DENGAN HIPERBILIRUBINEMIA
I. Konsep Penyakit
1.1 Pengertian
Hiperbilirubin adalah suatu kondisi bayi baru lahir dengan kadar bilirubin serum
total lebih dari 10mg% pada minggu pertama yang ditandai dengan ikterus, yang
dikenal dengan ikterus neonatorum patologis. ( Hidayat, 2008 ).
1.2 Etiologi
Bayi yang baru lahir belum memiliki system cairan tubuh sendiri sehingga sangat
mudah kadar bilirubinnya naik pada usia 3 hingga 5 hari, karena belum bisa
menyusui pada ibunya sedangkan kadar bilirubin tersebut akan naik lagi pada usia
12 hari. Bayi yang memiliki jenis golongan darah yang berbeda dengan ibunya
juga memiliki resiko memiliki kadar bilirubin yang tinggi.
Kadar bilirubin yang tinggi merupakan kelanjutan dari ikterus neonatorum yang
disebabkan oleh :
a. Ikterus fisiologis
b. Ikterus patologis:
Ambilan bilirubun tak terkonjugasi terikat albumin oleh sel hati dilakukan
dengan memisahkan dan mengikatkan bilirubin terhadap protein penerima.
Hanya beberapa obat yang telah terbukti berpengaruh dalam ambilan bilirubin
oleh hati : asam flavaspidat (dipakai untuk mengobati cacing pita),
novobiosin, dan bebrapa zat warna kolesistografi. Hiperbilirubinemia tak
terkonjugasi dan ikterus biasanya menghilang bila obat pencetus dihentikan.
e. Gangguan konjugasi bilirubin
Apabila bilirubin tak terkonjugasi pada bayi baru lahir melampaui 20 mg/dl,
terjadi suatu keadaan yang disebut kernikterus. Keadaan ini dapat timbul bila
suatu proses hemolitik (seperti eritroblastosis fetalis) terjadi pada bayi baru
lahir dengan defesiensi glukoronin transferase normal. Kernikterus (atau
bilirubin ensefalopati) timbul akibat penimbunan bilirubin tak terkonjugasi
pada daerah ganglia basalis yang banyak mengandung lemak. Bila keadaan ini
tidak diobati maka terjadi kematian atau kerusakan neurologis yang berat.
Tindakan pengobatan terbaru pada neonatus dengan hiperbilirubinemia tak
terkonjugasi adalah dengan foto terapi. Foto terapi adalah pemajanan sinar
biru atau sinar fluoresen (panjang gelombang 430-470 nm) pada kulit bayi.
Penyinaran ini menyebabkan perubahan struktural bilirubin (foto-isomerisasi)
menjadi isomer terpolarisasi yang larut dalam air, isomer ini diekskresikan
dengan cepat kedalam empedu tanpa harus dikonjugasi terlebih dahulu.
g. Gangguan transportasi
1.3 Klasifikasi
a. Ikterus fisiologis
Adalah timbul pada hari kedua dan ketiga & hilang pada 10 hari pertama, tidak
mempunyai kadar patologis, kadarnya bilirubin indirek sesudah 2x24 jam tidak
melewati 15 mg% ( cukup bulan) 10 mg% ( kurang bulan), kec. Peningkatan
kadar bilirubin tak melebihi 5 mg% per hari, dan tidak menyebabkan morbiditas
pada bayi.
b. Ikterus Patologis
Adalah timbul pada hari pertama dan hari keempat dan tidak hilang pada 10 hari
pertama, ikterus yang mempunyai dasar patologis bilirubin mencapai nilai
hiperbilirubinemia > 12,5 mg% ( cukup bulan ) & > 10 mg% ( kurang bulan ),
peningkatan kadar bilirubin > 5 mg% per hari.
Tanda dan gejala yang jelas pada bayi yang menderita hiperbilirubin adalah :
a) Tampak ikterus pada sclera, kuku atau kulit dan membrane mukosa.
b) Jaundice yang tampak dalam 24 jam pertama disebabkan oleh penyakit
hemolitik pada paru bayi baru lahir, sepsis atau ibu dengan diabetic atau
infeksi.
c) Jaundice yang tampak pada hari ke 2 atau hari ke 3, dan mencapai puncak
pada hari ke 3 sampai hari ke 4 dan menurun pada hari ke 5 sampai hari ke 7
yang biasanya merupakan jaundice fisiologis.
d) Muntah, anoksia, warna urin gelap dan warna tinja pucat seperti dempul.
e) Perut membuncit dan membesar pada hati.
f) Letargi (lemas), kejang, tidak mau menghisap.
