Anda di halaman 1dari 35

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Furosemide merupakan jenis obat yang banyak digunakan oleh para dokter
untuk mengetahui indikasi suatu penyakit. Ditinjau dari khasiat, Produsen berlomba
lomba melakukan inovasi pada setiap produk furosemide sesuai kebutuhan. Oleh
karena itu pengawasan mutu yang menyangkut kandungan furosemide pada produk ini
juga harus ditingkatkan. Untuk mencapai hal ini maka harus dikembangkan metode
penetapan kadar furosemide. Selain itu metode yang digunakan hendaknya memiliki
tingkat kesulitan yang rendah dalam pengerjaannya, cepat dan memberikan hasil yang
akurat.
Kegiatan analisis obat semakin dikenal secara luas dan bahkan mulai dilakukan
secara rutin dengan metode yang sistematis. Hal ini juga didukung oleh perkembangan
yang pesat dari instrument analisis yang mampu mendeteksi kadar obat dalam
konsentrasi yang rendah (mikro atau nanomikro per milliliter) dan cara yang cepat
akurat.
Dari penelitian terdahulu dilakukan dengan menggunakan metode
spektrofotometri karena mengadopsi dari metoda in house yang sedikit diadopsi dari
Farmakope United States Pharmacopeial 36 tahun 2013 halaman 3686 bagian
Identification Furosemide, Namun metoda tersebut diganti ke HPLC dimana metode
tersebut di adopsi dari Farmakope United States Pharmacopeial 37. Karena HPLC
lebih spesifik dibandingkan dengan Spektrofotometer. Cemaran organiknya lebih
mudah teridentifikasi dan hasil kemurniannya lebih mudah di identifikasi
dibandingkan Spektrofotometer. Maka daripada itu dilakukanlah pengembangan
metode analisa dari Spektrofotometer ke HPLC. Sehingga metode tersebut dapat
dipakai yang sesuai dengan literatur terbaru dan diverifikasi dari metoda yang sudah
ada. Selama pakai metoda tersebut hanya boleh diverifikasi dan tidak harus di validasi.
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui keakuratan dari
penetapan kadar furosemide dalam sedian injeksi. Pada verifikasi ini dilakukan 3
parameter yaitu ; Uji kesesuaian system, Presisi, Akurasi dan Selektivitas.

Prodi Teknik Kimia


2

1.2 Perumusan Masalah


1. Bagaimana kondisi optimum penetapan kadar furosemide dalam
menggunakan High Performance Liquid Chromatography fase terbalik
C18
2. Apakah kondisi optimal analisis yang dikembangkan dapat memberikan
data yang valid untuk penetapan kadar furosemide

1.3 Tujuan Penelitian


1. Mengembangkan metode analisis yang optimum untuk penetapan kadar
furosemide secara High Performance Liquid Chromatography fase terbalik
yang lebih selektif dan akurat, sehingga metode tersebut dapat digunakan.
2. Memverifikasi Metoda analisis yang dikembangkan dengan parameter Uji
kesesuaian system, Presisi, Akurasi dan Selektivitas.

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat penelitian ini adalah bagi perusahaan dapat menggunakan metoda
tersebut yang sesuai dengan literatur terbaru, yang akurat sehingga mutu dari produk
terjamin kualitasnya dan juga dapat digunakan sebagai referensi dalam melakukan
analisis furosemide.

1.5 Hipotesa
Berdasarkan perumusan masalah, teori yang ada, tujuan penelitian. Maka
Hipotesa nya adalah metode analisa dengan High Chromatography Liquid
Chromatography mampukah menghasilkan kadar yang akurat dan teliti didalam
sampel Furosemide Injeksi

1.6 Batasan Masalah


Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka dibuat batasan masalah sebagai
berikut :

a. Uji Kesesuaian System c. Akurasi


b. Presisi d. Selektivitas

Prodi Teknik Kimia


3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Furosemide
Fungsi furosemide untuk mengobati gagal jantung disebabkan oleh
kemampuan venodilasi dari obat tersebut. Meningkatnya diameter pembuluh vena
akan mengurangi preload atau cairan yang kembali ke jantung. Hal ini akan
menyebabkan berkurangnya beban kerja jantung sehingga menyebabkan perbaikian
simptomatik terhadap kondisi pasien.
Namun, selain kegunaan-kegunaan yang telah disebutkan diatas, obat yang
paling terkenal dengan nama dagang Lasix ini juga memiliki beberapa efek samping.
Efek samping paling berbahaya adalah meningkatkan toksisitas obat digitalis pada
pasien dalam keadaan hipokalemia. Furosemide juga dapat menyebaban kelainan
metabolik berupa alkalosis metabolik, alkalosis metabolik ini disebabkan keadaan
hipokloremia dan hipokalemi yang dihubunkan dengan penggunaan obat ini. Oleh
karna itu, selama pemberian obat ini sangat disarankan kepada dokter unuk memonitor
level ion di dalam tubuh. Furosemide ini juga dihubungkan dengan kerusakan telinga
dalam. Kerusakan telinga dalam ini disebabkan oleh sifat ototoksik furosemide.
Namun, kejadian kerusakan teling dalam ini jarang terjadi.
Umumnya, furosemide dikonsumsi secara oral, namun terdapat juga sediaan
intravena dan intramuskular. Selain lasix, ada beberapa merek dagang yang cukup
populer seperti aisemide dan jug rosemid. 60%-90% dari obat ini diekskresikan oleh
urin dan 13-18% ini diekskresikan oleh feses dan empedu. Penggunaan obat ini harus
dipertimbangkan secara matang pada ibu hamil/menyusui dan dibutuhkan pengawasan
karena belum ada riset skala besar menunjukan efek samping furosemide terhadap bayi
yang akan lahir.
Melihat bahwa banyak sekali manfaat obat ini dan juga efek samping yang
harus diperhatikan. Maka, sebagai dokter umum kita harus mengetahui dengan pasti
kapan menggunakan obat bergolongan diuretik ini. Tidak berlebihan kalau dikatakan
bahwa furosemide adalah sahabat karib dokter.

Prodi Teknik Kimia


4

Struktur kimia Furosemide / Furosemid / Furosemida ditampilkan pada gambar 2.1

Gambar 2.1
Sumber : Obat Drug Information
Bobot Molekul /BM : 330,74
Komposisi : C (43,58%), H (3,35%), Cl (10,72%), N (8,47%), O
(24,19%), S (9,69%)
Jumlah Atom : 32
Melting point / titik lebur : 206 C
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dan dalamklroform, larut
dalam 75 bagian etanol (95%); dan dalam 850 bagian
eter; larut dalam larutan alkali hidroksida.
Pemerian : Serbuk hablur; putih, hampir putih; tidak berbau;
hampir tidak berasa

2.2 High Performance Liquid Chromatography (HPLC)


HPLC adalah alat yang sangat bermanfaat dalam analisis. Prinsip dasar dari
HPLC adalah memisahkan setiap komponen dalam sample untuk selanjutnya
diidentifikasi (kualitatif) dan dihitung berapa konsentrasi dari masing-masing
komponen tersebut (kuantitatif). Sebetulnya hanya ada dua hal utama yang menjadi
krusial point dalam metode HPLC. Yang pertama adalah proses separasi/pemisahan
dan yang kedua adalah proses identifikasi. Dua hal ini mejadi faktor yang sangat
penting dalam keberhasilan proses analisa.

