Anda di halaman 1dari 41

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sebagai institusi pendidikan nasional memilki

peranan yang sangat penting dalam mencerdaskan dan meningkatkan kualitas SDM yang

memiliki kompetensi dalam bidang keteknikan. SMK sebagai salah satu sekolah kejuran terus

berusaha dan semakin untuk meningkatkan hasil lulusan yang benar-benar mempunyai skill

atau kemampuan dalam bidangnya masing-masing. Untuk mencapai hal tersebut maka

dibutuhkan pembelajaran yang tepat dan efektif untuk siswa SMK yang sesuai dengan

kurikulum dan mengaitkan materi yang diajarkan guru dangan penerapan yang tepat dalam

kehidupan masyarakat.

Salah satu permasalahan yang dihadapi di sekolah SMK Negeri 1 Percut Sei Tuan

khususnya pada mata pelajarana Teknologi Mekanik Materi Ilmu Bahan memiliki hasil

kualitas yang rendah dan proses belajar siswa. Rendahnya kualitas belajar ditandai oleh

pencapaian prestasi belajar yang belum memenuhi standar kompetensi seperti tuntutan

kurikulum yang dilakukan siswa terbatas pada penguasaan materi pelajaran atau penambahan

pengetahuan sebagai bahan ujian atau tes. Padahal menurut tuntutan kurikulum yang berlaku

siswa diharapkan bukan hanya sekedar dapat mengakumulasi pengetahuan akan tetapi

diharapkan dapat mencapai kompetensi.

Menurut Slameto (dalam Abdul Hadis: 17) menyatakan bahwa agar proses

pembelajaran di kelas dapat maksimal dan optimal, maka hubungan antara guru dengan

peserta didik dan hubungan peserta didik dengan sesama peserta didik yang lain harus timbal

balik dan komunikatif satu sama lainnya. Proses pembelajaran hanya dapat terjadi secara

maksimal jika antara guru dengan siswa terjadi komunikasi dan interaksi timbal balik yang

edukatif.
2

Dari pernyataan tersebut dapat dipahami bahwa hasil belajar siswa masih kurang

memuaskan, dengan kata lain hasil belajar siswa rendah. Hal itu dikarenakan dalam proses

pembelajaran yang masih menggunakan model pembelajaran konvensional. Oleh karena itu

siswa kurang termotivasi berkembang secara mandiri melalui penemuan dan proses

berfikirnya.

Berdasarkan observasi yang dilakukan penulis di SMK Negeri 1 Percut Sei Tuan pada

program keahlian Teknik Permesinan pada tanggal 02 Maret 2017 menunjukan bahwa hasil

belajar Teknologi Mekanik pada materi ilmu bahan masih dibawah standart rata-rata, seperti

ditunjukan pada tabel 1 berikut :

Tabel 1.

Data Hasil Belajar Siswa Mata Pelajaran Teknologi Mekanik Materi Ilmu Bahan

Tahun Jumlah Jumlah Yang Nilai rata-rata Persentase Kelulusan


Ajaran Siswa Lulus
2013/2014 31 29 86,12 56,25%
2014/2015 31 27 65,40 53,33%
2015/2016 29 29 70,3 62,06%
(Sumber : Daftar Kumpulan Nilai SMK Negeri 1 Percut Sei Tua Tahun 2017)

Berdasarkan data diatas dapat dilihat bahwa hasil belajar siswa masih rendah dan

belum memenuhi kriteria ketuntasan yang telah ditetapkan, untuk itu perlu dilakukan suatu

perbaikan untuk meningkatkan hasil belajar siwa mata Mata Pelajaran Teknologi Mekanik

Materi Ilmu Bahan.

Pembelajaran yang dapat mengaktifkan dan meningkatkan hasil belajar siswa melalui

penerapan pengetahuan, bekerja sama dalam memecahkan masalah, memahami materi secara

individu, dan saling mendiskusikan masalah tersebut dengan teman-temannya. Hal ini sesuai

dengan model pembelajaran kooperatif yang merupakan salah satu strategi yang menerapkan

model konstruktivis yang menekan kan pentingnya kerja sama. Teori yang melandasi

pembelajaran kooperatif adalah teori konstrukivisme pada dasarnya pendekatan teori

konstruktivisme dalam belajar adalah suatu pendekatan dimana siswa harus secara indivual
3

menemukan dan mentransformasikan informasi yang komplek. Dalam model pembelajaran

kooperatif ini, guru lebih berperan sebagai fasilitator yang berfungsi sebagai jembatan

penghubung kearah pemahaman yang tinggi, dengan catatan siswa sendiri. Ada beberapa tipe

pembelajaran kooperatif seperti : model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team

Achievement Division), model pembejaran tpe NHT (Numbered Head Together). Model

pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think Pair Share), model pembelajaran kooperatif tipe

Investigasi Kelompok (Group Investigation), dan model pembelajaran kooperatif tipe TGT

(Team Games Tournament).

Berdasarkan uraian diatas, mendorong penulis untuk melakukan suatu penelitian yang

mengacu pada model pembelajaran kooperatof dengan judul “Peningkatan Hasil Belajar

Teknologi Mekanik Melalui Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw

Pada Siswa Kelas X Teknik Permesinan Smk Negeri 1 Percut Sei Tuan T.A 2016/2017”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diungkapkan dapat diidentifikasi

beberapa masalah yaitu :

1. Sebagian besar hasil belajar siswa pada materi ilmu bahan belum memenuhi criteria

ketuntusan minimal (KKM).

2. Kurangnya keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran teknologi mekanik materi

ilmu bahan.

3. Kurangnya minat belajar siswa terhadap pelajaran teknologi mekanik materi ilmu

bahan

4. Pembelajaran teknologi mekanik materi ilmu bahan masih menggunakan model

konvensional yag dimana pembalajaran masih berpusat pada guru.

5. Masih kurangnya kerja sama siswa dalam pelaksanaan pembelajaran.


4

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah diatas, agar peneliti dan masalah yang dikaji lebih

terarah maka permasalahan dalam penelitian ini dibatasi pada : “Meningkatkan Hasil Belajar

Teknologi Mekanik Melalui Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Pada

Siswa Kelas X Teknik Permesinan Smk Negeri 1 Percut Sei Tuan T.A 2016/2017”

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah dan pembatasan masalah diatas,

permasalahan yang dapat dirumuskan adalah : Apakah penggunaan model pembelajaran

kooperatif tipe Jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar teknologi mekanik pada siswa kelas

X teknik permesinan SMK Negeri 1 Percut Sei Tuan T.A 2016/2017 ?

E. Tujuan Penelitian

Adapun tujuannya yaitu :

1. Untuk meningkatkan hasil belajar teknologi mekanik pada siswa kelas X teknik

permesinan SMK Negeri 1 Percut Sei Tuan T.A 2016/2017.

2. Merancang penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw untuk

meningkatkan hasil dan aktivitas belajar Teknologi Mekanik pada siswa kelas X

teknik permesinan SMK Negeri 1 Percut Sei Tuan T.A 2016/2017.

3. Mengimplementasikan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw sebagai upaya

meningkatkan hasil dan aktivitas belajar Teknologi Mekanik pada siswa kelas X

teknik permesinan SMK Negeri 1 Percut Sei Tuan T.A 2016/2017.

F. Manfaat Penelitian

Adapun manfaatnya yaitu :

1. Bagi Peneliti
5

- Menambah wawasan, pengetahuan dan keterampilan peneliti khususnya yang terkait

dengan penelitian yang menggunakan model pembelaran kooperatif tipe Jigsaw

2. Bagi Guru

- Dalam upaya meningkatkan meningkatkan kualitas pembelajaran khusunya mata

pelajaran Teknologi Mekanik.

- Ditemukan strategi pembelajaran yang tepat bagi siswa yang tidak bersifat

konvensioanal tetapi bersifat variatif dan inovatif

3. Bagi Siswa

- Dalam upaya meningkatkan hasil belajar dan aktivitas belajar sehingga kreteria

ketuntasan minimum (KKM) dapat tercapai khususnya pada mata pelajara

Teknologi Mekanik.

- Proses belajar dan mengajar di kelas menjadi menarik dan menyenangkan serta hasil

belajar menjadi meningkat.

