Tajuddin Bantacut
Fakultas Teknologi Pertanian, IPB
Jalan Darmaga Bogor 16680
Email : bantacut@indo.net.id
ABSTRAK
Indonesia adalah negara pengimpor gula terbesar dengan rata-rata impor sekitar dua juta ton per
tahun. Berbagai upaya untuk meningkatkan produksi belum mampu mengimbangi pertumbuhan pesat
permintaan untuk konsumsi langsung dan penggunaan industri. Banyak kendala yang menghadang
peningkatan produksi antara lain keterbatasan bahan baku, kinerja pabrik yang kurang baik, keterbatasan
modal investasi, dan keterbatasan lahan untuk perluasan perkebunan tebu. Kesulitan mendapatkan lahan
dengan luasan yang besar dalam satu hamparan menjadi faktor utama sulitnya peningkatan kapasitas
atau penambahan pabrik gula baru. Salah satu alternatif pemecahannya adalah dengan mengoptimalkan
ketersediaan lahan yang terpencar untuk mendukung pabrik gula mini. Untuk tujuan itu, dilakukan analisis
kelayakan pabrik gula mini dari aspek teknis dan ekonomi. Studi ini menemukan bahwa pengembangan
pabrik gula mini layak dilaksanakan dengan kapasitas 500 ton tebu per hari pada tingkat rendemen
minimum tujuh persen. Pada tingkat rendemen ini diperoleh nilai IRR sebesar 30,56 persen, NPV sebesar
Rp. 31.878.880.154, Net B/C sebesar 1,64, PBP selama 3,98 tahun dan BEP sebesar Rp. 19.880.709.795.
Investasi yang diperlukan adalah Rp. 49.453.000.000 dan modal kerja Rp. 12.026.000.000.
kata kunci: pabrik gula mini, gula pasir, swasembada, kelayakan
ABSTRACT
Indonesia is one of the biggest net sugar importing countries at the average of 2 million ton each
year. The efforts to increase national production have not been successful to meet the rapid growth of
demand for both direct household consumption and industrial usage. There are many constraints to
increase production such as lack of raw material supply, bad performance of sugar mills, less capital and
land availability for extension of sugar cane plantation, and environmental factors. As a tropical country,
Indonesia should be able to meet its sugar demand, especially on the basis of sugarcane. Out of those
constraints, the availability of suitable land in a region for plantation of sugarcane has been the main barrier
for increasing the capacity of existing mills and establishing new big scale mills. Therefore, it is necessary
to optimize the fragmented available land for small scale sugar mills. For this reason, one necessary step
is to analyze the feasibility of small scale or mini sugar mills from technical and economical aspects. This
study revealed that mini sugar mills are feasible to be developed at 500 ton cane sugar per day capacity
at minimum 7 percent of yield. At this yield, it is determined that the value of IRR is 30.56 percent, NPV is
Rp. 31,878,880,154., Net B/C is 1.64, PBP is 3.98 years and BEP is Rp. 19,880,709,795. The investment
needed is Rp. 49.453 billion and working capital is Rp. 12.026 billion.
keywords: mini sugar mills, cane sugar, self sufficiency, feasibility
dilupakan dan segera merajut jalan dan arah pasokan energi surya yang sangat banyak.
baru untuk mencapainya. Selama ini produksi Demikian juga dengan proses penguraian
gula Indonesia tertinggi tahun 2007 sebesar pada iklim tropis terjadi pada laju yang cepat
2,97 juta ton tidak pernah terlampaui hingga sehingga tersedia cukup CO2 di udara (Endres,
2012. Sebaliknya, peningkatan permintaan dkk., 2010; Zhu, dkk., 2008). Dengan kondisi
terus terjadi baik konsumsi langsung (rumah seperti ini maka sulit diterima bahwa Indonesia
tangga) maupun untuk kebutuhan industri. Ke- tidak mampu memenuhi kebutuhan gula secara
adaan ini memaksa Indonesia tetap berstatus mandiri dan berdaulat (Bantacut, 2010). Lebih
sebagai pengimpor terbesar gula dunia (Tabel dari itu, sejarah mencatat bahwa Indonesia
1). Proyeksi pertumbuhan konsumsi tahun 2014 pernah menjadi pengeskpor gula terbesar kedua
berdasarkan pertambahan penduduk serta setelah Kuba pada tahun 1929 dengan produksi
perkembangan industri (terutama makanan dan 3 juta ton yang dihasilkan oleh 179 pabrik
minuman) adalah sebesar 5,32 juta ton yang dengan luas tanaman tebu 200 ribu hektar pada
terdiri dari 2,96 juta ton konsumsi langsung tingkat produktivitas gula 15 ton/ha yang secara
dan 2,36 juta ton konsumsi industri. Pada sisi historis tingkat produktivitas ini dapat dicapai
lain, upaya peningkatan produksi yang rasional (Oregon, 2003).
