Anda di halaman 1dari 19

PORTOFOLIO

KETOASIDOSIS DIABETIKUM

OLEH :
dr. Fani Adhikara

PEMBIMBING :
dr. Edwin
dr. Harry Kuncoro

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RUMAH SAKIT PALANG BIRU GOMBONG

2017
No. ID dan Nama Peserta : dr. Fani Adhikara
No. ID dan Nama Wahana : RS Palang Biru Gombong
Topik : Ketoasidosis Diabetik (KAD)
Tanggal (kasus) : 23 November
2017
Nama Pasien : Nn. D No. RM : 278469
Tanggal Presentasi : Pendamping : dr. Edwin & dr. Harry
K
Tempat Presentasi : penatalaksanaan KAD
Obyektif Presentasi :
 Keilmuan  Keterampilan  Penyegaran  Tinjauan
Pustaka
 Diagnostik  Manajemen  Masalah  Istimewa
 Neonatus  Bayi  Anak  Remaja  Dewasa 
Lansia  Bumil
 Deskripsi : gadis, 20 tahun, sesak nafas, nyeri perut, diabetes mellitus tipe 1,
ketoasidosis metabolic, suspek pancreatitis akut,
 Tujuan : penanganan ketoasidosis diabetic, penanganan diabetes mellitus tipe
1, upaya pencegahan terjadinya kekambuhan KAD pada pasien DM
Bahan  Tinjauan  Riset  Kasus  Audit
Bahasan : Pustaka
Cara  Diskusi  Presentasi dan  E-mail  Pos
Membahas: Diskusi
Data Pasien : Nama : Nn. D No. Registrasi : 278469
Nama Klinik : RS Palang Biru Telp : Terdaftar Sejak : 23 November
Gombong 2017
Data utama untuk bahan diskusi
1. Diagnosis/Gambaran Klinis: Suspek Ketoasidosis Diabetik (KAD), Diabetes
Melitus Tipe 1, Susp Pankreatitis Akut, Hipertensi, sesak nafas , . Nyeri terus-
menerus, terutama di ulu hati, muntah, keadan umum tampak sakit berat,
Pernapasan 28 x/menit, cepat dan dalam, Lekosit 20.300/mm3, GDS 566 mg/dl
2. Riwayat Pengobatan:
injeksi insulin campuran (Novomix) sebanyak 50 IU subkutan pada pagi hari
dan 35 IU subkutan pada malam hari.
3. Riwayat Kesehatan/Penyakit:
Sejak 2 tahun yang lalu pasien didiagnosis menderita diabetes mellitus tipe 1
4. Riwayat Keluarga:
tidak ada yang menderita penyakit diabetes di keluarga
5. Riwayat Pekerjaan:
pasien tidak bekerja
6. Lain-lain:
PEMERIKSAAN FISIK :
 KU : Tampak lemah, Compos mentis
 Vital signs
N : 64 x/menit, regular, isi cukup
TD : 140/80 mmHg
R : 16 x/menit
S : 36,4°C aksilla
 Kepala : CA (-), SI (-)
 Leher : limfonodi ttb
 Thoraks :
Inspeksi : simetris, ketinggalan gerak (-), retraksi (-)
Palpasi : P/ taktil fremitus kanan = kiri
C/ ictus cordis di SIC V 2 jari medial LMCS
Perkusi : P/ Sonor di seluruh lapang paru
C/ batasjantung-paru dbn
Auskultasi : P/ vesikuler +/+, ST (-)
C/ S1-2murni, ST (-)
 Abdomen
Inspeksi : Dinding perut datar
Auskultasi : peristaltik (+) normal
Perkusi : timpani
Palpasi : supel, NT (-), Lien ttb, Hepar ttb
 Ekstremitas
Edema -/-/-/- , akral dingin -/-/-/-
PEMERIKSAAN PENUNJANG :
Instruksi cek lab Hb, Ht, Eritrosit, Trombosit, Leukosit, HbsAg, GDS

