Abses Tuba Ovarium
Abses Tuba Ovarium
Kognitif :
Psikomotor :
Mampu mendiagnosa
Mampu menatalaksana
Attitude :
1
Abses Tuba Ovarium
1. Definisi
Tuba, Ovarium, dan abses (abscess)
- Tuba fallopii adalah saluran ovum yang memiliki panjang bervariasi antara 8
hingga 14 cm dan ditutup oleh peritonium serta lumennya dilapisi oleh membran
mukosa. Tuba terbagi menjadi 3 bagian, yakni pars interstitial, ismus, ampula, dan
infundibulum (Cunningham et al., 2006). Tuba berfungsi untuk menyalurkan ovum
dari ovarium menuju uterus.
- Ovarium merupakan bagian dari organ reproduksi wanita bagian dalam. Ovarium
berjumlah dua buah dan terletak di kiri dan kanan. Ovarium ke arah uterus
bergantung pada ligamentum infundibulo pelvikum dan melekat pada
ligamentum latum melalui mesovarium.
- Abses adalah ronga yang terbentuk karena adanya kerusakan jaringan/bengkak
karena proses infeksi.
2
TOA (tubo-ovarian abscess)
Tubo-ovarian abscess (TOA) adalah pembengkakan yang terjadi pada tuba-
ovarium yang ditandai dengan radang bernanah, baik di salah satu tuba-ovarium,
maupun keduanya (Granberg, 2009). TOA Merupakan komplikasi termasuk efek jangka
panjang dari salfingitis akut tetapi biasanya akan muncul dengan infeksi berulang atau
kerusakan kronis dari jaringan adnexa. Biasanya dibedakan dengan ada tidaknya ruptur.
Dapat terjadi bilateral walaupun 60% dari kasus abses yang dilaporkan merupakan
kejadian unilateral dengan atau tanpa penggunaan IUD. Abses biasanya polimikroba.
3
3. Etiologi
TOA biasanya disebabkan oleh bakteri aerob dan anaerob, seperti Escherichia
coli, Hemolytic streptococci and Gonococci, Bacteroides species dan Peptococcus
(Seshadri et al., 2004). Pada beberapa kasus, Hemophilus influenzae, Salmonella,
actinomyces, dan Staphylococcus aureus juga dilaporkan menjadi penyebab TOA.
Sekitar 92% penyebab TOA adalah Streptococci (Cohen et al., 2003).
Dikatakan bahwa nekrosis tuba fallopi dan kerusakan epitel terjadi dikarenakan
bakteri patogen menciptakan lingkungan yang diperlukan untuk invasi anaerob dan
pertumbuhan. Terdapat salfingitis yang melibatkan ovarium dan ada juga yang tidak.
Proses inflamasi ini dapat terjadi spontan atau merupakan respon dari terapi. Hasilnya
dapat terjadi kelainan anatomis yang disertai denagn perlengketan ke organ sekitar.
Keterlibatan ovarium biasanya terjadi di tempat terjadinya ovulasi yang sering menjadi
tempat masuk infeksi yang luas dan pembentukan abses. Apabila eksudat purulen itu
ditekan maka akan menyebabkan ruptur dari abses yang dapat disertai oleh peritonitis
berat serta tindakan laparotomi. Perlengketan yang lambat dari abses akan
menyebabkan abses cul de sac. Biasanya abses ini muncul ketika penggunaan IUD, atau
munculnya infeksi granulomatous ( TBC, aktinomikosis).
