Laporan Kasus INTERNA 2017 2
Laporan Kasus INTERNA 2017 2
PENDAHULUAN
1. Pendahuluan
Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di
dunia ini. Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah
mencanangkan tuberkulosis sebagai Global Emergency. Laporan WHO tahun 2004
menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus BTA (Basil Tahan Asam ) positif.
Sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis dan menurut regional
WHO jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia tenggara yaitu 33% dari jumlah
penduduk terdapat 182 kasus per 100.000 penduduk. Di Afrika hampir 2 kali lebih
besar dari Asia tenggara yaitu 350 per 100.000 penduduk.6
Diperkirakan angka kematian akibat TB adalah 8000 setiap hari dan 2-3 juta
setiap tahun. Laporan WHO tahun 2004 menyebutkan bahwa jumlah terbesar
kematian akibat TB terdapat di Asia Tenggara yaitu 625.000 orang atau angka
mortaliti sebesar 39 orang per 100.000 penduduk. Angka mortaliti tertinggi terdapat
di Afrika yaitu 83 per 100.000 penduduk, prevalensi HIV yang cukup tinggi
mengakibatkan peningkatan cepat kasus TB yang muncul.6
Indonesia masih menempati urutan ketiga di dunia untuk jumlah kasus TB
setelah India dan Cina. Setiap tahun terdapat 250.000 kasus baru TB dan sekitar
140.000 kematian akibat TB. Menurut profil kesehatan Indonesia tahun 2016
wilayah terbanyak dengan kejadian kasus baru Tuberkulosis yaitu di provinsi Jawa
Barat dengan jumlah kasus sebanyak 23.774, sedangkan di provinsi Nusa Tenggara
Timur terdapat 3.173 kasus baru. Di Indonesia tuberkulosis adalah pembunuh
nomor satu diantara penyakit menular dan merupakan penyebab kematian nomor
tiga setelah jantung dan penyakit pernapasan akut pada seluruh kalangan usia.6
Angka kejadian kasus baru dengan BTA positif TB pada tahun 2016 di
Indonesia tertinggi didapatkan pada provinsi Jawa Barat (23,774 kasus), Jawa
Timur (21.606 kasus), dan Jawa Tengah (14.771 kasus). Pada tahun 2016 NTT
menduduki peringkat ke 10 tertinggi (3,173 kasus). Angka kejadian TB di NTT
1
tertinggi adalah Kota Kupang sebanyak 683 kasus, Malaka sebanyak 560 kasus,
dan diikuti oleh Sikka sebanyak 396 kasus.10
Berdasarkan data jumlah pasien dengan Tuberkulosis, diperkirakan 1,5 %
memiliki Tuberkulosis milier. Insiden TB milier lebih tinggi pada orang Afrika di
Amerika Serikat karena pengaruh faktor sosial ekonomi, laki-laki lebih tinggi
insidennya dari wanita. Pada beberapa kasus di temukan bahwa kulit hitam lebih
tinggi insidennya di bandingkan kulit putih karena pengaruh sosial ekonomi.5
Diantara orang dewasa yang imunocompetent, Tuberkulosis milier biasanya terjadi
kurang dari 2% dari semua kasus TB.13
Tuberkulosis milier lebih sering terjadi pada bayi dan anak kecil, terutama
usia < 2 tahun, karena imunitas selular spesifik, fungsi makrofag, dan mekanisme
lokal pertahanan parunya belum berkembang sempurna, sehingga kuman TB
mudah berkembangbiak dan menyebar ke seluruh tubuh. TB milier juga dapat
terjadi pada anak besar dan remaja akibat pengobatan penyakit paru primer
sebelumnya yang tidak adekuat, atau pada usia dewasa akibat reaktivasi kuman
yang dorman.15
Berdasarkan penjelasan diatas, maka penulis menganggap TB paru
merupakan maslah yang penting, sehingga penulis akan melaporkan kasus
mengenai seorang perempuan dengan TB paru.
2
BAB II
LAPORAN KASUS
1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. SL
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 49 tahun (01-07-1968)
Agama : Kristen Protestan
Status pernikahan : sudah menikah
Suku bangsa : Timor
Pendidikan : SD
Pekerjaan : IRT
No. RM : 476642
Tanggal MRS : 23 – 10 – 2017
2. ANAMNESIS
Keluhan utama : Lemas
Riwayat penyakit sekarang : Pasien datang dengan keluhan lemas karena
menurunnya nafsu makan yang sudah dirasakan sejak ± 2 bulan yang lalu.
Pasien juga merasakan sesak yang sudah dirasakan sejak 2 minggu terakhir
namun tidak mengganggu aktivitas sehari – hari, selain itu Pasien juga memiliki
riwayat batuk yang lama ± 1 tahun, batuk berdahak berwarna putih, darah (-)
keringat malam (+).
