BAB I
PENDAHULUAN
peranan yang sangat penting dalam mencerdaskan dan meningkatkan kualitas SDM yang
memiliki kompetensi dalam bidang keteknikan. SMK sebagai salah satu sekolah kejuran terus
berusaha dan semakin untuk meningkatkan hasil lulusan yang benar-benar mempunyai skill
atau kemampuan dalam bidangnya masing-masing. Untuk mencapai hal tersebut maka
dibutuhkan pembelajaran yang tepat dan efektif untuk siswa SMK yang sesuai dengan
kurikulum dan mengaitkan materi yang diajarkan guru dangan penerapan yang tepat dalam
kehidupan masyarakat.
Salah satu permasalahan yang dihadapi di sekolah SMK Negeri 1 Percut Sei Tuan
khususnya pada mata pelajarana Teknologi Mekanik Materi Ilmu Bahan memiliki hasil
kualitas yang rendah dan proses belajar siswa. Rendahnya kualitas belajar ditandai oleh
pencapaian prestasi belajar yang belum memenuhi standar kompetensi seperti tuntutan
kurikulum yang dilakukan siswa terbatas pada penguasaan materi pelajaran atau penambahan
pengetahuan sebagai bahan ujian atau tes. Padahal menurut tuntutan kurikulum yang berlaku
siswa diharapkan bukan hanya sekedar dapat mengakumulasi pengetahuan akan tetapi
Menurut Slameto (dalam Abdul Hadis: 17) menyatakan bahwa agar proses
pembelajaran di kelas dapat maksimal dan optimal, maka hubungan antara guru dengan
peserta didik dan hubungan peserta didik dengan sesama peserta didik yang lain harus timbal
balik dan komunikatif satu sama lainnya. Proses pembelajaran hanya dapat terjadi secara
maksimal jika antara guru dengan siswa terjadi komunikasi dan interaksi timbal balik yang
edukatif.
2
Dari pernyataan tersebut dapat dipahami bahwa hasil belajar siswa masih kurang
memuaskan, dengan kata lain hasil belajar siswa rendah. Hal itu dikarenakan dalam proses
pembelajaran yang masih menggunakan model pembelajaran konvensional. Oleh karena itu
siswa kurang termotivasi berkembang secara mandiri melalui penemuan dan proses
berfikirnya.
Berdasarkan observasi yang dilakukan penulis di SMK Negeri 1 Percut Sei Tuan pada
program keahlian Teknik Permesinan pada tanggal 02 Maret 2017 menunjukan bahwa hasil
belajar Teknologi Mekanik pada materi ilmu bahan masih dibawah standart rata-rata, seperti
Tabel 1.
Data Hasil Belajar Siswa Mata Pelajaran Teknologi Mekanik Materi Ilmu Bahan
Berdasarkan data diatas dapat dilihat bahwa hasil belajar siswa masih rendah dan
belum memenuhi kriteria ketuntasan yang telah ditetapkan, untuk itu perlu dilakukan suatu
perbaikan untuk meningkatkan hasil belajar siwa mata Mata Pelajaran Teknologi Mekanik
Pembelajaran yang dapat mengaktifkan dan meningkatkan hasil belajar siswa melalui
penerapan pengetahuan, bekerja sama dalam memecahkan masalah, memahami materi secara
individu, dan saling mendiskusikan masalah tersebut dengan teman-temannya. Hal ini sesuai
dengan model pembelajaran kooperatif yang merupakan salah satu strategi yang menerapkan
model konstruktivis yang menekan kan pentingnya kerja sama. Teori yang melandasi
konstruktivisme dalam belajar adalah suatu pendekatan dimana siswa harus secara indivual
3
kooperatif ini, guru lebih berperan sebagai fasilitator yang berfungsi sebagai jembatan
penghubung kearah pemahaman yang tinggi, dengan catatan siswa sendiri. Ada beberapa tipe
pembelajaran kooperatif seperti : model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team
Achievement Division), model pembejaran tpe NHT (Numbered Head Together). Model
pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think Pair Share), model pembelajaran kooperatif tipe
Investigasi Kelompok (Group Investigation), dan model pembelajaran kooperatif tipe TGT
Berdasarkan uraian diatas, mendorong penulis untuk melakukan suatu penelitian yang
mengacu pada model pembelajaran kooperatof dengan judul “Peningkatan Hasil Belajar
Pada Siswa Kelas X Teknik Permesinan Smk Negeri 1 Percut Sei Tuan T.A 2016/2017”
B. Identifikasi Masalah
1. Sebagian besar hasil belajar siswa pada materi ilmu bahan belum memenuhi criteria
ilmu bahan.
