Anda di halaman 1dari 17

ARTIKEL

Pengembangan Pabrik Gula Mini untuk Mencapai Swasembada Gula


Mini Sugar Mills Development to Achieve Sugar Self-Sufficiency

Tajuddin Bantacut
Fakultas Teknologi Pertanian, IPB
Jalan Darmaga Bogor 16680
Email : bantacut@indo.net.id

ABSTRAK
Indonesia adalah negara pengimpor gula terbesar dengan rata-rata impor sekitar dua juta ton per
tahun. Berbagai upaya untuk meningkatkan produksi belum mampu mengimbangi pertumbuhan pesat
permintaan untuk konsumsi langsung dan penggunaan industri. Banyak kendala yang menghadang
peningkatan produksi antara lain keterbatasan bahan baku, kinerja pabrik yang kurang baik, keterbatasan
modal investasi, dan keterbatasan lahan untuk perluasan perkebunan tebu. Kesulitan mendapatkan lahan
dengan luasan yang besar dalam satu hamparan menjadi faktor utama sulitnya peningkatan kapasitas
atau penambahan pabrik gula baru. Salah satu alternatif pemecahannya adalah dengan mengoptimalkan
ketersediaan lahan yang terpencar untuk mendukung pabrik gula mini. Untuk tujuan itu, dilakukan analisis
kelayakan pabrik gula mini dari aspek teknis dan ekonomi. Studi ini menemukan bahwa pengembangan
pabrik gula mini layak dilaksanakan dengan kapasitas 500 ton tebu per hari pada tingkat rendemen
minimum tujuh persen. Pada tingkat rendemen ini diperoleh nilai IRR sebesar 30,56 persen, NPV sebesar
Rp. 31.878.880.154, Net B/C sebesar 1,64, PBP selama 3,98 tahun dan BEP sebesar Rp. 19.880.709.795.
Investasi yang diperlukan adalah Rp. 49.453.000.000 dan modal kerja Rp. 12.026.000.000.
kata kunci: pabrik gula mini, gula pasir, swasembada, kelayakan

ABSTRACT
Indonesia is one of the biggest net sugar importing countries at the average of 2 million ton each
year. The efforts to increase national production have not been successful to meet the rapid growth of
demand for both direct household consumption and industrial usage. There are many constraints to
increase production such as lack of raw material supply, bad performance of sugar mills, less capital and
land availability for extension of sugar cane plantation, and environmental factors. As a tropical country,
Indonesia should be able to meet its sugar demand, especially on the basis of sugarcane. Out of those
constraints, the availability of suitable land in a region for plantation of sugarcane has been the main barrier
for increasing the capacity of existing mills and establishing new big scale mills. Therefore, it is necessary
to optimize the fragmented available land for small scale sugar mills. For this reason, one necessary step
is to analyze the feasibility of small scale or mini sugar mills from technical and economical aspects. This
study revealed that mini sugar mills are feasible to be developed at 500 ton cane sugar per day capacity
at minimum 7 percent of yield. At this yield, it is determined that the value of IRR is 30.56 percent, NPV is
Rp. 31,878,880,154., Net B/C is 1.64, PBP is 3.98 years and BEP is Rp. 19,880,709,795. The investment
needed is Rp. 49.453 billion and working capital is Rp. 12.026 billion.
keywords: mini sugar mills, cane sugar, self sufficiency, feasibility

I. PENDAHULUAN sejajar dengan penambahan produksi (Sugiyan-


1.1. Latar Belakang to, 2007). Dinamika harga gula sangat dipenga-
ruhi oleh antara lain besarnya volume impor dan

Indonesia masih belum mampu berswase-


mbada gula putih karena laju pertumbuhan
permintaan yang terus meningkat dan tidak
nilai tukar (Jati, 2013). Target swasembada gula
tahun 2014 tidak akan tercapai, bahkan harus

Pengembangan Pabrik Gula Mini untuk Mencapai Swasembada Gula 299


Tajuddin Bantacut
Tabel 1. Neraca Produksi dan Konsumsi Gula Indonesia (juta ton)

Sumber : Simposium Gula Nasional (2012)


Keterangan : 1Perkiraan BPS; 2Proyeksi; 3Tanpa pembangunan pabrik baru

dilupakan dan segera merajut jalan dan arah pasokan energi surya yang sangat banyak.
baru untuk mencapainya. Selama ini produksi Demikian juga dengan proses penguraian
gula Indonesia tertinggi tahun 2007 sebesar pada iklim tropis terjadi pada laju yang cepat
2,97 juta ton tidak pernah terlampaui hingga sehingga tersedia cukup CO2 di udara (Endres,
2012. Sebaliknya, peningkatan permintaan dkk., 2010; Zhu, dkk., 2008). Dengan kondisi
terus terjadi baik konsumsi langsung (rumah seperti ini maka sulit diterima bahwa Indonesia
tangga) maupun untuk kebutuhan industri. Ke- tidak mampu memenuhi kebutuhan gula secara
adaan ini memaksa Indonesia tetap berstatus mandiri dan berdaulat (Bantacut, 2010). Lebih
sebagai pengimpor terbesar gula dunia (Tabel dari itu, sejarah mencatat bahwa Indonesia
1). Proyeksi pertumbuhan konsumsi tahun 2014 pernah menjadi pengeskpor gula terbesar kedua
berdasarkan pertambahan penduduk serta setelah Kuba pada tahun 1929 dengan produksi
perkembangan industri (terutama makanan dan 3 juta ton yang dihasilkan oleh 179 pabrik
minuman) adalah sebesar 5,32 juta ton yang dengan luas tanaman tebu 200 ribu hektar pada
terdiri dari 2,96 juta ton konsumsi langsung tingkat produktivitas gula 15 ton/ha yang secara
dan 2,36 juta ton konsumsi industri. Pada sisi historis tingkat produktivitas ini dapat dicapai
lain, upaya peningkatan produksi yang rasional (Oregon, 2003).
tanpa membangun pabrik baru hanya mampu
Salah satu dari banyak masalah yang
meningkatkan produksi menjadi 3,60 juta ton
menjadi kendala besar dalam peningkatan
sehingga pemenuhan kebutuhan melalui impor
produksi adalah rendahnya kinerja pabrik gula
masih sebesar 1,72 juta ton (Direktorat Jenderal
nasional, terutama pabrik gula milik pemerintah
Industri Agro dan Kimia, 2009). Dari gambaran
(Badan Usaha Milik Pemerintah/BUMN) (Tabel
ini maka target swasembada gula tidak mungkin
2).
dicapai melalui pertumbuhan produksi normal
(Supriyati, 2011). Ukuran kinerja pabrik yang paling utama
dan penting adalah rendemen yaitu nisbah
Situasi tersebut sangat ironis dihadapkan
produksi kristal gula yang dihasilkan terhadap
dengan letak geografis Indonesia sebagai negara
bobot tebu yang digiling. Banyak faktor yang
agraris yang berada pada bentang khatulistiwa
mempengaruhi rendemen antara lain adalah
dengan proses fotosintesa terpanjang, terlama
mutu tebu dan efisiensi pabrik. Tebu yang
dan terbanyak sepanjang tahun (Girei and
baik mengandung nira dengan kadar gula
Giroh, 2012; Hall and Rao, 1999). Produk utama
yang tinggi. Varietas tanaman dan teknologi
fotosintesa adalah glukosa yang disintesa dari
budidaya menjadi penentu kualitas tebu selain
karbondioksida (CO2) dan air (H2O) dengan
faktor alam seperti iklim (curah hujan dan suhu)
bantuan sinar matahari dalam klorofil. Curah
dan kesuburan tanah. Aspek budidaya yang
hujan yang tinggi menjamin ketersediaan air dan
penting adalah pemupukan, pemeliharaan dan
penyinaran sekitar 10 jam sehari menunjukkan

