SKRIPSI
OLEH :
RURY RAHMA DANTI
NIM. A11112032
SKRIPSI
OLEH :
RURY RAHMA DANTI
NIM. A11112032
Pontianak Kota)
Disetujui Oleh :
Disahkan Oleh
Dekan,
TanggalLulus
Tanggal Lulus: : 16 September 2016
2016
KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PERGURUAN TINGGI
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
FAKULTAS HUKUM
TIM PENGUJI
TANDA
JABATAN NAMA GOL
TANGAN
Suhardi, SH. MH
Sekretaris III/D
NIP : 196708021994031001
Karmindanu, SH. MH
Penguji Utama IV/C
NIP : 195409061979031003
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat
jauh dari kata sempurna. Pada kesempatan ini penulis ingin menghaturkan ribuan
terimakasih kepada berbagai pihak yang telah ikut membantu. Oleh karena itu
kepada:
Pontianak.
Universitas Tanjungpura.
3. Bapak Edy Suasono, SH, M.Hum, selaku Ketua Jurusan Hukum Tata
Skripsi ini
skripsi ini.
7. Bapak Priyo Saptono SH, M.Hum selaku Dosen Penguji Pendamping dalam
Pura Pontianak.
10. Pihak Kepolisian RI, BAPAS Pontianak dan kepada pihak-pihak yang tidak
11. Kepada kedua orang tua penulis yang selalu memberikan dukungan secara
Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu penulis dengan senang hati bersedia menerima kritik dan saran yang bersifat
membangun untuk kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga
skripsi ini berguna bagi kita semua, khususnya bagi penulis sendiri.
tumpah darahnya tidak hanya melindungi korban tindak pidana, perlindungan juga
diberikan pada pelaku tindak pidana dengan tetap memberikan hak-haknya dalam
hukum adalah pelaksanaan diversi dan restoraktif justice. Upaya diversi adalah
upaya penyelesaian perkara pidana anak diluar pengadilan namun upaya diversi
kekeluargaan dengan melibatkan anak pelaku pidana, orang tua / wali anak
Polresta Pontianak Kota, Untuk mengetahui apakah pelaksanaan Pasal 7 ayat (2)
telah dilaksanakan secara optimal oleh aparat penegak hukum, Untuk mengetahui
Peradilan Pidana Anak dalam rangka pelaksanaan diversi terhadap perkara anak
yang diancam pidana di bawah 7 (tujuh) tahun dengan melibatkan seluruh pihak-
pihak yang berkompeten diantaranya pelaku, orang tua / wali pelaku, korban,
diversi tidak dapat dilakukan seluruhnya pada anak yang berkonflik dengan
menemukan keluarga atau orang tua dan tempat tinggal dari anak yang sedang
Halaman
BAB I PENDAHULUAN
E. Hipotesis............................................................................. 15
F. Metode Penelitian............................................................... 15
PIDANA ANAK
A. Tinjauan Tentang Implementasi ....... ................................ 18
B. Tinjauan Undang-undang……..…….……….................... 20
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan………………………………………………..59
B. S a r a n …………………………………………………...60
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Tabel 3 Pelaksanaan Diversi Bagi Tersangka Anak Pelaku Tindak Pidana atau
Kejahatan yang Dilaporkan di Polresta Pontianak Kota ........................ 41
Tabel 8 Saran, Pertimbangan Dari Pihak Bapas Dalam Pelaksanaan Diversi .... 46
PENDAHULUAN
pandang bulu, hal tersebut dimaksudkan untuk menjaga agar kestabilan antara hak
perbuatan melawan hukum tersebut dilakukan oleh anak. Bertolak dari hal
tersebut, pada hakekatnya peraturan mengenai anak telah diatur dalam konstitusi
Indonesia dimana meskipun menjadi anak yang melakukan kejahatan namun hak-
hak asasi manusia sebagai anak tetap melekat pada dirinya sesuai dengan amanat
Undang-undang Dasar 1945 dimana anak berhak tumbuh dan berkembang serta
berupa hak hidup, hak atas nama, hak pendidikan, hak kesehatan dasar, hak untuk
korban tindak pidana, namun juga diberikan kepada anak sebagai tersangka
pelaku tindak pidana, perlindungan hukum yang diberikan kepada anak sebagai
tersangka tidak serta merta membebaskan tersangka anak dari sanksi hukum,
Lembaga Pemasyarakatan yang harus bekerja sama secara terpadu demi tegaknya
gerbang pertama dan yang utama dalam rangka penegakan hukum dalam suatu
hukum akan dilanjutkan pada proses penuntutan umum dan sidang pengadilan
atau dapat diselesaikan melalui tindakan informal lainnya yang sesuai dengan
berkonflik dengan hukum, banyak juga perkara anak yang berkonflik dengan
hukum yang ditangani oleh pihak Kepolisian Resort Kota Pontianak Kota.
yang berkonflik dengan hukum. Penanganan anak yang berpekara dengan hukum
telah diatur dalam regulasi hukum yakni Undang-undang Nomor 23 tahun 2002
Pidana Anak.