3. Kurangnya minat belajar siswa terhadap pelajaran teknologi mekanik materi ilmu
bahan
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah diatas, agar peneliti dan masalah yang dikaji lebih
terarah maka permasalahan dalam penelitian ini dibatasi pada : “Meningkatkan Hasil Belajar
Teknologi Mekanik Melalui Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Pada
Siswa Kelas X Teknik Permesinan Smk Negeri 1 Percut Sei Tuan T.A 2016/2017”
D. Rumusan Masalah
kooperatif tipe Jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar teknologi mekanik pada siswa kelas
E. Tujuan Penelitian
1. Untuk meningkatkan hasil belajar teknologi mekanik pada siswa kelas X teknik
meningkatkan hasil dan aktivitas belajar Teknologi Mekanik pada siswa kelas X
meningkatkan hasil dan aktivitas belajar Teknologi Mekanik pada siswa kelas X
F. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
5
2. Bagi Guru
- Ditemukan strategi pembelajaran yang tepat bagi siswa yang tidak bersifat
3. Bagi Siswa
- Dalam upaya meningkatkan hasil belajar dan aktivitas belajar sehingga kreteria
Teknologi Mekanik.
- Proses belajar dan mengajar di kelas menjadi menarik dan menyenangkan serta hasil
4. Bagi Sekolah
- Meningkatkan mutu sekolah melalui peningkatan hasil belajar siswa pada mata
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Deskripsi Teori
1. Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan bagian terpenting dalam pembelajaran. Nana Sudjana (2009:
3) mendefinisikan hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku
sebagai hasil belajar dalam pengertian yang lebih luas mencakup bidang kognitif, afektif,
dan psikomotorik. Dimyati dan Mudjiono (2006: 3-4) juga menyebutkan hasil belajar
merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru,
tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar
Benjamin S. Bloom (Dimyati dan Mudjiono, 2006: 26-27) menyebutkan enam jenis
a. Pengetahuan, mencapai kemampuan ingatan tentang hal yang telah dipelajari dan
tersimpan dalam ingatan. Pengetahuan itu berkenaan dengan fakta, peristiwa, pengertian
kaidah, teori, prinsip, atau metode.
b. Pemahaman, mencakup kemampuan menangkap arti dan makna tentang hal yang
dipelajari.
c. Penerapan, mencakup kemampuan menerapkan metode dan kaidah untuk menghadapi
masalah yang nyata dan baru. Misalnya, menggunakan prinsip.
d. Analisis, mencakup kemampuan merinci suatu kesatuan ke dalam bagian-bagian
sehingga struktur keseluruhan dapat dipahami dengan baik. Misalnya mengurangi
masalah menjadi bagian yang telah kecil.
e. Sintesis, mencakup kemampuan membentuk suatu pola baru. Misalnya kemampuan
menyusun suatu program.
f. Evaluasi, mencakup kemampuan membentuk pendapat tentang beberapa hal
berdasarkan kriteria tertentu. misalnya, kemampuan menilai hasil ulangan.
Berdasarkan pengertian hasil belajar di atas, disimpulkan bahwa hasil belajar adalah
Hasil belajar dapat dilihat melalui kegiatan evaluasi yang bertujuan untuk mendapatkan data
7
pembuktian yang akan menunjukkan tingkat kemampuan siswa dalam mencapai tujuan
pembelajaran. Hasil belajar yang diteliti dalam penelitian ini adalah hasil belajar kognitif
IPS yang mencakup tiga tingkatan yaitu pengetahuan (C1), pemahaman (C2), dan penerapan
(C3). Instrumen yang digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa pada aspek kognitif
adalah tes.
