BAB I
PENDAHULUAN
1.5 Hipotesa
Berdasarkan perumusan masalah, teori yang ada, tujuan penelitian. Maka
Hipotesa nya adalah metode analisa dengan High Chromatography Liquid
Chromatography mampukah menghasilkan kadar yang akurat dan teliti didalam
sampel Furosemide Injeksi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Furosemide
Fungsi furosemide untuk mengobati gagal jantung disebabkan oleh
kemampuan venodilasi dari obat tersebut. Meningkatnya diameter pembuluh vena
akan mengurangi preload atau cairan yang kembali ke jantung. Hal ini akan
menyebabkan berkurangnya beban kerja jantung sehingga menyebabkan perbaikian
simptomatik terhadap kondisi pasien.
Namun, selain kegunaan-kegunaan yang telah disebutkan diatas, obat yang
paling terkenal dengan nama dagang Lasix ini juga memiliki beberapa efek samping.
Efek samping paling berbahaya adalah meningkatkan toksisitas obat digitalis pada
pasien dalam keadaan hipokalemia. Furosemide juga dapat menyebaban kelainan
metabolik berupa alkalosis metabolik, alkalosis metabolik ini disebabkan keadaan
hipokloremia dan hipokalemi yang dihubunkan dengan penggunaan obat ini. Oleh
karna itu, selama pemberian obat ini sangat disarankan kepada dokter unuk memonitor
level ion di dalam tubuh. Furosemide ini juga dihubungkan dengan kerusakan telinga
dalam. Kerusakan telinga dalam ini disebabkan oleh sifat ototoksik furosemide.
Namun, kejadian kerusakan teling dalam ini jarang terjadi.
Umumnya, furosemide dikonsumsi secara oral, namun terdapat juga sediaan
intravena dan intramuskular. Selain lasix, ada beberapa merek dagang yang cukup
populer seperti aisemide dan jug rosemid. 60%-90% dari obat ini diekskresikan oleh
urin dan 13-18% ini diekskresikan oleh feses dan empedu. Penggunaan obat ini harus
dipertimbangkan secara matang pada ibu hamil/menyusui dan dibutuhkan pengawasan
karena belum ada riset skala besar menunjukan efek samping furosemide terhadap bayi
yang akan lahir.
Melihat bahwa banyak sekali manfaat obat ini dan juga efek samping yang
harus diperhatikan. Maka, sebagai dokter umum kita harus mengetahui dengan pasti
kapan menggunakan obat bergolongan diuretik ini. Tidak berlebihan kalau dikatakan
bahwa furosemide adalah sahabat karib dokter.
Gambar 2.1
Sumber : Obat Drug Information
Bobot Molekul /BM : 330,74
Komposisi : C (43,58%), H (3,35%), Cl (10,72%), N (8,47%), O
(24,19%), S (9,69%)
Jumlah Atom : 32
Melting point / titik lebur : 206 C
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dan dalamklroform, larut
dalam 75 bagian etanol (95%); dan dalam 850 bagian
eter; larut dalam larutan alkali hidroksida.
Pemerian : Serbuk hablur; putih, hampir putih; tidak berbau;
hampir tidak berasa
B. Penentuan Kuantitatif
Beberapa hal yang harus diperhatikan agar HPLC dapat dipergunakan untuk
penentuan secara kuantitatif adalah:
𝑑22
𝐹2 = 𝐹1
𝑑12
𝐹1 Laju alir yang
tercantum dalam
monografi
𝐹2 Laju alir yang
disesuaikan
𝑑22 Diamater kolom
yang digunakan
2
𝑑1 Diameter kolom
yang tercantum
dalam monograf
Volume injeksi Volume injeksi dapat diperkecil,
namun tidak dapat diperbesar
Suhu Kolom ± 10%
Parameter verifikasi Metode Analisis
2(𝑡2 − 𝑡1)
𝑅𝑆 =
𝑊1 + 𝑊2
t1 : waktu retensi komponen 1
t2 : waktu retensi komponen 2
W1 : lebar puncak komponen 1 diukur dengan jalan ekstrapolasi sisi puncak yang
berupa garis yang relatif lurus sampai garis dasar
W2 : lebar puncak komponen 2 diukur dengan jalan ekstrapolasi sisi puncak yang
berupa garis yang relatif lurus sampai garis dasar
b. Akurasi
Akurasi adalah ukuran yang menunjukkkan derajat kedekatan hasil analisis
dengan kadar analit yang sebenarnya. Akurasi dinyatakan sebagai persen perolehan
kembali analit yang ditambahkan. Kecermatan hasil analisis sangat tergantung pada
sebaran galat sismetematik di dalam keseluruhan tahapan analisis. Oleh karena itu
untuk mencapai kecermatan yang tinggi hanya dapat dilakukan dengan cara
mengurangi galat sistematik tersebut seperti menggunakan peralatan yang telah
dikalibrasi, menggunakan pereaksi dan pelarut yang baik, pengontrolan suhu, dan
pelaksanaannya yang cermat, taat asas sesuai prosedur (Gandjar, 2007).