Adapun hak-hak anak yajng berpekara dengan hukum yang diatur dalam
secara manusiawi, dipisahkan dari orang dewasa, memperoleh bantuan hukum dan
penghukuman atau perlakukan lain yang kejam dan tidak manusiawi, tidak
dijatuhi hukuman pidana mati atau seumur hidup, tidak ditanggap, di tahan atau
pengadilan anak yang objektif serta memperoleh pendampingan dari orang tua.
perkara pidana anak diluar pengadilan namun upaya diversi tersebut bukanlah
melibatkan anak pelaku pidana, orang tua / wali anak pelaku, korban, orang tua /
terhadap tindak pidana ringan seperti pencurian ringan, penganiayaan ringan, serta
tindak pidana lainnya yang ancaman hukumannya dibawah 7 tahun dan bukan
pengulangan tindak pidana upaya diversi tidak dapat dilakukan terhadap anak
oleh anak kemudian, pada tahun 2014 terjadi sebanyak 21 kasus dan pada tahun
2015 terdapat 18 kasus tindak pidana yang dilakukan oleh anak. Dari beberapa
kasus yang dilaporkan tersebut tidak seluruhnya dilakukan upaya diversi oleh
Kota.
secara maksimal dikarenakan ada beberapa kasus anak yang harus diteruskan
narkotika, serta kasus menghilangkan nyawa orang lain atau pembunuhan baik
yang berencana ataupun tidak berencana seperti perkara kecelakaan lalu lintas
perbuatan yang dilakukan oleh sdr. IM dilakukan tanpa adanya kesengajaan, maka
Kepolisian melakukan upaya diversi terhadap perkara yang dihadapi oleh sdr. RE.
Namun dalam prosesnya sdr. RE masih tetap menjalani proses hukum hingga ke
persidangan.
anak dengan inisial DK yang secara melawan hukum mengambil barang milik
orang lain sehingga korban mengalami kerugian baik materil maupun moril,
perkaranya melalui proses diversi dengan alasan bahwa yang bersangkutan telah
untuk meneliti dan menuangkannya kedalam tulisan dalam bentuk skripsi dengan
B. Rumusan Masalah
Bertitik tolak dari uraian latar belakang penelitian, maka yang menjadi
C. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian dalam penulisan skripsi ini antara
lain:
D. Kerangka Pemikiran
a. Tinjauan Pustaka
“Adapun peradilan pidana sebagai suatu sistem merupakan hasil interaksi antara
sosial”1.
represif dalam rangka Criminal Justice System. Tugas Pokok Polri, melalui
1
Muladi dan Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, (Bandung: Citra
Aditya Bakti, 1996 ) Hal. 15
Undang-undang No 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia, dalam
b. Menegakkan hukum;
masyarakat’’.2
berpegang teguh pada aturan hukum dan undang-undang yang berlaku di Negara
Republik Indonesia. Dasar penegakan hukum yang dilakukan oleh anggota Polri
mengacu pada KUHAP dan KUHP, berkaitan dengan tindak pidana yang
dilakukan anak Polri dalam hal ini penyidik menggunakan regulasi hukum yang
Anak.
Untuk dapat disebut anak maka seseorang harus pada batas usia bawah
yakni 0 (nol) tahun termasuk masih dalam kandungan sampai batas usia
Pidana Anak yang dimaksud dengan anak adalah “seorang yang belum berusia 18
2
Undang-undang No 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian RI. (Jakarta: Fokus Media, 2003) Hal.3
(delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan”.3 Jadi yang
dimaksud belum dewasa (di bawah umur) berdasarkan pasal 330 KUHPerdata
berasal dari bahasa latin, “Juvenillis” yang berarti anak-anak, anak muda,
berikut :
3
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012
4
Kartini Kartono, Patologi Sosial 2 Kenakalan Remaja, (Jakarta, Rajawali Pers, 1992 ) Hal 7
5
I b i d Hal 8
6
Romli gAtmasasmita, Problema Kenakalan Anak-anak Remaja, (Bandung: Armico 1983) Hal
40
Menurut Bimo Walgito kenakalan Anak (Juvenile Delinquency), Juvenile
delinquency adalah “tiap perbuatan, bila perbuatan itu dilakukan oleh orang
dewasa, maka perbuatan itu merupakan kejahatan. Jadi perbuatan yang melanggar
hukum yang dilakukan oleh anak, khusus anak remaja dinamakan kenakalan”.7
disebutkan definisi anak pelaku kejahatan. Dalam pasal 1 (2) diise butkan bahwa :
pidana
Anak yang Berhadapan dengan Hukum adalah anak yang berkonflik dengan
7
Bimo Walgito, Kenakalan Anak ( Juvenile Delinquency), (Yogyakarta: Fakultas Psykologi
UGM, 1982) Hal 2
8
Bismar Siregar, Masalah Penahanan dan Hukuman Terhadap kejahan Anak. Majalah Hukum
dan Pembangunan No.4 Tahun x, 1980.Hal 340
9
Enam Undang-undang, (Jakarta: CV. Eka Jaya, 2005) Hal 262
hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana, dan anak yang menjadi saksi
tindak pidana.
kondisi agar setiap anak dapat melaksanakan hak dan kewajibannya demi
perkembangan dan pertumbuhan anak secara wajar baik fisik, mental dan sosial.
“segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat
hidup, tumbuh berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat
diskriminasi.
10
Ibid Hal 33
kepentingan di lain pihak”.11 Kepentingan hukum adalah mengurusi hak dan
pengayoman terhadap hak asasi manusia (HAM) yang dirugikan orang lain dan
perlindungan itu diberikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak-
kepada korban, saksi maupun pelaku tindak pidana, terlebih terhadap anak-anak
tersangka anak telah diatur dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang
Perlindungan Anak dalam Pasal 18 “Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku
hak-hak anak sebagai tersangka atau pelaku tindak pidana sesuai dengan pasal 3
yakni :
11
Satijipto Raharjo, Ilmu Hukum (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2000) Hal 53.
12
I b i d Hal 69
13
I b i d Hal 54
c. memperoleh bantuan hukum dan bantuan lain secara
efektif;
n. memperoleh pendidikan;
Selain itu dalam Pasal 5 ayat (3) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012
dimasksud pada ayat (2) huruf a dan b wajib dilakukan upaya Diversi”.
Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan
dilakukan upaya diversi. Pasal 7 ayat (2) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam hal tindak pidana yang dilakukan
3. Kerangka Konsep
Tindak pidana adalah suatu perbuatan yang dapat dicela dan terdapat
sanksi yang mengatur larangan-laranagan atau perbuatan pidana yang tidak boleh
dilakukan oleh seseorang baik secara sadar ataupun karena kealpaannya sehingga
menimbulkan kerugian pada pihak lain. Tindak pidana tidak hanya dilakukan oleh
orang dewasa, namun tindak pidana juga telah dilakukan oleh anak.
Menurut hukum Positif di negara Indonesia anak merupakan seseorang
yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun termasuk yang berada di dalam
kandungan.
yang ditimbulkannya. Namun sebagai anak sudah tentu dalam menangani perkara
mengedepankan hak-hak anak yang diatur oleh Undang-undang. Salah satu hak
anak yang berperkara dengan hukum adalah wajib untuk dilakukan upaya diversi
penyelesaian perkara pidana anak di luar jalur persidangan, dengan kata lain
dengan hukum. Meskipun demikian saat ini masih terdapat perkara-perkara anak
melalui jalur diversi tentu disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya dapat
disebabkan faktor pidana yang dilakukan oleh anak itu sendiri yang dikategorikan
pidana berat dengan ancaman pidana diatas 7 tahun ataupun perbuatan pidana
yang dilakukan oleh anak tersebut sudah dilakukan berulang kali serta dapat juga
E. Hipotesis
berikut:
Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak Belum Dilaksanakan Secara Optimal Oleh
Pihak Kepolisian Resort Kota Pontianak Kota Karena Masih Banyaknya Perkara
F. Metode Penelitian
1. Bentuk Penelitian
penelitian’’.15
14
Hadari Nawawi, Metode Penelitian Sosial, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1987)
hal 63
15
Koentjaraningrat. Metode Penelitian Masyarakat. (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. 1983 )
Hal 81.
2. Teknik dan Alat Pengumpul Data
a. Populasi
penelitian ini yang menjadi populasi adalah : Anggota Polri Unit PPA Polresta
Pontianak Kota dan Tersangka Anak yang dilaporkan di Unit PPA Polresta
Pontianak Kota, Korban Tindak Pidana yang dilakukan oleh anak yang dilaporkan
b. Sampel
“Pada prinsipnya tidak ada peraturan yang ketat untuk secara mutlak berapa
persen sampel tersebut harus diambil dari Populasi Namun pada umumnya orang
berpendapat bahwa sampel yang berlebihan itu lebih baik dari pada kekurangan
5. 5 (lima) Orang tua korban tindak pidana yang dilakukan oleh anak
16
Ronny Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985) Hal 47
BAB II
rencana yang disusun secara matang dan terperinci. Pelaksanan suatu undang-
lembaga atau pejabat di tingkat yang lebih rendah atau di daerah dalam upaya
17
Sholihin Abdul Wahab, Public Policy: Pengertian Pokok Untuk Memahami dan Analisis
Kebijakan Pemerintah, (Surabaya: Airlangga university, 2004) halaman 64
Menurut Mazmanian dan Sebastiar juga mendefinisikan Implfementasi
peradilan”.18
Selain pengertian Implementasi tersebut diatas, Van Meter dan Van Horn
pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah
bahwa :
18
Ibid hal 64
19
Ibid
20
Ibid
mekanisme suatu sistem. Implementasi bukan sekedar aktivitas, tetapi suatu
sumber yang ada di dalam suatu negara atau pemerintahan baik individu ataupun
sebagai sebuah dasar hukum (Fundamental Law) atau sumber pembuatan hukum-