Menurut Syaiful Bahri Djamarah (2013: 201) kesulitan belajar adalah kondisi siswa
tidak dapat belajar dengan baik. Kondisi tersebut disebabkan adanya gangguan dalam proses
belajar yang berasal dari faktor internal maupun dari faktor eksternal siswa. Gangguan dalam
proses belajar bisa muncul dimana saja dan kapan saja, dan setiap individu dari siswa
berbeda-beda belum tentu sama, tetapi juga ada gangguan yang sama jika dalam satu sekolah
yang sama karena keadaan atau kondisi sekolah tersebut. Gangguan dan ancaman tersebut
dapat menjadi hambatan siswa dalam proses belajar. Hambatan dalam proses belajar akan
menimbulkan tujuan dari proses belajar tidak tercapai dengan maksimal, hambatan tersebut
Manurut Slameto (2013: 54) terdapat dua faktor yang dapat mempengaruhi dalam
proses belajar yaitu faktor internal keadaan jasmani, keadaan psikologis, dan kelelahan.
Sedangkan faktor eksternal dari diri peserta didik meliputi faktor keluarga, faktor sekolah,
dan faktor masyarakat. Setiap proses belajar diharapkan berjalan dengan lancar dan tanpa
suatu kendala sehingga dapat mempengaruhi proses pembelajaran tersebut. Jika dalam proses
belajar dapat berjalan lancar maka tujuan dari proses belajar akan dicapai sesuai yang
diinginkan, akan tetapi pada kenyataannya dalam proses belajar selalu ada hambatannya.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hambatan belajar dibagi menjadi
dua faktor, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi keadaan jasmani,
8
keadaan psikologis, dan kelelahan. Faktor eksternal meliputi faktor keluarga, faktor sekolah,
a. Faktor Internal
Faktor hambatan yang muncul dari dalam diri peserta didik saat
melakukan proses belajar salah satunya adalah dari aspek psikologis, meliputi kesiapan,
1) Kesiapan
Menurut Nini Subini (2012: 88) kesiapan atau readiness adalah kesediaan memberi
response atau bereaksi. Kesiapan merupakan keadaan sesorang ketika dalam kondisi siap baik
secara fisik, mental dan emosional untuk menghadapi sesuatu hal dengan caranya sendiri.
Ketersediaan itu datang dari dalam diri siswa dan berhubungan juga dengan kematangan.
Kesiapan perlu diperhatikan dalam proses belajar, karena jika siswa sudah ada kesiapan,
Kesiapan menurut Slameto (2013: 113) adalah keseluruhan kondisi seseorang yang
membuat siap untuk memberi respon atau jawaban di dalam cara tertentu terhadap suatu
situasi.
(c) Ketrampilan, pengetahuan dan pengertian yang lain yang telah dipelajari
Menutur A. Muri Yusuf (2002: 104) aspek penguasaan teori, kemampuan praktik
yang dimiliki, dan sikap kerja yang baik merupakan unsur penting dalam kesiapan, dapat
yang terjadi dihadapanya. Begitu pula dengan kemampuan praktik seseorang mampu
b. Faktor Eksternal
Faktor hambatan yang muncul dari luar peserta didik saat melakukan proses belajar
salah satunya adalah dari aspek sekolah, meliputi metode mengajar, relasi guru dan siswa,
3. Prinsip Belajar
Prinsip belajar adalah konsep-konsep ataupun asas yang harus diterapkan di dalam
proses belajar mengajar ini mengandung maksud bahwa pendidik akan dapat melaksanakan
tugas dengan baik apabila bila guru dapat menerapkan cara mengajar sesuai dengan prinsip-
prinsip belajar. Menurut Slameto (2013: 27-28) prinsip-prinsip belajar adalah landasan
berpikir, landasan berpijak dan sumber motivasi, dengan harapan tujuan pembelajaran
tercapai dalam tumbuhnya proses belajar antar peserta didik dan pendidik yang dinamis.
1) Dalam belajar setiap siswa harus diusahakan partisipasi aktif, meningkatkan minat, dan
2) Belajar harus dapat menimbulkan motivasi yang kuat pada siswa untuk tercapai tujuan.
3) Belajar perlu lingkungan yang menantang dimana bereksplorasi dan belajar dengan efektif.
1) Belajar bersifat keseluruhan dan materi itu harus memiliki struktur, penyajian yang
2) Belajar harus dapat mengembangkan kemampuan tertentu sesuai dengan tujuan yang harus
dicapai.