tanpa membangun pabrik baru hanya mampu
Salah satu dari banyak masalah yang
meningkatkan produksi menjadi 3,60 juta ton
menjadi kendala besar dalam peningkatan
sehingga pemenuhan kebutuhan melalui impor
produksi adalah rendahnya kinerja pabrik gula
masih sebesar 1,72 juta ton (Direktorat Jenderal
nasional, terutama pabrik gula milik pemerintah
Industri Agro dan Kimia, 2009). Dari gambaran
(Badan Usaha Milik Pemerintah/BUMN) (Tabel
ini maka target swasembada gula tidak mungkin
2).
dicapai melalui pertumbuhan produksi normal
(Supriyati, 2011). Ukuran kinerja pabrik yang paling utama
dan penting adalah rendemen yaitu nisbah
Situasi tersebut sangat ironis dihadapkan
produksi kristal gula yang dihasilkan terhadap
dengan letak geografis Indonesia sebagai negara
bobot tebu yang digiling. Banyak faktor yang
agraris yang berada pada bentang khatulistiwa
mempengaruhi rendemen antara lain adalah
dengan proses fotosintesa terpanjang, terlama
mutu tebu dan efisiensi pabrik. Tebu yang
dan terbanyak sepanjang tahun (Girei and
baik mengandung nira dengan kadar gula
Giroh, 2012; Hall and Rao, 1999). Produk utama
yang tinggi. Varietas tanaman dan teknologi
fotosintesa adalah glukosa yang disintesa dari
budidaya menjadi penentu kualitas tebu selain
karbondioksida (CO2) dan air (H2O) dengan
faktor alam seperti iklim (curah hujan dan suhu)
bantuan sinar matahari dalam klorofil. Curah
dan kesuburan tanah. Aspek budidaya yang
hujan yang tinggi menjamin ketersediaan air dan
penting adalah pemupukan, pemeliharaan dan
penyinaran sekitar 10 jam sehari menunjukkan
Dasar perhitungan : Konsumsi 11,21 kg/kapita/tahun; penduduk Jawa 137 juta jiwa, Sumatera 51 juta, dan
Kawasan Timur (Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua, Nusa Tenggara, dll) 50 juta
jiwa. Produksi dihitung dari Pabrik Gula yang berada dalam kawasan itu.
Tahun ke
Tanaman
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Penanaman 40 4 0 40 4 0 40 4 0 40 4 0 40 40
PC 40 40 40 40 40 40 40 40 40
RC-1 40 40 40 40 40 40 40 40
RC-2 40 40 40 40 40 40 40
RC-3 40 40 40 40 40 40
RC-4 40 40 40 40 40
Bongkar &
4 0 40 4 0 40 40
Tanam
Tebang 40 80 120 160 200 200 200 200 200
1:3 maka setiap tahun dilakukan bongkar persen. Data tersebut menunjukkan bahwa
ratoon dan penanaman baru seluas 40 ha. dengan budidaya tanaman yang baik dan
Dengan pertimbangan ini maka luas lahan yang didukung oleh kinerja mesin serta manajemen
diperlukan adalah seluas 200 ha. Secara rinci pabrik yang baik maka kenaikan produktivitas
jadwal penanaman tebu disajikan dalam Tabel 4. dan rendemen dapat dicapai dengan mudah.
