Seringkali kita jumpai dalam pekerjaan jalan terjadinya kekurangan kadar aspal, luas dan
volume, sehingga terjadi kelebihan pembayaran. Berikut ini cara melakukan koreksi
pembayaran atas kedua hal tersebut berdasarkan :
Spesifikasi Teknis dalam kontrak Bidang Bina Marga TA 2009, Divisi 6, Seksi 6.3 (yang
selalu menjadi bagian dalam kontrak) :
1) Pasal 6.3.2.5).(e),
a) angka i, yang menyatakan bahwa seluruh campuran yang dihampar dalam pekerjaan harus
sesuai dengan formula campuran kerja, dalam batas rentang toleransi yang disyaratkan dalam
Tabel 6.3.2.-15 di bawah ini;
b) angka ii, yang menyatakan bahwa setiap hari Direksi Tehnik akan mengambil benda uji,
baik bahan maupun campurannya seperti yang digariskan dalam Pasal 6.3.4.3) dan 6.3.4.4)
dari Spesifikasi ini, atau benda uji tambahan yang dianggap perlu untuk pemeriksaan
keseragaman campuran. Setiap bahan yang gagal memenuhi batas-batas yang diperoleh dari
Formula Campuran Kerja (JMF) dan toleransi yang diijinkan harus ditolak.
2) Pasal 6.3.5.1),
a) Huruf g, yang menyatakan bahwa bilamana Direksi Pekerjaan menerima pekerjaan setiap
campuran aspal dengan kadar aspal rata-rata yang lebih rendah dari kadar aspal yang
ditetapkan dalam rumus perbandingan campuran. Pembayaran campuran aspal akan dihitung
berdasarkan luas atau volume hamparan yang dikoreksi menurut dalam butir (h) di bawah
dengan menggunakan faktor koreksi berikut. Tidak ada penyesuaian yang akan dibuat untuk
kadar aspal yang dilampaui nilai yang disyaratkan dalam Rumus Perbandingan Campuran.
b) Huruf h, yang menyatakan bahwa Luas atau Volume yang digunakan untuk pembayaran
adalah Luas atau Volume seperti yang disebutkan pada Butir (a) diatas x Ct x Cb. Bilamana
tidak terdapat penyesuaian maka faktor koreksi Ct dan Cb diambil satu.
c. Spesifikasi Teknis dalam kontrak Bidang Bina Marga TA 2010, Divisi 6, Seksi 6.3:
1) Pasal 6.3.3.(6),
a) Huruf a, yang menyatakan bahwa seluruh campuran yang dihampar dalam pekerjaan harus
sesuai dengan Rumus Perbandingan Campuran, dalam batas rentang toleransi yang
disyaratkan dalam Tabel 6.3.3.(2) di bawah ini:
b) Huruf b, yang menyakan bahwa setiap hari Direksi Pekerjaan akan mengambil benda uji
baik bahan maupun campurannya seperti yang digariskan dalam Pasal 6.3.7.(3) dan 6.3.7.(4)
dari Spesifikasi ini, atau benda uji tambahan yang dianggap perlu untuk pemeriksaan
keseragaman campuran. Setiap bahan yang gagal memenuhi batas-batas yang diperoleh dari
Rumus Perbandingan Campuran (JMF) dan toleransi yang diijinkan harus ditolak.
2) Pasal 6.3.8.(1),
a) Huruf g, yang menyatakan bahwa bilamana Direksi Pekerjaan menerima pekerjaan setiap
campuran aspal dengan kadar aspal rata-rata yang lebih rendah dari kadar aspal yang
ditetapkan dalam rumus perbandingan campuran. Pembayaran campuran aspal akan dihitung
berdasarkan luas atau volume hamparan yang dikoreksi menurut dalam butir (h) di bawah
dengan menggunakan faktor koreksi berikut. Tidak ada penyesuaian yang akan dibuat untuk
kadar aspal yang dilampaui nilai yang disyaratkan dalam rumus Perbandingan Campuran.
b) Huruf h, yang menyatakan bahwa Luas atau Volume yang digunakan untuk pembayaran
adalah Luas atau Volume seperti yang disebutkan pada Butir (a) diatas x Ct x Cb. Bilamana
tidak terdapat penyesuaian maka faktor koreksi Ct dan Cb diambil satu.
PERANCANGAN PERKERASAN
Pada umumnya Perancangan Perkerasan dapat dibedakan atas dua pengertian yaitu :
1. Structural Pavement Design
(Perancangan Struktur Perkerasan)
Yaitu menentukan tebal dari pavement beserta komponen-komponennya antara lain :
Menentukan tebal :
surface course
base course untuk flexible pavement
sub base course
subgrade
plat beton
lapis fondasi untuk rigid pavement
lapis pasir
subgrade
2. Paving Mixture Design
(Perancangan Campuran Perkerasan)
Yaitu tahapann yang harus dilakukan sebelum pelaksanaan dilapangan dimulai yang
bertujuan untuk menentukan kualitas bahan susun yang akan digunakan serta proporsi
campuran bahan yang akan digunakan untuk bahan perkerasan.
Misal :
Menentukan jenis aspal yang akan dipakai serta perbandingan jumlah aspal dengan batuan
Menentukan gradasi serta jenis batuan
Menentukan mutu beton serta perbandingan campuran antara semen, pasir
krikil (untuk rigid pav)
Dll
ASPAL
Aspal merupakan salah satu bahan pengikat perkerasan yang paling banyak dipakai di
Indonesia.
Disamping harganya relatif murah, aspal juga banyak tersedia di negara kita yang kaya akan
minyak mentah yang banyak mengandung aspal.
Aspal merupakan bahan yang termoplastis, yaitu suatu sifat viskositas /kekentalan yang
sangat dipengaruhi oleh temperatur. Pada saat temperatur rendah (dingin) aspal akan bersifat
keras, dan sebaliknya pada saat temperatur tinggi (panas) aspal akan bersifat lunak, dan lebih
bersifat plastis.
Kepekaan terhadap temperatur dari tiap hasil produksi aspal berbeda-beda tergantung dari
asalnya, walaupun aspal tersebut diambilkan dari jenis yang sama.
A
Viscositas B
Temperatur (oc)
Gambar Hubungan Viscositas dan Temperatur (suhu)
Oleh karena hal seperti diatas, maka sebelum kita memakai jenis aspal lebih dahulu perlu kita
ketahui aspal tersebut berasal dari mana, sehingga pada proses pencampuran antara agregat
dengan aspal dapat ditetapkan temperatur yang paling baik untuk mendapatkan hasil yang
maksimal. Sebagai contoh aspal dari dari jenis yang sama produksi Pertamina akan
mempunyai kepekaan temperatur yang berbeda dengan aspal produksi Esso.
Ada beberapa jenis perkerasan yang menuntut perhatian kusus yang ada kaitannya dengan
masalah temperatur, yaitu konstruksi perkerasan pada landas pacu (runway). Bahan maupun
jenis konstruksi yang dipakai pada landas pacu secara garis besar menyerupai dengan
perkerasan pada perkerasan jalan raya. Bedanya pada runway harus mempunyai daya dukung
yang lebih besar, dan biasanya temperatur disekitar landas pacu lebih panas. Sehingga
dibutuhkan jenis aspal yang lebih tahan terhadap pengaruh temperatur.
Kekuatan
aspal
Lama Pembebanan
kelenturan
lama penyimpanan
Aspal juga merupakan bahan yang memiliki kohesi (kemampuan saling tarik-menarik) yang
cukup besar. Sehingga aspal merupakan bahan pengikat aggregat yang baik serta memiliki
kemampuan untuk mempertahankan agregat supaya tetap ditempatnya sebagai bahan pengisi
pada suatu lapis keras.
Aspal juga merupakan bahan yang mudah teroksidasi. Pada udara terbuka, aspal akan mudah
beroksidasi dengan udara yang banyak mengandung oksigen, sehingga lama kelamaan
permukaan aspal secara perlahan akan menjadi keras dan getas, dan akan kehilangan sifat
kohesifnya. Tapi peristiwa oksidasi ini lebih banyak terjadi pada daerah permukaan aspal
saja, sehingga biasanya yang mengeras dan yang menjadi getas hanya pada permukaan lapis
luarnya sedang lapis aspal bagian dalam tidak banyak mengalami perubahan kecuali hanya
perubahan viskositasnya. Pada campuran antara aspal dan agregat, semakin tipis lapisan aspal
yang menyelimuti agregat, akan semakin besar tingkat kerapuhan yang terjadi. Lapis aspal
yang sudah kehilangan sifat kohesifnya biasanya dikatakan sebagai aspal usang.
Menurut proses terjadinya, aspal dapat dibedakan menjadi dua golongan besar
yaitu :
aspal alam
aspal minyak/buatan
Aspal alam
Di Indonesia, jenis aspal ini banyak terdapat di Pulau Buton, sehingga aspal alam ini sering
disebut Butas ( Buton Aspal).
Proses terjadinya:
Sebelum di proses lebih lanjut, aspal alam ini terdapat di alam terbuka sebagai batuan
sehingga biasa disebut batuan aspal / aspal batu (rock asphalt) atau batuan yang bersifat aspal
( asphaltic rock).
Dalam bentuk aslinya, Butas di P. Buton (Sulawesi Tenggara) berbentuk sebagai lapisan batu
berwarna hitam yang kadang-kadang muncul di atas tanah sebagai gunung kecil.