Prodi Teknik Kimia


5

Aplikasi analisis HPLC adalah untuk penentuan kualitatif dan penentuan


kuantitatif :
A. Penentuan Kualitatif
HPLC digunakan untuk analisa kualitatif didasarkan pada waktu retensi untuk
identifikasi. Identifikasi dapat diandalkan apabila waktu retensi sampel dibandingkan
dengan larutan standar.

B. Penentuan Kuantitatif
Beberapa hal yang harus diperhatikan agar HPLC dapat dipergunakan untuk
penentuan secara kuantitatif adalah:

 Parameter percobaan sama antara standar dan sampel


 Penentuan berdasarkan waktu retensi sampel dan standar yang
sama
 Penentuan kadar dilakukan berdasarkan hubungan (korelasi)
dengan menggunakan larutan standar seri pada waktu retensi
tertentu.
 Berdasarkan area kromatogram
 Berdasarkan tinggi puncak kromatogram
Hasil analisa HPLC diperoleh dalam bentuk signal kromatogram. Dalam
kromatogram akan terdapat peak-peak yang menggambarkan banyaknya jenis
komponen dalam sample.

Sample yang mengandung banyak komponen didalamnya akan mempunyai


kromatogram dengan banyak peak. Bahkan tak jarang antar peak saling bertumpuk
(overlap). Hal ini akan menyulitkan dalam identifikasi dan perhitungan konsentrasi.
Oleh karena itu biasanya untuk sample jenis ini dilakukan tahapan preparasi sample
yang lebih rumit agar sample yang siap diinjeksikan ke HPLC sudah cukup bersih dari
impuritis. Sample farmasi biasanya jauh lebih mudah karena sedikit mengandung
komponen selain zat aktif. Sample ini umumnya hanya melalui proses pelarutan saja.
2.3 Verifikasi

Prodi Teknik Kimia


6

verifikasi adalah konfirmasi, melalui penyediaan bukti objektif, bahwa


persyaratan yang ditentukan telah dipenuhi. (standar ISO/IEC 17025:2005). Verifikasi
sebuah metode bermaksud untuk membuktikan bahwa laboratorium yang
bersangkutan mampu melakukan pengujian dengan metode tersebut dengan hasil yang
valid. Disamping itu verifikasi juga bertujuan untuk membuktikan bahwa laboratorium
memiliki data kinerja.
Verifikasi metoda analisis dilakukan terhadap prosedur yang mengacu pada
farmakope yang berlaku dimana tidak terdapat perubahan metoda atau perubahan pada
metode masih berada dalam rentang variasi maksimum sebagai berikut :
Tabel 2.1 variasi perubahan metoda pada verifikasi/validasi.
No Alat Kondisi yang dapat Variasi
disesuaikan
1. HPLC pH fase gerak ± 0,2
Konsentrasi garam pada ± 10% (catatan : pH masih
Buffer dalam fase gerak memenuhi syarat)
Panjang gelombang ± 3 nm
Diameter pada bagian Dapat disesuaikan (lihat rumus laju
dalam kolom alir)
Ukuran partikel kolom Dapat dikurangi hingga 50% tetapi
tidak dapat dinaikkan
Rasio Komponen dalam ± 30 % relatif untuk komponen
fase gerak minor dalam fase gerak (50% atau
kurang)
Panjang kolom ± 70 %
Laju alir ± 50% Jika dimensi kolom
dimodifikasi, maka laju alir
disesuaikan sbb:

𝑑22
𝐹2 = 𝐹1
𝑑12
𝐹1 Laju alir yang
tercantum dalam
monografi
𝐹2 Laju alir yang
disesuaikan
𝑑22 Diamater kolom
yang digunakan
2
𝑑1 Diameter kolom
yang tercantum
dalam monograf
Volume injeksi Volume injeksi dapat diperkecil,
namun tidak dapat diperbesar
Suhu Kolom ± 10%
Parameter verifikasi Metode Analisis

Prodi Teknik Kimia


7

Ada 4 tahapan dalam verifikasi metode analisa yaitu :


a. Uji kesesuaian system
Uji kesesuaian system merupakan bagian integral dari metoda kromatografi
gas dan kromatografi cair kinerja tinggi. Uji ini digunakan untuk memverifikasi bahwa
resolusi dan reprodusibiltas system kromatografi tersebut mampu untuk melakukan
analisis. Uji ini berdasarkan konsep bahwa seluruh peralatan, instrumen elektronik,
pelaksanaan analisis dan sampel yang akan diuji merupakan suatu system yang integral
yang dapat dievaluasi yaitu antara lain :
- Resolusi, merupakan symbol untuk efisiensi kolom (N, jumlah lempeng
teoritis, number of theoretical plates)
Efisiensi kolom adalah pengukuran ketajaman puncak
- Simpangan baku relatif. Kecuali dinyatakan lain dalam masing-masing
monograf, untuk syarat RSD ≤ 2,0% diperlukan data dari 5 kali penyuntikan,
sedang untuk syarat RSD ≥ 2,0% diperlukan data dari 6 kali penyuntikan.
- Faktor ikutan (Tailing fakto,T) mengukur simetri puncak.

 Resolusi / pemisahan dua puncak


Merupakan efisiensi pemisahan puncak dari 2 kromatogram dari suatu campuran
atau puncak lain yang kemungkinan berpengaruh, yang berasal dari zat yang
diperiksa seperti : impurity, excipient, “degradation product” atau “internal
standard”

2(𝑡2 − 𝑡1)
𝑅𝑆 =
𝑊1 + 𝑊2
t1 : waktu retensi komponen 1
t2 : waktu retensi komponen 2
W1 : lebar puncak komponen 1 diukur dengan jalan ekstrapolasi sisi puncak yang
berupa garis yang relatif lurus sampai garis dasar
W2 : lebar puncak komponen 2 diukur dengan jalan ekstrapolasi sisi puncak yang
berupa garis yang relatif lurus sampai garis dasar

 Faktor ikutan (tailing factor)

Prodi Teknik Kimia


8

Faktor ikutan harus lebih kecil dari 2,0


𝑊0,05
𝑇=
2𝑓
W0,05 : lebar puncak pada 5% tinggi
F : jarak maksimum puncak sanpai tepi muka puncak, diukur pada titik
dengan ketinggian 5% dari tinggi puncak terhadap garis dasar

 Lempeng teoritis (theoritical plate)


Merupakan efisiensi kolom, secara umum harus lebih besar dari 2000
𝑡
𝑁 = 5,54[ ]

𝑊2

W h/2 = Lebar puncak pada setengah tinggi

b. Akurasi
Akurasi adalah ukuran yang menunjukkkan derajat kedekatan hasil analisis
dengan kadar analit yang sebenarnya. Akurasi dinyatakan sebagai persen perolehan
kembali analit yang ditambahkan. Kecermatan hasil analisis sangat tergantung pada
sebaran galat sismetematik di dalam keseluruhan tahapan analisis. Oleh karena itu
untuk mencapai kecermatan yang tinggi hanya dapat dilakukan dengan cara
mengurangi galat sistematik tersebut seperti menggunakan peralatan yang telah
dikalibrasi, menggunakan pereaksi dan pelarut yang baik, pengontrolan suhu, dan
pelaksanaannya yang cermat, taat asas sesuai prosedur (Gandjar, 2007).
Akurasi didefinisikan sebagai tingkat kedekatan hasil pengujian dengan
metoda yang sedang divalidasi atau diverifikasi terhadap nilai sebenarnya atau nilai
yang dinyatakan benar.

