IMT
p
Obese Tidak Obese
Ada 16 11
Riwayat Keluarga 0,091
Tidak ada 20 31
Total 36 42
Sumber: data primer yang diolah
Uji Chi Square dilakukan untuk mengetahui hubungan antara riwayat keluarga dengan
obesitas. Berdasarkan Tabel 6.2 menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan secara statistik
antara riwayat keluarga dengan obesitas pada seluruh responden karena faktor peluang tidak
adanya hubungan antara riwayat keluarga dengan obesitas pada seluruh responden adalah
9,1 % (p=0,091). Interpretasinya adalah riwayat keluarga tidak memiliki hubungan
signifikan secara statistik dengan obesitas di desa Pernasidi, Kecamatan Cilongok,
Banyumas.
Tabel 6.3 Hasil Uji Chi Square Stress psikologi dengan obesitas
IMT
p
Obese Tidak obese
Stress 26 1
Stress <0,001*
Tidak stress 10 41
Total 36 42
Sumber: data primer yang diolah
Uji Chi-Square dilakukan untuk mengetahui hubungan antara stress psikologi dengan
obesitas. Berdasarkan Tabel 6.3 menunjukan bahwa terdapat hubungan antara stress
psikologi dengan obesitas pada seluruh responden karena faktor peluang tidak adanya
hubungan antara stress psikologi dengan obesitas pada seluruh responden adalah 0,1 %
(p<0,001). Hasil tersebut bermakna karena faktor peluang kurang dari 5% interpretasinya
adalah stress psikologis merupakan salah satu risiko untuk terjadinya peningkatan obesitas.
Tabel 6.4 Hasil Uji Chi Square Kebiasaan aktivitas fisik dengan Kejadian obesitas
IMT
p
Obese Tidak obese
Rutin 17 25
Aktivitas fisik 0,277
Tidak rutin 19 17
Total 36 42
Sumber: data primer yang diolah
Uji Chi Square dilakukan untuk mengetahui hubungan antara aktivitas fisik dengan
obesitas. Berdasarkan Tabel 6.4 menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan secara statistik
antara aktivitas fisik dengan obesitas pada seluruh responden karena faktor peluang tidak
adanya hubungan antara aktivitas fisik dengan obesitas pada seluruh responden adalah 27,7
% (p=0,277). Interpretasinya adalah aktivitas fisik tidak memiliki hubungan signifikan
secara statistik dengan obesitas di desa Pernasidi, Kecamatan Cilongok, Banyumas.
Tabel 6.5 Hasil Chi Square Kebiasaan konsumsi lemak jenuh dengan Kejadian obesitas
IMT
p
Obese Tidak obese
Sering 32 34
Konsumsi lemak jenuh 0,333
Jarang 4 8
Total 36 42
Sumber: data primer yang diolah
Uji Chi Square dilakukan untuk mengetahui hubungan antara kebiasaan konsumsi
lemak jenuh dengan obesitas. Berdasarkan Tabel 6.5 menunjukan bahwa tidak terdapat
hubungan secara statistik antara konsumsi lemak jenuh dengan obesitas pada seluruh
responden karena faktor peluang tidak adanya hubungan antara konsumsi lemak jenuh
dengan obesitas pada seluruh responden adalah 33.3 % (p=0,333). Interpretasinya adalah
konsumsi lemak jenuh tidak memiliki hubungan signifikan secara statistik dengan obesitas
di desa Pernasidi, Kecamatan Cilongok, Banyumas.
Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa tidak ada hubungan antara riwayat
keluarga dengan obesitas. Hasil uji Chi Square diperoleh nilai p=0,091, sehingga riwayat
keluarga bukan merupakan faktor risiko obesitas. Hal ini sesuai dengan penelitian Basit
(2004), bahwa riwayat keluarga obese berpotensi menyebabkan deposit lemak tubuh yang
lebih tinggi, tapi hasil tersebut tidak signifikan secara statistik. Pada penelitian meta analisis
yang dilakukan oleh Kanciruk (2014), menyatakan dari hasil yang dikumpulkan dari
berbagai latar belakang dan karakteristik ras sampel, ditemukan hasil yang konsisten berupa
hasil yang signifikan antara riwayat keluarga dengan obesitas.
Perbedaan hasil penelitian di desa Pernasidi terhadap penelitan lainnya dapat
disebabkan berbedanya pola hidup dari generasi sebelumnya dengan generasi sekarang.
Banyak faktor yang mempengaruhi status gizi masyarakat desa Pernasidi saat ini dengan
keluarganya terdahulu, seperti akses, swasembada pangan, berkurangnya penyakit infeksi,
pola makan, dan aktivitas fisik. Data global oleh WHO menyatakan prevalensi obesitas
meningkat di beberapa dekade terkahir.
Penelitian ini menunjukan bahwa terdapat hubungan antara stress psikologis dan
obesitas pada seluruh responden di Desa Pernasidi dengan nilai p<0,001, maka stress
psikologis merupakan salah satu risiko untuk terjadinya peningkatan obesitas. Stress
psikologis diketahui dengan skoring IPSS.
Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Raspopow (2010) menyatakan bahwa,
stress sangat berhubungan dengan berbagai macam kebiasaan sebagai respon terhadap
stress, dan secara umum, orang menggunakan berbagai strategi untuk melakukan koping
stress, diantaranya adalah dengan banyak makan. Konsumsi karbohidrat dan lemak tinggi
juga menjadi pilihan makanan sebagai respon atas stress yang dialami oleh seseorang.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Koch (2008), stress psikologis yang berasal dari
lingkungan dan keluarga berpengaruh secara signifikan pada peningkatan kejadian obesitas.
Pendapat yan berbeda dikemukaka oleh Moore (2012), bahwa hubungan antara stress,
makan, dan obesitas merupakan hubungan yang rumit, dan diperlukan penelitian yang lebih
maju untuk menemukan hubungan diantara ketiga faktor tersebut.
Berdasarkan penelitian ini, tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara kebiasaan
konsumsi lemak jenuh terhadap obesitas. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Dos Santos (2014), menyatakan bahwa kebiasaan makanan lemak jenuh
memiliki korelasi positif dengan peningkatan kejadian obesitas. Hasil penelitian ini juga
tidak sesuai dengan penelitian oleh Amin (2008), yang menyatakan kebiasaan makan tinggi
lemak dan gula secara signifikan berpengaruh terhadap peningkatan BMI hingga kelebihan
berat badan dan obesitas.
Hasil penelitian ini menunjukan tidak terdapatnya hubungan yang signifikan antara
aktivitas fisik dengan obesitas p = 0.277. Hasil ini tidak sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Mota (2008), yang menyatakan bahwa kelompok normoweight cenderung
memiliki aktivitas fisik yang lebih banyak, dan secara signifikan aktivitas fisik yang teratur
menurunkan risiko kelebihan berat badan dan obesitas. Hasil penelitian ini juga tidak sesuai
dengan penelitian yang dilakukan Riebe (2009), yang menyatakan bahwa kelebihan berat
badan dan obesitas berhubungan dengan rendahnya aktivitas fisik. Rendahnya aktivitas fisik
juga memicu berbagai kegagalan fungsi fisik.