300 PANGAN, Vol. 22 No. 4 Desember 2013 : 299-316


Tabel 2. Kinerja Pabrik Gula Nasional Tahun 2009

Sumber: Dewan Gula Indonesia (2010)

pertumbuhan awal. Efisiensi pabrik adalah rendahnya rendemen berhubungan dengan


ukuran kemampuan “mengambil” gula yang aspek teknis (seperti kondisi alat dan mesin)
ada dalam tebu kemudian diolah menjadi gula dan manajerial (seperti penjadwalan tebang dan
kristal. Semakin tinggi proporsi gula yang dapat angkut yang menyebabkan penundaan giling).
diambil semakin baik efisiensi pabrik (Dewan Faktor ini saling terkait atau secara terpisah
Gula Indonesia, 2010). mempengaruhi nilai rendemen. Secara teknis
semua faktor dapat dikendalikan yang meliputi
Rendemen sangat bervariasi menurut pabrik
kelancaran proses (jadwal tebang dan angkut,
(bukan lokasi) yakni 6,41 – 9,68 persen. Dengan
antrian penggilingan), efisiensi pengolahan
faktor alam yang baik dan aspek teknis yang
(kinerja alat dan mesin), efisiensi boiler (pasokan
seharusnya dapat dikendalikan, maka perbedaan
energi) dan sanitasi peralatan (mengurangi
ini terlalu besar (Rao, 2012). Perbedaan tersebut
kerusakan gula selama proses). Pengendalian
mengindikasikan bahwa faktor penyebab utama
faktor ini seharusnya menjadi konsentrasi utama

Pengembangan Pabrik Gula Mini untuk Mencapai Swasembada Gula 301


Tajuddin Bantacut
pembenahan dan perbaikan kinerja pabrik gula aspek-aspek di atas. Perbaikan rendemen
nasional, terutama milik pemerintah. terbentur pada kondisi mesin dan peralatan
pabrik yang sudah sangat tua serta aspek
1.2.
Kendala dan Alternatif Pencapaian manajerial yang berkultur produktivitas rendah.
Swasembada. Ekstensifikasi dihadapkan pada faktor sosial
Dengan pertimbangan tersebut maka budaya termasuk kepemilikan (pembebasan)
Indonesia dihadapkan pada pilihan bahwa lahan, biaya dan keterbatasan infrastruktur.
swasembada secara penuh atau hanya Laju konversi lahan yang semakin cepat sulit
sekedar mengamankan pasokan. Terlepas dari dilampaui oleh program perluasan. Lebih dari
pertimbangan tersebut maka sesungguhnya itu persoalan lingkungan, kekurangan air dan
Indonesia dapat : fluktuasi iklim akan menjadi pembatas yang
sangat nyata di masa mendatang. Oleh karena
Pertama, meningkatkan produksi hingga itu, pembangunan pabrik berskala besar akan
3.337.227,85 ton dengan perbaikan angka semakin sulit dilakukan.
rendemen pabrik terbaik yang dapat dicapai
saat ini, yaitu 9,68 persen. Dengan kondisi ini Mengacu pada keberhasilan industri gula
Indonesia hanya perlu mengimpor sebesar di Thailand, fakta yang menjadi pendukung
sekitar 1,2 juta ton dari kondisi riel 1,72 juta ton meliputi : (i) penguatan dukungan pemerintah
pada tahun 2014. yang nyata dan operasional; (ii) pembangunan
perkebunan tebu berskala ekonomis dan besar;
Kedua, meningkatkan produktivitas (iii) pengembangan kerjasama petani dan pabrik
tebu hingga 95 ton/ha seperti yang telah yang sejajar, saling membutuhkan dan saling
dicapai oleh PG Rajawali yang diikuti dengan menguntungkan; (iv) perbaikan kinerja pabrik
perbaikan tingkat kemanisan yang tinggi dan yang baik menurut kaidah perekayasaan; (v)
efisiensi pabrik (rendemen 10 persen) dapat pembangunan infrastruktur yang memadai;
menghasilkan gula sebanyak 4,18 juta ton gula dan (vi) pengembangan industri berbasis
per tahun atau setara dengan sekitar 79 persen tebu dengan variasi produk yang luas. Semua
dari kebutuhan gula tahun 2014 yakni sebesar faktor pendukung ini tidak sepenuhnya dimiliki
5,32 juta ton. oleh pabrik gula di Indonesia. Oleh karena itu,
Ketiga, mengembangkan ekstensifikasi Indonesia menghadapi kendala besar dalam
(Hakim, 2010; Mulyadi, dkk., 2009) dengan membangun industri yang efisien, kompetitif
penambahan pabrik pada wilayah potensial, dan berkelanjutan (Bantacut, 2010).
yakni sekitar 120 ribu ha, tersebar di Pabrik Gula dalam berbagai keterbatasan
Kabupaten Merauke-Papua, Tinanggea- telah melakukan upaya untuk memperbaiki
Sulawesi Tenggara, Wajo-Sulawesi Selatan kinerja, tetapi mereka mengalami berbagai
dan Sambas-Kalimantan Selatan. Luasan ini kendala yang disebabkan oleh antara lain (P3GI,
dapat menghasilkan 1,14 juta ton gula. Dengan 2003; 2008) : (i) Kesulitan memperoleh lahan,
demikian melalui perbaikan dan ekstensifikasi terutama skala besar dalam satu kawasan; (ii)
terbatas dapat meningkatkan produksi hingga Pengembangan lahan tebu yang mengarah
5,32 juta ton, persis sama dengan kebutuhan ke lahan kering sehingga biaya angkut tebu
gula tahun 2014. meningkat; (iii) Jumlah produksi gula kurang dari
Keempat, memperbaiki secara serius 250.000 kwintal per tahun sehingga harga pokok
budidaya tebu dan perbaikan kinerja produksi masih mahal; (iv) Mutu bahan baku
pabrik sehingga menarik bagi petani untuk tebu belum optimal sehingga biaya produksi
mengembangkan budidaya tebu yang disertai pabrik gula tidak efisien; dan (v) Kapasitas giling
dengan ekstensifikasi dapat memproduksi gula masih banyak yang di bawah 2.000 ton tebu per
hingga 17.765.000 ton per tahun. Inilah potensi hari.
terbesar produksi gula nasional. Dari uraian di atas terlihat bahwa kinerja
Pelaksanaan alternatif tersebut tidak industri gula nasional makin memprihatinkan
mudah dan belum terbukti adanya pergerakan sehingga tidak mampu bersaing dengan gula
industri gula nasional ke arah perbaikan pada impor dan tidak siap menghadapi persaingan