Pasien juga merasakan demam sejak 2 minggu terakhir, secara terus
menerus dan berkurang bila minum obat penurun demam (paracetamol), pasien
juga mengeluhkan menggigil dan berkeringat banyak terutama pada malam
hari. Nyeri kepala tidak ada, pusing tidak ada, nyeri menelan tidak ada, Mual
tidak ada, muntah tidak ada, nyeri ulu hati tidak ada, nyeri perut tidak ada. Nafsu
makan menurun, ada penurunan berat badan, menurut pasien dan keluarganya
sebelum muncul gejala pasien memiliki berat badan seperti anak perempuannya
(48kg).
3
BAB: biasa
BAK: kesan lancar warna kuning
Riwayat penyakit terdahulu : Sebelumnya pasien pernah merasakan
gejala yang sama dan riwayat kontak dengan penderita batuk lama tidak jelas.
Riwayat keluarga : Dalam keluarga pasien tidak ada yang memiliki
keluhan maupun gejala yang sama.
Riwayat pengobatan : Pasien pernah minum OAT sebelumnya, menurut
pasien dan keluarganya obat yang seharusnya diminum selama 6 bulan namun
pasien hanya mengkonsumsinya selama 1 bulan.
Riwayat kebiasaan : merokok (-), alkohol (-), makan teratur 3 kali sehari.
Riwayat sosioekonomi : Sekarang pasien tinggal bersama dengan kedua
anak dan suaminya. Penghasilan keluarga ± Rp. 200.000 - Rp. 500.000.
3. STATUS PRESENT
Keadaan umum : Tampak sakit berat
Kesadaran : Compos Mentis, GCS (E4V5M6)
Gizi kurang
o BB : 37 kg
o TB : 165 cm
o IMT : 13,6 kg/m2 (kurang)
Tanda Vital
TD : 110/60 mmHg
Nadi : 108 x/menit reguler, kuat angkat
Pernapasan : 28 x/menit; reguler
Suhu : 37,30C
4
4. PEMERIKSAAN FISIS
Kepala
Normochepal
Rambut berawarna hitam dan tidak mudah dicabut
Mata
Eksoptalmus/enoptalmus : (-)
Gerakan : ke segala arah
Kelopak mata : dalam batas normal
Kongjungtiva : anemis (-/-)
Sklera : ikterik (+/+)
Hidung
Perdarahan : (-)
Sekret : (-)
Mulut
Bibir : sianosis (-) mukosa lembab (+)
Gusi : perdarahan (-)
Leher
Kelenjar getah bening : tidak ada pembesaran
Dinding dada
Inspeksi:
Bentuk : simetris kiri=kanan
Sela iga : semetris kiri=kanan
Retraksi : (-)
Dada
Paru
Anterior
Inspeksi : pengembangan dada simetris, penggunaan otot
bantu pernapasan (-) retraksi (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), taktil fremitus D=S
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
5
Auskultasi :
Vesikuler ronkhi wheezing
+ + ++ + - -
+ + + - - -
+ + - - - -
Posterior
Inspeksi : penegmbangan dada simetris, penggunaan otot
bantu pernapasan (-) retraksi (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), vokal fremitus D=S
Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi :
Vesikuler ronkhi wheezing
++ + - -
+ +
+ - - -
+ +
- - - -
+ +
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tampak di ICS 5 Midclavicula Sinistra
Palpasi : ictus cordis teraba di ICS 5 Midclavicula Sinistra
Perkusi : Batas kanan atas ICS 2 parasternal dextra
Batas kanan bawah ICS 4 parasternal dextra
Batas kiri atas ICS 2 parasternal sinistra
Batas kiri bawah ICS 5 midclavicula sinistra
Auskultasi : S1 S2 tunggal, regular, gallop (-) murmur (-)
Perut
Inspeksi : datar, ikut gerak napas distensi (-)
Palpasi : nyeri tekan (-) hati dan limpa tidak teraba
Perkusi : tympani, nyeri ketuk (-)
Auskultasi : bising usus (+) 5x/menit kesan menurun
6
Ekstremitas : akral hangat, edema CRT < - + 2”
+ +
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Hb : 12,3 g/dl
Ht : 36,6 %
RBC : 5,02 x 106 u/L
WBC : 14,7 x 103 u/L
Eosinofil : 0,1 %
Neutrofil : 91,5 %
Limfosit : 5,9 %
Trombosit : 250 x 103/ul
GDS : 16 mg/dl
Ureum : 23,40 mg/dl
Kreatinin : 0,47 mg/dl
Albumin : 2,10 mg/dl
Rontgen Thoraks :
Kesan : TB Milier
7
6. DIAGNOSIS
TB millier
Pneumonia
Hipoalbumin
Obs. Edema
7. PENATALAKSANAAN AWAL
O2 2-4 lpm/ nasal canul
IVFD Clinimix 1000cc 20 tpm IVFD Lipofundin 20 tpm IVFD RL :
NS = 1: 1 / 20 tpm
Pro NGT Diet TKTP 2100kkal
Drip Ceftriaxone 2x2gr dalam NS 100cc (> 30 menit)
Inj. Methilprednisolon 1x62,5mg
Inj. Ranitidin 2x1amp
Inj. Ondancetron 2x1amp
Drip albumin 20%
Vip Albumin 1x1 tab
Neurodex 1x1 tab
Paracetamol 3x 500mg (k/p)
Nebulizer combivent 3x/hari
8. RENCANA PEMERIKSAAN
Sputum BTA SP, gram, jamur
Kultur sputum gram dan sensitivitas antibiotik
Urinalisa, SGOT/SGPT, ureum/kreatinin, GDS, LED, ADT, elektrolit
8
Follow Up 2 hari
9
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
10
Gambar 2. Penyebaran bakteri Tuberkulosis.1
11
membentuk sebuah ruang di dalam paru-paru. Ruang inilah yang nantinya menjadi
sumber produksi sputum (dahak). Seseorang yang telah memproduksi sputum dapat
diperkirakan sedang mengalami pertumbuhan tuberkel berlebih dan positif
terinfeksi Tuberkulosis.10
Meningkatnya penularan infeksi yang telah dilaporkan saat ini, banyak
dihubungkan dengan beberapa keadaan, antara lain memburuknya kondisi sosial
ekonomi, belum optimalnya fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat,
meningkatnya jumlah penduduk yang tidak mempunyai tempat tinggal dan adanya
epidemi dari infeksi HIV. Disamping itu daya tahan tubuh yang lemah/menurun,
virulensi dan jumlah kuman merupakan faktor yang memegang peranan penting
dalam terjadinya infeksi Tuberkulosis.10
2.3 Patogenesis
2.3.1 Tuberkulosis Primer
Penularan Tuberkulosis paru dari orang ke orang terjadi karena kuman
dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar kita.
Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung
pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk, dan kelembaban. Dalam
suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan berhari-hari sampai berbulan-bulan.
Bila partikel infeksi ini terisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada saluran
napas, atau jaringan paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukuran parikel < 5
mikrometer. Kuman akan dihadapi pertama kali oleh neutrofil, kemudian baru oleh
makrofag. Kebanyakan partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh makrofag
keluar percabangan trakeobronkial bersama gerakan silia dengan sekretnya.3
Bakteri akan berkembang biak di dalam sitoplasma makrofag bila menetap
dijaringan paru dan dapat menyebar ke organ tubuh lainnya. Bakteri yang bersarang
di jaringan paru akan berbentuk sarang tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut
sarang primer atau efek primer atau sarang (fokus) Ghon. Sarang primer ini dapat
terjadi di setiap bagian jaringan paru. Bila menjalar sampai ke pleura, maka
terjadilah efusi pleura. Bakteri dapat juga masuk melalui saluran gastrointestinal,
jaringan limfe, orofaring, dan kulit, terjadi limfadenopati regional kemudian bakteri
12
masuk ke dalam vena dan menjalar ke seluruh organ seperti paru, otak, ginjal, dan
tulang. Bila masuk ke arteri pulmonalis maka akan terjadi penjalaran ke seluruh
bagian paru menjadi TB milier.3
Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju
hilus (limfangitis lokal), dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus
(limfadenitis regional). Sarang primer limfangitis lokal bersama-sama limfadenitis
regional dikenal sebagai kompleks primer (Ranke). Semua proses ini memakan
waktu 3-8 minggu. Kompleks primer ini selanjutnya dapat menjadi:3
1) Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat. Ini yang banyak terjadi.
2) Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik,
kalsifikasi di hilus, keadaan ini terdapat pada lesi pneumonia yang luasnya
> 5 mm dan ±10% diantaranya dapat terjadi reaktivasi lagi karena kuman
yang dormant
3) Berkomplikasi dan menyebar secara :
a) Perkontinuitatum, yakni menyebar ke sekitarnya.
Salah satu contoh adalah epituberkulosis, yaitu suatu kejadian
penekanan bronkus, biasanya bronkus lobus medius oleh kelenjar
hilus yang membesar sehingga menimbulkan obstruksi pada saluran
napas bersangkutan, dengan akibat atelektasis. Kuman tuberkulosis
akan menjalar sepanjang bronkus yang tersumbat ini ke lobus yang
atelektasis dan menimbulkan peradangan pada lobus yang
atelektasis tersebut, yang dikenal sebagai epituberkulosis.6
b) Secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru yang
disebelahnya. Kuman dapat juga tertelan bersama sputum dan ludah
sehingga menyebar ke usus
c) Secara hematogen dan limfogen. Penyebaran ini berkaitan dengan
daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman. Sarang yang
ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan tetapi bila tidak
terdapat imuniti yang adekuat, penyebaran ini akan menimbulkan
keadaan yang cukup gawat seperti TB milier, meningitis TB,
typhobachillosis Landouzy.6
13
Semua kejadian diatas tergolong dalam perjalanan Tuberkulosis primer.3
2.4 Klasifikasi
American Thoracic Society memberikan klasifikasi baru yang diambil
berdasarkan aspek kesehatan masyarakat:2
1) Kelas 0 : Tidak pernah terpajan TB, tidak terinfeksi. Orang-orang
pada kelas ini tidak mempunyai riwayat terpajan dan tes kulit tuberkulin
menunjukkan hasil negatif (jika dilakukan)
2) Kelas 1 : Terpajan TB, tidak ada bukti terinfeksi. Orang-orang pada
kelas ini mempunyai riwayat terpajan tuberkulosis, tetapi tes tuberkulin
menunjukkan hasil negative. Tindakan yang diambil untuknya
tergantung pada derajat dan kebaruan paparan M. tuberculosis, serta
kekebalan tubuhnya. Jika terpapar secara signifikan selama 3 bulan, tes
15
tuberculin lanjutan harus dilakukan 10 minggu setelah paparan terakhir,
dan sementara itu pengobatan terhadap infeksi tuberculosis laten harus
dipertimbangkan terutama pada anak-anak berusia kurang dari 15 tahun
dan penderita infeksi HIV.