Butas ini dapat terjadi karena pada daerah tersebut banyak mengandung minyak mentah
dengan kadar aspal yang cukup tinggi (asphaltic base crude oils).
Minyak yang mengandung aspal (bitumen) ini dapat keluar dari bumi akibat adanya tekanan
yang disebabkan oleh proses geologi, kemudian meresap diantara celah-celah lapisan serta
batuan yang poros (poreous).
Oleh karena terjadinya Butas disebabkan dari proses alam seperti yang sudah dijelaskan di
atas, maka akibatnya kandungan aspal pada batuan jumlahnya tidak me nentu, artinya
kandungan aspal pada batuan sangat bervariasi ada yang kandungannya sedikit dan ada
kandungan aspalnya yang banyak.
Di dalam prakteknya, batuan aspal yang ditambang harus diseleksi dulu serta dipilih dari
batuan yang memiliki kandungan aspal minimum 25 %.
Karena aspal memiliki sifat termoplastis, maka akibatnya batu aspal ini memiki beberapa
sifat diantaranya pada temperatur dingin yaitu pada malam dan pagi hari dengan temperatur
28o ke bawah bersifat getas dan mudah pecah. Sebaliknya pada siang hari dengan temperatur
30o ke atas, batu aspal bersifat liat/ulet dan agak sukar untuk dipecah.
Oleh karena itu pemecahan batu aspal sebaiknya dilakukan pada malam hari atau pagi hari.
Kalau dilakukan pada siang hari sebaiknya harus dilakukan pada tempat yang teduh atau
beratap.
Karena umur dari batu aspal (yang ditambang) sudah terlalu tua, maka biasanya aspal yang
dikandung sudah kehilangan sifat plastisnya. Tapi justru batu aspal seperti inilah yang mudah
dikerjakan dari pada jenis batu aspal yang sifatnya plastis yang masih banyak mengandung
minyak.
Sebaliknya untuk keperluan pengaspalan jalan dibutuhkan aspal yang agak cair supaya
mudah pengerjaannya dan bersifat lentur, sehingga tahan terhadap getaran dan pukulan roda
kendaraan. Oleh karena itu pada batu aspal/butas perlu ditambahkan flux oil (minyak
pengencer) yang mengandung minyak mentah sehingga aspalnya menjadi lebih encer
(diremajakan).
Batu butas yang banyak dipergunakan sekarang kira-kira mengandung bagian-bagian sebagai
berikut :
Aspal murni (bitumen) berat rata-rata sekitar 30 %
Debu kapur (debu mineral) ,, ,, ,, 55 %
Pasir ,, ,, ,, 15 %
Aspal A
Aspal B
viskositas
0o F 77o F 100o F
Aspal Emulsi
Pada dasarnya, suatu emulsi terdiri dari dua jenis cairan yang sulit untuk dapat bercampur.
Aspal Emulsi adalah jenis aspal yang diperoleh dari campuran aspal dengan air. Dalam
proses pembuatannya, salah satu bahan tersebut didispersikan / dibaurkan dalam bentuk butir-
butir yang sangat halus, yang dicampurkan dengan proses kimiawi.
Di dalam pelaksanaannya, aspal merupakan fase yang didispersikan, sedang air merupakan
fase pencairnya.
Didalam temperatur ruang aspal emulsi ini dalam kondisi cair (tidak keras).
Berdasarkan muatan listrik yang dikandungnya aspal emulsi dapat dibedakan atas tiga macam
:
Aspal emulsi Kation
Aspal emulsi Anion
Aspal emulsi Nonion.
Dari ketiga jenis aspal tersebut yang biasa dipergunakan sebagai bahan perkerasan jalan
adalah aspal emulsi Kation dan Anion.
Aspal emulsi Kation :
Aspal jenis ini biasa juga disebut sebagai Aspal Emulsi Asam, merupakan jenis aspal emulsi
yang bermuatan arus listrik positip.
Sifat istimewa Aspal Emulsi Kation adalah bahwa aspal akan cepat mengering dan bekerja
untuk mengikat batuan / agregat walaupun batuan tersebut mengandung air. Sifat ini sangat
menguntungkan untuk daerah-daerah yang banyak mengandung air (sering hujan), daerah
bersalju, daerah yang berikilim dingin, dapat juga untuk klas jalan yang tidak begitu tinggi.
Aspal Emulsi Anion :
Aspal jenis ini biasa juga disebut sebagai Aspal Emulsi Alkali, merupakan jenis aspal emulsi
yang bermuatan arus listrik negatip.
Pada jenis Aspal Emulsi Anion proses pelekatan batuan hanya dapat terjadi pada batuan yang
kering saja. Kecepatan reaksi/proses pelekatan lebih lambat bila dibandingkan dengan jenis
Aspal Emulsi Kation.
Pada prakteknya jenis aspal ini hanya dipakai sebagai bahan untuk menambal jalan yang
berlubang, perbaikan jalan sementara dan pembuatan jalan dengan mutu rendah.
Aspal Emulsi Nonion
Merupakan jenis aspal emulsi yang tidak mengalami ionisasi, berarti tidak mengantar listrik.
Aspal jenis ini tidak biasa dipakai sebagai bahan perkerasan jalan, tetapi baik untuk bahan
pengisi pada dilatasi jembatan, penambalan atap dll.
Kelebihan aspal emulsi bila dibandingkan dengan aspal keras hanya pada segi pelaksanaan
konstruksi lebih sederhana dan praktis karena dapat dilakukan tanpa harus dilakukan
pemanasan lebih dulu. Untuk Indonesia aspal jenis ini harus dibeli dari luar negri, sehingga
harganya relatip mahal bila dibandingkan dengan aspal keras.
Berdasarkan kecepatan pengerasannya, aspal emulsi dapat dibedakan menjadi beberapa jenis
yaitu :
RS ( Rapid Setting ) aspal emulsi paling cepat bereaksi
MS (Medium Setting) aspal emulsi lebih lambat bereaksi
SS (Slow Setting ) aspal emulsi paling lambat bereaksi
Penetrasi.
Yaitu angka yang menunjukkan kekerasan aspal yang diukur dari kedalaman masuknya
jarum penetrasi yang diberi beban 100 gram selama 5 detik pada suhu ruang 25o C. semakin
besar nilai penetrasinya, maka semakin lunak aspal tersebut dan sebaliknya.
Berat Jenis
Yaitu angka yang menunjukkan perbandingan berat aspal dengan berat air pada volume yang
sama pada suhu ruang. Semakin besar nilai berat jenis aspal, maka semakin kecil kandungan
mineral minyak dan partikel lain di dalam aspal. Semakin tinggi nilai berat jenis aspal, maka
semakin baik kualitas aspalnya. Berat jenis aspal minimal sebesar 1,0000.
Daktilitas aspal
Yaitu angka yang menunjukkan panjang aspal yang ditarik pada suhu 25o C dengan
kecepatan 5 cm/menit hingga aspal tersebut putus. Daktilitas yang tinggi mengindikasikan
bahwa aspal semakin lentur, sehingga semakin baik digunakan sebagai bahan ikat perkerasan.
Syarat aspal yang baik adalah sebagai berikut:
No. Jenis Pemeriksaan Syarat Satuan
Pen 60/70 Pen 80/100
Min Maks Min Maks
1. Penetrasi 25oC, 5 det 60 79 80 99 0,1 mm
2. Titik lembek 48 58 46 54 oC
3. Titik nyala dan titik bakar 200 - 225 - oC
4. Kehilangan berat 163oC, 5 jam - 0,4 - 0,6 % berat
5. Kelarutan dalam CCl4 99 - 99 - % berat
6. Daktilitas 25oC, 5 cm/menit 100 - 100 - cm
7. Penetrasi setelah kehilangan berat 75 - 75 - % terhadap asli
8. Penetrasi aspal hasil ekstraksi benda uji 55 - 55 - % terhadap asli
9. Daktilitas aspal hasil ekstraksi benda uji 40 - 40 - cm
10. Berat jenis (25OC) 1 - 1 - -
Sumber : Depkimpraswil, 2000.
AC 40-50
AC 60-70 (100 gr / 5 dtk / 0,1 mm)
AC 85-100
AC 120-150
AC 200-300
Sedangkan klasifikasi aspal berdasarkan nilai penetrasi menurut British Standart (BS.3690)
adalah sebagai berikut:
10 5 Pen 70 Pen. 15
20 5 Pen 100 Pen. 25
30 7 Pen 200 Pen. 35
45 10 Pen 300 Pen. 40
65 10 Pen 450 Pen. 50
b. Klasifikasi berdasarkan nilai kekentalan yang didapat dari uji kekentalan adalah sbb:
1) Saybolt Furol (SF)
Aspal 1/8” untuk mengisi labu dengansuhu 60 o C mengalir melalui pipa volume 60 ml.
Waktu pengisian menunjukkan kekentalan SF (detik).
2) Kinematis dengan satuan Centi Stokes (cst)
3) Satuan cgs 1 gr/cm –sec, atau 1 dyne – sec/cm 3 , disebut poise (P)
S 1unit 1 pa –s (1N – s/m 2 ) disebut 10 P
4) Thin Film Oven Test yaitu kehilangan berat aspal dalam % berat
Rolling Thin Film Oven yaitu karakteristik aspal setelah RTFO test untuk menentukan
grading aspal semula dinyatakan dalam AR (age residu ) –viscosity graded series.
