Anda di halaman 1dari 14

Daftar isi

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................................. 1


I.1 Hipogonadisme Pada Laki-laki................................................................................................................ 1
I.2 Definisi Late-onset hypogonadism/Andropause...................................................................................... 1
BAB II FISIOLOGI, TANDA dan GEJALA LOH ...................................................................................... 3
II.1 Fisiologi LOH ........................................................................................................................................ 3
II.2 Gejala dan Tanda LOH .......................................................................................................................... 6
II.3 Testosteron Replacement Therapy (TRT) .............................................................................................. 8
BAB III Kesimpulan ..................................................................................................................................... 9
Daftar Pustaka ............................................................................................................................................. 11
1

BAB I PENDAHULUAN

Penuaan adalah proses fisiologis yang berjalan lambat. Selama proses penuaan,
organisme manusia mengalami serangkaian modifikasi morfologi dan fungsional di dalam
semua organ, jaringan, dan sel, yang ditandai oleh kecenderungan berkurangnya efisiensi
fisiologis dan atrofi berbagai organ dan sistem. Proses involutional terjadi pada sekresi
kelenjar perifer dan juga di hipotalamus serta kelenjar pituitary. Jadi, selama proses penuaan,
ada perubahan mendasar dalam sekresi pada kebanyakan hormon.1

The World Health Organization menemukan bahwa pada tahun 2000 populasi pria
berusia di atas 65 tahun berjumlah 520 juta. Diperkirakan pada tahun 2050 akan meningkat
hampir tiga kali lipat dan melampaui 1,5 miliar pria. Antara 2 dan 6% dari pria ini akan
memiliki gejala yang terkait dengan late onset hypogonadism (LOH).2

I.1 Hipogonadisme Pada Laki-laki


Hipogonadisme laki-laki adalah sindrom klinis yang disebabkan oleh defisiensi
androgen, yang dapat mempengaruhi banyak fungsi organ dan kualitas hidup.
Hipogonadisme diakibatkan oleh kegagalan testis, atau disebabkan oleh terganggunya satu
atau beberapa tingkat axis hipotalamus-hipofisis-gonad.3

Hipogonadisme pria dapat diklasifikasikan sesuai dengan gangguan pada tingkat:4

• testis (hipogonadisme primer). Kegagalan testis primer adalah penyebab paling sering
hipogonadisme dan berakibat pada kadar testosteron rendah, penurunan
spermatogenesis, dan peningkatan gonadotropin,
• hipotalamus dan hipofisis (hipogonadisme sekunder); Cacat sentral hipotalamus atau
hipofisis menyebabkan kegagalan testis sekunder,
• hipotalamus atau hipofisis, hipogonadisme pada pria dewasa; gabungan kegagalan
testis primer dan sekunder menghasilkan tingkat testosteron rendah dan kadar
gonadotrofin yang bervariasi,
• organ target androgen (androgen insensitivity atau resistance)

I.2 Definisi Late-onset hypogonadism/Andropause


Bentuk hipogonadisme ini dikenal sebagai late-onset hypogonadism (LOH),
hipogonadisme terkait usia, andropause, PADAM (Partial Androgen Deficiency in Aging
2

Male), ADAM (Androgen Decline in the Aging Male), atau TDS (Testosterone Deficiency
Syndrome).4

Tiga faktor yang berbeda bertanggung jawab atas perubahan tingkat testosteron serum
pada pria yang lebih tua. LOH adalah konsekuensi dari proses penuaan, kemunduran fungsi
hipotalamus-hipofisis, dan fungsi sel Leydig di testis. Penuaan pada pria menyebabkan
gangguan sekresi GnRH oleh disregulasi hipotalamus dan pengurangan frekuensi dan
amplitudo LH. Jumlah dan aktivitas sel Leydig berkurang terutama oleh perkembangan
aterosklerosis dan perubahan degeneratif pada sel Leydig. Hanya testosteron bebas dan tidak
terikat yang secara biologis aktif. Kadar SHBG meningkat seiring bertambahnya usia,
sehingga proporsi testosteron bebas bioaktif menurun. Pada pria yang lebih tua, hal ini sering
menyebabkan peningkatan aktivitas aromatase, yang memetabolisme testosteron menjadi
estradiol. Fenomena ini ditambah lagi dengan terjadinya obesitas, diabetes mellitus, penyakit
kardiovaskular, dan kanker. 5