302 PANGAN, Vol. 22 No. 4 Desember 2013 : 299-316


pasar global (Susila dan Sinaga, 2005). Untuk dimanapun karena memerlukan luasan
memenuhi kebutuhan gula secara swasembada, tanaman tebu yang relatif kecil, lentur terhadap
Indonesia membutuhkan setidaknya 10 pabrik perubahan ketersediaan bahan baku, tidak
gula baru dengan kapasitas produksi 150 membutuhkan investasi yang besar dan dapat
ribu TCD dengan kebutuhan investasi saat ini sepenuhnya bergantung pada tenaga lokal.
sekitar Rp. 15 triliun. Dengan berbagai kendala Analisis terhadap kelebihan dan kekurangan ini
di atas maka pembangunan pabrik sebanyak menjadi bagian penting dari studi ini.
itu sulit dilaksanakan. Sebagai alternatif adalah
Pengembangan Pabrik Gula Mini (PGM) yang 1.3. Tujuan
menyebar untuk memenuhi kebutuhan lokal Dalam rangka pengembangan PGM di
atau regional. PGM mampu menghasilkan atas, langkah awal yang perlu dilakukan ialah
produksi gula putih sesuai standar dan bahkan melakukan analisis kelayakan teknis ekonomis
mampu memproduksi sesuai permintaan pasar. sebagai dasar pengembangan prototipe teknis
Secara teknis dan ekonomis pembangunan dan manajemen Pabrik Gula Mini. Tujuan dari
PG besar dapat memperbaiki efisiensi, penelitian ini adalah : (i) Menganalisis kelayakan
produktivitas dan dayasaing. Faktanya bahwa Pabrik Gula Mini (PGM) kapasitas 100-500 TCD
perluasan kebun baik yang sudah ada maupun sebagai basis perancangan prototipe teknis; dan
pembukaan perkebunan baru dihadapkan pada (ii) Melakukan perancangan dasar PGM untuk
banyak kendala. Keterbatasan, ketersediaan pengembangan produksi gula yang ekonomis
dan kesesuaian lahan, terutama dalam berorientasi lokal dan regional.
hamparan yang luas menjadi pembatas utama II. METODOLOGI
pembangunan pabrik baru. Penambahan
kapasitas pabrik yang sudah ada juga dihadapkan Analisis kelayakan dan pengembangan
pada pengurangan luas lahan pertanaman tebu Pabrik Gula Mini dilakukan dengan : (i)
akibat konversi lahan dan alih tanaman. Dalam Mengkaji kelayakan dari aspek teknis, teknologi
situasi ini, pengembangan PGM yang tidak dan kelayakan finansial; (ii) Aspek teknis
memerlukan luasan tanaman tebu besar dapat ditinjau dari sisi ketersediaan pasokan mesin
dipertimbangkan sebagai upaya peningkatan dan alat terutama dari pemasok yang telah
produksi, pemerataan pembangunan wilayah, berpengalaman dalam pembuatan PGM; (iii)
dan pencapaian swasembada gula pasir. Analisis finansial meliputi parameter kelayakan
yang meliputi: Internal Rate of Return (IRR),
Permasalahan PGM adalah ukuran yang Nilai Bersih saat ini (Net Present Value/NPV),
terkait dengan fungsi skala usaha (kapasitas) Titik Impas (Break Even Point/BEP) dan Waktu
yaitu biaya overhead yang tinggi, efisiensi satuan Pengembalian Pokok (Pay Back Period/
mesin rendah, mutu hasil relatif rendah, nisbah PBP); dan (iv) Kajian teknologi diturunkan dari
kapasitas terhadap volume mesin rendah, dan kelayakan finansial untuk skala teknis dan
nisbah harga terhadap kapasitas tinggi (Wayas, ekonomis berdasarkan ekstrapolasi nilai IRR,
2011). Sebaliknya, skala kecil memberikan NPV, BEP dan PBP. Dari pilihan ini dirancang
beberapa kelebihan antara lain dapat dibangun kebutuhan minimal PGM.
Tabel 3. Produksi dan Konsumsi Gula Kawasan Indonesia (Perkiraan Penduduk 2012)
Kekurangan/
Pulau Produksi Kebutuhan
kelebihan
Jawa 1 .350 1 .530 (180)
Sumatera 7 13 5 68 146
Kawasan Timur 49 5 65 (516)
Indonesia 2.112 2.663 (551)

Dasar perhitungan : Konsumsi 11,21 kg/kapita/tahun; penduduk Jawa 137 juta jiwa, Sumatera 51 juta, dan
Kawasan Timur (Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua, Nusa Tenggara, dll) 50 juta
jiwa. Produksi dihitung dari Pabrik Gula yang berada dalam kawasan itu.

Pengembangan Pabrik Gula Mini untuk Mencapai Swasembada Gula 303


Tajuddin Bantacut
Data dikumpulkan melalui survey lapang 3.2. Aspek Kelayakan
untuk mengetahui keadaan dan situasi 3.2.1. Aspek Bahan Baku
perkebunan tebu sebagai dasar perancangan
ketersediaan bahan baku. Survey bersifat Bahan baku yang baik adalah manis, segar
umum untuk mengetahui gambaran praktek dan bersih. Secara teknis, perbaikan varietas
pertanaman dan penanganan tebu dilakukan tebu, penerapan teknologi budidaya dan
di Kabupaten Rembang. Ketersediaan mesin penanganan pasca panen dapat menghasilkan
diperoleh melalui “Quotation” atau penawaran tebu yang bermutu sesuai dengan kriteria
yang diharapkan. Mutu tebu yang baik dan
dari pabrik pembuatan mesin PGM.
diolah dengan cara yang baik serta efisien
III. HASIL DAN PEMBAHASAN akan menghasilkan rendemen yang memenuhi
harapan, yakni berkisar 10 persen. Oleh karena
3.1.
Analisis Pasokan dan Permintaan itu, tahap pertama yang harus dilakukan adalah
Geografis perbaikan menyeluruh terhadap pertanaman
Pusat produksi gula terbesar adalah di Jawa tebu yang diawali dari pembibitan dan berakhir
dengan 48 Pabrik Gula yang memproduksi pada penebangan dan pengangkutan. Apabila
sekitar 1,35 juta ton. Namun, dibandingkan hal ini dilakukan maka, akan terjadi perbaikan
dengan jumlah penduduk sekitar 137 juta maka mutu tebu yang dihasilkan (Indraningsih dan
kebutuhan mencapai 1,53 juta ton. Artinya, Malian, 2006).
sebagai pusat produksi gula, Jawa masih Produktivitas perkebunan besar tebu secara
kekurangan sekitar 180 ribu ton per tahun (Tabel nasional adalah 78,4 ton/ha. Hal ini sudah baik
3). Sebaliknya, Sumatera dengan penduduk meskipun rentangannya cukup besar yakni
sekitar 51 juta orang maka kebutuhan konsumsi dari 52,1 sampai 94,8 ton/ha (Tabel 2). Banyak
mencapai 568 ribu ton terdapat 10 Pabrik faktor yang berpengaruh terhadap produktivitas
Gula dengan produksi 713 ribu ton sehingga tetapi secara umum dapat dikendalikan melalui
menghasilkan surplus sekitar 146 ribu ton. praktek budidaya hingga mencapai nilai tertinggi
seperti yang sudah dicapai saat ini. Keyakinan
Kawasan Timur Indonesia dengan penduduk
ini didasarkan pada kenyataan bahwa dalam
sekitar 50 juta memiliki empat Pabrik Gula
hamparan yang sama, masih terjadi perbedaan
dengan total produksi 49 ribu ton. Dibanding
produktivitas tebu yang mencolok. Oleh karena
kebutuhan konsumsi yang mencapai 565 ribu
itu, faktor teknislah yang paling mempengaruhi
ton maka kawasan ini kekurangan pasokan
perbedaan produktivitas tebu (Saskia dan
sebanyak 516 ribu ton. Dengan demikian, secara
Waridin, 2012).
keseluruhan Indonesia masih belum mampu
memenuhi kebutuhan konsumsi langsung Penanaman tebu harus disesuaikan
masyarakat. Kekurangan ini akan berlipat jika dengan kapasitas pabrik sehingga produksi
kebutuhan industri diperhitungkan. atau penebangan sesuai dengan kebutuhan
bahan baku penggilingan hari yang sama atau
Ketimpangan ini menunjukkan bahwa
maksimal hari berikutnya. Untuk kapasitas 100
pembangunan pabrik masih diperlukan di
TCD dengan waktu giling normal minimal 150
semua kawasan. Pertimbangan ketersediaan
hari, bahan baku yang diperlukan adalah 15.000
sarana dan sebaran daerah produsen dan ton per musim giling. Pembelian tebu bebas
konsumen seyogiyanya dilakukan agar dapat yang tidak sesuai dengan persyaratan dapat
diketahui biaya distribusi dan pemasaran yang mengakibatkan penurunan kualitas (kurang
diperlukan. Biaya ini dapat dijadikan acuan manis, tidak segar dan tidak bersih) sehingga
untuk menentukan dukungan setimpal dalam rendemen sangat berkurang. Budidaya yang
pengembangan PGM baik dalam bentuk baik dapat menghasilkan rata-rata 90 ton tebu/
subsidi atau penetapan harga pokok penjualan. ha pada saat kondisi telah stabil. Artinya, sebuah
Inilah salah satu kelebihan PGM yang dapat PGM memerlukan luasan sekitar 170 ha atau
dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan untuk faktor pengamanan diperlukan luasan
lokal sehingga biaya distribusi dan pemasaran 200 ha. Pengembangan kebun yang aman
relatif rendah. adalah 250 ha untuk mengantisipasi penurunan

304 PANGAN, Vol. 22 No. 4 Desember 2013 : 299-316


produktivitas dan proporsi pengembangan perluasan tanaman dapat dipercepat hingga
kebun bibit baru. Proporsi tanaman berubah 80 hektar atau lebih. Tabel 4 hanya merupakan
dengan pentahapan penanaman dan yang panduan kebutuhan luasan tanaman setiap
terbaik nisbah antara tanaman baru dengan tahunnya.
tanaman ratoon adalah satu berbanding tiga
Perkiraan produktivitas dan rendemen
(1:3) atau 25 persen tanaman baru dan 75
ini bersifat moderat yakni telah dicapai
persen tanaman keprasan.
oleh beberapa pabrik di Indonesia, tetapi
Untuk memenuhi kebutuhan bahan baku, memerlukan upaya khusus seperti penanaman
penebangan tebu dilakukan setiap hari seluas dan pemeliharaan tanaman dilakukan secara
3 ha atau setara dengan rata-rata 200 ton tebu. baik serta kinerja mesin memenuhi standar.
Secara ideal penanaman dilakukan dengan Data historis menunjukkan bahwa produktivitas
sistem blok yang dapat dirancang sesuai jadwal tertinggi yang pernah dicapai melebihi 100 ton/
penanaman dan tebang ratoon. Dengan nisbah ha, dengan rendemen mencapai lebih dari 10