1.5 Pathway dan Patofisiologis
Pathway menurut Sinclair, 2010
Hb didalam darah
Sel darah merah dipecah
Di limpa di hati
menurut Sinclair, 2010 patofisiologis hiperbilirubin yaitu Janin pada saat kelahiranya Hb
janin lebih tinggi dari pada yang diperlukan pada neonatus yang mengoksigenasi darah
di dalam parunya sendiri. Sel-sel darah merah yang tidak lagi diperlukan ketika bayi
mulai bernapas di pecah dalam limpa pada bayi baru lahir. Hati,yang kemampuanya
sementara terbatas untuk mengkonjugasi bilirubin, kadang-kadang tidak mampu
menjernihkan bililirubin secara adekuat. Akibatnya terjadi hiperbilirubinemia yang
disebut ikterus fisiologis dan ikterus neonatorum.
Bilirubin yang larut air terkojugasi (direct) diekskresi di dalam kandung empedu.
Bilirubin yang terkonjugasi dipecah di dalam hati dan disimpan didalam usus halus.
Bilirubin yang masuk ke dalam usus halus direduksi oleh bakteria di dalam usus kecil
menjadi urobilinogen. Dimana urobilinogen diekskresikan ke dalam tinja. Bilirubin yang
terkonjugasi tidak dapat masuk ke dalam lumen usus halus sehingga tetep berada di
dalam usus, kemudian didekonjugasi dan diresorpsi ke dalam aliran darah.
Bilirubin yang tidak terkonjugasi (indirect) suatu zat larut lemak,memiliki afinitas untuk
jaringan ektravascular, di dalam jarangan ini bilirubin di simpan, dan jika ada kelebihan
bilirubin ada di dalam darah. Bilirubin yang disimpan di dalam kulit atau skelera
menyebabkan ikterus. Jika kadar bilirubin yang disimpan dalam otak cukup tinggi akan
menyebabkan letargi, ikterus menjadi patologis
Dari akibat letargi menyebabkan bilirubin direabsorsi dari usus. Jika dengan demikian
mulai terjadi siklus yang terus menerus yang mengakibatkan kern ikterrus, yaitu sindrom
neurologis yang disebabkan oleh penyimpanan bilirubin yang tak terkonjugasi di dalam
sel-sel di dalam otak neonatus. Kondisi ini biasanya terjadi jika kadar bilirubin serum
>25 mg/dl. Tanda dan gejalanya meliputi letargi, menyusu sedikit, tidak ada reflek moro,
punggung kaku membentuk busur, fontanel menonjol, tangisan bayi melengking, dan
kejang. Tujuh puluh lima persen bayi yang mengalami kernicterus meninggal: 80% bayi
yang bertahan mengalami kerusakan otak yang berat.
1.6 Komplikasi
1) Apabila terjadi resiko tinggi cedera karena dampak peningkatan kadar bilirubin,
maka intervensi yang dapat dilakukan adalah
- mengakaji, mengawasi dampak perubahan kadar bilirubin, seperti
adanya jaundice, konsentrasi urine, letargi, kesulitan makan reflek
moro, adanya tremor, iritabilitas, memantau hemoglobin dan
hematokrit, serta pencatatan penurunan.
2) Fototerapi dengan mengatur waktu sesuai dengan prosedur
Merupakan tindakan dengan memberikan tarap melalui sinar yang
menggunakan lampu. Lampu yang digunakan sebaiknya tidak lebih dari
500 jam untuk menghindari turunnya energy yang dihasilkan oleh lampu.
Cara melakukan fototerapi adalah sebagai berikut :
- Pakain bayi di buka agar seluruh bagian tubuh bayi kena sinar.
- Kedua mata dan gonad ditutup dengan penutup yang memantulkan
cahaya.
- Jarak bayi dengan lampu kurang lebih 40 cm.
- Posisi bayi sebaiknya di ubah setiap 6 jam sekali.
- Lakukan pengukuran suhu setiap 4-6 jam.
- Periksa kadar bilirubin 8 jam atau sekurang – kurangnya sekali dalam
24 jam.
- Lakukan pemeriksaan hemoglobin secara berkala terutama pada pasien
yang mengalami hemolisis.