Akurasi didefinisikan sebagai tingkat kedekatan hasil pengujian dengan
metoda yang sedang divalidasi atau diverifikasi terhadap nilai sebenarnya atau nilai
yang dinyatakan benar.
Pengujian :
a. Analisis kadar analit dengan metoda yang diverifikasi terhadap sampel yang
telah diketahui kemurniannya. (misal baku pembanding sekunder)
c. Presisi
Presisi adalah tingkat kesesuaian system diantara hasil individual jika prosedur
dilakukan berulang kali terhadap sampel ganda atau beberapa golongan yang
homogen.
Penentuan presisi umumnya mencakup pemeriksaan :
a. Keberulangan (Repeatability)
Keberulangan adalah kemampuan metoda untuk memberikan hasil analisis
yang sama untuk beberapa sampel yang kadarnya sama. Penetapan dilakukan
oleh satu orang analis pada waktu tertentu terhadap beberapa sampel yang
sama.
Keberulangan diukur terhadap minimum 6 jenis sampel dengan konsentrasi
sama 100% dari konsentrasi aktual atau 3 jenis sampel dengan konsentrasi 80,
100 dan 120% dari aktual atau 3 jenis sampel dengan konsentrasi 80, 100, dan
120% dari konsentrasi aktual yang diukur masing-masing sebanyak 3 kali.
b. Presisi antara (Intermediate precision)
Dilakukan dengan cara mengulang pemeriksaan tersebut dengan menggunakan
ala t yang berbeda (inter day precision), tenaga analis yang berbeda dsb. Nama
lain presisi antara adalah “Ruggesdness’’. Presisi antara tidak perlu dilakukan
jika kajian reproducibilitas telah dilakukan.
c. Reprodusibilitas (Reproducibility)
Dinyatakan sebagai presisi yang diperoleh dari hasil pengukuran pada
laboratorium yang berbeda, agar diketahui pngaruh lingkungan yang berbeda
terhadap kinerja metoda analisis.
Karena parameter yang dipakai untuk verifikasi hanya Presisi keberulangan, jadi
presisi antara dan Reprodusibilitas tidak perlu dikerjakan.
d. Selektivitas (Spesifisitas)
Selektivitas atau spesifisitas suatu metode adalah kemampuannya yang hanya
mengukur zat tertentu saja secara cermat dan seksama dengan adanya komponen lain
yang mungkin ada dalam matriks sampel. Selektivitas seringkali dapat dinyatakan
Pengujian :
a. Untuk identifikasi
Metode harus mampu menyeleksi senyawa-senyawa yang ada dalam sampel
yang berkaitan dengan struktur molekulnya. Dapat dibuktikan dengan hasil
positif (atau dibandingkan dengan acuan standar yang diketahui) dari sampel
yang mengandung analit dan digabung dengan hasil negatif dari sampel yang
tidak mengandung analit.
Jika cemaran tidak tersedia maka sampel yang diuji harus diperlakukan
sebelumnya dengan menyimpan sampel dalam kondisi “ stress’’ yang relevan
(cahaya, panas, kelembaban, hidrolisis asam/basa oksidasi). Dalam kasus ini
pengujian dilakukan bersama sampel utuh. Untuk metoda kromatografi
dipersyaratkan kromatogram harus ditampilkan untuk melihat derajat
selektivitasnya dan kemurnian puncak (gunakan diode array atau mass
spectrofotometry detector ).
