Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

Pembesaran kelenjar prostat mempunyai angka morbiditas yang bermakna pada


populasi pria lanjut usia. Gejalanya merupakan keluhan yang umum dalam bidang bedah
urologi.

Hiperplasia prostat merupakan salah satu masalah kesehatan utama bagi pria diatas
usia 50 tahun dan berperan dalam penurunan kualitas hidup seseorang. Suatu penelitian
menyebutkan bahwa sepertiga dari pria berusia antara 50 dan 79 tahun mengalami hiperplasia
prostat.

Adanya hiperplasia ini akan menyebabkan terjadinya obstruksi saluran kemih dan
untuk mengatasi obstruksi ini dapat dilakukan dengan berbagai cara mulai dari tindakan yang
paling ringan yaitu secara konservatif (non operatif) sampai tindakan yang paling berat yaitu
operasi.1

1
BAB II

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama lengkap : Tn.T Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 71 Tahun Suku bangsa : Jawa

Status perkawinan : Menikah Agama : Islam

Pekerjaan : Buruh Tani Pendidikan : SD

Alamat : Desa Antar Baru

II. ANAMNESIS
Dilakukan autoanamnesis terhadap pasien pada tanggal 12 Desember 2017
 Keluhan utama
Tidak bisa buang air kecil sejak 8 jam sebelum masuk rumah sakit
 Keluhan tambahan
Nyeri perut bawah
 Riwayat penyakit sekarang
Seorang pasien 71 tahun datang ke RS dengan keluhan tidak bisa buang air
kecil sejak 8 jam sebelum masuk rumah sakit. Gangguan berkemih ini
sebenarnya sudah dirasakan sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit. Pada
awalnya pasien merasa sulit berkemih sehingga harus mengejan bila ingin
berkemih. Pasien mengaku pancaran kencing melemah dan terputus-putus,
serta adanya urin yang menetes diakhir berkemih. Pasien juga mengeluh
adanya rasa tidak puas setelah berkemih. Selain itu terdapat rasa nyeri saat
berkemih, dengan warna urin agak keruh dan kemerahan. Frekuensi
berkemih pasien meningkat pada malam hari, pasien dapat terbangun 5x
untuk berkemih. Pasien menyangkal adanya demam. Keluhan nyeri
pinggang juga disangkal oleh pasien. Tidak ada mual maupun muntah.

2
Buang air besar dalam batas normal, teratur, konsistensi lunak, tidak
berlendir maupun berdarah.
 Riwayat penyakit dahulu
Pasien mengaku tidak memiliki riwayat darah tinggi, kencing manis,
maupun asma. Riwayat penyakit jantung, maag, maupun alergi makanan
dan obat-obatan disangkal oleh pasien.
Pasien pernah mengalami hal yang sama 1 bulan sebelum masuk rumah
sakit.
 Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit serupa. Tidak terdapat
riwayat darah tinggi, kencing manis, asma, maupun alergi dalam keluarga.
 Riwayat kebiasaan
Pasien memiliki kebiasaan menahan buang air kecil. Selain itu pasien
merokok sejak masih muda dan minum kopi. Namun kebiasaan minum
alkohol disangkal oleh pasien.
 Riwayat pengobatan
1 bulan sebelum masuk rumah sakit, pasien pernah mengalami keluhan yang
sama, yaitu tidak bisa buang air kecil. Pasien berobat ke IGD dan untuk
pertama kalinya dipasang dauer catheter. DC dipertahankan selama 7 hari.
Namun setelah DC dilepas, keluhan timbul kembali. Akhirnya pasien
memutuskan untuk berobat ke Poli Bedah RSUD Abdul Aziz.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan umum
Kesan sakit : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Kesan gizi : Gizi cukup

Tanda vital
Tekanan darah : 130/90 mmHg
Nadi : 88x/menit
Suhu : 37°C

3
Frekuensi napas : 20x/menit

Status generalis
Kepala : Normocephali, rambut warna hitam beruban, distribusi merata
Mata : Konjuntiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat isokor, reflex
cahaya langsung (+/+), reflex cahaya tidak langsung (+/+)
Hidung : deviasi septum (-), konkha oedem (-/-), hiperemis (-/-), sekret (-/-)
Telinga : Simetris, liang telinga lapang, reflex cahaya membrane timpani (+/+),
serumen (+/+), sekret (-/-)
Mulut : Tonsil dan faring dalam batas normal
Leher : Trakea terletak di tengah, KGB dan tiroid tidak tampak membesar
Thoraks
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V LMC sinistra
Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : BJ I & II regular, murmur (-), gallop (-)
Paru-paru
Inspeksi : Dinding dada simetris saat statis dan dinamis
Palpasi : Vocal fremitus teraba simetris
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Suara napas vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen : Supel, timpani, nyeri tekan (-), BU (+) normal
Ekstremitas : Akral hangat pada keempat ekstremitas, edema (-)
Status Urologis
CVA : NT -/-, NK-/-, ballottement -/-
SS : NT (+), buli teraba penuh
GE : tanda radang (-)

Pemeriksaan Rectal Toucher :


Tonus sfingter ani baik
Mukosa rektum licin
Prostat : Teraba membesar
Konsistensi kenyal
4
Permukaan rata
Nodul (-)
Sulcus mediana tidak teraba
Pool atas tidak teraba
TBP ±60gr
Feses (-), lendir (-), darah (-)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium (12/12/2017)

Hematologi Hasil Nilai normal Interpretasi


Leukosit 14.30 ribu/µL 3.8- 10.6 ↑
Hemoglobin 11.4 g/dL 13.2 – 17.3 ↓
Hematokrit 35 % 40 – 52 ↓
Trombosit 396 ribu/µL 150 – 440 dbn

Faal hemostasis Hasil Nilai normal Interpretasi


Waktu perdarahan 3.00 menit 1–6 dbn
Waktu pembekuan 13.00 menit 5 – 15 dbn

Hati Hasil Nilai normal Interpretasi


AST / SGOT 19 <33 dbn
ALT / SGPT 15 <50 dbn
Albumin 3.5 g/dL 3.2 – 4.6 dbn

Metabolisme Hasil Nilai normal Interpretasi


karbohidrat
GDS 129 mg/dL <110 ↑

5
Ginjal Hasil Nilai normal Interpretasi
Ureum 20 mg/Dl 17 – 49 dbn
Kreatinin 0.85 mg/dL <1.2 dbn
Asam urat 6.7 mg/dL <7 dbn