Pengujian :

Akurasi ditentukan sebagai persen perolehan kembali (recovery)

a. Analisis kadar analit dengan metoda yang diverifikasi terhadap sampel yang
telah diketahui kemurniannya. (misal baku pembanding sekunder)

Prodi Teknik Kimia


9

b. Analisis kadar analit yang ditambahkan kedalam matriks sampel yang


dianalisis (placebo)  spiked method. Metoda analisis ini akan digunakan
untuk penetapan kadar bahan baku berkhasiat / cemaran dalam produk obat
c. Jika placebo tidak tersedia, maka akurasi dinyatakan sebagai persen perolehan
kembali kadar analit yang ditambahkan pada produk jadi yang telah diketahui
kadarnya  standar addition method. Metoda analisis ini digunakan untuk
penetapan kadar bahan baku berkhasiat dalam bahan baku berkhasiat/cemaran
dalam produk obat
d. Membandingkan hasil kadar analit dengan metoda yang divalidasi terhadap
hasil analisis analit dengan metoda yang baku / valid (akurasi metoda analisis
yang valid ini telah diketahui ) cara grafik. Metoda ini digunakan untuk
penetapan kadar bahan baku berkhasiat dalam bahan baku berkhasiat, produk
obat dan penetapan kadar cemaran.
e. Menambahkan cemaran dalam jumlah tertentu ke dalam bahan baku
berkhasiat/produk obat. Metoda analisis ini akan digunakan untuk penetapan
kadar cemaran dalam bahan baku berkhasiat dan produk obat

Penentuan akurasi dilakukan dengan menggunakan minimal 9 kali pengukuran


dari minimal 3 konsentrasi larutan dalam rentang pengujian metoda analisis
tersebut ditampilkan pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Kriteria Penerimaan Akurasi

Jenis Uji Level Rentang Kriteria


Konsentrasi
Penetapan kadar 3 dengan 3 kali 80, 100, ± 2% (98,0-102,0%) rata-
bahan baku atau pengujian 120% rata untuk setiap sampel
sediaan jadi
Disolusi 3 dengan 3 kali 20 – 30% ±5% (95,0-105,0%) rata-
pengujian 50 – 80% rata untuk setiap sampel
100 – 130%
Cemaran 1 dengan 3 kali LOQ-1% ±20 % (60-120,0%) rata-
pengujian (kadar analit) rata untuk setiap sampel
Cleaning 3 dengan 3 kali LOQ-20 kali ±50% (50,0-150,0%) rata-
Validation pengujian LOQ rata untuk setiap sampel

Prodi Teknik Kimia


10

c. Presisi
Presisi adalah tingkat kesesuaian system diantara hasil individual jika prosedur
dilakukan berulang kali terhadap sampel ganda atau beberapa golongan yang
homogen.
Penentuan presisi umumnya mencakup pemeriksaan :
a. Keberulangan (Repeatability)
Keberulangan adalah kemampuan metoda untuk memberikan hasil analisis
yang sama untuk beberapa sampel yang kadarnya sama. Penetapan dilakukan
oleh satu orang analis pada waktu tertentu terhadap beberapa sampel yang
sama.
Keberulangan diukur terhadap minimum 6 jenis sampel dengan konsentrasi
sama 100% dari konsentrasi aktual atau 3 jenis sampel dengan konsentrasi 80,
100 dan 120% dari aktual atau 3 jenis sampel dengan konsentrasi 80, 100, dan
120% dari konsentrasi aktual yang diukur masing-masing sebanyak 3 kali.
b. Presisi antara (Intermediate precision)
Dilakukan dengan cara mengulang pemeriksaan tersebut dengan menggunakan
ala t yang berbeda (inter day precision), tenaga analis yang berbeda dsb. Nama
lain presisi antara adalah “Ruggesdness’’. Presisi antara tidak perlu dilakukan
jika kajian reproducibilitas telah dilakukan.

c. Reprodusibilitas (Reproducibility)
Dinyatakan sebagai presisi yang diperoleh dari hasil pengukuran pada
laboratorium yang berbeda, agar diketahui pngaruh lingkungan yang berbeda
terhadap kinerja metoda analisis.

Karena parameter yang dipakai untuk verifikasi hanya Presisi keberulangan, jadi
presisi antara dan Reprodusibilitas tidak perlu dikerjakan.

d. Selektivitas (Spesifisitas)
Selektivitas atau spesifisitas suatu metode adalah kemampuannya yang hanya
mengukur zat tertentu saja secara cermat dan seksama dengan adanya komponen lain
yang mungkin ada dalam matriks sampel. Selektivitas seringkali dapat dinyatakan

Prodi Teknik Kimia


11

sebagai derajat penyimpangan (degree of bias) metode yang dilakukan terhadap


sampel yang mengandung bahan yang ditambahkan berupa cemaran, hasil urai,
senyawa sejenis, senyawa asing lainnya, dan dibandingkan terhadap hasil analisis
sampel yang tidak mengandung bahan lain yang ditambahkan. Penyimpangan hasil
jika ada merupakan selisih dari hasil uji keduanya. Jika cemaran dan hasil urai tidak
dapat diidentifikasi atau tidak dapat diperoleh, maka selektivitas dapat ditunjukkan
dengan cara menganalisis sampel yang mengandung cemaran atau hasil uji urai dengan
metode yang hendak diuji lalu dibandingkan dengan metode lain untuk pengujian
kemurnian seperti kromatografi, analisis kelarutan fase. Derajat kesesuaian kedua hasil
analisis tersebut merupakan ukuran selektivitas (Riyadi, 2009)
Selektivitas atau Spesifitas adalah kemampuan untuk menguji secara tegas
analit yang dimaksud dengan adanya komponen lain atau diperkirakan ada seperti
pengotor, hasil degradasi dan komponen matriks.

Pengujian :

a. Untuk identifikasi
Metode harus mampu menyeleksi senyawa-senyawa yang ada dalam sampel
yang berkaitan dengan struktur molekulnya. Dapat dibuktikan dengan hasil
positif (atau dibandingkan dengan acuan standar yang diketahui) dari sampel
yang mengandung analit dan digabung dengan hasil negatif dari sampel yang
tidak mengandung analit.

b. Untuk penetapan pencemaran


Dilakukan dengan menguji sampel yang ditambahkan sejumlah tertentu
cemaran atau hasil urai dan terlihat dengan nyata cemaran itu dapat ditetapkan
secara akurat dan presisi yang memadai.
c. Untuk penetapan kadar
Dinyatakan dengan jelas bahwa prosedur tidak dipengaruhi oleh adanya
cemaran atau matriks. Dalam praktek dapat dilakukan dengan cara menguji
sampel yang ditambahkan sejumlah tertentu cemaran atau matriks dan terlihat
nyata bahwa prosedur tidak dipengaruhi oleh komponen asing tersebut.