Tabel 4. Jadwal Penanaman Tebu

Tahun ke
Tanaman
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Penanaman 40 4 0 40 4 0 40 4 0 40 4 0 40 40
PC 40 40 40 40 40 40 40 40 40
RC-1 40 40 40 40 40 40 40 40
RC-2 40 40 40 40 40 40 40
RC-3 40 40 40 40 40 40
RC-4 40 40 40 40 40
Bongkar &
4 0 40 4 0 40 40
Tanam
Tebang 40 80 120 160 200 200 200 200 200

1:3 maka setiap tahun dilakukan bongkar persen. Data tersebut menunjukkan bahwa
ratoon dan penanaman baru seluas 40 ha. dengan budidaya tanaman yang baik dan
Dengan pertimbangan ini maka luas lahan yang didukung oleh kinerja mesin serta manajemen
diperlukan adalah seluas 200 ha. Secara rinci pabrik yang baik maka kenaikan produktivitas
jadwal penanaman tebu disajikan dalam Tabel 4. dan rendemen dapat dicapai dengan mudah.
Rancangan ini dibuat lebih besar dari kebutuhan Untuk perhitungan digunakan produktivitas dan
untuk menghindari kekurangan bahan baku. rendemen masing-masing adalah 90 ton/ha dan
Jika terjadi kelebihan tebu, pengolahan dapat 9 persen.
dilakukan dengan menambah jam atau hari
Penyediaan bahan baku dapat dilakukan
giling.
melalui pembukaan kebun baru atau membeli
Penanaman dapat dilakukan bersamaan dari petani. Lebih dari itu, di kawasan perkebunan
dengan instalasi pabrik yang diperkirakan tebu dan Pabrik Gula di Jawa sekalipun masih
memerlukan waktu satu tahun. Pada tahun terdapat daerah kantong (enclave) yang
kedua giling sudah dapat dicoba mulai dengan belum dapat dilayani oleh pabrik gula karena
kapasitas sekitar 30 persen dari kapasitas pertimbangan jarak dan biaya angkut. Oleh
pabrik. Kapasitas penuh dimulai tahun kelima karena itu, dari sisi bahan baku, pembangunan
bahkan tahun keempat atau sebelumnya PGM layak untuk dilaksanakan baik di kawasan
apabila produktivitas tanaman terbaik dapat baru atau perkebunan tebu yang sudah ada.
dicapai. Apabila saat uji coba pabrik tahun kedua
dapat berjalan dengan baik maka tahun kedua

Pengembangan Pabrik Gula Mini untuk Mencapai Swasembada Gula 305


Tajuddin Bantacut
3.2.2. Proses Pengolahan pembangkit panas (boiler) untuk digunakan
sebagai bahan bakar.
Secara garis besar proses pengolahan
tebu menjadi Gula Kristal Putih (GKP) terdiri Ketiga, Pemanasan Pendahuluan (Pre-
dari tahapan berikut : (i) penyiapan tebu; heater) : Nira hasil perasan ditimbang untuk
(ii) penggilingan atau pemerahan nira; (iii) mengetahui jumlahnya. Sebelum masuk pada
pemanasan awal; (iv) pemurnian; (v) penguapan, tahap selanjutnya, dilakukan pemanasan
pemekatan dan pengkristalan; dan (vi) pendahuluan. Tujuan pemanasan ini adalah
pengeringan, penyaringan, dan pengemasan. untuk menghambat proses fermentasi yang
Berikut ini adalah uraian dari masing-masing mungkin terjadi. Selanjutnya nira akan masuk
tahapan tersebut. ke proses pemurnian dan proses pengolahan
berikutnya.
Pertama, Persiapan : Sebelum digiling,
tebu dipersiapkan agar mudah dalam proses Tahap Pemurnian : Nira hasil ekstraksi
pemerahannya. Persiapan tebu menggunakan masih mengandung kotoran dan benda asing
pisau tebu dan hammer sehingga tebu terpotong yang harus dihilangkan. Tujuan dari pemurnian
dan terpecah. Tebu yang terlalu panjang adalah untuk memisahkan antara nira dengan
dapat mengganggu atau menghambat proses kotoran-kotoran yang melayang dan terlarut yang
penggilingan karena ampas satu dengan yang terkandung di dalamnya tanpa kerusakan dari
lainnya berbelit serta menghambat pergerakan sukrosa dan menekan kehilangan gula sedikit
dari satu mesin giling ke penggilingan berikutnya. mungkin sehingga nira yang dihasilkan benar-
Selain itu, tebu yang panjang memerlukan benar murni. Ada tiga macam proses pemurnian
stasiun kerja yang besar dan menyulitkan yang dapat digunakan yaitu defekasi, sulfitasi
pengerjaan. Penggilingan dalam jumlah kecil dan karbonatasi. Masing pilihan mempunyai
sering dilakukan dengan ukuran tebu utuh. kekurangan dan kelebihan. Untuk PGM dipilih
Pabrik Gula besar sering menggunakan proses proses defekasi karena selain sederhana juga
pencacahan (shredder) untuk mengecilkan menghindari tersisanya bahan berbahaya dalam
ukuran tebu sehingga lebih mudah diangkut dari nira.
satu mesin giling ke penggilingan berikutnya.
Tahap penguapan : Nira jernih yang
Pencacahan dilakukan dengan bantuan
dihasilkan dimasukan ke dalam proses masakan
hammer mill yang sangat besar. Ukuran yang
untuk mengurangi air melalui penguapan.
lebih kecil ini meningkatkan kinerja penggilingan
Proses ini dilakukan secara bertahap agar
dan tingkat pemerasan.
tidak terjadi kerusakan gula dan pembentukan
Kedua, Penggilingan : Tebu yang sudah karamel. Sumber panas untuk keperluan
dipotong atau dicacah ”diangkut” dengan ban penguapan berasal dari boiler. Nira yang
atau rantai berjalan ke penggilingan yang sudah jernih mengandung sekitar 15 persen
terdiri dari tiga ”roda” dengan posisi segitiga gula tetapi cairan gula jenuh (yaitu cairan
sehingga tebu tergiling dua kali. Kemudian yang diperlukan dalam proses kristalisasi)
ampas dibasahi dengan nira dari gilingan memiliki kandungan gula hingga 80 persen.
berikutnya untuk membantu pelarutan sisa gula Tujuan penguapan adalah untuk memekatkan
yang masih tertinggal. Pada gilingan terakhir, nira, sehingga diperoleh larutan pekat 64ºBrix.
ampas dibasahi dengan air panas (ambibisi) Proses penguapan menghasilkan air buangan
dengan jumlah tertentu untuk pelarutan sisa dan air embun yang masih panas sehingga
gula yang masih terdapat dalam ampas. Proses dapat digunakan sebagai sumber panas. Proses
tersebut diulang beberapa kali tergantung pada penguapan ini dilakukan dalam kondisi vacuum
rancangan peralatan dan mesin. Secara umum untuk : (i) menghindari kerusakan sukrosa
jumlah gilingan adalah tiga sampai lima. PGM akibat suhu yang tinggi; (ii) penghematan bahan
sebaiknya menggunakan seri gilingan tiga atau bakar karena memasukkan satu satuan uap
empat. Prinsip penetapan seri gilingan adalah dapat menguapkan air sebanyak 5 kali; dan
maksimalisasi pemerahan nira sedemikian (iii) menurunkan titik didih nira sehingga tidak
rupa sehingga optimal. Ampas ”kering” sisa terbentuk karamel yang berasal dari sukrosa
penggilingan disebut baggasse diangkut yang rusak.
ke tempat penampungan atau ke stasiun