3) Kelas 2 : Infeksi TB laten, tidak timbul penyakit. Orang-orang pada
kelas 2 menunjukkan hasil tes tuberculin positif, pemeriksaan radiologi
dan bakteriologi negatif.
4) Kelas 3 : Tuberkulosis, aktif secara klinis. Kelas 3 mencakup semua
pasien dengan TB aktif secara klinis dengan prosedur diagnostik telah
selesai. Jika diagnosis masih tertunda, orang tersebut harus
diklasifikasikan sebagai tersangka tuberkulosis (kelas 5). Untuk masuk
ke kelas 3, seseorang harus memiliki bukti klinis, bakteriologis, dan/atau
radiografi TB saat ini. Hal ini dipastikan dengan isolasi M. tuberkulosis.
Seseorang yang menderita TB di masa lalu dan juga yang saat ini
memiliki penyakit aktif secara klinis termasuk dalam kelas 3. Seseorang
tetap di kelas 3 sampai pengobatan untuk episode penyakit saat ini
selesai.
5) Kelas 4 : TB tidak aktif secara klinis. Ditemukan radiografi yang
abnormal atau tidak berubah, dan reaksi tes kulit tuberkulin positif, dan
tidak ada bukti klinis.
6) Kelas 5 : Tersangka TB (diagnosis tertunda). Seseorang termasuk
dalam kelas ini ketika diagnosis TB sedang dipertimbangkan. Seseorang
seharusnya tidak tetap di kelas ini selama lebih dari 3 bulan. Ketika
prosedur diagnostik telah selesai, orang tersebut harus ditempatkan pada
salah satu kelas sebelumnya.
17
3) Kasus kronik
Pasien yang sputum BTA-nya tetap positif setelah pengobatan ulang
lengkap yang disupervisi dengan baik.
4) Kasus Bekas TB:
a) Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila
ada) dan gambaran radiologik paru menunjukkan lesi TB
yang tidak aktif, atau foto serial menunjukkan gambaran
yang menetap. Riwayat pengobatan OAT adekuat akan lebih
mendukung.
b) Pada kasus dengan gambaran radiologik meragukan dan
telah mendapat pengobatan OAT 2 bulan serta pada foto
toraks ulang tidak ada perubahan gambaran radiologik.
TB ekstraparu
Kasus baru
Kasus kambuh
Tipe penderita
TB paru Kasus Drop Out
Kasus kronik
18
2.5 Gejala Klinis
2.5.1 Gejala Respiratori
Gejala respiratori yaitu:3
1) Batuk / Batuk Darah
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3
minggu atau lebih. Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk
ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar. Sifat batuk
dimulai dari batuk kering (non-produktif) kemudian setelah timbul
peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum). Keadaan lanjut
adalah batuk darah (hemoptisis).
Kavitas dapat menjadi sumber hemoptisis mayor. Menetapnya arteri
pulmonalis terminal didalam kavitas dapat menjadi sumber perdarahan yang
hebat (aneurisma Rasmussen). Penyebab perdarahan lainnya adalah
aspergiloma pada kavitas tuberkulosis kronik.
2) Sesak Napas
Sesak napas akan dirasakan pada penyakit yang sudah lanjut, yang
infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru.
3) Nyeri dada
Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura
sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu
pasien menarik / melepaskan nafasnya.
20
2.7 Pemeriksaan Penunjang
21
Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya
ditemukan 3 batang kuman BTA pada satu sediaan. Dengan kata lain
diperlukan 5000 kuman dalam 1 mL sputum. (3) Kuman berbentuk batang
yang ramping (diameter kurang dari 0,5 µm), kadang melengkung, sering
bermanik-manik polikromatik, seringkali tampak pada specimen klinis
sebagai pasangan atau kelompok beberapa organism yang terletak
bersisian.4
22
Pewarnaan yang lebih pasti adalah dengan karbofluksin, pewarnaan
ini membutuhkan pembacaan yang teliti dengan mikroskop imersi minyak,
basilus tuberkulosa dapat dilihat dengan pembesaran 1000 kali.4
Pada pemeriksaan dengan biakan, setelah 4-6 minggu penanaman
sputum dalam medium biakan, koloni kuman tuberkolosis mulai tampak.