Prodi Teknik Kimia


12

Jika cemaran tidak tersedia maka sampel yang diuji harus diperlakukan
sebelumnya dengan menyimpan sampel dalam kondisi “ stress’’ yang relevan
(cahaya, panas, kelembaban, hidrolisis asam/basa oksidasi). Dalam kasus ini
pengujian dilakukan bersama sampel utuh. Untuk metoda kromatografi
dipersyaratkan kromatogram harus ditampilkan untuk melihat derajat
selektivitasnya dan kemurnian puncak (gunakan diode array atau mass
spectrofotometry detector ).
Tabel 2.3 Kondisi untuk membuktikan spesifitas terhadap cemaran hasil
degradasi
Degradasi yang dimaksud Kondisi Degradasi
- hidrolisis asam 24 jam dalam HCL 1 N
- hidrolisis basa 24 jam dalam NaOH 1N
- Oksidasi 24 jam dalam larutan H202 10%
- Pemanasan Pemanasan sampel dengan suhu 60 C
- Fotodegradasi 1 jam disinari lampu uv (200-300 nm)

Prodi Teknik Kimia


13

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat
a. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi/ HPLC
b. Kolom :
X-Terra RP 18 5 µm (4,6 x 250 mm)
Symmetri C18 5 µm (4,6 x 250 mm)
Sunfire C18 5 µm (4,6 x 250 mm)
c. Labu ukur amber kelas A
d. Pipet volumetrik kelas A
e. Ultrasonic cleaner
3.1.2 Bahan
a. Furosemide baku kerja
b. Tetrahydrofuran No katalog Merck 1.08101.2500
c. Asam asetat glasial No katalog JT Baker 9508-69
d. Acetonitrile No katalog Merck 100030-4000
e. Aquadest
f. Pelarut : Campurkan 22 mL asam asetat glasial dalam campuran
aquadest : acetonitril (50:50) hingga 1000 mL.
g. Fase gerak : Aquades : THF : Asam Asetat glacial
1. (70 : 30 : 1)
2. (61 : 39 : 1)

3.2 Variabel dan Parameter


3.2.1 Variabel
a. penggunaan kolom : symmetry C 18 5 um (4.6x 250 mm)

Sunfire C 18 5 Um ( 4.6 x 250 mm)

X terra rp 18 5 um ( 4.6x 250 mm)

Prodi Teknik Kimia


14

b. Eluen ; aquadest : THF : Asam asetat Glasial ( 70:30 :1)

aquadest : THF : Asam asetat Glasial ( 69:39 :1)

c. Laju alir : 1,0 mL/menit

1,2 mL/menit

3.2.2 Parameter
a. Uji kesesuaian system

b. Presisi

c. Akurasi

d. selektivitas

3.3 Prosedur Percobaan


3.3.1 Uji kesesuaian system

Larutan pembanding 100%


- Timbang dengan seksama Furosemide baku kerja setara dengan 20,0 mg
Furosemide aktif, masukkan ke dalam labu ukur 20mL.
100
𝑊𝑠𝑡 = 20𝑥
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐹𝑢𝑟𝑜𝑠𝑒𝑚𝑖𝑑𝑒 𝑏𝑎𝑘𝑢 𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎 𝑎𝑘𝑡𝑖𝑓 ∗

Kadar Furosemide baku kerja aktif ∗

100−𝐿𝑂𝐷
= x Kadar Furosemide yang dihitung terhadap zat yang telah
100

dikeringkan,spesifikasi (98,0% - 101,0%),LOD ≤1,0%

- Tambahkan 10mL pelarut, larutkan dengan ulltrasonik selama 5


menit,encerkan dengan pelarut hingga tanda batas. Kocok hingga
homogen
- Pipet 2mL larutan tersebut,masukkan kedalam labu ukur 20,0mL.
Encerkan dengan pelarut hingga tanda batas. Kocok hingga homogen.
(100ppm)
- Saring dengan filter 0,45µm

Prodi Teknik Kimia


15

Injek larutan pembanding 100% sebanyak6 kali pada λ 254 nm dan hitung %
RSD dari hasil perhitungan alat.

Kriteria penerimaan :

% RSD 6 kali penyuntikan berulang ≤ 2,0%


Faktor ikutan ≤ 2,0
Efisiensi kolom ≥ 1000

3.3.2 Selektivitas

> Larutan pembanding 100%

- Timbang dengan seksama Furosemide baku kerja setara dengan 20,0 mg


Furosemide aktif, masukkan ke dalam labu ukur 20mL.
100
𝑊𝑠𝑡 = 20𝑥
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐹𝑢𝑟𝑜𝑠𝑒𝑚𝑖𝑑𝑒 𝑏𝑎𝑘𝑢 𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎 𝑎𝑘𝑡𝑖𝑓 ∗

Kadar Furosemide baku kerja aktif ∗

100−𝐿𝑂𝐷
= x Kadar Furosemide yang dihitung terhadap zat yang telah
100

dikeringkan,spesifikasi (98,0% - 101,0%),LOD ≤1,0%

- Tambahkan 10mL pelarut, larutkan dengan ulltrasonik selama 5


menit,encerkan dengan pelarut hingga tanda batas. Kocok hingga
homogen
- Pipet 2mL larutan tersebut,masukkan kedalam labu ukur 20,0mL.
Encerkan dengan pelarut hingga tanda batas. Kocok hingga homogen.
(100ppm)
- Saring dengan filter 0,45µm

> pembuatan larutan plasebo

- Pipet 2,0 mL plasebo, masukkan ke dalam labu ukur 20,0 ml. Encerkan
dengan pelarut hingga tanda batas. Kocok hingga homogen.

Prodi Teknik Kimia


16

- Pipet 2,0ml larutan tersebut, masukkan kedalamlabu 20,0ml. Encerkan


dengan pelarut hingga tanda batas. Kocok hingga homogen.
- Saring dengan filter 0,45µm

> Pembuatan larutan uji dengan penambahan HCL 1N hingga pH 2


- Pipet 2,0 mL sampel simulasi, masukkan ke dalam labu ukur 20,0 mL.
Encerkan dengan pelarut hingga tanda batas. Kocok hingga homogen
- Pipet 2,0 mL larutan tersebut, masukkan ke dalam labu ukur 20,0 mL.
Encerkan dengan pelarut hingga tanda batas. Kocok hingga homogen
- Adjust pH larutan dengan menggunakan HCl 1 N hingga pH 2.
- Saring dengan membran filter 0,45 µm

> Pembuatan larutan uji dengan penambahan NaOH 1 N hingga pH 12


- Pipet 2,0 mL larutan tersebut, masukkan ke dalam labu ukur 20,0 mL.
Encerkan dengan pelarut hingga tanda batas. Kocok hingga homogen
- Pipet 2,0 mL sampel simulasi, masukkan ke dalam labu ukur 20,0 mL.
Encerkan dengan pelarut hingga tanda batas. Kocok hingga homogen
- Adjust pH larutan dengan menggunakan NaOH 1 N hingga pH 12.
- Saring dengan membran filter 0,45 µm