Jenis –jenis aspal menurut kekentalannya adalah:
AC 2,5 Asphalt Cement – angka menunjukkan
AC 5 kekentalan pada 60 o C (140 o F) dalam satuan
20%)AC 10 100an poises (toleransi
AC 20
AC 40
AR 1000 Age Residu – angka menunjukkan kekentalan
AR 2000 setelah uji RTFO pada suhu 60 o C ( 140 o F)
25 %)AR 4000 dalam satuan poises (toleransi
AR 8000
AR 16000
c. Aspal cair
Aspal yang merupakan hasil olahan dari aspal keras yang dicairkan dengan menggunakan
bahan pencair sepeti kerosen, bensin atau solar.
Aspal cair diklasifikasikan berdasarkan kecepatan penguapan (Rapid Curing, Medium
Curing, Slow Curing). Jenis aspal cair terdiri dari:
Rapid Curing (RC) 0 30 angka menunjukkan kekentalan dalam satuan
Medium Curing (MC) 1 70 cst pada suhu 60 o C
Slow Curing (SC) 2 250
3 800
4 3000
5
d. Aspal Emulsi
yang dibuat dari aspal keras + Emulsifier + air
bila dilihat dari muatan listrik pada partikel aspalnya, aspal emulsi dibedakan menjadi 3
macam yaitu:
- Kationik, yaitu apabila partikel aspalnya bermuatan listrik positif
- Anionik, jika partikel aspalnya bermuatan listrik negatif
- Nonionik, jika partikel aspalnya tidak bermuatan listrik (netral)
Adapun bila ditinjau dari kecepatan pengikatan terdiri dari 3 macam yaitu:
- Rapid setting (RS) yaitu aspal emulsi yang memiliki kecepatan pengikatan paling cepat,
- Medium Setting (MS) yaitu aspal emulsi yang memiliki kecepatan pengikatan menengah
(medium)
- Slow setting (SS) yaitu aspal emulsi yang memiliki kecepatan pengikatan paling lama.
Pemilihan jenis aspal disesuaikan dengan jenisnya pekerjaan yang akan dilakukan
(CRS,CMS.CSS) tergantung kecepatan pengikatan
kelebihan :
- mudah pengerjaannya
- penggunaan alat bervariasi (dari alat berat sampai ringan)
- ramah lingkungan
- cocok untuk campuran dingin (Cold mix), Tack Coat dan Prime Coat
- paling cocok untuk slurry seal
HF MS – 1
HF MS – 2
HF MS – 2h
HF MS – 2s
SS – 1
SS – 1h -
-
-
-
CSS – 1
CSS – 1h
ML – 1
ML – 1K
MLK – 1
MLK – 1h
Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam menentukan pilihan jenis aspal yang akan
digunakan dalam membuat perkerasan adalah:
1. faktor lalu lintas
2. faktor iklim
3. peralatan yang tersedia
4. gradasi agregat
5. jarak angkut
6. volume pekerjaan
7. tuntutan lingkungan
8. tenaga kerja
9. lain –lain
2. Iklim
Faktor iklim mempunyai peran yang cukup besar dalam menentukan jenis aspal yang akan
digunakan. Faktor iklim tersebut meliputi:
a. panas/dingin yang berhubungan dengan suhu udara yang akan mempengaruhi suhu
perkerasan
b. basah/kering yang akan mempengaruhi kadar air perkerasan.
c. Temperatur perkerasan yang dipengaruhi oleh temperatur udara dan letak geografis.
d. Ketinggian lokasi dari muka air laut yang akan mempengaruhi suhu udara dan tekanan
udara yang akhirnya akan berpengaruh terhadap temperatur perkerasan.
Memilih aspal berdasarkan suhu udara berhubungan dengan nilai penetrasi, pada daerah
dingin lebih cocok apabila digunakan aspal dengan penetrasi tinggi sedangkan pada daerah
tropis lebih cocok menggunakan aspal penetrasi rendah (viskositas tinggi). Kerusakan
perkerasan yang diakibatkan karena kesalahan pemilihan aspal pada kasus ini adalah
bleeding, deformasi, rutting. Untuk mengatasi apabila aspal yang tersedia tidak sesuai yang
diinginkan, maka dapat digunakan bahan aditive.
4. Gradasi agregat
Gradasi agregat dibedakan menjadi 3 yaitu : gradasi menerus (rapat), gradasi terbuka dan
gradasi timpang. Gradasi terbuka maupun gradasi timpang memiliki rongga yang lebih besar
jika dibandingkan dengan gradasi rapat, hal ini akan berpengaruh terhadap kemudahan aspal
untuk memasuki rongga antar butiran agregat. Jenis aspal yang cocok untuk gradasi timpang
maupun gradasi terbuka adalah aspal yang memiliki viskositas (kekentalan ) yang tinggi
sedangkan untuk gradasi rapat jenis aspal yang cocok adalah aspal dengan kekentalan sedang
sampai rendah. Disisi lain kebutuhan aspal pada gradasi timpang maupun gradasi terbuka
akan membutuhkan aspal yang lebih besar jika dibandingkan dengan gradasi menerus,
perbedaan tersebut disebabkan karena prosentase rongga antar agregat.
6. Volume pekerjaan
Volume pekerjaan dibedakan antara volume kecil dan volume besar, hal ini akan berpengaruh
terhadap pemilihan jenis aspal yang akan digunakan. Untuk pekerjaan dengan volume kecil
tentunya alat yang digunakan untuk mencampur, menggelar maupun untuk memadatkan
adalah alat yang sederhana, sehingga aspal yang digunakan cukup aspal yang memungkinkan
digunakan alat yang sederhana tersebut. Jenis aspal yang cocok untuk kasus ini adalah aspal
cair, aspal emulsi maupun aspal Buton.
7. Tuntutan lingkungan
Tuntutan lingkungan menyangkut hal apakah dalam melaksanakan pekerjaan jalan tersebut
menimbulkan polusi yang dapat mengganggu lingkungan dimana pekerjaan tersebut
dilaksanakan. Sebagai contoh pekerjaan jalan pada sebuah rumah sakit, apabila aspal yang
digunakan merupakan aspal yang dapat menimbulkan polusi saat pelaksanaan, maka akan
mengganggu pasien. Untuk mengatasi hal tersebut, maka dapat digunakan aspal cair atau
aspal emulsi yang dicampur secara dingin (Cold mix) sehingga tidak menimbulkan polusi
yang cukup besar.
8. Buruh (labour)
Tenaga kasar (buruh) sebaiknya dijadikan bahan pertimbangan dalam menentukan jenis aspal
yang akan digunakan. Hal ini disebabkan karena tenaga kasar yang tidak terlatih akan
membutuhkan waktu yang lebih lama dalam melakukan penggelaran sehingga dimungkinkan
akan terjadi penurunan suhu yang cukup besar yang berakibat suhu pemadatan menjadi
rendah. Hal ini berarti bahwa sebelum pemadatan dilakukan telah terjadi ikatan awal dan
akhirnya akan menyebabkan hasil pemadatan yang kurang baik. Untuk mengatasi hal ini,
maka aspal yang digunakan sebaiknya aspal yang kurang peka terhadap perubahan suhu (
dapat digunakan bahan aditive yang sesuai) atau menggunakan aspal emulsi maupun aspal
cair.
AGREGAT
Agregat adalah butiran mineral alami yang berfungsi sebagai bahan pengisi dan sekaligus
sebagai bahan pendukung dalam campuran lapis perkerasan jalan. Kandungan agregat di
dalam lapis perkerasan jalan berkisar antara 90% - 95% (bila dihitung berdasarkan persentase
berat) dan berkisar antara 75% - 85% (bila dihitung berdasarkan persentase volume). Maka
akibatnya kestabilan serta mutu perkerasan jalan lebih ditentukan oleh sifat agregat dan
kualitas campuran antara agregat dengan material lainnya.
1. Ukuran Agregat
Cara membedakan jenis agregat yang paling banyak dilakukan ialah dengan dida sarkan
kepada ukuran diameter butir. Untuk mengetahui ukuran butiran dikenal beberapa ukuran
saringan sbb:
Berdasarkan ukuran butirannya, agregat dapat dibedakan atas tiga bagian besar :
Menurut ASTM
Agregat kasar, yaitu butiran yang tinggal di atas saringan no 4 atau agregat dengan
diameter > 4,75 mm
Agregat halus, butiran yang terletak antara saringan No. 4 - No. 200 atau terletak antara
diameter 4,75 mm - 0,075 mm
Agregat pengisi / abu batu / filler, adalah butiran yang lewat saringan 200
Menurut AASHTO :
Agregat kasar, yaitu butiran yang tinggal di atas saringan No. 10, atau agregat yang
berdiameter > 2mm
Agregat halus, butiran yang terletak antara saringan No.10 - No. 200 atau terletak antara
diameter 2,0 mm - 0,075 mm
Agregat pengisi / abu batu / filler, adalah butiran yang lewat saringan 200
Bila dilihat dari proses terbentuknya, agregat dapat dibagi menjadi dua golongan besar yaitu
Agregat Alami dan Agregat Buatan.
Agregat Alami
Yaitu agregat yang sudah terbentuk secara alamiah, jadi agregat ini telah mengalami
pengecilan butiran karena proses alam. Sebagai contoh kerikil yang terdapat di sungai yang
mengalir. Kerikil ini mengalami pengikisan pada dinding luarnya akibat gesekan-gesekan
dengan material lainnya di sungai, sehingga biasanya bentuk dari kerikil sungai agak bulat-
bulat / agak tumpul.