4. Bagi Sekolah

- Sebagai masukan dalam menyusun program peningkatan kualitas sekolah

- Meningkatkan mutu sekolah melalui peningkatan hasil belajar siswa pada mata

pelajaran Teknologi Mekanik.


6

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Deskripsi Teori

1. Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan bagian terpenting dalam pembelajaran. Nana Sudjana (2009:

3) mendefinisikan hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku

sebagai hasil belajar dalam pengertian yang lebih luas mencakup bidang kognitif, afektif,

dan psikomotorik. Dimyati dan Mudjiono (2006: 3-4) juga menyebutkan hasil belajar

merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru,

tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar

merupakan berakhirnya pengajaran dari puncak proses belajar.

Benjamin S. Bloom (Dimyati dan Mudjiono, 2006: 26-27) menyebutkan enam jenis

perilaku ranah kognitif, sebagai berikut:

a. Pengetahuan, mencapai kemampuan ingatan tentang hal yang telah dipelajari dan
tersimpan dalam ingatan. Pengetahuan itu berkenaan dengan fakta, peristiwa, pengertian
kaidah, teori, prinsip, atau metode.
b. Pemahaman, mencakup kemampuan menangkap arti dan makna tentang hal yang
dipelajari.
c. Penerapan, mencakup kemampuan menerapkan metode dan kaidah untuk menghadapi
masalah yang nyata dan baru. Misalnya, menggunakan prinsip.
d. Analisis, mencakup kemampuan merinci suatu kesatuan ke dalam bagian-bagian
sehingga struktur keseluruhan dapat dipahami dengan baik. Misalnya mengurangi
masalah menjadi bagian yang telah kecil.
e. Sintesis, mencakup kemampuan membentuk suatu pola baru. Misalnya kemampuan
menyusun suatu program.
f. Evaluasi, mencakup kemampuan membentuk pendapat tentang beberapa hal
berdasarkan kriteria tertentu. misalnya, kemampuan menilai hasil ulangan.

Berdasarkan pengertian hasil belajar di atas, disimpulkan bahwa hasil belajar adalah

kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya.

Kemampuan-kemampuan tersebut mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.

Hasil belajar dapat dilihat melalui kegiatan evaluasi yang bertujuan untuk mendapatkan data
7

pembuktian yang akan menunjukkan tingkat kemampuan siswa dalam mencapai tujuan

pembelajaran. Hasil belajar yang diteliti dalam penelitian ini adalah hasil belajar kognitif

IPS yang mencakup tiga tingkatan yaitu pengetahuan (C1), pemahaman (C2), dan penerapan

(C3). Instrumen yang digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa pada aspek kognitif

adalah tes.

2. Hambatan Proses Belajar

Menurut Syaiful Bahri Djamarah (2013: 201) kesulitan belajar adalah kondisi siswa

tidak dapat belajar dengan baik. Kondisi tersebut disebabkan adanya gangguan dalam proses

belajar yang berasal dari faktor internal maupun dari faktor eksternal siswa. Gangguan dalam

proses belajar bisa muncul dimana saja dan kapan saja, dan setiap individu dari siswa

berbeda-beda belum tentu sama, tetapi juga ada gangguan yang sama jika dalam satu sekolah

yang sama karena keadaan atau kondisi sekolah tersebut. Gangguan dan ancaman tersebut

dapat menjadi hambatan siswa dalam proses belajar. Hambatan dalam proses belajar akan

menimbulkan tujuan dari proses belajar tidak tercapai dengan maksimal, hambatan tersebut

dapat menimbulkan kesulitan belajar pada peserta didik.

Manurut Slameto (2013: 54) terdapat dua faktor yang dapat mempengaruhi dalam

proses belajar yaitu faktor internal keadaan jasmani, keadaan psikologis, dan kelelahan.

Sedangkan faktor eksternal dari diri peserta didik meliputi faktor keluarga, faktor sekolah,

dan faktor masyarakat. Setiap proses belajar diharapkan berjalan dengan lancar dan tanpa

suatu kendala sehingga dapat mempengaruhi proses pembelajaran tersebut. Jika dalam proses

belajar dapat berjalan lancar maka tujuan dari proses belajar akan dicapai sesuai yang

diinginkan, akan tetapi pada kenyataannya dalam proses belajar selalu ada hambatannya.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hambatan belajar dibagi menjadi

dua faktor, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi keadaan jasmani,
8

keadaan psikologis, dan kelelahan. Faktor eksternal meliputi faktor keluarga, faktor sekolah,

dan faktor masyarakat.

a. Faktor Internal

Faktor hambatan yang muncul dari dalam diri peserta didik saat

melakukan proses belajar salah satunya adalah dari aspek psikologis, meliputi kesiapan,

minat, motivasi dan sikap siswa.

1) Kesiapan

Menurut Nini Subini (2012: 88) kesiapan atau readiness adalah kesediaan memberi

response atau bereaksi. Kesiapan merupakan keadaan sesorang ketika dalam kondisi siap baik

secara fisik, mental dan emosional untuk menghadapi sesuatu hal dengan caranya sendiri.

Ketersediaan itu datang dari dalam diri siswa dan berhubungan juga dengan kematangan.

Kesiapan perlu diperhatikan dalam proses belajar, karena jika siswa sudah ada kesiapan,

maka hasilnya akan memuaskan.

Kesiapan menurut Slameto (2013: 113) adalah keseluruhan kondisi seseorang yang

membuat siap untuk memberi respon atau jawaban di dalam cara tertentu terhadap suatu

situasi.

Kesiapan mencakup setidak-tidaknya 3 aspek, yaitu:

(a) Kondisi fisik, Mental, dan emosional.

(b) Kebutuhan-kebutuhan, motif, dan tujuan

(c) Ketrampilan, pengetahuan dan pengertian yang lain yang telah dipelajari

Menutur A. Muri Yusuf (2002: 104) aspek penguasaan teori, kemampuan praktik

yang dimiliki, dan sikap kerja yang baik merupakan unsur penting dalam kesiapan, dapat

menentukan kemampuan seseorang dalam menginterprestasikan informasi berupa fenomena

yang terjadi dihadapanya. Begitu pula dengan kemampuan praktik seseorang mampu

mengorganisasikan dan melaksanakan penyelesaiaan tugas dengan baik.


9

b. Faktor Eksternal

Faktor hambatan yang muncul dari luar peserta didik saat melakukan proses belajar

salah satunya adalah dari aspek sekolah, meliputi metode mengajar, relasi guru dan siswa,

dan waktu belajar.

3. Prinsip Belajar

Prinsip belajar adalah konsep-konsep ataupun asas yang harus diterapkan di dalam

proses belajar mengajar ini mengandung maksud bahwa pendidik akan dapat melaksanakan

tugas dengan baik apabila bila guru dapat menerapkan cara mengajar sesuai dengan prinsip-

prinsip belajar. Menurut Slameto (2013: 27-28) prinsip-prinsip belajar adalah landasan

berpikir, landasan berpijak dan sumber motivasi, dengan harapan tujuan pembelajaran

tercapai dalam tumbuhnya proses belajar antar peserta didik dan pendidik yang dinamis.

Prinsip belajar menurut Slameto sebagai berikut:

a. Berdasarkan prasyarat yang diperlukan untuk belajar:

1) Dalam belajar setiap siswa harus diusahakan partisipasi aktif, meningkatkan minat, dan

membimbing untuk mencapai tujuan.

2) Belajar harus dapat menimbulkan motivasi yang kuat pada siswa untuk tercapai tujuan.

3) Belajar perlu lingkungan yang menantang dimana bereksplorasi dan belajar dengan efektif.

4) Belajar perlu ada interaksi siswa dengan lingkungannya.

b. Sesuai materi atau bahan yang harus dipelajarai:

1) Belajar bersifat keseluruhan dan materi itu harus memiliki struktur, penyajian yang

sederhana, sehingga siswa mudah menangkap.

2) Belajar harus dapat mengembangkan kemampuan tertentu sesuai dengan tujuan yang harus

dicapai.

3) Belajar memerlukan sarana yang cukup sehingga siswa dapat belajar dengan tenang.
10

4. Hakikat Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw

Jigsaw pertama kali dikembangkan dan diujicobakan oleh Elliot Aronson dan teman-

teman di Universitas Texas, dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan teman-teman di

Universitas John Hopkins (Arends, 2001).