Tabel 2.3 Kondisi untuk membuktikan spesifitas terhadap cemaran hasil
degradasi
Degradasi yang dimaksud Kondisi Degradasi
- hidrolisis asam 24 jam dalam HCL 1 N
- hidrolisis basa 24 jam dalam NaOH 1N
- Oksidasi 24 jam dalam larutan H202 10%
- Pemanasan Pemanasan sampel dengan suhu 60 C
- Fotodegradasi 1 jam disinari lampu uv (200-300 nm)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1.1 Alat
a. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi/ HPLC
b. Kolom :
X-Terra RP 18 5 µm (4,6 x 250 mm)
Symmetri C18 5 µm (4,6 x 250 mm)
Sunfire C18 5 µm (4,6 x 250 mm)
c. Labu ukur amber kelas A
d. Pipet volumetrik kelas A
e. Ultrasonic cleaner
3.1.2 Bahan
a. Furosemide baku kerja
b. Tetrahydrofuran No katalog Merck 1.08101.2500
c. Asam asetat glasial No katalog JT Baker 9508-69
d. Acetonitrile No katalog Merck 100030-4000
e. Aquadest
f. Pelarut : Campurkan 22 mL asam asetat glasial dalam campuran
aquadest : acetonitril (50:50) hingga 1000 mL.
g. Fase gerak : Aquades : THF : Asam Asetat glacial
1. (70 : 30 : 1)
2. (61 : 39 : 1)
1,2 mL/menit
3.2.2 Parameter
a. Uji kesesuaian system
b. Presisi
c. Akurasi
d. selektivitas
100−𝐿𝑂𝐷
= x Kadar Furosemide yang dihitung terhadap zat yang telah
100
Injek larutan pembanding 100% sebanyak6 kali pada λ 254 nm dan hitung %
RSD dari hasil perhitungan alat.
Kriteria penerimaan :
3.3.2 Selektivitas
100−𝐿𝑂𝐷
= x Kadar Furosemide yang dihitung terhadap zat yang telah
100
- Pipet 2,0 mL plasebo, masukkan ke dalam labu ukur 20,0 ml. Encerkan
dengan pelarut hingga tanda batas. Kocok hingga homogen.
- Pipet 2,0 mL sampel simulasi, masukkan ke dalam labu ukur 20,0 mL.
Encerkan dengan pelarut hingga tanda batas. Kocok hingga homogen
- Pipet 2,0 mL larutan tersebut, masukkan ke dalam labu ukur 20,0 mL.
Encerkan dengan pelarut hingga tanda batas. Kocok hingga homogen.
- Pipet 100,0 µl H2O2 30 % dan masukkan ke dalam larutan sampel. Kocok
hingga homogen
- Saring dengan membran filter 0,45 µm
- Pipet 2,0 mL sampel simulasi, masukkan ke dalam labu ukur 20,0 mL.
Encerkan dengan pelarut hingga tanda batas. Kocok hingga homogen
- Pipet 2,0 mL larutan tersebut, masukkan ke dalam labu ukur 20,0 mL.
Encerkan dengan pelarut hingga tanda batas. Kocok hingga homogen
- Panaskan larutan sampel tersebut pada suhu 60°C selama 15 menit
> Injek pelarut, larutan plasebo dan larutan pembanding 100 % ke dalam
sistem kromatografi.
> Syarat : respon pelarut dan larutan plasebo ≤ 2,0% pada waktu retensi yang
sama dengan Furosemide
3.3.3 Presisi
- Pipet 2,0 mL sampel simulasi, masukkan ke dalam labu ukur 20,0 mL.
Encerkan dengan pelarut hingga tanda batas. Kocok hingga homogen
- Pipet 2,0 mL larutan tersebut, masukkan ke dalam labu ukur 20,0 mL.
Encerkan dengan pelarut hingga tanda batas. Kocok hingga homogen
- Saring dengan membran filter 0,45 µm
> Lakukan preparasi larutan uji 100% sebanyak 6 kali untuk uji presisi sampel
> Hitung % kadar Furosemide yang diperoleh dengan rumus sebagai berikut :
keterangan
3.3.4 Akurasi
> Lakukan preparasi larutan uji dengan konsentrasi 80%, 100%, dan 120%
sebanyak 3 kali
> Hitung % kadar furosemide yang diperoleh dengan rumus sebagai berikut:
keterangan
Psp = Luas area puncak utama dari kromatogram larutan
uji
Pst = Rata-rata luas area puncak utama dari
kromatogram larutan pembanding
Wst = Berat baku kerja yang ditimbang (mg)
ZA = Kandungan zat aktif per mL ( 10 mg)
Kriteria penerimaan :
Perolehan kembali : 98,0 % – 102,0 %
% RSD : ≤ 2,0 %
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Orientasi
Hal pertama dilakukan sebelum melakukan pengembangan metoda adalah
sebuah Orientasi terhadap metoda yang akan dipakai tersebut. Baik itu dari pemilihan
kolom, Laju alir, dan komposisi eluen yang tepat.
