Anda di halaman 1dari 8

BAB II

PEMBAHASAN

A. MASA REFORMASI
Periode reformasi ditandai dengan peristiwa besar yang menyentak seluruh perhatian
elemen bangsa dan dunia. Tuntutan masyarakat terhadap peruahan tata kelolala pemerintah
yang lebih baik dan bebeas korupsi melanda bangsa Indonesia sehingga mengakhiri kekuasaan
pemerintahan era Orde Baru. Presiden Soeharto yang menjadi Top Man penggagas lahirnya
“Indonesia Membangun”, mengundurkan diri dari tampuk kepresidenan pada tanggal 21 Mei
1998. Akibatnya negara ini dihadapkan pada banyak persoalan baru yang membutuhkan
penangana segera. Pergantian sistem dibarengi dengan perubahan kebijakan di berbagai
sector.1
Hal ini berdampak juga pada sistem penyelenggaraan ibadah haji secara keseluruhan,
khususnya pada upaya meminimalkan aroma korupsi, kolusi dan nepotisme. Sorotan
masyarakat terhadap inefisiensi dan biaya tinggi barangkali ada benarnya, terutama pada
komponen biaya yang ditetapkan untuk angkutan (transportasi) haji yang selama bertahun-
bertahun berkisar antara USD 1.650 samai USD 1.750 per jamaah haji. Angka itu jelas berbeda
jauh dengan tarif regular untuk rute yang sama.
Tingginya angkutan biaya haji sangat dipengaruhi antara lain oleh monopoli terhadap
pelaksanaan angkutan haji yang dilakukan oleh perusahaan penerbangan nasional. Akibatnya,
posisi tawar (bargaining position) Departemen agama kurang kuat dalam menetapkan tariff
angkutan haji.
Melalui keputusan presiden No. 119 tahun 1998, pemerintah mengahapus monopoli
angkutan haji dengan mengizinkan kepada perusahaan penerbangan lain di luat PT Garuda
Indonesia melaksanakan angkutan haji. Dibukanya kesempatan ini disambut hangat oleh
sebuah perusahaan asing, Saudia Arabian Air Lines, untuk ikut serta dalam angkutan haji.
Mereka lalu mengajukan penwaran kepada pemerintah. Dengan adanya kompotitor baru, maka
secara tidak langsung menempatkan pemerintah sebagai customer yang mempunyai hak untuk
menentukan apa yang menjadi keinginan.
Dampak positif yang segera dirasakan adalah dapat ditekannya biaya angkutan haji menjadi
USD 1.200 untuk setiap jamaah haji, sebuah capaian negosiasi yang cukup berarti mengingat
posisi tawar Departemen Agama yang rendah selama ini. Hal ini juga didukung dengan adanya

1
Muhammad M basyuni dkk, Haji dari masa ke masa, (Jakarta: Dirjen PHU Kemenag 2012) hal.83
ketentuan dari kerajaan Arab Saudi bahwa satu perusahaan penerbangan nasional (carrier
fight) diberikan izini untuk mengangkut jamaah haji dari negara asal, sedangkan pemulangan
dilakukan oleh perusahaan penerbangan Arab Saudi. Jika aturan teresbut tidak dipatuhi,
konsekuensinya setiap jamaah haji dikenakan royaliti. Hal ini mengakibatkan tingginya biaya
angkutan udara. Dengan adanya dua perusahaan penerbangan, carrier fight negara asal dan
Arab Saudi maka royaliti tersebut dihapuskan.
Era reformasi yang mulai menggema pada tahun 1998 merupakan awal dari sistem
keterbukaan dan transparasi. Kondisi itu menuntut setiap bentuk kebijakan yang ditetapkan
harus memenuhi dua sepek tersebut. Setiap kebijakan yang menimbulkan ketidakpuasan
masyarakat akan mendapatkan respon dan kritik yang gencar.
Rumusan keberhasilan penyelenggaraan haji tahun 1998 meliputi empat hal:
1. Jemaah haji yang telah terdaftar sah dan memenuhi syarat dapat diberangkatkan ke
Tanah Suci.
2. Seluruh jamaah haji yang telah berada di Tanah Suci dapat menempati pemondokan.
3. Seluruh jamaah haji yang telah berada di Tanah Suci dapat menjalankan ibadah wukuf
di Arafah dan rukun haji lainnya termauk jamaah haji sakit dengan disafarikan atau
dibadalhajikan.
4. Seluruh jamaah haji yang telah menunaikan ibadah haji dapat dipulangkan ke Tanah
Air.2
Setelah 54 tahun penyelenggaraan haji berlangsung sejak RI merdeka, terasa payung
hukum yang mengatur hal itu masih perlu disempurnakan. Karena itu maka pada tahun 1999
ditetapkan UU No 17 tahun 1999 tentang penyelenggaraan ibadah haji. 3 Pemberlakuan
sekaligus menyatakan bahwa plegrims ordonantie tahun 1922 nomor 698 yang menjadi dasar
hukum penyelenggaraan ibadah haji selama 77 tahun dinyatakan tidak berlaku lagi.
. Lahirnya Undang-Undang tersebut pada hakikatnya merupakan buah perjuangan bangsa,
khususnya umat Islam untuk memiliki suatu peraturan bersama (social contract) yang bersifat
permanent sistem, sebagai landasan bersama masyarakat, untuk melakukan peningkatan mutu
pelayanan dan perlindungan, di samping pembinaan bagi setiap warga negara yang
melaksanakan ibadah haji dalam kaitannya dengan perkembangan masyarakat dan kemajuan
teknologi.