3) Belajar memerlukan sarana yang cukup sehingga siswa dapat belajar dengan tenang.
10
Jigsaw pertama kali dikembangkan dan diujicobakan oleh Elliot Aronson dan teman-
teman di Universitas Texas, dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan teman-teman di
Teknik mengajar Jigsaw dikembangkan oleh Aronson et. al. sebagai metode
Dalam teknik ini, guru memperhatikan skemata atau latar belakang pengalaman siswa
dan membantu siswa mengaktifkan skemata ini agar bahan pelajaran menjadi lebih
bermakna. Selain itu, siswa bekerja sama dengan sesama siswa dalam suasana gotong royong
keterampilan berkomunikasi.
yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas
penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengajarkan materi tersebut kepada anggota
kooperatif dimana siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4 – 6 orang secara
heterogen dan bekerja sama saling ketergantungan yang positif dan bertanggung jawab atas
ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan materi tersebut
pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari
materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi
tersebut pada anggota kelompoknya yang lain. Dengan demikian, “siswa saling tergantung
11
satu dengan yang lain dan harus bekerja sama secara kooperatif untuk mempelajari materi
Para anggota dari tim-tim yang berbeda dengan topik yang sama bertemu untuk
diskusi (tim ahli) saling membantu satu sama lain tentang topic pembelajaran yang
ditugaskan kepada mereka. Kemudian siswa-siswa itu kembali pada tim / kelompok asal
untuk menjelaskan kepada anggota kelompok yang lain tentang apa yang telah mereka
Pada model pembelajaran kooperatif teknik Jigsaw, terdapat kelompok asal dan
kelompok ahli. Kelompok asal yaitu kelompok induk siswa yang beranggotakan siswa
dengan kemampuan, asal, dan latar belakang keluarga yang beragam. Kelompok asal
merupakan gabungan dari beberapa ahli. Kelompok ahli yaitu kelompok siswa yang terdiri
dari anggota kelompok asal yang berbeda yang ditugaskan untuk mempelajari dan mendalami
topik tertentu dan menyelesaikan tugas-tugas yang berhubungan dengan topiknya untuk
Hubungan antara kelompok asal dan kelompok ahli digambarkan sebagai berikut (Arends,
1997)
Kelompok Asal
12
Kelompok Ahli
Guru membagi suatu kelas menjadi beberapa kelompok, dengan setiap kelompok
terdiri dari 4 – 6 siswa dengan kemampuan yang berbeda. Kelompok ini disebut
kelompok asal. Jumlah anggota dalam kelompok asal menyesuaikan dengan jumlah
bagian materi pelajaran yang akan dipelajari siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran
yang akan dicapai. Dalam teknik Jigsaw ini, setiap siswa diberi tugas mempelajari
salah satu bagian materi pembelajaran tersebut. Semua siswa dengan materi
pembelajaran yang sama belajar bersama dalam kelompok yang disebut kelompok
kepada temannya jika kembali ke kelompok asal. Kelompok asal ini oleh Aronson
disebut kelompok Jigsaw (gigi gergaji). Misal suatu kelas dengan jumlah 40 siswa
dan materi pembelajaran yang akan dicapai sesuai dengan tujuan pembelajarannya
terdiri dari 5 bagian materi pembelajaran, maka dari 40 siswa akan terdapat 5
kelompok ahli yang beranggotakan 8 siswa dan 8 kelompok asal yang terdiri dari 5
siswa. Setiap anggota kelompok ahli akan kembali ke kelompok asal memberikan
informasi yang telah diperoleh atau dipelajari dalam kelompok ahli. Guru
memfasilitasi diskusi kelompok baik yang ada pada kelompok ahli maupun kelompok
asal.
13
Setelah siswa berdiskusi dalam kelompok ahli maupun kelompok asal, selanjutnya
kelompok untuk menyajikan hasil diskusi kelompok yang telah dilakukan agar guru
berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke
Materi sebaiknya secara alami dapat dibagi menjadi beberapa bagian materi
pembelajaran.