306 PANGAN, Vol. 22 No. 4 Desember 2013 : 299-316


Tahap Pengkristalan: Proses pemisahan sederhana untuk menghemat investasi dan
padatan- cairan dilakukan melalui alih masa biaya operasional. Demikian pula alat-alat
dari fase cair ke fase padat murni dengan proses utama masih sama dan menggunakan
cara pendinginan, penguapan atau kombinasi alat baku yang sudah banyak digunakan.
keduanya. Kristalisasi dalam pengolahan gula Dengan pertimbangan ini maka proses defekasi
bertujuan untuk mendapatkan kristal gula atau karbonasi dapat digunakan. Jika pilihannya
sebanyak- banyaknya secara mudah, sederhana adalah yang paling sederhana maka proses
dan ekonomis dari larutan yang mengandung defekasi lebih baik dan gula yang dihasilkan
sukrosa. Kristalisasi dilakukan dalam bejana masih dapat memenuhi baku mutu lokal.
pemasak di stasiun rafinasi dengan kondisi
operasi: tekanan 66 cm Hg vacuum (atau 10 3.3. Aspek Teknis – Peralatan
cmHg) dengan pemanas uap bertemperatur Perhitungan kapasitas alat didasarkan
180°C sehingga temperatur mencapai 65 - 70°C. pada asumsi kapasitas 100 ton tebu per hari
Tabel 5. Neraca Massa PGM 100 TCD (ton)

Diadopsi dari berbagai sumber untuk tujuan praktis

Kristalisasi dilaksanakan dua tingkat. Pada (TCD) adalah berukuran teknis relatif kecil.
tingkat pertama yang terdiri dari dua bejana Kapasitas penggilingan menentukan kebutuhan
pemasak, kristal gula yang sudah terbentuk kapasitas peralatan lainnya yang ditentukan
(disebut cuite) dan setelah tahap pengkristalan oleh komposisi bahan baku seperti pada Tabel
selesai kemudian dikirimkan ke dalam mesin 5. Berdasarkan komposisi bahan maka dapat
pemutar untuk memisahkan kristal dari molases. diperkirakan banyaknya bahan yang akan
Gula syrup dari masakan tahap pertama akan ditangani (handling) atau diolah (proses) pada
menghasilkan kristal gula. Molases yang masih setiap tahapan. Secara umum, pabrik gula
tersisa ditampung dalam tangki khusus. terdiri dari empat stasiun yaitu pemerahan atau
Keempat, Pengeringan, Pengayakan dan penggilingan (milling), penjernihan (clarifying),
Pengemasan: Kristal gula yang dihasilkan masih penguapan (evaporating), dan pemusingan
memilik kadar air di atas 2 persen dikeringkan (certifusing). Masing-masing stasiun terdiri
dalam mesin pengering putar dengan dari beberapa peralatan, mesin dan instalasi
bantuan udara panas. Gula yang telah kering penunjang. Penguapan dapat dibagi lagi menjadi
kemudian diayak untuk memisahkan kristal penguapan, pengentalan, dan kristalisasi.
gula yang masih menggumpal. Kristal-kristal Stasiun tambahan untuk meningkatkan
yang dikehendaki kemudian diayak lagi untuk mutu adalah penyaringan, pengeringan dan
memisahkan kristal dengan ukuran 1 mm untuk pengepakan.
gula rumah tangga, dan kristal berukuran 0,6 PGM skala kecil tidak mungkin
mm untuk gula industri. Gula untuk kebutuhan menggunakan proses sinambung (kontinyu)
rumah tangga dan untuk keperluan industri untuk semua stasiun. Sebaliknya, proses
dikemas dalam kemasan 50 kg atau sesuai batch satu tahap juga tidak mungkin dilakukan
kebutuhan. Kristal gula yang tidak dikehendaki karena waktu tunggu dan kosong setiap stasiun
ukurannya dikembalikan lagi sebagai umpan terlalu panjang. Oleh karena itu, PGM 100 TCD
pada proses kristalisasi. sebaiknya terdiri dari sedikitnya 2 (dua) batch
Kelima, Teknologi Proses : Keseluruhan atau periode operasi. Artinya pengolahan dibagi
teknologi proses untuk PGM dipilih yang menjadi dua shift.

Pengembangan Pabrik Gula Mini untuk Mencapai Swasembada Gula 307


Tajuddin Bantacut
Dengan sistem dua batch diperlukan Dengan mempertimbangan keseimbangan
rangkaian peralatan yang mencukupi pergantian aliran proses, optimasi pembiayaan pada skala
perawatan mesin dan alat. Rancangan kecil, dan keserasian rancangan daftar mesin
peralatan sederhana didasarkan pada waktu dan alat yang diperlukan maka tata letak (lay
proses yang diperlukan untuk menyelesaikan out) pabrik PGM 100 TCD dapat dibuat (Gambar
pengolahan tebu, nira dan gula (Tabel 6). Pada 1). Susunan ini dirancang dalam dua lantai
proses batch, pertimbangan kekosongan waktu sehingga menghemat luasan, memperpendek
(off-time atau down-time) harus minimal untuk gerakan bahan dan manusia, mengefisienkan
menghemat energi, tenaga kerja dan mesin. energi (pergerakan dan penyaluran energi serta
Dari perhitungan neraca massa setiap stasiun pemanfaatan gravitasi), dan memudahkan
dengan sistem batch maka diperoleh perkiraan perawatan.
kapasitas seperti pada Tabel 6. Dalam merancang PGM, pertanyaan pokok
Mesin dan peralatan dari setiap stasiun yang dapat digunakan untuk menentukan
dihubungkan melalui jaringan pengangkut kelayakannya secara teknis adalah sebagai
nira (bahan), uap (energi panas) dan listrik. berikut : (i) apakah semua teknologi yang
diperlukan sudah tersedia?; (ii) apakah
Tabel 6. Perkiraan Waktu Operasi, Kapasitas Mesin dan Peralatan

Keterangan : aPerlu penampungan nira dengan kapasitas 50 ton sebelum masuk penjernihan

Urutannya disusun untuk melancarkan dan pembuatan atau pengadaan mesin dan
meminimalkan pergerakan bahan. Dengan peralatan berada dalam batas ketersediaan
demikian, susunan mesin tidak harus berjajar teknologi saat ini?; (iii) apakah terjangkau dalam
lurus dalam satu garis. Penghematan ruang semua batas sumberdaya yang tersedia?;
dilakukan dengan membuat susunan mesin (iv) apakah praktis?; dan (v) apakah tenaga
berada pada tingkat (platform) yang berbeda. kerja cukup tersedia atau dapat dilatih untuk
Umumnya pabrik terdiri dari dua dan tiga tingkat. menjalankannya?
Untuk PGM hanya diperlukan dua tingkat karena
jumlah dan ukuran mesin relatif kecil. Hal lain yang penting diperhatikan adalah
bahwa meskipun dari aspek teknis PGM 100

Penempatan mesin pada tingkat yang TCD dapat dibuat dan dioperasikan, namun
berbeda harus memperhatikan: (i) aliran bahan; persoalan efisiensi dan penyediaan mesinnya
(ii) penghematan ruangan; (iii) penggunaan sering menjadi kendala pembangunannya.
energi; dan (iv) keselamatan kerja. Dengan Perekayasaan mesin dalam negeri belum dapat
pertimbangan ini maka stasiun yang berada di dijadikan andalan sebagai pemasok mesin
tingkat atas hanya terbatas pada penguapan dan PGM yang dapat dijadikan contoh. Perusahaan
kristalisasi. Nira jernih dipompakan ke penguap perekayasaan India dan Cina menyarankan
menggunakan energi listrik. Sebaliknya, kapasitas 200-500 TCD. Oleh karena itu, secara
aliran nira kental dari stasiun kristalisasi dapat teknis sebaiknya PGM yang akan dibangun
memanfaatkan gravitasi untuk dikirim ke stasiun berskala 500 TCD sehingga lebih kompetitif dari
pemusingan. segi pengadaan, pembangunan, pengoperasian,
pemeliharaan dan pengembangannya.