Elektrolit serum Hasil Nilai normal Interpretasi


Natrium (Na) 137 mmol/L 135 – 155 Dbn
Kalium (K) 4.2 mmol/L 3.6 – 5.5 Dbn
Klorida (Cl) 102 mmol/L 98 – 109 Dbn

Urinalisis Hasil Nilai normal Interpretasi


Warna Kemerahan Kuning
Kejernihan Keruh Jernih
Glukosa Negatif Negatif Dbn
Bilirubin Negatif Negatif Dbn
Keton Negatif Negatif Dbn
Ph 7.0 4.6 – 6 Dbn
Berat jenis 1.025 1.005 – 1.030 Dbn
Albumin urin Negatif Negatif Dbn
Urobilinogen 0.2 EU/dL 0.1 – 1 Dbn
Nitrit Negatif Negatif Dbn
Darah 3+ Negatif
Esterase leukosit Negatif Negatif Dbn

Sedimen urin Hasil Nilai normal Interpretasi

6
Leukosit 8 <5 ↑
Eritrosit Penuh <2
Epitel Positif Positif Dbn
Silinder Negatif Negatif Dbn
Kristal Negatif Negatif Dbn
Bakteri Negatif Negatif Dbn
Jamur Negatif Negatif Dbn

USG Abdomen (19/12/2017)

 Hepar : Besar dan bntuk normal, permukaan regular. Echostruktur parenchim


homogen. Pembuluh darah normal. Tak tampak SOL / kalsifikasi.
 Kantung Empedu : Besar dan bentuk normal, dinding tipis regular. Tidak
tampak batu maupun sludge.
 Lien : Besar dan bentuk normal, echostruktur homogen. Tak tampak lesi fokal
/ SOL. Vena lienalis tidak melebar.
 Pankreas : Besar dan bentuk normal, echostruktur parenchim homogen. Ductus
pancreatikus tidak melebar, tak tampak lesi fokal / SOL.
 Aorta : Bentuk dan kaliber normal, tak tampak pembesaran pada KGB para
aorta.
 Ginjal kanan : Besar dan bentuk normal, permukaan regular. Batas cortex dan
medulla jelas. Sistem pelviocalises normal. Tak tampak batu maupun
kalsifikasi.
 Ginjal kiri : Besar dan bentuk normal, permukaan regular. Batas cortex dan
medulla jelas. Sistem pelviocalises normal, tak tampak batu / SOL. Tampak
lesi anechoic dengan posterior enhanchementukuran 0.86 x 1.21 cm.
 Buli – buli : Besar dan bentuk normal, dinding menebal irregular ukuran 0.77
cm, tak tampak bayangan hyperechoik atau posterior ancoustic shadow.
 Prostat : Membesar dengan volume 52.58 cm3. Echostruktur parenchim
norma, tak tampak lesi maupun kalsifikasi.

Kesan : 1. Cyst ren sinistra

7
2. Hypertrophy Prostat et Cystitis Chronic

V. RESUME
Seorang laki-laki 71 tahun datang dengan keluhan tidak bisa buang air kecil sejak
8 jam sebelum masuk rumah sakit. Gangguan berkemih sudah dirasakan sejak 1
bulan yang lalu. Pada awalnya pasien merasa sulit berkemih sehingga harus
mengejan bila ingin berkemih. Pasien mengaku pancaran kencing melemah dan
terputus-putus, serta adanya urin yang menetes diakhir berkemih. Pasien juga
mengeluh adanya rasa tidak puas setelah berkemih. Selain itu terdapat rasa nyeri
saat berkemih, dengan warna urin agak keruh kemerahan. Frekuensi berkemih
pasien meningkat pada malam hari, pasien dapat terbangun 5x untuk berkemih.
Pasien pernah mengalami keluhan yang sama yaitu tidak bisa buang air kecil 1
bulan sebelum masuk rumah sakit. Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan
supra symphisis, buli teraba penuh, dan pada rectal toucher didapatkan prostat
teraba membesar, konsistensi kenyal, permukaan rata, tidak nyeri, tidak ada nodul,
dengan TBP ±60gr.

VI. DIAGNOSIS KERJA


Benign Prostate Hyperplasia (BPH)

VII. DIAGNOSIS BANDING


Karsinoma prostat

VIII. PENATALAKSANAAN
 Pasang DC No.18 Fr
 Persiapan operasi
 Cefspan 100mg 2x1

IX. PROGNOSIS
Ad vitam : Bonam
Ad fungsionam : Bonam

8
BAB III

ANALISIS KASUS

1. Dari anamnesis

Laki-laki 71 tahun  BPH merupakan penyakit pada pria tua. Keadaan ini dialami oleh 50%
pria yang berusia 60 tahun dan kurang lebih 80% pria yang berusia 80 tahun. Pada usia tua,
kadar testosteron menurun, sedangkan kadar estrogen relatif tetap sehingga perbandingan
antara estrogen dan testosteron relatif meningkat. Estrogen dalam prostat berperan dalam
terjadinya proliferasi kelenjar prostat dengan cara meningkatkan sensitivitas sel-sel prostat
terhadap rangsangan hormon androgen, meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan
menurunkan jumlah kematian sel-sel prostat (apoptosis).

Keluhan Utama : Tidak bisa BAK sejak 8 jam SMRS  gejala ini merupakan menifestasi
klinik yang terjadi akibat penyempitan uretra pars prostatika karena didesak oleh prostat yang
membesar dan akibat otot-otot buli yang mengalami kepayahan/fatigue (dekompensasi) karena
harus berkontraksi terus-menerus untuk mengeluarkan urin dari buli-buli.

Keluhan tambahan : Nyeri perut bawah  akibat buli-buli penuh terisi urin yang tidak bisa
keluar karena penyempitan uretra akibat pembesaran prostat.