Bila setelah 8 minggu penanaman koloni tidak juga tampak, biakan
dinyatakan negative. Medium biakan telur yang sering dipakai yaitu
Lowenstein Jensen, Kudoh atau Ogawa3. Sementara medium biakan agar
adalah Middle Brook.6
Kadang-kadang dari hasil pemeriksaan mikroskopis biasa terdapat
kuman BTA (positif), tetapi pada biakan hasilnya negatif. Ini terjadi pada
fenomena dead bacilli, atau non culturable bacilli yang disebabkan
keampuhan panduan obat anti tuberculosis jangka pendek yang cepat
mematikan kuman BTA.panduan obat anti tuberkulosis jangka pendek yang
cepat mematikan kuman BTA.3
24
Gambaran radiologis lain yang sering menyertai tuberkulosis paru
adalah bayangan hitam radio-ulsen di pinggir paru atau pleura
(pneumotoraks) dan atelektasis yang terlihat seperti fibrosis yang luas
disertai penciutan yang dapat terjadi pada sebagian atau satu lobus maupun
pada satu bagian paru
Berdasarkan luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk
kepentingan pengobatan dapat dinyatakan sebagai berikut:3
1) Tuberkulosis minimal. Terdapat sebagian kecil infiltrat
nonkavitas pada satu paru maupun kedua paru, tetapi
jumlahnya, tidak melebihi satu lobus paru.
2) Moderately advanced tuberculosis. Ada kavitas dengan
diameter tidak lebih dari 4 cm. Jumlah infiltrat bayangan
halus tidak lebih dari satu bagian paru. Bila bayangannya
kasar tidak lebih dari sepertiga bagian paru.
3) Far advanced tuberculosis. Terdapat infiltrat dan kavitas
yang melebih keadaan pada moderately advanced
tuberculosis.
25
2.8 Penatalaksanaan
Pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif 2-
3 bulan dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan.6 Pengobatan TB bertujuan untuk
menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan,
memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman
terhadap OAT.1
26
kombinasi dosis tetap dalam pengobatan TB primer pada tahun 1998. Dosis
obat kombinasi tetap berdasarkan WHO seperti terlihat pada berikut:1
27
2.8.2 Panduan obat Anti Tuberkulosis
Menurut buku Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di
Indonesia pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi:6
1) Pasien kasus baru TB paru dengan BTA positif, dan TB dengan BTA
negatif beserta gambaran foto toraks lesi luas (termasuk luluh paru).
Paduan obat yang dianjurkan: 2RHZE/4RH atau
2RHZE/4R3H3atau 2RHZE/6HE. Pengobatan fase inisial
resimennya 2HRZE, maksudnya Rifampisin (R), Isoniazid (H),
Pirazinamid (Z) dan Etambutol (E) diberikan setiap hari selama dua
bulan.
Kemudian diteruskan ke fase lanjutan 4RH atau 4R3H3 atau 6HE,
maksudnya Rifampisin dan Isoniazid diberikan selama empat bulan
setiap hari atau tiga kali seminggu, atau diberikan selama 6 bulan.
Bila ada fasilitas biakan dan uji resistensi, pengobatan disesuaikan
dengan hasil uji resistensi.
2) Pasien baru TB paru dengan BTA negatif beserta gambaran foto
toraks lesi minimal.
Panduan obat yang dianjurkan: 2RHZE/4RH atau 2RHZE/4R3H3
atau 6RHE
3) Pasien TB paru kasus kambuh.
Sebelum ada hasil uji resistensi dapat diberikan 2RHZES/1RHZE.
Fase lanjutan sesuai dengan hasil uji resistensi. Bila tidak terdapat
hasil uji resistensi dapat diberikan RHE selama 5 bulan.
4) Pasien TB paru kasus gagal pengobatan.
Paduan obat yang dianjurkan: 2RHZES/1RHZE/5RHE.
Sebelum ada hasil uji resistensi seharusnya diberikan obat lini 2
(contoh paduan: 3-6 bulan kanamisin, ofloksasin, etionamid,
sikloserin dilanjutkan 15-18 bulan ofloksasin, etionamid,
sikloserin). Dalam keadaan tidak memungkinkan fase awal dapat
diberikan 2RHZES/1RHZE. Fase lanjutan sesuai dengan hasil uji
28
resistensi. Bila tidak terdapat hasil uji resistensi dapat diberikan
RHE selama 5 bulan.
5) Pasien TB kasus putus obat.
Paduan obat yang disediakan oleh Program Nasional TB:
RHZES/1RHZE/5R3H3E3.
Pasien TB paru kasus lalai berobat akan dimulai pengobatan kembali
sesuai dengan kriteria berikut:
a) Berobat < 4 bulan
Bila BTA positif, pengobatan dimulai dari awal dengan
paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan
yang lebih lama. Bila BTA negatif, gambaran foto toraks
positif, TB aktif pengobatan diteruskan.
b) Berobat ≥ 4 bulan
Bila BTA saat ini negatif, klinis dan radiologi tidak aktif atau
ada perbaikan maka pengobatan OAT dihentikan. Bila
gambaran radiolologi aktif, lakukan analisis lebih lanjut
untuk memastikan diagnosis TB dengan mempertimbangkan
juga kemungkinan penyakit paru lain. Bila terbukti TB maka
pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih
kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama. Bila
BTA saat ini positif, pengobatan dimulai dari awal dengan
paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan
yang lebih lama.
