Anda di halaman 1dari 46

Design campuran asphal.

Seringkali kita jumpai dalam pekerjaan jalan terjadinya kekurangan kadar aspal, luas dan
volume, sehingga terjadi kelebihan pembayaran. Berikut ini cara melakukan koreksi
pembayaran atas kedua hal tersebut berdasarkan :
Spesifikasi Teknis dalam kontrak Bidang Bina Marga TA 2009, Divisi 6, Seksi 6.3 (yang
selalu menjadi bagian dalam kontrak) :
1) Pasal 6.3.2.5).(e),
a) angka i, yang menyatakan bahwa seluruh campuran yang dihampar dalam pekerjaan harus
sesuai dengan formula campuran kerja, dalam batas rentang toleransi yang disyaratkan dalam
Tabel 6.3.2.-15 di bawah ini;
b) angka ii, yang menyatakan bahwa setiap hari Direksi Tehnik akan mengambil benda uji,
baik bahan maupun campurannya seperti yang digariskan dalam Pasal 6.3.4.3) dan 6.3.4.4)
dari Spesifikasi ini, atau benda uji tambahan yang dianggap perlu untuk pemeriksaan
keseragaman campuran. Setiap bahan yang gagal memenuhi batas-batas yang diperoleh dari
Formula Campuran Kerja (JMF) dan toleransi yang diijinkan harus ditolak.
2) Pasal 6.3.5.1),
a) Huruf g, yang menyatakan bahwa bilamana Direksi Pekerjaan menerima pekerjaan setiap
campuran aspal dengan kadar aspal rata-rata yang lebih rendah dari kadar aspal yang
ditetapkan dalam rumus perbandingan campuran. Pembayaran campuran aspal akan dihitung
berdasarkan luas atau volume hamparan yang dikoreksi menurut dalam butir (h) di bawah
dengan menggunakan faktor koreksi berikut. Tidak ada penyesuaian yang akan dibuat untuk
kadar aspal yang dilampaui nilai yang disyaratkan dalam Rumus Perbandingan Campuran.

Kadar Aspal Rata-Rata Yang Diperoleh Dari Hasil Ekstraksi


Cb = -------------------------------------------------------------
Kadar Aspal Yang Ditetapkan Dalam Rumus Perbandingan Campuran

b) Huruf h, yang menyatakan bahwa Luas atau Volume yang digunakan untuk pembayaran
adalah Luas atau Volume seperti yang disebutkan pada Butir (a) diatas x Ct x Cb. Bilamana
tidak terdapat penyesuaian maka faktor koreksi Ct dan Cb diambil satu.

Tebal Nominal Yang Diterima


Ct = -------------------------------------
Tebal Nominal Rancangan

c. Spesifikasi Teknis dalam kontrak Bidang Bina Marga TA 2010, Divisi 6, Seksi 6.3:
1) Pasal 6.3.3.(6),
a) Huruf a, yang menyatakan bahwa seluruh campuran yang dihampar dalam pekerjaan harus
sesuai dengan Rumus Perbandingan Campuran, dalam batas rentang toleransi yang
disyaratkan dalam Tabel 6.3.3.(2) di bawah ini:
b) Huruf b, yang menyakan bahwa setiap hari Direksi Pekerjaan akan mengambil benda uji
baik bahan maupun campurannya seperti yang digariskan dalam Pasal 6.3.7.(3) dan 6.3.7.(4)
dari Spesifikasi ini, atau benda uji tambahan yang dianggap perlu untuk pemeriksaan
keseragaman campuran. Setiap bahan yang gagal memenuhi batas-batas yang diperoleh dari
Rumus Perbandingan Campuran (JMF) dan toleransi yang diijinkan harus ditolak.
2) Pasal 6.3.8.(1),
a) Huruf g, yang menyatakan bahwa bilamana Direksi Pekerjaan menerima pekerjaan setiap
campuran aspal dengan kadar aspal rata-rata yang lebih rendah dari kadar aspal yang
ditetapkan dalam rumus perbandingan campuran. Pembayaran campuran aspal akan dihitung
berdasarkan luas atau volume hamparan yang dikoreksi menurut dalam butir (h) di bawah
dengan menggunakan faktor koreksi berikut. Tidak ada penyesuaian yang akan dibuat untuk
kadar aspal yang dilampaui nilai yang disyaratkan dalam rumus Perbandingan Campuran.

Kadar Aspal Rata-Rata Yang Diperoleh Dari Hasil Ekstraksi


Cb = -------------------------------------------------------------------
Kadar Aspal Yang Ditetapkan Dalam Rumus Perbandingan Campuran

b) Huruf h, yang menyatakan bahwa Luas atau Volume yang digunakan untuk pembayaran
adalah Luas atau Volume seperti yang disebutkan pada Butir (a) diatas x Ct x Cb. Bilamana
tidak terdapat penyesuaian maka faktor koreksi Ct dan Cb diambil satu.

Tebal Nominal Yang Diterima


Ct = -------------------------------------
Tebal Nominal Rancangan
Harga satuan perkaliannya adalah harga satuan dari item pekerjaan, bukan dari harga satuan
bahan.
Demikian semoga bermanfaat..!!!!
Diposkan oleh Saudara JAP di 20.15 Tidak ada komentar: Link ke posting ini
Reaksi:

BAHAN LAPIS KERAS

BAHAN LAPIS KERAS


Yang dimaksud dengan bahan lapis keras adalah semua bahan susun yang diperlukan untuk
membuat perkerasan jalan meliputi agregat, aspal, bahan tambah (additive) serta bahan
stabilisasi tanah dasar jika diperlukan khususnya untuk jalan yang dibuat pada daerah dengan
tanah dasar yang jelek.

I. LAPIS KERAS JALAN


Lapis keras jalan adalah bagian dari struktur jalan yang terletak di atas tanah dasar atau
subgrade yang dibuat keras agar dapat dilalui lalu lintas yang lewat di atasnya.
Tujuan pembuatan lapis keras jalan adalah agar dapat dicapai suatu kekuatan tertentu
sehingga mampu meneruskan beban beban lalu lintas yang diterima oleh lapis keras ke dalam
bidang yang lebih luas pada tanah dasar, sehingga beban beban tersebut dapat didukung oleh
tanah dasar.
Pada umumnya, lapis keras jalan dapat digolongkan menjadi tiga golongan besar yaitu :
-flexible pavement
- rigid pavement
- composite pavement
Dalam hal ini, yang akan dibahas hanya bahan dari lapis keras yang masuk ke dalam
golongan flexible pavement, karena untuk bahan yang digunakan pada rigit pavement sudah
dibahas panjang lebar pada matakuliah teknologi beton.

PERANCANGAN PERKERASAN
Pada umumnya Perancangan Perkerasan dapat dibedakan atas dua pengertian yaitu :
1. Structural Pavement Design
(Perancangan Struktur Perkerasan)
Yaitu menentukan tebal dari pavement beserta komponen-komponennya antara lain :
Menentukan tebal :
surface course
base course untuk flexible pavement
sub base course
subgrade

plat beton
lapis fondasi untuk rigid pavement
lapis pasir
subgrade
2. Paving Mixture Design
(Perancangan Campuran Perkerasan)
Yaitu tahapann yang harus dilakukan sebelum pelaksanaan dilapangan dimulai yang
bertujuan untuk menentukan kualitas bahan susun yang akan digunakan serta proporsi
campuran bahan yang akan digunakan untuk bahan perkerasan.
Misal :
Menentukan jenis aspal yang akan dipakai serta perbandingan jumlah aspal dengan batuan
Menentukan gradasi serta jenis batuan
Menentukan mutu beton serta perbandingan campuran antara semen, pasir
krikil (untuk rigid pav)
Dll

II. BAHAN LAPIS KERAS


Bahan utama perkerasan jenis flexible pavement pada umumnya terdiri dari bahan yang
disusun sebagai berikut :
bahan pengikat : aspal
bahan pengisi : agregat kasar, agregat halus, filler.

ASPAL
Aspal merupakan salah satu bahan pengikat perkerasan yang paling banyak dipakai di
Indonesia.
Disamping harganya relatif murah, aspal juga banyak tersedia di negara kita yang kaya akan
minyak mentah yang banyak mengandung aspal.
Aspal merupakan bahan yang termoplastis, yaitu suatu sifat viskositas /kekentalan yang
sangat dipengaruhi oleh temperatur. Pada saat temperatur rendah (dingin) aspal akan bersifat
keras, dan sebaliknya pada saat temperatur tinggi (panas) aspal akan bersifat lunak, dan lebih
bersifat plastis.
Kepekaan terhadap temperatur dari tiap hasil produksi aspal berbeda-beda tergantung dari
asalnya, walaupun aspal tersebut diambilkan dari jenis yang sama.

A
Viscositas B

Temperatur (oc)
Gambar Hubungan Viscositas dan Temperatur (suhu)
Oleh karena hal seperti diatas, maka sebelum kita memakai jenis aspal lebih dahulu perlu kita
ketahui aspal tersebut berasal dari mana, sehingga pada proses pencampuran antara agregat
dengan aspal dapat ditetapkan temperatur yang paling baik untuk mendapatkan hasil yang
maksimal. Sebagai contoh aspal dari dari jenis yang sama produksi Pertamina akan
mempunyai kepekaan temperatur yang berbeda dengan aspal produksi Esso.
Ada beberapa jenis perkerasan yang menuntut perhatian kusus yang ada kaitannya dengan
masalah temperatur, yaitu konstruksi perkerasan pada landas pacu (runway). Bahan maupun
jenis konstruksi yang dipakai pada landas pacu secara garis besar menyerupai dengan
perkerasan pada perkerasan jalan raya. Bedanya pada runway harus mempunyai daya dukung
yang lebih besar, dan biasanya temperatur disekitar landas pacu lebih panas. Sehingga
dibutuhkan jenis aspal yang lebih tahan terhadap pengaruh temperatur.

Kekuatan
aspal

Lama Pembebanan

Gambar Hubungan Kekuatan aspal dan Lama Pembebanan


Di samping itu aspal juga bersifat reologic yaitu suatu sifat yang sangat dipengaruhi oleh
lamanya pembebanan. Semakin lama bebn beada di atas perkerasan, maka kekuatan aspal
akan semakin turun, Sebagai contoh bila aspal dibebani selama satu menit akan sangat
berbeda pada aspal yang dibebani pada beban yang sama tapi dalam tempo yang lebih lama
misal satu jam. Aspal yang dibebani pada waktu yang lebih lama akan mengalami perubahan
geometrik yang lebih besar.
Disamping kedua sifat terebut aspal juga memiliki sifat yang lain yang disebut sifat
Tyxotropy yaitu sifat yang dipengaruhi oleh cuaca. Aspal yang disimpan di udara terbuka
dalam dalam jangka waktu yang cukup lama akan mengalami penurunan kelenturan atau
fleksibilitasnya menurun sehingga aspal akan menjadi kaku. Hal ini akan labih cepat terjadi
apabila aspal dalam drum sudah dibuka.

kelenturan

lama penyimpanan

Gambar hubungan kelenturan aspal dan lama penyimpanan

Aspal juga merupakan bahan yang memiliki kohesi (kemampuan saling tarik-menarik) yang
cukup besar. Sehingga aspal merupakan bahan pengikat aggregat yang baik serta memiliki
kemampuan untuk mempertahankan agregat supaya tetap ditempatnya sebagai bahan pengisi
pada suatu lapis keras.
Aspal juga merupakan bahan yang mudah teroksidasi. Pada udara terbuka, aspal akan mudah
beroksidasi dengan udara yang banyak mengandung oksigen, sehingga lama kelamaan
permukaan aspal secara perlahan akan menjadi keras dan getas, dan akan kehilangan sifat
kohesifnya. Tapi peristiwa oksidasi ini lebih banyak terjadi pada daerah permukaan aspal
saja, sehingga biasanya yang mengeras dan yang menjadi getas hanya pada permukaan lapis
luarnya sedang lapis aspal bagian dalam tidak banyak mengalami perubahan kecuali hanya
perubahan viskositasnya. Pada campuran antara aspal dan agregat, semakin tipis lapisan aspal
yang menyelimuti agregat, akan semakin besar tingkat kerapuhan yang terjadi. Lapis aspal
yang sudah kehilangan sifat kohesifnya biasanya dikatakan sebagai aspal usang.

Menurut proses terjadinya, aspal dapat dibedakan menjadi dua golongan besar
yaitu :
aspal alam
aspal minyak/buatan

Aspal alam
Di Indonesia, jenis aspal ini banyak terdapat di Pulau Buton, sehingga aspal alam ini sering
disebut Butas ( Buton Aspal).
Proses terjadinya:
Sebelum di proses lebih lanjut, aspal alam ini terdapat di alam terbuka sebagai batuan
sehingga biasa disebut batuan aspal / aspal batu (rock asphalt) atau batuan yang bersifat aspal
( asphaltic rock).
Dalam bentuk aslinya, Butas di P. Buton (Sulawesi Tenggara) berbentuk sebagai lapisan batu
berwarna hitam yang kadang-kadang muncul di atas tanah sebagai gunung kecil.
Butas ini dapat terjadi karena pada daerah tersebut banyak mengandung minyak mentah
dengan kadar aspal yang cukup tinggi (asphaltic base crude oils).
Minyak yang mengandung aspal (bitumen) ini dapat keluar dari bumi akibat adanya tekanan
yang disebabkan oleh proses geologi, kemudian meresap diantara celah-celah lapisan serta
batuan yang poros (poreous).
Oleh karena terjadinya Butas disebabkan dari proses alam seperti yang sudah dijelaskan di
atas, maka akibatnya kandungan aspal pada batuan jumlahnya tidak me nentu, artinya
kandungan aspal pada batuan sangat bervariasi ada yang kandungannya sedikit dan ada
kandungan aspalnya yang banyak.
Di dalam prakteknya, batuan aspal yang ditambang harus diseleksi dulu serta dipilih dari
batuan yang memiliki kandungan aspal minimum 25 %.
Karena aspal memiliki sifat termoplastis, maka akibatnya batu aspal ini memiki beberapa
sifat diantaranya pada temperatur dingin yaitu pada malam dan pagi hari dengan temperatur
28o ke bawah bersifat getas dan mudah pecah. Sebaliknya pada siang hari dengan temperatur
30o ke atas, batu aspal bersifat liat/ulet dan agak sukar untuk dipecah.
Oleh karena itu pemecahan batu aspal sebaiknya dilakukan pada malam hari atau pagi hari.
Kalau dilakukan pada siang hari sebaiknya harus dilakukan pada tempat yang teduh atau
beratap.
Karena umur dari batu aspal (yang ditambang) sudah terlalu tua, maka biasanya aspal yang
dikandung sudah kehilangan sifat plastisnya. Tapi justru batu aspal seperti inilah yang mudah
dikerjakan dari pada jenis batu aspal yang sifatnya plastis yang masih banyak mengandung
minyak.
Sebaliknya untuk keperluan pengaspalan jalan dibutuhkan aspal yang agak cair supaya
mudah pengerjaannya dan bersifat lentur, sehingga tahan terhadap getaran dan pukulan roda
kendaraan. Oleh karena itu pada batu aspal/butas perlu ditambahkan flux oil (minyak
pengencer) yang mengandung minyak mentah sehingga aspalnya menjadi lebih encer
(diremajakan).
Batu butas yang banyak dipergunakan sekarang kira-kira mengandung bagian-bagian sebagai
berikut :
Aspal murni (bitumen) berat rata-rata sekitar 30 %
Debu kapur (debu mineral) ,, ,, ,, 55 %
Pasir ,, ,, ,, 15 %

Dari hasil penelitian pada butas dapat diambil kesimpulan :


Kadar bitumen sangat bervariasi
Kualitas bitumen ber beda-beda
Komposisi batuan ber beda-beda
Berdasarkan kadar bitumen yang dikandungnya, Butas dapat dibedakan atas B25, B30, B35,
B40.
Sebagai contoh untuk Butas B30, berarti butas tersebut memiliki kadar bitumen rata-rata
sebesar 30 %.