Rancangan ini dibuat lebih besar dari kebutuhan Untuk perhitungan digunakan produktivitas dan
untuk menghindari kekurangan bahan baku. rendemen masing-masing adalah 90 ton/ha dan
Jika terjadi kelebihan tebu, pengolahan dapat 9 persen.
dilakukan dengan menambah jam atau hari
Penyediaan bahan baku dapat dilakukan
giling.
melalui pembukaan kebun baru atau membeli
Penanaman dapat dilakukan bersamaan dari petani. Lebih dari itu, di kawasan perkebunan
dengan instalasi pabrik yang diperkirakan tebu dan Pabrik Gula di Jawa sekalipun masih
memerlukan waktu satu tahun. Pada tahun terdapat daerah kantong (enclave) yang
kedua giling sudah dapat dicoba mulai dengan belum dapat dilayani oleh pabrik gula karena
kapasitas sekitar 30 persen dari kapasitas pertimbangan jarak dan biaya angkut. Oleh
pabrik. Kapasitas penuh dimulai tahun kelima karena itu, dari sisi bahan baku, pembangunan
bahkan tahun keempat atau sebelumnya PGM layak untuk dilaksanakan baik di kawasan
apabila produktivitas tanaman terbaik dapat baru atau perkebunan tebu yang sudah ada.
dicapai. Apabila saat uji coba pabrik tahun kedua
dapat berjalan dengan baik maka tahun kedua
Kristalisasi dilaksanakan dua tingkat. Pada (TCD) adalah berukuran teknis relatif kecil.
tingkat pertama yang terdiri dari dua bejana Kapasitas penggilingan menentukan kebutuhan
pemasak, kristal gula yang sudah terbentuk kapasitas peralatan lainnya yang ditentukan
(disebut cuite) dan setelah tahap pengkristalan oleh komposisi bahan baku seperti pada Tabel
selesai kemudian dikirimkan ke dalam mesin 5. Berdasarkan komposisi bahan maka dapat
pemutar untuk memisahkan kristal dari molases. diperkirakan banyaknya bahan yang akan
Gula syrup dari masakan tahap pertama akan ditangani (handling) atau diolah (proses) pada
menghasilkan kristal gula. Molases yang masih setiap tahapan. Secara umum, pabrik gula
tersisa ditampung dalam tangki khusus. terdiri dari empat stasiun yaitu pemerahan atau
Keempat, Pengeringan, Pengayakan dan penggilingan (milling), penjernihan (clarifying),
Pengemasan: Kristal gula yang dihasilkan masih penguapan (evaporating), dan pemusingan
memilik kadar air di atas 2 persen dikeringkan (certifusing). Masing-masing stasiun terdiri
dalam mesin pengering putar dengan dari beberapa peralatan, mesin dan instalasi
bantuan udara panas. Gula yang telah kering penunjang. Penguapan dapat dibagi lagi menjadi
kemudian diayak untuk memisahkan kristal penguapan, pengentalan, dan kristalisasi.
gula yang masih menggumpal. Kristal-kristal Stasiun tambahan untuk meningkatkan
yang dikehendaki kemudian diayak lagi untuk mutu adalah penyaringan, pengeringan dan
memisahkan kristal dengan ukuran 1 mm untuk pengepakan.
gula rumah tangga, dan kristal berukuran 0,6 PGM skala kecil tidak mungkin
mm untuk gula industri. Gula untuk kebutuhan menggunakan proses sinambung (kontinyu)
rumah tangga dan untuk keperluan industri untuk semua stasiun. Sebaliknya, proses
dikemas dalam kemasan 50 kg atau sesuai batch satu tahap juga tidak mungkin dilakukan
kebutuhan. Kristal gula yang tidak dikehendaki karena waktu tunggu dan kosong setiap stasiun
ukurannya dikembalikan lagi sebagai umpan terlalu panjang. Oleh karena itu, PGM 100 TCD
pada proses kristalisasi. sebaiknya terdiri dari sedikitnya 2 (dua) batch
Kelima, Teknologi Proses : Keseluruhan atau periode operasi. Artinya pengolahan dibagi
teknologi proses untuk PGM dipilih yang menjadi dua shift.