30
Tabel 3. Dosis untuk panduan OAT KDT Kategori 2.12
Tahap Lanjutan
Tahap Intensif
3 kali seminggu
tiap hari
Berat RH (150/150) +
RHZE (150/75/400/275) + S
Badan E(400)
Selama 28
Selama 56 hari selama 20 minggu
hari
30-37 2 tab 4KDT 2 tab 2 tab 2KDT
+ 500 mg Streptomisin inj. 4KDT + 2 tab Etambutol
38-54 3 tab 4KDT 3 tab 3 tab 2KDT
+ 750 mg Streptomisin inj 4KDT + 3 tab Etambutol
55-70 4 tab 4KDT 4 tab 4 tab 2KDT
+ 1000 mg Streptomisin 4KDT + 4 tab Etambutol
inj.
>71 5 tab 4KDT 5 tab 5 tab 2KDT
+ 1000mg Streptomisin 4KDT + 5 tab Etambutol
inj.
31
Tabel 4. Efek samping ringan OAT.12
Efek Samping Penyebab Penatalaksanaan
Tidak ada nafsu Rifampisin Semua OAT diminum malam
makan, mual, sakit sebelum tidur
perut
Nyeri Sendi Pirasinamid Beri Aspirin
Kesemutan s/d rasa INH Beri vitamin B6 (piridoxin)
terbakar di kaki 100mg per hari
Warna kemerahan Rifampisin Tidak perlu diberi apa-apa, tapi
pada air seni (urine) perlu penjelasan kepada pasien
32
Penatalaksanaan pasien dengan efek samping “gatal dan kemerahan kulit”:1
Jika seorang pasien dalam pengobatan OAT mulai mengeluh gatal-
gatal singkirkan dulu kemungkinan penyebab lain. Berikan dulu anti-
histamin, sambil meneruskan OAT dengan pengawasan ketat. Gatal-gatal
tersebut pada sebagian pasien hilang, namun pada sebagian pasien malahan
terjadi suatu kemerahan kulit. Bila keadaan seperti ini, hentikan semua
OAT. Tunggu sampai kemerahan kulit tersebut hilang. Jika gejala efek
samping ini bertambah berat, pasien perlu dirujuk.
34
5) Hepatitis karena Obat
Dikenal sebagai kelainan fungsi hati akibat penggunaan obat-obat
hepatotoksik (drug induced hepatitis). Penatalaksanaannya:
a) Bila klinik (+) (Ikterik [+], gejala mual, muntah [+]) OAT Stop
b) Bila gejala (+) dan SGOT, SGPT ≥ 3 kali OAT stop
c) Bila gejala klinis (-), Laboratorium terdapat kelainan:
Bilirubin > 2 OAT stop
d) SGOT, SGPT > 5 kali OAT stop
e) SGOT, SGPT > 3 kali teruskan pengobatan, dengan
pengawasan
35
Apabila fasilitas pemantauan faal ginjal tersedia, Etambutol dan
Streptomisin tetap dapat diberikan dengan dosis yang sesuai faal ginjal.
Paduan OAT yang paling aman untuk pasien dengan gagal ginjal adalah
2HRZ/4HR.
8) Pasien TB Milier
Paduan obat yang diberikan adalah 2RHZE/4RH dan diindikasikan
untuk rawat inap. Pada gejala meningitis, sesak napas, gejala toksik, dan
demam tinggi dapat diberikan kortikosteroid prednison dengan dosis 30-40
mg per hari kemudian diturunkan secara bertahap.
36
10) Pasien-pasien yang perlu mendapat tindakan operasi (reseksi paru),
adalah:
a) Untuk TB paru:
a. Pasien batuk darah berat yang tidak dapat diatasi
dengan cara konservatif.
b. Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema
yang tidak dapat diatasi secara konservatif.
c. Pasien MDR TB dengan kelainan paru yang
terlokalisir
b) Untuk TB ekstra paru:
Pasien TB ekstra paru dengan komplikasi, misalnya pasien
TB tulang yang disertai kelainan neurologik.