hukum lainnya dan sebagai higher law Undang-undang Dasar 1945 merupakan
Menurut Hans Nawiasky, norma tertinggi yang oleh Hans Kelsen disebut
21
Usman Nurdin, Konteks Implementasi Berbaisis Kurikulum, (Yogyakarta: Bintang
Pustaka, 2002) halaman 70
22
A. Hamid S. Attamimi, Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia dalam
Penyelenggaraan Pemerintahan Negara; Suatu Studi Analisis Mengenai Keputusan Presiden yang
Berfungsi Pengaturan dalam Kurun Waktu Pelita I – Pelita IV , (Jakarta: Disertasi Ilmu Hukum
Fakultas Pasca sarjana Universitas Indonesia, 1990) halaman 287
sebagai norma dasar (Grundnorm) dalam suatu Negara sebaiknya tidak disebut
positif adalah untuk mencapai ide-ide dalam Pancasila, serta dapat digunakan
23
Hans Nawiasky, Allegemeine Rechstlehreals System der rechtlichen Grundbegriffe,
Einsiedeln /Zurich/Koln: Benziger, 1948, halaman 31
24
Op cit, halaman 287
25
Notonagoro, Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 (Pokok Kaidah Fundamental
Negara Indonesia) dalam Pancasila Dasar Falsafah Negara, Cetakan Ketujuh, (Jakarta: Bina
Aksara, 1988), halaman 27
pelaksanaanya tidak dapat dilepaskan dari nilai-nilai Pancasila.26
dibuat oleh Negara, berasal darikata “wet” yang memiliki dua macam arti yaitu
“wet in formele zin” dan “wet in materiele zin” yaitu pengertian undang-undang
yang didasarkan pada bentuk dan cara terbentuknya serta pengertian undang-
dapat dilihat hanya dari segi penekanan atau sudut penglihatan, yaitu suatu
undang-undang yang dapat dilihat dari segi materinya atau dilihat dari segi
bentuknya yang dapat dilihat sebagai dua hal yang sama sekali terpisah”29
kata “wet” tidak tepat diterjemahkan dengan Undang-undang, tidak tepat apabila
26
Op cit. Halaman 309
27
Abdul Latief, Hukum dan Peraturan Kebijaksanaan (Beleidsregel) pada Pemerintahan
Daerah, Yogyakarta: UII Press, 2005
28
Amiroedidin Syarif. Perundang-undangan (Dasar, Jenis, Teknik Membuatnya). Rineka
Cipta. Bandung. 1997. Hal 4-6
29
Jimly Assiddiqie, Perihal Undang-undang. (Jakarta: Konstitusi Press, 2006) halaman 34
kata “wet in formele zin” diterjemahkan dengan undang-undang dalam arti
material”.30
dibubuhi awalan per- dan -an. Kata “Undang” berkonotasi lain dari kata
keputusan dalam bentuk tertulis yang dikeluarkan dan ditetapkan oleh alat-alat
mantap dan mengejewantah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai
pergaulan hidup.33
30
A Hamid S. Attamini. Peranan Keputusan Presiden Indonesia Dalam Penyelenggaraan
Pemerintahan Negara, (Jakarta: Disertasi UI, 1999) halaman 197
31
Machmud Aziz, Pengujian Peraturan Perundang-Undangan Dalam Sistem Peraturan
Perundang-Undangan Indonesia, (Jakarta: Jurnal MK, Vol.5, 2010) halaman 115
32
Op.Cit. hal 200
33
Soerjono Soekanto, Op Cit halaman 9
Pokok penegakan hukum sebenarnya terletak pada faktor-faktor yang
sehingga dampak positif atau negatifnya terletak pada isi faktor-faktor tersebut.
Kata efektivitas pada dasarnya berasal dari kata efek yang berarti
pengaruh yang duitimbulkan oleh sebab, akibat atau dampak. Kemudian kata
ditentukan antara lain oleh taraf kepatuhan masyarakat terhadap hukum, termasuk
tersebut telah mencapai tujuan hukum yaitu berusaha untuk mempertahankan dan
pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan. Hal ini disebabkan karena
prosedur yang telah ditentukan secara normatif. Suatu kebijakan atau tindakan
34
Pius A Partanto dan M Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Arkola,
1994), halaman 128
35
Soerjono Soekanto, Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum, (Jakarta: Rajawali, 1983)
halaman 7
yang sepenuhnya tidak berdasarkan hukum secara normatif namun bertujuan
b. Penegak Hukum
mentalitas petugas penegak hukum merupakan sebuah peran yang sangat penting
dalam efektivitas penegakan hukum, karena jika peraturan telah baik dan
berkualitas, namun penegak hukumnya yang tidak berkualitas atau baik dapat
36
Ibid
berkaitan dengan keterampilan dan profesionalitas dari aparat penegak hukum itu
sendiri.
efektivitas hukum tertulis ditinjau dari segi aparat akan tergantung pada hal
berikut:
berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, dan peralatan yang memadai
dst. Sarana dan fasilitas memiliki peran yang penting dalam penegakan hukum.
tertentu dari prasarana, dimana prasarana tersebut harus secara jelas memang
37
Ibid
5. Prasarana yang kurang harus ditambah. 38
d. Faktor Masyarakat
dan kepatuhan masyarakat tergantung dari motivasi yang secara internal muncul.