Riwayat Penyakit Sekarang :

o BAK sering tidak lancar atau terputus-putus sehingga harus mengejan ketika
BAK (Pancaran miksi terputus-putus atau intermitency) : disebabkan otot
detrusor gagal berkontraksi dengan cukup lama untuk melawan tahanan
(resistensi) di uretra sehingga kontraksinya terputus-putus

o Nyeri saat berkemih (dysuria)  inflamasi buli.

o Sering BAK (frekuensi) : disebabkan karena hipersensitivitas otot detrusor atau


karena pengosongan yang tidak lengkap pada tiap miksi sehingga interval antar
miksi menjadi lebih pendek. Frekuensi miksi meningkat terutama pada malam

9
hari (nokturia)  disebabkan karena tonus sfingter uretra berkurang selama
tidur.

o Pancaran urin lemah  disebabkan otot detrusor gagal berkontraksi dengan


cukup kuat.

o Menetes ketika di akhir BAK  Akibat dari masih adanya sisa urine yang
belum sepenuhnya dikeluarkan, karena adanya hambatan untuk
mengeluarkannya secara keseluruhan.

2. Dari pemeriksaan fisik :

Pada pemeriksaan Rectal Toucher didapatkan :

- Tonus sfingter ani baik, mukosa rectum licin


- Teraba prostat membesar, konsistensi kenyal, permukaan rata, nodul (-), nyeri
tekan (-), sulcus mediana tidak teraba, pool atas tidak teraba, TBP ±60gr 
menunjukkan pembesaran prostat jinak.

3. Dari pemeriksaan penunjang di dapatkan :


 Leukosit darah meningkat, urin keruh, leukosit urin meningkat -> infeksi
saluran kemih
 Hb menurun, eritrosit urin penuh  hematuri. Hematuri disini bisa disebabkan
karena BPH, infeksi saluran kemih, ataupun karena pemasangan kateter.
 PSA meningkat  PSA yang meningkat menunjukkan kecurigaan kearah
karsinoma prostat, tapi selain itu PSA yang meningkat juga bisa disebabkan
karena infeksi saluran kemih. Untuk itu diperlukan pemeriksaan lanjutan yaitu
biopsy prostat.

4. Dari pemeriksaan USG didapatkan kesan hipertrofi prostat.

DIAGNOSA KERJA

BPH (Benign Prostate Hyperplasia)


10
DIAGNOSA BANDING

 Karsinoma prostat
Pada stadium permulaan karsinoma prostat tidak memberikan gejala atau tanda klinis.
Biasanya ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan colok dubur dengan kelainan
konsistensi, yaitu bagian prostat yang keras, permukaan tidak rata, nodul, dan asimetri.
Dari pemeriksaan USG didapatkan kesan hipertrofi prostat, namun hasil pemeriksaan
penunjang didapatkan PSA yang meningkat. Untuk itu masih dibutuhkan pemeriksaan
biopsi prostat.

PENATALAKSANAAN

 OPERATIF

Terapi pilihan pada pasien BPH yang mengalami retensi urine, hasil lebih baik, dengan
masa pemulihan yang lebih cepat.

 Cefspan 100mg 2x1


Pemberian antibiotik untuk mengatasi infeksi saluran kemih pada pasien.

PROGNOSIS

AD BONAM. Diagnosis dan pemilihan terapi yang tepat menghilangkan keluhan BAK pada
pasien. Selain itu pasca operatif prostat memilki tingkat kekambuhan yang rendah.

11
BAB IV

TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI

Hiperplasia prostat jinak (BPH), juga dikenal sebagai hipertrofi prostat jinak, adalah
pertumbuhan berlebihan dari sel-sel prostat yang tidak ganas. Pembesaran prostat jinak akibat
sel-sel prostat memperbanyak diri melebihi kondisi normal, yang biasanya dialami laki-laki
berusia diatas 50 tahun. BPH merupakan diagnosis histologis ditandai oleh proliferasi dari
elemen seluler prostat, akumulasi seluler dan pembesaran kelenjar dapat hasil dari proliferasi
epitel dan stroma, gangguan kematian sel terprogram (apoptosis), atau keduanya. BPH
melibatkan unsur-unsur stroma dan epitel dari prostat timbul di zona transisi periurethral dan
kelenjar hiperplasia yang diduga hasil pembesaran prostat yang dapat membatasi aliran urin
dari kandung kemih. BPH dianggap sebagai bagian normal dari proses penuaan pada pria dan
hormon tergantung pada produksi testosteron dan dihidrotestosteron (DHT). 2

ANATOMI,HISTOLOGI DAN FISIOLOGI PROSTAT

ANATOMI

Prostat adalah organ fibromuskular dan glandular berbentuk konus terbalik yang
terletak di sebelah inferior buli-buli, di depan rectum dan membungkus uretra posterior.
beratnya kurang lebih 20 gram dengan ukuran 4 x 3 x 2.5 cm.1

12
Menurut McNeal (1972), prostat memiliki zona perifer, zona sentral, zona transisional,
zona fibromuskuler anterior dan zona periuretra. Segmen uretra yang melintasi kelenjar prostat
adalah uretra prostat. Menurut klasifikasi Lowsley, prostat terdiri dari 5 lobus: anterior,
posterior, median,lateral kanan, dan kiri lateral. Lobus anterior terletak di depan uretra pars
prostatika, tidak ada jaringan kelenjar. Lobus medius terletak diantara uretra pars prostatika
dan duktus ejakulatorius, ada banyak jaringan kelenjar. Lobus posterior terletak di belakang
uretra dan di bawah duktus ejakulatorius, ada jaringan kelenjar. Lobus dekstra dan sinistra
terletak disamping kanan dan kiri uretra pars prostatika, ada banyak jaringan kelenjar.

13
Pendarahan prostat oleh cabang dari arteri vesikalis inferior, Arteri pudenda interna,
dan Arteri rectalis media. Sedangkan untuk pendarahan vena diatur oleh pleksus venosus
prostaticus.

