidur berarti lansia tersebut (Erliana, 2008). Tidak jarang kejadian
mengalami gangguan tidur berat yang juga kecil yang dialami lansia menyulut emosi
berarti kualitas tidurnya semakin buruk. dan menyebabkan kecemasan atau stres
Pada awal penelitian (pretest) ditemukan yang tentu saja dapat berakibat timbulnya
enam orang responden kelompok perlakuan gangguan tidur.
yang menggunakan obat untuk membantu Lingkungan dapat menjadi faktor
tidur. Frekuensi penggunaan obat adalah pendukung maupun penghambat tidur.
antara 1–2 kali seminggu. Jumlah responden Termasuk faktor lingkungan misalnya
yang menggunakan obat untuk membantu pencahayaan, temperatur kamar, ventilasi, dan
tidur berkurang menjadi tiga orang pada kebisingan. Secara umum kondisi lingkungan
posttest 1, berkurang lagi menjadi hanya satu di BPSTW Ciparay cukup kondusif. Lokasi
orang pada posttest 2 dan posttest 3 dengan panti yang jauh dari kebisingan, temperatur
frekuensi penggunaan kurang dari sekali yang nyaman, ventilasi yang memadai, dan
dalam seminggu. Berkurangnya jumlah dan pencahayaan yang baik merupakan faktor

16 Volume 4 Nomor 1 April 2016


Sulidah: Pengaruh Latihan Relaksasi Otot Progresif terhadap Kualitas Tidur Lansia

yang mendukung untuk tidur. Meskipun tersebut juga berkurang setelah melakukan
demikian, sebagian kecil lansia mengeluh latihan relaksasi otot progresif. Hal ini
kurang nyaman akibat temperatur dan sesuai dengan hasil penelitian terdahulu
pencahayaan. Hal ini dapat dimengerti yang membuktikan bahwa latihan relaksasi
mengingat respon setiap individu terhadap otot progresif bermanfaat untuk meredakan
lingkungan adalah berbeda-beda, apalagi keluhan sakit kepala dan meningkatkan
lansia di panti mempunyai latar belakang kualitas hidup (Azizi & Mashhady, 2012);
yang berbeda pula. mengatasi ketegangan, kecemasan, stres dan
Responden kelompok perlakuan depresi (Jacobson & Wolpe dalam Conrad
menunjukkan peningkatan kualitas tidur & Roth, 2007); dan membantu mengatasi
setelah latihan relaksasi otot progresif, kesulitan memulai dan mempertahankan tidur
sedang pada kelompok kontrol tidak terjadi pada penderita insomnia (Erliana, 2008).
perubahan yang bermakna. Tren peningkatan Pengaruh relaksasi otot progresif terhadap
kualitas tidur kelompok perlakuan terlihat kualitas tidur terlihat jelas dari peningkatan
dari peningkatan frekuensi lansia dengan durasi tidur lansia. Pada awal penelitian,
kualitas tidur baik dan penurunan skor rata- durasi tidur lansia terpendek adalah 3 jam,
rata PSQI. Hal ini menunjukkan bahwa dan durasi terlama adalah 6 jam 45 menit.
latihan relaksasi otot progresif mempunyai Setelah latihan relaksasi otot progresif rata-
dampak positif terhadap peningkatan kualitas rata durasi tidur lansia kelompok perlakuan
