Oleh:
NORA KAMALIYAH SYAHID
070116B052
D. MANIFESTASI KLINIS
Berdasarkan letak perdarahan tanda dan gejalanya sebagi berikut :
1. Epidural hematoma
Perdarahan di ruang epidural diantara tulang tengkorak dan durameter.
Terdapat pengumpulan darah diantara tulang tengkorak dan duramater
akibat pecahnya pembuluh darah atau cabang-cabang arteri meningeal
media yang terdapat di duramater, pembuluh darah ini tidak dapat
menutup sendiri karena itu sangat berbahaya. Dapat terjadi dalam beberapa
jam sampai 1 – 2 hari. Lokasi yang paling sering yaitu dilobus temporalis
dan parietalis.
Gejala-gejala yang terjadi:
a) Penurunan kesadaran
b) Nyeri kepala
c) Muntah
d) Hemaparesis
e) Dilatasi pupil ipsilateral
f) Pernapasan dalam cepat kemudian dangkal irregular
g) Penurunan nadi
h) Peningkatan suhu
2. Subdural hematoma
Perdarahan di ruang subdural antara durameter dengan araknoid.
Terkumpulnya darah antara duramater dan jaringan otak, dapat terjadi akut
dan kronik. Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah vena/jembatan vena
yang biasanya terdapat diantara duramater, perdarahan lambat dan sedikit.
Periode akut terjadi dalam 48 jam – 2 hari atau 2 minggu dan kronik dapat
terjadi dalam 2 minggu atau beberapa bulan.
Gejala yang terjadi yaitu :
a) Nyeri kepala
b) Bingung
c) Mengantuk
d) Menarik diri
e) Berpikir lambat
f) Kejang
g) Odem perut
3. Subaraknoid hematoma
Perdarahan di ruang subaraknoid antara araknoid dengan piameter.
Perdarahan didalam rongga subarachnoid akibat robeknya pembuluh darah
dan permukaan otak, hampir selalu ada pada cedera kepala yang hebat.
Gejala yang terjadi yaitu :
a) Nyeri
b) Penurunan kesadaran
c) Hemiparese
d) Dilatasi pupil ipsilateral
e) Kaku kuduk
4. Hematoma intraserebral
Perdarahan pada jangka otak karena pecahnya pembuluh darah arteri,
kapiler, vena. Gejala yang terjadi yaitu :
a) Nyeri kepala
b) Penurunan kesadaran
c) Perubahan tanda-tanda vital
E. PATOFISOLOGI
1. CEDERA KEPALA RINGAN
Cedera kulit kepala: Karena bagian ini banyak mengandung
pembuluh darah, kulit kepala berdarah bila mengalami cedera dalam. Kulit
kepala juga merupakan tempat masuknya infeksi intrakranial. Trauma
dapat menimbulkan abrasi, kontisio, laserasi atau avulsi.
2. CEDERA KEPALA SEDANG
Fraktur tengkorak: Fraktur tengkorak adalah rusaknya kontinuitas
tulang tengkorak disebabkan oleh trauma. Ini dapat terjadi dengan atau
tanpa kerusakan otak. Adanya fraktur tengkorak biasanya dapat
menimbulkan dampak tekanan yang kuat. Fraktur tengkorak
diklasifikasikan terbuka/tertutup. Bila fraktur terbuka maka dura rusak dan
fraktur tertutup dura tidak rusak. Fraktur kubah kranial menyebabkan
bengkak pada sekitar fraktur dan karena alasan yang kurang akurat tidak
dapat ditetapkan tanpa pemeriksaan dengan sinar X, fraktur dasar
tengkorak cenderung melintas sinus paranasal pada tulang frontal atau
lokasi tengah telinga di tulang temporal, juga sering menimbulkan
hemorragi dari hidung, faring atau telinga dan darah terlihat di bawah
konjungtiva. Fraktur dasar tengkorak dicurigai ketika CSS keluar dari
telinga dan hidung.