Hipogonadisme terkait usia adalah penyakit yang didefinisikan secara klinis dan
biokimia dari pria yang lebih tua dengan kadar testosteron serum di bawah parameter
referensi pria sehat muda dan dengan gejala defisiensi testosteron, yang ditunjukkan oleh
gangguan kualitas hidup dan efek berbahaya pada sistem organ multipel. 6

Kadar testosteron rendah dan gejala hipogonadisme pada pria berusia 40-79 tahun
bervariasi dari 2% sampai 6%. Hipogonadisme lebih banyak terjadi pada pria yang lebih tua,
obesitas, pada orang dengan komorbiditas, dan pada pria dengan status kesehatan yang buruk.
Penyakit akut seperti trauma kepala, stroke, infark miokard, operasi kandung empedu, atau
kolitis akut juga dapat mengurangi sintesis testosteron. Efek ini bisa berlangsung selama
beberapa hari sampai beberapa minggu. Luka bakar akut dapat menyebabkan kadar
testosteron lebih rendah selama delapan minggu atau lebih. Untuk alasan ini, hati-hati
diperlukan dalam membuat diagnosis kekurangan testosteron selama, atau dalam minggu-
minggu berikutnya, pada episode penyakit akut. 7

Beberapa obat dapat mengganggu kadar testosteron. Sekitar 70% pria yang rutin
mengkonsumsi obat opioid, termasuk metadon dan tramadol, memiliki kadar testosterone
yang rendah. Terapi glukokortikoid jangka panjang juga dapat menekan sumbu hipotalamus-
hipofisis-testis. Beberapa obat yang digunakan untuk mengatasi kecemasan dan depresi, baik
secara langsung atau melalui provokasi hiperprolaktinemia, dapat menyebabkan defisiensi zat
testosteron. Disfungsi seksual dapat dikaitkan dengan penggunaan inhibitor 5α-reduktase.8
3

Berdasarkan konsensus yang dicapai pada tahun 2009 oleh perwakilan masyarakat
terkemuka yang peduli dengan masalah hipogonadisme pada pria: the American Society of
Andrology (ASA), the International Society of Andrology (ISA), the International Society for
Study of Aging Male (ISSAM ), Asosiasi Urologi Eropa (EAU), dan Akademi Andrologi
Eropa (EAA), norma terendah untuk kadar testosteron total pada pria yang lebih tua tidak
dapat didefinisikan secara jelas. Namun dalam diagnosis LOH kita menggunakan norma yang
diadopsi untuk pria muda yang sehat. Menurut berbagai rekomendasi dari penelitian, terapi
subtitusi disarankan apabila kadar testoteron berkisar antara 2,5 sampai 4,0 ng / ml.9

BAB II FISIOLOGI, TANDA dan GEJALA LOH, TESTOSTERON


REPLACEMENT THERAPY (TRT)
II.1 Fisiologi LOH
Testosteron merupakan hormone seks laki-laki (androgen) yang terpenting. Hormone
testosterone adalah suatu hormone steroid yang terbentuk dari kholesterol. Testosteron
disekresikan oleh sel-sel interstisial leydig di dalam testis. Testis mensekresi beberapa
hormon kelamin pria, yang secara bersamaan disebut dengan androgen, termasuk testosteron,
4

dihidrootestosteron, dan androstenedion. Testosteron jumlahnya lebih banyak dari yang lain
sehingga dapat dianggap sebagai hormon testikular terpenting, walaupun sebagian besar
testosteron diubah menjadi hormone dihidrotestosteron yang lebih aktif pada jaringan
target.10