Aspal minyak/aspal buatan


Yang dimaksud dengan aspal minyak atau aspal buatan adalah aspal yang diperoleh dari hasil
penyaringan minyak mentah (crude oils).
Minyak mentah atau minyak kasar adalah minyak yang didapat secara langsung dari hasil
tambang (belum diolah).
Pada saat diproses akan didapatkan jenis-jenis minyak yang masing-masing dibedakan atas
berat jenisnya.
Bahan yang dikandungnya setelah melalui proses penyaringan yang dimulai dari BJ yang
paling kecil adalah sbb:
Avtur
gasoline (bensin)
kerosine (minyak tanah)
diesel oils (solar)
minyak pelumas/olie
BJ yang paling besar ada tiga kemungkinan :
a) aspal, dikatakan minyak mentah memiliki dasar aspal (asphaltic base crude oils)
b) parafin, dikatakan minyak mentah memiliki dasar parafin (paraffin base crude oils)
c) campuran antara aspal dan parafin, dikatakan minyak mentah memiliki dasar campuran
(mixed base crude oils)
Jadi minyak mentah belum tentu dapat menghasilkan aspal.
Bila dilihat dari proses pembuatannya serta bahan dasarnya, jenis aspal dibedakan atas
bentuknya ada tiga macam :
aspal keras (cement asphalt)
aspal cair (liquit asphalt)
aspal emulsi (emulsified asphalt)

Aspal keras (aspal semen / aspal penetrasi)


Semen jenis ini disebut aspal keras karena pada suhu biasa (temperatur ruang) aspal jenis ini
bersifat keras dan padat. Untuk memanfaatkan/menggunakan semen jenis ini harus
dipanaskan dulu sehingga menjadi panas dan mencair.
Untuk menentukan kekerasannya/kekentalannya digunakan standar penetrasi.
Proses pemeriksaan penetrasi mengikuti standar AASTHO T 49-80.
Pemeriksaan dilakukan dengan cara memasukkan jerum penetrasi berdiameter 1 mm dengan
beban seberat 100 gram (sudah termasuk berat jarumnya). Waktu yang dibutuhkan untuk
memasukkan jarum penetrasi selama 5 detik dengan temperatur aspal sebesar 77o F atau 25o
C. Besarnya penetrasi diukur dan dinyatakan dengan angka yang merupakan kelipatan 0,1
mm. Misal masuknya jarum penetrasi sedalam 5 mm, maka 5 mm dibagi dengan 0,1 mm
adalah 50, dikatakan angka penetrasi aspal sebesar 50. Dengan demikian dapat dipastikan
bahwa tambah kecil angka penetrasi aspal maka aspal tersebut akan semakin keras.

Beberapa contoh jenis aspal ini a.l. :


AC 40-50
AC 50-60
AC 60-70
AC 80-100
AC 120-150
dst.
Oleh karena itu pemakaian perkerasan yang berkualitas tinggi perlu dipilih jenis aspal semen
yang akan dipakai dengan melihat angka penetrasinya.
Untuk daerah bercuaca panas atau untuk jalan dengan volume lalu-lintas yang tinggi
digunakan jenis aspal semen dengan penetrasi rendah, sedang aspal semen dengan penetrasi
tinggi digunakan untuk daerah yang bercuaca dingin atau untuk jalan dengan volume lalu-
lintas rendah.
Di Indonesia aspal semen yang banyak dipakai yaitu aspal semen dengan penetrasi 60-70 dan
80-100.
Seperti yang sudah dijelaskan di depan bahwa aspal merupakan bahan yang bersifat
termoplastis, sifat termoplastis pada setiap jenis aspal tidak sama tergantung dari aspal
tersebut berasal dari mana.
Sebagai contoh ada aspal dari grup A dan B dengan angka penetrasi yang sama. Ini
mengandung arti bahwa kedua grup aspal tersebut pada temperatur 25o C mempunyai
kekentalan yang sama. Tetapi aspal grup A memiliki kepekaan temperatur yang lebih besar
bila dibandingkan dengan aspal dari grup B. Maka tampak sekali pada gambar bahwa untuk
jenis aspal grup A mempunyai perbedaan viskositas yang sangat menyolok pada temperatur
rendah minimum dengan temperatur tinggi maksimum.

Aspal A

Aspal B
viskositas

0o F 77o F 100o F

Grafik viskositas vs temperatur pada dua aspal yang


memiliki angka penetrasi yang sama.
Untuk jenis perkerasan tingkat tinggi dengan persyaratan yang ketat misal untuk landas pacu,
untuk jalan klas tinggi yang lewat daerah dengan temperatur panas maka yang paling cocok
adalah jenis semen dari grup B, sebab aspal grup B merupakan jenis aspal yang memiliki
kepekaan terhadap temperatur lebih kecil bila dibandingkan dengan aspal dari grup A atau
dapat dilihat pada gambar di atas nilai b lebih kecil bila dibanding dengan a.

Aspal Cair (liquit asphalt)


Yang dimaksud dengan aspal cair yaitu jenis aspal yang dibuat dengan mencampur Aspal
semen dengan bahan pencair, yaitu minyak yang dihasilkan dari penyaringan minyak mentah.
Dari hasil pencampuran di atas menghasilkan aspal yang berbentuk cair dalam temperatur
ruang, sehingga untuk menggunakannya tidak diperlukan pemanasan kecuali untuk hal-hal
yang kusus.
Berdasarkan bahan pencairnya dan kemudahan menguap bahan pelarutnya, aspal cair dapat
dibedakan atas :
a. RC ( Rapid Curing Asphalt)
Yaitu jenis aspal cair yang dibuat dari pencampuran antara semen aspal dengan bensin
(Asphalt Cement (AC) + gasoline). Jenis aspal ini merupakan jenis aspal cair yang paling
cepat menguap. Akibatnya kalau kita memakai aspal cair dari jenis ini tidak boleh terlalu
lama menunda pekerjaan karena aspal akan lebih cepat mengeras.
b. MC (Medium Curing Ashalt)
Yaitu jenis aspal cair yang dibuat dari pencampuran antara semen aspal dengan bahan pencair
yang lebih kental yaitu minyak tanah (Asphalt Cement (AC) + kerosine). Jenis aspal ini
merupakan jenis aspal cair yang penguapannya lebih lambat bila dibandingkan dengan jenis
RC.
c. SC ( Slow Curing Asphalt)
Yaitu jenis aspal cair yang dibuat dari pencampuran antara semen aspal dengan bahan pencair
yang lebih kental lagi yairu solar ( Asphalt Cement (AC) + diesel oils). Jenis aspal ini
merupakan jenis aspal cair yang penguapannya paling lambat bila dibandingkan dengan dua
jenis di atas. Boleh dikatakan bahwa aspal cair jenis SC ini merupakan jenis yang paling
rendah mutunya bila dibandingkan dengan dua type di atas, sebab daya ikatnya kalau sudah
mengeras tidak sebaik yang di atas.
Pada prakteknya, aspal cair ini banyak digunakan sebagai bahan perekat lapis perkerasan atau
biasa disebut pelaburan, untuk perbaikan lapis permukaan jalan yang berlubang, dan untuk
lapis perkerasan dengan mutu sedang dan rendah yang tidak membutuhkan persyaratan yang
ketat, dll.
Jenis pelaburan/pengeleman lapis keras ada bermacam-macam antara lain : prime coat, tack
coat, seal coat.
Prime coat :
Adalah jenis pelaburan yang pertama kali dilakukan untuk merekatkan antara base course
(lapis fondasi) dengan lapis permukaan.
Tack coat :
Adalah jenis pelaburan yang dilakukan untuk merekatkan antara lapis yang lama
dengan lapis yang baru untuk jalan yang di upgrade pada saat dilakukan overlay
(memberikan lapisan tambahan perkerasan ).
Seal coat
Pelaburan yang dilakukan untuk merekatkan antara permukaan jalan yang berlubang dengan
lapisan penutupnya. Jadi Seal coat hanya dilakukan pada pekerjaan penambalan jalan yang
dilakukan secara sepotong-sepotong (hanya dilaburkan pada permukaan jalan yang berlubang
saja).
Karena aspal cair merupakan bahan yang berasal dari pencampuran antara benda padat dan
benda cair, yang kualitasnya sangat tergantung dengan bahan pencairnya dan juga
perbandingan jumlah campurannya, maka hasil campuran merupakan hasil aspal baru dengan
kekentalan dan kualitas yang berbeda-beda. Berdasarkan nilai viskositas pada temperatur 60o
C, aspal cair dapat dibedakan atas :
RC 30 - 60 MC 30 - 60 SC 30 - 60
RC 70 - 140 MC 70 - 140 SC 70 - 140
RC 250 - 500 MC 250 - 500 SC 250 - 500
RC 800 - 1600 MC 800 - 1600 SC 800 - 1600
RC 3000- 6000 MC 3000- 6000 SC 3000 - 6000

Aspal Emulsi
Pada dasarnya, suatu emulsi terdiri dari dua jenis cairan yang sulit untuk dapat bercampur.
Aspal Emulsi adalah jenis aspal yang diperoleh dari campuran aspal dengan air. Dalam
proses pembuatannya, salah satu bahan tersebut didispersikan / dibaurkan dalam bentuk butir-
butir yang sangat halus, yang dicampurkan dengan proses kimiawi.
Di dalam pelaksanaannya, aspal merupakan fase yang didispersikan, sedang air merupakan
fase pencairnya.
Didalam temperatur ruang aspal emulsi ini dalam kondisi cair (tidak keras).
Berdasarkan muatan listrik yang dikandungnya aspal emulsi dapat dibedakan atas tiga macam
:
Aspal emulsi Kation
Aspal emulsi Anion
Aspal emulsi Nonion.
Dari ketiga jenis aspal tersebut yang biasa dipergunakan sebagai bahan perkerasan jalan
adalah aspal emulsi Kation dan Anion.
Aspal emulsi Kation :
Aspal jenis ini biasa juga disebut sebagai Aspal Emulsi Asam, merupakan jenis aspal emulsi
yang bermuatan arus listrik positip.
Sifat istimewa Aspal Emulsi Kation adalah bahwa aspal akan cepat mengering dan bekerja
untuk mengikat batuan / agregat walaupun batuan tersebut mengandung air. Sifat ini sangat
menguntungkan untuk daerah-daerah yang banyak mengandung air (sering hujan), daerah
bersalju, daerah yang berikilim dingin, dapat juga untuk klas jalan yang tidak begitu tinggi.
Aspal Emulsi Anion :
Aspal jenis ini biasa juga disebut sebagai Aspal Emulsi Alkali, merupakan jenis aspal emulsi
yang bermuatan arus listrik negatip.
Pada jenis Aspal Emulsi Anion proses pelekatan batuan hanya dapat terjadi pada batuan yang
kering saja. Kecepatan reaksi/proses pelekatan lebih lambat bila dibandingkan dengan jenis
Aspal Emulsi Kation.
Pada prakteknya jenis aspal ini hanya dipakai sebagai bahan untuk menambal jalan yang
berlubang, perbaikan jalan sementara dan pembuatan jalan dengan mutu rendah.
Aspal Emulsi Nonion
Merupakan jenis aspal emulsi yang tidak mengalami ionisasi, berarti tidak mengantar listrik.
Aspal jenis ini tidak biasa dipakai sebagai bahan perkerasan jalan, tetapi baik untuk bahan
pengisi pada dilatasi jembatan, penambalan atap dll.
Kelebihan aspal emulsi bila dibandingkan dengan aspal keras hanya pada segi pelaksanaan
konstruksi lebih sederhana dan praktis karena dapat dilakukan tanpa harus dilakukan
pemanasan lebih dulu. Untuk Indonesia aspal jenis ini harus dibeli dari luar negri, sehingga
harganya relatip mahal bila dibandingkan dengan aspal keras.
Berdasarkan kecepatan pengerasannya, aspal emulsi dapat dibedakan menjadi beberapa jenis
yaitu :
RS ( Rapid Setting ) aspal emulsi paling cepat bereaksi
MS (Medium Setting) aspal emulsi lebih lambat bereaksi
SS (Slow Setting ) aspal emulsi paling lambat bereaksi

PENGUJIAN KUALITAS ASPAL


Cara menentukan kualitas aspal dapat dilihat dari besar kecilnya nilai Penetrasi, Berat jenis,
Kelekatan aspal terhadap agregat, Titik nyala (clev and open cup) , Titik bakar, Titik lembek,
Kelarutan dalam cairan Carbon Tetra Chlorida (CCL4) dan Daktilitas.

Penetrasi.
Yaitu angka yang menunjukkan kekerasan aspal yang diukur dari kedalaman masuknya
jarum penetrasi yang diberi beban 100 gram selama 5 detik pada suhu ruang 25o C. semakin
besar nilai penetrasinya, maka semakin lunak aspal tersebut dan sebaliknya.

Berat Jenis
Yaitu angka yang menunjukkan perbandingan berat aspal dengan berat air pada volume yang
sama pada suhu ruang. Semakin besar nilai berat jenis aspal, maka semakin kecil kandungan
mineral minyak dan partikel lain di dalam aspal. Semakin tinggi nilai berat jenis aspal, maka
semakin baik kualitas aspalnya. Berat jenis aspal minimal sebesar 1,0000.

Kelekatan aspal terhadap agregat


Yaitu angka yang menunjukkan prosentase luasan permukaan agregat batu silikat yang masih
terselimuti oleh aspal setelah agergat tersebut direndam selama 24 jam. Kelekatan aspal yang
tinggi dapat diartikan bahwa aspal tersebut memiliki kemampuan yang tinggi untuk
melekatkan agregat sehingga semakin baik digunakan sebagai bahan ikat perkerasan. Nilai
kelekatan aspal yang baik minimal sebesar 85 %.