2
Syamsudin Haris, menimati naik haji, (Jakarta: kompas 2013) hal 51
3
Artikel Kompas Digital, Menilik Sejarah Penyelenggaraan HajI, edisi 7 Oktober 2015
Aspek perlindungan terhadap jamaah haji lebih jelas arah dan tujuannya sejak lahirnya
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1999 mengenai Penyelenggaraan Ibadah Haji. Dalam
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1999 yang menjadi landasan kebijakan nasional
penyelenggaraan haji dinyatakan bahwa penyelenggaraan ibadah haji bertujuan untuk
memberikan pembinaan, pelayanan dan perlindungan yang sebaik-baiknya melalui sistem dan
kepengurusan penyelenggaraan yang baik, agar perlaksanaan ibadah haji dapat berjalan dengan
aman, tertib, lancar dan nyaman sesuai dengan tuntutan agama, serta jamaah haji dapat
melaksanakan ibadah secara mandiri sehingga memperoleh haji mabrur.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1999, sistem penyelenggaraan haji terdiri
dari sub-sub sistem, yaitu Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH), pendaftaran,
pembinaan, kesehatan, keimigrasian, pengangkutan, akomodasi, penyelenggaraan ibadah haji
khusus, dan umrah. Penyelenggaraan haji sesuai dengan tuntutan undang-undang juga
mengacu kepada prinsip-prinsip pengurusan modern, yang meliputi pengaturan,
pengorganisasian, perlaksanaan dan pengawalan.4
Pengurusan penyelenggaraan haji secara terus menerus disempurnakan sesuai dengan
tuntutan keperluan di lapangan dan aspirasi yang berkembang di masyarakat yang
menghendaki pengelolaan yang lebih baik. Sehingga pengurusan haji dapat mendukung sistem
penyelenggaraan haji antara lain melalui penetapan prosedur kerja dan standard pelayanan
yang berlaku secara universal.
.
.
.
.

B. MASA SEKARANG
Meski telah mengalami perkembangan yang signifikan, penyelenggaraan haji
Indonesia bukan berarti lepas dari masalah. Tahun 2004 ketika kemenag (Kementrian Agama)
melalui SK Dirjen hingga diperkuat Permen mulai menggunakan sistem waiting list (daftar
tunggu) dalam pendaftaran pelaksanaan Ibadah Haji yang pada akhirnya dari tahun ke tahun
sistem ini seperti Bom Waktu karena menyebabkan penumpukan Calon Jamaah Haji hingga

