TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2 Epidemiologi
Sakit perut biasanya terjadi pada anak usia 5 hingga 14 tahun, sementara
frekuensi tertinggi pada usia 5-10 tahun. Apley menemukan bahwa nyeri perut
terjadi pada 10-12% anak laki-laki usia 5-10 tahun dan menurun setelah usia itu.
Anak perempuan cenderung lebih sering menderita sakit ini dibandingkan anak
laki-laki (Perempuan:Laki-laki = 5:3). Sakit perut ini jarang terjadi pada anak di
bawah usia 5 tahun dan di atas 15 tahun (Boediarso, 2010 dan Wiryati, 2007).
2.1.3 Klasifikasi
Pada garis besarnya sakit perut dapat dibagi menurut datangnya serangan
dan lamanya serangan, yaitu akut atau kronik (berulang), yang kemudian dibagi
lagi atas kasus bedah dan non bedah (pediatrik). Selanjutnya dapat dibagi lagi
berdasarkan umur penderita, yang di bawah 2 tahun dan di atas 2 tahun, yang
masing-masing dapat dikelompokkan menjadi penyebab gastrointestinal dan luar
gastrointestinal (Boediarso, 2009).
2.1.4 Etiologi
Dari penelitian terdahulu hanya 7% kasus yang disebabkan oleh kelainan
organik yang akan menimbulkan sakit perut (Apley, 1959), hal ini meningkat
terhadap berbagai kondisi seperti konstipasi, abdominal, gastritis, ulkus peptikum
dihubungkan dengan Helycobacter pylori dan irritable bowel syndrome.
Penyebab intra-abdominal dapat diklasifikasikan lagi menurut penyebab dari
dalam saluran cerna, ginjal, dan lain-lain (Tabel 1). Penyebab sakit perut berulang
yang terbesar adalah faktor psikofisiologi (Boediarso, 2009).
Kelainan organik sebagai diagnosis banding penyebab sakit perut berulang
telah banyak dilaporkan, tetapi hanya ditemukan pada 5-15,6% kasus. Pada garis
besarnya kelainan organik sebagai penyebab sakit perut berulang dapat dibagi
menurut penyebab intra-abdominal dan extra-abdominal.
Penyebab intra-abdominal dapat diklasifikasikan lagi menurut penyebab
dari dalam saluran cerna, ginjal, dan lain-lain (Tabel 1). Pada tabel 2 dapat pula
dilihat kelainan organik sebagai penyebab sakit perut. Penyebab sakit perut
berulang yang terbesar adalah faktor psikofisiologi.
Intra-abdominal
Ekstra-abdominal Gastrointestinal Ginjal Lain-lain
Keracunan timbal Malrotasi Pielonefritis Hepatomegali
Porfiria Duplikasi Hidronefrosis Splenomegali
Epilepsi Stenosis Batu ginjal Kolesistitis
Diabetes Gastritis Obstruksi uretero Kolelitiasis
Asma Hiatus hernia pelvik Pankreatitis
Demam rematik Hernia kronik
"Sickle-cell anemia" inguinalis Kista ovarium
Hiperparatirodisme Volvulus Endometriosis
Hipertrigliserid Intususepsi
Peritonitis Colitis ulseratif
Tumor/kista Konstipasi
Medulla spinalis kronik
Perinkotritis Intoleransi
laktosa
Askariasis
Ulkus peptikum
Penyakit Crohn
Apendisitis
kronik
Hiperplasia
limfoid noduler
Limfoma
Psikologik Fisiologik
Faktor stress Intoleransi
Somatisasi
Juga diketahui ada hubungan yang kuat antara sakit perut berulang
fungsional dengan tipe kepribadian tertentu, yaitu sering cemas/gelisah, dan selalu
ingin sempurna. Pada anggota keluarga lainnya juga sering ditemukan kelainan
psikosomatik seperti migrain, kolon iritabel (ulshen, 2000).