Sebelum testosteron menjadi bioaktif biasanya androgen ini harus diubah terlebih
dulu menjadi dihidrotestosteron pada sel-sel "target". Androgen pada umumnya (testosteron,
dihidrotestosteron, androstendione, 17- ketosteroid) sangat dibutuhkan untuk perkembangan
sifat-sifat seks primer maupun sekunder (maskulinitas) pada laki-laki. Testosteron sebagian
besar (95%), disekresi oleh sel-sel Sertoli di dalam jaringan testis yang berada di antara
jaringan-jaringan interstitial yang hanya merupakan sekitar 5% dari seluruh jaringan testis.
Testosteron sisanya diproduksi oleh kelenjar adrenalis. Di samping hormon-hormon steroid
yang disebutkan di atas, testis masih memproduksi androgen yang kurang poten (bersifat
androgen lemah), seperti dehidroepiandrosteron (DHEA) dan androstendion. 10

Sel-sel Leydig selain memproduksi estradiol, masih juga mensekresikan (dalam


jumlah yang sangat kecil); estron, pregnenolon, progesterone, 17-alfa-hidroksi-progesteron.
Perlu diingat bahwa tidak semua dihidrotestosteron dan estradiol disekresikan oleh sel-sel
Leydig dari testis, tapi hormon-hormon seks steroid seperti itu dapat juga dibentuk oleh
“Androgen precursorsdan estrogen pada jaringan. perifer lainnya. Seperti misalnya kelenjar
adrenalis Bahkan 80% dari hormon steroid tadi. yang dapat ditemukan dalam peredaran darah
berasal dari "androgen precursor". Androgen dalam peredaran darah pada umumnya
didapatkan dalam bentuk yang terikat dengan suatu molekul protein ("binding protein").
Hanya sebagian kecil testosteron saja di dalam peredaran darah terdapat dalam bentuk yang
bebas sebagai "free testosteron". "Free testosteron" hanya dapat diketemukan sekitar 2% saja.
Sekitar 38% testosterone terikat kepada protein albumin, selebihnya sebanyak 60% terikat
kepada globulin yaitu “Sex hormone binding globulin" atau "SHBG". Ikatan itu terkadang
juga ditemukan sebagai testosterone-estradio-binding-globulin. Dengan ikatan-ikatan seperti
itu androgen-androgen menjadi lebih mudah dapat memasuki sel-sel “Target”nya dan
memberikan efek fisiologiknya. Pada sel-sel "target" testosteron pada umumnya akan diubah
menjadi dihidrotestosteron, namun di dalam hepar sebagian besar testosteron akan diubah
menjadi berbagai macam metabolit, misalnya menjadi androsteron, epiandrosteron dan
etiokholanolon. Metabolit - metabolit tersebut setelah "berkonjugasi" dengan "glucuronic
acid" "sulphuric acid" akan dikeluarkan melalui urin sebagai 17-ketosteroid. Dalam
ponentuan kadar 17-ketosteroid di dalam urin, perlu disadari bahwa hanya sekitar 20-30%
5

ketosteroid urin itu berasal dari testosteron, sedangkan selebihnya berasal dari metabolit
hormone steroid adrenalis dan lainnya. Dengan demikian penentuan kadar 17- ketosteroid,
urin tidak dapat mewakili atau, misalnya dijadikan pedoman untuk menentukan kadar steroid
dari testis. 10

Nilai rujukan normal testosteron total adalah 300-1000 ng/dl (Guyton dan I fall,
1997), Richard (2002,) menyatakan kadar testosteron pada pria dewasa adalah sebagai
berikut: free testosteron sebesar 0,47-2,44 ng/dl atau 1,6% 2,9%, sedangkan kadar testosteron
dan kadar testosteron SHBG (Sex Hormone Binding Globulin) diklasifikasikan berdasarkan
usia seperti table berikut ini: 10

Table 1. Kadar Testosteron dan Kadar Testosteron SHBG (Sex Hormone Binding
Globulin)

Testosteron total terdiri dari 60% testosteron terikat globulin (SHBG), 38%
testosteron terikat albumin, dan 2% testosteron bcbas. Komponen aktif dari vestosteron
adalah testosteron terikat albumin dan testosteron bebas yang Kemudian diubah oleh enzim
menjadi estradiol (dengan aromatase) dan dehidrotestosteron (dengan 5 alfa reduktase). 10