4
4. Patofisiologi
Adanya penyebaran bakteri dari vagina ke uterus lalu ke tuba dan atau
parametrium, terjadilah salpingitis dengan atau tanpa ooforitis. Keadaan ini bisa terjadi
pada pasca abortus, pasca persalinan atau setelah tindakan genekologi sebelumnya
(Mudgil, 2009). Mekanisme pembentukan TOA secara pasti masih sulit ditentukan,
tergantung sampai dimana keterlibatan tuba infeksinya sendiri. Pada permulaan proses
penyakit, lumen tuba masih terbuka mengeluarkan eksudat yang purulent dari febriae
dan menyebabkan peritonitis, ovarium sebagaimana struktur lain dalam pelvis
mengalami inflamasi, tempat ovulasi dapat sebagai tempat masuk infeksi. Abses masih
bisa terbatas mengenai tempat masuk infeksi. Abses masih bisa terbatas mengenai tuba
dan ovarium saja, dapat pula melibatkan struktur pelvis yang lain seperti usus besar,buli-
buli atau adneksa yang lain. Proses peradangan dapat mereda spontan atau sebagai
respon pengobatan, keadaan ini biasanya memberi perubahan anatomi disertai
perlekatan fibrin terhadap organ terdekatnya. Apabila prosesnya menghebat dapat terjadi
pecahnya abses (Mudgil, 2009).
b. USG
Dapat membantu untuk mendeteksi perubahan seperti terjadinya progressi.
regresi, ruptur atau pembentukan pus. Ultrasound adalah modalitas pencitraan
pilihan pertama untuk diagnosis dan evaluasi TOA. USG menawarkan akurasi,
siap ketersediaan, biaya rendah dan kurangnya radiasi pengion. Namun, tetap
memerlukan keahlian teknis untuk mencapai potensi diagnostik yang akurat. Ini
dapat dilakukan baik transvaginal atau transabdominal: pencitraan yang
transvaginal memberikan gambaran lebih detail, dimana transduser berada di
5
dalam dekat dengan daerah pemeriksaan, sedangkan pencitraan pelvis yang
transabdominal menawarkan keuntungan imaging dalam satu tampilan organ
besar seperti rahim. Habitus tubuh besar dan adanya loop dari usus di pelvis dapat
menimbulkan kesulitan dalam pencitraan dengan US transabdominal.
c. CT (computed tomography)
Computed tomography telah digunakan, sejak perkembagan dari US dan MRI,
peran terbatas dalam evaluasi radiologi dari PID. Penggunaan radiasi pengion
yang membatasi faktor lainnya, karena mayoritas pasien tersebut dalam usia
reproduksi (Tukeva et al., 1999). Kinerja CT dengan penggunaan media kontras
oral dan intravena meningkatkan metode dari akurasi diagnostik karena
karakterisasi jaringan yang lebih baik. Sejumlah kecil cairan dalam cul de sac bisa
dideteksi oleh CT. Suatu abses Tubo-ovarium mungkin tergambar sebagai massa
peradangan dengan komponen padat dan kistik, dengan peningkatan semua atau
bagian dari komponen padat. Tampilan paling sering dari Tubo-ovarium abcess
adalah adanya cairan yang mengandung massa dengan dinding tebal. Septations
mungkin juga ada. Salah satu tanda yang lebih spesifik dari abses Tubo-ovarium,
yang tidak umum pada PID, adalah munculnya gelembung gas pada massa.
Limfadenopati biasanya ada di daerah paraaortic pada tingkatan dari hila ginjal
(limfatik ovarium dan limfatik salpingial sejajar dengan vena gonad) (Hricak et al.,
2000). Kadang-kadang ovarium dapat dideteksi dalam massa. Dalam kasus
seperti diagnosis abses Tubo-ovarium tidak sulit, jika tidak, massa yang
mengalami inflamasi bisa dibedakan dari proses peradangan yang timbul dari
appendiks (abses appendiceal) atau divertikula (Abses divertikular) atau bahkan
keganasan kandung kemih.
d. Kuldosentesis
Cairan kuldosentesis pada wanita denagn TOA yang tidak ruptur memperlihatkan
gambaran reaction fluid yang sama seperti di salpingitis akut. Apabila terjadi ruptur
TOA maka akan ditemukan cairan yang purulen.