Internalisasi faktor ini ada pada setiap individu yang menjadi elemen terkecil dari
komunitas sosial. Dalam hal ini derajat kepatuhan masyarakat menjadi salah satu
dapat dimotivasi oleh dua hal yakni pada kondisi internal dan eksternal
38
Ibid hal 8
e. Faktor Kebudayaan
yang sangat besar bagi manusia dan masyarakat, yaitu untuk mengatur atar
menentukan sikap.
kelompok dapat mencapai tujuannya. Hukum dapat dikatakan efektif jika terdapat
jdampak hukum yang positif, pada saat itu hukum mencapai sasarannya dalam
kerja hukum itu dalam mengatur dan atau memaksa masyarakat untuk taat
hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku dapat dilihat dari prilaku
masyarakat.
39
Ibid
40
Zaenuddin Ali, Sosiologi Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007) halaman 62
Dalam rangka Efektivitas Penerapan Peraturan Perundang-undangan
Impelentasi itu sendiri merupakan adalah suatu tindakan atau pelaksanaan dari
disimpulkan ialah keturunan yang kedua yang berarti dari seorang pria dan
secara biologis berasal dari sel telur laki-laki yang kemudian berkembang biak di
dalam rahim wanita berupa suatu kandungan dan kemudian wanita tersebut pada
termasuk anak yang ada di dalam kandungan”. Sehingga anak yang belum
dilahirkan dan masih di dalam kandungan ibu menurut undang-undang ini telah
undang undang ini terdapat pengertian mengenai anak telantar, anak yang
menyandang cacat, anak yang memiliki keunggulan, anak angkat dan anak asuh.
Selanjutnya berdasarkan Undang-undang nomor 11 tahun 2012 tentang
Sistem Peradilan Pidana Anak, mendefinisikan tentang anak sebagai berikut “anak
yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya disebut Anak adalah anak yang
telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas)
1. Pengertian Diversi
kali dikemukakan sebagai kosa kata pada laporan pelaksanaan peradilan anak
diversi praktek pelaksanaan yang berbentuk seperti diversi telah ada sebelum
tahun 1960 ditandai dengan berdirinya peradilan anak (children’s courts) sebelum
abad ke-19 yaitu diversi dari sistem peradilan pidana formal dan formalisasi polisi
Negara bagian Victoria Australia pada tahun 1959 diikuti oleh negara bagian
41
Marlina, Penerapan Diversi Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Dalam Peradilan Pidana
Anak, Jurnal Equality, Vol 13 No. 1 Februari 2008, halaman 97
Konsep diversi didasarkan pada kenyataan bahwa proses peradilan
pidana terhadap anak pelaku tindak pidana melalui sistem peradilan pidana lebih
Minimum Rules for the Administration of Juvenile Justice ("The Beijing Rules")
(Office of the High Commissioner for Human Rights, 1985) butir 6 dan 11
yang berkonflik dengan hukum dari sistem peradilan pidana ke proses informal
non pemerintah. 42
rehabilitation anak pelaku tindak pidana. Tindakan diversi juga dilakukan sebagai
upaya pencegahan seorang pelaku anak menjadi pelaku kriminal dewasa. Usaha
pencegahan anak inilah yang membawa aparat penegak hukum untuk mengambil
wewenang diskresi atau di Amerika serikat sering disebut juga dengan istilah
42
Ibid, hal 98
Konsep Diversi serta konsep Restorative Justice telah muncul lebih dari dua puluh
tahun yang lalu sebagai alternative penyelesaian perkara pidana anak. Kelompok
Restorative Justice sebagai suatu proses semua pihak yang berhubungan dengan
memikirkan bagaimana mengatasi akibat pada masa yang akan dating. Proses ini
pengalihan dari proses pengadilan pidana ke luar proses formal untuk diselesaikan
perkara pidana dan perdata, semua perkara dapat diselesaikan secara musyawarah
aparat penegak hukum yang menangani kasus tindak pidana untuk mengambil
diteruskan atau dihentikan. Apabila perkara tersebut diteruskan, maka kita akan
berhadapan dengan sistem pidana dan akan terdapat sanski pidana yang harus
dijalankan. Namun apabila perkara tersebut tidak diteruskan, maka dari awal
tingkat penyidikan perkara akan dihentikan guna kepentingan bagi kedua belah
pihak dimana prinsipnya memulihkan hubungan yang terjadi karena tindak pidana
43
Ibid, hal 98
untuk kepentingan masa depan bagi kedua belah pihak. Hal ini yang menjadi
prinsip mengapa dilakukan diversi khusunya bagi tindak pidana anak, dimana
untuk mewujudkan kesejahtraan bagi anak itu sendiri. Melalui diversi dapat
memberikan kesempatan bagi anak untuk menjadi sosok baru yang bersih dari
2. Konsep Diversi
kepada pelanggar hukum agar menjadi orang yang baik kembali melalui jalur non
memberikan keadilan kepada kasus anak yang telah terlanjur melakukan tindak
pidana sampai kepada aparat penegak hukum sebagai pihak penegak hukum.