Titik nyala aspal


Yaitu angka yang menunjukkan temperature (suhu) aspal yang dipanaskan ketika dilewatkan
nyala penguji di atasnya terjadi kilatan api selama sekitar 5 detik. Syarat aspal AC 60/70 titik
nyala sebesar minimal 200 oC

Titik bakar aspal


Yaitu angka yang menyatakan besarnya suhu aspal yang dipanaskan ketika dileawatkan nyala
penguji diatas aspal terjadi kilatan api lebih dari 5 detik. Semakin tinggi titik nyala dan titik
bakar aspal, maka aspal tersebut semakin baik. Besarnya nilai titik nyala dan titik bakar tidak
berpengaruh terhadap kualitas perkerasan, karena pengujian ini hanya berhubungan dengan
keselamatan pelaksanaan khususnya pada saat pencampuran (mixing) terhadap bahaya
kebakaran.

Titik lembek aspal (Ring and Ball test)


Yaitu angka yang menunjukkan suhu (temparatur) ketika aspal menyentuh plat baja. Titik
lembek juga mengindikasikan tingkat kepekaan aspal terhadap perubahan temperature,
disamping itu titik lembek juga dipengaruhi oleh kandungan paraffin (lilin) yang terdapat
dalam aspal. Semakin tinggi kandungan paraffin pada aspal, maka semakin rendah titik
lembeknya dan aspal semakin peka terhadap perubahan suhu.
Kelarutan aspal dalam cairan Carbon Tetra Chlorida (CCl4)
Yaitu angka yang menunjukkan jumlah aspal yang larut dalam cairan CCl4 dalam prosen
setelah aspal digoncang atau dikocok selama minimal 20 menit. Angka kelarutan aspal juga
menunjukkan tingkat kemurnian aspal terhadap kandungan mineral lain. Semakin tinggi nilai
kelarutan aspal, maka aspal semakin baik.

Daktilitas aspal
Yaitu angka yang menunjukkan panjang aspal yang ditarik pada suhu 25o C dengan
kecepatan 5 cm/menit hingga aspal tersebut putus. Daktilitas yang tinggi mengindikasikan
bahwa aspal semakin lentur, sehingga semakin baik digunakan sebagai bahan ikat perkerasan.
Syarat aspal yang baik adalah sebagai berikut:
No. Jenis Pemeriksaan Syarat Satuan
Pen 60/70 Pen 80/100
Min Maks Min Maks
1. Penetrasi 25oC, 5 det 60 79 80 99 0,1 mm
2. Titik lembek 48 58 46 54 oC
3. Titik nyala dan titik bakar 200 - 225 - oC
4. Kehilangan berat 163oC, 5 jam - 0,4 - 0,6 % berat
5. Kelarutan dalam CCl4 99 - 99 - % berat
6. Daktilitas 25oC, 5 cm/menit 100 - 100 - cm
7. Penetrasi setelah kehilangan berat 75 - 75 - % terhadap asli
8. Penetrasi aspal hasil ekstraksi benda uji 55 - 55 - % terhadap asli
9. Daktilitas aspal hasil ekstraksi benda uji 40 - 40 - cm
10. Berat jenis (25OC) 1 - 1 - -
Sumber : Depkimpraswil, 2000.

II. PEMILIHAN ASPAL


Aspal atau bitumen merupakan material untuk membuat perkerasan yang berfungsi sebagai
pengikat apabila dicampur dengan agregat dan berfungsi sebagai perekat apabila digunakan
sebagai Prime coat atau Tack coat.
Adapun klasifikasi aspal dapat dibedakan berdasarkan penetrasi, kekentalan, aspal cair dan
aspal emulsi.

a. Klasifikasi aspal berdasarkan nilai penetrasi


nilai penetrasi adalah kedalaman jarum penetrasi dengan beban 100 gr selama 5 detik pada
suhu 25 o C masuk ke dalam aspal dalam satuan 0,1 mm.
Jenis –jenis aspal berdasarkan nilai penetrasi adalah :

AC 40-50
AC 60-70 (100 gr / 5 dtk / 0,1 mm)
AC 85-100
AC 120-150
AC 200-300
Sedangkan klasifikasi aspal berdasarkan nilai penetrasi menurut British Standart (BS.3690)
adalah sebagai berikut:
10 5 Pen 70 Pen. 15
20 5 Pen 100 Pen. 25
30 7 Pen 200 Pen. 35
45 10 Pen 300 Pen. 40
65 10 Pen 450 Pen. 50

b. Klasifikasi berdasarkan nilai kekentalan yang didapat dari uji kekentalan adalah sbb:
1) Saybolt Furol (SF)
Aspal 1/8” untuk mengisi labu dengansuhu 60 o C mengalir melalui pipa volume 60 ml.
Waktu pengisian menunjukkan kekentalan SF (detik).
2) Kinematis dengan satuan Centi Stokes (cst)
3) Satuan cgs 1 gr/cm –sec, atau 1 dyne – sec/cm 3 , disebut poise (P)
S 1unit 1 pa –s (1N – s/m 2 ) disebut 10 P
4) Thin Film Oven Test yaitu kehilangan berat aspal dalam % berat
Rolling Thin Film Oven yaitu karakteristik aspal setelah RTFO test untuk menentukan
grading aspal semula dinyatakan dalam AR (age residu ) –viscosity graded series.
Jenis –jenis aspal menurut kekentalannya adalah:
AC 2,5 Asphalt Cement – angka menunjukkan
AC 5 kekentalan pada 60 o C (140 o F) dalam satuan
20%)AC 10 100an poises (toleransi
AC 20
AC 40
AR 1000 Age Residu – angka menunjukkan kekentalan
AR 2000 setelah uji RTFO pada suhu 60 o C ( 140 o F)
25 %)AR 4000 dalam satuan poises (toleransi
AR 8000
AR 16000

c. Aspal cair
Aspal yang merupakan hasil olahan dari aspal keras yang dicairkan dengan menggunakan
bahan pencair sepeti kerosen, bensin atau solar.
Aspal cair diklasifikasikan berdasarkan kecepatan penguapan (Rapid Curing, Medium
Curing, Slow Curing). Jenis aspal cair terdiri dari:
Rapid Curing (RC) 0 30 angka menunjukkan kekentalan dalam satuan
Medium Curing (MC) 1 70 cst pada suhu 60 o C
Slow Curing (SC) 2 250
3 800
4 3000
5
d. Aspal Emulsi
yang dibuat dari aspal keras + Emulsifier + air
bila dilihat dari muatan listrik pada partikel aspalnya, aspal emulsi dibedakan menjadi 3
macam yaitu:
- Kationik, yaitu apabila partikel aspalnya bermuatan listrik positif
- Anionik, jika partikel aspalnya bermuatan listrik negatif
- Nonionik, jika partikel aspalnya tidak bermuatan listrik (netral)
Adapun bila ditinjau dari kecepatan pengikatan terdiri dari 3 macam yaitu:
- Rapid setting (RS) yaitu aspal emulsi yang memiliki kecepatan pengikatan paling cepat,
- Medium Setting (MS) yaitu aspal emulsi yang memiliki kecepatan pengikatan menengah
(medium)
- Slow setting (SS) yaitu aspal emulsi yang memiliki kecepatan pengikatan paling lama.
Pemilihan jenis aspal disesuaikan dengan jenisnya pekerjaan yang akan dilakukan
(CRS,CMS.CSS) tergantung kecepatan pengikatan
kelebihan :
- mudah pengerjaannya
- penggunaan alat bervariasi (dari alat berat sampai ringan)
- ramah lingkungan
- cocok untuk campuran dingin (Cold mix), Tack Coat dan Prime Coat
- paling cocok untuk slurry seal

Tabel 2.1 macam –macam aspal emulsi


Anionik Kationik BM
RS – 1
RS – 2
MS – 1
MS – 2
MS – 2h
CRS – 1 CRS – 2
-
CMS –2
CMS –2h
CMS – 2S MC – 1
MC – 2
MS – 1
MS – 2
MSK – 2h MCK – 1
MCK – 2
MSK – 1
MSK – 2
MSK – 2h C = cationik/cepat
R = rapid
M= medium/mengendap
S= slow/sedang
S=setting
h=harder base asphalt
HF= hot float (diukur dengan flaot test, dimungkinkan penggunaan film aspal tebal
S = solvent (more solvent than the orthers)
K = kationik/ kental

HF MS – 1
HF MS – 2
HF MS – 2h
HF MS – 2s
SS – 1
SS – 1h -
-
-
-
CSS – 1
CSS – 1h
ML – 1
ML – 1K

MLK – 1
MLK – 1h

e. Performance Grade Asphalt


PG 46 (-34, -40, -46) - angka depan menunjukkan suhu
PG 52 (-10, -16, -22, -28, -34, -40, -46) maksimum perkerasan
PG 58 (-16, -22, -28, -34, -40) - angka belakang menunjukkan suhu
PG 64 (-10, -16, -22, -28, -34, -40) minimum perkerasan
PG 70 (-10, -16, -22, -28, -34, -40) - pengujian aspal:
PG 76 (-10, -16, -22, -28, -34, ) 1. Ttk. Nyala (o C)
PG 82 (-10, -16, -22, -28, -34, ) 2. Kekentalan (cP)
3. DSR (oC)
4. Pav (o C)
5. DTT (oC)
6. RTFO residu (%)
7. TFO residu (%)
8. creep stiffness (oC)
T 20mm = (Tair – 0,00618 Lat 2 + 0,2289 Lat + 42,2) ( 0,9545) – 17,78
Tmin = 0,859 Tair + 1,7 o C
T20mm = suhu rencana perkerasan tertinggi, suhu 20 mm di bawah permukaan perkerasan
Tmin = suhu rencana perkerasan terendah, suhu di permukaan perkerasan.
Tair = suhu udara tertinggi rata-rata, 7 hari (o C) – untuk T
Suhu terendah rata –rata tahunan (o C) untuk T
Lat = lokasi perkerasan di garis lintang (derajat)

Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam menentukan pilihan jenis aspal yang akan
digunakan dalam membuat perkerasan adalah:
1. faktor lalu lintas
2. faktor iklim
3. peralatan yang tersedia
4. gradasi agregat
5. jarak angkut
6. volume pekerjaan
7. tuntutan lingkungan
8. tenaga kerja
9. lain –lain

1. Faktor lalu lintas


Faktor lalu lintas akan mempengaruhi jenis aspal yang akan digunakan adalah jumlah lintasan
lalu lintas yang diukur dengan ESAL (ekivalen standart axle load) dan kecepatan lalu lintas.
a. jumlah lintasan
Semakin banyak jumlah lintasan pada suatu jalan yang akan dibuat, maka jenis aspal yang
akan digunakan harus mempunyai viskositas yang tinggi yang ditunjukkan dengan nilai
penetrasi, karena nilai penetrasi yang rendah akan mempunyai nilai stabilitas yang lebih
tinggi dibandingkan nilai penetrasi yang tinggi.
Sebagai contoh untuk jalan negara atau jalan tol harusnya menggunakan aspal dengan nilai
penetrasi 40 –70 ( misal AC 40-50 atau AC 60-70). Apabila perkerasan yang melayani beban
lalu lintas yang cukup besar (>1 juta SAL) menggunakan aspal AC 80-100 atau penetrasi
yang lebih tinggi, maka akibat yang ditimbulkan adalah akan terjadi kerusakan yang lebih
cepat sebelum tercapai umur rencana. Adapun kerusakan yang mungkin terjadi diantaranya
adalah fracture dan rutting.

b. kecepatan kendaraan (speed)


Kecepatan kendaraan akan mempengaruhi lama pembebanan terhadap perkerasan. Untuk
perkerasan yang melayani kendaraan dengan kecepatan rendah seharusnya menggunakan
aspal dengan nilai penetrasi yang lebih rendah jika dibandingkan dengan perkerasan yang
melayani kendaraan cepat. Sebagai contoh untuk perkerasan terminal dimana banyak
kendaraan yang parkir, sehingga lama pembebanan terhadap perkerasan cukup tinggi, maka
jenis aspal yang digunakan harus menggunakan aspal dengan penetrasi rendah misal AC 40-
50 atau AC 60-70. Adapun pengaruh kecepatan terhadap perkerasan adalah sebagai berikut:
kecepatan akan mempengaruhi lama pembebanan dan berakibat pada perubahan temperatur
perkerasan yang akan berpengaruh pada nilai E perkerasan.
nilai modulus kekakuan perkerasan sangat tergantung oleh modulus kekakuan aspalnya yang
dipengaruhi oleh temperatur aspal dan lama pembebanan.
Akibat yang akan terjadi apabila salah dalam memilih aspal ditinjau dari kecepatan kendaraan
adalah terjadinya kerusakan perkerasan jenis deformasi seperti bleeding dan rutting.
Untuk memilih aspal berdasarkan kecepatan lalu lintas apabila menggunakan aspal jenis
Performance Grade diperlukan koreksi sbb:
a. untuk lalu lintas lambat dan beban berhenti seperti tempat parkir, terminal masing masing
dinaikkan 1 grade.
b. Untuk jumlah lalu lintas (ESAL) 1 juta –30 juta atau >30 juta masing –masing dinaikkan 1
grade.

2. Iklim
Faktor iklim mempunyai peran yang cukup besar dalam menentukan jenis aspal yang akan
digunakan. Faktor iklim tersebut meliputi:
a. panas/dingin yang berhubungan dengan suhu udara yang akan mempengaruhi suhu
perkerasan
b. basah/kering yang akan mempengaruhi kadar air perkerasan.
c. Temperatur perkerasan yang dipengaruhi oleh temperatur udara dan letak geografis.
d. Ketinggian lokasi dari muka air laut yang akan mempengaruhi suhu udara dan tekanan
udara yang akhirnya akan berpengaruh terhadap temperatur perkerasan.
Memilih aspal berdasarkan suhu udara berhubungan dengan nilai penetrasi, pada daerah
dingin lebih cocok apabila digunakan aspal dengan penetrasi tinggi sedangkan pada daerah
tropis lebih cocok menggunakan aspal penetrasi rendah (viskositas tinggi). Kerusakan
perkerasan yang diakibatkan karena kesalahan pemilihan aspal pada kasus ini adalah
bleeding, deformasi, rutting. Untuk mengatasi apabila aspal yang tersedia tidak sesuai yang
diinginkan, maka dapat digunakan bahan aditive.

3. Peralatan yang tersedia (equipment) :


Peralatan untuk melaksanakan pekerjaan jalan yang harus dipertimbangkan dalam memilih
aspal meliputi :
alat pencampur (AMP & molen)
alat penggelar
alat pemadat
alat yang akan digunakan akan berpengaruh terhadap produktifitas kerja dan pemilihan jenis
aspal. Semakin baik jenis alat yang digunakan maka semakin leluasa dalam memilih jenis
aspal, tetapi apabila alat yang tersedia kurang memadai, maka jenis aspal yang digunakan
harus memberikan kesempatan pangerjaan yang lebih lama. Sebagai contoh apabila
dilapangan alat yang tersedia hanya alat sederhana (alat pencampur, penggelar, pemadat),
maka aspal yang digunakan adalah aspal penetrasi 200,300 dst atau aspal cair jenis SC dsb.
Akibat yang ditimbulkan apabila terjadi kesalahan pemilihan aspal melihat alat yang tersedia,
maka akan sulit untuk mendapatkan hasil yang optimal karena saat pencampuran,
penggelaran, pemadatan tidak memenuhi syarat khususnya syarat temperatur pencampuran,
penggelaran, pemadatan.