tidur lansia. menunjukkan peningkatan. Durasi terpendek
Latihan relaksasi otot progresif cukup yang didapatkan adalah 5 jam dan durasi
efektif untuk memperpendek latensi tidur, terlama adalah 7 jam 15 menit. Pada kelompok
memperlama durasi tidur, meningkatkan kontrol, rata-rata durasi tidur tersebut tidak
efisiensi tidur, mengurangi gangguan tidur, mengalami perubahan.
dan mengurangi gangguan aktifitas pada Peneliti meyakini bahwa peningkatan
siang hari sehingga meningkatkan respon kualitas tidur pada penelitian ini terjadi
puas terhadap kualitas tidurnya. Hasil serupa karena pengaruh latihan relaksasi otot
didapatkan pada penelitian Saeedi et al. progresif. Responden penelitian ini, baik
(2012), bahwa relaksasi otot progresif mampu kelompok perlakuan maupun kelompok
mereduksi penyebab gangguan tidur sehingga kontrol memiliki karakteristik yang tidak jauh
kualitas tidur meningkat. Efek relaksasi berbeda, tinggal dalam lingkungan yang sama,
otot progresif dalam pemenuhan kebutuhan dan sama-sama memiliki gangguan tidur
tidur dikemukakan oleh Conrad & Roth pada awal penelitian. Kelompok perlakuan
(2007) bahwa teknik relaksasi otot progresif menunjukkan peningkatan kualitas tidur
mampu mengontrol aktivitas sistem syaraf secara bermakna setelah latihan relaksasi otot
otonom dan aktivasi suprasciasmatic nucleus progresif; sedangkan kelompok kontrol tanpa
sehingga memudahkan untuk memulai dan melakukan latihan relaksasi otot progresif
mempertahankan tidur yang dalam. ternyata tidak mengalami perubahan pada
Peningkatan kualitas tidur lansia setelah kualitas tidur. Hal ini membuktikan bahwa
latihan relaksasi otot progresif disertai latihan relaksasi otot progresif memberi
dengan berkurangnya keluhan lansia. pengaruh terhadap peningkatan kualitas tidur
Keadaan ini terlihat dari jawaban responden lansia.
pada instrumen PSQI. Pada tahap pretest Penelitian ini, faktor usia, jenis kelamin,
banyak lansia yang mengeluhkan memiliki tingkat pendidikan, status pernikahan, dan
nyeri dengan frekuensi yang cukup sering; lama tinggal di panti tidak mempunyai
tetapi seiring dengan latihan relaksasi otot hubungan dengan kualitas tidur. Hasil
progresif yang dilakukan membuat frekuensi analisis korelasi antara faktor-faktor tersebut
nyeri menjadi berkurang, bahkan hilang. terhadap kualitas tidur menunjukkan tingkat
Sebagian kecil responden juga menyatakan signifikansi lebih dari 0,05 yang berarti bahwa
tidak dapat bernafas dengan nyaman, kualitas tidur tidak berhubungan dengan usia,
mengalami mimpi buruk, dan terbangun jenis kelamin, tingkat pendidikan, status
tengah malam untuk menggunakan toilet pernikahan, dan lama tinggal di panti. Hal
pada sebagian besar responden. Keluhan ini menegaskan bahwa peningkatan kualitas