Orientasi ini menggunakan 3 buah kolom yaitu:
1. Symmetri C18 5um (4,6x250mm)
2. Sunfire C18 5um (4,6x250mm)
3. X-Terra Rp18 5um (4,6x250)
Dimana dengan laju alir : 1 ml/menit dan 1,2 ml/menit.
lamda yang digunakan adalah 254 nm dan volume injeksinya sebesar 20 ul.
Komposisi eluen (mL) terdiri dari Aquades, Tetrahidrofuran dan Asam asetat glacial
yang digunakan adalah
Aquades : Tetrahydrofuran : Asam asetat glacial
1. 70 : 30 :1
2. 61 : 39 :1
Sedangkan pelarut yang digunakan adalah encerkan 22 ml asam asetat glacial dalam
campuran Aquades : Acetonitril (50:50) hingga 1000 ml campurkan. Untuk
konsentrasi (ppm) sampel yang digunakan adalah sebesar 100 ppm.
Dari hasil orientasi yang dilakukan dapat (Data terlampir) diambil kesimpulan bahwa
kolom yang dipakai adalah X-Terra Rp18 5um (4,6x250mm) dengan kecepatan 1
ml/menit dengan komposisi eluen Aquades : Tetrahydrofuran : Asam Asetat Glacial
(61:39:1) karena runtime pendek, plate count dan tailing faktor masuk spesifikasi dan
juga tekanan tidak terlalu tinggi dibandingkan dengan kecepatan laju alir 1,2 ml/menit
sekitar (4700psi) dan hampir mendekati ambang batas maksimal tekanan pada pompa
HPLC yaitu 5000psi. Sedangkan eluen dengan komposisi Aquades : Tetrahydrofuran
: Asam asetat glacial (70:30:1) runtime nya menjadi panjang.
Data terlampir pada lampiran 1.
Dimana disebutkan di prosedur Uji Kesesuaian system , kriteria penerimaan untuk Uji
Kesesuaian system adalah Kriteria penerimaan :
Tailing faktor didapatkan nilai sebesar 1.1872 dan juga nilai efisiensinya sebesar
6087.091. Data terlampir pada lampiran 2.
Sedangkan uji kesesuaian system standar Furosemide pada metode spektrofotometer
ditampilkan pada Tabel 4.2 dibawah ini.
Tabel 4.2 Uji kesesuaian system pada Spektrofotometer
No. Sampel Absroban
terdeteksi
1 0,9411
2 0,9426
3 0,9419
4 0,9434
5 0,9412
6 0,9400
Hasil Kriteria penerimaan
Rekoveri rata-rata 0,9417
Standar Deviasi 0,001
Relatif Standar Deviasi (%) 0,1 ≤ 2,0%
Data terlampir pada lampiran 7.
Dari data diatas, Uji Kesesuaian System pada alat HPLC dan Spektrofotometer
menunjukkan hasil yang sama dimana memenuhi syarat %RSD ≤ 2,0%.
4.3 Presisi
Hasil presisi yang didapatkan memenuhi syarat, karena tiap ml larutan furosemide
mengandung 10 mg Furosemide (Exc. 5%). Sedangkan syarat penerimaan antara 90
% - 110%. Kriteria penerimaan : RSD ≤ 2%
Tabel 4.5 Data dan Hasil analisa akurasi Furosemide Injeksi dengan 3 kali
pengulangan
Kriteria penerimaan :
Perolehan kembali : 98,0 % – 102,0 %
% RSD : ≤ 2,0 %
104,541
2. 𝑥 100 % = 99, 023 %
105,059 %
104,110 %
3. 𝑥 100 % = 98, 674 %
105,059 %
Perhitungan 100%
Kriteria penerimaan :
% RSD : ≤ 2,0 %
104,014 %
1. 105,059 % 𝑥 100 % = 99, 005 %
103,737 %
2. 105,059 % 𝑥 100 % = 98, 741 %
104,771 %
3. 105,059 % 𝑥 100 % = 99, 726 %
Perhitungan 120%
Kriteria penerimaan :
% RSD : ≤ 2,0 %
Hasil perhitungan perolehan kembali :
103,941 %
1. 105,059 % 𝑥 100 % = 98,936 %
103,881 %
2. 𝑥 100 % = 98, 878 %
105,059 %
104,098 %
3. 105,059 % 𝑥 100 % = 99, 085 %
Berdasarkan hasil perhitungan diatas, bahwa hasil dari akurasi memenuhi syarat dan
metoda pengujian akurat untuk penetapan kadar Furosemide dalam Furosemide
Injeksi.