4. Gradasi agregat
Gradasi agregat dibedakan menjadi 3 yaitu : gradasi menerus (rapat), gradasi terbuka dan
gradasi timpang. Gradasi terbuka maupun gradasi timpang memiliki rongga yang lebih besar
jika dibandingkan dengan gradasi rapat, hal ini akan berpengaruh terhadap kemudahan aspal
untuk memasuki rongga antar butiran agregat. Jenis aspal yang cocok untuk gradasi timpang
maupun gradasi terbuka adalah aspal yang memiliki viskositas (kekentalan ) yang tinggi
sedangkan untuk gradasi rapat jenis aspal yang cocok adalah aspal dengan kekentalan sedang
sampai rendah. Disisi lain kebutuhan aspal pada gradasi timpang maupun gradasi terbuka
akan membutuhkan aspal yang lebih besar jika dibandingkan dengan gradasi menerus,
perbedaan tersebut disebabkan karena prosentase rongga antar agregat.

5. Jarak angkut antara AMP dengan lokasi pekerjaan.


Jarak angkut akan mempengaruhi dalam pemilihan jenis aspal, hal ini disebabkan karena
jarak angkut yang cukup jauh memungkinkan terjadinya penurunan temperatur yang cukup
besar sehingga untuk mendapatkan suhu pemadatan yang memenuhi syarat akan kesulitan.
Tetapi apabila suhu pencampuran dinaikkan untuk mendapatkan suhu pemadatan yang sesuai
dengan spesifikasi, maka aspalnya yang mengalami kerusakan akibat pemanasan yang
berlebihan. Untuk mengatasi hal tersebut, maka dalam menentukan jenis aspal untuk jarak
yang jauh seharusnya digunakan aspal yang tidak begitu peka terhadap perubahan temperatur,
misal dengan menggunakan bahan aditive atau menggunakan aspal cair maupun aspal emulsi.

6. Volume pekerjaan
Volume pekerjaan dibedakan antara volume kecil dan volume besar, hal ini akan berpengaruh
terhadap pemilihan jenis aspal yang akan digunakan. Untuk pekerjaan dengan volume kecil
tentunya alat yang digunakan untuk mencampur, menggelar maupun untuk memadatkan
adalah alat yang sederhana, sehingga aspal yang digunakan cukup aspal yang memungkinkan
digunakan alat yang sederhana tersebut. Jenis aspal yang cocok untuk kasus ini adalah aspal
cair, aspal emulsi maupun aspal Buton.

7. Tuntutan lingkungan
Tuntutan lingkungan menyangkut hal apakah dalam melaksanakan pekerjaan jalan tersebut
menimbulkan polusi yang dapat mengganggu lingkungan dimana pekerjaan tersebut
dilaksanakan. Sebagai contoh pekerjaan jalan pada sebuah rumah sakit, apabila aspal yang
digunakan merupakan aspal yang dapat menimbulkan polusi saat pelaksanaan, maka akan
mengganggu pasien. Untuk mengatasi hal tersebut, maka dapat digunakan aspal cair atau
aspal emulsi yang dicampur secara dingin (Cold mix) sehingga tidak menimbulkan polusi
yang cukup besar.

8. Buruh (labour)
Tenaga kasar (buruh) sebaiknya dijadikan bahan pertimbangan dalam menentukan jenis aspal
yang akan digunakan. Hal ini disebabkan karena tenaga kasar yang tidak terlatih akan
membutuhkan waktu yang lebih lama dalam melakukan penggelaran sehingga dimungkinkan
akan terjadi penurunan suhu yang cukup besar yang berakibat suhu pemadatan menjadi
rendah. Hal ini berarti bahwa sebelum pemadatan dilakukan telah terjadi ikatan awal dan
akhirnya akan menyebabkan hasil pemadatan yang kurang baik. Untuk mengatasi hal ini,
maka aspal yang digunakan sebaiknya aspal yang kurang peka terhadap perubahan suhu (
dapat digunakan bahan aditive yang sesuai) atau menggunakan aspal emulsi maupun aspal
cair.

AGREGAT
Agregat adalah butiran mineral alami yang berfungsi sebagai bahan pengisi dan sekaligus
sebagai bahan pendukung dalam campuran lapis perkerasan jalan. Kandungan agregat di
dalam lapis perkerasan jalan berkisar antara 90% - 95% (bila dihitung berdasarkan persentase
berat) dan berkisar antara 75% - 85% (bila dihitung berdasarkan persentase volume). Maka
akibatnya kestabilan serta mutu perkerasan jalan lebih ditentukan oleh sifat agregat dan
kualitas campuran antara agregat dengan material lainnya.

1. Ukuran Agregat
Cara membedakan jenis agregat yang paling banyak dilakukan ialah dengan dida sarkan
kepada ukuran diameter butir. Untuk mengetahui ukuran butiran dikenal beberapa ukuran
saringan sbb:

# 1,5 “ # No 4 = 4,75 mm # No 80 = 0,177 mm


# 1,0 “ # No 8 = 2,36 mm # No 100 = 0,15 mm
# ¾ “ # No 10 = 2,0 mm # No 120 = 0,12 mm
# ½ “ # No 30 = 0,6 mm # No140 = 0,105 mm
# No 40 = 0,42 mm # No 200 = 0,075 mm
# No 60 = 0,25 mm

Berdasarkan ukuran butirannya, agregat dapat dibedakan atas tiga bagian besar :
Menurut ASTM
Agregat kasar, yaitu butiran yang tinggal di atas saringan no 4 atau agregat dengan
diameter > 4,75 mm
Agregat halus, butiran yang terletak antara saringan No. 4 - No. 200 atau terletak antara
diameter 4,75 mm - 0,075 mm
Agregat pengisi / abu batu / filler, adalah butiran yang lewat saringan 200
Menurut AASHTO :
Agregat kasar, yaitu butiran yang tinggal di atas saringan No. 10, atau agregat yang
berdiameter > 2mm
Agregat halus, butiran yang terletak antara saringan No.10 - No. 200 atau terletak antara
diameter 2,0 mm - 0,075 mm
Agregat pengisi / abu batu / filler, adalah butiran yang lewat saringan 200
Bila dilihat dari proses terbentuknya, agregat dapat dibagi menjadi dua golongan besar yaitu
Agregat Alami dan Agregat Buatan.

Agregat Alami
Yaitu agregat yang sudah terbentuk secara alamiah, jadi agregat ini telah mengalami
pengecilan butiran karena proses alam. Sebagai contoh kerikil yang terdapat di sungai yang
mengalir. Kerikil ini mengalami pengikisan pada dinding luarnya akibat gesekan-gesekan
dengan material lainnya di sungai, sehingga biasanya bentuk dari kerikil sungai agak bulat-
bulat / agak tumpul.

Agregat Buatan
Disebut Agregat Buatan karena keberadaannya akibat rekayasa manusia. Misal Split, batu
pecah dll. Material ini diperoleh dari hasil pemecahan alat pemecah batu (stone crusher)
Agregat buatan yang kedua yaitu agregat yang dahulunya tidak ada kemudian dibuat menjadi
ada ( aficial agregat )
Agregat ini biasanya memiliki kualitas yang baik dan bentuk yang baik, karena kuaitas dan
bentuk dapat ditentukan pada saat proses pembuatan. Jenis agregat ini antara lain:
Slag ( agregat yang terbuat dari limbah nikel)
Klelet (agregat yang terbuat dari limbah pengecoran logam)
ALWA (Artificial Light Weight Aggregate) yaitu agregat yang terbuat dari tanah lempung
yang dibakar pada suhu tertentu.
Agregat dari pecahan genting beton
dll
2. Bentuk Agregat
Bentuk dari agregat sangat penting untuk di bahas mengingat bentuk dari agregat akan
mempunyai pengaruh yang besar terhadap kestabilan lapis perkerasan yang dibentuk oleh
agregat itu sendiri.
Bentuk dari agregat akan berpengaruh terhadap kemampuan geser, saling mengunci diantara
agregat, yang pada akhirnya akan berpengaruh langsung kepada kestabilan perkerasan.

- Bulat (rounded)

Yaitu agregat yang mempunyai diameter ke segala arah relative sama.


Agregat yang berbentuk bulat bila dilihat dari proses terbentuknya termasuk Agregat Alami.
Bentuk agregat semacam ini banyak dijumpai di sungai-sungai. Bentuk yang bulat ini
diakibatkan oleh adanya pengikisan oleh air dan material kecil lainnya, atau oleh gesekan
sesama batuan, sehingga menyebabkan keausan pada dinding luar batuan yang pada akhirnya
dapat menyebabkan bentuk menjadi tumpul dan bulat. Ada beberapa kelemahan pada agregat
bulat bila dipakai untuk konstruksi perkerasan antara lain:
a. luas bidang kontak sesama agregat kecil
b. kemampuan mengunci sesama agregat kecil
c. akibat a dan b sesama agregat mudah tergelincir
Oleh karena itu perkerasan yang memakai agregat yang berbentuk bulat tidak akan memiliki
stabilitas tinggi. Disarankan untuk agregat bulat hanya dipakai pada konstruksi perkerasan
klas menengah dan bawah.

- Lonjong (elongated)

D2
D1

D1/D2 > 1,8

Agregat berbentuk lonjong banyak dijumpai di sungai atau di bekas endapan sungai. Agregat
dapat dikatakan lonjong bila ukuran terpanjangnya > 1,8 kali diameter rata-rata. Pada
umumnya sifat mekanis yang ada pada agregat lonjong hampir sama dengan agregat yang
berbentuk bulat. Sehingga agregat yang berbentuk lonjong juga tidak menguntungkan bila
dijadikan bahan untuk perkerasan yang bermutu tinggi.

- Kubus (cubical)
Ada juga yang mengatakan agregat berbentuk kubus itu dengan agregat bersudut.
Agregat berbentuk kubus akan banyak dijumpai pada material yang dihasilkan dari mesin
pemecah batu (stone crusher).
Kelebihan agregat berbentuk sudut ini terhadap konstruksi perkerasan jalan :
a. luas bidang kontak sesama agregat relatif tinggi
b. kemampuan mengunci (interlocking) antar agregat tinggi
c. akibat a dan b antar sesama agregat sulit tergelincir
Akibat hal diatas maka perkerasan yang memakai agregat yang berbentuk kubus/bersudut
akan memiliki stabilitas yang tinggi, dan bahan ini sangat cocok untuk perkerasan yang
bermutu tinggi.

D1
D2
D3

D1 = D2 = D3

- Pipih

D1
D2

D1 = 0,6 x D2
Agregat dikatakan pipih bila agregat tersebut memiliki diameter terpendek maksimal 0,6 kali
diameter rata-rata. Agregat berbentuk pipih akan mudah pecah pada saat pencampuran,
pemadatan, ataupun akibat beban lalu-lintas. Di samping itu kepipihan agregat berpengaruh
jelek terhadap daya tahan lapis keras, karena agregat ini pada kedudukan rata air (horisontal)
mudah menjebak gelembung udara sehingga akan memperbesar rongga udara pada
campuran.
Oleh karena itu banyaknya agregat pipih biasanya dibatasi, disarankan jumlah agregat pipih
tidak lebih dari 15%.

3. Tekstur Agregat
Tekstur agregat diartikan sebagai kondisi alamiah permukaan agregat yang berhubungan
dengan kekasaran dan kehalusan.
Pada umumnya tekstur agregat dapat dibedakan atas beberapa tingkatan :
sangat halus / licin (glassy)
halus (smooth)
granular
kasar (rough)
berkristal (crystalline)
berpori
berlubang-lubang.
Tekstur permukaan akan sangat tergantung kepada kekerasan bahan dasar, ukuran molekul,
dan besar gaya yang bekerja pada permukaan butiran yang telah mempengaruhi tekstur
permukaan tersebut.
Bahan agregat yang keras, padat, berbutir kecil-kecil umumnya menjadikan permukaan
butiran agregat bertekstur halus.
Biasanya untuk kebutuhan lapis perkerasan, agregat yang paling disukai adalah jenis
perkerasan yang bertekstur kasar.
Kelebihan agregat bertekstur kasar :
mempunyai kekuatan geser yang besar
ikatan antar partikel lebih kuat sebab bahan ikat (aspal) lebih kuat di dalam mencengkeram
agregat.
Akibat dari dua hal di atas maka campuran akan bersifat :
mempunyai stabilitas tinggi
lebih mampu menahan deformasi yang akan timbul akibat gaya-gaya yang berasal dari luar.
Daya Lekat Terhadap Aspal
Faktor yang mempengaruhi lekatan aspal dan agregat dapat dibedakan atas dua bagian yaitu :
a. Sifat mekanis yang tergantung pada
kadar pori dan absorbsi
bentuk dan tekstur permukaan
ukuran butiran
b. Sifat kimiawi agregat
Agregat berpori akan menyerap aspal lebih baik, sehingga ikatan antara aspal dengan agregat
biasanya baik. Agregat yang berpori terlalu banyak akan menyerap aspal lebih banyak,
sehingga aspal yang menyelimuti agregat akan lebih tipis hal ini akan mengakibatkan cepat
lepasnya ikatan antara agregat dengan aspal. Oleh karena itu bila didalam campuran terlalu
banyak mengandung agregat berpori dapat menurunkan durabilitas campuran.
Di samping itu agregat berpori umumnya lebih mudah pecah/hancur.
Untuk mengetahui pori - pori dapat didekati dengan menghitung banyaknya air yang dapat
terserap / terabsorbsi oleh agregat.
Untuk itu dapat didekati dengan rumus seperti yang tersebut di bawah ini :
Penyerapan = (Bj - Bk)/Bk x 100%
Bk = Berat benda uji kering oven
Bj = Berat benda uji kering permukaan jenuh
Biasanya agregat untuk lapis perkerasan besarnya penyerapan dibatasi maksimal 3% dan nilai
kelekatan agregat terhadap aspal yang disyaratkan minimal sebesar 95%.
Daya Tahan Agregat
Yang dimaksud dengan daya tahan agregat adalah kemampuan agregat untuk
mempertahankan diri terhadap kehancuran baik oleh gaya-gaya mekanis ataupun oleh
pengaruh kimia.
Akibat hal di atas maka dikenal dua pengertian :
 degradasi, didefinisikan sebagai kehancuran agregat menjadi pertikel yang lebih kecil
akibat oleh gaya mekanik yang dapat terjadi pada saat penimbunan, pemadatan, ataupun oleh
beban lalu-lintas.
 disintegrasi, didefinisikan sebagai pelapukan pada agregat menjadi butir-butir halus akibat
pengaruh kimiawi/alam seperti kelembaban, dan pengaruh perbedaan temperatur yang ber
ulang-ulang (siang dan malam).
 Segregasi, yaitu pisahnya agregat antara agregat yang berukuran besar dengan agrgat yang
berukuran kecil karena adanya perbedaan berat butiran. Hal ini bisa terjadi karena
penimbunan yang terlalu tinggi (lebih dari 3 m) atau karena penuangan dari dumptruk yang
terlalu tinggi.
Agregat yang akan digunakan sebagai bahan lapis keras haruslah mempunyai ketahanan
terhadap degradasi dan disintegrasi dan pada saat pelaksanaan harus dihindarkan dari
kemungkinan terjadinya segregasi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat degradasi antara lain :
jenis agregat, agregat yang lunak akan mengalami degradasi yang lebih besar bila
dibandingkan dengan agregat yang keras.
gradasi, gradasi terbuka mempunyai tingkat degradasi yang lebih besar bila dibandingkan
dengan gradasi rapat.
 bentuk agregat, agregat bulat akan mengalami degradasi yang lebih besar bila dibandingkan
dengan agregat berbentuk kubus/bersudut.
ukuran partikel, partikel yang lebih kecil mempunyai tingkat degradasi yang lebih kecil dari
pada partikel yang besar.
energi pemadatan, degradasi akan terjadi lebih besar pada pemadatan dengan energi
pemadatan yang lebih besar.