Volume 4 Nomor 1 April 2016 17


Sulidah: Pengaruh Latihan Relaksasi Otot Progresif terhadap Kualitas Tidur Lansia

tidur memang disebabkan oleh latihan saraf simpatis membuat lansia tidak dapat
relaksasi otot progresif. Faktor psikologis merasakan rileks dan cenderung menghalangi
memang memengaruhi kualitas tidur; hadirnya rasa kantuk. Melalui latihan
tetapi responden kelompok kontrol juga relaksasi otot progresif lansia dilatih untuk
mempunyai kondisi psikologis yang hampir menghadirkan respon relaksasi sehingga
sama dengan kelompok perlakuan. Maka, jika dapat mencapai keadaan yang tenang dan
kelompok perlakuan mengalami peningkatan kondusif untuk tertidur. Potter & Perry (2005)
kualitas tidur sedang kelompok kontrol tidak menyatakan bahwa seseorang akan tertidur
meningkat, berarti aspek psikologis sebagai hanya jika telah merasa nyaman dan rileks.
variabel perancu pada penelitian ini dapat Smith (2005) menjelaskan bahwa kondisi
dikesampingkan. rileks yang dihasilkan terjadi karena latihan
Peningkatan kualitas tidur lansia setelah relaksasi otot progresif dapat memberikan
latihan relaksasi otot progresif didukung oleh pemijatan halus pada berbagai kelenjar tubuh,
konsep Smith (2005) dan Soewondo (2012) menurunkan produksi kortisol dalam darah,
yang menyatakan bahwa gerakan kontraksi mengatur pengeluaran hormon yang adekuat
dan relaksasi otot dapat menstimulasi respon sehingga memberi keseimbangan emosi dan
relaksasi baik fisik maupun psikologis. ketenangan pikiran.
Menurut Demiralp, Oflaz, & Komurcu (2010) Menurut Davis dan McKay (2001), latihan
respon tersebut terjadi karena rangsangan relaksasi otot progresif terbukti mampu
aktivitas sistem syaraf otonom parasimpatis mengatasi keluhan anxietas, insomnia,
yaitu nuclei rafe yang terletak pada separuh kelelahan, kram otot, serta menstabilkan
bagian bawah pons dan medulla; akibatnya tekanan darah. Kenyataan tersebut didasarkan
terjadi penurunan pada metabolisme tubuh, pada keyakinan manfaat latihan dalam
denyut nadi, tekanan darah dan frekuensi menurunkan kecemasan dan ketegangan
pernafasan, serta terjadi peningkatan sekresi fisiologis, serta meningkatkan relaksasi
serotonin sehingga tubuh menjadi tenang otot sehingga terjadi vasodilatasi pembuluh
dan lebih mudah untuk tidur. Pada saat yang darah. Aliran darah sistemik menjadi lancar,
sama, ketika melakukan gerakan relaksasi denyut nadi menjadi normal, frekuensi
otot, sebuah sel syaraf juga mengeluarkan pernapasan menjadi normal, dan mengurangi
opiate peptides yang merupakan saripati evaporasi sehingga klien menjadi nyaman
kenikmatan dan dialirkan keseluruh tubuh dan pikiran menjadi tenang sebagai akibat
sehingga yang dirasakan adalah rasa nikmat dari penurunan aktivitas Reticullar Activating
dan rileks (Persson, et al., 2008). System (RAS) dan peningkatan aktivitas
Menurut Yang et al. (2012), gangguan batang otak (Joshi, 2008; Yang et al., 2012).
tidur diduga sebagai akibat dari peningkatan Saeedi et al. (2007) menjelaskan bahwa
aktivitas Reticullar Activating System efek relaksasi mampu meningkatkan kerja
(RAS), dopamine dan noreprineprine atau syaraf parasimpatis sehingga kerja jantung
disebabkan penurunan aktivitas sistem berkurang dan suplai oksigen terpenuhi.
batang otak. Dalam penelitiannya, Jacobson Seseorang yang melakukan latihan relaksasi
berkesimpulan bahwa adanya ketegangan otot progresif akan menunjukkan penurunan
menyebabkan serabut-serabut otot kadar norepineprin, penurunan kontraktilitas
berkontraksi. Jacobson meyakini bahwa otot jantung, dan menstimulasi suprachiasmatic
yang tegang berhubungan dengan jiwa yang nucleus untuk menimbulkan sensasi nyaman
tegang dan fisik yang rileks akan disertai sehingga merangsang timbulnya kantuk.
dengan mental yang rileks pula (Soewondo,
2012). Dalam latihan relaksasi otot progresif,
gerakan menegangkan sekumpulan otot dan Simpulan
kemudian melemaskannya serta membedakan
sensasi tegang dan rileks, seseorang tersebut Latihan relaksasi otot progresif terbukti
dapat menghilangkan kontraksi otot untuk bermanfaat untuk meningkatkan kualitas tidur
selanjutnya akan mengalami perasaan rileks lansia. Manfaat tersebut tergambar dengan
dan nyaman (Zarcone, Falke, & Anlar, 2010). meningkatnya respon subjektif kepuasan
Menurut Oliveira (2010) aktivasi sistem tidur, latensi tidur memendek, durasi tidur

18 Volume 4 Nomor 1 April 2016


Sulidah: Pengaruh Latihan Relaksasi Otot Progresif terhadap Kualitas Tidur Lansia