Konsentrasi Furosemide
% terhadap zat % teoritis
Hasil yang % terhadap
(tanpa terhadap Absorban
diperoleh ( % ) teoritis ( % )
memperhi- kadar sampel
tungkan exc) diperoleh
80 84,47 0,8155 84,66 100,225
80 84,47 0,8170 84,82 100,414
80 84,47 0,8167 84,79 100,379
100 105,59 1,0168 105,56 99,972
100 105,59 1,0167 105,55 99,962
100 105,59 1,0176 105,65 100,057
120 126,71 1,2205 126,71 100,000
4.5 Selektivitas
Tidak terjadi penurunan spesifik area dan kadar pada larutan sampel
yang memiliki pH 2 dengan sampel yang tidak diubah pH –nya.
Penambahan NaOH sampai pH 12
Terjadi kenaikan sedikit area dan kadar larutan sampel yang memiliki
pH 12 dibandingkan dengan larutan yang tidak diubah pH-nya.
Pemanasan pada suhu 60 C
Tidak terjadi penurunan atau kenaikan area (kadar) pada larutan
sampel yang dipanaskan dibandingkan larutan sampel yang tidak
dipanaskan.
Penambahan H2O2
Tidak terjadi degradasi pada larutan sampel, dimana area sampel
dengan penambahan H2O2 tidak menunjukkan penurunan yang
spesifik dengan tanpa H2O2.
Sedangkan untuk Spektrum Placebo dan pelarut tidak menunjukkan adanya absorban
yang bermakna, yang dapat mempengaruhi absorban Furosemide.
Pada larutan sampel untuk analisis, dilakukan stressed test dan pengamatan pada
kromatogram menunjukkan hasil sebagai berikut :
Metoda analisis tersebut cukup spesifik untuk menentukan kadar Furosemide dalam
Furosemide injeksi, juga dapat digunakan sebagai uji identifikasi Furosemide.
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dari pengembangan metode analisa
obat furosemide injeksi dari Spektrofotometer ke High Performance Liquid
Chromatography (HPLC), maka kolom yang dipakai adalah X-Terra Rp18 5um
(4,6x250mm) dengan kecepatan 1 ml/menit dengan komposisi eluen Aquades :
Tetrahydrofuran : Asam Asetat Glacial (61:39:1). Untuk Uji kesesuaian system puncak
standar furosemide memenuhi syarat. Dimana % RSD 6 kali penyuntikan berulang
adalah sebesar 0,3 dan untuk Tailing faktor didapatkan nilai sebesar 1.1872 dan juga
nilai efisiensinya sebesar 6087.091.
3. Presisi
Hasil pengukuran presisi yang didapatkan memenuhi syarat, karena tiap ml larutan
furosemide mengandung 10 mg Furosemide (Exc. 5%). Sedangkan syarat penerimaan
antara 90 % - 110%. Kriteria penerimaan : RSD ≤2%
4. Akurasi
5. Selektvitas
Dari data yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa Furosemide dengan menggunakan
metode HPLC dapat digunakan dan lebih akurat. Hal ini dapat juga disimpulkan bahwa
HPLC lebih spesifik dimana cemaran organik lebih mudah teridentifikasi dan hasil
kemurniannya lebih mudah juga di identifikasi dibandingkan dengan menggunakan
Spektrofotometer.
5.2 Saran
Penliti berharap keberlanjutan penelitian ini dapat digunakan dan dipakai untuk
menganalisa Furosemide injeksi. Karena metoda pakai HPLC lebih spesifik
dibandingkan dengan menggunakan Spektrofotometer. Karena cemaran organik lebih
DAFTAR PUSTAKA
USP 37, The United States Pharmacopeia 2014, US. Hlm 3103-3104
Chan, C.C., Lam, H., Lee, Y.C. and Zang, X.M. 2004, Analytical Method Validation
and Instrument Performance Verification, John Wiley & Sons, Inc, Canada, pp 21,
109-110
Kealey, D and Haines, P.J., 2002, Instant Notes: Analytical Chemistry, BIOS
Scientific Publishers Limited, New York.
Kenkel, J., 2002, Analytical Chemistry for Technicians, 3th. Edition., CRC Press,
U.S.A.
Snyder, L. R., Kirkland, S.J., and Glajch, J.L., 1997, Practical HPLC Method
Development, John Wiley & Son, New York.
Cserhati, T. And Forgacs, E., 1999, Chromatography in Food science and Technology,
Technomic Publishing, Lancaster, Basel.
USP 36, 2013, <1225> dan <1226> hlm 983-988, <621> hlm 268-275, <1092> hlm
739-741
Gandjar, G.I & Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Belajar.
Yogyakarta