Daftar Pustaka:
Petunjuk Praktis Pengelolaan Diabetes Melitus tipe 2, PB PERKENI, 2002
Hasil Pembelajaran:
1. Diagnosis KAD
2. Penatalaksanaan pasien KAD
3. Edukasi mengenai penyakit pasien dan kepatuhan berobat terutama penggunaan
insulin
4. Edukasi untuk mencegah kekambuhan KAD pada pasien

RANGKUMAN HASIL PEMBELAJARAN PORTOFOLIO :


1. SUBYEKTIF:
Pasien dengan riwayat diabetes mellitus yang datang dengan keluhan sesak nafas
perlu dipikirkan kemungkinan mengalami komplikasi akut dari DM yakni
Ketoasidosis diabetik (KAD). Kondisi ini merupakan suatu kegawatan yang
membutuhkan penangan segera untuk mencegah kematian.

Gejala awal pasien seperti mual, nyeri perut dapat merupakan gejala awal pasien
yang akan jatuh pada kondisi KAD. Kondisi seperti ini belum pernah terjadi
sebelumnya.
2. OBYEKTIF:
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pernapasan pasien yang cepat dan dalam,
tipikal dari pernapasan Kussmaul. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan
kadar glukosa darah yang tinggi (566 mg/dl) menunjukkan kondisi hiperglikemia
berat. Kondisi ini mengarahkan kemungkinan Ketoasidosis Diabetik. Leukositosis
dan hiperliporoteinemia merupakan kondisi yang sering ditemukan pada KAD.
Keterbatasan penegakan diagnosis pada pasien yakni tidak tersedianya fasiltias
untuk pemeriksaan analisis gas darah serta pemeriksaan badan keton di darah.

3. ASSESSMENT (PENALARAN KLINIS):


Defisiensi insulin absolute pada pasien yang menderita DM tipe 1 menyebabkan
produksi glukosa hati meningkat dan utilitas glukosa oleh sel yang menurun,
dengan hasil akhir hiperglikemia. Walaupun sel tubuh tidak dapat menggunakan
glukosa, system homeostasis tubuh terus teraktivasi untuk memproduksi glukosa
dalam jumlah banyak sehingga terjadi hiperglikemia. Kombinasi defisiensi insulin
dan peningkatan kadar hormone regulator terutama epinefrin mengaktivasi
hormone lipase sensitive pada jaringan lemak. Akibatnya lipolisis meningkat,
sehingga terjadi peningkatan produksi benda keton dan asam lemak bebas secara
berlebihan. Akumulasi benda keton oleh sel hati dapat menyebabkan asidosis
metabolik, hal ini ditandai dengan pernapasan kussmaul pada pasien. Perlu
pemeriksaan lanjut untuk menegakkan diagnosis pada KAD pada pasien antara lain
pemeriksaan kadar pH darah, kadar HCO3, anion gap serta badan keton di serum.

4. PLAN :
Diagnosis :
dibutuhkan pemeriksaan kadar pH darah, kadar HCO3, anion gap serta badan
keton di serum untuk menegakan diagnosis KAD pada pasien. Perlu pula
pemeriksaan elektrolit serum (K+, Na+, Mg2+, Cl-, bikarbonat dan fosfat).
Pengobatan :
Pasien dirawat di ruang rawat intensif. Pada terapi awal dilakukan pemberian
cairan normal salin (NaCL) sebanyak 2 liter dalam 1 jam pertama. Jika
hemodinamik stabil, dilanjutkan dengan pemberian normal salin dengan
kecepatan 60ml/jam. Setelah pemberian cairan sebanyak 2 Liter, diberikan
injeksi insulin kerja cepat (Rapid Insulin/Novorapid) secara bolus intravena
sebanyak 8 IU untuk mengontrol hiperglikemia. Dilanjutkan dengan pemberian
insulin secara kontinyu dengan pemberian infuse rapid insulin 4IU/jam.
Dilakukan pemeriksaan GDS setiap jam. Jika GDS berkisar antara 200-250
maka infsu rapid insulin diturunkan menjadi 2 IU/jam. Namun karena sulit
untuk mencapai kadar gula darah yang diinginkan (yakni di bawah 200
mg/dL), maka setiap peningkatan GDS > 200 mg/dl pada pemeriksaan GDS
setiap 4 jam dilakukan pemberian bolus intravena rapid Insulin antara 4 hingga
6 IU, sambil tetap mempertahankan infuse rapid insulin. Dilakukan monitoring
terhadap tekanan darah, laju pernapasan, status mental dan intake serta output
cairan.