Agregat Buatan
Disebut Agregat Buatan karena keberadaannya akibat rekayasa manusia. Misal Split, batu
pecah dll. Material ini diperoleh dari hasil pemecahan alat pemecah batu (stone crusher)
Agregat buatan yang kedua yaitu agregat yang dahulunya tidak ada kemudian dibuat menjadi
ada ( aficial agregat )
Agregat ini biasanya memiliki kualitas yang baik dan bentuk yang baik, karena kuaitas dan
bentuk dapat ditentukan pada saat proses pembuatan. Jenis agregat ini antara lain:
Slag ( agregat yang terbuat dari limbah nikel)
Klelet (agregat yang terbuat dari limbah pengecoran logam)
ALWA (Artificial Light Weight Aggregate) yaitu agregat yang terbuat dari tanah lempung
yang dibakar pada suhu tertentu.
Agregat dari pecahan genting beton
dll
2. Bentuk Agregat
Bentuk dari agregat sangat penting untuk di bahas mengingat bentuk dari agregat akan
mempunyai pengaruh yang besar terhadap kestabilan lapis perkerasan yang dibentuk oleh
agregat itu sendiri.
Bentuk dari agregat akan berpengaruh terhadap kemampuan geser, saling mengunci diantara
agregat, yang pada akhirnya akan berpengaruh langsung kepada kestabilan perkerasan.
- Bulat (rounded)
- Lonjong (elongated)
D2
D1
Agregat berbentuk lonjong banyak dijumpai di sungai atau di bekas endapan sungai. Agregat
dapat dikatakan lonjong bila ukuran terpanjangnya > 1,8 kali diameter rata-rata. Pada
umumnya sifat mekanis yang ada pada agregat lonjong hampir sama dengan agregat yang
berbentuk bulat. Sehingga agregat yang berbentuk lonjong juga tidak menguntungkan bila
dijadikan bahan untuk perkerasan yang bermutu tinggi.
- Kubus (cubical)
Ada juga yang mengatakan agregat berbentuk kubus itu dengan agregat bersudut.
Agregat berbentuk kubus akan banyak dijumpai pada material yang dihasilkan dari mesin
pemecah batu (stone crusher).
Kelebihan agregat berbentuk sudut ini terhadap konstruksi perkerasan jalan :
a. luas bidang kontak sesama agregat relatif tinggi
b. kemampuan mengunci (interlocking) antar agregat tinggi
c. akibat a dan b antar sesama agregat sulit tergelincir
Akibat hal diatas maka perkerasan yang memakai agregat yang berbentuk kubus/bersudut
akan memiliki stabilitas yang tinggi, dan bahan ini sangat cocok untuk perkerasan yang
bermutu tinggi.
D1
D2
D3
D1 = D2 = D3
- Pipih
D1
D2
D1 = 0,6 x D2
Agregat dikatakan pipih bila agregat tersebut memiliki diameter terpendek maksimal 0,6 kali
diameter rata-rata. Agregat berbentuk pipih akan mudah pecah pada saat pencampuran,
pemadatan, ataupun akibat beban lalu-lintas. Di samping itu kepipihan agregat berpengaruh
jelek terhadap daya tahan lapis keras, karena agregat ini pada kedudukan rata air (horisontal)
mudah menjebak gelembung udara sehingga akan memperbesar rongga udara pada
campuran.
Oleh karena itu banyaknya agregat pipih biasanya dibatasi, disarankan jumlah agregat pipih
tidak lebih dari 15%.
3. Tekstur Agregat
Tekstur agregat diartikan sebagai kondisi alamiah permukaan agregat yang berhubungan
dengan kekasaran dan kehalusan.
Pada umumnya tekstur agregat dapat dibedakan atas beberapa tingkatan :
sangat halus / licin (glassy)
halus (smooth)
granular
kasar (rough)
berkristal (crystalline)
berpori
berlubang-lubang.
Tekstur permukaan akan sangat tergantung kepada kekerasan bahan dasar, ukuran molekul,
dan besar gaya yang bekerja pada permukaan butiran yang telah mempengaruhi tekstur
permukaan tersebut.
Bahan agregat yang keras, padat, berbutir kecil-kecil umumnya menjadikan permukaan
butiran agregat bertekstur halus.
Biasanya untuk kebutuhan lapis perkerasan, agregat yang paling disukai adalah jenis
perkerasan yang bertekstur kasar.
Kelebihan agregat bertekstur kasar :
mempunyai kekuatan geser yang besar
ikatan antar partikel lebih kuat sebab bahan ikat (aspal) lebih kuat di dalam mencengkeram
agregat.
Akibat dari dua hal di atas maka campuran akan bersifat :
mempunyai stabilitas tinggi
lebih mampu menahan deformasi yang akan timbul akibat gaya-gaya yang berasal dari luar.
Daya Lekat Terhadap Aspal
Faktor yang mempengaruhi lekatan aspal dan agregat dapat dibedakan atas dua bagian yaitu :
a. Sifat mekanis yang tergantung pada
kadar pori dan absorbsi
bentuk dan tekstur permukaan
ukuran butiran
b. Sifat kimiawi agregat
Agregat berpori akan menyerap aspal lebih baik, sehingga ikatan antara aspal dengan agregat
biasanya baik. Agregat yang berpori terlalu banyak akan menyerap aspal lebih banyak,
sehingga aspal yang menyelimuti agregat akan lebih tipis hal ini akan mengakibatkan cepat
lepasnya ikatan antara agregat dengan aspal. Oleh karena itu bila didalam campuran terlalu
banyak mengandung agregat berpori dapat menurunkan durabilitas campuran.
Di samping itu agregat berpori umumnya lebih mudah pecah/hancur.
Untuk mengetahui pori - pori dapat didekati dengan menghitung banyaknya air yang dapat
terserap / terabsorbsi oleh agregat.
Untuk itu dapat didekati dengan rumus seperti yang tersebut di bawah ini :
Penyerapan = (Bj - Bk)/Bk x 100%
Bk = Berat benda uji kering oven
Bj = Berat benda uji kering permukaan jenuh
Biasanya agregat untuk lapis perkerasan besarnya penyerapan dibatasi maksimal 3% dan nilai
kelekatan agregat terhadap aspal yang disyaratkan minimal sebesar 95%.
Daya Tahan Agregat
Yang dimaksud dengan daya tahan agregat adalah kemampuan agregat untuk
mempertahankan diri terhadap kehancuran baik oleh gaya-gaya mekanis ataupun oleh
pengaruh kimia.
Akibat hal di atas maka dikenal dua pengertian :
degradasi, didefinisikan sebagai kehancuran agregat menjadi pertikel yang lebih kecil
akibat oleh gaya mekanik yang dapat terjadi pada saat penimbunan, pemadatan, ataupun oleh
beban lalu-lintas.
disintegrasi, didefinisikan sebagai pelapukan pada agregat menjadi butir-butir halus akibat
pengaruh kimiawi/alam seperti kelembaban, dan pengaruh perbedaan temperatur yang ber
ulang-ulang (siang dan malam).
Segregasi, yaitu pisahnya agregat antara agregat yang berukuran besar dengan agrgat yang
berukuran kecil karena adanya perbedaan berat butiran. Hal ini bisa terjadi karena
penimbunan yang terlalu tinggi (lebih dari 3 m) atau karena penuangan dari dumptruk yang
terlalu tinggi.
Agregat yang akan digunakan sebagai bahan lapis keras haruslah mempunyai ketahanan
terhadap degradasi dan disintegrasi dan pada saat pelaksanaan harus dihindarkan dari
kemungkinan terjadinya segregasi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat degradasi antara lain :
jenis agregat, agregat yang lunak akan mengalami degradasi yang lebih besar bila
dibandingkan dengan agregat yang keras.
gradasi, gradasi terbuka mempunyai tingkat degradasi yang lebih besar bila dibandingkan
dengan gradasi rapat.
bentuk agregat, agregat bulat akan mengalami degradasi yang lebih besar bila dibandingkan
dengan agregat berbentuk kubus/bersudut.
ukuran partikel, partikel yang lebih kecil mempunyai tingkat degradasi yang lebih kecil dari
pada partikel yang besar.
energi pemadatan, degradasi akan terjadi lebih besar pada pemadatan dengan energi
pemadatan yang lebih besar.
5. Gradasi Agregat.
Yang dimaksud dengan gradasi agregat adalah kombinasi ukuran diameter agregat dalam
dalam suatu campuran.
Gradasi agregat dapat dibedakan menjadi 3 jenis :
a. Gradasi seragam (uniform graded)
Adalah agregat di dalam campuran yang memiliki diameter butiran yang hampir sama.
Kalaupun mengandung agregat halus, jumlahnya tidak dapat untuk mengisi rongga antar
agregat.
Agregat dengan gradasi seragam akan menghasilkan suatu perkerasan yang mempunyai sifat
sebagai berikut :
stabilitas rendah
fleksibilitas tinggi
berat volume kecil
Pengalaman di lapangan, gradasi seragam biasanya dihindari untuk segala macam jenis
perkerasan karena gradasi seragam membutuhkan banyak aspal, sehingga biaya konstruksi
dapat menjadi mahal.
b. Gradasi rapat (dense graded)
Adalah agregat di dalam campuran yang memiliki gradasi kasar sampai dengan gradasi halus
dalam porsi yang seimbang atau agregat yang memiliki diameter butiran dari mulai butiran
yang kasar sampai dengan yang halus semuanya terdapat dalam keadaan yang seimbang.