308 PANGAN, Vol. 22 No. 4 Desember 2013 : 299-316


Gambar 1. Tata Letak PGM 100 TCD

Dengan tersedianya banyak pilihan, ini adalah pada biaya investasi dan efisiensi
pertimbangan kompetitif dapat digunakan untuk proses. Semakin besar kapasitas semakin
memilih mesin dan alat yang teruji secara teknis kecil nisbah biaya operasi dan investasi alat,
dan ekonomis. Berdasarkan pertimbangan ini sehingga jumlah rangkaian alat dapat ditambah
maka pilihan rangkaian peralatan yang dapat dengan peningkatan kapasitas.
menghasilkan gula memenuhi standar dan
investasi yang rasional adalah berbasis empat 3.4. Pola Manajemen
evaporator. Susunan evaporator yang digunakan Pengadaan bahan baku Pabrik Gula
adalah dalam rangkaian triple effect. Vacuum Mini (PGM) dapat berasal dari petani bebas,
pan yang diperlukan adalah tiga unit yang dapat petani kontrak dan kebun sendiri. Pengadaan
disusun tiga seri secara dua atau tiga rangkai dari petani bebas dilakukan dengan membeli
bekerja bersamaan. Berdasarkan perhitungan langsung secara tunai atau maklon atau sub-
neraca massa dan rangkaian mesin 100 TCD kontrak (petani menggilingkan tebu dengan
maka dapat dibuat kebutuhan dan susunan membayar upah atau ongkos giling pada
mesin untuk kapasitas yang lebih besar. Dengan pabrik) jika lokasi pabrik berada di tengah atau
pertimbangan ini maka rangkaian proses dan sekitar perkebunan tebu rakyat. Kecukupan
mesin perlu diubah (Gambar 2). bahan baku akan ditentukan oleh harga dan
Perbedaan prinsip antara rangkaian alat dan atau keuntungan relatif yang didapatkan petani.
mesin kapasitas 100 TCD dan 500 TCD adalah Sebaliknya, pabrik dapat membeli dari petani
pada jumlah evaporator dan vacuum pan. Pada secara selektif tergantung pada persyaratan
kapasitas 100 TCD jumlah masing-masing adalah yang meliputi kualitas (manis, bersih dan segar)
tiga dengan seri-2 (dua evaporator dan vacuum dan harga tebu.
pan berjalan bersamaan dan satu dicadangkan), Kebutuhan tenaga manajemen dan
sedangkan pada kapasitas 500 TCD berjumlah karyawan PGM tidak banyak. Fungsi organisasi
empat dengan seri-3 (tiga beroperasi dan satu utama yang diperlukan adalah pengadaan,
dicadangkan). Pertimbangan utama perbedaan operasi pabrik, dan administrasi umum

Pengembangan Pabrik Gula Mini untuk Mencapai Swasembada Gula 309


Tajuddin Bantacut
Gambar 2. Rangkaian Alat dan Aliran Proses PGM 500 TCD

(keuangan, pergudangan dan pemasaran). memerlukan organisasi seperti pada Gambar


Oleh karena itu, PGM hanya membutuhkan 3. Jika bahan baku berasal dari petani, maka
tiga tenaga tingkat manajemen (manajer) perwakilan petani dan pemilik perusahaan
yang dipimpin oleh seorang direktur. Fungsi duduk sebagai komisaris.
pengadaan meliputi bahan baku dan bahan
Dengan mempertimbangkan pengadaan
pembantu yang ditunjang oleh dua orang tenaga
bahan baku yang bersumber dari petani
teknis pencatatan dan penimbangan. Semua
maka dapat dikembangkan kelembagaan dan
fungsi pengadaan dilaksanakan langsung oleh
kerjasama antara petani dan pemilik pabrik
Manajer yang juga berperan sebagai pimpinan
dalam pembangunan PGM. Semua pilihan
kebun (pengorganisasian petani). Dengan
dapat dijalankan tergantung pada situasi dan
kebutuhan fungsi organisasi di atas, maka PGM

KO M IS A R IS

D IR EK TU R

M A N AJE R M A N A JE R M A N A JE R
PENG AD AA N O PE RA SI UMUM
PE N G AW A SA N D AN P E N G G IL IN G A N , KEU A N G AN ,
P E N IM B A N G A N PENG O LAH A N, PEN G G U DA N G AN
L I S T R I K / U A P, D A N DA N PE M A SAR A N
PENG . M UTU

K A R YA W A N ( TE N A G A T E K N IS D A N TE N A G A B U R U H )

G a m b a r 3 . S t r u k t u r o rg a n is a s i P G M

310 PANGAN, Vol. 22 No. 4 Desember 2013 : 299-316


Tabel 7. Asumsi Dasar Perhitungan Finansial Pabrik Gula Mini 100 TCD

kondisi faktor pembentuk kerjasama tersebut. Sumber data dan informasi yang digunak-
Pelibatan petani dan pabrik dalam satu an dalam analisis finansial PGM adalah data
kesatuan manajemen adalah pilihan yang baik yang terkait dengan biaya investasi mesin dan
untuk kelangsungan pengadaan bahan baku peralatan diperoleh dari supplier PGM yang
dan peningkatan kesejahteraan petani. Pilihan berlokasi di Surabaya yang merupakan repre-
lain adalah PGM memiliki perkebunan sendiri sentatif pabrik di India. Informasi pendukung
sehingga mandiri dalam pengelolaan pabrik dari data dan informasi ini dikonfirmasi lagi
dan kebun. Pilihan terakhir ini tidak memerlukan dengan data dan informasi dari supplier yang
keterlibatan petani secara langsung dalam lain melalui quotation dan surat menyurat.
pengelolaan dan kepemilikan pabrik. Untuk kerahasiaan semua sumber tersebut
tidak disebutkan secara eksplisit.
3.5. Analisa Finansial
3.5.2. Asumsi Dasar Perhitungan
3.5.1. Analisa Finansial Kapasitas 100 TCD
Perhitungan finansial dimaksudkan untuk
Ada tiga komponen yang perlu diperhatikan mengetahui kelayakan PGM. Aspek kelayakan
dalam analisis finansial, yaitu komponen biaya tersebut meliputi komponen dan besaran modal
investasi dan modal kerja serta komponen investasi dan modal kerja yang diperlukan, nilai
penerimaan. Komponen biaya investasi dapat dan sumber pendapatan usaha, proyeksi rugi
dirinci menjadi beberapa sub komponen, yaitu laba, proyeksi aliran kas (cash flow) serta kriteria
biaya pengadaan lahan untuk bangunan pabrik, kelayakannya yang meliputi IRR (internal rate of
kantor, fasilitas, dan ruang terbuka serta biaya return), NPV (net present value), BEP (break
pengadaan mesin dan peralatan. Komponen even point), dan PBP (pay back period). Dalam
biaya modal kerja terdiri dari biaya pengadaan perhitungan kelayakan finansial menggunakan
bahan baku, biaya energi, biaya administrasi, asumsi-asumsi seperti pada Tabel 7.
dan biaya gaji dan upah. Komponen
penerimaan yang diperhitungkan dalam hal ini 3.5.3. Skenario Perhitungan
adalah penerimaan dari hasil penjualan gula Perhitungan kelayakan finansial dilakukan
saja sedangkan hasil penjualan tetes tidak terhadap pengolahan tebu menjadi Gula Kristal
diperhitungkan untuk menghindari kesalahan Putih (GKP). Pendekatan biaya digunakan untuk
pengambilan kesimpulan bahwa keuntungan menghitung investasi dan biaya pengelolaan
PGM terbentuk dari hasil samping. PGM sebagai beban perusahaan. Perhitungan
kelayakan finansial dilakukan dengan skenario

