Berdasarkan sebuah hadis sahih yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam
Muslim dari Saidatina Aisyah ra. Aisyah berkata (yg artinya) : “Kami mengalami
haid(di bulan Ramadhan) pada masa Rasulullah SAW,lalu kami diperintahkan
untuk menggantikan puasa,tetapi kami tidak diperintahkan menggantikan
solat”. (HR: Bukhari & Muslim)
Jumhur ulama:
b. jika takut membayakan diri dan anaknya mengqodho dan membayar fidyah
Dalil Surat Al Baqarah ayat 185, yaitu tentang keumuman orang yang sakit,
bahwasanya mereka diperintahkan untuk mengqadha` puasa ketika mereka
mampu pada hari yang lain.
“Siapa yang sakit di antara kalian atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka) maka
(ia wajib mengganti) sejumlah hari yang ia tinggalkan pada hari-hari lain, dan
wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak puasa)
membayar fidyah yaitu memberi makan seorang miskin.” (al-Baqarah: 184)
Ibnu ‘Abbas mengatakan bahwa yang dimaksud adalah orang yang sudah tua
yang tidak sanggup lagi berpuasa. Maka sebagai gantinya adalah memberi makan
setiap harinya satu orang miskin setengah sha’ (kurang lebih 1,5 kg) dari hinthah
(gandum). (HR. ad-Daruquthni dalam Sunan-nya, 2/207 dan disahihkan olehnya).
“Barang siapa di antara kalian ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia
berbuka), maka (ia wajib mengganti) sejumlah hari yang ia tinggalkan pada hari-
hari lain. Allah menginginkan kemudahan atas kalian dan tidak menginginkan
kesusahan.” (al-Baqarah: 185)
Ibnu ‘Abbas mengatakan, “Tidak diberi keringanan dalam masalah ini (tidak
puasa lalu membayar fidyah) kecuali yang tidak mampu berpuasa atau orang sakit
yang tidak sembuh.” (HR. ath-Thabari dalam tafsirnya 2/138, an-Nasa’i, 1/318—
319, dan al-Albani t berkata sanadnya shahih)
2. ZAKAT
Zakat termasuk ke dalam rukun Islam dan sama halnya seperti shalat dan puasa,
zakat hukumnya adalah wajib bagi setiap muslim yang telah memenuhi syarat-syarat
tertentu untuk berzakat. Nah, dalam Islam zakat dibagi ke dalam dua macam, yaitu
zakat fitrah dan zakat maal. Zakat fitrah adalah zakat yang wajib dilakukan umat
muslim menjelang hari raya Idul Fitri atau pada bulan Ramadhan. Sedangkan zakat
maal adalah zakat penghasilan yang, wajib disisihkan sebagian dari penghasilan yang
kita miliki untuk diberikan kepada orang-orang yang berhak menerima zakat.
1) Fakir - Golongan orang yang hampir tidak memiliki apapun sehingga tidak
mampu memenuhi kebutuhan pokoknya.
2) Miskin - Golongan orang yang memiliki sedikit harta, tetapi tidak bisa
mencukupi kebutuhan dasar untuk hidupnya.
3) Amil - Orang yang mengumpulkan dan membagikan zakat. Golongan ini tetap
berhak menerima zakat meskipun seorang yang kaya, tujuannya agar agama
mereka dapat terpelihara.
4) Muallaf - Orang yang baru masuk atau baru memeluk agama Islam dan
memerlukan bantuan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan baru.
5) Hamba Sahaya - Orang yang ingin memerdekakan dirinya.
6) Gharimin - Orang yang berhutang untuk memenuhi kebutuhannya, dengan
catatan bahwa kebutuhan tersebut adalah halal, akan tetapi tidak sanggup
membayar hutangnya.
7) Fisabilillah - Orang yang berjuang di jalan Allah
8) Ibnu Sabil - Orang yang kehabisan biaya dalam perjalannya dan membutuhkan
bantuan ongkos untuk sampai pada tujuannya.
3. RIBA
Riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual-beli maupun pinjam-
meminjam secara bathil atau bertentangan dengan prinsip muamalat dalam Islam.
MACAM-MACAM RIBA
• Riba Fadli, yaitu tukar menukar dua barang sejenis tetapi tidak sama ukurannya.
• Riba Qordli, yaitu meminjamkan barang dengan syarat ada keuntungan bagi yang
meminjamkan
• Riba Nasi'ah, yaitu tambahan yang disyaratkan dari 2 orang yang mengutangi
sebagai imbalan atas penangguhan (penundaan) utangnya.
• Riba Yad, yaitu riba dengan sebab perpisah dari tempat aqad jual beli sebelum
serah terima antara penjual dan pembeli.
Meskipun praktek bunga bank sudah jelas mernyerupai riba, namun keberadaanya di
Indonesia sendiri masih menjadi dilematis dan sulit dihindari. Sehingga tidak heran
banyak ulama yang bertentangan perihal hukum bunga bank menurut islam.
Di sisi lain, musyawarah para ulama NU pada tahun 1992 di Lampung memandang
hukum bunga bank tidak sepenuhnya haram atau masih khilafiyah. Sebagian
memperbolehkan dengan alasan darurat dan sebagian mengharamkan. Sedangkan
pemimpin Pesantren “Persis” Bangil, A. Hasan berpendapat bahwa bunga bank yang
berlaku di Indonesia halal, sebab bunga bank tidak menganut sistem berlipat ganda
sebagaimana sifat riba yang dijelaskan dalam surat Ali Imran ayat 130.