Teknik mengajar Jigsaw dikembangkan oleh Aronson et. al. sebagai metode

pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning). Teknik ini dapat digunakan dalam

pengajaran membaca, menulis, mendengarkan, ataupun berbicara.

Dalam teknik ini, guru memperhatikan skemata atau latar belakang pengalaman siswa

dan membantu siswa mengaktifkan skemata ini agar bahan pelajaran menjadi lebih

bermakna. Selain itu, siswa bekerja sama dengan sesama siswa dalam suasana gotong royong

dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan

keterampilan berkomunikasi.

Pembelajaran kooperatif teknik Jigsaw adalah suatu teknik pembelajaran kooperatif

yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas

penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengajarkan materi tersebut kepada anggota

lain dalam kelompoknya (Arends, 1997).

Model pembelajaran kooperatif teknik Jigsaw merupakan model pembelajaran

kooperatif dimana siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4 – 6 orang secara

heterogen dan bekerja sama saling ketergantungan yang positif dan bertanggung jawab atas

ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan materi tersebut

kepada anggota kelompok yang lain (Arends, 1997).

Jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap

pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari

materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi

tersebut pada anggota kelompoknya yang lain. Dengan demikian, “siswa saling tergantung
11

satu dengan yang lain dan harus bekerja sama secara kooperatif untuk mempelajari materi

yang ditugaskan” (Lie, A., 1994).

Para anggota dari tim-tim yang berbeda dengan topik yang sama bertemu untuk

diskusi (tim ahli) saling membantu satu sama lain tentang topic pembelajaran yang

ditugaskan kepada mereka. Kemudian siswa-siswa itu kembali pada tim / kelompok asal

untuk menjelaskan kepada anggota kelompok yang lain tentang apa yang telah mereka

pelajari sebelumnya pada pertemuan tim ahli.

Pada model pembelajaran kooperatif teknik Jigsaw, terdapat kelompok asal dan

kelompok ahli. Kelompok asal yaitu kelompok induk siswa yang beranggotakan siswa

dengan kemampuan, asal, dan latar belakang keluarga yang beragam. Kelompok asal

merupakan gabungan dari beberapa ahli. Kelompok ahli yaitu kelompok siswa yang terdiri

dari anggota kelompok asal yang berbeda yang ditugaskan untuk mempelajari dan mendalami

topik tertentu dan menyelesaikan tugas-tugas yang berhubungan dengan topiknya untuk

kemudian dijelaskan kepada anggota kelompok asal.

Hubungan antara kelompok asal dan kelompok ahli digambarkan sebagai berikut (Arends,

1997)

Kelompok Asal
12

Kelompok Ahli

Gambar 1. Ilustrasi Kelompok Jigsaw

Langkah-langkah dalam penerapan teknik Jigsaw adalah sebagai berikut :

 Guru membagi suatu kelas menjadi beberapa kelompok, dengan setiap kelompok

terdiri dari 4 – 6 siswa dengan kemampuan yang berbeda. Kelompok ini disebut

kelompok asal. Jumlah anggota dalam kelompok asal menyesuaikan dengan jumlah

bagian materi pelajaran yang akan dipelajari siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran

yang akan dicapai. Dalam teknik Jigsaw ini, setiap siswa diberi tugas mempelajari

salah satu bagian materi pembelajaran tersebut. Semua siswa dengan materi

pembelajaran yang sama belajar bersama dalam kelompok yang disebut kelompok

ahli (Counterpart Group/CG). Dalam kelompok ahli, siswa mendiskusikan bagian

materi pembelajaran yang sama, serta menyusun rencana bagaimana menyampaikan

kepada temannya jika kembali ke kelompok asal. Kelompok asal ini oleh Aronson

disebut kelompok Jigsaw (gigi gergaji). Misal suatu kelas dengan jumlah 40 siswa

dan materi pembelajaran yang akan dicapai sesuai dengan tujuan pembelajarannya

terdiri dari 5 bagian materi pembelajaran, maka dari 40 siswa akan terdapat 5

kelompok ahli yang beranggotakan 8 siswa dan 8 kelompok asal yang terdiri dari 5

siswa. Setiap anggota kelompok ahli akan kembali ke kelompok asal memberikan

informasi yang telah diperoleh atau dipelajari dalam kelompok ahli. Guru

memfasilitasi diskusi kelompok baik yang ada pada kelompok ahli maupun kelompok

asal.
13

Gambar 2. Contoh Pembentukan Kelompok Jigsaw

 Setelah siswa berdiskusi dalam kelompok ahli maupun kelompok asal, selanjutnya

dilakukan presentasi masing-masing kelompok atau dilakukan pengundian salah satu

kelompok untuk menyajikan hasil diskusi kelompok yang telah dilakukan agar guru

dapat menyamakan persepsi pada materi pembelajaran yang telah didiskusikan.

 Guru memberikan kuis untuk siswa secara individual.

 Guru memberikan penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan

berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke

skor kuis berikutnya.

 Materi sebaiknya secara alami dapat dibagi menjadi beberapa bagian materi

pembelajaran.

 Perlu diperhatikan bahwa jika menggunakan Jigsaw untuk belajar materi baru maka

perlu dipersiapkan suatu tuntunan dan isi materi yang runtut serta cukup sehingga

tujuan pembelajaran dapat tercapai.

Pada pembelajaran dengan menggunakan metode jigsaw pada awalnya kadang

berjalan kurang lancar. Hal ini disebabkan karena adanya beberapa masalah yang dapat

terjadi. Masalah-masalah jigsaw didalam kelas dapat muncul oleh adanya siswa yang

dominan, siswa yang dominan akan terlalu banyak bicara dan mengontrol kelompoknya.
14

Sedangkan siswa yang lambat mengalami kesulitan untuk mengemukakan atau

mempresentasikan pendapatnya.Dari siswa yang pandai masalah yang muncul mungkin akan

merasa bosan dengananggota kelompoknya yang lamban.

Meskipun tidak berakibat fatal, permasalahan ini bisa sering terjadi waktu penerapan

metode jigsaw. Namun menurut penjelasan yangdisampaikan Aronson (2000,

www.jigsaw.org) dalam jigsaw ada jalan tersendiri untukmengatasi masalah tersebut antara

lain :

1. Untuk siswa yang dominan

Siswa dalam kelas jigsaw mendapat giliran untuk menjadi pemimpin diskusi

danmereka akan menyadari bahwa kerja kelompok akan lebih efektif setiap siswa

diberikesempatan untuk mempresentasikan materinya sebelum dikomentari atau

diberipertanyaan. Hal ini akan meningkatkan ketertarikan pada kelompok dan

mengurangidominasi.

2. Untuk siswa yang lambat

Sebelum siswa menampilkan laporannya pada kelompok siswa terlebih dahulu

berdiskusidengan kelompok ahlinya yang terdiri dari siswa yang hendak

mempersiapkanpermasalahan yang sama. Setiap siswa akan mendapat kesempatan

untuk mendiskusikanlaporan dan memodifikasinya berdasarkan saran dari kelompok

ahli ini. Biasanyakelompok dapat mengatasi masalahnya sendiri sehingga guru tidak

perlu untuk memonitorlebih dekat.

3. Untuk siswa pandai yang bosan

Kebosanan dapat merupakan masalah pada setiap teknik pengajaran.

Penelitianmenunjukkan bahwa kebosanan dapat dikurangi dengan model jigsaw.

Model inimenguatkan rasa suka siswa terhadap sekolah baik siswa pandai maupun

siswa lambat.Siswa yang pandai akan mendapat giliran untuk memposisikan diri
15

mereka menjadi“pengajar”. Hal ini akan memacu mereka untuk lebih giat belajar dan

akhirnya mengurangi rasa bosan mereka.

Selain itu, adajuga hal-hal yang dapat menghambat proses pembelajaran terutama

dalam penerapan model pembelajaran kooperatif diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Kurangnya pemahaman guru mengenai penerapan pembelajaran kooperatif.

2. Jumlah siswa yang terlalu banyak yang mengakibatkan perhatian guru terhadap proses

pembelajaran relatif kecil sehingga yang hanya segelintir orang yang menguasai arena

kelas, yang lain hanya sebagai penonton.

3. Kurangnya sosialisasi dari pihak terkait tentang teknik pembelajaran kooperatif.

4. Kurangnya buku sumber sebagai media pembelajaran.

5. Terbatasnya pengetahuan siswa akan sistem teknologi dan informasi yang dapat

mendukung proses pembelajaran.