Setelah pasien dapat makan dengan baik, maka injeksi rapid insulin dialihkan
secara subkutan.

Pendidikan :
Dilakukan kepada pasien dan keluarga untuk membantu proses penyembuhan
dan pemulihan serta untuk mencegah kekambuhan KAD pada pasien. Perlu
dijelaskan kepada pasien dan keluarga mengenai penyakit yang diderita pasien.
Pasien harus diberi pemahaman bahwa ia sangat tergantung dengan terapi
suntikan insulin karena terjadi defisiensi absolute terhadap insulin pada pasien.
Oleh karena itu pasien harus dimotivasi untuk patuh dalam pengobatan,
terutama dalam terapi insulin.

Konsultasi :
Dijelaskan mengenai perlunya konsultasi secara rutin dengan ahli spesialis
Penyakit dalam untuk mengetahui perkembangan penyakit, mengevaluasi serta
mencegah munculnya komplikasi dari DM, serta untuk mengatasi kondisi
medik yang dapat memperberat penyakit pasien.

Rujukan :
Direncanakan jika suatu hari muncul komplikasi dari penyakit DM seperti
retinopati DM, gangguan serebrovaskuklar dan sindrom koroner akut. Rujukan
perlu pula dilakukan jika pasien hamil.
Kontrol :
Kegiatan Periode Hasil yang Diharapkan
Kepatuhan Seminggu sekali untuk  Evaluasi pencapaian target
menjalani terapi bulan pertama dan pengobatan yang diharapkan
insulin Sebulan sekali setiap  pengaturan dosis
kontrol untuk  Segera diketahui efek samping
selanjutnya obat dan atau kesalahan cara
penggunaan obat
Pengenalan dini Sebulan sekali setiap Dikenali secara dini terhadap
komplikasi kontrol kecuali jika komplikasi, baik akut maupun
ditemukan gejala kronik, sehingga dapat ditangani
komplikasi akut segera dan mencegah perburukan
kondisi pasien
Laboratorium Setiap bulan kecuali Parameter laboratorium semuanya
jika ditemukan membaik
komplikasi akut
Kehamilan Segera lapor jika ada  Kontrol glukosa harus dilakukan
tanda kehamilan, dengan lebih agresif daripada
kontrol ketat terutama pasien yang tidak hamil
pada trimester ketiga  Evaluasi pertumbuhan janin
(USG kehamilan) serta
oksigenasi fetoplasenta (DJJ
janin)
 Pengenalan dini komplikasi
obstetric seperti makrosomia,
eklampsia, IUGR)
Nasihat Setiap kali kunjungan  Kepatuhan minum obat;
 pengaturan diet dan aktivitas
secara ketat untuk menghindari
hiperglikemia/hipoglikemia,
 sebab, gejala, pengobatan dan
pencegahan terjadinya:
hipoglikemia, hiperglikemia,
ketoasidosis diabetic
 sikap yang perlu diambil bila
sedang sakit dan prosedur
penanganan gawat darurat.
 Konseling prakonsepsi, diabetes
gestasional, kadar glukosa darah
selama kehamilan dan faktor
risiko yang mempengaruhinya
 Komplikasi menahun, deteksi,
cara pengobatan, pencegahan,
rehabilitasi
Ketoasidosis Diabetik