bertambah, efisiensi tidur meningkat, keluhan Fatimah. (2012). Populasi lansia. Tersedia
gangguan tidur berkurang, dan berkurangnya dalam http://theopoxibink.blogspot.com/.
gangguan aktifitas siang hari sehubungan
dengan masalah tidur. Hasil penelitian ini Jesica, B. (2009). Pentingnya tidur berkualitas
mendukung penemuan penelitian sebelumnya bagi kesehatan. Jakarta: Sagung Seto.
tentang manfaat relaksasi otot progresif yang
mampu mereduksi penyebab gangguan tidur. Johnson & Epperson. (2006). Quality of
Dengan demikian relaksasi otot progresif sleep and quality of life in elderly. Sleep Med
dapat dijadikan sebagai terapi komplementer 12(1), 93–102.
dalam tatalaksana gangguan tidur pada lansia.
Joshi, S. (2008). Nonpharmacologic therapy
for insomnia in elderly. Clin Geriatr Med.
Daftar Pustaka 24(1), 107–119.
Azizi, M., & Mashhady, H. (2012). Analysis Kemenkes RI. (2015). Pelayanan dan
of progressive relaxation effect on life quality peningkatan kesehatan usia lanjut. Tersedia
of migraine patients. Current Research dalam http://www.depkes.go.id/article/
Journal of Social Sciences 4(2), 150–152. view/15052700010/.
Conrad, A., & Roth, W. T. (2007). Muscle Khasanah, K., & Hidayati, W. (2012).
relaxation therapy for anxiety disorders: It Kualitas tidur lansia balai rehabilitasi sosial
works but how? Journal of Anxiety Disorders, “mandiri” Semarang. Jurnal Nursing Studies.
21, 243–264. 1(1), 189–196.
Corey, G. (2005). Student manual for Madjid, I. (2008). Mewujudkan lanjut usia
theory and practice of counselling and yang sejahtera. Jakarta: Penerbit Harapan
psychotherapy (7th edition). USA: Thompson Jaya.
Brooks/Cole.
Malik, K. (2010). Seri hidup sehat : rahasia
Crowley, K. (2011). Sleep and sleep disorders dibalik tidur. Jakarta: Pusaka Indonesia.
in older adults. Retrieved from http://web.
ebscohost.com/ehost/pdfviewer/sid=b76f647 Marchira, C. R. (2007). Insomnia pada lansia
dan penatalaksanaannya. Jurnal Berkala
Davis & McKay. (2001). Panduan relaksasi Kesehatan Klinik 13(2) : 123–129.
dan reduksi stres (Edisi V). Jakarta: EGC.
Montagna, P., & Cokroverty, S. (2011).
Demiralp, Oflaz, & Komurcu. (2010). Sleep disorders part 1 (handbook of clinical
Effects of relaxation training on sleep quality neurology). Elsevier Science Publishing Co.
and fatigue in patients with breast cancer
undergoing adjuvant chemotherapy. Journal Oliveira, A. (2010). Sleep quality of elders
of Clinical Nursing, 19, 1073–1083. living in long term institution. Tersedia dalam
http://www.scielo.br/pdf/reeusp/v44n3/
Erliana, E. (2008). Perbedaan tingkat en_10.pdf.
insomnia sebelum dan sesudah latihan
relaksasi otot progresif (pregressive muscle Persson et al. (2008). Relaxation as treatment
relaxation) di BPSTW Ciparay Bandung. for chronic musculoskeletal pain : a
Tersedia dalam http://pustaka.unpad.ac.id/ systematic review of randomized controlled
wp-content/uploads/pdf. studies. Physical Therapy Reviews, 13(5),
355–365.
Eshelman, R. (2008). A Systematic review of
nonpharmacological therapies for insomnia. Potter & Perry. (2005). Buku ajar fundamental
Silver Spring, 45, 49–64. keperawatan : Konsep, proses dan praktek.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Volume 4 Nomor 1 April 2016 19


Sulidah: Pengaruh Latihan Relaksasi Otot Progresif terhadap Kualitas Tidur Lansia

Purwanto, S. (2012). Mengatasi insomnia Soewondo, S. (2012). Stres, Manajemen


dengan terapi relaksasi. Jurnal Kesehatan, Stres, dan Relaksasi Progresif. Jakarta:
1(2), 141–147. LPSP3 UI
Saeedi et al. (2012). The effect of progressive Stevens, M. S. (2008). Normal sleep, sleep
muscle relaxation on sleep quality of patients physiology, and sleep deprivation : general
undergoing hemodialysis. Iranian Journal of principles. Tersedia dalam www.emedicine.
Critical Care Nursing, 5(1), 23–28. com/neuro/topic444.htm.
Samsudrajat, A. (2012). Menuju hari tua Wolkove et al. (2007). Sleep and aging: 1.
yang sehat, mandiri dan produktif tanpa Sleep disorders commonly found in older
kontaminasi rokok untuk mewujudkan people. CMAJ, 176(9), 1299–1304.
ekonomi hijau. Tersedia dalam https://
agus34drajat.wordpress.com/author/ Woolfolk, R. L., & McNulty, T. F. (2003).
agus34drajat/page/2/. Relaxation treatment for insomnia: A
componen analysis. Journal of Consulitng
Smith, J. C. (2005). Relaxation, meditation, and Clinical Psychology, 51(4), 495–503.
and mindfulness : A mental health
practitioner’s guide to new and traditional Yang et al. (2012). Exercise training improves
approaches. New York: Springer. sleep quality in middle-aged and older adults
with sleep problems: A systematic review.
Smyth, C. (2007). The pittsburgh sleep Journal of Physiotherapy, 58, 157–163.
quality index (PSQI). Try this : Best practices
in nursing care to older adults. Issue Number Zarcone, P., Falke, R., & Anlar, O. (2010).
6.1. Tersedia dalam http://consultgerirn.org/ Effect of progressive relaxation on sleep
uploads/File/trythis/try_this_6_1.pdf. quality. Neurosci, 63, 221–227.

20 Volume 4 Nomor 1 April 2016

Anda mungkin juga menyukai