Oleh karena itu gradasi rapat sering juga disebut sebagai gradasi baik (well graded) atau
dapat juga disebut sebagai gradasi menerus (continuous graded). Perkerasan dengan agregat
yang bergradasi rapat akan menghasilkan suatu perkerasan dengan sifat sebagai berikut :
stabilitas tinggi
fleksibilitas rendah
berat volume tinggi
Oleh karena itu perkerasan yang menggunakan agregat bergradasi menerus biasanya meliputi
jenis perkerasan bermutu tinggi dengan kemampuan yang tinggi pula sehingga sangat cocok
untuk jalan-jalan yang dilewati kendaraan-kendaraan berat dengan frekuensi yang tinggi pula.
Pada jenis perkerasan ini, bahan agregat yang dipakai juga harus bermutu tinggi, sebab
sebelum mendapat tekanan dari beban lalu-lintas di atasnya, masing-masing agregat sudah
mendapatkan tekanan yang besar dari hasil pemadatan sebelumnya serta oleh adanya
kemampuan saling mengunci antar agregat yang baik. Sehingga pada saat diberi beban akibat
berat lalu-lintas, tegangan antar agregat menjadi lebih besar. Kalau mutu agregat kurang
bagus maka kemungkinan agregat akan mengalami kehancuran, sehingga akan dapat
berakibat terjadinya kerusakan pada konstruksi perkerasan. Pada agregat bergradasi baik
biasanya memiliki rongga antar butiran sangat kecil. Sehingga aspal yang terkandung di
dalamnya biasanya dalam jumlah yang terbatas.
c. Gradasi buruk (poorly graded)
Biasa juga disebut sebagai gradasi terbuka atau gradasi senjang.
Bahan ini merupakan campuran agregat dengan satu fraksi yang hilang atau terdapat satu
fraksi dengan jumlah yang sedikit. Agregat yang bergradasi senjang akan menghasilkan suatu
perkerasan yang bersifat :
fleksibilitas tinggi
stabilitas lebih rendah (bila dibanding dengan gradasi rapat)
berat volume lebih rendah (bila dibanding dengan gradasi rapat)
Karena ada salah satu fraksi yang hilang, maka perkerasan yang menggunakan gradasi
terbuka biasanya kemampuan penguncian antar butiran kurang sehingga mudah terjadi
deformasi antar butiran. Pengalaman di lapangan, untuk meningkatkan stabilitas dapat
digunakan filler dengan komposisi tertentu (terlalu banyak justru akan menurunkan
stabilitas).
FILLER
Filler adalah salah satu dari bahan lapis keras yang berupa butiran yang lolos saringan No.
200. Fungsi filler adalah sebagai bahan pengisi rongga-rongga antar agregat. Filler yang
bercampur dengan aspal akan mengisi rongga-rongga antar agregat, hal ini akan berakibat
naiknya stabilitas lapis keras, yang sekaligus akan dapat menurunkan fleksibilitasnya.
Ada beberapa bahan yang dapat digunakan sebagai bahan filler antara lain :
• Abu batu
• Semen
• Kapur
• Pasir halus dll
surface course
base course
subbase course
compacted subgrade
natural subgrade
• Lapis kedap air, harus mampu menahan air supaya tidak meresap kedalam badan jalan.
• Lapis aus, yaitu lapisan yang mudah menjadi aus sehingga akan dapat melindungi ban karet
kendaraan dari pengaruh gesekan dengan jalan.
• Lapis yang mampu menyebarkan beban kendaraan ke lapis yang ada di bawahnya.
Adapun jenis lapis permukaan yang umum digunakan di Indonesia antara lain :
a. Lapis bersifat non struktural, yaitu berfungsi sebagai lapis aus dan kedap air antara lain :
Burtu (Laburan Aspal Satu Lapis) merupakan lapis penutup yang terdiri dari lapisan aspal
yang ditaburi dengan satu lapis agregat bergradasi seragam dengan tebal maksimum 2 cm
Burda (Laburan Aspal Dua Lapis) merupakan lapis penutup yang terdiri dari lapisan aspal
yang ditaburi dengan satu lapis agregat yang diulang dua kali ber turut-turut maksimum tebal
padat 3,5 cm
Latasir (Lapis Tipis Aspal Pasir) merupakan lapis penutup yang terdiri dari
lapisan aspal dan pasir yang dicampur, dihampar dan dipadatkan dalam keadaan panas.
Lapisan ini ditujukan untuk lapis permukaan pada jalan-jalan dengan lalu-lintas ringan,
khususnya untuk daerah yang sulit menyediakan bahan agregat kasar. Campuran latasir
biasanya memerlukan tambahan filler agar memenuhi kebutuhan akan sifat-sifat yang
disyaratkan. Ketebalan tidak boleh terlalu banyak, khususnya pada jalan-jalan dengan lalu-
lintas berat serta pada daerah tanjakan, sebab untuk latasir yang terlalu tebal akan mudah
terjadi deformasi.
Sifat-sifat yang dimiliki antrara lain
• fleksibilitas cukup tinggi
• stabilitas rendah
• keawetan cukup tinggi untuk lalu-lintas ringan.
Latasbum (Lapis Tipis Asbuton Murni), merupakan lapis penutup yang terdiri dari
campuran aspal Buton dengan bahan pelunak dengan perbandi
ngan tertentu yang dicampur secara dingin, tebal padat maksimum 1 cm.
Lataston (Lapis Tipis Aspal Beton), merupakan lapis penutup yang terdiri dari campuran
agregat bergradasi timpang, mineral pengisi (filler) dan aspal keras yang dicampur, dihampar,
dan dipadatkan dalam keadaan panas, tebal padat antara 2,5 - 3 cm. Lataston digunakan pada
lapis permukaan pada jalan-jalan yang memikul lalu-lintas ringan sampai sedang . Lataston
memiliki sifat-sifat antara lain :
• fleksibilitas cukup tinggi
• stabilitas kurang menonjol
• ketahanan terhadap kelelahan cukup tinggi, sehingga memiliki durabilitas/keawetan yang
tinggi
b. Lapisan bersifat struktural, berfungsi sebagai lapisan yang menahan dan menyebarkan
beban roda :
Penetrasi Makadam /Lapen, merupakan lapis perkerasan yang terdiri dari agregat pokok
dan agregat pengunci bergradasi terbuka yang diikat dengan aspal dengan cara disemprotkan
di atasnya dan dipadatkan lapis demi lapis. Aspal yang digunakan adalah dari jenis aspal cair.
Lasbutag merupakan lapis penutup yang terdiri dari campuran agregat, aspal Buton dengan
bahan pelunak dengan perbandingan tertentu yang dicampur secara dingin, tebal padat
maksimum 3- 5 cm. Agregat yang dipakai sebaiknya bergradasi menerus.
Laston (Lapis Aspal Beton) merupakan lapis perkerasan yang terdiri dari cmapuran agregat
bergradasi menerus/tertutup dengan aspal keras, yang dicampur, dihampar dan dipadatkan
dengan suhu panas. Lapis perkerasan ini banyak digunakan pada lapis permukaan jalan yang
melayani lalu lintas berat, pada daerah tanjakan, pertemuan jalan, dll.
Laston memiliki sifat-sifat antara lain :
• fleksibilitas kurang menonjol
• stabilitas tinggi
Dari sekian banyak jenis lapis keras di atas, yang termasuk keluarga aspa panas (hot mix)
adalah : latasir, lataston, dan laston.
2. Lapis Fondasi
Lapis fondasi adalah lapis perkersan yang terletak di bawah lapis permukaan yang berfungsi
sebagai lapis yang mampu menyebarkan gaya-gaya yang berasal dari roda kendaraan.
Tambah tebal fondasi, gaya-gaya yang disebarkan fondasi ke tanah dasar lebih luas.
Lapis fondasi dibagi menjadi dua lapis, yaitu Lapis Pondasi Atas (LPA) dan Lapis Pondasi
Bawah (LPB). Bahan lapis fondasi yang banyak dipakai adalah Sirtu (pasir batu) klas A
untuk LPA dan Sirtu klas B untuk LPB. Sirtu klas A memiliki kekerasan serta gradasi yang
lebih baik bila dibandingkan dengan sirtu klas B. Oleh karena itu harganya lebih mahal sirtu
klas A. Tujuan dari pembedaan mutu semata-mata karena alasan efisiensi.
P
LPA
LPB
wearing course
binder course
base course
subbase course
compacted subgrade
natural subgrade
Wearing cource berfungsi sebagai lapis aus dengan ciri fleksibilitasnya tanggi, dan
stabilitasnya dibatasi. Bahannya dapat dipakai Lataston/HRS. Untuk binder course memiliki
ciri fleksibilitas rendah tapi stabilitasnya tinggi. Bahannya dapat dipakai Lataston ataupun
Laston.
a. Stabilitas.
Stabilitas diartikan sebagai kemampuan lapis perkerasan dalam menerima beban lalu-lintas
tanpa terjadi deformasi permanen seperti gelombang, alur atau retak. Stabilitas sangat
tergantung antara lain oleh :
jumlah serta beban pemadatan pemadatan
gradasi dan penguncian antar agregat
kekerasan agregat
kadar serta viskositas aspal
gesekan antar agregat
jumlah rongga antar agregat
kohesi / daya ikat antar campuran
Satuan untuk stabilitas memakai satuan berat yaitu kg.