Keterangan : aPerlu penampungan nira dengan kapasitas 50 ton sebelum masuk penjernihan
Urutannya disusun untuk melancarkan dan pembuatan atau pengadaan mesin dan
meminimalkan pergerakan bahan. Dengan peralatan berada dalam batas ketersediaan
demikian, susunan mesin tidak harus berjajar teknologi saat ini?; (iii) apakah terjangkau dalam
lurus dalam satu garis. Penghematan ruang semua batas sumberdaya yang tersedia?;
dilakukan dengan membuat susunan mesin (iv) apakah praktis?; dan (v) apakah tenaga
berada pada tingkat (platform) yang berbeda. kerja cukup tersedia atau dapat dilatih untuk
Umumnya pabrik terdiri dari dua dan tiga tingkat. menjalankannya?
Untuk PGM hanya diperlukan dua tingkat karena
jumlah dan ukuran mesin relatif kecil. Hal lain yang penting diperhatikan adalah
bahwa meskipun dari aspek teknis PGM 100
Penempatan mesin pada tingkat yang TCD dapat dibuat dan dioperasikan, namun
berbeda harus memperhatikan: (i) aliran bahan; persoalan efisiensi dan penyediaan mesinnya
(ii) penghematan ruangan; (iii) penggunaan sering menjadi kendala pembangunannya.
energi; dan (iv) keselamatan kerja. Dengan Perekayasaan mesin dalam negeri belum dapat
pertimbangan ini maka stasiun yang berada di dijadikan andalan sebagai pemasok mesin
tingkat atas hanya terbatas pada penguapan dan PGM yang dapat dijadikan contoh. Perusahaan
kristalisasi. Nira jernih dipompakan ke penguap perekayasaan India dan Cina menyarankan
menggunakan energi listrik. Sebaliknya, kapasitas 200-500 TCD. Oleh karena itu, secara
aliran nira kental dari stasiun kristalisasi dapat teknis sebaiknya PGM yang akan dibangun
memanfaatkan gravitasi untuk dikirim ke stasiun berskala 500 TCD sehingga lebih kompetitif dari
pemusingan. segi pengadaan, pembangunan, pengoperasian,
pemeliharaan dan pengembangannya.
Dengan tersedianya banyak pilihan, ini adalah pada biaya investasi dan efisiensi
pertimbangan kompetitif dapat digunakan untuk proses. Semakin besar kapasitas semakin
memilih mesin dan alat yang teruji secara teknis kecil nisbah biaya operasi dan investasi alat,
dan ekonomis. Berdasarkan pertimbangan ini sehingga jumlah rangkaian alat dapat ditambah
maka pilihan rangkaian peralatan yang dapat dengan peningkatan kapasitas.
menghasilkan gula memenuhi standar dan
investasi yang rasional adalah berbasis empat 3.4. Pola Manajemen
evaporator. Susunan evaporator yang digunakan Pengadaan bahan baku Pabrik Gula
adalah dalam rangkaian triple effect. Vacuum Mini (PGM) dapat berasal dari petani bebas,
pan yang diperlukan adalah tiga unit yang dapat petani kontrak dan kebun sendiri. Pengadaan
disusun tiga seri secara dua atau tiga rangkai dari petani bebas dilakukan dengan membeli
bekerja bersamaan. Berdasarkan perhitungan langsung secara tunai atau maklon atau sub-
neraca massa dan rangkaian mesin 100 TCD kontrak (petani menggilingkan tebu dengan
maka dapat dibuat kebutuhan dan susunan membayar upah atau ongkos giling pada
mesin untuk kapasitas yang lebih besar. Dengan pabrik) jika lokasi pabrik berada di tengah atau
pertimbangan ini maka rangkaian proses dan sekitar perkebunan tebu rakyat. Kecukupan
mesin perlu diubah (Gambar 2). bahan baku akan ditentukan oleh harga dan
Perbedaan prinsip antara rangkaian alat dan atau keuntungan relatif yang didapatkan petani.