dan situasi untuk memperoleh sanksi atau tindakan yang tepat (appropriate
kriteria yang ada dalam prakteknya. Di lingkungan juga terlihat ada suatu model
informal yang tidak meletakan kasus satu persatu secara formal (seperti polisi
variabel sepeti pengorganisasian, kedudukan dan faktor situasi juga relevan dalam
pelaksanaan diversi.
3. Tujuan Diversi
peradilan pidana. Pelaksanaan diversi oleh aparat penegak hukum di dasari oleh
44
Ibid, hal 5-6
45
Ibid, hal 2
terhadap anak bukan semata-mata untuk menghukum tetapi mendidik kembali dan
lebih baik apabila diversi dan apabila dihukum maka tidak efektif. Konsep diversi
juga didasarkan pada kenyataan proses peradilan pidana terhadap anak pelaku
tindak pidana melalui sistem peradilan pidana lebih banyak menimbulkan bahaya
stigmatisasi terhadap anak atas tindakan yang dilakukannya, sehingga lebih baik
kesempatan kepada pelanggar hukum agar menjadi orang yang baik kembali
melalui jalur non formal dengan melibatkan sumber daya masyarakat diversi
berupaya memberikan keadilan kepada kasus anak yang telah terlanjur melakukan
tindak pidana sampai kepada aparat penegak hukum sebagai pihak penegak
hukum.
menempuh jalur non pidana seperti ganti rugi, kerja sosial atau pengawasan orang
tuanya. Diversi tidak bertujuan mengabadikan hukum dan keadailan sama sekali,
dituntut tidak membeda-bedakan orang dengan prinsip tindakan yang berubah dan
BAB III
PEMBAHASAN
analisis kuantitatif.
Pontianak Kota.
9. 5 (lima) orang tua anak yang berkonflik dengan hukum yang dilaporkan
10. 5 (lima) orang tua korban tindak pidana yang dilakukan oleh anak yang
Untuk mengawali analisis data dalam penelitian ini, maka penulis tampilkan data
sebagai berikut pelaku tindak pidana anak yang dilaporkan di Polresta Pontianak
Kota:
TABEL 1
No Alternatif Frekuensi
1. 2013 24
2. 2014 21
3. 2015 18
Jumlah 63
Berdasarkan tabel 1 di atas, dapat diketahui bahwa pada tahun 2013 terdapat
Pontianak Kota, kemudian pada tahun 2014 terdapat sebanyak 21 kasus tindak
pada tahun 2015 terdapat 18 tindak pidana dilakukan anak yang dilaporkan di
yang dilakukan oleh anak, pada tahun 2013 berjumlah 24 kasus, tahun 2014
menangani perkara anak pelaku tindak pidana dapat diketahui dari data yang
TABEL 2
n=5
No Alternatif Frekuensi %
Jumlah 5 100
Berdasarkan data pada tabel 2 di atas, dapat diketahui bahwa sebanyak 5 orang
atau 100% responden menerangkan bahwa pernah menangani kasus atau perkara
anak sebagai pelaku tindak pidana, kemudian tidak terdapat satu orang responden
pun yang menerangkan bahwa tidak pernah menangani perkara atau kasus anak
pernah menangani kasus atau perkara anak sebagai pelaku kejahatan atau tindak
pidana.
pelaku tindak pidana atau kejahatan yang dilaporkan di Polresta Pontianak Kota
dilakukan atau tidak dapat di lihat dari data yang pelunis sajikan pada tabel 3
sebagai berikut:
TABEL 3
No Alternatif Frekuensi %
1. Di Lakukan 5 100
2. Tidak Di Lakukan 0 0
N=5 5 100
Berdasarkan data pada tabel 3 di atas, dapat diketahui bahwa sebanyak 5 orang
terhadap anak sebagai tersangka di Polresta Pontianak Kota dan tidak terdapat
satu orang responden pun yang menyatakan bahwa Diversi tidak dilaksanakan
Kota.