Hubungan antara sistim susunan saraf pusat dan saluran cerna yang sangat
kompleks mungkin dapat membantu menjelaskan patofosiologi sakit perut
berulang fungsional.
2.1.6 Patogenesis
Hipersensitivitas visera diduga sangat berperan terhadap kejadian nyeri
perut non-organik pada anak. Gangguan motilitas terlihat pada anak yang
dilakukan pemeriksaan manometri. Pada pemeriksaan manometri terlihat
peningkatan intensitas kontraksi otot pada usus halus dan usus besar, serta waktu
singgah di dalam usus yang lambat (delayed intestinal transit time). Konsep
keterlibatan hipersensitivitas visera didapat dari penelitian yang memperlihatkan
a. Lokalisasi.
Sakit yang disebabkan gangguan saluran pencernaan bagian atas biasanya
dirasakan di daerah epigastrium. Gangguan di ileum distal dan appendiks
dirasakan di daerah perut kanan bawah. Rasa sakit yang disebabkan oleh infeksi
usus ataupun gangguan psikis lokalisasinya sukar ditentukan.
c. Waktu timbul.
Waktu timbul yang dialami oleh sang anak dipengaruhi oleh apa
saja.Misalkan dapat dipengaruhi oleh jenis makanan, pola aktivitas dan lainnya.
i. Gangguan muskuloskeletal
Nyeri perut ini, juga bisa disebabkan oleh adanya gangguan ataupun
kelainan pada muskuloskeletal.
j. Aspek psikososial:
a. Pola hidup dan kebiasaan pola tidur, aktivitas sehari-hari, makanan,
penggunaan toilet.
b. Lingkungan: tetangga, sekolah, perkawinan orang tua, keadaan rumah,
persaingan sesama saudara kandung, beban keuangan, disiplin yang terlalu
kaku.
c. Temperamen, pola respon yang dipelajari: bagaimana anak mengatasi
stress di masa lampau, gampang bergaul, kaku, perfeksionis, obsesif,
depresi kronik, sulit diatur
Tabel 5. Tanda peringatan sakit perut berulang yang disebabkan kelainan organik
1. Nyeri terlokalisir, jauh dari garis tengah
2. Nyeri menjalar (punggung, bahu, ektremitas bawah)
3. Membangunkan anak pada malam hari
4. Timbul tiba-tiba
5. Muntah
6. Gangguan motilitas (diare, obstripusi, inkontinensia)
7. Pendarahan saluran cerna
8. Dysuria
9. Gangguan tumbuh kembang
10. Gejala sistemik : panas, arthalgia, ruam kulit
11. Riwayat keluarga : ulkus peptikum, H pylori, intoleransi laktosa, IBD
12. Kesadaran sesudah episode
13. Usia kurang dari 4 tahun atau lebih 15 tahun
A.Pemeriksaan laboratorium
Apusan darah dengan gambaran anemia zat besi dapat menyertai
kehilangan darah kronik. Leukositosis biasanya menyertai infeksi saluran kemih
dan usus, tetapi infeksi Salmonella biasanya leukopenia. Laju endap darah
meningkat pada infeksi usus. Pemeriksaan ureum dan elektrolit darah penting
pada diare dengan dehidrasi (Boediarso, 2010).
Pemeriksaan urin perlu dilakukan untuk menentukan adanya infeksi
saluran kemih, batu saluran kemih, kelainan hepatobilier, glomerulonefritis akut
dan sindrom nefrotik (Hegar, 2003).
Analisis tinja dapat dilakukan untuk melihat adanya kelainan hepatobilier,
kerusakan pankreas, infeksi bakteri atau parasit, alergi protein susu sapi, kelainan
bedah (invaginasi) dan malabsorpsi karbohidrat yang sering ditemukan pada
sindrom usus inflamatorik. Intoleransi laktosa dapat diperiksa dengan mengukur
pH tinja dan tes reduksi dalam tinja (Ulshen, 2000).