mesin kapasitas 100 TCD dan 500 TCD adalah Sebaliknya, pabrik dapat membeli dari petani
pada jumlah evaporator dan vacuum pan. Pada secara selektif tergantung pada persyaratan
kapasitas 100 TCD jumlah masing-masing adalah yang meliputi kualitas (manis, bersih dan segar)
tiga dengan seri-2 (dua evaporator dan vacuum dan harga tebu.
pan berjalan bersamaan dan satu dicadangkan), Kebutuhan tenaga manajemen dan
sedangkan pada kapasitas 500 TCD berjumlah karyawan PGM tidak banyak. Fungsi organisasi
empat dengan seri-3 (tiga beroperasi dan satu utama yang diperlukan adalah pengadaan,
dicadangkan). Pertimbangan utama perbedaan operasi pabrik, dan administrasi umum
KO M IS A R IS
D IR EK TU R
M A N AJE R M A N A JE R M A N A JE R
PENG AD AA N O PE RA SI UMUM
PE N G AW A SA N D AN P E N G G IL IN G A N , KEU A N G AN ,
P E N IM B A N G A N PENG O LAH A N, PEN G G U DA N G AN
L I S T R I K / U A P, D A N DA N PE M A SAR A N
PENG . M UTU
K A R YA W A N ( TE N A G A T E K N IS D A N TE N A G A B U R U H )
G a m b a r 3 . S t r u k t u r o rg a n is a s i P G M
kondisi faktor pembentuk kerjasama tersebut. Sumber data dan informasi yang digunak-
Pelibatan petani dan pabrik dalam satu an dalam analisis finansial PGM adalah data
kesatuan manajemen adalah pilihan yang baik yang terkait dengan biaya investasi mesin dan
untuk kelangsungan pengadaan bahan baku peralatan diperoleh dari supplier PGM yang
dan peningkatan kesejahteraan petani. Pilihan berlokasi di Surabaya yang merupakan repre-
lain adalah PGM memiliki perkebunan sendiri sentatif pabrik di India. Informasi pendukung
sehingga mandiri dalam pengelolaan pabrik dari data dan informasi ini dikonfirmasi lagi
dan kebun. Pilihan terakhir ini tidak memerlukan dengan data dan informasi dari supplier yang
keterlibatan petani secara langsung dalam lain melalui quotation dan surat menyurat.
pengelolaan dan kepemilikan pabrik. Untuk kerahasiaan semua sumber tersebut
tidak disebutkan secara eksplisit.
3.5. Analisa Finansial
3.5.2. Asumsi Dasar Perhitungan
3.5.1. Analisa Finansial Kapasitas 100 TCD
Perhitungan finansial dimaksudkan untuk
Ada tiga komponen yang perlu diperhatikan mengetahui kelayakan PGM. Aspek kelayakan
dalam analisis finansial, yaitu komponen biaya tersebut meliputi komponen dan besaran modal
investasi dan modal kerja serta komponen investasi dan modal kerja yang diperlukan, nilai
penerimaan. Komponen biaya investasi dapat dan sumber pendapatan usaha, proyeksi rugi
dirinci menjadi beberapa sub komponen, yaitu laba, proyeksi aliran kas (cash flow) serta kriteria
biaya pengadaan lahan untuk bangunan pabrik, kelayakannya yang meliputi IRR (internal rate of
kantor, fasilitas, dan ruang terbuka serta biaya return), NPV (net present value), BEP (break
pengadaan mesin dan peralatan. Komponen even point), dan PBP (pay back period). Dalam
biaya modal kerja terdiri dari biaya pengadaan perhitungan kelayakan finansial menggunakan
bahan baku, biaya energi, biaya administrasi, asumsi-asumsi seperti pada Tabel 7.