Agar pelaksanaan pembelajaran kooperatif dapat berjalan dengan baik, maka upaya

yang harus dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Guru senantiasa mempelajari teknik-teknik penerapan model pembelajaran kooperatif

di kelas dan menyesuaikan dengan materi yang akan diajarkan.

2. Pembagian jumlah siswa yang merata, dalam artian tiap kelas merupakan kelas

heterogen.

3. Diadakan sosialisasi dari pihak terkait tentang teknik pembelajaran kooperatif.

4. Meningkatkan sarana pendukung pembelajaran terutama buku sumber.

5. Mensosialisasikan kepada siswa akan pentingnya sistem teknologi dan informasi yang

dapat mendukung proses pembelajaran.

5. Hakikat Pembelajaran Kooperatif


16

Berdasarkan prinsip-prinsip yang dikemukakan oleh Kagan dan Slavin, hakikat

pembelajaran kooperatif adalah adanya keterlibatan seluruh peserta didik dalam suatu

kelompok yang terstruktur. Struktur kelompok tersebut meliputi struktur tugas,. Struktur

tujuan, dan struktur penghargaan (reward).

 Struktur tugas mengacu kepada organisasi kerja dalam kelompok yang tercermin

salah satunya dari pembagian kerja (peran dan tanggung jawab anggota kelompok).

 Strukur tujuan mengacu kepada orientasi kelompok dalam mencapai tujuan (yaitu prestasi

dan keberhasilan kelompok). Struktur ini dapat terlihat dari adanya saling ketergantungan

dan kontribusi serta partisipasi yang merata. Mencapai tujuan merupakan semangat

peserta didik untuk bekerja sama.

 Struktur penghargaan mengacu pada prestasi kelompok sebagai prestasi setiap anggota

kelompok, prestasi kelompok merupakan keberhasilan bersama anggota kelompok, bukan

ditentukan oleh anggota tertentu.

Dalam penerapan pembelajaran kooperatif, dua atau lebih individu saling berinteraksi

dan bekerja sama untuk mencapai tujuan. Agar peserta didik dapat memahami pentingnya

pembelajaran kooperatif dalammeningkatkan kompetensi dan kecakapan hidup, penekanan

beriktu perlu diinformasikan kepada peserta didik:

a. Peserta didik dalam kelompoknya haruslah beranggapan bahwa mereka

“sepenanggungan bersama”.

b. Peserta didik bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya seperti milik

mereka sendiri.

c. Peserta didik harus melihat bahwa semua anggota di dalam kelompoknya memiliki

tujuan yang sama.


17

d. Peserta didik harus membagi tugas dan tanggung jawab yang sama di antara anggota

kelompoknya.

e. Peserta didik akan dievaluasi atau diberikan hadiah/penghargaan yang juga akan

dikenakan untuk semua anggota kelompok.

f. Peserta didik berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk

belajar bersama selama proses belajarnya.

g. Peserta didik diminta pertanggungjawabnya secara individu materi yang ditangani dalam

kelompok kooperatif.

6. Karakteristik Pendekatan Pembelajaran Kooperatif

Beberapa karakteristik pendekatan Cooperative Learning, antara lain:

a. Akuntabilitas individu, yaitu setiap individu di dalam kelompok mempunyai

tanggung jawab untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh

kelompok, sehingga keberhasilan kelompok sangat ditentukan oleh tanggung

jawab setiap anggota.

b. Keterampilan Sosial, meliputi seluruh seluruh kehidupan sosial, kepekaan sosial,

dan mendidik peserta didik untuk menumbuhkan pengekangan diri dan

pengarahan diri demi kepentingan kelompok. Keterampilan ini mengajarkan

peserta didik untuk belajar memberi dan menerima, mengambil dan menerima

tanggung jawab, menghormati hak orang lain dan membentuk kesadaran diri.

c. Kesalingtergantungan secara positif, adalah sifat yang menunjukkan saling

ketergantungan satu terhadap yang lain di dalam kelompok secara positif.

Keberhasilan kelompok sangat ditentukan oleh peran serta setiap anggota

kelompok, karena anggota kelompok dianggapmemiliki kontribusi. Jadi

kolaborasi bukan berkompetensi.


18

d. Proses bekerja dalam kelompok, proses perolehan jawaban permasalahan

dikerjakan oleh kelompok secara bersama-sama.

Untuk menciptakan “kebersamaan” dalam belajar, guru harus merancang program

pembelajarannya dengan mempertimbangkan aspek kebersamaan peserta didik, sehinggan

mampu mengkondisikan dan memformulasikan kegiatan belajar peserta didik dalam interaksi

yang aktif interaktif dalam suasana kebersamaan. Kebersamaan ini bukan saja di dalam kelas,

tetapi juga di luar lingkungan kelas.

Lungdren dalam Isjoni (2009: 16) mengemukakan unsur-unsur dalam pembelajaran

kooperatif sebagai berikut.

a. para siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka “ tenggelam atau berenang

bersama”;

b. para siswa harus memiliki tanggung jawab terhadap siswa atau siswa lain dalam

kelompoknya, selain tanggung jawab terhadap diri sendiri dalam mempelajari materi

yang dihadapi;

c. para siswa harus berpendapat bahwa mereka semua memiliki tujuan yang sama;

d. para siswa membagi tugas dan berbagi tanggung jawab di antara para anggota

kelompok;

e. para siswa diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang akan ikut berpengaruh

terhadap evaluasi kelompok;

f. para siswa berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh keterampilan

bekerja sama selama belajar;

g. setiap siswa akan diminta mempertanggung jawabkan secara individual materi yang

ditangani dalam kelompok kooperatif.


19

Roger dan David (Agus Suprijono, 2009: 58) mengatakan bahwa tidak semua

belajar kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif. Untuk mencapai hasil yang

maksimal, lima unsur dalam model pembelajaran kooperatif harus diterapkan. Lima unsur

tersebut adalah sebagai berikut :

1. Positive interdependence (saling ketergantungan positif)

Unsur ini menunjukkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif ada dua

pertanggungjawaban kelompok. Pertama, mempelajari bahan yang ditugaskan kepada

kelompok. Kedua, menjamin semua anggota kelompok secara individu mempelajari bahan

yang ditugaskan tersebut.

2. Personal responsibility (tanggung jawab perseorangan)

Pertanggungjawaban ini muncul jika dilakukan pengukuran terhadap keberhasilan

kelompok. Tujuan pembelajaran kooperatif adalah membentuk semua anggota kelompok

menjadi pribadi yang kuat. Tanggungjawab perseorangan adalah kunci untuk menjamin

semua anggota yang diperkuat oleh kegiatan belajar bersama. Artinya, setelah mengikuti

kelompok belajar bersama, anggota kelompok harus dapat menyelesaikan tugas yang sama.

3. Face to face promotive interaction (interaksi promotif)

Unsur ini penting karena dapat menghasilkan saling ketergantungan positif. Ciri–ciri

interaksi promotif adalah saling membantu secara efektif dan efisien, saling memberikan

informasi dan sarana yang diperlukan, memproses informasi bersama secara lebih efektif dan

efisien, saling mengingatkan, saling membantu dalam merumuskan dan mengembangkan

argumentasi serta meningkatkan kemampuan wawasan terhadap masalah yang dihadapi,

saling percaya, dan saling memotivasi untuk memperoleh keberhasilan bersama.


20

4. Interpersonal skill (komunikasi antaranggota)

Untuk mengkoordinasikan kegiatan siswa dalam pencapaian tujuan siswa harus

adalah saling mengenal dan mempercayai, mampu berkomunikasi secara akurat dan tidak

ambisius, saling menerima dan saling mendukung, serta mampu menyelesaikan konflik

secara konstruktif.

5. Group processing (pemrosesan kelompok)

Pemrosesan mengandung arti menilai. Melalui pemrosesan kelompok dapat

diidentifikasi dari urutan atau tahapan kegiatan kelompok dan kegiatan dari anggota

kelompok. Siapa di antara anggota kelompok yang sangat membantu dan siapa yang tidak

membantu. Tujuan pemrosesan kelompok adalah meningkatkan efektivitas anggota dalam

memberikan kontribusi terhadap kegiatan kolaboratif untuk mencapai tujuan kelompok. Ada

dua tingkat pemrosesan yaitu kelompok kecil dan kelas secara keseluruhan.