Prostat memperoleh persarafan otonomik simpatis dan parasimpatis dari pleksus


prostatikus. Pleksus prostatikus menerima masukan serabut parasimpatis dari kora spinalis S2-
4 dan simpatik dari nervus hipogastrikus (T10-L2) . Aliran Limfe dari kelenjar prostat
bermuara pada nodus iliaca internus, sacral,vesikalis, dan iliaca eksternus. 1

HISTOLOGI
Secara histologi prostat terdiri atas 30-50 kelenjar tubulo alveolar yang
mencurahkan sekretnya ke dalam 15-25 saluran keluar yang terpisah. Saluran ini
bermuara ke uretra pada kedua sisi kolikulus seminalis. Kelenjar ini terbenam dalam
stroma yang terutama terdiri dari otot polos yang dipisahkan oleh jaringan ikat kolagen
dan serat elastis. Otot membentuk masa padat dan dibungkus oleh kapsula yang tipis
dan kuat serta melekat erat pada stroma. Alveoli dan tubuli kelenjar sangat tidak teratur
dan sangat beragam bentuk ukurannya, alveoli dan tubuli bercabang berkali-kali dan
keduanya mempunyai lumen yang lebar, lamina basal kurang jelas dan epitel sangat
berlipat-lipat. Jenis epitelnya berlapis atau bertingkat dan bervariasi dari silindris
sampai kubus rendah tergantung pada status endokrin dan kegiatan kelenjar. Sitoplasma
mengandung sekret yang berbutir-butir halus, lisosom dan butir lipid. Nukleus biasanya
satu, bulat dan biasanya terletak basal. Nukleoli biasanya terlihat ditengah, bulat dan
kecil.2

FISIOLOGI
Sekret kelenjar prostat adalah cairan seperti susu yang bersama-sama sekret dari
vesikula seminalis merupakan komponen utama dari cairan semen. Semen berisi sejumlah
asam sitrat sehingga pH nya agak asam (6,5). Selain itu dapat ditemukan enzim yang bekerja
sebagai fibrinolisin yang kuat, fosfatase asam, enzim-enzim lain dan lipid. Sekret prostat
dikeluarkan selama ejakulasi melalui kontraksi otot polos. kelenjar prostat juga menghasilkan
cairan dan plasma seminalis, dengan perbandingan cairan prostat 13-32% dan cairan vesikula

14
seminalis 46-80% pada waktu ejakulasi. Kelenjar prostat dibawah pengaruh Androgen Bodies
dan dapat dihentikan dengan pemberian Stilbestrol. 3

EPIDEMIOLOGI

Hiperplasia prostat merupakan penyakit pada pria tua dan jarang ditemukan sebelum usia 40
tahun. Prostat normal pada pria mengalami peningkatan ukuran yang lambat dari lahir sampai
pubertas, yang kontinyu sampai usia akhir 30-an. Pertengahan dasawarsa ke-5, prostat bisa
mengalami perubahan hyperplasia.

Pada usia lanjut beberapa pria mengalami pembesaran prostat jinak. Keadaan ini dialami oleh
50% pria yang berusia 60 tahun dan kurang lebih 80% pria yang berusia 80 tahun.1

ETIOLOGI

Etiologi dari BPH masih belum diketahui pasti karena melibatkan banyak faktor dan dikontrol
oleh sistem endokrin. Prostat terdiri dari stroma dan epitel, dimana salah satu atau gabungan
keduanya dapat berkembang menjadi hyperplasia menimbulkan nodul dan gejala yang terkait
dengan BPH. Beberapa studi klinis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat kaitannya
dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses aging (menjadi tua). Beberapa
hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat adalah:4,5

1. Teori dehidrotestosteron
Dehidrotestosteron adalah metabolit androgen yang sangat penting dalam pertumbuhan
sel-sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosteron didalam sel prostat oleh enzim 5α-
reduktase dengan bantuan koenzim NADPH. DHT yang telah berikatan dengan
reseptor androgen (RA) membentuk kompleks DHT-RA pada inti sel dan selanjutnya
terjadi sintesis protein growht factor yang menstimulasi pertumbuhan sel prostat

Pada berbagai penilitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak jauh berbeda
dengan kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada BPH, aktivitas enzim 5α-
reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan

15
sel-sel prostat pada BPH lebih sensitiv terhadap DHT sehingga repliksi sel lebih banyak
terjadi dibandingkan dengan prostat normal.

2. Interaksi stroma-epitel
Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat
secara tidak langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator (growth
factor) tertentu. Setelah sel-sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan estradiol,
sel-sel stroma mensintesis suatu growth factor yang selanjutnya mempengaruhi sel-sel
stroma itu sendiri secara intrakrin dan autokrin, serta mempengaruhi sel-sel epitel
secara parakrin. Stimulasi itu menyebabkan terjadinya proliferasi sel-sel epitel maupun
sel stroma.

3. Ketidakseimbangan antara estrogen dan testosteron


Pada usia yang semakin tua, kadar testosteron menurun, sedangkan kadar estrogen
relatif tetap sehingga perbandingan antara estrogen dan testosteron relatif meningkat.
Telah diketahui bahwa estrogen dalam prostat berperan dalam terjadinya proliferasi
kelenjar prostat dengan cara meningkatkan sensitivitas sel-sel prostat terhadap
rangsangan hormon androgen, meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan
menurunkan jumlah kematian sel-sel prostat (apoptosis). Hasil akhir dari semua
keadaan ini adalah, meskipun rangsangan terbentuknya sel-sel baru akibat rangsangan
testosteron menurun, tetapi sel-sel prostat yang telah ada mempunyai umur yang lebih
panjang sehingga massa prostat jadi lebih besar.

4. Berkurangnya kematian sel prostat


Program kematian sel (apoptosis) pada sel prostat adalah mekanisme fisiologik untuk
mempertahankan homeostasis kelenjar prostat. Pada apoptosis terjadi kondensasi dan
fragmentasi sel yang selanjutnya sel-sel yang mengalami apoptosis akan difagositosis
oleh sel-sel disekitarnya kemudian didegradasi oleh enzim lisosom.

Pada jaringan normal, terdapat keseimbangan antara laju proliferasi sel dengan
kematian sel. Pada saat terjadi pertumbuhan prostat sampai pada prostat dewasa,
penambahan jumlah sel-sel prostat baru dengan yang mati dalam keadaan seimbang.
Berkurangnya jumlah sel-sel prostat secara keseluruhan menjadi meningkat sehingga
menyebabkan pertambahan masa prostat.

16
Sampai sekarang belum dapat diterangkan secara pasti faktor-faktor yang
mengahambat proses apoptosis. Diduga hormon androgen berperan dala menghambat
proses kematian sel karena setelah dilakukan kastrasi, terjadi peningkatan aktivitas
kematian sel kelenjar prostat. Estrogen diduga mampu memperpanjang usia sel-sel
prostat, sedangkan faktor pertumbuhan TGFβ berperan dalam proses apoptosis.