gambar 1. Biosintesis Testosteron dalam Tubuh


6

Afinitas testosterone dengan SHBG sangat tinggi sehingga hanya testosterone terikat
albumin dan testosterone bebas yang menunjukkan bioavaillibilitas aktif. Free Androgen
Index (FAI) menunjukkan hubungan antara konsentrasi testosteron dengan protein pengikat
androgen. Kadar normal testosteron bebas rata-rata 700ng/dl dengan kisaran 300-I100ng/dl,
sedangkan FAI berkisar 70- 100%. Bila FAI < 50%, gejala-gejala andropause akan muncul.
Pada usia 20 tahun, pria mempunyai kadar testosteron tertinggi dalam darah sekitar 800-1200
ng/dl yang akan dipertahankan sekitar 10-20 tahun. Selanjutnya, kadarnya akan menurun
sekitar 1% per tahun. Pada usia lanjut, terjadi penurunan fungsi sistem reproduksi pria yang
mengakibatkan penurunan jumlah testosteron dan availabilitasnya, seiring dengan
meningkatnya SHBG Penurunan testosteron bebas sekitar 1,2% per tahun, sementara
bioavailabilitasnya turun hingga 50% pada usia 25-75 tahun Pria akan mengalami penurunan
kadar testosteron darah aktif sekitar 0,8-1,6% per tahun ketika memasuki usia sekitar 40
tahun. Sementara saat mencapai usia 70 tahun, pria akan mengalami penurunan kadar
testosterone darah sebanyak 35% dari kadar semula. Perubahan kadar hormon testosterone ini
sangat bervariasi antara satu individu dengan individu lainnya dan biasanya tidak sampai
menimbulkan hipogonadisme berat. Testosteron antara lain bertanggungjawab terhadap
berbagai sifat maskulinisasi tubuh. Pengaruh testosteron pada perkembangan sifat kelamin
primer dan sekunder pada pria dewasa antara lain.3

Pada usia 20 tahun, pria mempunyai kadar testosteron tertinggi dalam darah sekitar
800-1200 ng/dl yang akan dipertahankan sekitar 10-20 tahun. Seiring bertambahnya usia,
terjadi penurunan fungsi sistem reproduksi pria yang menyebabkan penurunan jumlah
testosteron bebas dan availabilitasnya serta peningkatan SHBG sehingga pembentukan DNA,
rnRNA, protein termasuk (Growth Factor) juga menurun. Ketika memasuki usia 40 tahun
pria akan mengalami penurunan kadar testosterone darah aktif sekitar 0,8-1,6 % per
tahunnya, sementara bioavailibitasnya akan menurun sebanyak 50 % diantara umur 25 dan 75
tahun Telah dibuktikan bahwa yang terpenting adalah Free Androgen Index (FAI) yang
menunjukkan hubungau antara kunsentrasi testosteron dengan protein pengikat androgen.
Kadar normal testosteron bebas rata-rata adalah 700 ng/dl dengan kisaran 300-1100 ng/dl,
sedangkan FAI mempunyai kisaran 70-100 %. Jika FAI kurang dan 50 % maka gejala-gejala
andropause akan muncul. 3

II.2 Gejala dan Tanda LOH


Tidak ada gejala pathognomonic pada LOH. Namun, gejala yang paling khas adalah
disfungsi ereksi, penurunan aktivitas seksual dan hilangnya libido, penurunan kekuatan otot,
7

penurunan energi vital, hot flashes, gynaecomastia dan penurunan volume testis, dan fraktur
pada trauma ringan. Gejala yang tidak spesifik meliputi: penurunan kepercayaan diri,
motivasi, depresi dan mudah tersinggung, gangguan memori dan konsentrasi, gangguan tidur
atau insomnia, dan penurunan aktivitas psikomotor. Terdapat prevalensi diabetes tipe 2 yang
lebih tinggi, obesitas, penyakit kardiovaskular, osteoporosis, dan anemia pada pria dengan
kadar testosteron menurun. Konsekuensi klinis hipogonadisme ditentukan oleh usia onset dan
tingkat keparahan hipogonadisme. Pada LOH, tingkat keparahan gejala klinis jauh lebih
rendah daripada onset pra-pubertas defisiensi androgen. Kematian pasien dengan defisiensi
testosteron secara signifikan lebih tinggi daripada pria dengan kadar testosteron serum
normal. Pye dkk. Diperkirakan bahwa LOH berat dikaitkan dengan risiko kematian sebab-
akibat dan kardiovaskular yang jauh lebih tinggi, dimana tingkat testosteron dan adanya
gejala seksual berkontribusi secara independen.11