Cidera otak: Kejadian cedera “ Minor “ dapat menyebabkan
kerusakan otak bermakna. Otak tidak dapat menyimpan oksigen dan
glukosa sampai derajat tertentu yang bermakna sel-sel cerebral
membutuhkan supalai darah terus menerus untuk memperoleh makanan.
Kerusakan otak tidak dapat pulih dan sel-sel mati dapat diakibatkan karena
darah yang mengalir tanpa henti hanya beberapa menit saja dan kerusakan
neuron tidak dapat mengalami regenerasi.
3. CEDERA KEPALA BERAT
Komosio: Komosio cerebral setelah cedera kepala adalah
kehilangan fase neuologik sementara tanpa kerusakan struktur. Jika
jaringan otak dan lobus frontal terkena, pasien dapat menunjukkan
perilaku yang aneh dimana keterlibatan lobus temporal dapat
menimbulkan amnesia disoreantasi.
Kontusio: Kontusio cerebral merupakan CKB, dimana otak
mengalami memar dan kemungkinan adanya daerah hemoragi. Pasien
berada pada periode tidak sadarkan diri. Pasien terbaring kehilangan
gerakan, denyut nadi lemah, pernafasan dangkal, kulit dingin dan pucat.
Hemoragi cranial: Hematoma ( pengumpulan darah ) yang terjadi
dalam tubuh kranial adalah akibat paling serius dari cedera kepala. Ada 3
macam hematoma:
a) Hematoma Epidural (hematoma Ekstradural)
Setelah terjadi cedera kepala, darah berkumpul di dalam ruang
epidural (ekstradural) diantara tengkorak di dura. Keadaan ini sering
diakibatkan dari fraktur tulang tengkorak yang menyebabkan arteri
meningkat tengah putus atau rusak (laserasi), dimana arteri ini berada
diantara dura dan tengkorak daerah frontal inferior menuju bagian tipis
tulang temporal, hemoragi karena arteri ini menyebabkan penekanan
pada otak.
b) Hematoma Subdural
Hematoma subdural adalah pengumpulan darah diantara dura dan
dasar otak, yang pada keadaan normal diisi oleh cairan. Hemoragi sub
dural lebih sering terjadi pada vena dan merupakan akibat putusnya
pembuluh darah kecil yang menjembatani ruang subdural. Hematoma
subdural dapat terjadi akut, sub akut atau kronik tergantung pada
ukuran pembuluh darah yang terkena dan jumlah perdarahan yang ada.
Hematoma subdural akut: dihubungkan dengan cedera kepala mayor
yang meliputi kkontusio atau laserasi. Hematoma subdural subakut:
sekrela kontusio sedikit berat dan dicurigai pada bagian yang gagal
untuk menaikkan kesadaran setelah trauma kepala. Hematoma
subdural kronik: dapat terjadi karena cedera kepala minor dan terjadi
paling sering pada lansia. Lansia cenderung mengalami cedera tipe ini
karena atrofi otak, yang diperkirakan akibat proses penuaan.
c) Hemoragi Intra cerebral dan hematoma
Hematoma intracerebral adalah perdarahan ke dalam substansi
otak. Hemoragi ini biasanya terjadi pada cedera kepala dimana tekanan
mendesak kepala sampai daerah kecil. Hemoragi in didalam
menyebabkan degenerasi dan ruptur pembuluh darah, ruptur kantong
aneorima vasculer, tumor infracamal, penyebab sistemik gangguan
perdarahan.