Perlu diperhatikan bahwa jika menggunakan Jigsaw untuk belajar materi baru maka
perlu dipersiapkan suatu tuntunan dan isi materi yang runtut serta cukup sehingga
berjalan kurang lancar. Hal ini disebabkan karena adanya beberapa masalah yang dapat
terjadi. Masalah-masalah jigsaw didalam kelas dapat muncul oleh adanya siswa yang
dominan, siswa yang dominan akan terlalu banyak bicara dan mengontrol kelompoknya.
14
mempresentasikan pendapatnya.Dari siswa yang pandai masalah yang muncul mungkin akan
Meskipun tidak berakibat fatal, permasalahan ini bisa sering terjadi waktu penerapan
www.jigsaw.org) dalam jigsaw ada jalan tersendiri untukmengatasi masalah tersebut antara
lain :
Siswa dalam kelas jigsaw mendapat giliran untuk menjadi pemimpin diskusi
danmereka akan menyadari bahwa kerja kelompok akan lebih efektif setiap siswa
mengurangidominasi.
ahli ini. Biasanyakelompok dapat mengatasi masalahnya sendiri sehingga guru tidak
Model inimenguatkan rasa suka siswa terhadap sekolah baik siswa pandai maupun
siswa lambat.Siswa yang pandai akan mendapat giliran untuk memposisikan diri
15
mereka menjadi“pengajar”. Hal ini akan memacu mereka untuk lebih giat belajar dan
Selain itu, adajuga hal-hal yang dapat menghambat proses pembelajaran terutama
2. Jumlah siswa yang terlalu banyak yang mengakibatkan perhatian guru terhadap proses
pembelajaran relatif kecil sehingga yang hanya segelintir orang yang menguasai arena
5. Terbatasnya pengetahuan siswa akan sistem teknologi dan informasi yang dapat
Agar pelaksanaan pembelajaran kooperatif dapat berjalan dengan baik, maka upaya
2. Pembagian jumlah siswa yang merata, dalam artian tiap kelas merupakan kelas
heterogen.
5. Mensosialisasikan kepada siswa akan pentingnya sistem teknologi dan informasi yang
pembelajaran kooperatif adalah adanya keterlibatan seluruh peserta didik dalam suatu
kelompok yang terstruktur. Struktur kelompok tersebut meliputi struktur tugas,. Struktur
Struktur tugas mengacu kepada organisasi kerja dalam kelompok yang tercermin
salah satunya dari pembagian kerja (peran dan tanggung jawab anggota kelompok).
Strukur tujuan mengacu kepada orientasi kelompok dalam mencapai tujuan (yaitu prestasi
dan keberhasilan kelompok). Struktur ini dapat terlihat dari adanya saling ketergantungan
dan kontribusi serta partisipasi yang merata. Mencapai tujuan merupakan semangat
Struktur penghargaan mengacu pada prestasi kelompok sebagai prestasi setiap anggota
Dalam penerapan pembelajaran kooperatif, dua atau lebih individu saling berinteraksi
dan bekerja sama untuk mencapai tujuan. Agar peserta didik dapat memahami pentingnya
“sepenanggungan bersama”.
b. Peserta didik bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya seperti milik
mereka sendiri.
c. Peserta didik harus melihat bahwa semua anggota di dalam kelompoknya memiliki
d. Peserta didik harus membagi tugas dan tanggung jawab yang sama di antara anggota
kelompoknya.
e. Peserta didik akan dievaluasi atau diberikan hadiah/penghargaan yang juga akan
g. Peserta didik diminta pertanggungjawabnya secara individu materi yang ditangani dalam
kelompok kooperatif.
peserta didik untuk belajar memberi dan menerima, mengambil dan menerima
tanggung jawab, menghormati hak orang lain dan membentuk kesadaran diri.