37
12) Tuberkulosis pada organ lain
Paduan OAT untuk pengobatan tuberculosis di berbagai organ tubuh
sama dengan TB paru menurut ATS, misalnya lama pengobatan untuk TB
tulang, TB sendi, dan TB kelenjar adalah 9-12 bulan. Paduan OAT yang
diberikan adalah: 2HRZE/7-10RH
b. Patogenesis
38
waktu 2-6 bulan setelah terjadi infeksi. Timbulnya penyakit bergantung pada
jumlah dan virulensi kuman TB yang beredar serta frekuensi berulangnya
penyebaran. Tuberkulosis diseminata terjadi karena tidak adekuatnya sistem
imun pejamu (host) dalam mengatasi infeksi TB.9
c. Manifestasi klinik
Lesi milier dapat terlihat pada foto thorak dalam waktu 2-3 minggu
setelah penyebaran kuman secara hematogen. Gambarannya sangat khas,
yaitu berupa tuberkel halus (millii) yang tersebar merata diseluruh lapangan
paru, dengan bentuk yang khas dan ukuran yang hampir seragam (1-3mm).9
Gambar 4. Tanda patognomonik TB milier, (a) gambar foto thorax pa, (b) CT
scan thorax, (c) tuberkuloma dan meningitis TB, (d) tuberkuloma koroid.14
d. Diagnosis
40
ultrasonografi, CT- scan dan magnetic resonance berguna untuk menentukan
keterlibatan organ lain (TB ekstra paru). Pada TB milier. Pemeriksaan
histopatologis dari biopsi jaringan, pemeriksaan biakan M. Tuberkolusis dari
dahak, cairan tubh, dan jaringan tubuh lain yang penting dalam memastikan
diagnosis. Tuberkulosis milier yang tidak diobati dalam 1 tahun akan
berakibat fatal. Diagnosis serta pemberian obat anitituberkulosis dapat
menyelamatkan nyawa.9
5. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan sputum
41
tidak diperlukan. Oleh sebab itu dalam diagnosis tuberkulosis paru
sebaiknya dicantumkan status klinis, status bakteriologis, status radiologis
dan kemoterapi. WHO tahun 1991 memberikan kriteria pasien
tuberkulosis paru.13
42
3. Pemeriksan radiologi
Gambaran klasik TB milier pada pemeriksaan radiologi
merupakan salah satu petunjuk sesorang menderita TB milier
4. Pungsi lumbal
Pungsi lumbal harus dipikirkan untuk dilakukan, meskipun ditemukan
gambaran MRI otak yang normal.8 Pada pemeriksaan lumbal pungsi
orang yang menderita Tuberkulosis milier didapatkan:
- Leukosit : kira kira 65 % pasien mempunyai white blood count,
dengan 100-500 mononuklear
- Predominan limfosit (70 %)
- Kenaikan asam laktat di CSF
- Penurunan level glukosa
Evaluasi pengobatan
Evaluasi pasien meliputi evaluasi klinis, bakteriologi, radiologi, dan efek
samping obat, serta evaluasi keteraturan obat. Evaluasi yang penting adalah: 4
Evaluasi klinik
- Pasien dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama pengobatan
selanjutnya setiap bulan.
- Evaluasi respon pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat serta
ada tidaknya penyakit komplikasi.
- Evaluasi yang terpenting adalah evaluasi klinis, yaitu menghilang atau
membaiknya kelainan klinis yang sebelumnya ada pada awal
pengobatan, misalnya penambahan berat badan yang bermakna,
hilangnya demam, hilangnya batuk, perbaikan nafsu makan, dan lain-
lain.
Evaluasi radiologi (0 - 2 – 6/9 bulan pengobatan)
Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks dilakukan pada:
- Sebelum pengobatan
- Setelah 2 bulan
- Pada akhir pengobatan
- Evaluasi radiologis pada pasien TB milier perlu diulang setelah 1 bulan
untuk evaluasi hasil pengobatan. Gambaran milier pada foto toraks biasanya
menghilang dalam 1 bulan, kadang-kadang berangsur menghilang dalam 5-
10 minggu, tetapi mungkin saja belum ada perbaikan hingga beberapa bulan
44
Evaluasi bakteriologi (0 - 2 - 6 /9 bulan pengobatan)
Evaluasi bakteriologik · Tujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi
dahak
Pemeriksaan & evaluasi pemeriksaan mikroskopik
- Sebelum pengobatan dimulai
- Setelah 2 bulan pengobatan (setelah fase intensif)
- Pada akhir pengobatan
· Bila ada fasiliti biakan : dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi
45
BAB IV
PEMBAHASAN
46
hampir seragam.9,13,14 Pada kasus didapatkan pasien lemas, tidak napsu makan,
riwayat demam, penurunan berat badan, riwayat keringat malam, riwayat batuk
darah, dan mual. Pada hasil foto thoraks pasien didapat gambaran tuberkel halus
yang tersebar merata diseluruh lapangan paru dengan ukuran yang hampir sama.
TB Pemeriksaan tes cepat molekuler dengan metode Xpert MTB/RIF TCM
merupakan sarana untuk penegakan diagnosis, namun tidak dapat dimanfaatkan
untuk evaluasi hasil pengobatan. Pada kasus didapatkan Pada pasien didapatkan
pemeriksaan gen-Xpert bahwa penggunaan rifampisin pada pasien ini sensitive.
Sekaligus mengekslusikan diagnosis MDR.
Pada TB milier penanganan sesuai Panduan obat 2 RHZE / 4 RH Pada
keadaan khusus ( sakit berat ), tergantung keadaan klinis, radiologi dan evaluasi
pengobatan, maka pengobatan lanjutan dapat diperpanjang. Pengobatan fase
lanjutan, bila diperlukan dapat diberikan selama 7 bulan, dengan paduan 2RHZE /
7 RH, dan alternatif 2RHZE/ 7R3H3. Pada TB meningitis maka ethambutol diganti
streptomisin. Selain itu pada TB siste saraf pusat biasanya diberi 2 RHZS dan 10
RH dengan BB pasien 37 Kg.