> Pembuatan larutan uji dengan penambahan H2O2 30 %

- Pipet 2,0 mL sampel simulasi, masukkan ke dalam labu ukur 20,0 mL.
Encerkan dengan pelarut hingga tanda batas. Kocok hingga homogen
- Pipet 2,0 mL larutan tersebut, masukkan ke dalam labu ukur 20,0 mL.
Encerkan dengan pelarut hingga tanda batas. Kocok hingga homogen.
- Pipet 100,0 µl H2O2 30 % dan masukkan ke dalam larutan sampel. Kocok
hingga homogen
- Saring dengan membran filter 0,45 µm

Prodi Teknik Kimia


17

> Pembuatan larutan uji dengan pemanasan pada suhu 60°C

- Pipet 2,0 mL sampel simulasi, masukkan ke dalam labu ukur 20,0 mL.
Encerkan dengan pelarut hingga tanda batas. Kocok hingga homogen
- Pipet 2,0 mL larutan tersebut, masukkan ke dalam labu ukur 20,0 mL.
Encerkan dengan pelarut hingga tanda batas. Kocok hingga homogen
- Panaskan larutan sampel tersebut pada suhu 60°C selama 15 menit

> Injek pelarut, larutan plasebo dan larutan pembanding 100 % ke dalam
sistem kromatografi.

> Syarat : respon pelarut dan larutan plasebo ≤ 2,0% pada waktu retensi yang
sama dengan Furosemide

> Injek larutan sampel dengan penambahan HCl 1 N hingga pH 2, NaOH 1 N


hingga pH 12, 100,0 µl H2O2 30 % dan pemanasan pada suhu 60°C. Amati
kromatogram sampel dan bandingkan dengan kromatogram sampel tanpa
perlakuan

3.3.3 Presisi

- Pipet 2,0 mL sampel simulasi, masukkan ke dalam labu ukur 20,0 mL.
Encerkan dengan pelarut hingga tanda batas. Kocok hingga homogen
- Pipet 2,0 mL larutan tersebut, masukkan ke dalam labu ukur 20,0 mL.
Encerkan dengan pelarut hingga tanda batas. Kocok hingga homogen
- Saring dengan membran filter 0,45 µm
> Lakukan preparasi larutan uji 100% sebanyak 6 kali untuk uji presisi sampel

> Hitung % kadar Furosemide yang diperoleh dengan rumus sebagai berikut :

Psp Wst 2 kadar baku kerja aktif 20 20


× × × × × × 100
Pst 20 20 100 2 V × ZA

keterangan

Prodi Teknik Kimia


18

Psp = Luas area puncak utama dari kromatogram larutan


uji
Pst = Rata-rata luas area puncak utama dari
kromatogram larutan pembanding
Wst = Berat baku kerja yang ditimbang (mg)
ZA = Kandungan zat aktif per mL ( 10 mg)

Hitung %RSD dari 6 kali preparasi


Kriteria penerimaan :
% RSD : ≤ 2,0 %

3.3.4 Akurasi

> Larutan uji 80%

- Pipet 2,0ml sampel simulasi, masukkan kedalam labu ukur 20,0ml.encerkan


dengan pelarut hingga tanda batas.kocok hingga homogen
- pipet 2,0ml larutan tersebut,masukkan kedalam labu ukur 25ml.encerkan
dengan pelarut hingga tanda batas. Kocok hingga homogen
- Saring dengan membrane filter 0,45 µm.

> Larutan uji 100%

- Pipet 2,0ml sampel simulasi,masukkan kedalam labu ukur 20,0ml. Encerkan


dengan pelarut hingga tanda batas. Kocok hingga homogen.
- pipet 2,0ml larutan tersebut,masukkan kedalam labu ukur 20ml. Encerkan
dengan pelarut hingga tanda batas.kocok hingga homogen.
- saring dengan membrane filter 0,45 µm

> Larutan uji 120%

- Pipet 2,0ml sampel simulasi,masukkan ke dalam labu ukur 20ml. Encerkan


dengan pelarut hingga tanda batas. Kocok hingga homogen.

Prodi Teknik Kimia


19

- Pipet 3,0ml larutan tersebut,masukkan ke dalam labu ukur 25ml. Encerkan


dengan pelarut hingga tanda batas. Kocok hingga homogen.
- saring dengan membrane filter 0,45 µm

> Lakukan preparasi larutan uji dengan konsentrasi 80%, 100%, dan 120%
sebanyak 3 kali

> Hitung % kadar furosemide yang diperoleh dengan rumus sebagai berikut:

% kadar furosemide pada akurasi 80% :

Psp Wst 2 kadar baku kerja aktif 25 20


× × × × × × 100
Pst 20 20 100 2 V × ZA

% kadar furosemide pada akurasi 100% :

Psp Wst 2 kadar baku kerja aktif 20 20


× × × × × × 100
Pst 20 20 100 2 V × ZA

% kadar furosemide pada akurasi 120 :

Psp Wst 2 kadar baku kerja aktif 25 20


× × × × × × 100
Pst 20 20 100 3 V × ZA

keterangan
Psp = Luas area puncak utama dari kromatogram larutan
uji
Pst = Rata-rata luas area puncak utama dari
kromatogram larutan pembanding
Wst = Berat baku kerja yang ditimbang (mg)
ZA = Kandungan zat aktif per mL ( 10 mg)

Prodi Teknik Kimia


20

> Hitung perolehan kembali dengan rumus sebagai berikut :

𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ 𝑘𝑒𝑚𝑏𝑎𝑙𝑖 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑎𝑘𝑢𝑟𝑎𝑠𝑖(%)


𝑥 100%
𝑅𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑝𝑟𝑒𝑠𝑖𝑠𝑖 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙(%)

Kriteria penerimaan :
Perolehan kembali : 98,0 % – 102,0 %
% RSD : ≤ 2,0 %

Prodi Teknik Kimia


21

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Metode pengujian yang tercantum dalam farmakope tidak perlu di validasi


ulang, melainkan dilakukan pembuktian (verifikasi) kesesuaian metoda tersebut pada
kondisi pengujian di laboratorium pengujiannya.
Pada metoda kompedial dilakukan verifikasi. Pada metode kompedial tidak
perlu dilakukan validasi lengkap. Parameter yang dipakai untuk verifikasi metode
analisis antara lain:
a. Uji kesesuaian system
b. Uji Presisi (Repeatabilitas)
c. Uji Presisi Uji Akurasi
d. Spesifitas / Selektivitas

4.1 Orientasi
Hal pertama dilakukan sebelum melakukan pengembangan metoda adalah
sebuah Orientasi terhadap metoda yang akan dipakai tersebut. Baik itu dari pemilihan
kolom, Laju alir, dan komposisi eluen yang tepat.
Orientasi ini menggunakan 3 buah kolom yaitu:
1. Symmetri C18 5um (4,6x250mm)
2. Sunfire C18 5um (4,6x250mm)
3. X-Terra Rp18 5um (4,6x250)
Dimana dengan laju alir : 1 ml/menit dan 1,2 ml/menit.
lamda yang digunakan adalah 254 nm dan volume injeksinya sebesar 20 ul.
Komposisi eluen (mL) terdiri dari Aquades, Tetrahidrofuran dan Asam asetat glacial
yang digunakan adalah
Aquades : Tetrahydrofuran : Asam asetat glacial
1. 70 : 30 :1
2. 61 : 39 :1
Sedangkan pelarut yang digunakan adalah encerkan 22 ml asam asetat glacial dalam
campuran Aquades : Acetonitril (50:50) hingga 1000 ml campurkan. Untuk
konsentrasi (ppm) sampel yang digunakan adalah sebesar 100 ppm.