Pengembangan Pabrik Gula Mini untuk Mencapai Swasembada Gula 311


Tajuddin Bantacut
Tabel 8. Analisa Kelayakan Finansial Pembangunan Pabrik Gula Mini 100 TCD Berdasarkan Rendemen GKP

sederhana yaitu perusahaan membeli tebu dan pemeliharaan, metode tebang muat angkut,
(TCD) dari petani kemudian mengolah menjadi musim, kinerja dan efisiensi mesin serta aspek
Gula Kristal Putih (GKP) serta menjualnya manajerial lainnya. Artinya, dari sisi finansial
kepada konsumen. Jika perhitungan atas dasar pendirian PGM 100 TCD tidak layak dilakukan.
pembelian ini layak dijalankan maka integrasi
Sebaliknya, perhitungan terhadap PGM
kebun dan pabrik dari sisi bahan baku dapat
500 TCD menunjukkan bahwa semua kriteria
dipastikan juga layak diimplementasikan. Hal
kelayakan dapat dipenuhi pada rendemen ³ 7%
ini didasarkan pada pertimbangan bahwa
sehingga pendirian PGM layak dilakukan. Hasil
mengelola kebun sendiri relatif lebih mudah
analisis selengkapnya kelayakan pembangunan
dibandingkan dengan membeli tebu dari petani.
PGM kapasitas 500 TCD dapat dilihat pada Tabel
9. Berdasarkan hasil analisa kriteria kelayakan
3.5.4. Hasil Perhitungan
tersebut maka pembangunan PGM dengan
Berdasarkan hasil anailisis sensitivitas kapasitas 500 TCD sangat layak dimana nilai
semua perubahan untuk kapasitas 100 TCD, IRR di atas nilai bunga bank, Net B/C di atasi 1
PGM hanya layak dilaksanakan pada tingkat dan PBP layak pada 1,11 tahun.
rendemen ³ 9 persen dan sangat layak pada
rendemen ≥10 persen. Hal ini ditunjukkan oleh IV. KESIMPULAN
IRR yang di atas bunga bank, Net B/C lebih 4.1. Kesimpulan
dari 1 dan PBP di bawah 5 tahun. Sensitivitas
positif ditujukkan dengan peningkatan kapasitas Pertama, Pembangunan PGM adalah
produksi, semakin tinggi kapasitas produksi maka alternatif peningkatan produksi Gula Kristal
semakin tinggi pula keuntungannya. Sebaliknya, Putih (GKP) untuk memenuhi kebutuhan
sensitivitas negatif terjadi lebih dominan pada lokal menuju swasembada nasional. Telaah
perubahan harga jual. Berdasarkan perhitungan terhadap kelayakan meliputi aspek bahan baku,
tersebut, secara keseluruhan pembangunan teknologis, teknis (alat dan mesin), pembiayaan
PGM layak dibangun. Perubahan rendemen (finansial) dan manajemen kemitraan. Hasil
terhadap kelayakan sangat nyata (Tabel 8). analisis menunjukkan bahwa kelayakan sangat
dipengaruhi oleh skala usaha (kapasitas pabrik)
Pada tingkat rendemen 6 dan 7 persen dengan derajat yang beragam terhadap kriteria
semua kriteria kelayakan tidak dipenuhi. Pada kelayakan.
rendemen 8 persen nilai yang tidak terpenuhi
adalah IRR yang masih sangat dekat dengan Kedua, Kecukupan bahan baku menjadi
tingkat bunga. Semua kriteria kelayakan faktor kendala pengembangan kapasitas pabrik
dipenuhi pada rendemen 9 persen. Oleh karena gula secara nasional. Kesulitan mendapatkan
itu, pendirian PGM layak secara finasial bila lahan yang luas untuk pernanaman tebu
rendemen minimum yang diperoleh adalah 9 yang memadai untuk memasok bahan baku
persen. Nilai ini sulit dicapai karena dipengaruhi menghambat pendirian Pabrik Besar Baru.
oleh banyak faktor seperti varietas, cara tanam Sebagai contoh, wilayah Jawa Tengah, luas

312 PANGAN, Vol. 22 No. 4 Desember 2013 : 299-316


Tabel 9. Analisa Kelayakan Finansial Pembangunan Pabrik Gula Mini 500 TCD Berdasarkan
Rendemen GKP

Rendemen (%)
Kriteria
6 7 8 9 10
Investasi
49.453.000.000 49.453.000.000 49.453.000.000 49.453.000.000 49.453.000.000
(Rp)
Modal
12.026.000.000 12.026.000.000 12.026.000.000 12.026.000.000 12.026.000.000
Kerja (Rp)
NPV (Rp) 723.872.340 31.878.880.154 63.033.887.969 94.188.895.783 125.343.903.598
IRR (%) 14,42 3 0,56 44,61 57,75 70,39
Net B/C 1,01 1,64 2.27 2.90 3,53
PBP (Thn) 7,16 3.98 2.70 2.01 1,58
BEP (Rp) 26.837.189.396 19.880.709.795 16.644.825.435 14.774.453.171 13.555.841.642

pertanaman tebu mencapai lebih dari 37 ribu pabrik. Sebagai mitra, petani dapat melakukan
hektar masih belum memadai untuk mendukung kontrak penjualan atau mengolahkan tebunya
13 Pabrik Gula yang sudah ada. Namun ke PGM. Sebagai pemilik, petani bergabung
demikian, beberapa kawasan yang berlokasi dalam Kelompok Tani dan Gabungan Kelompok
jauh dari jangkauan pabrik masih layak untuk Tani yang menunjuk wakil dalam manajemen
dikembangkan seperti di Purbalingga, Blora dan pabrik. Petani dapat menjadi mitra atau bagian
Rembang. integral dari sistem produksi pabrik.
Ketiga, pengembangan PGM dapat Keenam, Biaya yang diperlukan untuk PGM
dilakukan secara menyebar dengan luas lahan 100 TCD adalah investasi sejumlah sekitar Rp
tanaman yang sudah ada atau baru berkisar 19,8 milyar dan modal kerja/operasional sekitar
antara 300 - 500 hektar. Kapasitas PGM yang Rp 2,5 milyar. Analisis kelayakan finansial
relatif kecil dan ditempatkan di lokasi yang menunjukan bahwa PGM dengan kapasitas
jauh dari jangkauan pabrik yang sudah ada ini hanya layak dikembangkan jika rendemen
diperkirakan tidak mengganggu pasokan mencapai 9 persen atau lebih. Pada rendemen
tebu. Pemasaran produksi berorientasi lokal 9 persen nilai kriteria kelayakan adalah NPV
diperkirakan akan menguntungkan karena Rp 7.022.987.746; Net B/C 1,35, PBP 5,17
mengurangi biaya transportasi dan distribusi tahun dan BEP Rp 5.544.027.404. Pada tingkat
dalam pemasaran. rendemen 10 persen nilai kriteria lebih baik.
Keempat, dari aspek teknis (mesin dan Dengan persyaratan rendemen yang relatif
peralatan) pembangunan PGM 100 TCD tidak tinggi maka pendirian PGM 100 TCD tidak layak
layak dilakukan karena keterbatasan pemasok untuk dilaksanakan.
dan mahalnya biaya relatif terhadap kapasitas. Ketujuh, PGM 500 TCD memerlukan
Keterbatasan pemasok dapat menyebabkan investasi sekitar Rp 49,5 milyar dan modal
kesulitan dalam memilih mesin dan peralatan kerja sekitar Rp 12 milyar. Kriteria kelayakan
yang memenuhi persyaratan. Secara teknis, terpenuhi untuk rendemen mulai dari 7 persen.
kapasitas 500 TCD lebih layak dikembangkan Pada rendemen 8 persen nilai kriteria kelayakan
karena banyak perusahaan perekayasaan yang invetasi adalah NPV Rp 63.033.887.969; IRR
memproduksinya dan menawarkan dengan 57,75; Net B/C 2,90, PBP 3 tahun dan BEP Rp
harga yang kompetitif. 16.644.825.435. Nilai kriteria investasi lebih baik
Kelima, manajemen PGM berbasis pada tingkat rendemen di atasnya. Oleh karena
kemitraan dengan melibatkan petani sebagai itu, pendirian PGM 500 TCD secara finansial
mitra, pemilik atau pemegang saham layak layak dikembangkan.
dilaksanakan. Petani dapat menjadikan lahannya Kedelapan, perbandingan kelayakan antara
sebagai jaminan untuk menperoleh pinjaman PGM 100 TCD dan 500 TCD dapat dilihat pada
untuk memenuhi sebagian atau seluruh investasi Tabel 10.

Pengembangan Pabrik Gula Mini untuk Mencapai Swasembada Gula 313


Tajuddin Bantacut
Tabel 10. Perbandingan Kelayakan Antara PGM 100 TCD dan 500 TCD

Keterangan:  = sangat layak;  = layak; x = tidak layak.


Catatan: Bahan baku (skala kecil lebih mudah dan pasti dapat dipenuhi); Alat dan Mesin (Skala kecil
memerlukan investasi relatif terhadap kapasitas yang lebih besar dan pemasok terbatas); Finansial (Skala
kecil berada pada batas bawah kelayakan dan semakin besar kapasitas, sampai batas tertentu, semakin
baik); Manajemen (Semua skala relatif sama).