Evaluasi pasien meliputi evaluasi klinis, bakteriologi, radiologi, dan efek
samping obat, serta evaluasi keteraturan obat. Evaluasi yang penting adalah: 4
Evaluasi klinik
- Pasien dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama pengobatan
selanjutnya setiap bulan.
- Evaluasi respon pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat serta
ada tidaknya penyakit komplikasi.
- Evaluasi yang terpenting adalah evaluasi klinis, yaitu menghilang atau
membaiknya kelainan klinis yang sebelumnya ada pada awal
pengobatan, misalnya penambahan berat badan yang bermakna,
hilangnya demam, hilangnya batuk, perbaikan nafsu makan, dan lain-
lain.
47
Evaluasi radiologi (0 - 2 – 6/9 bulan pengobatan)
Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks dilakukan pada:
- Sebelum pengobatan
- Setelah 2 bulan
- Pada akhir pengobatan
- Evaluasi radiologis pada pasien TB milier perlu diulang setelah 1 bulan
untuk evaluasi hasil pengobatan. Gambaran milier pada foto toraks biasanya
menghilang dalam 1 bulan, kadang-kadang berangsur menghilang dalam 5-
10 minggu, tetapi mungkin saja belum ada perbaikan hingga beberapa bulan
48
BAB V
PENUTUP
49
- Pasien dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama pengobatan
selanjutnya setiap bulan.
- Evaluasi respon pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat serta
ada tidaknya penyakit komplikasi.
- Evaluasi yang terpenting adalah evaluasi klinis, yaitu menghilang atau
membaiknya kelainan klinis yang sebelumnya ada pada awal
pengobatan, misalnya penambahan berat badan yang bermakna,
hilangnya demam, hilangnya batuk, perbaikan nafsu makan, dan lain-
lain.
Evaluasi radiologi (0 - 2 – 6/9 bulan pengobatan)
Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks dilakukan pada:
- Sebelum pengobatan
- Setelah 2 bulan
- Pada akhir pengobatan
- Evaluasi radiologis pada pasien TB milier perlu diulang setelah 1 bulan
untuk evaluasi hasil pengobatan. Gambaran milier pada foto toraks biasanya
menghilang dalam 1 bulan, kadang-kadang berangsur menghilang dalam 5-
10 minggu, tetapi mungkin saja belum ada perbaikan hingga beberapa bulan
50
DAFTAR PUSTAKA
1. Abdul A, dkk. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Edisi 2.
Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2007.
2. American Thorachic Society. Diagnostic Standards and Classification of
Tuberculosis in Adults and Children. Am J Respir Crit Care Med vol 161.
2000; p:1376–1395.
3. Amin Z dan Asril B. Tuberkulosis Paru dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid II. Edisi IV. Hal 988-992. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2006.
4. Isselbacher, Braunwald, Wilson et all. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu
Penyakit Dalam. Volume 2. Edisi 13. Hal 799-808. Jakarta: EGC, 1999.
5. Mansjoer A. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid I. Hal 472-476.
Jakarta: Media Aesculapius, 2001.
6. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis. Pedoman Diagnosis dan
Pentalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Indah Offset Citra Grafika, 2014.
7. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Tuberkulosis
Paru. Panduan Pelayanan Medik. Hal 109-111. Jakarta: BP PAPDI,2009.
8. Sastroasmoro N. Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Penyakit
Dalam. Jakarta: RSUP Nasional DR. Cipto Mangunkusumo,2007.
9. Sylvia A, Loraine M. Patofisiologi. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Volume 2. Edisi 6. Hal 852-860. Jakarta: EGC, 2005.
10. Mete Kornelius Kodi, dkk; Profil kesehatan Nusa Tenggara Timur; 2015:
NTT.
11. PAPDI. Hemoptisis. Dalam: Rani Aziz, Sugondo Sidartawan, Nasir Anna
U.Z., Wijaya Ika Prasetya, Nafrialdi, Mansyur Arif. Panduan pelayanan
medik. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
2006.
12. Dinihari T. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Edisi 1. Jakarta:
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2014.
51
13. Bahar, A, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Hal:715-719, 1998.
14. Dorland,Kamus Kedokteran Dorland,Edisi 29,Penerbit Buku Kedokteran
EGC,Jakarta,Hal:2306
15. Amin, M, Alsagaff, H, Saleh, T.W.B.M, 1996, Ilmu Penyakit Paru,
Airlangga University Press, Hal: 13-35, 2002.
16. Surendra K. Sharma, Alladi Mohan, and Abhishek Sharma. Challenges in
the diagnosis & treatment of miliary tuberculosis. Indian J Med Res. 2012
May; 135(5): 703–730
17. Tjandra Yoga Aditama, Muhammad Subuh. Trategi nasional pengendalian
TB di Indonesia 2010-2014. 2010. Kementerian Kesehatan REPUBLIK
INDONESIA Direktorat Jenderal pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan
52