Thompson, et al (Isjoni,2009: 17) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif

turut menambah unsur-unsur interaksi sosial pada pembelajaran. Di dalam pembelajaran

kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil yang saling membantu

satu sama lain. Kelas disusun dalam kelompok yang terdiri dari 4-5 siswa dengan

kemampuan yang heterogen. Maksud kelompok heterogen adalah terdiri dari campuran

kemampuan siswa, jenis kelamin, dan suku. Hal ini bermanfaat untuk melatih siswa

menerima perbedaan dan bekerja dengan teman yang berbeda latar belakangnya.

Isjoni (2009: 17) menguraikan bahwa pada pembelajaran kooperatif yang diajarkan

adalah keterampilan-keterampilan khusus agar dapat bekerja sama dengan baik di dalam

kelompoknya, seperti menjadi pendengar yang baik, siswa diberi lembar kegiatan yang berisi
21

pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk diajarkan. Selama kerja kelompok, tugas

anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan.

Menurut Slavin (dalam Krismanto, 2003: 14) menyatakan bahwa pendekatan

konstruktivis dalam pengajaran secara khusus membuat belajar kooperatif ekstensif, secara

teori siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit apabila

mereka dapat saling mendiskusikannya dengan temannya

Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang mengutamakan kerjasama

antar siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Menggunakan pembelajaran kooperatif

merubah peran guru dari peran yang berpusat pada gurunya ke pengelolaan siswa dalam

kelompok-kelompok kecil. Menurut teori konstruktivis, tugas guru (pendidik) adalah

memfasilitasi agar proses pembentukan (konstruksi) pengetahuan pada diri sendiri

tiap-tiap siswa terjadi secara optimal. Terkait dengan model pembelajaran ini, Ismail (2003:

21) menyebutkan (enam) langkah dalam pembelajaran Kooperatif, yakni:

Tabel 2. Langkah Pembelajaran Kooperatif

Fase
ke- Indikator Tingkah Laku Guru

1 Menyampaikan Tujuan dan Guru menyampaikan semua tujuan


memotivasi siswa pelajaran yang ingin dicapai pada
pelajaran tersebut dan memotivasi
siswa belajar.

2 Menyampaikan informasi Guru menyampaikan informasi


Kepada Siswa dengan jalan
Mendemonstrasikan atau lewat
bahan bacaan
22

3 Mengorganisasikan siswa ke Guru Menjelaskan kepada siswa


dalam kelompok-kelompok Bagaimana caranya membentuk
Belajar Kelompok Belajar dan membantu
Setiap kelompok agar melakukan
transisi secara efisien.

4 Membimbing kelompok bekerja Guru membimbing kelompok-


dan belajar kelompok belajar pada saat mereka
mengerjakan tugas.

5 Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar


tentang materi yang telah dipelajari
atau masing-masing kelompok
mempresentasikan hasil kerjanya.

6 Memberikan penghargaan Guru mencari cara-cara untuk


menghargai Upaya atau hasil
belajar individu maupun kelompok

7. Model Pembelajaran Tipe Jigsaw

Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw merupakan salah satu tipe pembelajaran

kooperatif yang mendorong siswa aktif dan saling membantu dalam menguasai materi

pelajaran untuk mencapai prestasi yang maksimal (Isjoni 2010: 54). Jigsaw pertama kali

dikembangkan oleh Aronson. Dalam pelaksanaannya, jigsaw menempatkan siswa ke dalam

beberapa kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 orang. Setiap kelompok diberi informasi yang

membahas salah satu topik dari materi pelajaran mereka saat itu (Huda 2011: 120).

Huda (2011: 121) menjelaskan bahwa saat melaksanakan model pembelajaran

kooperatif tipe jigsaw, siswa bekerja kelompok selama dua kali, yakni dalam kelompok

mereka sendiri dan dalam kelompok ahli. Perkumpulan siswa yang memiliki bagian

informasi yang sama dikenal dengan istilah kelompok “ahli”. Dalam kelompok “ahli” ini
23

masing-masing siswa saling berdiskusi dan mencari cara terbaik bagaimana menjelaskan

bagian informasi itu kepada teman-teman satu kelompoknya yang semula. Setelah diskusi

selesai, semua siswa dalam kelompok “ahli” ini kembali ke kelompoknya yang semula, dan

masing-masing dari mereka mulai menjelaskan bagian informasi tersebut kepada teman-

teman satu kelompoknya.

Jigsaw merupakan strategi yang menarik untuk digunakan, jika materi yang akan

dipelajari dapat dibagi menjadi beberapa bagian dan materi tersebut tidak mengharuskan

urutan penyampaian. Penggunaan jigsaw dalam pembelajaran IPA materi Bumi dan Alam

Semesta untuk siswa kelas V merupakan pilhan yang tepat. Hal ini dikarenakan materi yang

terdapat di dalamnya cukup banyak, dapat dibagi menjadi beberapa bagian, dan tidak

mengharuskan urutan penyampaian materi. Selain itu, jigsaw juga dapat mengaktifkan siswa

dalam proses pembelajaran.

Dalam konsep jigsaw, semua siswa harus bisa mendapatkan kesempatan dalam

proses belajar supaya semua pemikiran siswa dapat diketahui (Amri dan Ahmadi 2010: 180).

Kelebihan strategi ini yaitu dapat melibatkan seluruh siswa dalam belajar dan sekaligus

mengajarkan kepada orang lain (Zaini dkk 2008:56). Model jigsaw dapat digunakan secara

efektif di tiap level, di mana siswa telah mendapatkan keterampilan akademis dari

pemahaman, membaca atau keterampilan kelompok untuk belajar bersama (Isjoni 2011: 58).

Berikut merupakan langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw menurut

Asmani (2011:42):

1. Siswa dikelompokkan ke dalam empat tim atau sesuai dengan bahan atau materi yang

akan dibagikan.

2. Tiap siswa dalam tim diberi bagian materi yang berbeda.

3. Tiap siswa dalam tim diberi bagian materi yang ditugaskan.


24

4. Anggota dari tim yang berbeda, yang telah mempelajari bagian materi yang sama

bertemu dalam kelompok baru (kelompok ahli) untuk mendiskusikan bagian materi

yang mereka peroleh.

5. Setelah selesai berdiskusi, sebagai tim ahli, tiap anggota kembali ke kelompok asal

dan bergantian mengajar teman satu tim mereka tentang materi yang mereka kuasai.

Sementara, anggota lainnya mendengarkan dengan sungguh-sungguh.

6. Tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi mereka di depan kelas untuk

menyamakan pikiran dan menarik kesimpulan.

7. Guru memberikan evaluasi kepada seluruh siswa, yang mencakup seluruh materi yang

didiskusikan siswa.

8. Guru menutup pembelajaran.

8. Kelebihan Dan Kekurangan Model Jigsaw

1. Kelebihan :

a. Meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri

dan juga pembelajaran orang lain.

b. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga

harus siap memberikan dan mengerjakan materi tersebut pada anggota

kelompoknya yang lain, sehingga pengetahuannya jadi bertambah.

c. Menerima keragaman dan menjalin hubungan sosial yang baik dalam

hubungan dengan belajar.

d. Meningkatkan berkerjasama secara kooperatif untuk mempelajari materi yang

ditugaskan.

2. Kekurangan :
25

a. Jika guru tidak mengingatkan agar siswa selalu menggunakan keterampilan-

keterampilan kooperatif dalam kelompok masing-masing maka dikhawatirkan

kelompokakan macat dalam pelaksanaandiskusi.

b. Jika anggota kelompok nya kurang akan menimbulkan masalah.

c. Membutuhkan waktu yang lebih lama, apalagi bila penataan ruang belum

terkondisi dengan baik sehingga perlu waktu untuk merubah posisi yang dapat

menimbulkan kegaduhan.

B. Penelitian Yang Relavan

Banyak penelitian yang sudah dilakukan terkait dengan model pembelajaran

kooperatif tipe Jigsaw ini, antara lain sebagai berikut :

1. Penelitian yang dilakukan oleh Herlina Hariani Sasti yang berjudul “Implementasi Model

Pembelajaran Kooperatif Dengan Teknik Jigsaw Untuk Meningkatkan Keaktifan dan

Kerjasama Siswa Dalam Pembelajaran Ekonomi Di SMA Negeri 9 Yogyakarta Kelas X

Semester II 2006/2007”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa menggunakan model

pembelajaran Kooperatif dengan teknik Jigsaw dapat meningkatkan keaktifan dan

kerjasama.