4Kamariah Binti Mohd Noor, “Sumbangan Lembaga Urusan dan Tabung Haji (LUTH) Kepada Masyarakat Islam di
Malaysia” (Tesis S2, Jabatan Fiqh dan Usul, Akademi Pengajian Islam, Universiti Kebangsaan Malaysia, 10 Mac 1989),
h. 16.
jutaan orang.5 Pada Agustus Pada 18 Agustus 2016 lalu, sebanyak 177 Warga Negara Indonesia
(WNI) ditahan oleh pihak imigrasi Filipina lantaran akan berangkat haji menggunakan paspor
Filipina. Bisa terjadi demikian, tidak lain karena berkaitan dengan kuota keberangkatan haji di
Indonesia.
Tahun 2013 hingga tahun 2015 kuota haji di Indonesai menipis. Hal ini disebabkan
adanya renovasi prasarana ibadah di Masjidil Haram, lalu normal kembali pada tahun 2016.
Menurut data Kementerian Agama RI, pada 2011, kuota keberangkatan jemaah haji reguler
Indonesia tersedia sebanyak 199.848, dengan menyisakan antrean tunda haji sebanyak
1.521.521 jiwa.
Pada 2015, jumlah kuota haji reguler pun menipis hingga 154.455, dengan menyisakan
antrean tunda yang lebih banyak lagi, yakni 3.014.835 jiwa. Pada 2016 hanya tersedia sebanyak
168.800 saja, yang terdiri dari 155.200 kuota reguler dan 13.600 kuota haji khusus. Sementara,
di tahun 2017, kuota haji untuk jemaah asal Indonesia kembali dipulihkan oleh Raja Salman
bahkan ditambah jumlahnya menjadi 221.000 di mana kuota haji reguler mencapai 204.000
dan kuota haji khusus 17.000.6
Berikut adalah jumlah kuota haji Indonesia dalam 20 tahun terakhir:

5
http://persaudaraansejati.blogspot.co.id/2013/07/seruan-ulangan-mari-dukung-pembubaran.html, diunduh
tanggal 19 Oktober 2017 pukul 20.00
6
https://www.rappler.com/indonesia/ayo-indonesia/145340-sejarah-penyelenggaraan-ibadah-haji-indonesia,
diunduh tanggal 19 Oktober 2017 pukul 20.00
Berdasarkan cacatan di atas kertas, Kementerian Agama (Kemenag) sebagai pelaksana
ibadah haji sudah optimal bekerja. Ini dibuktikan dari penilaian Badan Pusat Statistik bahwa
pelaksanaan ibadah haji mengalami pembaikan dari tahun-tahun sebelumnya. Ukuran
keberhasilan pelaksanaan haji tahun ini:
1. masalah pemondokan yang tidak terlalu jauh, bahkan untuk jamaah yang tinggal lebih
dari 2 km, ada mobil angkutan khusus untuk mengangkut jamaah haji, yang disediakan
Kemenag.
2. makanan jamaah haji terkoordinir dengan baik. Dalam upaya menjaga jamaah agar
tetap kuat dan sehat selama menjalankan ibadah haji, makanan jamaah haji disediakan
dengan kandungan gizi yang cukup.
3. dari penilaian jamaah haji Indonesia oleh Pemerintah Arab Saudi, pelaksanaan haji
jamaah Indonesia paling tertib. Dengan jumlah jamaah paling banyak, Kemenag
dengan operator haji lainnya tetap bisa mengkoordinasikan jamaahnya dengan baik.
Hal ini membuat negara-negara lain, seperti Suriah, Lebanon, Rusia dan Iran ingin
mempelajari sistem pengelolaan perhajian di Indonesia. Walau masih ada saja jamaah
yang tertinggal dan tersesat, hal ini dinilai wajar karena banyak di antara jamaah
Indonesia sudah berusia tua dan minim pengetahuan, bahkan menulis dan membaca
pun, ada yang tidak bisa.7
Hasil kinerja Kemenag memang layak diapresiasi. Secara umum pelaksanaan ibadah haji
Indonesia yang mencapai ratusan ribu orang, berlangsung sukses meski masih dijumpa
kekurangan di sana-sini. Banyak jemaah merasa puas dengan sistem pengelolaan ibadah haji
oleh Kemenag meski masih ada saja di antara aparatur Kemenag bekerja tidak sesuai harapan.
Kemenag sendiri tetap mendapat sorotan masyarakat karena disebut-sebut sebagai ladang
korup nasional.
Memang, banyak di antara pegawai Kemenag mudah tergiur melakukan praktik-praktik
terlarang, terutama tindakan korupsi dalam jumlah cukup besar. Dana jamaah haji yang
jumlahnya tidak sedikit, didukung sistem yang tidak transparan, membuat aparatur Kemenag
berpotensi besar untuk melakukan tindakan korupsi. Belum lagi, terkait keuntungan hasil
tabungan calon jamaah haji yang disimpan di berbagai bank.
Karena itulah pada tanggal 26 Juli 2017 terbentuklah Dewan Pengawas dan Badan
Pengelola Keuangan Haji (BPKH) sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor: 34