Hipogonadisme adalah faktor risiko osteoporosis yang diketahui secara umum, dan
substitusi testosteron adalah ukuran terapeutik yang dapat diterima untuk pencegahan
osteoporosis dan juga untuk memperbaiki massa tulang pada pasien dengan hipogonadisme
yang nyata. Menurut pedoman terbaru tentang osteoporosis dari perkumpulan ahli Endokrin,
pengukuran testosteron total disarankan pada semua pria yang ditemukan osteoporosis atau
dipertimbangkan untuk pengobatan farmakologis dengan agen aktif tulang.12

Kekurangan testosteron dikaitkan dengan berkurangnya massa tubuh tanpa lemak


(LM; terutama massa otot), kepadatan mineral tulang (BMD), dan peningkatan massa lemak
(FM) dengan perubahan komposisi tubuh secara bersamaan. Studi Penuaan Pria di
Massachusetts (follow-up 15 tahun) dari 950 pria sehat dan lanjut usia menunjukkan bahwa
konsentrasi testosteron dan SHBG yang lebih rendah adalah prediktif terhadap perkembangan
sindrom metabolik.13

Pada tahun 2009, definisi baru sindrom metabolik didirikan, dengan setidaknya tiga
atau lebih kriteria yang diperlukan untuk diagnosis: obesitas sentral, hiperglikemia (termasuk
T2DM), hipertensi, hipertrigliseridaemia, dan kolesterol HDL rendah (HDL-C). Akumulasi
lemak viseral sebagai organ endokrin yang sangat aktif merupakan masalah spesifik, yang
memanifestasikan dirinya sebagai entitas patologis yang kompleks dengan peningkatan
tekanan darah serta metabolisme lemak dan toleransi glukosa yang terganggu, yang dikenal
sebagai sindrom metabolik. Lemak visceral mengeluarkan sitokin inflamasi (adipokin), zat
pro-koagulan, dan zat yang mengaktifkan sistem angiotensin-aldosteron. Itulah sebabnya
8

orang-orang dengan sindrom metabolik memiliki peningkatan risiko tiga kali lipat untuk
kejadian kardiovaskular dan stroke yang termanifestasi secara klinis. Risiko pengembangan
diabetes mellitus tipe 2 meningkat lima kali lipat. Kuatnya korelasi antara penurunan kadar
testosteron dan peningkatan mortalitas kardiovaskular telah dilaporkan dalam studi meta-
analisis yang menunjukkan bahwa testosteron dalam kisaran normal terkait dalam
mengurangi semua penyebab kematian.14

II.3 Testosteron Replacement Therapy (TRT)

Pada pria yang lebih tua dengan LOH, Testosteron replacement therapy (TRT) dapat
menghadirkan beberapa manfaat mengenai komposisi tubuh, kontrol metabolik, dan
parameter psikologis dan seksual. TRT memiliki efek menguntungkan pada kesehatan,
diwujudkan dengan peningkatan mood, konsentrasi, kualitas tidur, kebugaran fisik dan
mental, peningkatan libido, peningkatan frekuensi ereksi pagi dan mimpi erotis, dan
perbaikan disfungsi ereksi dan kepuasan dengan kehidupan seks. Studi random sampling
menunjukkan korelasi antara tingkat testosteron fisiologis yang dipulihkan, massa otot, dan
kekuatan yang diukur sebagai kekuatan tekan kaki dan volume otot kuadrisep. TRT
meningkatkan kepadatan mineral tulang pada tulang belakang lumbar dan tulang femur.
Komposisi tubuh dipengaruhi oleh TRT pada pria hipogonad, sehingga terjadi penurunan
massa lemak dan peningkatan massa tubuh tanpa lemak. TRT memiliki efek positif pada
profil glikemia dan lipid, dan menurunkan resistensi insulin dan adipositas viseral pada pria
hipogonad dengan toleransi glukosa terganggu dan profil lipid, dengan akibat penurunan
mortalitas.15,16
9