4. Penentuan Tingkat Ketahanan


Ketahanan agregat terhadap penghancuran (degradasi) dapat diperiksa dengan menggunakan
alat untuk melihat keausan yaitu alat abrasi Los Angeles (Los Angeles Abrasion Test).
Agregat yang akan diperiksa ditetapkan dulu gradasinya dan dibersihkan dari kotoran (tanah,
lumpur dll). Sebelum dimasukkan ke dalam mesin abrasi, agregat terlebih dulu ditimbang dan
ditetapkan beratnya. Setelah dicatat beratnya, agregat kemudian dimasukkan ke dalam mesin
abrasi bersama dengan bola-bola baja yang jumlahnya sudah ditentukan. Kemudian mesin
abrasi Los Angeles diputar dengan kecepatan sekitar 30 - 33 rpm selama 500 putaran. Setelah
selesai agregat dikeluarkan dari mesin abrasi kemudian disaring dengan saringan No. 12.
Nilai akhir dinyatakan dengan persen merupakan hasil perbandingan antara berat benda uji
yang telah lolos dari saringan No. 12 dengan berat benda uji semula sebelum dimasukkan ke
dalam mesin abrasi.
Semakin tinggi nilai persentase benda uji, berarti bertambah besar pula degradasi pada
agregat.
Sebagai pedoman dasar di dalam pelaksanaan pemakaian di lapangan, telah diambil patokan
sebagai berikut :
Nilai abrasi < 30 % berarti agregat baik dipakai pada lapis keras sebagai bahan lapis
penutup
Nilai abrasi < 40 % berarti agregat baik dipakai pada lapis keras sebagai bahan lapis
fondasi atas
Nilai abrasi < 50 % berarti agregat baik dipakai pada lapis keras sebagai bahan lapis
fondasi bawah.
Ketahanan agregat terhadap kehancuran akibat pelapukan (disintegrasi) pada umumnya
diperiksa dengan menggunakan Saundness.
Agregat yang akan diperiksa nilai pelapukannya dicuci dulu untuk menghilangkan kotoran,
kemudian dikeringkan sampai kering dan ditimbang. Setelah dicatat beratnya, agregat
direndam ke dalam larutan kimia Natrium Sulfat atau Sodium Sulfat sampai jenuh. Agregat
kemudian dicuci dan direndam lagi ke dalam larutan kimia berulang-ulang sampai lima kali.
Dengan direndamnya agregat ke dalam Natrium Sulfat, maka secara alamiah larutan kimia
tersebut akan masuk ke dalam pori-pori agregat, karena proses kimia, agregat yang tidak kuat
akan mengalami kehancuran/pelapukan. Kehilangan berat akibat perendaman dinyatakan ke
dalam persen.
Untuk 12% menunjukkan bahwa agregat cukupagregat dengan nilai soundness tahan
terhadap pengaruh cuaca dan dapat dipergunakan sebagai lapis permukaan.
Besar kecilnya nilai soundness sangat dipengaruhi oleh jenis kandungan mineral sebagai
bahan pendukung pokok agregatnya.

5. Gradasi Agregat.
Yang dimaksud dengan gradasi agregat adalah kombinasi ukuran diameter agregat dalam
dalam suatu campuran.
Gradasi agregat dapat dibedakan menjadi 3 jenis :
a. Gradasi seragam (uniform graded)
Adalah agregat di dalam campuran yang memiliki diameter butiran yang hampir sama.
Kalaupun mengandung agregat halus, jumlahnya tidak dapat untuk mengisi rongga antar
agregat.
Agregat dengan gradasi seragam akan menghasilkan suatu perkerasan yang mempunyai sifat
sebagai berikut :
stabilitas rendah
fleksibilitas tinggi
berat volume kecil
Pengalaman di lapangan, gradasi seragam biasanya dihindari untuk segala macam jenis
perkerasan karena gradasi seragam membutuhkan banyak aspal, sehingga biaya konstruksi
dapat menjadi mahal.
b. Gradasi rapat (dense graded)
Adalah agregat di dalam campuran yang memiliki gradasi kasar sampai dengan gradasi halus
dalam porsi yang seimbang atau agregat yang memiliki diameter butiran dari mulai butiran
yang kasar sampai dengan yang halus semuanya terdapat dalam keadaan yang seimbang.
Oleh karena itu gradasi rapat sering juga disebut sebagai gradasi baik (well graded) atau
dapat juga disebut sebagai gradasi menerus (continuous graded). Perkerasan dengan agregat
yang bergradasi rapat akan menghasilkan suatu perkerasan dengan sifat sebagai berikut :
stabilitas tinggi
fleksibilitas rendah
berat volume tinggi
Oleh karena itu perkerasan yang menggunakan agregat bergradasi menerus biasanya meliputi
jenis perkerasan bermutu tinggi dengan kemampuan yang tinggi pula sehingga sangat cocok
untuk jalan-jalan yang dilewati kendaraan-kendaraan berat dengan frekuensi yang tinggi pula.
Pada jenis perkerasan ini, bahan agregat yang dipakai juga harus bermutu tinggi, sebab
sebelum mendapat tekanan dari beban lalu-lintas di atasnya, masing-masing agregat sudah
mendapatkan tekanan yang besar dari hasil pemadatan sebelumnya serta oleh adanya
kemampuan saling mengunci antar agregat yang baik. Sehingga pada saat diberi beban akibat
berat lalu-lintas, tegangan antar agregat menjadi lebih besar. Kalau mutu agregat kurang
bagus maka kemungkinan agregat akan mengalami kehancuran, sehingga akan dapat
berakibat terjadinya kerusakan pada konstruksi perkerasan. Pada agregat bergradasi baik
biasanya memiliki rongga antar butiran sangat kecil. Sehingga aspal yang terkandung di
dalamnya biasanya dalam jumlah yang terbatas.
c. Gradasi buruk (poorly graded)
Biasa juga disebut sebagai gradasi terbuka atau gradasi senjang.
Bahan ini merupakan campuran agregat dengan satu fraksi yang hilang atau terdapat satu
fraksi dengan jumlah yang sedikit. Agregat yang bergradasi senjang akan menghasilkan suatu
perkerasan yang bersifat :
fleksibilitas tinggi
stabilitas lebih rendah (bila dibanding dengan gradasi rapat)
berat volume lebih rendah (bila dibanding dengan gradasi rapat)
Karena ada salah satu fraksi yang hilang, maka perkerasan yang menggunakan gradasi
terbuka biasanya kemampuan penguncian antar butiran kurang sehingga mudah terjadi
deformasi antar butiran. Pengalaman di lapangan, untuk meningkatkan stabilitas dapat
digunakan filler dengan komposisi tertentu (terlalu banyak justru akan menurunkan
stabilitas).

FILLER
Filler adalah salah satu dari bahan lapis keras yang berupa butiran yang lolos saringan No.
200. Fungsi filler adalah sebagai bahan pengisi rongga-rongga antar agregat. Filler yang
bercampur dengan aspal akan mengisi rongga-rongga antar agregat, hal ini akan berakibat
naiknya stabilitas lapis keras, yang sekaligus akan dapat menurunkan fleksibilitasnya.
Ada beberapa bahan yang dapat digunakan sebagai bahan filler antara lain :
• Abu batu
• Semen
• Kapur
• Pasir halus dll

III. LAPIS KERAS LENTUR


Pada prinsipnya lapis keras lentur terdiri dari beberapa bagian , dan bila diambil urutan dari
atas susunannya adalah sebagai berikut :
• Lapis permukaan (surface course)
• Lapis fondasi atas (base course)
• Lapis Fondasi bawah (subbase course)
• Tanah dasar (subgrade)

surface course
base course
subbase course

compacted subgrade

natural subgrade

Gambar 3.1. Lapisan pada lapis keras lentur


1. Lapis Permukaan (surface course)
Merupakan lapis yang paling atas dan berfungsi sebagai :
• Penahan beban roda, lapisan yang pertama kali menerima beban langsung dari roda
kendaraan. Lapisan ini harus memiliki stabilitas yang cukup serta fleksibilitas tinggi.

• Lapis kedap air, harus mampu menahan air supaya tidak meresap kedalam badan jalan.
• Lapis aus, yaitu lapisan yang mudah menjadi aus sehingga akan dapat melindungi ban karet
kendaraan dari pengaruh gesekan dengan jalan.
• Lapis yang mampu menyebarkan beban kendaraan ke lapis yang ada di bawahnya.
Adapun jenis lapis permukaan yang umum digunakan di Indonesia antara lain :

a. Lapis bersifat non struktural, yaitu berfungsi sebagai lapis aus dan kedap air antara lain :
 Burtu (Laburan Aspal Satu Lapis) merupakan lapis penutup yang terdiri dari lapisan aspal
yang ditaburi dengan satu lapis agregat bergradasi seragam dengan tebal maksimum 2 cm
Burda (Laburan Aspal Dua Lapis) merupakan lapis penutup yang terdiri dari lapisan aspal
yang ditaburi dengan satu lapis agregat yang diulang dua kali ber turut-turut maksimum tebal
padat 3,5 cm
Latasir (Lapis Tipis Aspal Pasir) merupakan lapis penutup yang terdiri dari
lapisan aspal dan pasir yang dicampur, dihampar dan dipadatkan dalam keadaan panas.
Lapisan ini ditujukan untuk lapis permukaan pada jalan-jalan dengan lalu-lintas ringan,
khususnya untuk daerah yang sulit menyediakan bahan agregat kasar. Campuran latasir
biasanya memerlukan tambahan filler agar memenuhi kebutuhan akan sifat-sifat yang
disyaratkan. Ketebalan tidak boleh terlalu banyak, khususnya pada jalan-jalan dengan lalu-
lintas berat serta pada daerah tanjakan, sebab untuk latasir yang terlalu tebal akan mudah
terjadi deformasi.
Sifat-sifat yang dimiliki antrara lain
• fleksibilitas cukup tinggi
• stabilitas rendah
• keawetan cukup tinggi untuk lalu-lintas ringan.
 Latasbum (Lapis Tipis Asbuton Murni), merupakan lapis penutup yang terdiri dari
campuran aspal Buton dengan bahan pelunak dengan perbandi
ngan tertentu yang dicampur secara dingin, tebal padat maksimum 1 cm.
 Lataston (Lapis Tipis Aspal Beton), merupakan lapis penutup yang terdiri dari campuran
agregat bergradasi timpang, mineral pengisi (filler) dan aspal keras yang dicampur, dihampar,
dan dipadatkan dalam keadaan panas, tebal padat antara 2,5 - 3 cm. Lataston digunakan pada
lapis permukaan pada jalan-jalan yang memikul lalu-lintas ringan sampai sedang . Lataston
memiliki sifat-sifat antara lain :
• fleksibilitas cukup tinggi
• stabilitas kurang menonjol
• ketahanan terhadap kelelahan cukup tinggi, sehingga memiliki durabilitas/keawetan yang
tinggi

b. Lapisan bersifat struktural, berfungsi sebagai lapisan yang menahan dan menyebarkan
beban roda :
 Penetrasi Makadam /Lapen, merupakan lapis perkerasan yang terdiri dari agregat pokok
dan agregat pengunci bergradasi terbuka yang diikat dengan aspal dengan cara disemprotkan
di atasnya dan dipadatkan lapis demi lapis. Aspal yang digunakan adalah dari jenis aspal cair.
Lasbutag merupakan lapis penutup yang terdiri dari campuran agregat, aspal Buton dengan
bahan pelunak dengan perbandingan tertentu yang dicampur secara dingin, tebal padat
maksimum 3- 5 cm. Agregat yang dipakai sebaiknya bergradasi menerus.
Laston (Lapis Aspal Beton) merupakan lapis perkerasan yang terdiri dari cmapuran agregat
bergradasi menerus/tertutup dengan aspal keras, yang dicampur, dihampar dan dipadatkan
dengan suhu panas. Lapis perkerasan ini banyak digunakan pada lapis permukaan jalan yang
melayani lalu lintas berat, pada daerah tanjakan, pertemuan jalan, dll.
Laston memiliki sifat-sifat antara lain :
• fleksibilitas kurang menonjol
• stabilitas tinggi
Dari sekian banyak jenis lapis keras di atas, yang termasuk keluarga aspa panas (hot mix)
adalah : latasir, lataston, dan laston.

2. Lapis Fondasi
Lapis fondasi adalah lapis perkersan yang terletak di bawah lapis permukaan yang berfungsi
sebagai lapis yang mampu menyebarkan gaya-gaya yang berasal dari roda kendaraan.
Tambah tebal fondasi, gaya-gaya yang disebarkan fondasi ke tanah dasar lebih luas.
Lapis fondasi dibagi menjadi dua lapis, yaitu Lapis Pondasi Atas (LPA) dan Lapis Pondasi
Bawah (LPB). Bahan lapis fondasi yang banyak dipakai adalah Sirtu (pasir batu) klas A
untuk LPA dan Sirtu klas B untuk LPB. Sirtu klas A memiliki kekerasan serta gradasi yang
lebih baik bila dibandingkan dengan sirtu klas B. Oleh karena itu harganya lebih mahal sirtu
klas A. Tujuan dari pembedaan mutu semata-mata karena alasan efisiensi.
P
LPA
LPB

Gambar 3.2. Penyebaran gaya oleh lapis fondasi


Dengan adanya penyebaran gaya oleh lapis fondasi, maka tegangan pada LPA akan lebih
besar bila dibandingkan dengan tegangan pada LPB, sehingga mutu bahan pada LPA harus
lebih baik bila dibandingkan dengan mutu bahan pada LPB.
Tabel 3.1. Gradasi agregat pada lapis fondasi

Macam ayakan Persen berat lolos Persen berat lolos


(mm)
Klas A Klas B
63 100 100
37,5 100 67 - 100
19 65 - 81 40 - 100
9,5 42 - 60 25 - 80
4,75 27 - 45 16 - 66
2,36 18 - 33 10 - 55
1,18 11 - 25 6 - 45
0,425 6 - 16 3 - 33
0,075 0 - 8 0 - 20
Sumber DPU, 1988
Disamping bahan agregat diatas, jenis lapis fondasi yang sering dipakai di Indonesia antara
lain adalah :
• Fondasi Makadam, yaitu fondasi yang kekuatannya berdasarkan tumpuan pada material
• Fondasi Telford, yaitu fondasi yang kekuatannya berdasarkan pada kekuatan gesekan antar
material
• Penetrasi Makadam (Lapen)
• ATB (Asphalt Treated Base)
• dll
Dalam perjalanannya, komposisi lapis keras mangalami perkembangan. Salah satu susunan
lapis keras lentur dapat dilihat seperti yang tampak di bawah ini :

wearing course
binder course
base course
subbase course
compacted subgrade
natural subgrade

Gambar 3.3. Perkembangan lapis keras lentur

Wearing cource berfungsi sebagai lapis aus dengan ciri fleksibilitasnya tanggi, dan
stabilitasnya dibatasi. Bahannya dapat dipakai Lataston/HRS. Untuk binder course memiliki
ciri fleksibilitas rendah tapi stabilitasnya tinggi. Bahannya dapat dipakai Lataston ataupun
Laston.