Stabilitas yang terlalu tinggi juga kurang baik mengingat perkerasan akan menjadi kaku dan
bersifat getas.
b. Kepadatan (density)
Density menunjukkan besarnya kepadatan suatu campuran yang telah dipadatkan. Semakin
besar nilai density menunjukkan bahwa kerapatannya semakin baik. Nilai density
dipengaruhi oleh :
gradasi bahan penyusunnya
jumlah pemadatan
temperatur pemadatan
kadar aspal dalam campuran
Dengan semakin meningkatnya kadar aspal, jumlah aspal yang dapat mengisi rongga antar
butir semakin besar, sehingga campuran menjadi semakin rapat dan padat sebab aspal akan
akan berfungsi sebagai pelicin, sehingga memudahkan butiran untuk mengisi rongga-rongga
pada saat dipadatkan. Tapi rongga antar butiran jumlahnya terbatas tergantung dari type
gradasinya, sehingga penambahan aspal yang berlebihan pada campuran justru akan
menyebabkan se olah-olah butiran akan mengambang di dalam aspal yang akan
menyebabkan volume campuran akan meningkat. Nilai density adalah merupakan
perbandingan dari massa dibagi dengan volume, sehingga penambahan volume yang tidak
sebanding dengan penambahan masa dapat menyebabkan penurunan nilai density campuran.
Satuan untuk density adalah gr/mm2
c. Kelelehan (flow)
Kelelehan menunjukkan besarnya deformasi yang terjadi pada lapis keras akibat beban yang
diterimanya. Nilai flow yang tinggi menandakan campuran bersifat plastis, dan lebih mampu
mengikuti deformasi akibat adanya beban. Sebaliknya nilai flow yang rendah maka campuran
akan bersifat kaku dan getas tidak akan mempu mengikuti deformasi akibat oleh beban yang
diderita, dan biasanya durabilitasnya (keawetannya) akan rendah juga. Nilai flow banyak
dipengaruhi oleh:
kadar dan viskositas aspal
gradasi agregat
pemadatan
Biasanya nilai flow ini selalu berseberangan dengan stabilitas. Tambah tinggi nilai flow maka
stabilitas nilainya akan turun. Flow memakai satuan mm.
d. Marshall Quotient
Marshall Quotient (MQ) merupakan hasil bagi antara stabilitas dengan kelelehan (flow).
Semakin besar nilai MQ, maka campuran akan bersifat kaku. Dan sebaliknya semakin kecil
nilai MQ, maka lapisan akan bersifat lentur/plastis.
Untuk jalan yang dilewati oleh kendaraan berat serta folume yang padat biasanya disyaratkan
untuk memiliki nilai MQ yang tinggi.
Secara otomatis, nilai MQ akan dipengaruhi oleh nilai stabilitas dan nilai flow. MQ memakai
satuan kg/mm.
V. BAHAN TAMBAH
Yang dimaksud dengan bahan tambah adalah bahan atau material yang ditambahkan ke
dalam campuran selain bahan dasar (agregat dan aspal) dengan tujuan untuk meningkatkan
kualitas campuran.
Bahan tambah seharusnya hanya berguna kalau sudah ada evaluasi yang teliti tentang
pengaruhnya terhadap mutu perkerasan.
Dalam hal-hal yang meragukan terutama untuk pekerjaan-pekerjaan khusus perlu dilakukan
pemeriksaan dengan dilakukan pembuatan benda-benda uji yang nantinya akan dilakukan
percobaan dilaboratorium.
Bahan tambah biasanya hanya diberikan dalam jumlah yang sedikit serta harus dilakukan
pengawasan yang ketat agar jumlahnya tidak berlebihan yang justru dapat mengakibatkan
menurunkan kualitasnya.
Sehubungan dengan adanya bahan tambah, pemeriksaan benda uji yang dilakukan paling
tidak dengan dilakukan pengujian marshall.
Biasanya bahan tambah yang baik digunakan pada campuran lapis keras adalah bahan yang
banyak mengandung silika (SiO2) dan alumina (Al2O3) sebagai bahan utama yang memiliki
sifat pozolan, yaitu suatru sifat bahan yang bila diberi air memiliki sifat plastis dan mudah
dibentuk, tapi pada saat mengering bersifat keras sulit untuk deformasi.
Dengan diberikannya bahan tambah, biasanya akan terjadi peningkatan stabilitas, density,
serta memperkecil VITM.
Jenis bahan tambah yang dapat digunakan untuk meningkatkan kinerja lapis keras al:
Abu terbang (fly ash)
Semen
Abu vulkanik
Kapur
Abu sekam
Sulfur (belerang)
1. Fly ash
Fly ash (abu terbang) asalah abu yang dihasilkan dari sisa pembakaran batu bara. Fly ash ini
memiliki ukuran butiran yang sangat halus dan berwarna terang ke abu-abuan. Struktur dan
ukuran butiran fly ash bervariasi, hal ini sangat tergantung dari komposisi kimia, temperatur
pembakaran, dan waktu tinggal. Secara umum ukuran butiran fly ash berkisar antara m
(mikron).0,1 - 200
Fly ash banyak terdapat pada pabrik-pabrik atau pembangkit tenaga listrik yang
menggunakan bahan batubara. Bahan ini belum dimanfaatkan secara maksimal sebagai bahan
bangunan, untuk sementara masih merupakan limbah/ bahan buangan yang belum memiliki
nilai ekonomis. Di P. Jawa banyak dijumpai di Pembangkit Tenaga Listrik Paiton Jawa
Timur.
Secara mineralogi, komposisi fly ash terbagi dalam empat kolompok, yaitu :
1. Fasa gelas yang merupakan allumuniumsilica gelas yang membuat fly ash memiliki sifat
sebagai Pozolan
2. Fasa kristal yang terdiri dari mulit, a-kuarsa, hematit, magnetit, deposit atau walastonit.
3. Komponen sekunder, yang biasanya terdiri dari sisa karbon, kapur bebas (CaO) dan MgO
4. Unsur-unsur jejak/sampingan (trace element) misal Pb, Cd, As dll, untuk setiap fly ash
memiliki kandungan yang berlainan.
Secara kimiawi, komposisi fly ash terdiri dari berbagai masam unsur yaitu:
2. Semen
Semen atau PC (portland cement) merupakan bahan yang dihasilkan dari pabrik. Secara garis
besar, bahan dasar/atau bahan utama semen meliputi : kapur, silika, dan alumina ditambah
dengan bahan tambah lainnya.
Bila dilihat susunan kimianya, maka unsur-unsur pokok pada semen biasa adalah sebagai
berikut :
Semen juga merupakan bahan tambah yang baik untuk meningkatkan kinerja campuran
perkerasan. Hanya saja karena semen merupakan bahan hasil produksi pabrik, maka biaya
konstruksi menjadi lebih mahal.
Bila semen dicampurkan pada campuran perkerasan jalan, maka pada kadar semen tertentu
akan dapat meningkatkan stabilitas campuran. Sehingga untuk jalan-jalan yang melayani
lalu-lintas berat biasanya dapat ditambahkan semen dalam jumlah tertentu (harus dilakukan
trial mix).
3. Abu vulkanik
Abu vulkanik merupakan salah satu bahan alternatif yang dapat dipergunakan sebagai bahan
tambah untuk perkerasan jalan. Abu vulkanik merupakan bahan yang dihasilkan akibat
adanya letusan gunung berapi yang didapat dalam jumlah cukup banyak. Abu ini ternyata
memiliki kandungan silika dan alumina yang cukup banyak sehingga memiliki sifat sebagai
pozolan. Abu vulkanik merupakan bahan yang mudah didapat terutama di daerah yang dekat
dengan gunung berapi yang masih aktif, di samping merupakan limbah, harganya juga murah
karena belum terpakai se bagai bahan bangunan.
Idealnya kandungan Oksida abu vulkanik menurut ASTM C 618-78 harganya dibatasi seperti
yang tercantum di bawah ini :
Secara terinci kandungan kimia yang terdapat pada abu mekanik yang diambilkan dari debu
gunung Merapi Jawa tengah adalah sebagai berikut :
HD = hilang terbakar
Dengan komposisi seperti di atas maka abu vulkanik juga dapat dipakai sebagai bahan
tambah untuk campuran perkerasan.
Dari beberapa hasil penelitian, dalam persentase tertentu, abu vulkanik dapat untuk
meningkatkan stabilitas campuran perkerasan.
4. Sulfur (belerang)
Sulfur adalah bahan anorganik non metalik yang berupa padat ke kuning-kuning an dengan
nilai kepadatan 2,00.
Menurut Kennepohl, bahan sulfur dapat dijadikan bahan tambah untuk campuran beton aspal,
dan penambahan sulfur pada beton aspal dengan berbagai variasi ini akan menyebabkan
terjadinya kristalisasi yang berbeda-beda tergantung dari kadar sulfur yang ditambahkan serta
komosisi campuran agregat dengan aspal. Penambahan sulfur pada aspal akan meningkatkan
kekakuan pada bahan ikat perkerasan.
BAB I
ALIRAN PADA SALURAN TERBUKA
ALIRAN PERMANEN SERAGAM PADA SALURAN LICIN DAN KASAR
3. Dasar Teori
Pada umumnya tipe aliran melalui saluran terbuka adalah turbulen, karena kecepatan aliran
dan kekasaran dinding relatif besar.Aliran melalui saluran terbuka disebut Seragam ( uniform
) apabila berbagai variabel aliran seperti kedalaman, tampang basah, kecepatan dan debit
pada setiap tampang di sepanjang aliran adalah konstan. Pada aliran seragam,garis energi,
garis muka air dan dasar saluran adalah sejajar sehingga kemiringan ketiga garis tersebut
adalah sama. Kedalaman air pada aliran seragam disebut dengan kedalaman normal.