F. PATHWAY
G. KOMPLIKASI
1. Herniasi otak : akibat dari edema dan peningkatan TIK
2. Hidrosefalus : akibat peningkatan akumulasi cairan serebrospinal
3. Infeksi : terjadi pada cedera kepala terbuka
4. SIADH : terjadi bila lesi mengenai hipotalamus
H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. CT-Scan : untuk menentukan tempat luka atau jejas, mengevaluasi
gangguan strukrutal
2. MRI : mengidentifikasi kerusakan saraf spinal, edema dan kompresi
3. X-Ray : mendeteksi dan mengidentifikasi fraktur
4. AGP : menunjukkan keefektifan pertukaran gas dan sirkulasi
5. Cerebral Anglography : menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti
pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma
6. Lumbal fungsi : untuk menentukan ada atau tidaknya darah dalam CSS.
7. Analisa Gas Darah: medeteksi ventilasi atau masalah pernapasan
(oksigenasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
8. Elektrolit: untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat
peningkatan tekanan intrakranial.
9. EEG: untuk memperlihatkan keadaan atau berkembangnya gelombang
patologis.
10. BAER (Brain Auditory Evoked Respon: menentukan fungsi korteks
dan batang otak.
11. PET (Positron Emission Tomography: menunjukkan perubahan
aktivitas metabolisme pada otak
12. Pemeriksaan toksikologi: mendeteksi obat yang mungkin
bertanggungjawab terhadap penurunan kesadaran.
I. PENATALAKSANAAN
Semua terapi diarahkan untuk mempertahankan hemastatis otak dan
mencegah kerusakan otak sekunder. Tindakan ini mencakup stabilisasi
kardiovaskuler dan fungsi pernafasan untuk mempertahankan perfusi serebral
adekuat. Hemoragi terkontrol, hipovotemia diperbaiki, dan nilai - nilai gas
darah dipertahankan pada nilai yang diinginkan.
1. Pedoman Resusitasi dan Penilaian Awal
a) Menilai jalas nafas : Bersihkan jalas nafas dari debris atau muntahan,
lepaskan gigi palsu, pertahankan tulang servikal segaris dengan badan
memasang kolar servikal, pasang guedel bila ditolerir, jika pasien
cedera orofasial mengganggu jalan nafas, maka pasien harus
diintubasi.
b) Menilai pernafasan : tentukan apakah pasien bernafas spontan atau
tidak. Jika tidak beri oksigen melalui masker oksigen. Jika pasien
bernafas spontan, selidiki dan atasi cedera dada berat seperti
pneumotorak. Pasang oksimetri nadi jika tersedia dengan tujuan
menjaga saturasi oksigen minimun 95%.
c) Menilai sirkulasi : otak yang rusak tidak mentolerir hipotensi.
Hentikan semua perdarahan dengan menekan arterinya, perhatikan
secara khusus adanya cedera intraabdomen atau dada, ukur dan catat
frekuensi denyut jantung dan tekanan darah, pasang alat pemantau dan
EKG. Pasang jalur intravena yang besar, ambil darah vena untuk
meperiksaan darah perifer lengkap, ureum, elektrolit, glutosa dan
analisa gas darah arteri.
d) Menilai tingkat kesadaran : Cedera kepala ringan (GCS13-15), Cedera
kepala sedang (GCS 9-12), Cedera kepala berat (GCS 3-8).
e) Mengontrol TIK pada cedera kepala : Tinggikan kepala tempat tidur
sampai 30 derajat, pertahankan kepala dan leher pasien dalam
kesejajaran sentral (tidak memutar), memberikan medikasi yang
diserarkan untuk menurunkan TIK (misal : diuretik, kortikosteroid),
mempertahankan suhu tubuh normal, hiperventilasi pasien pada
ventilasi mekanik : memberikan O2, mempertahankan pembatasan
cairan, memberikan sedasi untuk menurunkan kebutuhan metabolik.
2. Glasgow Coma Scale (GCS)
a) Membuka mata (E)
4 : spontan atau membuka mata spontan.
3 : terhadap rangsang suara atau membuka mata bila dipanggil atau
diperintah.
2 : terhadap rangsang nyeri membuka mata bila ada tekanan pada jari.
1 : tidak ada atau mata tidak membuka terhadap rangsang apapun.
b) Respon verbal (V)
5 : orientasi baik : dapat bercakap-cakap, mengetahui siapa dirinya,
dimana berada, bulan dan tahun.