3. Lapisan Tanah Dasar (Subgrade)


Di bawah lapis fondasi bawah terdapat lapis tanah dasar (subgrade) yang
merupakan lapis tanah asli yang dipadatkan agar memenuhi persyaratan tertentu Untuk tanah
dasar yang kurang memenuhi persyaratan dapat dilakukan dua cara yaitu
• Stabilisasi tanah agar daya dukungnya meningkat
• Penggantian bahan tanah dasar dengan tanah yang bekualitas lebih baik
Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat ditentukan oleh sifat-sifat dan
daya dukung tanah dasar.
Masalah-masalah yang sering muncul pada tanah dasar antara lain :
• Tanah kurang mampu untuk mendukung beban lalu-lintas, sehingga terjadi lendutan pada
lapis perkerasan
• Terjadinya kembang susut yang besar akibat adanya pengaruh air
• Tidak meratanya daya dukung tanah dasar yang diakibatkan oleh tidak homo gennya bahan
tanah dasar atau mungkin akibat adanya faktor geologi.

IV. ALAT PEMERIKSAAN MARSHALL


Kinerja campuran beton aspal dapat diperiksa dengan menggunakan alat pemeriksaan
Marshal. Alat uji Marshall pertama kali diperkenalkan oleh Bruce Marshall, yang untuk
selanjutnya dikembangkan oleh US. Corp of Engineer.
Ada beberapa hal yang dapat diperiksa olah alat ini antara lain :

a. Stabilitas.
Stabilitas diartikan sebagai kemampuan lapis perkerasan dalam menerima beban lalu-lintas
tanpa terjadi deformasi permanen seperti gelombang, alur atau retak. Stabilitas sangat
tergantung antara lain oleh :
jumlah serta beban pemadatan pemadatan
gradasi dan penguncian antar agregat
kekerasan agregat
kadar serta viskositas aspal
gesekan antar agregat
jumlah rongga antar agregat
kohesi / daya ikat antar campuran
Satuan untuk stabilitas memakai satuan berat yaitu kg.
Stabilitas yang terlalu tinggi juga kurang baik mengingat perkerasan akan menjadi kaku dan
bersifat getas.

b. Kepadatan (density)
Density menunjukkan besarnya kepadatan suatu campuran yang telah dipadatkan. Semakin
besar nilai density menunjukkan bahwa kerapatannya semakin baik. Nilai density
dipengaruhi oleh :
gradasi bahan penyusunnya
jumlah pemadatan
temperatur pemadatan
kadar aspal dalam campuran
Dengan semakin meningkatnya kadar aspal, jumlah aspal yang dapat mengisi rongga antar
butir semakin besar, sehingga campuran menjadi semakin rapat dan padat sebab aspal akan
akan berfungsi sebagai pelicin, sehingga memudahkan butiran untuk mengisi rongga-rongga
pada saat dipadatkan. Tapi rongga antar butiran jumlahnya terbatas tergantung dari type
gradasinya, sehingga penambahan aspal yang berlebihan pada campuran justru akan
menyebabkan se olah-olah butiran akan mengambang di dalam aspal yang akan
menyebabkan volume campuran akan meningkat. Nilai density adalah merupakan
perbandingan dari massa dibagi dengan volume, sehingga penambahan volume yang tidak
sebanding dengan penambahan masa dapat menyebabkan penurunan nilai density campuran.
Satuan untuk density adalah gr/mm2

c. Kelelehan (flow)
Kelelehan menunjukkan besarnya deformasi yang terjadi pada lapis keras akibat beban yang
diterimanya. Nilai flow yang tinggi menandakan campuran bersifat plastis, dan lebih mampu
mengikuti deformasi akibat adanya beban. Sebaliknya nilai flow yang rendah maka campuran
akan bersifat kaku dan getas tidak akan mempu mengikuti deformasi akibat oleh beban yang
diderita, dan biasanya durabilitasnya (keawetannya) akan rendah juga. Nilai flow banyak
dipengaruhi oleh:
kadar dan viskositas aspal
gradasi agregat
pemadatan
Biasanya nilai flow ini selalu berseberangan dengan stabilitas. Tambah tinggi nilai flow maka
stabilitas nilainya akan turun. Flow memakai satuan mm.
d. Marshall Quotient
Marshall Quotient (MQ) merupakan hasil bagi antara stabilitas dengan kelelehan (flow).
Semakin besar nilai MQ, maka campuran akan bersifat kaku. Dan sebaliknya semakin kecil
nilai MQ, maka lapisan akan bersifat lentur/plastis.
Untuk jalan yang dilewati oleh kendaraan berat serta folume yang padat biasanya disyaratkan
untuk memiliki nilai MQ yang tinggi.
Secara otomatis, nilai MQ akan dipengaruhi oleh nilai stabilitas dan nilai flow. MQ memakai
satuan kg/mm.

e. VFWA (Void Filled With Asphalt)


VFWA akan menunjukkan persen aspal yang terdapat di dalam rongga antar butiran.
Semakin besar nilai VFWA maka semakin banyak aspal yang terisi di dalam rongga,
sehingga kekedapan campuran terhadap air dan udara semakin besar pula. Tapi bila jumlah
aspal didalam campuran melebihi jumlah rongga, maka akan terjadi bleding (peristiwa
keluarnya aspal dari campuran). Sebaliknya semakin kecil nilai VFWA, maka kekedapan
perkerasan terhadap air dan udara akan semakin kecil pula, sehingga aspal akan mudah
teroksidasi, sehingga keawetan akan berkurang.
Nilai VFWA sangat dipengaruhi oleh :
jumlah aspal
gradasi agregat
pemadatan

f. VITM (Void In The Mix)


VITM menunjukkan banyaknya pori dalam campuran. Semakin besar nilai VITM
menunjukkan semakin porous campuran, sehingga aspal akan cepat teroksidasi, sehingga
keawetan menurun. Nilai VITM yang terlalu rendah juga kurang menguntungkan, karena
tidak menyediakan rongga yang cukup bila terjadi pemadatan tambahan akibat beban lalu-
lintas. Biasanya nilai VITM akan selalu berseberangan dengan nilai VFWA, artinya tambah
besar nilai VFWA maka nilai VITM akan semakin turun, demikian pula sebaliknya.

V. BAHAN TAMBAH
Yang dimaksud dengan bahan tambah adalah bahan atau material yang ditambahkan ke
dalam campuran selain bahan dasar (agregat dan aspal) dengan tujuan untuk meningkatkan
kualitas campuran.
Bahan tambah seharusnya hanya berguna kalau sudah ada evaluasi yang teliti tentang
pengaruhnya terhadap mutu perkerasan.
Dalam hal-hal yang meragukan terutama untuk pekerjaan-pekerjaan khusus perlu dilakukan
pemeriksaan dengan dilakukan pembuatan benda-benda uji yang nantinya akan dilakukan
percobaan dilaboratorium.
Bahan tambah biasanya hanya diberikan dalam jumlah yang sedikit serta harus dilakukan
pengawasan yang ketat agar jumlahnya tidak berlebihan yang justru dapat mengakibatkan
menurunkan kualitasnya.
Sehubungan dengan adanya bahan tambah, pemeriksaan benda uji yang dilakukan paling
tidak dengan dilakukan pengujian marshall.
Biasanya bahan tambah yang baik digunakan pada campuran lapis keras adalah bahan yang
banyak mengandung silika (SiO2) dan alumina (Al2O3) sebagai bahan utama yang memiliki
sifat pozolan, yaitu suatru sifat bahan yang bila diberi air memiliki sifat plastis dan mudah
dibentuk, tapi pada saat mengering bersifat keras sulit untuk deformasi.
Dengan diberikannya bahan tambah, biasanya akan terjadi peningkatan stabilitas, density,
serta memperkecil VITM.
Jenis bahan tambah yang dapat digunakan untuk meningkatkan kinerja lapis keras al:
Abu terbang (fly ash)
Semen
Abu vulkanik
Kapur
Abu sekam
Sulfur (belerang)
1. Fly ash
Fly ash (abu terbang) asalah abu yang dihasilkan dari sisa pembakaran batu bara. Fly ash ini
memiliki ukuran butiran yang sangat halus dan berwarna terang ke abu-abuan. Struktur dan
ukuran butiran fly ash bervariasi, hal ini sangat tergantung dari komposisi kimia, temperatur
pembakaran, dan waktu tinggal. Secara umum ukuran butiran fly ash berkisar antara m
(mikron).0,1 - 200
Fly ash banyak terdapat pada pabrik-pabrik atau pembangkit tenaga listrik yang
menggunakan bahan batubara. Bahan ini belum dimanfaatkan secara maksimal sebagai bahan
bangunan, untuk sementara masih merupakan limbah/ bahan buangan yang belum memiliki
nilai ekonomis. Di P. Jawa banyak dijumpai di Pembangkit Tenaga Listrik Paiton Jawa
Timur.
Secara mineralogi, komposisi fly ash terbagi dalam empat kolompok, yaitu :
1. Fasa gelas yang merupakan allumuniumsilica gelas yang membuat fly ash memiliki sifat
sebagai Pozolan
2. Fasa kristal yang terdiri dari mulit, a-kuarsa, hematit, magnetit, deposit atau walastonit.
3. Komponen sekunder, yang biasanya terdiri dari sisa karbon, kapur bebas (CaO) dan MgO
4. Unsur-unsur jejak/sampingan (trace element) misal Pb, Cd, As dll, untuk setiap fly ash
memiliki kandungan yang berlainan.
Secara kimiawi, komposisi fly ash terdiri dari berbagai masam unsur yaitu:

NO Komposisi Jumlah (%)


1 SiO2 62,68
2 Al2O3 20,60
3 TiO2 2,38
4 Fe2O3 4,55
5 CaO 2,96
6 Na¬2O 3,20
7 K2O 0,36
8 MgO 0,85
9 P2O3 0,40
10 H2O 0,25
11 HD (inclu de) H2O 1,77

BJ fly ash = 2,14 gr/cc


Penambahan fly ash dengan persentase tertentu pada campuran perkerasan dapat
meningkatkan stabilitas campuran.

2. Semen
Semen atau PC (portland cement) merupakan bahan yang dihasilkan dari pabrik. Secara garis
besar, bahan dasar/atau bahan utama semen meliputi : kapur, silika, dan alumina ditambah
dengan bahan tambah lainnya.
Bila dilihat susunan kimianya, maka unsur-unsur pokok pada semen biasa adalah sebagai
berikut :

NO Komposisi Jumlah (%)


1 CaO 60 - 65
2 SiO2 17 - 25
3 Al2O3 3 - 8
4 Fe2O3 0,5 - 6
5 MgO 0,5 - 4
6 SO3 1 - 2
7 Na2O + K2O 0,5 - 1

Semen juga merupakan bahan tambah yang baik untuk meningkatkan kinerja campuran
perkerasan. Hanya saja karena semen merupakan bahan hasil produksi pabrik, maka biaya
konstruksi menjadi lebih mahal.
Bila semen dicampurkan pada campuran perkerasan jalan, maka pada kadar semen tertentu
akan dapat meningkatkan stabilitas campuran. Sehingga untuk jalan-jalan yang melayani
lalu-lintas berat biasanya dapat ditambahkan semen dalam jumlah tertentu (harus dilakukan
trial mix).

3. Abu vulkanik
Abu vulkanik merupakan salah satu bahan alternatif yang dapat dipergunakan sebagai bahan
tambah untuk perkerasan jalan. Abu vulkanik merupakan bahan yang dihasilkan akibat
adanya letusan gunung berapi yang didapat dalam jumlah cukup banyak. Abu ini ternyata
memiliki kandungan silika dan alumina yang cukup banyak sehingga memiliki sifat sebagai
pozolan. Abu vulkanik merupakan bahan yang mudah didapat terutama di daerah yang dekat
dengan gunung berapi yang masih aktif, di samping merupakan limbah, harganya juga murah
karena belum terpakai se bagai bahan bangunan.
Idealnya kandungan Oksida abu vulkanik menurut ASTM C 618-78 harganya dibatasi seperti
yang tercantum di bawah ini :

NO Komposisi bahan Jumlah (%)


1. SiO2 + AL2O3 + Fe2O3 minimal 70
2. MgO maksimal 5
3. SO3 maksimal 4
4. H2O maksimal 3

Secara terinci kandungan kimia yang terdapat pada abu mekanik yang diambilkan dari debu
gunung Merapi Jawa tengah adalah sebagai berikut :

No Komposisi Jumlah (%)


1 SiO2 52,84
2 Al2O3 16,81
3 Fe2O3 10,15
4 CaO 9,06
5 MgO 3,29
6 Na2O 3,62
7 K2O 2,06
8 MnO 0,16
9 TiO 0,85
10 P2O3 0,36
11 H2O 0,19
12 HD 0,54

HD = hilang terbakar
Dengan komposisi seperti di atas maka abu vulkanik juga dapat dipakai sebagai bahan
tambah untuk campuran perkerasan.
Dari beberapa hasil penelitian, dalam persentase tertentu, abu vulkanik dapat untuk
meningkatkan stabilitas campuran perkerasan.

4. Sulfur (belerang)
Sulfur adalah bahan anorganik non metalik yang berupa padat ke kuning-kuning an dengan
nilai kepadatan 2,00.
Menurut Kennepohl, bahan sulfur dapat dijadikan bahan tambah untuk campuran beton aspal,
dan penambahan sulfur pada beton aspal dengan berbagai variasi ini akan menyebabkan
terjadinya kristalisasi yang berbeda-beda tergantung dari kadar sulfur yang ditambahkan serta
komosisi campuran agregat dengan aspal. Penambahan sulfur pada aspal akan meningkatkan
kekakuan pada bahan ikat perkerasan.