A. Definisi
Merupakan komplikasi akut yang ditandai dengan peningkatan kadar gula
darah yang tinggi (>250 mg/dl), ditandai dengan adanya tanda dan gejala asidosis
(pH <7,3), level bikarbonat serum menurun (<18 mEq/L) dan plasma keton (+).
Ketoasidosis Diabetik (KAD) adalah gawat darurat akibat hiperglikemia dimana
terbentuk banyak asam dalam darah. Hal ini terjadi akibat sel otot tidak mampu
lagi membentuk energi sehingga dalam keadaan darurat ini tubuh akan memecah
lemak dan terbentuklah asam yang bersifat racun dalam peredaran darah yang
disebut keton.
KAD dapat terjadi pada segala usia, 14% kasus muncul pada usia >70
tahun, 23% pada usia 51-70 tahun, 27% pada usia 30-50 tahun dan 36% pada usia
<30 tahun. Gejala yang umum dirasakan antara lain polidipsi dan poliuria (98%),
penurunan berat badan (81%), kelelahan (62%), dispnea (57%), muntah (46%),
nyeri perut (32%) dan polifagi (23%).

B. Faktor Pencetus
KAD muncul akibat insulin yang tidak adekuat, penggunaan obat-obatan,
dan peningkatan kebutuhan insulin akibat infeksi.
1. Infeksi
Infeksi yang paling sering diketemukan adalah pneumonia, sepsis dan
infeksi saluran kemih yang mencakup antara 30% sampai 50% kasus.
Infeksi tetap merupakan faktor pencetus paling sering untuk KAD dan
HHS
2. Insulin yang tidak adekuat
Hal ini dapat terjadi karena kegagalan pompa insulin, diabetes awitan baru
yang tidak disadari, dan ketidaktaatan penggunaan insulin. Beberapa
penelitian terbaru menunjukkan penghentian atau kurangnya dosis insulin
dapat menjadi faktor pencetus penting terjadinya KAD. Peningkatan
penggunaan pompa insulin yang menggunakan injeksi insulin kerja
pendek dalam jumlah kecil dan sering telah dikaitkan dengan peningkatan
insidens KAD secara signifikan bila dibandingkan dengan metode
suntikan insulin konvensional. Studi Diabetes Control and Complications
Trial menunjukkan insidens KAD meningkat kurang lebih dua kali lipat
bila dibandingkan dengan kelompok injeksi konvensional. Hal ini
kemungkinan disebabkan oleh penggunaan insulin kerja pendek yang bila
terganggu tidak meninggalkan cadangan untuk kontrol gula darah.
3. Obat
Beberapa obat yang mempengaruhi metabolisme karbohidrat juga dapat
menyebabkan KAD atau HHS, diantaranya adalah: agen anti-psikotik
(clozapine, olanzapine, risperidone), obat-obatan terlarang (Kokain),
alkohol,kortikosteroid, pentamidine, zat simpatomimetik, serta
penggunaan diuretik berlebihan pada pasien lansia.
4. Stressor lainnya
Penyakit medis lainnya yang dapat mencetuskan KAD antara lain infark
miokard, akromegali, trombosis arteri, trauma cerebrovascular, penyakit
cushing.