2. Penelitian yang relevan telah dilakukan oleh Tatik Riyanti yang berjudul “Penerapan

Model Pembelajaran Kooperatif Dengan Metode Jigsaw Dalam Peningkatan Presetasi

Hasil Belajar Akutansi Siswa Kelas XB SMK N I Pedan Klaten Ajaran 2008/2009”. Hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa menggunakan model Kooperatif dengan metode

Jigsaw dapat meningkatkan prestasi belajar.

C. Kerangka Berpikir

Belajar merupakan suatu proses aktif bukan suatu proses pasif, artinya kondisi belajar

berhubungan dengan hasil yang diharapkan. Proses ini mungkin lebih berhasil jika dalam

pelaksanaan proses belajar digunakan pendekatan pembelajaran yang sesuai, serta diarahkan
26

pada kegiatan yang menyenangkan siswa dengan tujuan tepat, efektif dan efesien dengan

memperhatikan tingkat perkembangan intelektual siswa.. Oleh karena itu, peneliti mencoba

menerapkan tindakan berupa penerapan model pembelajaran Cooperative Learning tipe

Jigsaw. Melalui model pembelajaran Cooperative Learning tipe Jigsaw ini siswa dapat lebih

mandiri dan dapat berperan aktif dalam proses pembelajaran di kelas. Peran guru dalam hal

ini hanya mengkoordinasi kegiatan belajar mengajar, menciptakan suasana kelas yang

kondusif dan membantu siswa yang mengalami kesulitan. Melalui model pembelajaran

Cooperative Learning tipe Jigsaw ini dapat meningkatkan aktivitas siswa

Berdasarkan penjelasan di atas dan berdasarkan penelitian yang relavan diduga

dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat Peningkatan Hasil

Belajar Teknologi Mekanik Pada Siswa Kelas X Teknik Permesinan SMK Negeri 1 Percut

Sei Tuan Tahun Ajaran 2016/2017

D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan deskripsi teori, penelitian yang relavan, dan kerangka berpikir diatas,

dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut : Peningkatan Hasil Belajar Teknologi

Mekanik Melalui Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Pada Siswa Kelas

X Teknik Permesinan Smk Negeri 1 Percut Sei Tuan T.A 2016/2017


27

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di SMK Negeri 1 Percut Sei Tuan Jalan Kolam No 2.

Kenangan Baru, Percut Sei Tuan Tahun Ajaran 2017/2018. Penelitian ini akan dilaksanakan

di kelas X Program Keahlian Teknik Permesinan pada semester ganjil Tahun ajaran

2016/2017 yaitu pada tanggal 02 Maret 2017 sampai dengan selesai

B. Subjek dan Objek Penelitian

1. Subjek Penelitian

Dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah siswa kelas X Teknik

Permesinan di SMK SMK Negeri 1 Percut Sei Tuan Jalan Kolam No 2. Kenangan Baru,

Percut Sei Tuan Tahun Ajaran 2016/2017. Yang berjumlah 31 orang.

2. Objek Penelitian

Objek Penelitian ini adalah penerapan model pembeajaran kooperatif tipe Jigsaw

untuk Penerapan Model pembelajaran Kooperatif tipe jigsaw untuk meningkatkan hasil

belajar teknologi mekanik materi ilmu bahan pada siswa kelas X teknik permesinan SMK

Negeri 1 Percut Sei Tuan T.A 2016/2017.

C. Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan dalam kelas menurut Rochiati

Wiriaatmadja (2006 : 62), Perbaikan pembelajaran direncanakan melalui proses pengkajian

berdaur, yang terdiri dari empat tahap yaitu perencanaan (plan), pelaksanaan (action),

mengamati (observation), dan refleksi (refleksi).


28

Gambar 3. Tahap-tahap Penelitian Tindakan Kelas

(Ariknto, 2014:17)

D. Prosedur Penelitian

1. Perencanaan

Perencanaan selalu mengacu kepada tindakan apa yang dilakukan, dengan

mempertimbangkan keadaan dan suasana obyektif dan subyektif. Dalam perencanaan

tersebut, perlu dipertimbangkan tindakan khusus apa yang dilakukan, apa tujuannya.

Mengenai apa, siapa melakukan, bagaimana melakukan, dan apa hasil yang

diharapkan.Setelah pertimbangan itu dilakukan, maka selanjutnya disusun gagasan-gagasan

dalam bentuk rencana yang dirinci. Kemudian gagasan-gagasan itu diperhalus, hal-hal yang

tidak penting dihilangkan, pusatkan perhatian pada hal yang paling penting dan bermanfaat

bagi upaya perbaikan yang dipikirkan. Sebaiknya perencanaan tersebut didiskusikan dengan

teman sejawat untuk memperoleh masukan, dan sebelum direncanakan disimulasikan dulu

bersama teman sejawat. Peniliti menyusun kegiatan tes untuk mengetahui kemampuan awal

dan kemampuan akhir siswa setelah proses pembelajaran. Selanjutnya peneliti membuat

lembar observasi.
29

2. Pelaksanaan Tindakan

Jika perencanaan telah dirumuskan sebelumnya merupakan perencanaan yang cukup

matang, maka proses tindakan semata-mata merupakan pelaksanaan perencanaan itu. Namun,

kenyataan dalam praktik tidak sesederhana yang dipikirkan. Oleh sebab itu, pelaksanaan

tindakan boleh jadi berubah atau dimodifikasi sesuai dengan keperluan di lapangan. Tetapi

jangan sampai modifikasi yang dilakukan terlalu jauh menyimpang. Jika perencanaan yang

telah dirumuskan tidak direncanakan, maka guru hendaknya merumuskan perencanaan

kembali sesuai dengan fakta baru yang diperoleh. Rencana Pelaksaana Pembelajaran (RPP)

yang telah disusun sebelumnya dengan melakukan tindakan penerapan pembelajaran

kooperatif tipe Jigsaw.

3. Pengamatan

Hal yang tidak bisa dilupakan, bahwa sambil melakukan tindakan hendaknya juga

dilakukan pemantauan secara cermat tentang apa yang terjadi. Dalam pemantauan itu,

lakukan pencatatan-pencatatan sesuai dengan form yang telah disiapkan. Catat pula gagasan-

gagasan dan kesan-kesan yang muncul, dan segala sesuatu yang benar-benar terjadi dalam

proses pembelajaran. Secara teknis operasional, kegiatan kegiatan pemantauan dapat

dilakukan oleh guru lain. Disinilah letak kerja kolaborasi antar profesi. Namun, jika petugas

pemantau itu bukan rekanan peneliti, sebaiknya diadakan sosialisasi materi pemantauan

untuk menjaga agar data yang dikumpulkan tidak terpengaruh minat pribadinya. Untuk

memperoleh data yang lebih obyektif, guru dapat menggunakan alat-alat optik atau

elektronik, seperti kamera, perekam video, atau perekam suara. Pada setiap kali akan

mengakhiri penggalan kegiatan, lakukanlah evaluasi terhadap hal-hal yang telah

direncanakan. Jika observasi berfungsi untuk mengenali kualitas proses tindakan, maka

evaluasi berperan untuk mendeskripsikan hasil tindakan yang secara optimis telah

dirumuskan melalui tujuan tindakan.


30

4. Refleksi

Refleksi adalah suatu upaya untuk mengkaji apa yang telah terjadi, yang telah

dihasilkan, atau apa yang belum dihasilkan, atau apa yang belum tuntas dari langkah atau

upaya yang telah dilakukan. Dengan perkataan lain, refleksi merupakan pengkajian terhadap

keberhasilan atau kegagalan pencapaian tujuan. Untuk maksud ini, guru hendaknya terlebih

dahulu menentukan criteria keberhasilan. Dalam hal ini, jika nilai siswa 75 telah mencapai

criteria ketuntansan minimum, maka penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw

mengalami peningkatan atau keberhasilan.