Jenis Campuran Aspal Panas


Ada beberapa jenis campuran aspal panas yang dibedakan atas fungsi serta gradasi yang
disyaratkan antara lain :
1. Latasir
Lapisan ini ditujukan untuk lapis permukaan pada jalan-jalan dengan lalu-lintas ringan,
khususnya untuk daerah yang sulit menyediakan bahan agregat kasar. Campuran latasir
biasanya memerlukan tambahan filler agar memenuhi kebutuhan akan sifat-sifat yang
disyaratkan. Ketebalan tidak boleh terlalu banyak, khususnya pada jalan-jalan dengan lalu-
lintas berat serta pada daerah tanjakan, sebab untuk latasir yang terlalu tebal akan mudah
terjadi deformasi.
Sifat-sifat yang dimiliki antrara lain
fleksibilitas cukup tinggi
stabilitas rendah
keawetan cukup tinggi untuk lalu-lintas ringan.
2. Lataston (HRS)
Hot Rolled Sheet digunakan pada lapis permukaan pada jalan-jalan yang memikul lalu-lintas
ringan sampai sedang . Lataston termasuk jenis perkerasan yang memiliki gradasi terbuka
atau gradasi senjang, dengan sifat sifat antara lain :
fleksibilitas cukup tinggi
ketahanan terhadap kelelahan cukup tinggi, sehingga memiliki durabilitas/keawetan yang
tinggi
3. Laston (AC)
Lapis perkerasan ini banyak untuk lapis permukaan jalan yang melayani lalu lintas berat,
pada daerah tanjakan, pertemuan jalan, dll.
Laston merupakan lapis keras yang bergradasi tertutup atau gradasi menerus, dengan sifat-
sifat antara lain :
stabilitas tinggi
keawetan/durabilitas kurang begitu menonjol
4. ATB (Asphalt Treated Base)
ATB merupakan bagian dari fondasi, yang digunakan untuk meningkatkan kekuatan fondasi,
sehingga secara keseluruhan dapat meningkatkan kekuatan perkerasan.

Kadar Aspal Rencana


Perbedaan yang tidak kalah penting antara jenis campuran aspal khususnya untuk jumlah
kandungan aspal adalah harga kadar bitumen efektif (b’)yang didefinisikan sebagai kadar
total aspal campuran (b) yang dikurangi b)dengan kehilangan aspal karena absorbsi
kedalam agregat (
b (% berat total campuran)b’ = b -
HRS, b’ minimal = 6,8 %
AC , b’ minimal = 6,3 %
ATB, b’ minimal = 6,8 %
Pada umumnya nilai absorbsi/serapan aspal panas terhadap aspal sekitar 1,2 % dari berat total
campuran. Dengan demikian harga kadar total aspal campuran (b) adalah sbb :
HRS, b minimal = 8 %
AC , b minimal = 7,5 %
ATB, b minimal = 6,7 %

Dasar Filosofi Rencana Campuran


Prosedur rencana campuran yang telah ditetapkan untuk Indonesia sangat berbeda bila
dibandingkan dengan prosedur yang telah diberikan oleh Asphalt Institute atau organisasi
luar negeri yang lain, sebab pada kenyataannya kondisi di Indonesia sangat berbeda dengan
di luar negeri yang rata-rata memiliki temperatur cukup rendah. Banyak kegagalan yang telah
dialami akibat kita menganut metode dari luar (metode lama)
Metode dari luar dimulai dari menentukan campuran agregat kemudian membuat variasi
kadar bitumen (aspal) sampai didapatkan spesifikasi rongga udara dan stabilitas terpenuhi.
Untuk indonesia dipakai metode CQCMU (Central Quality Control & Monitoring Unit)
Cara ini dimulai dengan menentukan kadar bitumen efektif, kemudian dibuat variasi
campuran agregat yang kemudian masing-masing variasi agregat dicampur dengan kadar
bitumen yang telah disiapkan. Campuran yang memenuhi persyaratan rongga udara, film
aspal, dan stabilitas yang baik yang dipilih.

diposkan oleh civil engineering ( juffrez ) @ 20:59 0 Komentar


LAPORAN PRATIKUM HIDRAULIKA

BAB I
ALIRAN PADA SALURAN TERBUKA
ALIRAN PERMANEN SERAGAM PADA SALURAN LICIN DAN KASAR

Maksud dan tujuan


a. Mendemontrasikan aliran permanen seragam pada saluran licin dan kasar.
b. Menentukan koefisien kekasaran Chesy untuk masing – masing saluran tersebut.

2. Alat yang digunakan


Flume
Merupakan satu set model saluran terbuka dengan dinding tembus pandang yang diletakan
pada struktur rangka kaku. Dasar saluran ini dapat diubah kemiringannya. Saluran ini
dilengkapi pula dengan tangki pelayanan berikut pompa sirkulasi air dan alat pengukur debit.
Point gauge ( alat ukur tinggi muka air ).
Mistar atau pita ukur.

3. Dasar Teori
Pada umumnya tipe aliran melalui saluran terbuka adalah turbulen, karena kecepatan aliran
dan kekasaran dinding relatif besar.Aliran melalui saluran terbuka disebut Seragam ( uniform
) apabila berbagai variabel aliran seperti kedalaman, tampang basah, kecepatan dan debit
pada setiap tampang di sepanjang aliran adalah konstan. Pada aliran seragam,garis energi,
garis muka air dan dasar saluran adalah sejajar sehingga kemiringan ketiga garis tersebut
adalah sama. Kedalaman air pada aliran seragam disebut dengan kedalaman normal.
Aliran disebut tidak seragam atau berubah apabila variabel aliran seperti kedalaman, tampang
basah, kecepatan dan debit pada setiap tampang di sepanjang aliran adalah tidak konstan.
Apabila perubahan aliran terjadi pada jarak yang panjang, maka disebut aliran berubah
beraturan. Sebaliknya apabila terjadi pada jarak yang pendek maka disebut aliran berubah
cepat.
Aliran disebut permanen apabila variabel aliran di suatu titik seperti kedalaman dan
kecepatan tidak berubah menurut waktu. Apabila berubah terhadap waktu maka disebut aliran
tidak permanen.
Zat cair yang mengalir melalui saluran terbuka akan menimbulkan tegangan geser pada
dinding saluran. Tahanan ini akan diimbangi oleh komponen gaya berat yang bekerja pada
zat cair arah aliran. Didalam aliran seragam,komponen gaya berat dalam arah aliran adalah
seimbang dengan tahanan geser. Tahanan geser ini tergantung pada kecepatan aliran.
Berdasarkan keseimbangan gaya – gaya yang terjadi tersebut dapat di turunkan rumus Chesy
sebagai berikut :
V=C
Dengan : V = Kecepatan aliran
C = Koefisien Chezy
R = Radius hidraulik
I = Kemiringan muka air
Apabila kecepatan aliran dapat di ketahui, maka akan mudah bagi kita untuk menentukan
harga koefisien Chezy tersebut.

4. Prosedur Percobaan
a. Mengalirkan air ke dalam saluran dengan menjalankan pompa.
b. Mencatat kemiringan sebagai , apabila dasar saluran dimiringkan
c. Mengukur kedalaman di dua titik yang telah di tentukan jaraknya ( L ), satu di bagian hulu
dan yang lain di hilir sebagai dan .
d. Mengukur debit aliran dan kecepatan aliran dikedua titik tersebut sebagai dan .
e. Mengukur kemiringan muka air yang terjadi yaitu : = +
f. Mengamati keadaan aliran yang terjadi.
g. Mengulangi prosedur diatas untuk dasar saluran dengan kekasaran.
i. Menentukan besarnya koefisien kekasaran Chezy dari hasil pengukuran untuk dasar saluran
licin dan kasar, lalu di bandingkan.
h. Menggambar sketsa saluran dan letak titk – titik pengukuran.
5. Hasil perhitungan

Saluran licin
Kemiringan saluran = = 0,007 cm
Kemiringan muka air = 0,0074 cm
Debit aliran = 0,010 = 10 c
= = 0,941
= = 1,138
= = 0,952
= = 1,010 = 1010,549 c

Titik 1
Titik 2

0,5 0,4
Tabel a.1 hasil uraian pengamatan pada saluran licin

No. Uraian Titik1 Titik 2


1 Kedalaman Air ( h ) 0,5 cm 0,4 cm
2 Luas tampang basah ( A ) 10 cm2 8 cm2
3 Keliling tampang basah ( p ) 21 cm2 20,8 cm2
4 Kecepatan aliran ( V ) 101,0549 cm / dt 126,3187 cm / dt
5 Kecepatan rerata aliran 113,6868 cm / dt 113,6868 cm / dt
6 Koefisien Chezy 1702,36 cm 2367,764 cm

Perhitungan Pada Titik 1

1. kedalaman air ( h ) = 0,5 cm


2. Perhitungan tampang basah ( A )
A = B * Y = 20 * 0,5 = 10 cm
3. Keliling tampang basah ( P )
P = B + 2 x Y = 20 + 2 x 0,5 = 21 cm
4. Radius hidraulik ( R )
R = = = 0,47619 cm
5. Kecepatan aliran ( V )
V = = = 101,0549
6. Kecepatan rerata aliran
= = = = 113,6868
7. Koefisien chezy
V=C
C = = = 1702,36 cm
Perhitungan pada titik 2
1. Kedalaman air ( h ) = 0,4 cm
2. Perhitungan tampang basah ( A )
A = B * Y = 20*0,4 = 8 cm
3. Keliling tampang basah ( P )
P = B + 2 x Y = 20+ 2 x 0,4 = 20,8 cm
4.Radius hidraulik ( R )
R = = = 0,3846 cm
5. Kecepatan aliran ( V )
V = = = 126,3187 c
6. Kecepatan rerata aliran
= = = =113,6868 c
7. Koefisien chezy
V=C
C = = = 2367,764 cm

Kemiringan muka air (iW)


=+
= 0,007 +
= 0,0074 cm
5. Kesimpulan
Berdasarkan hasil perhitungan dan pengamatan pada saluran licin dapat disimpulkan bahwa
semakin dalam air maka koefisien kekasaran Chezynya semakin kecil, hal ini dapat dilihat
pada titik 1 dengan kedalaman air (h) = 0,5 cm, koefisien kekasaran Chezy = 1702,36 cm dan
pada titik 2 kedalaman air = 0,4 cm, koefisien kekasaran Chezy = 2367,764 cm

BAB II
ALIRAN PERMANEN TIDAK BERATURAN AKIBAT PEMBENDUNGAN

Maksud dan tujuan


Mendemonstrasikan aliran permanen tidak beraturan akibat pembendungan.
Menunjukkan perbedaan koefisien kekasaran Chezy pada kedalaman nomal dan pada aliran
terbendung.

Alat yang digunakan


Flume
Point gauge
Current meter
Mistar /pita ukur

Prosedur percobaan
a. Mengalirkan air ke dalam saluran dengan menjalankan pompa.
b. Mencatat kemiringan sebagai is, apabila dasar saluran dimiringkan
c. Membendung air pada ujung hilir saluran
d. Mengukur kedalaman di beberapa titik yang telah ditentukan jaraknya di sekitar daerah
pembendungan.
e. Mengukur debit aliran.
f. Mengukur kemiringan muka air yang terjadi yaitu : dengan h adalah kedalaman pada titik
ke-n.
g. Mengamati keadaan yang terjadi.
h. Mengulangi prosedur diatas untuk dasar saluran dengan kekasaran.
i. Menentukan besarnya koefisien kekasaran Chezy dari hasil pengukuran pada tiap-tiap titik
baik pada aliran dengan pembendungan, amati apakah hasilnya konstan atau berubah.
j. Menggambar sketsa saluran dan letak titik-titik pengukuran

Hasil perhitungan

Pada titik 1.
Kemiringan Saluran = 0,007 cm
Debit Aliran = 0,9754 = 975,4 c
= = 1,1
= = 0,7842
= = 1,042
= = 0,9754 = 975,4 c
1. Kedalaman air ( h ) = 2,1 cm
2. Luas tampang basah ( A )
A = B * Y = 20*2,1 = 42 cm
3. Keliling tampang basah ( P )
P = B + 2 * Y = 20 + 2 * 2,1 = 24,2 cm
4. Radius hidraulik ( R )
R = = = 1,73 cm
5. Kecepatan aliran ( V )
V = = = 23,2238

6. Kemiringan muka air ( i )

= 0,007 + = 0,009 cm
7. Koefisien Chezy
V=C
C = = = 185,8285 cm

Pada titik 2
1. Kedalaman air = 2,9 cm
2. Luas tampang basah ( A )
A = B x Y = 20*2,9 = 58 cm
Keliling tampang basah ( P )
P = B + 2 x Y = 20 + 2 x 2,9 = 25,8 cm
4. Radius hidraulik ( R )
R = = = 2,2481 cm
5. Kecepatan aliran ( V )
V = = = 16,8172
6. Kemiringan muka air ( Iω )

= 0,007+ = 0,009 cm
7. Koefisien Chezy
C = = = 118,2292 cm
Pada titik 3
1. Kedalaman air = 3,5 cm
2. luas tampang basah ( A )
A = B x Y = 20 x 3,5 = 70 cm2
3 Keliling tampang basah ( P )
P = B + 2 x Y = 20 + 2 x 3,5 = 27 cm
4. Radius hidraulik ( R )
R = = = 2,5926 cm .
5. Kecepatan aliran ( V )
V = = = 13,9343
6. Kemiringan muka air ( Iω )

= 0,007 + = 0,009 cm
7 Koefisien Chezy
C = = = 91,2213 cm

Pada titik 4
1. Kedalaman air ( h ) = 4,0 cm
2. Luas tampang basah ( A )
A = B * Y = 20 * 4,0 = 80 cm
3. Keliling tampang basah ( P )
P = B + 2 xY = 20 + 2 * 4,0 = 28 cm
4. Radius hidraulik ( R )
R = = = 2,8571 cm

5. Kecepatan aliran ( V )
V = = = 12,1925
6. Kemiringan muka air ( Iw )

= 0,007+ = 0,009 cm
7. Koefisien Chezy
V=C
C = = = 76,0342 cm
Titik 1 Titik 2 Titik 3 Titik 4

h1 h2 h3 h4

Tabel B.1 Hasil Pengamatan pada saluran licin

No. Uraian Titik 1 Titik 2 Titik 3 Titik 4


1 Kedalaman air ( h ) 2,1 2,9 3,5 4,0
2 Luas tampang ( A ) 42 58 70 80
3 Keliling tampang basah ( P ) 24,2 25,8 27 28
4 Radius hidraulik ( R ) 1,73 2,2481 2,5926 2,8521
5 Kecepatan aliran ( V ) 23,2238 16,8172 13,9343 12,1925
6 Kemiringan muka air 0,009 0,009 0,009 0,009
7 Koefisien Chezy 185,8285 118,2292 91,2213 76,0342

5. Kesimpulan
Dari hasil perhitungan diatas dapat disimpulkan bahwa semakin besar kecepatan aliran (V)
maka koefisien kekasaran Chezy semakin besar.

BAB III
BANGUNAN KONTROL
PINTU SORONG ATAU SLUICE GATE

Maksud dan tujuan


a. Mendemonstrasikan aliran melalui pintu sorong.
Menunjukan bahwa pintu sorong dapat di gunakan sebagai alat ukur dan pengatur debit.