Selanjutnya untuk mengetahui apakah seluruh tindak pidana anak yang dilaporkan
di Polresta Pontianak Kota dilakukan upaya Diversi dapat diketahui dari data yang
TABEL 4
No Alternatif Frekuensi %
1. Di Lakukan Seluruhnya 0 0
2. Tidak Di Lakukan Seluruhnya 10 100
N=10 10 100
Berdasarkan data pada tabel 4 di atas, dapat diketahui bahwa sebanyak 10 orang
tindak pidana anak yang dilaporkan di Polresta Pontianak Kota dilakukan upaya
Diversi, kemudian tidak terdapat satu orang responden pun yang menerangkan
bahwa diversi dilakukan terhadap semua kasus-kasus tindak pidana anak yang
tindak pidana anak yang dilaporkan di Polresta Pontianak Kota dilakukan upaya
Kota dapat diketahui dari data yang penulis tampilkan pada tabel 5 sebagai
berikut:
TABEL 5
n=7
No Alternatif Frekuensi %
1. Ancaman Hukuman Lebih dari 7 Tahun, 7 100
Jumlah 7 100
Berdasarkan data pada tabel 5 di atas, dapat diketahui bahwa sebanyak 7 orang
atau 100% responden dari penyidik pembantu Kepolisian dan pegawai Bapas
pidana anak yang di laporkan di Polresta Pontianak Kota adalah karena ancaman
hukuman dari kejahatan atau tindak pidana yang dilakukan oleh anak lebih dari 7
tahun dan pelaku anak telah berulang kali melakukan tindak pidana, tidak terdapat
satu orang responden pun yang menerangkan bahwa sebab tidak dilakukan upaya
diversi terhadap tersangka anak karena sebagai tersangka anak tidak memiliki
upaya diversi oleh penyidik Kepolisian Resort Kota Pontianak terhadap tersangka
anak dalam tindak pidana anak di karenakan anak telah berulangkali melakukan
tindak pidana dan ancaman hukuman tindak pidana atau kejahatan yang dilakukan
dan dilakukan upaya diversi terhadap kasus tersebut dapat dilihat dari data pada
TABEL 6
No Alternatif Frekuensi %
1. 5-10 Tahun 0 0
2. 10-15 Tahun 0 0
3. 15-18 Tahun 10 30
N=10 10 100
Berdasarkan data pada tabel 6 di atas, dapat diketahui bahwa sebanyak 10 orang
atau 100% responden menerangkan bahwa usia anak sebagai pelaku tindak pidana
rata-rata berumur 15 – 18 tahun. Tidak terdapat satu orang atau responden yang
menyatakan bahwa usia mereka pada saat melakukan kejahatan di bawah usia 15
tahun.
Berdasarkan uraian di atas, diketahui bahwa usia anak yang melakukan kejahatan
atau perbuatan pidana berusia antara 15-18 tahun, dalam usia tersebut anak dalam
dilakukan terhadap anak pelaku tindak pidana dalam pelaksanaan upaya diversi
pemeriksaan atau penyidikan orang dewasa dapat di lihat dari tabel 7 sebagai
berikut:
TABEL 7
PONTIANAK KOTA
n=7
No Alternatif Frekuensi %
Jumlah 7 100
Berdasarkan tabel 7 di atas, dapat diketahui bahwa sebanyak 7 orang atau 100%
dilakukan oleh pihak Kepolisian telah sesuai dengan penerapan restorative justice
Penyidik Pembantu meminta saran dan pertimbangan dari pihak Bapas dapat
dilihat dari data yang penuli sajikan pada tabel 8 sebagai berikut:
TABEL 8
PELAKSANAAN DIVERSI
n=7
No Alternatif Frekuensi %
1. Ya 7 100
2. Tidak 0 0
Jumlah 7 100
Berdasarkan data pada tabel 8 di atas, dapat diketahui bahwa sebanyak 7 orang
atau 100% responden dari pihak Penyidik Kepolisian dan Pegawai Bapas
tindak pidana selalu di mintakan pertimbangan dan saran oleh Penyidik ataupun
penyidik Pembantu Kepolisian terhadap Pegawai Bapas, tidak terdapat satu orang
respondenpun yang menerangkan bahwa pertimbangan dan saran dari Pegawai
Bapas tidak diperlukan dalam proses diversi anak pelaku tindak pidana.
Kemudian, untuk mengetahui apakah dalam proses diversi anak sebagai tersangka
pelaku tindak pidana melibatkan orang tua / wali anak dapat dilihat dari data pada
TABEL 9
No Alternatif Frekuensi %
2. Tidak Dilibatkan 0 0
N=10 10 100
Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa sebanyak 10 orang atau 100%
responden dalam penelitian ini menerangkan bahwa orang tua / wali anak pelaku
tindak pidana di libatkan dalam proses diversi yang dilakukan Penyidik atau
menerangkan bahwa orang tua / wali anak pelaku tindak pidana tidak dilibatkan
dalam proses diversi yang dilakukan oleh Penyidik dan Penyidik Pembantu
Kepolisian.
Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa orang tua / wali anak yang
proses diversi.