Pemeriksaan biokimia seperti klirens urea, kreatinin, amilase dan lipase
dapat membantu mengetahui adanya kelainan pada pankreas, hati dan sistem
bilier (Ulshen, 2000).
B.Pemeriksaan penunjang
Foto polos abdomen, berbaring dan tegak sangat penting untuk melihat
obstruksi usus, massa atau tinja dalam kolon, kalsifikasi pada pankreatitis kronik
dan beberapa jenis tumor, batu empedu dan gambaran mukosa usus pada colitis
ulseratif kronik.
1. Dispepsia Fungsional
Dispepsia adalah rasa sakit atau tidak nyaman (discomfort) pada
perut bagian atas (di atas umbilikus). Keluhan telah dirasakan selama
paling sedikit 12 minggu, tidak perlu berurutan, dalam kurun waktu 12
bulan terakhir. Rasa sakit tidak berhubungan dengan pola defekasi dan
bentuk tinja.
Berdasarkan gejala klinis, Dispepsia fungsional dibagi menjadi 3
bentuk, yaitu (1) Ulcer like dyspepsia, bila yang dirasakan adalah rasa
sakit, (2) dysmotility like dyspepsia, bila yang dirasakan adalah rasa tidak
nyaman, dan (3) Unspecified (non specific) dyspepsia, bila keluhan yang
disampaikan pasien tidak memenuhi kriteria ulcer atau dysmotility
dyspepsia. Rasa tidak nyaman dapat berupa rasa penuh, cepat kenyang,
4. Migren perut
Sakit perut timbul secara paroksismal pada daerah garis tengah
perut, non-kolik, berlangsung selama beberapa jam sampai beberapa hari
5. Erofagia
Udara yang tertelan dapat menyebabkan distensi perut secara
berlebihan sehingga mengganggu masukan minum/makan anak. Keluhan
berlangsung selama minimal 12 minggu, tidak perlu berurutan, dalam
kurun waktu 12 bulan terakhir. Pada anamnesis dan pemeriksaan fisis
terlihat distensi perut akibat adanya udara di dalam lumen usus, sendawa
berulang kali, dan sering flatus. Erofagia seringkali tidak terlalu
diperhatikan oleh orangtua.
Erofagia perlu dipikirkan apabila pada saat pemeriksaan fisis
ditemukan suara menelan berulang kali yang disertai keluhan tersebut di
atas. Keluhan dan gejala klinis akan hilang pada saat tidur. Kecemasan
yang dialami oleh seorang anak dapat menyebabkan perilaku menelan
secara berlebihan (Markum, 1999).
2.1.9 Penatalaksanaan
Pertama kali yang harus diperhatikan dalam menghadapi nyeri perut pada
anak adalah memilah apakah kelainan fungsional (kelainan organik) atau
psikogenik (psikosomatik) yang mendasari keluhan tersebut. Pemeriksaan
penunjang tidak menjadi urutan pertama pada nyeri perut tanpa gejala-gejala yang
pasti. Meskipun belum disepakati oleh semua negara tetapi sebagian besar sudah
menyetujui penggunaan Kriteria Rome untuk diagnosis nyeri perut fungsional.
Tata laksana dimulai dengan melakukan wawancara dengan anak dan
orangtuanya secara bersama-sama. Interaksi orang tua dan anak selama
2.1.10 Prognosis
Banyak faktor yang mempengaruhi sakit perut pada anak (Ulshen, 2000):
1) Anak dari keluarga yang banyak menderita sakit perut cenderung
mengalami sakit perut berulang dibanding keluarga yang normal.
2) Anak perempuan mempunyai kemungkinan lebih besar untuk sembuh dari
sakit perutnya daripada anak laki-laki tetapi mempunyai kemungkinan
lebih besar untuk berkembang menjadi gejala lain.
3) Lebih muda anak yang menderita sakit perut (sebelum usia 6 bulan)
mempunyai kemungkinan lebih besar untuk sembuh sempurna.