C. Patofisiologi Ketoasidosis Diabetik


Defisiensi insulin menstimulasi peningkatan glukagon,katekolamin,
kortisol, dan growth hormon. peningkatan level glukagon, katekolamin dan
kortisol akan menstimulasi produksi glukosa hepatik melalui mekanisme
peningkatan glikogenolisis dan glukoneogenesis. Hiperkortisolemia akan
menyebabkan peningkatan proteolisis, sehingga menyediakan prekursor asam
amino yang dibutuhkan untuk glukoneogenesis. Insulin rendah dan konsentrasi
katekolamin yang tinggi akan menurunkan uptake glukosa oleh jaringan perifer.
Kombinasi peningkatan produksi glukosa hepatik dan penurunan penggunaan
glukosa perifer merupakan kelainan patogenesis utama yang menyebabkan
hiperglikemia. Hiperglikemia akan menyebabkan glikosuria, diuresis osmotik dan
dehidrasi, yang akan menyebabkan penurunan perfusi ginjal. Penurunan perfusi
ginjal ini lebih lanjut akan menurunkan bersihan glukosa oleh ginjal dan semakin
memperberat keadaan hiperglikemia.
Kadar insulin rendah yang dikombinasikan dengan peningkatan kadar
katekolamin, kortisol dan hormon pertumbuhan akan mengaktivasi lipase sensitif
hormon, kemudian menyebabkan pemecahan trigliserida menjadi gliserol dan
asam lemak bebas. Diketahui bahwa gliserol merupakan substrat penting
glukoneogenesis pada hepar . Sedangkan asam lemak bebas ini akan diubah oleh
hati menjadi badan-badan keton yang dilepaskan ke dalam sirkulasi.
Proses ketogenesis distimulasi oleh peningkatan kadar glukagon, hormon
ini dapat membuat FFA menembus mitokondria, masuk ke jalur beta-oksidatif
dan membentuk asetil koenzim A. Sebagian besar asetil koenzim A akan
digunakan dalam sintesis asam beta-hidroksibutirat dan asam asetoasetat, dua
asam kuat relatif yang bertanggungjawab terhadap asidosis dalam KAD.
Asetoasetat diubah menjadi aseton melalui dekarboksilasi spontan non-enzimatik
secara linear tergantung kepada konsentrasinya. Asam beta-hidroksibutirat, asam
asetoasetat dan aseton difiltrasi oleh ginjal dan diekskresi secara parsial di urin.
Oleh karena itu, penurunan volume progresif menuju kepada penurunan laju
filtrasi glomerular akan menyebabkan retensi keton yang semakin besar.

Gambar 1. Mekanisme produksi badan keton. (a) Peningkatan lipolisis


menghasilkan produksis asetil KoA dari asam lemak, sebagai substrat sintesis
badan keton oleh hati. Defisiensi insulin menyebabkan penurunan utilisasi glkosa
dan penurunan produksi oksaloasetat. (b) Jumlah oksaloasetat yang tersedia untuk
kondensasi dengan asetil KoA berkurang; dan (c) menyebabkan asetil KoA
digeser dari siklusi TCA dan (d) mengalami kondensasi untuk membentuk
asetoasetat diikuti reduksi menjadi beta-hidroksibutirat.