6
Penegakan diagnosis berdasarkan gejala-gejala yang telah didapatkan dan dapat
disertai adanya :
- Riwayat infeksi pelvis
- Adanya massa adnexa, biasanya lunak
- Produksi pus dari kuldesintesis pada ruptur
Diagnosa banding :
a. TOA utuh dan belum memberikan keluhan
- Kistoma ovari, tumor ovari
- KET
- Abses peri, apendikuler
- Mioma uteri
- Hidrosalping
b. TOA utuh dengan keluhan
- Perforasi apendik
- Perforasi divertikel/abses divertikel
- Perforasi ulkus peptikum
- Kelainan sistematis yang memberi distres akut abdominal
- Kista ovari terinfeksi atau terpuntir
6. Komplikasi
a. TOA yang utuh: pecah sampai sepsis reinfeksi di kemudian hari, infertilitas
b. TOA yang pecah: syok sepsis, abses intraabdominal, abses subkronik, abses
paru/otak.
7. Penatalaksanaan
a. Curiga TOA utuh tanpa gejala
- Antibotika dengan masih dipertimbangkan pemakaian golongan : doksiklin
2x / 100 mg / hari selama 1 minggu atau ampisilin 4 x 500 mg / hari, selama
1 minggu.
7
- Pengawasan lanjut, bila masa tak mengecil dalam 14 hari atau mungkin
membesar adalah indikasi untuk penanganan lebih lanjut dengan
kemungkinan untuk laparatomi
8. Prognosis
a. TOA yang utuh
Pada umumnya prognosa baik, apabila dengan pengobatan medidinaslis tidak
ada perbaikan keluhan dan gejalanya maupun pengecilan tumornya lebih baik
dikerjakan laparatomi jangan ditunggu abses menjadi pecah yang mungkin perlu
tindakan lebih luas. Kemampuan fertilitas jelas menurun kemungkinan reinfeksi
harus diperhitungan apabila terapi pembedahan tak dikerjakan
8
b. TOA yang pecah
Kemungkinan septisemia besar oleh karenanya perlu penanganan dini dan
tindakan pembedahan untuk menurunkan angka mortalitasnya.
9
Daftar Pustaka
1. Effendi hasjim Dr,dkk. 1981. Fisiologa Dan Patofisiologi Ginjal. Bandung : alumni
2. Price. Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Psroses Penyakit Edisi
6 Volume 2. Jakarta : EGC
5. Smeltzer, Suzanne c. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah Brunner &
Suddarth Edisi 8 Vol 2. Jakarta :EGC
10
PERTANYAAN
Adanya penyebaran bakteri dari vagina ke uterus lalu ke tuba dan atau
parametrium, terjadilah salpingitis dengan atau tanpa ooforitis. Keadaan ini bisa
terjadi pada pasca abortus, pasca persalinan atau setelah tindakan genekologi
sebelumnya (Mudgil, 2009). Mekanisme pembentukan TOA secara pasti masih
sulit ditentukan, tergantung sampai dimana keterlibatan tuba infeksinya sendiri.
Pada permulaan proses penyakit, lumen tuba masih terbuka mengeluarkan
eksudat yang purulent dari febriae dan menyebabkan peritonitis, ovarium
sebagaimana struktur lain dalam pelvis mengalami inflamasi, tempat ovulasi dapat
sebagai tempat masuk infeksi. Abses masih bisa terbatas mengenai tempat masuk
infeksi. Abses masih bisa terbatas mengenai tuba dan ovarium saja, dapat pula
melibatkan struktur pelvis yang lain seperti usus besar,buli-buli atau adneksa yang
lain. Proses peradangan dapat mereda spontan atau sebagai respon pengobatan,
keadaan ini biasanya memberi perubahan anatomi disertai perlekatan fibrin
terhadap organ terdekatnya. Apabila prosesnya menghebat dapat terjadi
pecahnya abses (Mudgil, 2009).
Penatalaksanaan
d. Curiga TOA utuh tanpa gejala
11
- Antibotika dengan masih dipertimbangkan pemakaian golongan : doksiklin
2x / 100 mg / hari selama 1 minggu atau ampisilin 4 x 500 mg / hari, selama
1 minggu.
- Pengawasan lanjut, bila masa tak mengecil dalam 14 hari atau mungkin
membesar adalah indikasi untuk penanganan lebih lanjut dengan
kemungkinan untuk laparatomi
12