Aliran disebut tidak seragam atau berubah apabila variabel aliran seperti kedalaman, tampang
basah, kecepatan dan debit pada setiap tampang di sepanjang aliran adalah tidak konstan.
Apabila perubahan aliran terjadi pada jarak yang panjang, maka disebut aliran berubah
beraturan. Sebaliknya apabila terjadi pada jarak yang pendek maka disebut aliran berubah
cepat.
Aliran disebut permanen apabila variabel aliran di suatu titik seperti kedalaman dan
kecepatan tidak berubah menurut waktu. Apabila berubah terhadap waktu maka disebut aliran
tidak permanen.
Zat cair yang mengalir melalui saluran terbuka akan menimbulkan tegangan geser pada
dinding saluran. Tahanan ini akan diimbangi oleh komponen gaya berat yang bekerja pada
zat cair arah aliran. Didalam aliran seragam,komponen gaya berat dalam arah aliran adalah
seimbang dengan tahanan geser. Tahanan geser ini tergantung pada kecepatan aliran.
Berdasarkan keseimbangan gaya – gaya yang terjadi tersebut dapat di turunkan rumus Chesy
sebagai berikut :
V=C
Dengan : V = Kecepatan aliran
C = Koefisien Chezy
R = Radius hidraulik
I = Kemiringan muka air
Apabila kecepatan aliran dapat di ketahui, maka akan mudah bagi kita untuk menentukan
harga koefisien Chezy tersebut.
4. Prosedur Percobaan
a. Mengalirkan air ke dalam saluran dengan menjalankan pompa.
b. Mencatat kemiringan sebagai , apabila dasar saluran dimiringkan
c. Mengukur kedalaman di dua titik yang telah di tentukan jaraknya ( L ), satu di bagian hulu
dan yang lain di hilir sebagai dan .
d. Mengukur debit aliran dan kecepatan aliran dikedua titik tersebut sebagai dan .
e. Mengukur kemiringan muka air yang terjadi yaitu : = +
f. Mengamati keadaan aliran yang terjadi.
g. Mengulangi prosedur diatas untuk dasar saluran dengan kekasaran.
i. Menentukan besarnya koefisien kekasaran Chezy dari hasil pengukuran untuk dasar saluran
licin dan kasar, lalu di bandingkan.
h. Menggambar sketsa saluran dan letak titk – titik pengukuran.
5. Hasil perhitungan
Saluran licin
Kemiringan saluran = = 0,007 cm
Kemiringan muka air = 0,0074 cm
Debit aliran = 0,010 = 10 c
= = 0,941
= = 1,138
= = 0,952
= = 1,010 = 1010,549 c
Titik 1
Titik 2
0,5 0,4
Tabel a.1 hasil uraian pengamatan pada saluran licin
BAB II
ALIRAN PERMANEN TIDAK BERATURAN AKIBAT PEMBENDUNGAN
Prosedur percobaan
a. Mengalirkan air ke dalam saluran dengan menjalankan pompa.
b. Mencatat kemiringan sebagai is, apabila dasar saluran dimiringkan
c. Membendung air pada ujung hilir saluran
d. Mengukur kedalaman di beberapa titik yang telah ditentukan jaraknya di sekitar daerah
pembendungan.
e. Mengukur debit aliran.
f. Mengukur kemiringan muka air yang terjadi yaitu : dengan h adalah kedalaman pada titik
ke-n.
g. Mengamati keadaan yang terjadi.
h. Mengulangi prosedur diatas untuk dasar saluran dengan kekasaran.
i. Menentukan besarnya koefisien kekasaran Chezy dari hasil pengukuran pada tiap-tiap titik
baik pada aliran dengan pembendungan, amati apakah hasilnya konstan atau berubah.
j. Menggambar sketsa saluran dan letak titik-titik pengukuran
Hasil perhitungan
Pada titik 1.
Kemiringan Saluran = 0,007 cm
Debit Aliran = 0,9754 = 975,4 c
= = 1,1
= = 0,7842
= = 1,042
= = 0,9754 = 975,4 c
1. Kedalaman air ( h ) = 2,1 cm
2. Luas tampang basah ( A )
A = B * Y = 20*2,1 = 42 cm
3. Keliling tampang basah ( P )
P = B + 2 * Y = 20 + 2 * 2,1 = 24,2 cm
4. Radius hidraulik ( R )
R = = = 1,73 cm
5. Kecepatan aliran ( V )
V = = = 23,2238
= 0,007 + = 0,009 cm
7. Koefisien Chezy
V=C
C = = = 185,8285 cm
Pada titik 2
1. Kedalaman air = 2,9 cm
2. Luas tampang basah ( A )
A = B x Y = 20*2,9 = 58 cm
Keliling tampang basah ( P )
P = B + 2 x Y = 20 + 2 x 2,9 = 25,8 cm
4. Radius hidraulik ( R )
R = = = 2,2481 cm
5. Kecepatan aliran ( V )
V = = = 16,8172
6. Kemiringan muka air ( Iω )
= 0,007+ = 0,009 cm
7. Koefisien Chezy
C = = = 118,2292 cm
Pada titik 3
1. Kedalaman air = 3,5 cm
2. luas tampang basah ( A )
A = B x Y = 20 x 3,5 = 70 cm2
3 Keliling tampang basah ( P )
P = B + 2 x Y = 20 + 2 x 3,5 = 27 cm
4. Radius hidraulik ( R )
R = = = 2,5926 cm .
5. Kecepatan aliran ( V )
V = = = 13,9343
6. Kemiringan muka air ( Iω )
= 0,007 + = 0,009 cm
7 Koefisien Chezy
C = = = 91,2213 cm
Pada titik 4
1. Kedalaman air ( h ) = 4,0 cm
2. Luas tampang basah ( A )
A = B * Y = 20 * 4,0 = 80 cm
3. Keliling tampang basah ( P )
P = B + 2 xY = 20 + 2 * 4,0 = 28 cm
4. Radius hidraulik ( R )
R = = = 2,8571 cm
5. Kecepatan aliran ( V )
V = = = 12,1925
6. Kemiringan muka air ( Iw )
= 0,007+ = 0,009 cm
7. Koefisien Chezy
V=C
C = = = 76,0342 cm
Titik 1 Titik 2 Titik 3 Titik 4
h1 h2 h3 h4
5. Kesimpulan
Dari hasil perhitungan diatas dapat disimpulkan bahwa semakin besar kecepatan aliran (V)
maka koefisien kekasaran Chezy semakin besar.
BAB III
BANGUNAN KONTROL
PINTU SORONG ATAU SLUICE GATE
3. Dasar Teori
d. Mistar atau pita ukur.
Dasar Teori
Pintu sorong merupakan salah satu konstruksi pengukur dan pengatur debit. Pada pintu
sorong ini prinsip konservasi energi dan momentum dapat di terapkan. Persamaan Bernoulli
hanya dapat apabila kehilangan energi dapat di abaikan atau sudah diketahui.
4. Prosedur Percobaan
a. Mengalirkan air ke dalam saluran dengan menjalankan pompa.
b Mencatat kemiringan sebagai is, apabila dasar saluran dimiringkan
c. Membendung air pada ujung hilir saluran.
d. Mengukur kedalaman di beberapa titik yang telah di tentukan jaraknya di sekitar daerah
pembendungan.
e. Mengukur debit aliran, kemudian ukur pula kecepatan dititik – titik tersebut.
f. Mengukur kemiringan muka air yang terjadi yaitu : dengan h adalah kedalaman pada titik
ke-n.
g. Mengamati keadaan yang terjadi.
h. Mengulangi prosedur diatas untuk dasar saluran dengan kekasaran.
i. Menentukan besarnya koefisien kekasaran Chezy dari hasil pengukuran pada tiap-tiap titik
baik pada aliran dengan pembendungan, amati apakah hasilnya konstan atau berubah.
j. Menggambar sketsa saluran dan letak titik-titik pengukuran.
5. Hasil Perhitungan
Kemiringan Saluran = = 0,007 cm
Debit Aliran = 0,9007 = 900,7
= = 0,995
= = 0,95
= = 0,7571
= = 0,9007 = 900,7
Pada titik 1.
1. Kedalaman air = 6,5 cm
2. Luas tampang basah ( A )
A = B x Y = 20x 6,5 = 130 cm
3. Keliling tampang basah ( P )
P = B + 2 x Y = 20 + 2 x 6,5 = 33 cm
4. Radius hidraulik ( R )
R = = = 3,9393 cm
5. Kecepatan aliran ( V )
V = = = 6,92846
6. Kecepatan Rerata Aliran
= = = 13,25443
7. Kemiringan muka air (Iω)
= 0,007 + = 0,0094 cm
8. Koefisien Chezy
C = = = 36,005 cm
Pada titik 2
1. Kedalaman air = 2,3 cm
2. Luas tampang basah ( A )
A = B x Y = 20 x 2,3 = 46 cm
3. Keliling tampang basah ( P )
P = B + 2 x Y = 20+ 2 x 2,3 = 24,6 cm
4. Radius hidraulik ( R )
R = = = 1,8699 cm
5. Kecepatan aliran ( V )
V = = = 19,5804
6. Kecepatan Rerata Aliran
= = = 13,25443
7. Kemiringan muka air (Iω)
= 0,007 + = 0,0094 cm
8. Koefisien Chezy
C = = = 147,6891 cm
Pada titik 3
1. Kedalaman air = 3,3 cm
2. Luas tampang basah ( A )
A = B x Y = 20 x 3,3 = 66 cm
3. Keliling tampang basah ( P )
P = B + 2 x Y = 20 + 2 x 3,3 = 26,6 cm
4. Radius hidraulik ( R )
R = = = 2,48120 cm
5. Kecepatan aliran ( V )
V = = = 13,64697
= 0,007 + = 0,0094 cm
8. Koefisien Chezy
C = = = 89,3596 cm
Pada titik 4.