7
http://makalah-haji-dan-umrah.blogspot.co.id/2012/12/pengelolaan-ibadah-haji-di-indonesia.html, diunduh
tanggal 19 Oktober 2017 pukul 20.00
Tahun 2014. BPKH merupakan badan hukum publik bersifat mandiri dan bertanggung
jawab kepada presiden. BPKH dibentuk khusus menjalankan fungsi pengelolaan keuangan
haji. Dalam melakukan pengelolaan keuangan haji, BPKH terikat dengan prinsip syariah,
kehati-hatian, manfaat, nirlaba, transparan, dan akuntabel. Dana haji yang sudah terkumpul
masuk rekening penampungan cukup besar. Dengan telah dibentuknya anggota Dewan
Pengawas dan Badan Pelaksana BPKH tersebut, Pemerintah berharap pelaksanaan
pengelolaan keuangan haji dapat dikelola dengan baik untuk mengatasi praktik buram yang
pernah terjadi dalam penyelenggaraan ibadah haji di Indonesia dan juga memberi manfaat
yang banyak untuk perhajian di Indonesia.8

8
https://www.kompasiana.com/idhamindraputra/habis-gelap-terbitlah-terang-pengelolaan-keuangan-haji,
diunduh tanggal 19 Oktober 2017 pukul 20.00
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Pemerintah Indonesia pada dasarnya telah berusaha dengan semaksimal mungkin untuk
membuat satu sistem atau formula untuk digunakan bagi peningkatan segala pelayanan kepada
jamaah haji, dan berusaha untuk merealisasikan segala aturan dan formula tersebut dalam
kenyataan meskipun masih banyak kekurangan-kekurangan yang perlu diperbaiki. Hal itu
terbukti dengan banyaknya peraturan dan undang-undang yang mengatur pelaksanaan ibadah
haji, seperti Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 1999 mengenai Penyelenggaraan Ibadah
Haji; Keputusan Menteri Agama RI Nomor 371
Banyaknya aturan dan peraturan serta undang-undang yang mengatur tata pelaksanaan
ibadah haji dan umrah tidak cukup untuk dapat memberikan pelayanan yang komprehensif dan
profesional, melainkan perlu kesadaran yang tinggi untuk menghargai suatu peraturan atau
undang-undang tersebut. Oleh karena itu, kesadaran dari jamaah sangat diperlukan dan
kesungguhan para pembimbing dalam memberikan bimbingan amat diharapkan yang tentunya
semua itu bermuara dari sebuah keikhlasan dalam menuntut ridha Allah SWT.

B. SARAN
Dalam makalah ini tentunya masih banyak kekurangan, itu sebabnya penulis menyarakan
untuk setiap pembaca makalah ini agar membaca juga literatur yang lain khsusnya yang terkait
dengan informasi haji yang saat ini.

DAFTAR PUSTAKA
 M basyuni. Muhammad. dkk, Haji dari masa ke masa, (Jakarta: Dirjen PHU Kemenag 2012)
 Haris. Syamsudin, Menimati Naik Haji, (Jakarta: kompas 2013)
 Artikel Kompas Digital, Menilik Sejarah Penyelenggaraan HajI, edisi 7 Oktober 2015
 Kamariah Binti Mohd Noor, “Sumbangan Lembaga Urusan dan Tabung Haji (LUTH) Kepada
Masyarakat Islam di Malaysia” (Tesis S2, Jabatan Fiqh dan Usul, Akademi Pengajian Islam,
Universiti Kebangsaan Malaysia, 10 Mac 1989)
 http://persaudaraansejati.blogspot.co.id/2013/07/seruan-ulangan-mari-dukung-
pembubaran.html, diunduh tanggal 19 Oktober 2017 pukul 20.00
 https://www.rappler.com/indonesia/ayo-indonesia/145340-sejarah-penyelenggaraan-ibadah-
haji-indonesia, diunduh tanggal 19 Oktober 2017 pukul 20.00
http://makalah-haji-dan-umrah.blogspot.co.id/2012/12/pengelolaan-ibadah-haji-di-indonesia.html,
diunduh tanggal 19 Oktober 2017 pukul 20.00
https://www.kompasiana.com/idhamindraputra/habis-gelap-terbitlah-terang-pengelolaan-keuangan-
haji, diunduh tanggal 19 Oktober 2017 pukul 20.00

Anda mungkin juga menyukai