4 : bingung : dapat bercakap-cakap, tetapi ada disorientasi.
3 : kata-kata yang diucapkan tidak tepat : percakapan tidak dapat
bertahan, susunan kata-kata kacau atau tidak tepat.
2 : tidak dapat dimengerti atau mengeluarkan suara (msl : merintih)
tetapi tidak ada kata - kata yang dapat dikenal.
1 : tidak ada : tidak mengeluarkan kata-kata.
c) Respon motorik (M)
6 : mematuhi perintah misal ”angkat tangan”
5 : melokalisasi nyeri : tidak mematuhi perintah tetapi berusaha
menunjukkan nyeri dan menghilangkan nyeri tersebut
4 : reaksi fleksi : lengan fleksi bila diberikan rangsang nyeri dan tanpa
posisi fleksi abnormal
3 : fleksi abnormal terhadap nyeri : lengan fleksi disiku dan pronasi
tangan mengepal (postur dekortitasi)
2 : ekstensi abnormal terhadap nyeri : ekstensi lengan disiku, lengan
biasanya adduksi dan bahu berotasi ke dalam (postur deserebrasi)
1 : tidak ada : tidak ada respon terhadap nyeri : flaksid.
c) Saraf Trigeminal
Sensasi pada wajah. Pemeriksaan : anjurkan pasien menutup kedua
mata, sentuhkan kapas pada dahi, pipi dan dagu, bandingkan kedua
sisi yang berlawanan. Sensitivitas terhadap nyeri daerah permukaan
diuji dengan menggunakan benda runcing dan diakhiri dengan spatel
lidah yang tumpul, lakukan pengkajian dengan benda tajam dan
tumpul secara bergantian.
A. PENGKAJIAN
Data fokus yang perlu dikaji:
a) Riwayat kesehatan meliputi: keluhan utama, kapan cidera terjadi,
penyebab cidera, riwayat tak sadar, amnesia, riwayat kesehatan yang lalu,
dan riwayat kesehatan keluarga.
b) Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum
2. Pemeriksaan persistem
1) Sistem persepsi dan sensori (pemeriksaan panca indera:
penglihatan, pendengaran, penciuman, pengecap, dan perasa)
2) Sistem persarafan (tingkat kesadaran/ nilai GCS, reflek bicara,
pupil, orientasi waktu dan tempat)
3) Sistem pernafasan (nilai frekuensi nafas, kualitas, suara, dan
kepatenan jalan nafas)
4) Sistem kardiovaskuler (nilai TD, nadi dan irama, kualitas, dan
frekuensi)
5) Sistem gastrointestinal (nilai kemampuan menelan, nafsu makan/
minum, peristaltik, eliminasi)
6) Sistem integumen ( nilai warna, turgor, tekstur dari kulit, luka/ lesi)
7) Sistem reproduksi
8) Sistem perkemihan (nilai frekuensi b.a.k, volume b.a.k)
3. Pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan (termasuk adakah
kebiasaan merokok, minum alcohol, dan penggunaan obat obatan)
2) Pola aktivitas dan latihan (adakah keluhan lemas, pusing,
kelelahan, dan kelemahan otot)
3) Pola nutrisi dan metabolisme (adakah keluhan mual, muntah)
4) Pola eliminasi
5) Pola tidur dan istirahat
6) Pola kognitif dan perceptual
7) Persepsi diri dan konsep diri
8) Pola toleransi dan koping stress
9) Pola seksual dan reproduktif
10) Pola hubungan dan peran
11) Pola nilai dan keyakinan
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan cidera
kepala adalah sebagai berikut:
1. Perfusi jaringan tidak efektif (spesifik serebral) berhubungan dengan aliran
arteri dan atau vena terputus.
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury fisik.
3. Hipertermi berhubungan dengan trauma (cidera jaringan otak, kerusakan
batang otak)
4. Pola nafas tak efektif berhubungan dengan hipoventilasi
5. Kerusakan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan kemampuan
kognitif, afektif, dan motorik)
6. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kemampuan
kognitif, motorik, dan afektif.