Keempat tahap dalam penelitian tindakan tersebut adalah unsur untuk membentuk

sebuah siklus, yaitu satu putaran kegiatan beruntun, dari tahap penyusunan rancangan sampai

dengan refleksi, yang tidak lain adalah evaluasi. Apabila dikaitkan dengan “bentuk tindakan”

sebagaimana disebutkan dalam uraian ini, maka yang dimaksud dengan bentuk tindakan

adalah siklus tersebut. Jadi bentuk penelitian tindakan tidak pernah merupakan kegiatan

tunggal tetapi selalu berupa rangkaian kegiatan yang akan kembali ke asal, yaitu dalam

bentuk siklus. (http://www/santyasa/penelitian_tindakan_kelas.pdf)

Tabel 3.

Pelaksanaan Tindakan Setiap Siklus

No Siklus I Hasil Tindakan


1 Perencanaan Tindakan:
b. Guru melakukan rancangan model
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw
c. Guru Mempersiapkan format
observasi untuk melihat tingkat hasil
belajar siswa
2 5 Kelompok Pelaksanaan tindakan :
a. Guru melakukan pre-tes untuk a. Hasil pre-tes yang dilakukan
mengetahui kemampuan awal siswa siswa.
b. Guru menyampaikan tujuan b. Menigkatkan aktivitas belajar dan
pembelajaran dan memberikan daya tarik siswa dalam belajar.
motivasi kepada siswa c. Siswa diharapkan mampu
c. Guru memaparkan materi pelajaran menguasai materi pelajaran ilmu
tentang jenis jenis ilmu bahan bahan dan jenis-jenisnya pada
31

secara ringkas dan menerapkan mata pelajaran Teknologi


model pembelajaran kooperatif tipe Mekanik setelah menerapkan
Jigsaw model pembelajaran kooperatif
tipe Jigsaw
1. Guru membagi siswa 1. Siswa membentuk kelompok
2. Guru memberi materi pelajaran 2. Siswa menerima dan membagikan
dalam bentuk teks yang telah kepada anggota kelompok.
dibagi-bagi menjadi beberapa 3. Siswa membaca dan mempelajari
sub bab sub bab yang dibagikan
3. Guru meminta setiap anggota 4. Setiap anggota kelompok asal yang
kelompok membaca sub bab mempelajari sub bab yang sama
yang telah ditugaskan dan akan bertemu dalam kelompok ahli
bertanggung jawab untuk untul mendiskusikannya
mempelajarinya 5. Setiap anggota kelompok ahli
4. Guru meminta anggita dari kembali ke kelompoknya dan
kelompok asal yang telah mengajari teman sekelompoknya
mempelajari sub bab yang sama
bertemu dalam kelompok ahli
dan mendiskusikannya
5. Guru meminta agar setiap
anggota kelompok ahli setelah
kembali ke kelompoknya
bertugas mengajari teman
sekelompoknya
d. Guru mempelajari post tes untuk d. Hasil Post tes yang dilakukan
mengetahui kemampuan akhir siswa
siswa
3 Observasi :
a. Guru mengamati aktivitas belajar a. Melihat aktivitas belajar siswa
siswa selama proses pembelajaran melalui format observasi yang
berlangsung tersedia
b. Guru menilai tingkat keberhasilan b. Diharapkan hasil belajar siswa
dalam belajar siswa dan meningkat
penguasaaan terhadap materi
pelajaran melalui post tes setelah
menerapakan model pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw
4. Refleksi :
a. Guru melakukan refleksi terhadap a. Tingkat kemampuan menyelesaikan
tindakan pada siklus I dari soal materi dan jenis-jenis ilmu
Observasi yang dilakukan bahan mata pelajaran teknologi
b. Guru membuat kesimpulan sebagai mekanik
dasar untuk melakukan siklus b. Rumusan hasil siklus I
berikutnya
32

No Siklus II Hasil Tindakan


1 Perencanaan Tindakan: Masalah baru ditemukan
Guru melakukan identifikasi tentang
masalah baru yang ditemukan pada siklus I
2 Pelaksanaan tindakan :
a. Guru menyampaikan tujuan a. Menigkatkan aktivitas belajar dan
pembelajaran dan member daya tarik siswa dalam belajar.
motivasi kepada siswa b. Siswa diharapkan mampu menguasai
b. Guru memaparkan materi pelajaran materi pelajaran ilmu bahan dan
tentang jenis-jenis bahan yang jenis-jenisnya pada mata pelajaran
digunakan secara ringkas dan Teknologi Mekanik setelah
menerapakan model pembelajaran menerapkan model pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw. kooperatif tipe Jigsaw

1. Guru membagi siswa atas 5 1. Siswa membentuk kelompok


kelompok 2. Siswa menerima dan membagikan
2. Guru membagikan materi kepada anggota kelompok.
pelajaran dalam bentuk teks 3. Siswa membaca dan mempelajari
yang telah dibagi-bagi menjadi sub bab yang dibagikan
beberapa sub bab 4. Setiap anggota kelompok asal yang
3. Guru meminta setiap anggota mempelajari sub bab yang sama
kelompok membaca sub bab akan bertemu dalam kelompok ahli
yang telah ditugaskan dan untul mendiskusikannya
bertanggung jawab untuk 5. Setiap anggota kelompok ahli
mempelajarinya kembali ke kelompoknya dan
4. Guru meminta anggota dari mengajari teman sekelompoknya
kelompok asal yang telah
mempelajari sub bab yang sama
bertemu dalam kelompok ahli
dan mendiskusikannya
5. Guru meminta agar setiap
anggota kelompok ahli setelah
kembali ke kelompoknya
bertugas mengajari teman
sekelompoknya
c. Guru memberikan post tes untuk
mengetahui kemampuan akhir c. Hasil Post tes yang dilakukan siswa
siswa
3 Observasi :
a. Guru mengamati aktivitas belajar a. Melihat aktivitas belajar siswa
siswa selama proses pembelajaran melalui format observasi yang
berlangsung tersedia
b. Guru menilai tingkat keberhasilan b. Diharapkan hasil belajar siswa
dalam belajar siswa dan meningkat
penguasaaan terhadap materi
pelajaran melalui post tes setelah
menerapakan model pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw
4. Refleksi :
a. Guru melakukan refleksi terhadap Tingkat kemampuan menyelesaikan soal
33

tindakan pada siklus II dari materi dan jenis-jenis ilmu bahan mata
Observasi yang dilakukan pelajaran teknologi mekanik sebagai dasar
b. Guru melakukan evaluasi apakah pedoman perlu tidaknya dilakukan tindakan
perlu tindakan pengembangan untuk siklus berikutnya
untuk dasar siklus berikutnya

E. Definisi Operasional Variabel Penelitian

Defenisi operasional dan variable dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Variabel Bebas yaitu Model pembelajaran tipe Jigsaw.

Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah model pembelajaran kooperatif

dengan berkelompok membagi siswa 5 anggota kelompok belajar heterogen. Materi

pembelajaran diberikan kepada siswa dalam bentuk teks. Setiap anggota bertanggung

jawab terhadap materi pembelajaran yang ditugaskan kepadanya , kemudian

mengajarkan materi terhadap teman sekelompoknya yang lain.

2. Variabel terikat yaitu hasil belajar Teknologi Mekanik pada materi ilmu bahan.

Hasil belajar Teknologi Mekanik pada materi ilmu bahan adalah kemampuan yang

dimiiliki siswa berupa pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diperoleh setelah

siswa selesai mengikuti proses pembelajaran yang dapat dilihat dari perubahan

tinglah laku yaitu mampu dan terampil mengenal dan mengetahui berbagai macam

bahan, mengamati, memahami, dan menganalisis bahan.

F. Teknik dan Alat Pengumpulan Data

1. Tes

Pada paradigma kuantitatif digunakan untuk data hasil belajar siswa sesuai dengan

kompetensi yang telah ditetapkan dalam bentuk tes kognitif. Tes kognitif hasil belajar

siswa adalah seperangkat tes kognitif dalam bentuk objektif tes dengan pilihan berganda

sebanyak 40 soal dengan empat option pilihan dimana jawaban benar diberi 1 (satu) dan
34

jawaban yang salah diberiskor 0 (nol), dimana yang telah di sempurnakan dengan uji coba

instrument di peroleh soal yang valid sebanyak 34 soal dan tidak valid 6 soal. Untuk

memperoleh data hasil belajar pada kompetensi yang ditentukan dengan kreteria

penilaian-penilaian sebagai berikut:

𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎


𝑃𝑟𝑒𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑖 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 = 𝑥 100 %
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖

Kriteria Penilaian :

25 - 33,25 D = Tidak Tuntas

33,5 - 41,5 D+ = Tidak Tuntas

41,75 - 50 C- = Tidak Tuntas

50,25 - 58,25 C = Tidak Tuntas

58,5 - 66,5 C+ = Tidak Tuntas

66,75 - 74,75 B- = Tidak Tuntas

75 - 82 B = Tuntas

82,25 - 89,25 B+ = Tuntas

89,5 - 96,5 A- = Tuntas

96,75 - 100 A = Tuntas

2. Observasi

Observasi dipergunakan untuk mengumpulkan data tentang aktivitas dan kemampuan

belajar siswa dalam proses belajar mengajar dengan penerapan model pembelajaran

kooperatif tipe Jigsaw. Adapun format Observasi yang dirancangn peneliti dalam

penilitian ini adalah sebagai berikut :


35

Tabel 4.