Prodi Teknik Kimia


22

Dari hasil orientasi yang dilakukan dapat (Data terlampir) diambil kesimpulan bahwa
kolom yang dipakai adalah X-Terra Rp18 5um (4,6x250mm) dengan kecepatan 1
ml/menit dengan komposisi eluen Aquades : Tetrahydrofuran : Asam Asetat Glacial
(61:39:1) karena runtime pendek, plate count dan tailing faktor masuk spesifikasi dan
juga tekanan tidak terlalu tinggi dibandingkan dengan kecepatan laju alir 1,2 ml/menit
sekitar (4700psi) dan hampir mendekati ambang batas maksimal tekanan pada pompa
HPLC yaitu 5000psi. Sedangkan eluen dengan komposisi Aquades : Tetrahydrofuran
: Asam asetat glacial (70:30:1) runtime nya menjadi panjang.
Data terlampir pada lampiran 1.

4.2 Uji Kesesuaian System


Tabel 4.1. Data uji kesesuaian system Furosemide
No Nama Sampel Area Konsentrasi
1 STD Furosemide 2589305 100.000
2 STD Furosemide 2593696 100.000
3 STD Furosemide 2593427 100.000
4 STD Furosemide 2607886 100.000
5 STD Furosemide 2598656 100.000
6 STD Furosemide 2603233 100.000
Rata-rata 2597700
Std. Deviasi 6929
%RSD 0,3

Dimana disebutkan di prosedur Uji Kesesuaian system , kriteria penerimaan untuk Uji
Kesesuaian system adalah Kriteria penerimaan :

% RSD 6 kali penyuntikan berulang ≤ 2,0%


Faktor ikutan ≤ 2,0
Efisiensi kolom ≥ 1000
Dari data diatas dan data terlampir, bahwa puncak standar furosemide memenuhi
syarat. Dimana % RSD 6 kali penyuntikan berulang adalah sebesar 0,3 dan untuk

Prodi Teknik Kimia


23

Tailing faktor didapatkan nilai sebesar 1.1872 dan juga nilai efisiensinya sebesar
6087.091. Data terlampir pada lampiran 2.
Sedangkan uji kesesuaian system standar Furosemide pada metode spektrofotometer
ditampilkan pada Tabel 4.2 dibawah ini.
Tabel 4.2 Uji kesesuaian system pada Spektrofotometer
No. Sampel Absroban
terdeteksi
1 0,9411
2 0,9426
3 0,9419
4 0,9434
5 0,9412
6 0,9400
Hasil Kriteria penerimaan
Rekoveri rata-rata 0,9417
Standar Deviasi 0,001
Relatif Standar Deviasi (%) 0,1 ≤ 2,0%
Data terlampir pada lampiran 7.
Dari data diatas, Uji Kesesuaian System pada alat HPLC dan Spektrofotometer
menunjukkan hasil yang sama dimana memenuhi syarat %RSD ≤ 2,0%.
4.3 Presisi

Tabel 4.3. Data presisi Furosemide injeksi


No Nama Sampel Area Konsentrasi Konsentrasi
di alat setelah
dihitung
1 Presisi Furosemide 2738392 105.416 105.590
2 Presisi Furosemide 2717240 104.602 104,773
3 Presisi Furosemide 2724424 104.878 105.050
4 Presisi Furosemide 2692389 103.645 103.815
5 Presisi Furosemide 2737348 105.376 105.549
6 Presisi Furosemide 2738112 105.405 105.578
Rata-rata 104,887 105,059
Std. Deviasi 0,694 0,696
%RSD 0,7 0,7

Perhitungan hasil presisi adalah sebagai berikut :

Prodi Teknik Kimia


24

Psp Wst 2 kadar baku kerja aktif 20 20


× × × × × × 100
Pst 20 20 100 2 V × ZA

2738392 20,4 2 98,2% 20 20


1. × × × × × × 100 = 105,589%
2597700 20 20 100 2 2 × 10

2717240 20,4 2 98,2% 20 20


2. × × × × × × 100 = 104,773%
2597700 20 20 100 2 2 × 10

2724424 20,4 2 98,2% 20 20


3. × × × × × × 100 = 105,050%
2597700 20 20 100 2 2 × 10

2692389 20,4 2 98,2% 20 20


4. × × × × × × 100 = 103,815%
2597700 20 20 100 2 2 × 10

2737348 20,4 2 98,2% 20 20


5. × × × × × × 100 = 105,549%
2597700 20 20 100 2 2 × 10

2738112 20,4 2 98,2% 20 20


6. × × × × × × 100 = 105,578%
2597700 20 20 100 2 2 × 10

Hasil presisi yang didapatkan memenuhi syarat, karena tiap ml larutan furosemide
mengandung 10 mg Furosemide (Exc. 5%). Sedangkan syarat penerimaan antara 90
% - 110%. Kriteria penerimaan : RSD ≤ 2%

Catt : data terlampir pada lampiran 3.

Sedangkan hasil presisi pada Furosemide injeksi metoda Spektrofotometri larutan


sampel Furosemide injeksi untuk membuktikan hasil yang menunjukkan keberulangan
sangat baik, yaitu hasil 10 kali pengujian menunjukkan RSD = 0,1257% dibandingkan
dengan kriteria penerimaan ≤ 2% dimana dapat dilihat pada tabel 4.4

Prodi Teknik Kimia


25

Tabel 4.4 Hasil Presisi sampel pada Spektrofotometer

Absorban Konsentrasi % terhadap


No. Sampel teoritis 100 %
terdeteksi (%)
1 1,0152 105,40 99,820
2 1,0162 105,50 99,915
3 1,0171 105,59 100,000
4 1,0153 105,41 99,830
5 1,0180 105,69 100,095
6 1,0178 105,67 100,076
7 1,0173 105,62 100,028
8 1,0176 105,65 100,057
9 1,0184 105,73 100,133
10 1,0191 105,80 100,199

Hasil Hasil Kriteria penerimaan


Rata – rata 105,606 100,015 98,0 % – 102,0 %
Standar deviasi 0,1328 0,1257
Relatif Standar Deviasi (%) 0,1257 0,1257 < 2,0 %

Catt : data terlampir pada lampiran 8.