5. Teori sel stem


Untuk mengganti sel-sel yang telah mengalami apoptosis, selalu dibentuk sel-sel baru.
Di dalam kelenjar prostat dikenal suatu sel stem, yaitu sel yang mempunyai kemampuan
berproliferasi sangat ekstensif. Kehidupan sel ini sangat tergantung pada keberadaan
hormon androgen, sehingga jika hormon ini keadaannya menurun seperti yang terjadi
pada kastrasi menyebabkan terjadinya apoptosis. Terjadinya proliferasi sel-sel pada
BPH dipostulasikan sebagai ketidak tepatan aktivitas sel stem sehingga terjadi produksi
yang berlebihan sel stroma maupun sel epitel.

PATOLOGI
Proses berkembangnya BPH di zona transisional. Suatu proses hiperplastik akibat kenaikan
jumlah sel. Evaluasi mikroskopis mengungkapkan pola pertumbuhan nodular yang terdiri dari
berbagai jumlah stroma dan epitel. Stroma terdiri dari berbagai jumlah kolagen dan otot
polos. Diferensial komponen histologis BPH menjelaskan potensi respon untuk terapi. Jadi
terapi alpha-blocker dapat memberikan respon baik pada pasien dengan BPH yang memiliki
signifikan komponen otot polos, sedangkan BPH yang dominan terdiri dari epitel akan
merespon lebih baik terhadap inhibitor 5-alpha-reductase. Pasien dengan komponen kolagen
dalam stroma yang signifikan mungkin tidak merespon salah satu bentuk terapi
medis. Sayangnya, respon terhadap terapi tertentu tidak dapat diprediksi sebelumnya. Seperti
nodul BPH di zona transisional memperbesar, mereka memadatkan zona luar prostat,
menghasilkan pembentukan kapsul bedah, batas ini memisahkan zona transisi dari zona perifer
dan berfungsi sebagai landasan untuk enuklleasi prostat selama prostatectomi terbuka
sederhana dilakukan untuk BPH. 1

17
PATOFISIOLOGI
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan
menghambat aliran urin. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Untuk
dapat mengeluarkan urin, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu.
Kontraksi yang terus menerus ini menyebabkan perubahan anatomik buli-buli berupa hipertrofi
otot detrusor. Penebalan otot detrusor ini disebut fase kompensasi. Penonjolan serat otot
detrusor dengan sistoskopi akan terlihat seperti balok yang disebut trabekulasi. Terjadi
penonjolan mukosa yang kecil yang disebut sakula dan divertikel buli-buli. Perubahan struktur
pada buli-buli tersebut, oleh pasien dirasakan sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah
bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan gejala
prostatismus. 2,6,7
 Sering BAK (frekuensi)  disebabkan karena hipersensitivitas otot detrusor
atau karena pengosongan yang tidak lengkap pada tiap miksi sehingga
interval antar miksi menjadi lebih pendek. Frekuensi miksi meningkat
terutama pada malam hari (nokturia)  disebabkan karena tonus sfingter
uretra berkurang selama tidur.

 Sering kebelet ingin BAK (Urgensi)  disebabkan hiperiritabilitas dan


hipersensitivitas buli-buli karena obstruksi infravesika.

 Harus menunggu lama / susah untuk memulai kencing (hesitancy) 


Obstruksi intavesika menyebabkan otot detrusor gagal berkontaksi dengan
cukup kuat untuk menegeluarkan urin.

 Pada saat urin keluar terasa panas atau sakit (dysuria)  inflamasi buli.

 Pancarannya miksi lemah  disebabkan otot detrusor gagal berkontraksi


dengan cukup kuat .

 BAK sering berhenti dan lancar lagi terutama bila mengedan (Pancaran
miksi terputus-putus atau intermitency)  disebabkan otot detrusor gagal
berkontraksi dengan cukup lama untuk melawan tahanan (resistensi) di
uretra sehingga kontraksinya terputus-putus

18
 Menetes ketika selesai miksi  tidak tuntas nya urin yang harus
dikeluarkan.

Apabila buli-buli menjadi dekompensasi, akan terjadi retensi urin sehingga pada akhir
miksi masih ditemukan sisa urin di dalam kandung kemih dan timbul rasa tidak tuntas pada
akhir miksi. Karena produksi urin terus terjadi, maka tekanan intravesika terus meningkat.
Apabila tekanan vesika menjadi lebih tinggi daripada tekanan sfingter akan terjadi
inkontinensia paradoks. Retensi urin kronik tidak hanya menyebabkan tekanan intravesika
meningkat tetapi juga meningkatkan tekanan pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua
muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urin dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks
vesiko-ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter,
hidronefrosis bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal
dipercepat bila terjadi infeksi.

Karena selalu terdapat sisa urin, dapat terbentuk batu endapan di dalam kandung kemih.
Batu ini menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria. Batu tersebut dapat juga
menyebabkan sistitis, dan bila terjadi refluks vesiko-ureter terjadi pielonefritis.

19
GAMBARAN KLINIS
Hiperplasia prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih baik bagian atas ataupun
bawah dan keluhan diluar saluran kemih.2,7,8

1. Gejala pada saluran kemih bagian bawah (LUTS)


Keluhan pada saluran kemih sebelah bawah (LUTS) terdiri atas gejala obstruksi
dan iritatif. Gejala obstruksi seperti hesitansi (susah memulai miksi), pancaran miksi
lemah, intermitensi (miksi tiba-tiba berhenti dan lancar kembali / terputus-putus), miksi
tidak puas, terminal dribbling ( menetes setelah miksi). Gejala iritatif seperti
frekuensi( anyang-anyang ), nokturi (sering miksi malam hari), urgensi (merasa ingin
miksi yang tidak bisa di tahan), disuria (nyeri saat miksi).

Timbulnya gejala LUTS merupakan kompensasi otot-otot buli untuk


mengeluarkan urin. Pada suatu saat otot-otot buli mengalami kepayahan/fatique
sehingga jatuh kedalam fase dekompensasi yang diwujudkan dalam bentuk retensi urin
akut.

Timbulnya dekompensasi buli biasanya didahului oleh beberapa faktor


pencetus, antara lain: (1) volume buli tiba-tiba terisi penuh yaitu pada cuaca dingin,
menahan kencing terlalu lama, mengkonsumsi obat-obatan atau minuman yang
mengandung diuretikum (alkohol, kopi), dan minum air dalam jumlah yang berlebihan.
(2) massa prostat tiba-tiba membesar, yaitu setelah melakukan aktivitas seksual atau
mengalami prostatitis akut., dan (3) setelah mengkonsumsi obat-obatan yang dapat
menurunkan kontraksi otot detrusor atau mempersempit leher buli, antara lain:
golongan kolinergik atau adrenergik alfa.

Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan saluran kemih bagian bawah,
beberapa ahli/organisasi urologi membuat sistem skoring yang secara subyektif dapat
diisi dan dihitung sendiri oleh pasien. Sistem skoring yang dianjurkan oleh WHO
adalah Skor International Gejala Prostat atau I-PSS (International Prostatic Symptom
Score).

Sistem skoring I-PSS terdiri atas tujuh pertanyaan yang berhubungan dengan
keluhan miksi (LUTS), diberi nilai dari 0 sampai 5. Dan satu pertanyaan yang
berhubungan dengan kualitas hidup, diberi nilai dari 1 sampai 7

20
Dari skor I-PSS itu dikelompokkan gejala LUTS dalam 3 derajat, yaitu (1)
ringan: skor 0-7, (2) sedang: skor 8-19, dan (3) berat: skor 20-35.

2. Gejala pada saluran kemih bagian atas

Berupa gejala obstruksi antara lain nyeri pinggang, benjolan di pinggang


(merupakan tanda dari hidronefrosis), atau demam (merupakan tanda dari infeksi atau
urosepsis).

3. Gejala di luar saluran kemih

Kadang pasien datang ke dokter mengeluhkan adanya hernia inguinalis atau


haemorrhoid. Timbulnya kedua penyakit ini mungkin karena sering mengejan pada saat
miksi sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intra abdominal.

21
Pada pemeriksaan fisik bisa didapatkan buli-buli yang terisi penuh dan teraba massa di
daerah supra simfisis akibat retensi urin. Kadang didapatkan urine yang selalu menetes tanpa
disadari oleh penderita, yang merupakan pertanda dari inkontinensia paradoksa.

Pada pemeriksaan colok dubur diperhatikan

 tonus sfingter ani/refleks


bulbo-cavernosus untuk menyingkirkan kelainan buli neurogenik,

 mukosa dan ampula rektum


 keadaan prostat, antar lain: apakah batas atas teraba, adanya nodul, krepitasi
(adanya batu prostat bila teraba krepitasi), konsistensi prostat, simetri antar
lobus,dan batas prostat.

Colok dubur pada BPH menunjukkan konsistensi prostat kenyal, tidak teraba nodul,
lobus kiri dan kanan simetris. Sedangkan pada Ca prostat menunjukkan konsistensi prostat
keras/teraba nodul,dan mungkin di antara lobus kanan dan kiri asimetris

Colok dubur

Derajat berat obstruksi dapat pula diukur dengan mengukur pancaran urin pada waktu
miksi, yang disebut uroflowmetri. Angka normal pancaran kemih rata-rata 10-12 ml/detik
dan pancaran maksimal sampai sekitar 20 ml/detik. Pada obstruksi ringan pancaran menurun
antara 6-8 ml/detik, sedangkan pancaran maksimal menjadi 15 ml/detik atau kurang.

22
Derajat BPH berdasarkan Gambaran Klinik

Colok dubur Sisa volume urin


Derajat

Penonjolan prostat, batas atas mudah diraba


I < 50 ml
(< 1cm pada rectum)

Penonjolan prostate jelas, batas atas dapat


II 50 - 100 m
dicapai (1-2 cm pada rectum)

Batas atas prostat tidak dapat diraba (2-3


III 100 m
cm pada rectum)

IV Prostat teraba > 3cm pada rectum Retensi urin total

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan Laboratorium

 Sedimen urin : kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi pada saluran kemih
 Kultur urin : mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi dan menentukan
sensitifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan
 Pemeriksaan darah
o elektrolit
o ureum
o kreatinin
o gula darah
Untuk mengetahui faal ginjal.

 Prostate Specific Antigen (PSA) > 4 dicurigai adanya keganasan pada prostat.
Dilakukan sebagai dasar penentuan perlunya biopsi atau sebagai deteksi dini
keganasan. Bila nilai PSA < 4 ng/ml tidak perlu biopsi. Bila nilai PSA 4-10 ng/ml,
hitung PSAD(Prostat specific Antigen Density) yaitu nilai PSA serum dibagi dengan

23
volume prostat. Bila nilai PSAD ≥ 0,15 maka dilakukan biopsi. Demikian pula jika nilai
PSA > 10 ng/ml dlakukan biopsi

2. Pemeriksaan Pencitraan

 Foto polos abdomen : mencari adanya batu opak di saluran kemih. Adanya
batu/kalkulosa prostat dan kadangkala menunjukkan bayangan buli-buli yang penuh
terisi urin, yang merupakan tanda dari retensi urin.
 IntraVena Pielografi (IVP)
Untuk mengetahui:

a. kelainan pada ginjal maupun ureter berupa hidroureter atau hidronefrosis


b. memperkirakan besarnya kelenjar prostat yang ditunjukkan oleh dentasi prostat
(pendesakan buli-buli oleh kelenjar prostat) atau ureter
c. penyulit yang terjadi pada buli-buli, yaitu adanya trabekulasi, divertikel atau
sakulasi buli-buli
 Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)
Dapat dilakukan secara transabdominal dan transrektal (TRUS = Trans Rectal
Ultrasonografi).

1. Ultrasonografi transrektal digunakan untuk :


a. mengetahui besar / volume kelenjar prostat
b. adanya kemungkinan pembesaran prostat maligna
c. sebagai petunjuk melakukan biopsi aspirasi prostat
d. menentukan jumlah residual urin
e. mencari kelainan lain yang ada di buli-buli
2. Ultrasonografi transabdominal, dapat digunakan untuk mendeteksi adanya
hidronefrosis atau kerusakan ginjal akibat obstruksi BPH yang lama.