dan biaya gaji dan upah. Komponen
penerimaan yang diperhitungkan dalam hal ini 3.5.3. Skenario Perhitungan
adalah penerimaan dari hasil penjualan gula Perhitungan kelayakan finansial dilakukan
saja sedangkan hasil penjualan tetes tidak terhadap pengolahan tebu menjadi Gula Kristal
diperhitungkan untuk menghindari kesalahan Putih (GKP). Pendekatan biaya digunakan untuk
pengambilan kesimpulan bahwa keuntungan menghitung investasi dan biaya pengelolaan
PGM terbentuk dari hasil samping. PGM sebagai beban perusahaan. Perhitungan
kelayakan finansial dilakukan dengan skenario
sederhana yaitu perusahaan membeli tebu dan pemeliharaan, metode tebang muat angkut,
(TCD) dari petani kemudian mengolah menjadi musim, kinerja dan efisiensi mesin serta aspek
Gula Kristal Putih (GKP) serta menjualnya manajerial lainnya. Artinya, dari sisi finansial
kepada konsumen. Jika perhitungan atas dasar pendirian PGM 100 TCD tidak layak dilakukan.
pembelian ini layak dijalankan maka integrasi
Sebaliknya, perhitungan terhadap PGM
kebun dan pabrik dari sisi bahan baku dapat
500 TCD menunjukkan bahwa semua kriteria
dipastikan juga layak diimplementasikan. Hal
kelayakan dapat dipenuhi pada rendemen ³ 7%
ini didasarkan pada pertimbangan bahwa
sehingga pendirian PGM layak dilakukan. Hasil
mengelola kebun sendiri relatif lebih mudah
analisis selengkapnya kelayakan pembangunan
dibandingkan dengan membeli tebu dari petani.
PGM kapasitas 500 TCD dapat dilihat pada Tabel
9. Berdasarkan hasil analisa kriteria kelayakan
3.5.4. Hasil Perhitungan
tersebut maka pembangunan PGM dengan
Berdasarkan hasil anailisis sensitivitas kapasitas 500 TCD sangat layak dimana nilai
semua perubahan untuk kapasitas 100 TCD, IRR di atas nilai bunga bank, Net B/C di atasi 1
PGM hanya layak dilaksanakan pada tingkat dan PBP layak pada 1,11 tahun.
rendemen ³ 9 persen dan sangat layak pada
rendemen ≥10 persen. Hal ini ditunjukkan oleh IV. KESIMPULAN
IRR yang di atas bunga bank, Net B/C lebih 4.1. Kesimpulan
dari 1 dan PBP di bawah 5 tahun. Sensitivitas
positif ditujukkan dengan peningkatan kapasitas Pertama, Pembangunan PGM adalah
produksi, semakin tinggi kapasitas produksi maka alternatif peningkatan produksi Gula Kristal
semakin tinggi pula keuntungannya. Sebaliknya, Putih (GKP) untuk memenuhi kebutuhan
sensitivitas negatif terjadi lebih dominan pada lokal menuju swasembada nasional. Telaah
perubahan harga jual. Berdasarkan perhitungan terhadap kelayakan meliputi aspek bahan baku,
tersebut, secara keseluruhan pembangunan teknologis, teknis (alat dan mesin), pembiayaan
PGM layak dibangun. Perubahan rendemen (finansial) dan manajemen kemitraan. Hasil
terhadap kelayakan sangat nyata (Tabel 8). analisis menunjukkan bahwa kelayakan sangat
dipengaruhi oleh skala usaha (kapasitas pabrik)
Pada tingkat rendemen 6 dan 7 persen dengan derajat yang beragam terhadap kriteria
semua kriteria kelayakan tidak dipenuhi. Pada kelayakan.
rendemen 8 persen nilai yang tidak terpenuhi
adalah IRR yang masih sangat dekat dengan Kedua, Kecukupan bahan baku menjadi
tingkat bunga. Semua kriteria kelayakan faktor kendala pengembangan kapasitas pabrik
dipenuhi pada rendemen 9 persen. Oleh karena gula secara nasional. Kesulitan mendapatkan
itu, pendirian PGM layak secara finasial bila lahan yang luas untuk pernanaman tebu
rendemen minimum yang diperoleh adalah 9 yang memadai untuk memasok bahan baku
persen. Nilai ini sulit dicapai karena dipengaruhi menghambat pendirian Pabrik Besar Baru.