Kisi-Kisi Penilaian Observasi Aktivitas Guru

NILAI/Deskriptor
URAIAN KEGIATAN INSTRUKSIONAL

Membuka Pelajaran

Memberikan motivasi kepada


PENDAHULUAN

Persiapan dan
siswa
Deskripsi Singkat
Mengemukakan tujuan

pembelajaran

Pembagian Kelompok Jigsaw

Pemilihan Pemimpin Kelompok

Pembagian Topik Pembelajaran

Pembentukan Kelompok ahli


PENYAJIAN

Diskusi I

Membentuk kembali kelompok

Jigsaw

Diskusi II

Membuat Kesimpulan kelompok

Jigsaw

Penilaian
PENUTUP

Melaksanakan Tindak Lanjut

dengan member tugas

Menutup pembelajaran
36

Dimana :

1 = Tidak terlaksana sama sekali

2 = Terlaksana tetapi kurang lengkap

3 = Terlaksana dan Lengkap

4 = Terlaksana, lengkap, dan tepat waktu

Tabel 5

Kisi-Kisi Penilaian Observasi Aktivitas siswa

NILAI/Deskriptor
URAIAN KEGIATAN INSTRUKSIONAL

Siswa semangat dalam

pembukaan Pelajaran
PENDAHULUAN

Persiapan dan
Siswa termotivasi
Deskripsi Singkat
Siswa mengerti tujuan

pembelajaran

Mendengarkan dan mengikuti

instruksi dari guru

Memilih pemimpian kelompok

Mempelajari dan menanggung


PENYAJIAN

jawabi bagian materi

Mendengarkan dan

melaksanakan arahan dari guru

Siswa melaksanakan presentasi

kerja kelompok

Mendiskusikan materi dan


37

menarik kesimpulan bersama

Kembali ke kelompok Jigsaw

Setiap anggota kelompok

menyajikan hasil diskusi yang

diperoleh dari kelompok ahli

Aktif dalam tindak lanjut

Semangat Mengerjakan soal

evaluasi
PENUTUP

Aktif dalam penutupan

pembelajaran

Dimana :

1 = Tidak terlaksana sama sekali

2 = Terlaksana tetapi kurang lengkap

3 = Terlaksana dan Lengkap

4 = Terlaksana, lengkap, dan tepat waktu

Pelaksanaan Pengamatan (Observasi)

1. Peniliti mengambil posisi duduk di belakang siswa

2. Observasi aktivitas di tunjukkan kepada setiap kelompok

3. Peneliti membuat tanda coreng pada kolom menandai aspek yang akan diobservasi

G. Tenik Analasis Data

1. Hasil Belajar

Untuk memperoleh gambaran umum tentang pengetahuan awal dan hasil belajar akhir,

diperoleh dari data pre tes dan post tes. Tes yang berbentuk pilihan berganda yang terdiri dari
38

4 (empat) pilihan dimana jawaban benar diberi 1 (satu) dan jawaban yang salah diberiskor 0

(nol).

Selanjutnya untuk hasil belajar dilakukan dengan menganalisis nilai rata-rata tes.

Kategori penilian tes dilakukan berdasarkan standar penilaian yang digunakan sekolah

sebagai berikut :

𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎


𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 𝑆𝑘𝑜𝑟 = 𝑥 100 %
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑘𝑜𝑟

Berdasarkan standar ketuntasan Belajar Minimal (SKBM) yang ditetapkan dalam

kompetensi dasar pada penilitian ini, maka seorang siswa dikatakan tuntas atau mencapai

KKM jika siswa memperoleh nilai ≥ 75.

Kriteria Penilaian :

25 - 33,25 D = Tidak Tuntas

33,5 - 41,5 D+ = Tidak Tuntas

41,75 - 50 C- = Tidak Tuntas

50,25 - 58,25 C = Tidak Tuntas

58,5 - 66,5 C+ = Tidak Tuntas

66,75 - 74,75 B- = Tidak Tuntas

75 - 82 B = Tuntas

82,25 - 89,25 B+ = Tuntas

89,5 - 96,5 A- = Tuntas

96,75 - 100 A = Tuntas


39

Sementara itu untuk ketuntasan belajar secara klasikal menurut Arikunto (2006),

untuk menentukan ketuntasan belajar siswa secara klasikal menggunakan rumus :

∑𝑛𝑖
𝑃𝐾𝐾 = 𝑥 100 %
∑𝑁

Keterangan :

PKK : Ketuntasan belajar secara Klasikal

∑ni : Jumlah siswa tuntas belajar secara individu

∑N : Jumlah siswa seluruhnya

Suau kelas dikatakan berhasil jika presentasi siswa tuntas dalam kelas tersebut (PKK)

≥ 75 %

2. Aktivitas belajar

Data aktivitas dan kemampuan siswa selama pembelajaran diamati oleh peneliti dan

dianalisis dengan menggunakan persentase skor dengan berpedoman pada kategori

penilian yang terdapat pada pedoman aktivitas belajar siswa.

𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎


𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 𝑆𝑘𝑜𝑟 = 𝑥 100 %
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑘𝑜𝑟

Kriteria Penilaian :

< 75 % = Tidak Aktif (TA)

75-84 % = Cukup Aktif (C)

85-92 % = Aktif (A)

93-100 % = sangat Aktif (SA)


40

Dalam penelitian ini, ada dua jenis data yang dapat dikumpulkan oleh peneliti

yakni:

1. Data kuantitatif (nilai hasil belajar siswa), yaitu data dianalisis secara deskriptif.

Dalam hal ini peneliti menggunakan analisis statistic deskriptif.

2. Data kualitatif, yaitu data berupa informasi berbentuk kalimat yang member

gambaran tentang ekspresi siswa berkaitan dengan tingkat pemahaman terhadap suatu

materi pelajaran (kognitif), pandangan atau sikap siswa terhadap model pembelajaran

yang baru (afektif), aktifitas siswa mengikuti pelajaran.


41

DAFTAR PUSTAKA

Anita Lie.1994.Cooperative Learning. Jakarta : PT. Grasindo.

Arends, R. I. (2001). Learning to Teach. New York: McGrawHil

Hisyam, Zaini dkk. (2004). Strategi Pembelajaran Aktif. Yogyakarta : CTSD

Isjoni. 2010. Cooperative Learning Efektivitas Pembelajaran Kelompok. Bandung: Alfabeta.

Kagan, S. 1992. Cooperative Learning. San Juan Capistrano: Kagan Cooperative Learning.

Muhibbin Syah. (2012). Psikologi Belajar. Jakarta : Rajawali Pers.

Nana Syaodih Sukmadinata. (2004). Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung : PT.

Remaja Rosdakarya.

RiyaShingwa Blog’s.(18 Mei 2013).MODEL PEMBELAJARAN TIPE JIGSAW. Diperoleh

01 Maret 2017. http://riyashingwa.blogspot.com/2013/05/model-pembelajaran-tipe-

jigsaw.html

Slameto. (2013). Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta : Rineka Cipta.

Slavin, Robert. 2002. Cooperative Learning Theory. Research and Prctice. Boston: Aiiyn and

Bacon.

Syaiful Sagala. 2006. Konsep Dan Makna Pembelajaran. Bandung : Alfabeta.

Suyono & Hariyanto. (2014). Belajar dan Pembelajaran. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Syaiful Bahri Djamarah. (2013). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : PT. Rineka Cipta.

Wiriaatmadja, Rochiati. 2006. Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya

Anda mungkin juga menyukai