Keseimbangan asam basa, cairan dan elektrolit


Asidosis pada KAD disebabkan oleh karena produksi asam beta-
hidroksibutirat dan asam asetoasetat berlebihan. Pada kadar pH fisiologis, kedua
ketoasid ini mengalami disosiasi sempurna dan kelebihan ion hidrogen akan diikat
oleh bikarbonat, sehingga menyebabkan penurunan kadar bikarbonat serum.
Badan-badan keton oleh karenanya beredar dalam bentuk anion, yang
menyebabkan terjadinya asidosis gap anion sebagai karakteristik KAD.
Gap anion ini dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut [Na+ - (Cl- +
HCO3-)], berdasarkan rumus ini, gap anion normal adalah 12 (dengan deviasi
standar 2) mmol/L. Pada KAD, bikarbonat digantikan dengan asam beta-
hidroksibutirat dan asam asetoasetat sehingga jumlah konsentrasi bikarbonat dan
klorida turun dan terjadi peningkatan gap anion.
Asidosis metabolik akan menginduksi hiperventilasi melalui stimulasi
kemoreseptor perifer dan pusat pernapasan di batang otak, yang kemudian akan
menurunkan tekanan parsial karbon dioksida. Mekanisme ini akan
mengkompensasi asidosis metabolik secara parsial.
Diuresis osmotik terinduksi hiperglikemia akan menyebabkan kehilangan
cairan yang berat. Kekurangan cairan total tubuh biasanya berada pada kisaran 5
sampai 7 liter pada KAD dan 7 sampai 12 liter pada HHS, keadaan ini mewakili
kehilangan cairan sekitar 10% sampai 15% dari berat badan. Diuresis osmotik ini
diasosiasikan dengan kehilangan kadar elektrolit dalam jumlah besar di dalam
urin.
Defisit natrium klorida pada KAD dan HHS biasanya berkisar antara 5-13
mmol/kgBB untuk natrium dan 3-7 mmol/kgBB untuk klorida. Pada konteks ini,
konsentrasi natrium plasma harus dikoreksi untuk hiperglikemia dengan
menambahkan 1,6 mmol pada hasil pemeriksaan natrium, untuk setiap
peningkatan glukosa sebesar 100 mg/dL di atas 100 mg/dL kadar glukosa darah.
D. Diagnosis
Ketoasidosis diabetikum merupakan suatu keadaan kegawatdaruratan,
sehingga membutuhkan pengenalan dan penatalaksanaan segera. Pendekatan
pertama pada pasien-pasien ini terdiri dari anamnesa yang cepat serta pemeriksaan
fisik dengan perhatian khusus kepada:
1. Patensi jalan napas;
2. Status mental;
3. Status kardiovaskular dan renal;
4. Sumber infeksi; dan
5. Status hidrasi.
Ketoasidosis diabetikum biasanya timbul dengan cepat, sedangkan pada
HHS tanda dan gejala timbul lebih perlahan dengan poliuria, polidipsia dan
penurunan berat badan menetap selama beberapa hari sebelum masuk rumah sakit.
Pada pasien dengan KAD, nausea vomitus merupakan salah satu tanda dan
gejala yang sering diketemukan. Nyeri abdominal terkadang dapat ditemukan
pada pasien dewasa (lebih sering pada anak-anak) dan dapat menyerupai akut
abdomen. Meskipun penyebabnya belum dapat dipastikan, penundaan
pengosongan lambung dan ileus oleh karena gangguan elektrolit serta asidosis
metabolik telah diimplikasikan sebagai penyebab dari nyeri abdominal. Asidosis,
yang dapat merangsang pusat pernapasan medular, dapat menyebabkan
pernapasan cepat dan dalam (Kussmaul).
Pemeriksaan fisis dapat menunjukkan temuan-temuan lain seperti bau
aseton sebagai akibat dari ekskresi aseton melalui sistem respirasi dan tanda-tanda
dehidrasi seperti kehilangan turgor kulit, mukosa membran yang kering,
takikardia dan hipotensi. Status mental dapat bervariasi mulai dari kesadaran
penuh sampai letargi yang berat.
Pemeriksaan yang disarankan untuk segera dilakukan pada pasien dengan
KAD antara lain:
1. Pemeriksaan glukosa kapiler, Beta-hidroksibutirat kapiler, analisis gas
darah, pH.
2. Pemeriksaan biokimia : elektrolit, bikarbonat, CRP dan troponin.
3. Hitung darah lengkap
4. Urinalisis
5. Kultur bakterial urin, darah dan jaringan lain harus diperoleh dan
antibiotika yang sesuai harus diberikan apabila terdapat kecurigaan
infeksi.
6. EKG, rontgen thorax (jika ada indikasi)
7. Pada kanak-kanak tanpa penyakit jantung, paru dan ginjal maka
evaluasi awal dapat dimodifikasi, sesuai penilaian klinisi, dengan
pemeriksaan pH vena untuk mewakili pH arteri. Pemeriksaan rutin
untuk sepsis dapat dilewatkan pada kanak-kanak, kecuali diindikasikan
oleh penilaian awal, oleh karena pencetus utama KAD pada kelompok
usia ini adalah penghentian insulin.