7. Defisit perawatan diri: makan/ mandi, toileting berhubungan dengan
kelemahan fisik dan nyeri.
8. Kurang pengetahuan berhubungan dengan penurunan kemampuan
kognitif, motorik, dan afektif.
9. Resiko aspirasi berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran.
10. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan status
hipermetabolik.
11. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma/ laserasi kulit kepala
12. Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan mual, muntah.
C. RENCANA KEPERAWATAN
Diagnosa
No Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
Keperawatan
4 PK: peningkatan tekanan Setelah dilakukan tindakan 1. Pantau tanda dan gejala peningkatan TIK
intrakranial b.d proses keperawatan selama ….x 24 jam - Kaji respon membuka mata, respon motorik,
desak ruang akibat dapat mencegah atau meminimalkan dan verbal, (GCS)
penumpukan cairan / komplikasi dari peningkatan TIK, - Kaji perubahan tanda-tanda vital
darah di dalam otak dengan kriteria : - Kaji respon pupil
(Carpenito, 1999) - Catat gejala dan tanda-tanda: muntah, sakit
· Kesadaran stabil (orien-asi baik)
kepala, lethargi, gelisah, nafas keras, gerakan
Batasan karakteristik :
· Pupil isokor, diameter 1mm tak bertujuan, perubahan mental
- Penurunan kesadar- 2. Tinggikan kepala 30-40O jika tidak ada kontra
· Reflek baik
an (gelisah, disori- indikasi
entasi) · Tidak mual 3. Hindarkan situasi atau manuver sebagai berikut:
- Perubahan motorik - Masase karotis
dan persepsi sensasi · Tidak muntah - Fleksi dan rotasi leher berlebihan
- Perubahan tanda vi- - Stimulasi anal dengan jari, menahan nafas,
tal (TD meningkat, dan mengejan
nadi kuat dan lambat) - Perubahan posisi yang cepat
- Pupil melebar, re-flek 4. Ajarkan klien untuk ekspirasi selama perubahan
pupil menurun posisi
- Muntah 5. Konsul dengan dokter untuk pemberian pe-lunak
- Klien mengeluh mual faeces, jika perlu
- Klien mengeluh 6. Pertahankan lingkungan yang tenang
pandangan kabur dan 7. Hindarkan pelaksanaan urutan aktivitas yang
diplopia dapat meningkatkan TIK (misal: batuk,
penghisapan, pengubahan posisi, meman-dikan)
8. Batasi waktu penghisapan pada tiap waktu
hingga 10 detik
9. Hiperoksigenasi dan hiperventilasi klien se-
belum dan sesudah penghisapan
10. Konsultasi dengan dokter tentang pemberian
lidokain profilaktik sebelum penghisapan
11. Pertahankan ventilasi optimal melalui posisi
yang sesuai dan penghisapan yang teratur
12. Jika diindikasikan, lakukan protokol atau
kolaborasi dengan dokter untuk terapi obat yang
mungkin termasuk sebagai berikut:
13. Sedasi, barbiturat (menurunkan laju meta-
bolisme serebral)
14. Antikonvulsan (mencegah kejang)
15. Diuretik osmotik (menurunkan edema serebral)
16. Diuretik non osmotik (mengurangi edema
serebral)
17. Steroid (menurunkan permeabilitas kapiler,
membatasi edema serebral)
18. Pantau status hidrasi, evaluasi cairan masuk dan
keluar)
DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Volume II. Edisi 8.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Carpenito, L.J. 1999. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan dan Masalah
Kolaborasi. Edisi 8. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Doenges, M.E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Hudak dan Gallo. 1996. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik. Volume II. Edisi 6.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Marion Johnson, dkk. 2014. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. Mosby.
Mc. Closkey dan Buleccheck. 2014. Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. Mosby.