oleh banyak faktor seperti varietas, cara tanam Sebagai contoh, wilayah Jawa Tengah, luas
Rendemen (%)
Kriteria
6 7 8 9 10
Investasi
49.453.000.000 49.453.000.000 49.453.000.000 49.453.000.000 49.453.000.000
(Rp)
Modal
12.026.000.000 12.026.000.000 12.026.000.000 12.026.000.000 12.026.000.000
Kerja (Rp)
NPV (Rp) 723.872.340 31.878.880.154 63.033.887.969 94.188.895.783 125.343.903.598
IRR (%) 14,42 3 0,56 44,61 57,75 70,39
Net B/C 1,01 1,64 2.27 2.90 3,53
PBP (Thn) 7,16 3.98 2.70 2.01 1,58
BEP (Rp) 26.837.189.396 19.880.709.795 16.644.825.435 14.774.453.171 13.555.841.642
pertanaman tebu mencapai lebih dari 37 ribu pabrik. Sebagai mitra, petani dapat melakukan
hektar masih belum memadai untuk mendukung kontrak penjualan atau mengolahkan tebunya
13 Pabrik Gula yang sudah ada. Namun ke PGM. Sebagai pemilik, petani bergabung
demikian, beberapa kawasan yang berlokasi dalam Kelompok Tani dan Gabungan Kelompok
jauh dari jangkauan pabrik masih layak untuk Tani yang menunjuk wakil dalam manajemen
dikembangkan seperti di Purbalingga, Blora dan pabrik. Petani dapat menjadi mitra atau bagian
Rembang. integral dari sistem produksi pabrik.
Ketiga, pengembangan PGM dapat Keenam, Biaya yang diperlukan untuk PGM
dilakukan secara menyebar dengan luas lahan 100 TCD adalah investasi sejumlah sekitar Rp
tanaman yang sudah ada atau baru berkisar 19,8 milyar dan modal kerja/operasional sekitar
antara 300 - 500 hektar. Kapasitas PGM yang Rp 2,5 milyar. Analisis kelayakan finansial
relatif kecil dan ditempatkan di lokasi yang menunjukan bahwa PGM dengan kapasitas
jauh dari jangkauan pabrik yang sudah ada ini hanya layak dikembangkan jika rendemen
diperkirakan tidak mengganggu pasokan mencapai 9 persen atau lebih. Pada rendemen
tebu. Pemasaran produksi berorientasi lokal 9 persen nilai kriteria kelayakan adalah NPV
diperkirakan akan menguntungkan karena Rp 7.022.987.746; Net B/C 1,35, PBP 5,17
mengurangi biaya transportasi dan distribusi tahun dan BEP Rp 5.544.027.404. Pada tingkat
dalam pemasaran. rendemen 10 persen nilai kriteria lebih baik.
Keempat, dari aspek teknis (mesin dan Dengan persyaratan rendemen yang relatif
peralatan) pembangunan PGM 100 TCD tidak tinggi maka pendirian PGM 100 TCD tidak layak
layak dilakukan karena keterbatasan pemasok untuk dilaksanakan.
dan mahalnya biaya relatif terhadap kapasitas. Ketujuh, PGM 500 TCD memerlukan
Keterbatasan pemasok dapat menyebabkan investasi sekitar Rp 49,5 milyar dan modal
kesulitan dalam memilih mesin dan peralatan kerja sekitar Rp 12 milyar. Kriteria kelayakan
yang memenuhi persyaratan. Secara teknis, terpenuhi untuk rendemen mulai dari 7 persen.
kapasitas 500 TCD lebih layak dikembangkan Pada rendemen 8 persen nilai kriteria kelayakan
karena banyak perusahaan perekayasaan yang invetasi adalah NPV Rp 63.033.887.969; IRR
memproduksinya dan menawarkan dengan 57,75; Net B/C 2,90, PBP 3 tahun dan BEP Rp
harga yang kompetitif. 16.644.825.435. Nilai kriteria investasi lebih baik
Kelima, manajemen PGM berbasis pada tingkat rendemen di atasnya. Oleh karena
kemitraan dengan melibatkan petani sebagai itu, pendirian PGM 500 TCD secara finansial
mitra, pemilik atau pemegang saham layak layak dikembangkan.
dilaksanakan. Petani dapat menjadikan lahannya Kedelapan, perbandingan kelayakan antara
sebagai jaminan untuk menperoleh pinjaman PGM 100 TCD dan 500 TCD dapat dilihat pada
untuk memenuhi sebagian atau seluruh investasi Tabel 10.