- Lakukan observasi dan catat lamanya terapi sinar.
- Berikan atau sediakan lampu masing-masing 20 watt sebanyak 8-10
buah yang disusun secara pararel.
- Berikan air susu ibu yang cukup. Pada saat memberikan ASI,bayi di
keluarkan dari tempat terapi dan dipangku (posisi menyusui) penutup
mata di buka, serta di observasi ada tidaknya iritasi.
3) Tranfusi tukar
- Didalam tranfusi tukar mempertimbangkan resiko cedera karena efek
dari tranfusi tukar. Intervensi yang dilakukan adalah memantau kadar
bilirubin, hemoglobin, hematokrit, sebelum dan sesudah transfuse
tukar tiap 4-6 jam selama 24 jam pasca transfuse tukar.
- Dan juga memantau tanda-tanda vital, mempertahankan system
kardiovaskular dan pernapasan, mengaji kulit pada abdomen,
ketegangan, muntah dan sianosis,mempertahankan kalori, kebutuhan
cairan sampai dengan transfusi tukar.
- serta melakukan kolaborasi dalam pemberian obat untuk
meningkatkan transportasi dan konjugasi, seperti pemberian albumin
atau plasma dengan dosis 15-20 ml/kgBB. Albumin biasanya
diberikan sebelum transfuse tukar karena albumin dapat mempercepat
keluarnya bilirubin dari ekstravaskular ke vascular, sehingga bilirubin
yang diikat lebih mudah keluar dengan transfusi tukar.
Asuhan Keperawatan
I. Pengkajian
1. Anamnesa
Nama bayi, Nama orang tua bayi, Alamat, Jenis Kelamin, MRS, No. MRS,
Diagnosa Medis, penanggung jawab. Identitas : Umur bayi untuk menentukan
jenis ikterik.
2. Riwayat Keperawatan
a. Riwayat Kehamilan
Kurangnya antenatal care yang baik, penggunaan obat-obatan yang
meningktakan ikterus, ex : salsilat sulkaturosic oxitosin yang dapat
mempercepat proses konjugasi sebelum ibu partus.
b. Riwayat Persalinan
a. Lahir prematur / kurang bulan, riwayat trauma persalinan, hipoxin dan
aspixin
b. Ketuban pecah dini, kesukaran kelahiran dengan manipulasi berlebihan
merupakan predisposisi terjadinya infeksi
c. Pemberian obat anestesi, analgesik yang berlebihan akan mengakibatkan
gangguan nafas (hypoksia) , acidosis yang akan menghambat konjugasi
bilirubin.
d. Bayi dengan apgar score rendah memungkinkan terjadinya (hypoksia) ,
acidosis yang akan menghambat konjugasi bilirubin.
e. Kelahiran Prematur berhubungan juga dengan prematuritas organ tubuh
(hepar).
e. Pengetahuan Keluarga
Penyebab perawatan pengobatan dan pemahaman ortu bayi yang ikterus
I. Diagnosa Keperawatan
a. Hiperbilirubinemia berhubungan dengan nutrisi yang tidak adekuat
b. Resiko gangguan pertukaran gas berhubungan dengan peningkatan
bilirubin
c.
d. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan tidak adekuatnya intake
cairan
e. Gangguan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan efek fototerapi
f. Menyusui tidak efektif berhubungan dengan reflek hisap lemah
g. Resiko kerusakan intergritas kulit berhubungan dengan radiasi
h. Kurang pengetahuan orang tua tentang hiperbilirubin berhubungan dengan
kurang informasi, keterbatasan kegnisi, tak familier dan sumber informasi.
Faktor-faktor yang
berhubungan :
Kesulitan untuk
menelan
Refleks menghisap
pada bayi tidak adekuat
Kebutuhan metabolic
tinggi
Faktor-faktor yang
berhubungan :
Kurang pengetahuan
Kelainan pada bayi
Bayi mendapatkan
makanan tambahan
menggunakan putig
buatan
Dekontinuitas
pemberian ASI
Kecemasan atau sikap
ibu yang ambivalen
Kelainan pada payudara
ibu
Refleks mengisap bayi
buruk
Prematuritas
Riwayata kegagalan
menyusui
Skrining kesehatan
Mendeteksi resiko
kesehatan atau masalah
melalui riwayat,
pemeriksaan, dan prodi