3. Pemeriksaan Lain

Pemeriksaan, derajat obstruksi prostat dapat diperkirakan dengan cara mengukur :

 Residual urine, yaitu jumlah sisa urin setelah miksi. Ditentukan dengan cara
kateterisasi setelah miksi atau dengan USG setelah miksi

24
 Pancaran urine (uroflowmetri), dengan jalan menghitung jumlah urine dibagi dengan
lamanya miksi per detik (ml/detik), atau dengan alat uroflowmetri.2,9

DIAGNOSIS BANDING

Obstruktif lain kondisi saluran kemih bawah, seperti striktur uretra, kontraktur
kandung kemih , batu buli atau karsinoma prostat, harus di pikirkan ketika mengevaluasi
laki-laki dengan dugaan BPH. Riwayat pada uretra sebelumnya, berupa instrumentasi,
uretritis, atau trauma harus dijelaskan untuk menyingkirkan striktur uretra atau kontraktur
kandung kemih, Hematuria dan nyeri yang umumnya terkait dengan batu saluran
kemih. Karsinoma prostat dapat dideteksi pada rectal toucher atau kadar PSA tinggi (>4) .
Infeksi saluran kemih juga dapat memberikan gejala mirip gejala BPH, dapat diidentifikasi
dengan pemeriksaan kultur urin, tapi infeksi saluran kencing juga dapat menjadi komplikasi
BPH. Gejala yg ada juga terkait dengan karsinoma kandung kemih terutama karsinoma in
situ, biasanya menunjukkan gejala hematuria. Demikian pula pasien dengan neurogenik
gangguan kandung kemih mungkin memiliki banyak tanda-tanda dan gejala BPH, tetapi
riwayat penyakit neurologis, stroke, diabetes mellitus. Selain itu, pemeriksaan mungkin
menunjukkan perineum dan ekstremitas mengalami kekurangan sensasi atau perubahan
pada tonus sfingter rectum atau bulbocavernosus refleks. Simulasi perubahan fungsi usus
(konstipasi) mungkin juga waspada satu kemungkinan asal dari neurologis.1

PENATALAKSANAAN
Tidak semua pasien hiperplasia prostat perlu menjalani tindakan medik. Tujuan pada pasien
hiperplasia prostat adalah untuk memperbaiki keluhan miksi, meningkatkan kualitas hidup,
mengurangi obstruksi intravesika, mengembalikan fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal,
mengurangi volume residu urin setelah miksi dan mencegah progresilitas penyakit.1,2,5

1 . Watchfull waiting

Ditujukan pada penderita BPH dengan keluhan ringan yang tidak mengganggu aktivitas
sehari-hari. Pasien tidak diberikan terapi apapun hanya diberikan anjuran mengenai hal
yang dapat memperburuk keluhan, seperti jangan minum kopi atau alkohol, batasi

25
penggunaan obat yang mengandung fenilpropanolamin, kurangi makanan pedas dan asin,
dan jangan menahan kencing terlalu lama.

2. Medikamentosa

Terdapat 3 golongan obat :

 Penghambat receptor adrenergik 


Beberapa golongan obat yang dipakaii adalah prazosin (dua kali sehari), terazosin,
afluzosin dan doksazosin yang diberikan sekali sehari. Obat-obat golongan ini dapat
memperbaiki keluhan miksi dan laju pancaran urine.

 Penghambat 5 -reduktase
Bekerja dengan cara menghambat pembentukan dehidrotestosteron dari testosteron
yang dikatalisis oleh enzim 5  reduktase di dalam selsel prostat.

Pemberian finasteride 5 mg mampu memperbaiki keluhan miksi dan pancaran miksi.

 Fitofarmaka
Kemungkinan fitoterapi bekerja sebagai anti estrogen, anti androgen,memperkecil
volume prostat dan lain-lain. Fitoterapi yang banyak dipasarkan ialah Pygeum africanum,
Serenoa repens, Hypoxis rooperi, Radix urtica dan lainnya.

3. Terapi bedah

Penyelesaian masalah pasien hiperplasia prostat jangka panjang yang paling baik saat ini
adalah pembedahan, karena pemberian obat-obatan membutuhkan waktu yang lama untuk
melihat hasilnya. Indikasi pembedahan adalah bila :2

 Tidak menunjukkan perbaikan setelah terapi medikamentosa


 Mengalami retensi urin
 Mengalami infeksi saluran kemih yang berulang
 Batu buli,divertikel
 Hematuria
 Gagal ginjal

26
 Timbul penyulit lain akibat obstruksi saluran kemih bagian bawah seperti Hernia dan
Hemorroid

Terdapat beberapa macam pembedahan yaitu :

1. Prostatektomi terbuka
Sebuah sayatan bisa dibuat di perut (melalui struktur di belakang tulang
kemaluan/retropubik dan diatas tulang kemaluan/suprapubik) atau di daerah perineum
(dasar panggul yang meliputi daerah skrotum sampai anus). Pendekatan melalui
perineum saat ini jarangn digunakan lagi karena angka kejadian impotensi setelah
pembedahan mencapai 50%. Pembedahan ini memerlukan waktu dan biasanya
penderita harus dirawat selama 5-10 hari. Komplikasi yang mungkin terjadi adalah
impotensi (16-32%, tergantung kepada pendekatan pembedahan) dan inkontinensia uri
(kurang dari 1%).

2. Prostatektomi Endourologi

a. Trans Urethral Resection of the Prostate (TURP)

Yaitu reseksi endoskopik malalui uretra. Jaringan yang direseksi hampir


seluruhnya terdiri dari jaringan kelenjar sentralis. Jaringan perifer ditinggalkan bersama
kapsulnya. Metode ini cukup aman, efektif dan berhasil guna. Saat ini tindakan TUR P
merupakan tindakan operasi paling banyak dikerjakan di seluruh dunia.

Reseksi kelenjar prostat dilakukan transuretra dengan mempergunakan cairan


irigasi (pembilas) agar daerah yang di reseksi tetap terang dan tidak tertutup oleh
darah. Cairan yang dipergunakan adalah cairan yang non ionic, yang dimaksudkan
agar tidak terjadi hantaran listrik pada saat operasi. Cairan yang sering di pakai dan
harganya cukup murah yaitu H2O steril (aquades).
Salah satu kerugian dari aquades adalah sifatnya yang hipotonik sehingga cairan
ini dapat masuk ke sirkulasi sistemik melalui pembuluh darah vena yang terbuka
pada saat reseksi. Kelebihan H2O dapat menyebabkan terjadinya hiponatremia
relative atau gejala intoksikasi air yang dikenal dengan sindroma TURP. Untuk

27
mengurangi resiko timbulnya sindroma TURP operator harus membatasi diri untuk
tidak melakukan reseksi lebih dari 1 jam.
Komplikasi lain yang mugkin terjadi adalah perdarahan, perforasi, inkontinensi,
disfungsi ereksi, ejakulasi retrograde, dan striktura uretra.