E. Diagnosis Banding
1. Ketoasidosis alkohol
Tidak semua pasien dengan ketoasidosis mengalami KAD. Pasien dengan
penyalahgunaan etanol kronik dan baru saja mendapatkan intake alkohol
eksesif sehingga menyebabkan nausea vomitus dan kelaparan akut dapat
menderita ketoasidosis alkohol (KAA). Kadar malonil ko-A yang rendah
juga membantu menstimulasi ketoasidosis dan peningkatan kadar
katekolamin, sehingga menurunkan sekresi insulin dan meningkatkan rasio
glukagon terhadap insulin. Kesemua keadaan ini menyebabkan terjadinya
pergeseran keseimbangan reaksi ke arah produksi beta-hidroksibutirat.
Sehingga biasanya pasien dengan KAA datang kadar beta-hidroksibutirat
yang jauh lebih tinggi dibanding asetoasetat. Rasio kadar beta-
hidroksibutirat terhadap asetoasetat dapat mencapai 7-10:1, bandingkan
dengan KAD yang hanya 3:1. Pasien KAA seringkali mengalami
hipomagnesemia, hipokalemia dan hipofosfatemia serta hipokalsemia
sebagai akibat penurunan hormon paratiroid yang diinduksi oleh
hipomagnesemia.
2. Ketosis Kelaparan
Pada beberapa pasien dengan penurunan intake makanan (<500 kkal/hari)
selama beberapa hari, dapat terjadi ketoasidosis ringan yang disebut
sebagai ketosis kelaparan. Meskipun demikian, subyek sehat dapat
beradaptasi terhadap puasa berkepanjangan dengan meningkatkan bersihan
badan keton pada jaringan perifer (otak dan otot) dan juga dengan
meningkatkan kemampuan ginjal dalam mengekresikan amonium sebagai
kompensasi peningkatan produksi asam ketoasid. Sehingga pasien dengan
ketosis kelaparan jarang datang dengan kadar konsentrasi bikarbonat <18
mEq/L dan tidak juga menunjukkan tanda hiperglikemia.
3. Asidosis metabolik lainnya
Ketoasidosis diabetikum juga harus dibedakan dari penyebab-penyebab
lain asidosis metabolik gap anion tinggi, termasuk asidosis laktat, gagal
ginjal kronik stadium lanjut, dan keracunan obat-obatan seperti salisilat,
metanol, etilen glikol dan paraldehid. Pengukuran kadar laktat darah dapat
dengan mudah menentukan diagnosis asidosis laktat (>5 mmol/L) oleh
karena pasien KAD jarang sekali menunjukkan kadar laktat setinggi ini.