Selanjutnya, untuk mengetahui apakah korban dari tindak pidana atau kejahatan
yang dilakukan oleh anak juga dilibatkan dalam proses diversi yang dilakukan
oleh Penyidik atau Penyidik Pembantu Kepolisian dapat dilihat dari tabel 10
sebagai berikut:
TABEL 10
No Alternatif Frekuensi %
2. Tidak Dilibatkan 0 0
N=10 10 100
Berdasarkan data pada tabel 10 di atas, dapat diketahui sebanyak 10 orang atau
100% responden dari penelitian ini menerangkan bahwa korban tindak pidana
atau kejahatan yang dilakukan oleh anak dilibatkan dalam proses diversi yang
dilakukan oleh Penyidik atau Penyidik Pembantu Kepolisian. Tidak terdapat satu
orang responden pun yang menerangkan bahwa korban tindak pidana yang
tindak pidana atau kejahatan yang dilakukan oleh anak juga dilibatkan dalam
Kepolisian.
berhasil dilaksanakan terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana atau kejatan
TABEL 11
n=7
No Alternatif Frekuensi %
Jumlah 7 100
Berdasarkan data pada tabel 11 di atas, dapat diketahui sebanyak 7 orang atau
proses diversi terhadap anak tidak selalu berhasil dilaksanakan, selanjutnya tidak
dilakukan upaya diversi oleh Penyidik atau Penyidik Pembantu Kepolisian dapat
dilihat dari data yang penulis sajikan pada tabel 12 sebagai berikut:
TABEL 12
n=5
No Alternatif Frekuensi %
N=5 5 100
Berdasarkan data pada tabel 12 di atas, dapat diketahui bahwa sebanyak 5 orang
atau 100% responden dari Penyidik Kepolisian menerangkan bahwa perkara anak
yang tidak berhasil dilakukan upaya diversi oleh Penyidik atau penyidik pembantu
satu orang responden pun yang menerangkan bahwa perkara tindak pidana yang
dilakukan oleh anak yang tidak berhasil dilakukan proses diversi tidak dilanjutkan
ke Penuntut Umum.
Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa terhadap perkara tindak pidana
anak yang tidak berhasil dilakukan upaya diversi, pihak Penyidik Kepolisian akan
meneruskan perkara tersebut pada tahap penuntutan dan berkas berkara akan
dilakukan terhadap tersangka anak oleh Penyidik Kepolisian dapat di lihat dari
TABEL 13
n=7
No Alternatif Frekuensi %
Jumlah 10 10
Berdasarkan data pada tabel 13 di atas, dapat diketahui bahwa sebanyak 7 orang
atau 100% responden yang terdiri dari penyidik pembantu kepolisian dan pegawai
Bapas menerangkan bahwa tidak berhasilnya upaya diversi terhadap tersangka
anak dikarenakan korban dari tindak pidana yang dilakukan anak di setuju
dikarenakan tersangka anak tidak di dampingi dengan kuasa hukum ataupun tidak
memiliki uang.
Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa tidak berhasilnya upaya diversi
yang dilakukan oleh penyidik kepolisian terhadap tindak pidana yang dilakukan
persetujuan dari korban dengan kata lain korban menginginkan proses hukum
Setelah proses analisis data terhadap responden tersebut di atas, berikut penulis
1. Unit PPA Polresta Pontianak Kota merupakan satuan unit khusus yang
pidana.
pada anak lebih pada bentuk pengembalian kerugian dalam hal ada
yang dilakukan.
dilakukan oleh anak di ancam dengan pidana penjara lebih dari tujuh
tahun.
pegawai Bapas Kota Pontianak sebagai salah satu responden dalam penelitian ini,
sebagai berikut:
antaranya :
- Pihak korban tidak menginginkannya perdamaian dengan anak
sebagai tersangka,
hukum.
B. Pembuktian Hipotesis
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data diatas, maka hipotesis yang telah
terdapat tindak pidana yang dilakukan oleh anak, pada tahun 2013
Pontianak Kota.
kejahatan atau perbuatan pidana berusia antara 15-18 tahun, dalam usia
Pegawai Bapas.
9. Berdasarkan tabel 9 di atas, dapat diketahui bahwa orang tua / wali anak
pidana, atas tindak pidana atau kejahatan yang dilakukan oleh anak juga
dilaksanakan.
tindak pidana anak yang tidak berhasil dilakukan upaya diversi, pihak
Kejaksaan.
Bertitik tolak dari pembuktian hipotesis tersebut diatas, maka hipotesis yang
Pidana Anak Belum Dilaksanakan Secara Optimal Oleh Pihak Kepolisian Resort
Kota Pontianak Kota Karena Masih Banyaknya Perkara Anak Yang Diteruskan
cara diversi.
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berangkat dari uraian di atas yaitu pada bab – bab yang terdahulu, mulai dari
pembahasan dan analisis data maka dapat ditarik sebuah kesimpulan sebagai
berikut :
24 kasus, pada tahun 2014 sebanyak 21 kasus, dan pada tahun 2015
sebanyak 18 kasus.
profesional.
3. Terdapat beberapa faktor yang menjadi penghambat dari pelaksanaan
diversi diantaranya:
sebagai tersangka,
B. SARAN
kejahatan atau tindak pidana yang dilakukan oleh anak, karena salah satu
2. Agar pihak penegak hukum selalu berada pada koridor nya yakni
Peraturan Perundang-undangan :
Undang-undang No 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian RI. Fokus Media. Jakarta.
2003.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang sistem peradilan anak