Kesembilan, pembangunan Pabrik Gula tebu atau berbasis PGM. Keuntungan yang
Mini 100 TCD secara teknis, bahan baku, diperoleh adalah peningkatan produksi gula
teknologi proses dan finansial (basis rendemen menuju swasembada, pengembangan wilayah,
8 persen) layak dilaksanakan. Sebaliknya, dan peningkatan kesejahteraan petani melalui
dari teknis dan fabrikasi mesin dan peralatan perolehan nilai tambah pengolahan dan
tidak layak dilaksanakan. Oleh karena itu, dari penghematan biaya pemasaran.
perspektif teknis-teknologis, pembangunan Keempat, peningkatan produksi gula menuju
PGM dapat dikembangkan dengan kapasitas swasembada nasional dapat ditempuh melalui
minimal 200 TCD dengan rendemen minimal pengembangan PGM yang disebar merata
7 persen. Kapasitas yang baik dari teknis dan pada kawasan produksi tebu atau kawasan
fabrikasi mesin dan peralatan serta finansial yang potensial untuk pengembangan tebu.
adalah 500 TCD. Hal ini untuk mengatasi kendala keterbatasan
hamparan yang luas untuk mendukung Pabrik
4.2. Rekomendasi
Gula Besar. Oleh karena itu, analisis konsumsi
Pertama, analisis kelayakan bahan baku, berdasarkan sebaran geografis perlu dilakukan
teknologi, teknis alat dan mesin, manajemen untuk memetakan kapasitas PGM yang
kemitraan dan finansial menunjukkan bahwa diperlukan disetiap kawasan. Orientasi pasar
kelayakan PGM 100 TCD bersyarat rendemen lokal yang berada di sekitar PGM akan dapat
minimal 9 persen. Tingkat rendemen ini sulit menghemat biaya pergerakan bahan dan
diperoleh pada skala PGM bahkan Pabrik Gula produk sehingga menurunkan biaya penjualan
Besar sekalipun. Oleh karena itu, pembangunan dan arus lalu lintas barang. Pendekatan
pabrik skala kecil sebaiknya dilakukan dengan skala PGM/pabrik gula kecil memungkinkan
kapasitas minimal 200 TCD dan sebaiknya 500 melibatkan petani sebagai bagian terpadu dari
TCD. PGM sehingga dapat meningkatkan perolehan
dari nilai tambah pengolahan.
Kedua, pengelolaan PGM berbasis
kemitraan yang baik adalah menjadikan petani Kelima, kajian lebih lanjut diperlukan
sebagai bagian terpadu dari manajemen untuk merinci biaya transportasi, distribusi
PGM baik berperan sebagai mitra pemasok, dan pemasaran gula sehingga dapat diketahui
pemilik saham atau pemilik pabrik. Kemitraan biaya relatif produksi gula pabrik besar dan
memerlukan keterlibatan pemerintah untuk PGM berbasis lokal terhadap harga jual
memastikan bahwa para pihak memenuhi gula pada tingkat konsumen. Demikian juga
kewajibannya bersamaan dengan memperoleh analisis dampak terhadap ekonomi lokal
hak. dan kesejahteraan petani diperlukan untuk
mengetahui kemanfaatan sosial dan ekonomi
Ketiga, pembangunan kebun baru dapat
PGM.
diintegrasikan dengan pabrik sehingga petani
mendapatkan kepastian pasar dan pabrik DAFTAR PUSTAKA
mendapat jaminan bahan baku. Pola ini saling Bantacut, T. 2010. Swasembada Gula: Prospek dan
menguatkan sehingga dapat diterapkan Strategi Pencapaiannya. Pangan 19 (3): 245-
sebagai model transmigrasi berbasis komoditas 256.