4.4 Uji Akurasi

Tabel 4.5 Data dan Hasil analisa akurasi Furosemide Injeksi dengan 3 kali
pengulangan

Akurasi Area Konsentrasi Recovery


80 % 2163222 104,264% 98,820%
2168973 104,541% 99,023%
2160025 104,110% 98,674%
Mean :2164073 Mean :104,305%
100% 2697540 104,014% 99,005%
2690353 103,737% 98,741%
2717178 104,771% 99,726%
Mean :2701690 Mean :104,174

Prodi Teknik Kimia


26

120% 3234790 103,941% 98,936%


3232910 103,881% 98,878%
3239660 104,098% 99,085%
Mean :3235787 Mean :103,973%
Perhitungan 80%

Psp Wst 2 kadar baku kerja aktif 25 20


× × × × × × 100
Pst 20 20 100 2 V × ZA

2163222 20,4 2 98,2 25 20


1. × × × × × × 100 = 104,264 %
2597700 20 20 100 2 2 ×10

2168973 20,4 2 98,2 25 20


2. 2597700 × × 20 × × × 2 ×10 × 100 = 104,541 %
20 100 2

2160025 20,4 2 98,2 25 20


3. 2597700 × × 20 × × × 2 ×10 × 100 = 104,110 %
20 100 2

> Hitung perolehan kembali dengan rumus sebagai berikut :

𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ 𝑘𝑒𝑚𝑏𝑎𝑙𝑖 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑎𝑘𝑢𝑟𝑎𝑠𝑖(%)


𝑥 100%
𝑅𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑝𝑟𝑒𝑠𝑖𝑠𝑖 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙(%)

Kriteria penerimaan :
Perolehan kembali : 98,0 % – 102,0 %
% RSD : ≤ 2,0 %

Hasil perhitungan perolehan kembali :


104,264 %
1. 𝑥 100 % = 98, 820 %
105,059 %

104,541
2. 𝑥 100 % = 99, 023 %
105,059 %

104,110 %
3. 𝑥 100 % = 98, 674 %
105,059 %

Perhitungan 100%

Psp Wst 2 kadar baku kerja aktif 20 20


× × × × × × 100
Pst 20 20 100 2 V × ZA

Prodi Teknik Kimia


27

2697540 20,4 2 98,2 20 20


1. 2597700 × × 20 × × × 2 ×10 × 100 = 104,014 %
20 100 2

2690353 20,4 2 98,2 20 20


2. 2597700 × × 20 × × × 2 ×10 × 100= 103,737 %
20 100 2

2717178 20,4 2 98,2 20 20


3. 2597700 × × 20 × × × 2 ×10 × 100= 104,771 %
20 100 2

> Hitung perolehan kembali dengan rumus sebagai berikut :

𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ 𝑘𝑒𝑚𝑏𝑎𝑙𝑖 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑎𝑘𝑢𝑟𝑎𝑠𝑖(%)


𝑥 100%
𝑅𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑝𝑟𝑒𝑠𝑖𝑠𝑖 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙(%)

Kriteria penerimaan :

Perolehan kembali : 98,0 % – 102,0 %

% RSD : ≤ 2,0 %

Hasil perhitungan perolehan kembali :

104,014 %
1. 105,059 % 𝑥 100 % = 99, 005 %

103,737 %
2. 105,059 % 𝑥 100 % = 98, 741 %

104,771 %
3. 105,059 % 𝑥 100 % = 99, 726 %

Perhitungan 120%

Psp Wst 2 kadar baku kerja aktif 25 20


× × × × × × 100
Pst 20 20 100 3 V × ZA

3234790 20,4 2 98,2 25 20


1. 2597700 × × 20 × × × 2 ×10 × 100 = 103,941 %
20 100 3

3232910 20,4 2 98,2 25 20


2. 2597700 × × 20 × × × 2 ×10 × 100 = 103,881 %
20 100 3

3239660 20,4 2 98,2 25 20


3. 2597700 × × 20 × × × 2 ×10 × 100 = 104,098 %
20 100 3

Prodi Teknik Kimia


28

> Hitung perolehan kembali dengan rumus sebagai berikut :

𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ 𝑘𝑒𝑚𝑏𝑎𝑙𝑖 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑎𝑘𝑢𝑟𝑎𝑠𝑖(%)


𝑥 100%
𝑅𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑝𝑟𝑒𝑠𝑖𝑠𝑖 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙(%)

Kriteria penerimaan :

Perolehan kembali : 98,0 % – 102,0 %

% RSD : ≤ 2,0 %
Hasil perhitungan perolehan kembali :

103,941 %
1. 105,059 % 𝑥 100 % = 98,936 %

103,881 %
2. 𝑥 100 % = 98, 878 %
105,059 %

104,098 %
3. 105,059 % 𝑥 100 % = 99, 085 %

Berdasarkan hasil perhitungan diatas, bahwa hasil dari akurasi memenuhi syarat dan
metoda pengujian akurat untuk penetapan kadar Furosemide dalam Furosemide
Injeksi.

Data terlampir pada lampiran 4.

Sedangkan data akurasi dari Furosemide injeksi metoda Spektrofotometri didapatkan


hasil sebagai berikut dapat dilihat pada tabel 4.6.

Tabel 4.6 Hasil Akurasi sampel pada Spektrofotometer

Konsentrasi Furosemide
% terhadap zat % teoritis
Hasil yang % terhadap
(tanpa terhadap Absorban
diperoleh ( % ) teoritis ( % )
memperhi- kadar sampel
tungkan exc) diperoleh
80 84,47 0,8155 84,66 100,225
80 84,47 0,8170 84,82 100,414
80 84,47 0,8167 84,79 100,379
100 105,59 1,0168 105,56 99,972
100 105,59 1,0167 105,55 99,962
100 105,59 1,0176 105,65 100,057
120 126,71 1,2205 126,71 100,000

Prodi Teknik Kimia


29

120 126,71 1,2232 126,99 100,221


120 126,71 1,2215 126,81 100,079
Hasil Kriteria penerimaan
Rekoveri rata – rata ( % ) 100,145 98,0 – 102,0 %
Standar deviasi 0,1718
Relatif Standar Deviasi ( % ) 0,1715 < 2,0 %
Limit of repeatability ( r ) 0,4861
Confidence interval ( = 0,05 ) of x 100,145 ± 0,1065

- Pada uji akurasi larutan sampel Furosemide injeksi memberikan hasil


perolehan kembali rata-rata 100,145% ± 0,1065% dan RSD = 0,1715 %
(Kriteria penerimaan : perolehan kembali 98% - 102% dan RSD maksimal 2,0
%).
Data terlampir pada lampiran 9.

4.5 Selektivitas

Dari hasil analisa untuk pengujian selektivitas,


 Dilakukan perbandingan hasil absorban individu dari pengujian larutan
pembanding untuk analisis Furosemide, sampel Furosemide injeksi, placebo
dan pelarut.
Larutan pembanding untuk analisis Furosemide dalam pelarut ; larutan sampel
Furosemide injeksi dalam pelarut, placebo dalam pelarut dan pelarut diuji
dengan HPLC sesuai dengan metoda pemeriksaan Furosemide dalam
Furosemide Injeksi
Placebo dan pelarut tidak menunjukkan area dan puncak yang bermakna atau
bisa dikatakan tidak ada sama sekali, sehingga tidak mempengaruhi area dan
puncak Furosemide
 Pada larutan pembanding dan larutan sampel untuk dianalisis, dilakukan
stressed test dan pengamatan pada kromatogram menunjukkan hasil sebagai
berikut :

 Penambahan HCL sampai pH 2

Prodi Teknik Kimia


30

Tidak terjadi penurunan spesifik area dan kadar pada larutan sampel
yang memiliki pH 2 dengan sampel yang tidak diubah pH –nya.
 Penambahan NaOH sampai pH 12
Terjadi kenaikan sedikit area dan kadar larutan sampel yang memiliki
pH 12 dibandingkan dengan larutan yang tidak diubah pH-nya.
 Pemanasan pada suhu 60 C
Tidak terjadi penurunan atau kenaikan area (kadar) pada larutan
sampel yang dipanaskan dibandingkan larutan sampel yang tidak
dipanaskan.
 Penambahan H2O2
Tidak terjadi degradasi pada larutan sampel, dimana area sampel
dengan penambahan H2O2 tidak menunjukkan penurunan yang
spesifik dengan tanpa H2O2.