1. Kedalaman air = 3,9 cm
2. Luas tampang basah ( A )
A = B x Y = 20 x 3,9 = 78 cm
3. Keliling tampang basah ( P )
P = B + 2 x Y = 20 + 2 x 3,9 = 27,8 cm
4. Radius hidraulik ( R )
R = = = 2,80576 cm
5. Kecepatan aliran ( V )
V = = = 11,54744
6. Kecepatan Rerata Aliran
= = = 19,42069
7. Kemiringan muka air ( Iω )
= 0,007 + = 0,0094 cm
8. Koefisien Chezy
C = = = 71,1044 cm
6. Kesimpulan
Berdasarkan hasil perhitungan diatas pada pintu sorong maka dapat disimpulkan bahwa
semakin besar kecepatan aliran (V) maka semakin besar koefisien kekasaran Chezy.
BAB IV
GAYA YANG BEKERJA PADA PINTU SORONG
Pada gambar tersebut di tunjukkan bahwa gaya resultan yang terjadi pada pintu sorong adalah
sebagai berikut :
F = ρ g y _ .... ( 4. 10 )
Gaya pada pintu yang melawan gaya hidrostatis adalah :
F=g(y-v)
Dengan: F = resultan gaya dorong pada pintu sorong (non hidrostatis)
F = resultan gaya dorong akibat gaya hidrostatis
Q = debit aliran
r = rapat massa fluida
g = percepatan grafitasi bumi
b = lebar pintu sorong
y = tinggi bukan pintu
y = kadalaman air di hulu pintu
y = kedalaman air di hilir pintu
Prosedur percobaan
Mengukur lebar pintu sorong
Memasang pintu sorong pada saluran kurang lebih pada tengah-tengah saluran
Memberi Plasticine pada rongga antara pintu dengan dinding saluran supaya hasil
pengukuran lebih akurat.
Memasang point gauge atau hook gauge pada hulu pintu dan hilir pintu
Dasar saluran sebagai datum pengukuran.
Membuka pintu sorong setinggi 2 cm dari dasar
Mengalirkan air dengan perlahan - lahan hingga yo mencapai 20 cm ( ukurlah dengan point
gauge dihulu pintu )
Mengukur debit aliran yang terjadi dengan yo pada ketinggian ini
Mengukur ketinggian y di hilir pintu
Menaikkan bukaan pintu setinggi 1cm dari posisi semula
Mengatur ketinggian air di hulu agar tetap setinggi 20 cm dengan mengubah debit aliran
Mencatat debit aliran yang terjadi dan tinggi y
Menghitung besarnya gaya pada pintu sorong akibat gaya hidrostatis maupun gaya akibat
aliran.
Menggambar grafik hubungan antara F / F dengan y / y
yYyQFFF/Fy/y
F=ρgy_
= - 108,393 N
F=g(y-v)
= x1000 x 9,81 x (0,065 – 0,024 )
= 4905 x 0,001681
= 8,2453 N
=N
=m
Kesimpulan
Dari data –data di atas maka di dapat F / F sebesar -13,146 N
dan y / y
Sebesar 0,3692 m dengan debit aliran yang sama yaitu 0,00097 .
BAB V
PENURUNAN PERSAMAAN ENERGI SPESIFIK
3. Dasar teori
Pada kondisi debit aliran yang aliran konstan, tinggi tenaga pada aliran akan mencapai harga
minimum pada kondisi kedalaman kritik. Parameter ini merupakan dasar dari pemahaman
yang menyeluruh mengenai perilaku aliran bebas, karena respon dari aliran terhadap tinggi
tenaga sangat tergantung pada pada apakah kedalaman yang terjadi lebih atau kurang dari
kedalaman kritik.
Pada saluran terbuka, energi spesifik di definisikan sebagai jumlah dari energi potensial (
kedalaman aliran ) dan energi kinetik (energi kecepatan).
E = y + atau E = y +
Dengan : E = Energi spesifik
Y = Kedalaman aliran
Q = Debit aliran
g = Percepatan grafitasi
Kurva energi spesifik merupakan kurva hubungan antara kedalaman aliran dengan aliran
dengan energi atau tinggi energi.
Gambar di atas menunjukan bahwa dua kedalaman aliran yang mungkin menghasilkan energi
yang sama, yang di kenal sebagai alternate depth. Pada titik C, kurva energi spesifik adalah
minimum dengan hanya ada 1 kedalaman yang menghasilkannya yang kita namakan dengan
kedalaman kritik (yc)
Aliran pada kedalaman lebih besar dari kedalaman kritik dinamakan dengan aliran sub kritik.
Sementara itu apabila kurang dari kedalaman kritik dinamakan dengan aliran super kritik.
Pada saluran segi empat dengan lebar 1 satuan panjang,dimana garis aliran adalah
paralel,dapat ditunjukan bahwa:
y = dan E = E =
dengan: E = Energi spesifik minimum
y = kedalaman kritik.
Pada saat kemiringan saluran cukup untuk membuat aliran seragam dan kedalaman
kritik,kemiringan ini dinamakan dengan kemiringan kritik. Perlu diperhatikan bahwa
permukaan air dapat menimbulkan gelombang pada saat aliran mendekati kondisi kritik,
karena perubahan kecil saja dari energi spesifik akan mengakibatkan perubahan aliran yang
cukup besar,dapat diperkirakan dari kurva energi spesifik.
Prosedur percobaan
Memasang pintu sorong pada saluran
Memasang point gauge pada saluran (di hulu dan hilir)
Membuka pintu sorong Setinggi 1cm dari dasar
Mengalirkan air hingga yo mencapai 20cm
Mengukur aliran yang terjadi dan ukur y1
Menaikkan pintu setinggi 1cm dari keadaan semula,lalu ukur yo dan y1
Menaikkan debit hingga yo mencapai ketinggian 20 cm dari dasar
Mengukur debit aliran
Mengulangi langkah diatas untuk tinggi bukaan yang lebih besar.
Memiringkan saluran sehingga aliran berubah mencapai aliran kritik sepanjang saluran
Menghitung harga energi spesifik yang terjadi, dan energi kritiknya.
Membuat kurva hubungan antara E dengan yo dan E1 dengan y1 untuk menggambar kurva
energi spesifik,plotkan pula harga energi kritiknya.
Menggambar garis pada gambar tadi melalui titik kritik untuk menunjukan kondisi kritik
(atau sub kritik bila berada diatas garis, dan super kritik bila dibawah garis).
yyQEEE
0,065 0,023 0,00097 0,065243 0,024954 0,006535
E = y + = 0,065+
= 0,065243 m
E = y + = 0,023 +
= 0,024954 m
y==
= 0,000929 m
E = = x 0,000929 m
= 0,006535 m.
BAB VI
LONCAT AIR
1. Maksud dan tujuan
Menunjukan karakteristik loncat air pada aliran di bawah pintu sorong.
2. Alat yang di gunakan
Multi purpose
Model pintu sorong s
Point gauge
Stopwatch
3. Dasar Teori
Apabila aliran berubah dari super kritik ke aliran sub kritik, maka akan terjadi loncat air
karena terjadi pelepasan energi. Fenomena ini dapat terjadi apabila air meluncur di bawah
pintu sorong menuju ke bagian hilir yang mempunyai kedalaman yang sangat besar.
Loncatan yang bergelombang akan terjadi pada saat perubahan kedalaman yang terjadi tidak
besar. Permukaan air akan bergelombang dalam rangkaian osilasi yang lama kelamaan akan
berkurang menuju daerah dengan aliran sub kritik.
s
Prosedur Percobaan
Memasang pintu pada saluran.
Memasang point gauge pada saluran ( di hulu dan di hilir ).
Membuka pintu sorong setinggi 2 cm dari dasar.
Memasang stop log di hilir saluran.
Mengalirkan air perlahan – lahan sehingga nanti akan terbentuk loncat air yang terjadi di
hilir.
Mengamati dan menggambar sketsa aliran/loncat air yang terjadi.
Menaikkan tinggi air di hulu dengan mengubah debit aliran, dan menaikkan tinggi stop log.
Amati loncat air yang terjadi dan gambarkan sketsanya,
Mengukur kedalaman air di hulu dan hilir loncat air, tinggi bukaan pintu dan ukur debitnya (
y ,y ,y dan Q ).
Mengulangi lagi untuk debit aliran lain.
Menghitung harga V .
Menggambar grafik hubungan antara V / gy vs y / y .
Menghitung harga H / y dan gambarkan grafik hubungan antara H / y vs y / y .
Hasil pengamatan dan perhitungan.
y1
y2 y3
Tabel 4. 12. Hasil pengamatan loncat air pada aliran melalui pintu sorong .
yyyQHH
0,024 0,023 0,033 0,00097 0,03394 10,8491
H = = = 10,8491 m
V = = = 0,0422
V = = = 0,0294
H = y + = 0,033 + = 0,03394 m
= = 471,7 m
= = 0,007893 m
= = 1,4347 m