mampu mengkondisikan dan memformulasikan kegiatan belajar peserta didik dalam interaksi
yang aktif interaktif dalam suasana kebersamaan. Kebersamaan ini bukan saja di dalam kelas,
a. para siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka “ tenggelam atau berenang
bersama”;
b. para siswa harus memiliki tanggung jawab terhadap siswa atau siswa lain dalam
kelompoknya, selain tanggung jawab terhadap diri sendiri dalam mempelajari materi
yang dihadapi;
c. para siswa harus berpendapat bahwa mereka semua memiliki tujuan yang sama;
d. para siswa membagi tugas dan berbagi tanggung jawab di antara para anggota
kelompok;
e. para siswa diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang akan ikut berpengaruh
g. setiap siswa akan diminta mempertanggung jawabkan secara individual materi yang
Roger dan David (Agus Suprijono, 2009: 58) mengatakan bahwa tidak semua
belajar kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif. Untuk mencapai hasil yang
maksimal, lima unsur dalam model pembelajaran kooperatif harus diterapkan. Lima unsur
kelompok. Kedua, menjamin semua anggota kelompok secara individu mempelajari bahan
menjadi pribadi yang kuat. Tanggungjawab perseorangan adalah kunci untuk menjamin
semua anggota yang diperkuat oleh kegiatan belajar bersama. Artinya, setelah mengikuti
kelompok belajar bersama, anggota kelompok harus dapat menyelesaikan tugas yang sama.
Unsur ini penting karena dapat menghasilkan saling ketergantungan positif. Ciri–ciri
interaksi promotif adalah saling membantu secara efektif dan efisien, saling memberikan
informasi dan sarana yang diperlukan, memproses informasi bersama secara lebih efektif dan
adalah saling mengenal dan mempercayai, mampu berkomunikasi secara akurat dan tidak
ambisius, saling menerima dan saling mendukung, serta mampu menyelesaikan konflik
secara konstruktif.
diidentifikasi dari urutan atau tahapan kegiatan kelompok dan kegiatan dari anggota
kelompok. Siapa di antara anggota kelompok yang sangat membantu dan siapa yang tidak
memberikan kontribusi terhadap kegiatan kolaboratif untuk mencapai tujuan kelompok. Ada
dua tingkat pemrosesan yaitu kelompok kecil dan kelas secara keseluruhan.
kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil yang saling membantu
satu sama lain. Kelas disusun dalam kelompok yang terdiri dari 4-5 siswa dengan
kemampuan yang heterogen. Maksud kelompok heterogen adalah terdiri dari campuran
kemampuan siswa, jenis kelamin, dan suku. Hal ini bermanfaat untuk melatih siswa
menerima perbedaan dan bekerja dengan teman yang berbeda latar belakangnya.
Isjoni (2009: 17) menguraikan bahwa pada pembelajaran kooperatif yang diajarkan
adalah keterampilan-keterampilan khusus agar dapat bekerja sama dengan baik di dalam
kelompoknya, seperti menjadi pendengar yang baik, siswa diberi lembar kegiatan yang berisi
21
pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk diajarkan. Selama kerja kelompok, tugas
konstruktivis dalam pengajaran secara khusus membuat belajar kooperatif ekstensif, secara
teori siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit apabila
merubah peran guru dari peran yang berpusat pada gurunya ke pengelolaan siswa dalam
tiap-tiap siswa terjadi secara optimal. Terkait dengan model pembelajaran ini, Ismail (2003:
Fase
ke- Indikator Tingkah Laku Guru
kooperatif yang mendorong siswa aktif dan saling membantu dalam menguasai materi
pelajaran untuk mencapai prestasi yang maksimal (Isjoni 2010: 54). Jigsaw pertama kali
beberapa kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 orang. Setiap kelompok diberi informasi yang
membahas salah satu topik dari materi pelajaran mereka saat itu (Huda 2011: 120).
kooperatif tipe jigsaw, siswa bekerja kelompok selama dua kali, yakni dalam kelompok
mereka sendiri dan dalam kelompok ahli. Perkumpulan siswa yang memiliki bagian
informasi yang sama dikenal dengan istilah kelompok “ahli”. Dalam kelompok “ahli” ini
23
masing-masing siswa saling berdiskusi dan mencari cara terbaik bagaimana menjelaskan
bagian informasi itu kepada teman-teman satu kelompoknya yang semula. Setelah diskusi
selesai, semua siswa dalam kelompok “ahli” ini kembali ke kelompoknya yang semula, dan
masing-masing dari mereka mulai menjelaskan bagian informasi tersebut kepada teman-
Jigsaw merupakan strategi yang menarik untuk digunakan, jika materi yang akan
dipelajari dapat dibagi menjadi beberapa bagian dan materi tersebut tidak mengharuskan
urutan penyampaian. Penggunaan jigsaw dalam pembelajaran IPA materi Bumi dan Alam
Semesta untuk siswa kelas V merupakan pilhan yang tepat. Hal ini dikarenakan materi yang
terdapat di dalamnya cukup banyak, dapat dibagi menjadi beberapa bagian, dan tidak
mengharuskan urutan penyampaian materi. Selain itu, jigsaw juga dapat mengaktifkan siswa
Dalam konsep jigsaw, semua siswa harus bisa mendapatkan kesempatan dalam
proses belajar supaya semua pemikiran siswa dapat diketahui (Amri dan Ahmadi 2010: 180).