Data terlampir pada lampiran 5.

Untuk Selektivitas Furosemide injeksi metoda Spektrofotometer larutan pembanding


untuk analisis Furosemide dalam pelarut, placebo dalam pelarut dan pelarut diuji
dengan Spektrofotometer sesuai dengan metoda pemeriksaan Furosemide dalam
Furosemide Injeksi.

Sedangkan untuk Spektrum Placebo dan pelarut tidak menunjukkan adanya absorban
yang bermakna, yang dapat mempengaruhi absorban Furosemide.

Pada larutan sampel untuk analisis, dilakukan stressed test dan pengamatan pada
kromatogram menunjukkan hasil sebagai berikut :

 Penambahan HCL sampai pH 2


Terjadi penurunan absorban pada larutan sampel yang memiliki pH 2
dengan sampel yang tidak diubah pH –nya.
 Penambahan NaOH sampai pH 12
Tidak terjadi perubahan yang nyata pada absorban larutan pembanding
dan larutan sampel yang memiliki pH 12 dibandingkan dengan larutan
yang tidak diubah pH-nya.
 Pemanasan pada suhu 60 C

Prodi Teknik Kimia


31

Terjadi sedikit penambahan absorban pada larutan sampel yang


dipanaskan dibandingkan larutan sampel yang tidak dipanaskan.
 Penambahan H2O2
Terjadi degradasi pada larutan sampel, dimana Spektrum sampel tidak
menunjukkan absorban maksimum pada panjang gelombang antara
200 – 400 nm.

Metoda analisis tersebut cukup spesifik untuk menentukan kadar Furosemide dalam
Furosemide injeksi, juga dapat digunakan sebagai uji identifikasi Furosemide.

Catt : data terlampir pada lampiran 10

Prodi Teknik Kimia


32

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dari pengembangan metode analisa
obat furosemide injeksi dari Spektrofotometer ke High Performance Liquid
Chromatography (HPLC), maka kolom yang dipakai adalah X-Terra Rp18 5um
(4,6x250mm) dengan kecepatan 1 ml/menit dengan komposisi eluen Aquades :
Tetrahydrofuran : Asam Asetat Glacial (61:39:1). Untuk Uji kesesuaian system puncak
standar furosemide memenuhi syarat. Dimana % RSD 6 kali penyuntikan berulang
adalah sebesar 0,3 dan untuk Tailing faktor didapatkan nilai sebesar 1.1872 dan juga
nilai efisiensinya sebesar 6087.091.

3. Presisi
Hasil pengukuran presisi yang didapatkan memenuhi syarat, karena tiap ml larutan
furosemide mengandung 10 mg Furosemide (Exc. 5%). Sedangkan syarat penerimaan
antara 90 % - 110%. Kriteria penerimaan : RSD ≤2%
4. Akurasi

Berdasarkan hasil yang didapatkan, metoda pengujian akurat untuk menentukan


kadar Furosemide dalam Furosemide Injeksi.

5. Selektvitas

Dari data yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa Furosemide dengan menggunakan
metode HPLC dapat digunakan dan lebih akurat. Hal ini dapat juga disimpulkan bahwa
HPLC lebih spesifik dimana cemaran organik lebih mudah teridentifikasi dan hasil
kemurniannya lebih mudah juga di identifikasi dibandingkan dengan menggunakan
Spektrofotometer.

5.2 Saran

Penliti berharap keberlanjutan penelitian ini dapat digunakan dan dipakai untuk
menganalisa Furosemide injeksi. Karena metoda pakai HPLC lebih spesifik
dibandingkan dengan menggunakan Spektrofotometer. Karena cemaran organik lebih

Prodi Teknik Kimia


33

mudah teridentifikasi dengan menggunakan HPLC dibandingkan dengan


Spekrofotometer.

DAFTAR PUSTAKA

J .Yelle Michael. Waters Qualityparts Chromatography Columns and supplies catalog.


2013. USA. Waters corporation Milford.

Kemenkes, 2014, Farmakope Indonesia, 5th edition, Kementerian Kesehatan Republik


Indonesia, Jakarta, Indonesia, pp 478-479.

BP, 2013, British Pharmacopoeia 2013, British Pharmacopoeia Comission, London,


UK.

USP 37, The United States Pharmacopeia 2014, US. Hlm 3103-3104

Prodi Teknik Kimia


34

Chan, C.C., Lam, H., Lee, Y.C. and Zang, X.M. 2004, Analytical Method Validation
and Instrument Performance Verification, John Wiley & Sons, Inc, Canada, pp 21,
109-110

Settle, F (Editor), 1997, Handbook of Instrumental Techniques for Analytical


Chemistry, Prentice Hall PTR, New Jersey, USA.

Meyer, F.R., 2004, Practical High-Performance Liquid Chromatography, 4th Ed.,


John Wiley & Sons, New York.

Kealey, D and Haines, P.J., 2002, Instant Notes: Analytical Chemistry, BIOS
Scientific Publishers Limited, New York.

Kenkel, J., 2002, Analytical Chemistry for Technicians, 3th. Edition., CRC Press,
U.S.A.
Snyder, L. R., Kirkland, S.J., and Glajch, J.L., 1997, Practical HPLC Method
Development, John Wiley & Son, New York.

Munson, J.W., 1981, Phrarmaceutical Analysis: Modern Methods, Part A and B,


diterjemahkan oleh Harjana dan Soemadi, Airlangga University Press, Surabaya.

Cserhati, T. And Forgacs, E., 1999, Chromatography in Food science and Technology,
Technomic Publishing, Lancaster, Basel.

Petunjuk Operasional CPOB, cetakan 2009, hlm 583-09

Pedoman CPOB 2006, hlm 122-124

USP 36, 2013, <1225> dan <1226> hlm 983-988, <621> hlm 268-275, <1092> hlm
739-741

Makalah Penataran Sertifikasi Nasional Kompetensi Apoteker, 22-23 November 2017

Prodi Teknik Kimia


35

Riyadi, Wahyu. 2009. Validasi Metode Anlisis. Tersedia di http://www.chem-is-


try.org/artikel_kimia/kimia_analisis/validasi-metoda-analisis/. [diakses tanggal 20
Desember 2016].

Gandjar, G.I & Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Belajar.
Yogyakarta

Prodi Teknik Kimia

Anda mungkin juga menyukai