Trans Urethral Resection of the Prostate (TURP)

b. Trans Urethral Incision of Prostate (TUIP)

Metode ini di indikasikan untuk pasien dengan gejala obstruktif, tetapi ukuran
prostatnya mendekati normal. Pada hiperplasia prostat yang tidak begitu besar dan pada
pasien yang umurnya masih muda umumnya dilakukan metode tersebut atau incisi leher
buli-buli atau bladder neck incision (BNI) pada jam 5 dan 7. Terapi ini juga dilakukan
secara endoskopik yaitu dengan menyayat memakai alat seperti yangg dipakai pada
TURP tetapi memakai alat pemotong yang menyerupai alat penggaruk, sayatan dimulai
dari dekat muara ureter sampai dekat ke verumontanum dan harus cukup dalam sampai
tampak kapsul prostat. Kelebihan dari metode ini adalah lebih cepat daripada TURP
dan menurunnya kejadian ejakulasi retrograde dibandingkan dengan cara TURP.

c. Pembedahan dengan laser (Laser prostatectomy)


Oleh karena cara operatif (operasi terbuka atau TUR P) untuk mengangkat prostat
yang membesar merupakan operasi yang berdarah, sedang pengobatan dengan
TUMT dan TURF belum dapat memberikan hasil yang sebaik dengan operasi maka
dicoba cara operasi yang dapat dilakukan hampir tanpa perdarahan.

28
Waktu yang diperlukan untuk melaser prostat biasanya sekitar 2-4 menit untuk
masing-masing lobus prostat (lobus lateralis kanan, kiri dan medius). Pada waktu ablasi
akan ditemukan pop corn effect sehingga tampak melalui sistoskop terjadi ablasi pada
permukaan prostat, sehingga uretra pars prostatika akan segera akan menjadi lebih
lebar, yang kemudian masih akan diikuti efek ablasi ikutan yang kan menyebabkan
“laser nekrosis” lebih dalam setelah 4-24 minggu sehingga hasil akhir nanti akan terjadi
rongga didalam prostat menyerupai rongga yang terjadi sehabis TURP.

4. Tindakan Invasif Minimal

a. Trans urethral microwave thermotherapy (TUMT)

b. Trans urethral ballon dilatation (TUBD)

c. Trans urethral needle ablation (TUNA)

d. Stent urethra dengan prostacath

Meskipun sudah banyak modalitas yang telah di temukan untuk mengobati pembesaran
prostat, sampai saat ini terapi yang memberikan hasil paling memuaskan adalah TUR Prostat.5

PROGNOSIS
Lebih dari 90°% pasien mengalami perbaikan sebagian atau perbaikan dari gejala yang
dialaminya. Sekitar 10 – 20% akan mengalami kekambuhan penyumbatan dalam 5 tahun.8

KESIMPULAN

Prostat adalah organ fibromuskular dan glandular yang terletak di sebelah inferior buli-
buli, di depan rectum dan membungkus uretra posterior. beratnya kurang lebih 20 gram dengan
ukuran 4 x 3 x 2.5 cm. Menurut klasifikasi Lowsley, prostat terdiri dari 5 lobus: anterior,
posterior, median,lateral kanan, dan lateral kiri. Menurut McNeal (1972), prostat memiliki zona

29
perifer, zona sentral, zona transisional, zona fibromuskuler anterior dan zona periuretra.
Segmen uretra yang melintasi kelenjar prostat adalah uretra prostat

BPH merupakan penyakit pada pria tua dan jarang ditemukan pada usia sebelum 40
tahun. semua pria yang sehat diatas 40 tahun cenderung untuk menderita hipertrofi prostat,
10% dari mereka disertai dengan gangguan-gangguan miksi kelak dikemudian hari. merupakan
kelainan kedua tersering di klinik urologi setelah batu saluran kemih. Etiologi dari BPH masih
belum diketahui pasti karena melibatkan banyak faktor dan dikontrol oleh system endokrin.

Tidak semua pasien hiperplasia prostat perlu menjalani tindakan medik. Kadang-
kadang mereka yang mengeluh LUTS ringan dapat sembuh sendiri tanpa mendapatkan terapi
apapun.
Tujuan terapi pada hiperplasia prostat adalah: (1) memperbaiki keluhan miksi, (2)
meningkatkan kualitas hidup, (3) mengurangi obstruksi infravesika, (4) mengembalikan fungsi
ginjal jika terjadi gagal ginjal, (5) mengurangi volume residu urin, dan (6) mencegah
progresifitas penyakit. Hal ini dapat dicapai dengan cara medikamentosa, pembedahan, atau
tindakan endourologi yang kurang invasif. 2

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Tanagho, Emil A ; McAninch, Jhon W. Benign Prostatic Hyperplasia ; at Smith’s


General Urology. 17 th edition. Mc Graw Hill : Lange ; California.2008, p 348.
2. Purnomo, B. Basuki. Hiperplasia Prostat; Di dalam Dasar-Dasar Urologi. Edisi 2.
Penerbit Sagung Seto : Jakarta. 2009, p 69-85.
3. Scanlon, Valerie C. 2007. Essentials of Anatomy and Physiology 5th Edition.
Philadelphia: F. A. Davis Company.
4. Benign Prostate Hyperplasia, Available at
http://emedicine.medscape.com/article/437359-overview
5. Roehrborn CG and McConnell JD. Etiology, pathophysiology, epidemiology, and
natural history of benign prostatic hyperplasia. In : LR, Novick AC, Partin AW ,
and Peters CA (editor). Campbell’s urology. Phyladelphia: Saundes, 2002: 1297-
1336.
6. Benign Prostatic Hyperplasia, Available at
http://en.wikipedia.org/wiki/Benign_prostatic_hyperplasia
7. Rahardjo, Djoko. PROSTAT Kelainan-kelainan Jinak, Diagnosis dan Penanganan.
Cetakan Pertama, Penerbit : Subbagian urologi Bagian Bedah Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta.1999. 15-60.
8. Benign Prostatic Hyperplasia, Available at
31
http://www.urolog.nl/urolog/php/patients.php?doc=bph&lng=en
9. De Jong, Wim ; Sjamsuhidajat R. Prostat; di dalam Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi
2. Penerbit EGC: Jakarta , 2004, p 782.

32

Anda mungkin juga menyukai