Alat yang di gunakan


b. Flume
c. Pintu sorong atau sluice gate.
Merupakan tiruan pintu air yang banyak di jumpai di saluran – saluran irigasi. Lebar pintu ini
sudah di sesuaikan dengan lebar model saluran yang ada. Pintu sorong ini berfungsi untuk
mengukur maupun untuk mengatur debit saluran. Besarnya debit yang di alirkan merupakan
fungsi dari kedalaman air di hulu maupun di hilir pintu serta tinggi bukaan pintu tersebut.
c. Point gauge.
d. Mistar atau pita ukur.

3. Dasar Teori
d. Mistar atau pita ukur.

Dasar Teori

Pintu sorong merupakan salah satu konstruksi pengukur dan pengatur debit. Pada pintu
sorong ini prinsip konservasi energi dan momentum dapat di terapkan. Persamaan Bernoulli
hanya dapat apabila kehilangan energi dapat di abaikan atau sudah diketahui.

4. Prosedur Percobaan
a. Mengalirkan air ke dalam saluran dengan menjalankan pompa.
b Mencatat kemiringan sebagai is, apabila dasar saluran dimiringkan
c. Membendung air pada ujung hilir saluran.
d. Mengukur kedalaman di beberapa titik yang telah di tentukan jaraknya di sekitar daerah
pembendungan.
e. Mengukur debit aliran, kemudian ukur pula kecepatan dititik – titik tersebut.
f. Mengukur kemiringan muka air yang terjadi yaitu : dengan h adalah kedalaman pada titik
ke-n.
g. Mengamati keadaan yang terjadi.
h. Mengulangi prosedur diatas untuk dasar saluran dengan kekasaran.
i. Menentukan besarnya koefisien kekasaran Chezy dari hasil pengukuran pada tiap-tiap titik
baik pada aliran dengan pembendungan, amati apakah hasilnya konstan atau berubah.
j. Menggambar sketsa saluran dan letak titik-titik pengukuran.

5. Hasil Perhitungan
Kemiringan Saluran = = 0,007 cm
Debit Aliran = 0,9007 = 900,7
= = 0,995
= = 0,95
= = 0,7571
= = 0,9007 = 900,7

Pada titik 1.
1. Kedalaman air = 6,5 cm
2. Luas tampang basah ( A )
A = B x Y = 20x 6,5 = 130 cm
3. Keliling tampang basah ( P )
P = B + 2 x Y = 20 + 2 x 6,5 = 33 cm
4. Radius hidraulik ( R )
R = = = 3,9393 cm
5. Kecepatan aliran ( V )
V = = = 6,92846
6. Kecepatan Rerata Aliran
= = = 13,25443
7. Kemiringan muka air (Iω)

= 0,007 + = 0,0094 cm

8. Koefisien Chezy
C = = = 36,005 cm
Pada titik 2
1. Kedalaman air = 2,3 cm
2. Luas tampang basah ( A )
A = B x Y = 20 x 2,3 = 46 cm
3. Keliling tampang basah ( P )
P = B + 2 x Y = 20+ 2 x 2,3 = 24,6 cm
4. Radius hidraulik ( R )
R = = = 1,8699 cm
5. Kecepatan aliran ( V )
V = = = 19,5804
6. Kecepatan Rerata Aliran
= = = 13,25443
7. Kemiringan muka air (Iω)

= 0,007 + = 0,0094 cm
8. Koefisien Chezy
C = = = 147,6891 cm
Pada titik 3
1. Kedalaman air = 3,3 cm
2. Luas tampang basah ( A )
A = B x Y = 20 x 3,3 = 66 cm
3. Keliling tampang basah ( P )
P = B + 2 x Y = 20 + 2 x 3,3 = 26,6 cm

4. Radius hidraulik ( R )
R = = = 2,48120 cm
5. Kecepatan aliran ( V )
V = = = 13,64697

6. Kecepatan Rerata Aliran


= = = 19,42069
7. Kemiringan muka air ( Iω )

= 0,007 + = 0,0094 cm
8. Koefisien Chezy
C = = = 89,3596 cm

Pada titik 4.
1. Kedalaman air = 3,9 cm
2. Luas tampang basah ( A )
A = B x Y = 20 x 3,9 = 78 cm
3. Keliling tampang basah ( P )
P = B + 2 x Y = 20 + 2 x 3,9 = 27,8 cm
4. Radius hidraulik ( R )
R = = = 2,80576 cm

5. Kecepatan aliran ( V )
V = = = 11,54744
6. Kecepatan Rerata Aliran
= = = 19,42069
7. Kemiringan muka air ( Iω )

= 0,007 + = 0,0094 cm
8. Koefisien Chezy
C = = = 71,1044 cm

Tabel C. 1., Hasil Pengamatan pada saluran licin

No Uraian Titik 1 Titik 2 Titik 3 Titik 4


1 Kedalaman air ( h ) 6,5 2,3 3,3 3,9
2 Luas tampang basah (A) 130 46 66 78
3 Keliling tampang basah ( p ) 33 24,6 26,6 27,8
4 Radius hidraulik (R) 3,9393 1,8699 2,48120 2,80576
5 Kecepatan aliran 6,92846 19,5804 13,64697 11,54744
6. Kecepatan rerata aliran 13,25443 13,25443 19,42069 19,42069
7. Kemiringan muka air 0,0094 0,0094 0,0094 0,0094
8. Koefisien Chezy 36,005 147,6891 89,3596 71,1044

6. Kesimpulan
Berdasarkan hasil perhitungan diatas pada pintu sorong maka dapat disimpulkan bahwa
semakin besar kecepatan aliran (V) maka semakin besar koefisien kekasaran Chezy.

BAB IV
GAYA YANG BEKERJA PADA PINTU SORONG

Maksud dan tujuan


menunjukkan gaya yang bekerja pada pintu sorong
Alat yang di gunakan
Multipurpose teaching flume.
Model pintu sorong
Point gauge
Stopwatch
Dasar teori
Pada gambar 4.11 berikut dapat di lihat mengenai gaya yang bekerja pada pintu.

Pada gambar tersebut di tunjukkan bahwa gaya resultan yang terjadi pada pintu sorong adalah
sebagai berikut :
F = ρ g y _ .... ( 4. 10 )
Gaya pada pintu yang melawan gaya hidrostatis adalah :
F=g(y-v)
Dengan: F = resultan gaya dorong pada pintu sorong (non hidrostatis)
F = resultan gaya dorong akibat gaya hidrostatis
Q = debit aliran
r = rapat massa fluida
g = percepatan grafitasi bumi
b = lebar pintu sorong
y = tinggi bukan pintu
y = kadalaman air di hulu pintu
y = kedalaman air di hilir pintu

Prosedur percobaan
Mengukur lebar pintu sorong
Memasang pintu sorong pada saluran kurang lebih pada tengah-tengah saluran
Memberi Plasticine pada rongga antara pintu dengan dinding saluran supaya hasil
pengukuran lebih akurat.
Memasang point gauge atau hook gauge pada hulu pintu dan hilir pintu
Dasar saluran sebagai datum pengukuran.
Membuka pintu sorong setinggi 2 cm dari dasar
Mengalirkan air dengan perlahan - lahan hingga yo mencapai 20 cm ( ukurlah dengan point
gauge dihulu pintu )
Mengukur debit aliran yang terjadi dengan yo pada ketinggian ini
Mengukur ketinggian y di hilir pintu
Menaikkan bukaan pintu setinggi 1cm dari posisi semula
Mengatur ketinggian air di hulu agar tetap setinggi 20 cm dengan mengubah debit aliran
Mencatat debit aliran yang terjadi dan tinggi y
Menghitung besarnya gaya pada pintu sorong akibat gaya hidrostatis maupun gaya akibat
aliran.
Menggambar grafik hubungan antara F / F dengan y / y

Hasil Pengamatan dan perhitungan


Lebar pintu = 20 cm = 0,2 m
Tabel 4.10, Hasil pengamatan gaya –gaya yang bekerja pada pintu sorong.

yYyQFFF/Fy/y

0,024 0,065 0,023 0,00097 -108,393 8,2453 -13,146 0,3692

F=ρgy_
= - 108,393 N
F=g(y-v)
= x1000 x 9,81 x (0,065 – 0,024 )
= 4905 x 0,001681
= 8,2453 N
=N
=m

Kesimpulan
Dari data –data di atas maka di dapat F / F sebesar -13,146 N
dan y / y
Sebesar 0,3692 m dengan debit aliran yang sama yaitu 0,00097 .

BAB V
PENURUNAN PERSAMAAN ENERGI SPESIFIK

1. Maksud dan tujuan


Menunjukan hubungan antara energi spesifik dan tinggi tenaga pada aliran di hulu pintu
sorong.

2. Alat yang di gunakan


a. Multi purpose teaching flume
b. Model pintu sorong
c. Point gauge
d. Stopwatch

3. Dasar teori
Pada kondisi debit aliran yang aliran konstan, tinggi tenaga pada aliran akan mencapai harga
minimum pada kondisi kedalaman kritik. Parameter ini merupakan dasar dari pemahaman
yang menyeluruh mengenai perilaku aliran bebas, karena respon dari aliran terhadap tinggi
tenaga sangat tergantung pada pada apakah kedalaman yang terjadi lebih atau kurang dari
kedalaman kritik.
Pada saluran terbuka, energi spesifik di definisikan sebagai jumlah dari energi potensial (
kedalaman aliran ) dan energi kinetik (energi kecepatan).
E = y + atau E = y +
Dengan : E = Energi spesifik
Y = Kedalaman aliran
Q = Debit aliran
g = Percepatan grafitasi
Kurva energi spesifik merupakan kurva hubungan antara kedalaman aliran dengan aliran
dengan energi atau tinggi energi.

Gambar 4.12.kurva energi spesifik.

Gambar di atas menunjukan bahwa dua kedalaman aliran yang mungkin menghasilkan energi
yang sama, yang di kenal sebagai alternate depth. Pada titik C, kurva energi spesifik adalah
minimum dengan hanya ada 1 kedalaman yang menghasilkannya yang kita namakan dengan
kedalaman kritik (yc)
Aliran pada kedalaman lebih besar dari kedalaman kritik dinamakan dengan aliran sub kritik.
Sementara itu apabila kurang dari kedalaman kritik dinamakan dengan aliran super kritik.
Pada saluran segi empat dengan lebar 1 satuan panjang,dimana garis aliran adalah
paralel,dapat ditunjukan bahwa:
y = dan E = E =
dengan: E = Energi spesifik minimum
y = kedalaman kritik.

Pada saat kemiringan saluran cukup untuk membuat aliran seragam dan kedalaman
kritik,kemiringan ini dinamakan dengan kemiringan kritik. Perlu diperhatikan bahwa
permukaan air dapat menimbulkan gelombang pada saat aliran mendekati kondisi kritik,
karena perubahan kecil saja dari energi spesifik akan mengakibatkan perubahan aliran yang
cukup besar,dapat diperkirakan dari kurva energi spesifik.

Prosedur percobaan
Memasang pintu sorong pada saluran
Memasang point gauge pada saluran (di hulu dan hilir)
Membuka pintu sorong Setinggi 1cm dari dasar
Mengalirkan air hingga yo mencapai 20cm
Mengukur aliran yang terjadi dan ukur y1
Menaikkan pintu setinggi 1cm dari keadaan semula,lalu ukur yo dan y1
Menaikkan debit hingga yo mencapai ketinggian 20 cm dari dasar
Mengukur debit aliran
Mengulangi langkah diatas untuk tinggi bukaan yang lebih besar.
Memiringkan saluran sehingga aliran berubah mencapai aliran kritik sepanjang saluran
Menghitung harga energi spesifik yang terjadi, dan energi kritiknya.
Membuat kurva hubungan antara E dengan yo dan E1 dengan y1 untuk menggambar kurva
energi spesifik,plotkan pula harga energi kritiknya.
Menggambar garis pada gambar tadi melalui titik kritik untuk menunjukan kondisi kritik
(atau sub kritik bila berada diatas garis, dan super kritik bila dibawah garis).

5. HASIL PENGAMATAN DAN HITUNGAN

yyQEEE
0,065 0,023 0,00097 0,065243 0,024954 0,006535

E = y + = 0,065+
= 0,065243 m
E = y + = 0,023 +
= 0,024954 m
y==
= 0,000929 m
E = = x 0,000929 m
= 0,006535 m.

Kurva hubungan antara E dengan Y dan E1 dengan y1

BAB VI
LONCAT AIR
1. Maksud dan tujuan
Menunjukan karakteristik loncat air pada aliran di bawah pintu sorong.
2. Alat yang di gunakan
Multi purpose
Model pintu sorong s
Point gauge
Stopwatch
3. Dasar Teori
Apabila aliran berubah dari super kritik ke aliran sub kritik, maka akan terjadi loncat air
karena terjadi pelepasan energi. Fenomena ini dapat terjadi apabila air meluncur di bawah
pintu sorong menuju ke bagian hilir yang mempunyai kedalaman yang sangat besar.
Loncatan yang bergelombang akan terjadi pada saat perubahan kedalaman yang terjadi tidak
besar. Permukaan air akan bergelombang dalam rangkaian osilasi yang lama kelamaan akan
berkurang menuju daerah dengan aliran sub kritik.
s

Gambar 4. 13. loncat air pada pinntu sorong


Dengan mempertimbang kan gaya-gaya bekerja pada fluida di kedua sisi loncat air, dapat di
tunjukan bahwa :
+
Karena y ≈ y dan y ≈ y , maka persamaan di atas dapat di sederhanakan sbb:

Dengan : H = total kehilangan energi sepanjang loncat air


V = kecepatan rerata sebelum loncat air
y = kedalaman aliran sebelum loncatan air.
V = kecepatan rerata setelah loncatan air
y = kedalaman aliran setelah loncatan hidraulik

Prosedur Percobaan
Memasang pintu pada saluran.
Memasang point gauge pada saluran ( di hulu dan di hilir ).
Membuka pintu sorong setinggi 2 cm dari dasar.
Memasang stop log di hilir saluran.
Mengalirkan air perlahan – lahan sehingga nanti akan terbentuk loncat air yang terjadi di
hilir.
Mengamati dan menggambar sketsa aliran/loncat air yang terjadi.
Menaikkan tinggi air di hulu dengan mengubah debit aliran, dan menaikkan tinggi stop log.
Amati loncat air yang terjadi dan gambarkan sketsanya,
Mengukur kedalaman air di hulu dan hilir loncat air, tinggi bukaan pintu dan ukur debitnya (
y ,y ,y dan Q ).
Mengulangi lagi untuk debit aliran lain.
Menghitung harga V .
Menggambar grafik hubungan antara V / gy vs y / y .
Menghitung harga H / y dan gambarkan grafik hubungan antara H / y vs y / y .
Hasil pengamatan dan perhitungan.

y1

y2 y3
Tabel 4. 12. Hasil pengamatan loncat air pada aliran melalui pintu sorong .

yyyQHH
0,024 0,023 0,033 0,00097 0,03394 10,8491

H = = = 10,8491 m
V = = = 0,0422
V = = = 0,0294
H = y + = 0,033 + = 0,03394 m
= = 471,7 m
= = 0,007893 m
= = 1,4347 m

Anda mungkin juga menyukai