BAB III Kesimpulan


10

Dengan jumlah orang yang mencapai usia lanjut, masalah kesehatan serta masalah
sosial dan psikologis pria yang lebih tua memainkan peran yang semakin penting dalam
pengobatan klinis dan penelitian. Harus diingat bahwa terapi testosteron dapat memperbaiki
kehidupan mereka.
11

Daftar Pustaka
1. Nieschlag E, Behre HM, Nieschlag S. Andrology: Male reproductive health and
dysfunction. Andrology: Male Reproductive Health and Dysfunction. 2010. 1-629 p.
12

2. Araujo AB, O’Donnell AB, Brambilla DJ, Simpson WB, Longcope C, Matsumoto
AM, et al. Prevalence and incidence of androgen deficiency in middle-aged and older
men: Estimates from the Massachusetts male aging study. J Clin Endocrinol Metab.
2004;89(12):5920–6.

3. Nieschlag E, Behre HM, Nieschlag S. Male Reproductive Health and Dysfunction.


2010. 1-629 p.

4. Dohle G, Arver S, Bettocchi C, Jones T., Kliesch S, Punab M. Guidelines on Male


Hypogonadism. Eur Assoc Urol. 2015;1–24.

5. Tüttelmann F, Nieschlag E. Classification of andrological disorders. In: Andrology:


Male Reproductive Health and Dysfunction. 2010. p. 87–92.

6. Wang C, Nieschlag E, Swerdloff R, Behre HM, Hellstrom WJ, Gooren LJ, et al. ISA,
ISSAM, EAU, EAA and ASA recommendations: Investigation, treatment and
monitoring of late-onset hypogonadism in males. Vol. 21, International Journal of
Impotence Research. 2009. p. 1–8.

7. Wu FCW, Tajar A, Pye SR, Silman AJ, Finn JD, O’Neill TW, et al. Hypothalamic-
pituitary-testicular axis disruptions in older men are differentially linked to age and
modifiable risk factors: The European male aging study. J Clin Endocrinol Metab.
2008;93(7):2737–45.

8. Traish AM, Hassani J, Guay AT, Zitzmann M, Hansen ML. Adverse side effects of
5α-reductase inhibitors therapy: Persistent diminished libido and erectile dysfunction
and depression in a subset of patients. J Sex Med. 2011;8(3):872–84.

9. Wu FCW, Tajar A, Beynon JM, Pye SR, Silman AJ, Finn JD, et al. Identification of
Late-Onset Hypogonadism in Middle-Aged and Elderly Men. N Engl J Med.
2010;363(2):123–35.

10. Bott E. Sherwood Human Physiology from cells to System 7th ed. 7th ed. 2010. 123-
147 p.

11. Pye SR, Huhtaniemi IT, Finn JD, Lee DM, O’Neill TW, Tajar A, et al. Late-onset
hypogonadism and mortality in aging men. J Clin Endocrinol Metab.
2014;99(4):1357–66.
13

12. Watts NB, Adler RA, Bilezikian JP, Drake MT, Eastell R, Orwoll ES, et al.
Osteoporosis in men: an Endocrine Society clinical practice guideline. J Clin
Endocrinol Metab. 2012;97(6):1802–22.

13. Kupelian V, Page ST, Araujo AB, Travison TG, Bremner WJ, McKinlay JB. Low sex
hormone-binding globulin, total testosterone, and symptomatic androgen deficiency
are associated with development of the metabolic syndrome in nonobese men. J Clin
Endocrinol Metab. 2006;91(3):843–50.

14. Morgentaler A. Testosterone, Cardiovascular Risk, and Hormonophobia. J Sex Med.


2014;11(6):1362–6.

15. Tracz MJ, Sideras K, Boloña ER, Haddad RM, Kennedy CC, Uraga M V, et al.
Testosterone use in men and its effects on bone health. A systematic review and meta-
analysis of randomized placebo-controlled trials. J Clin Endocrinol Metab.
2006;91(6):2011–6.

16. Araujo AB, Dixon JM, Suarez E a, Murad MH, Guey LT, Wittert G a. Clinical review:
Endogenous testosterone and mortality in men: a systematic review and meta-analysis.
J Clin Endocrinol Metab. 2011;96(10):3007–19.

Anda mungkin juga menyukai