F. Penatalaksanaan
1. Rehidrasi
Salin isotonik (0,9%) dapat diberikan dengan laju 15-20 ml/kgBB/jam atau
lebih selama satu jam pertama (total 1 sampai 1,5 liter cairan pada dewasa
rata-rata). Status hidrasi, kadar elektrolit serum dan keluaran urin harus
dimonitor. Secara umum NaCl 0,45% dengan laju 4 sampai 14
ml/kgBB/jam mencukupi apabila kadar natrium serum terkoreksi normal
atau meningkat. Dextrose ditambahkan jika level glukosa turun hingga 200
mg/dL.
2. Insulin
Insulin ditambahkan 1-2 jam setelah rehidrasi dimulai. Pada pasien
dewasa, setelah hipokalemia (K+ <3,3 mEq/L) disingkirkan, bolus insulin
regular intravena 0,1 unit/kgBB diikuti dengan infus kontinu insulin
regular 0,1 unit/kgBB/jam harus diberikan. Insulin dosis ini biasanya dapat
menurunkan kadar glukosa plasma dengan laju 50-70 mg/dL/jam. Bila
glukosa plasma tidak turun 50 mg/dL dari kadar awal dalam 1 jam
pertama, periksa status hidrasi; apabila memungkinkan infus insulin dapat
digandakan setiap jam sampai penurunan glukosa stabil antara 50-75
mg/dL.
Selama terapi untuk KAD atau HHS, sampel darah hendaknya diambil
secara rutin untuk mengukur elektrolit, glukosa, BUN, kreatinin,
osmolalitas dan pH vena serum. Secara umum, pemeriksaan analisa gas
darah arterial tidak diperlukan, pH vena (yang biasanya lebih rendah 0,03
unit dibandingkan pH arterial) dan gap anion dapat diikuti untuk
mengukur perbaikan asidosis.
Kriteria perbaikan KAD diantaranya adalah: kadar glukosa <200 mg/dL,
serum bikarbonat ≥18 mEq/L dan pH vena >7,3. Setelah KAD membaik,
bila pasien masih dipuasakan maka insulin dan penggantian cairan
intravena ditambah suplementasi insulin regular subkutan setiap 4 jam
sesuai keperluan dapat diberikan. Pada pasien dewasa, suplementasi ini
dapat diberikan dengan kelipatan 5 unit insulin regular setiap peningkatan
50 mg/dL glukosa darah di atas 150 mg/dL, dosis maksimal 20 unit untuk
kadar glukosa ≥300 mg/dL.
3. Kalium
Pada keadaan tertentu, pasien KAD dapat datang dengan hipokalemia
signifikan. Pada kasus-kasus ini, penggantian kalium harus dimulai
bersamaan dengan terapi cairan dan pemberian insulin ditunda sampai
kadar kalium mencapai lebih dari 3,3 mEq/L dalam rangka mencegah
terjadinya aritmia atau henti jantung dan kelemahan otot pernapasan.
4. Bikarbonat
Penggunaan bikarbonat pada KAD tetap kontroversial, karena dengan pH
>7,0 perbaikan aktivitas insulin dapat menghambat lipolisis dan
menghilangkan ketoasidosis tanpa perlu tambahan bikarbonat. Namun
mempertimbangkan bahwa asidosis berat dapat menyebabkan berbagai
efek vaskular berat, koreksi asidosis metabolik ini tetap dianjurkan. Jika
pH <7,0 maka diberikan 100 mmol natrium bikarbonat yang diencerkan
dengan 400 ml aqua bidestilat , dengan laju 200 ml/jam.
5. Tatalaksana lain
Pemantauan EKG kontinu direkomendasikan karena adanya risiko
hipo/hiperkalemia dan aritmia. Tabung nasogastrik harus diberikan kepada
pasien dengan penurunan kesadaran. Kateterisasi urin harus
dipertimbangkan bila terdapat gangguan kesadaran atau bila pasien tidak
mengeluarkan urin setelah 4 jam terapi dimulai.
Antibiotik diberikan jika anamnesis, pemeriksaan fisik, dan peningkatan
CRP mendukung adanya infeksi. Peningkatan jumlah leukosit saja kurang
mendukung adanya infeksi karena hitung leukosit seringkali meningkat
tajam pada KAD, baik disertai infeksi maupun tidak.
6. Pemantauan Terapi
 Tanda-tanda vital diperiksa setiap setengah jam untuk satu jam
pertama, setiap jam untuk 4 jam berikutnya dan setiap 2 – 4 jam
sampai KAD pulih.
 Pencatatan keluaran urin setiap jam untuk memantau fungsi ginjal.
 Kadar glukosa darah kapiler dipantau setiap jam untuk penyesuaian
dosis infus insulin.
 Kadar elektrolit dinilai setiap 1-2 jam awalnya dan setiap 4 jam
kemudian.
 Pengukuran pH vena dapat menggantikan pH arteri dan harus
dilakukan setiap 4 jam sampai KAD terkoreksi.

G. Komplikasi
1. Edema cerebral
2. Hipoglikemia dan hipokalemia
3. Trombosis vaskuler
4. ARDS
DAFTAR PUSTAKA

Gosmanov AR, Gosmanova EO, Dillard-Cannon E, 2014. Management of Adult


Diabetic Ketoacidosis. Diabetes, Metabolic Syndrome and Obesity:
Targets and Therapy. Vol.7:255–264

Kitabchi AE, Umpierrez GE, Miles JM, Fisher JN, 2009. Hyperglycemic Crises In
Adult Patients With Diabetes. Diabetes Care, Vol.32(7): 1335-1343

Perkeni, 2011. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes tipe 2 di


Indonesia. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI

Sumantri S, 2009. Pendekatan Diagnostik dan Tata Laksana Ketoasidosis


Diabetikum.

Westerberg DP, 2013. Diabetic Ketoacidosis: Evaluation and Treatment. Am Fam


Physician. Vol. 87(5):337-346

Anda mungkin juga menyukai