Kesembilan, pembangunan Pabrik Gula tebu atau berbasis PGM. Keuntungan yang
Mini 100 TCD secara teknis, bahan baku, diperoleh adalah peningkatan produksi gula
teknologi proses dan finansial (basis rendemen menuju swasembada, pengembangan wilayah,
8 persen) layak dilaksanakan. Sebaliknya, dan peningkatan kesejahteraan petani melalui
dari teknis dan fabrikasi mesin dan peralatan perolehan nilai tambah pengolahan dan
tidak layak dilaksanakan. Oleh karena itu, dari penghematan biaya pemasaran.
perspektif teknis-teknologis, pembangunan Keempat, peningkatan produksi gula menuju
PGM dapat dikembangkan dengan kapasitas swasembada nasional dapat ditempuh melalui
minimal 200 TCD dengan rendemen minimal pengembangan PGM yang disebar merata
7 persen. Kapasitas yang baik dari teknis dan pada kawasan produksi tebu atau kawasan
fabrikasi mesin dan peralatan serta finansial yang potensial untuk pengembangan tebu.
adalah 500 TCD. Hal ini untuk mengatasi kendala keterbatasan
hamparan yang luas untuk mendukung Pabrik
4.2. Rekomendasi
Gula Besar. Oleh karena itu, analisis konsumsi
Pertama, analisis kelayakan bahan baku, berdasarkan sebaran geografis perlu dilakukan
teknologi, teknis alat dan mesin, manajemen untuk memetakan kapasitas PGM yang
kemitraan dan finansial menunjukkan bahwa diperlukan disetiap kawasan. Orientasi pasar
kelayakan PGM 100 TCD bersyarat rendemen lokal yang berada di sekitar PGM akan dapat
minimal 9 persen. Tingkat rendemen ini sulit menghemat biaya pergerakan bahan dan
diperoleh pada skala PGM bahkan Pabrik Gula produk sehingga menurunkan biaya penjualan
Besar sekalipun. Oleh karena itu, pembangunan dan arus lalu lintas barang. Pendekatan
pabrik skala kecil sebaiknya dilakukan dengan skala PGM/pabrik gula kecil memungkinkan
kapasitas minimal 200 TCD dan sebaiknya 500 melibatkan petani sebagai bagian terpadu dari
TCD. PGM sehingga dapat meningkatkan perolehan
dari nilai tambah pengolahan.
Kedua, pengelolaan PGM berbasis
kemitraan yang baik adalah menjadikan petani Kelima, kajian lebih lanjut diperlukan
sebagai bagian terpadu dari manajemen untuk merinci biaya transportasi, distribusi
PGM baik berperan sebagai mitra pemasok, dan pemasaran gula sehingga dapat diketahui
pemilik saham atau pemilik pabrik. Kemitraan biaya relatif produksi gula pabrik besar dan
memerlukan keterlibatan pemerintah untuk PGM berbasis lokal terhadap harga jual
memastikan bahwa para pihak memenuhi gula pada tingkat konsumen. Demikian juga
kewajibannya bersamaan dengan memperoleh analisis dampak terhadap ekonomi lokal
hak. dan kesejahteraan petani diperlukan untuk
mengetahui kemanfaatan sosial dan ekonomi
Ketiga, pembangunan kebun baru dapat
PGM.
diintegrasikan dengan pabrik sehingga petani
mendapatkan kepastian pasar dan pabrik DAFTAR PUSTAKA
mendapat jaminan bahan baku. Pola ini saling Bantacut, T. 2010. Swasembada Gula: Prospek dan
menguatkan sehingga dapat diterapkan Strategi Pencapaiannya. Pangan 19 (3): 245-
sebagai model transmigrasi berbasis komoditas 256.

314 PANGAN, Vol. 22 No. 4 Desember 2013 : 299-316


Dewan Gula Indonesia. 2010. Laporan Gula Kendal). Diponegoro Journal of Economics
Indonesia 2010. Jakarta 1(1):1-12.
Direktorat Jenderal Industri Agro dan Kimia. Simposium Gula Nasional. 2012. Ekonomi Gula.
2009. Roadmap Industri Gula. Departemen Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia dan
Perindustrian, Jakarta. Universitas Pembangunan Nasional Veteran.
Surabaya, 11 - 12 Januari 2012.
Endres, L., J. V. Silva, AND V.M. Ferreira, and G.V.
De S. Barbosa. 2010. Photosynthesis and Water Sugiyanto, C. 2007. Permintaan Gula di Indonesia.
Relations in Brazilian Sugarcane. The Open Jurnal Ekonomi Pembangunan 8(2): 113 - 127.
Agriculture Journal 4: 31-37.
Supriyati. 2011. Kaji Ulang Konsep Neraca Gula
Girei, A.A. and D.Y. Giroh. 2012. Analysis of the Factors Nasional: Konsep Badan Ketahanan Pangan
Affecting Sugarcane (Saccharum Officinarum) vs Dewan Gula Indonesia. Analisis Kebijakan
Production Under the Out Growers Scheme in Pertanian 9(2): 109-124.
Numan Local Government Area Adamawa State,
Susila, W.R. dan B. Sinaga. 2005. Analisis kebijakan
Nigeria. Advances in Agriculture, Sciences and
industri gula Indonesia. Jurnal Agro Ekonomi
Engineering Research 2(5): 158 - 164.
23(1): 30−53.
Hakim, M. 2010. Potensi Sumber Daya Lahan untuk
Wayas, J. W. 2011. Financial Feasibility Study of Five
Tanaman Tebu di Indonesia. Jurnal Agrikultura
Brown Sugar Miniprocessing Firms in Nigeria
21(1): 5-12.
(PhD thesis). Agricultural Economics and Rural
Hall, D.O. and K.K. Rao.1999.  Photosynthesis. Sociology of Ahmadu Bello University Zaria,
6th  Edition. Cambridge University Press, Nigeria.
Cambridge, UK.
Zhu, Xin-Guang, S.P. Long and D.R Ort. 2008.
Jati, K. 2013. Sugar Price Analysis in Indonesia. What is The Maximum Efficiency With Which
International Journal of Social Science and Photosynthesis Can Convert Solar Energy Into
Humanity 3(4): 369-374. Biomass? Current Opinion in Biotechnology
19:153–159.
Mulyadi, M., A. Toharisman dan P.D.N. Mirzawan.
2009. Identifikasi Potensi Lahan untuk
Mendukung Pengembangan Agribisnis Tebu di BIODATA PENULIS :
Wilayah Timur Indonesia. Potensi Lahan Tebu
Tajuddin Bantacut memperoleh gelar Sarjana
Indonesia Timur. P3GI, Pasuruan.
Teknologi Pertanian dari IPB, Master of Science
Oregon, A.J. 2003. Planting Rate Effect on Sugar di Bidang Environmental Engineering dari Asian
Cane Yield Trial. Thesis. Department of Institute of Technology – Thailand dan PhD dalam
Agronomy. B.S. Louisiana State University. bidang ilmu Perencanaan Pembangunan dari The
P3GI. 2003. Studi Konsolidasi Pergulaan Nasional. University of Queensland-Australia.
Kerjasama Ditjen BPP Deptan dengan P3GI,
Jakarta.
P3GI. 2008. Peran Teknologi Dalam Mendukung
Industri Gula Yang Tangguh dan Berdaya Saing.
Seminar Sehari Tanggal 28 Agustus 2008,
Dalam Rangka Peringatan Ke 121 Tahun P3GI
Pasuruan.
Rao, I.V.Y. R. 2012. Efficiency, Yield Gap and
Constraints Analysis in Irrigated vis-a-vis Rainfed
Sugarcane in North Coastal Zone of Andhra
Pradesh. Agricultural Economics Research
Review 25(1):167-171.
Saskia, D.Y. dan Waridin. 2012. Biaya dan
Pendapatan Usahatani Tebu Menurut Status
Kontrak (Studi Kasus di PT IGN Cepiring, Kab.

Pengembangan Pabrik Gula Mini untuk Mencapai Swasembada Gula 315


Tajuddin Bantacut

Anda mungkin juga menyukai