Kelebihan strategi ini yaitu dapat melibatkan seluruh siswa dalam belajar dan sekaligus
mengajarkan kepada orang lain (Zaini dkk 2008:56). Model jigsaw dapat digunakan secara
efektif di tiap level, di mana siswa telah mendapatkan keterampilan akademis dari
pemahaman, membaca atau keterampilan kelompok untuk belajar bersama (Isjoni 2011: 58).
Asmani (2011:42):
1. Siswa dikelompokkan ke dalam empat tim atau sesuai dengan bahan atau materi yang
akan dibagikan.
4. Anggota dari tim yang berbeda, yang telah mempelajari bagian materi yang sama
bertemu dalam kelompok baru (kelompok ahli) untuk mendiskusikan bagian materi
5. Setelah selesai berdiskusi, sebagai tim ahli, tiap anggota kembali ke kelompok asal
dan bergantian mengajar teman satu tim mereka tentang materi yang mereka kuasai.
6. Tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi mereka di depan kelas untuk
7. Guru memberikan evaluasi kepada seluruh siswa, yang mencakup seluruh materi yang
didiskusikan siswa.
1. Kelebihan :
b. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga
ditugaskan.
2. Kekurangan :
25
c. Membutuhkan waktu yang lebih lama, apalagi bila penataan ruang belum
terkondisi dengan baik sehingga perlu waktu untuk merubah posisi yang dapat
menimbulkan kegaduhan.
1. Penelitian yang dilakukan oleh Herlina Hariani Sasti yang berjudul “Implementasi Model
kerjasama.
2. Penelitian yang relevan telah dilakukan oleh Tatik Riyanti yang berjudul “Penerapan
Hasil Belajar Akutansi Siswa Kelas XB SMK N I Pedan Klaten Ajaran 2008/2009”. Hasil
C. Kerangka Berpikir
Belajar merupakan suatu proses aktif bukan suatu proses pasif, artinya kondisi belajar
berhubungan dengan hasil yang diharapkan. Proses ini mungkin lebih berhasil jika dalam
pelaksanaan proses belajar digunakan pendekatan pembelajaran yang sesuai, serta diarahkan
26
pada kegiatan yang menyenangkan siswa dengan tujuan tepat, efektif dan efesien dengan
memperhatikan tingkat perkembangan intelektual siswa.. Oleh karena itu, peneliti mencoba
Jigsaw. Melalui model pembelajaran Cooperative Learning tipe Jigsaw ini siswa dapat lebih
mandiri dan dapat berperan aktif dalam proses pembelajaran di kelas. Peran guru dalam hal
ini hanya mengkoordinasi kegiatan belajar mengajar, menciptakan suasana kelas yang
kondusif dan membantu siswa yang mengalami kesulitan. Melalui model pembelajaran
dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat Peningkatan Hasil
Belajar Teknologi Mekanik Pada Siswa Kelas X Teknik Permesinan SMK Negeri 1 Percut
D. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan deskripsi teori, penelitian yang relavan, dan kerangka berpikir diatas,
dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut : Peningkatan Hasil Belajar Teknologi
Mekanik Melalui Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Pada Siswa Kelas
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian ini akan dilaksanakan di SMK Negeri 1 Percut Sei Tuan Jalan Kolam No 2.
Kenangan Baru, Percut Sei Tuan Tahun Ajaran 2017/2018. Penelitian ini akan dilaksanakan
di kelas X Program Keahlian Teknik Permesinan pada semester ganjil Tahun ajaran
1. Subjek Penelitian
Dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah siswa kelas X Teknik
Permesinan di SMK SMK Negeri 1 Percut Sei Tuan Jalan Kolam No 2. Kenangan Baru,
2. Objek Penelitian
Objek Penelitian ini adalah penerapan model pembeajaran kooperatif tipe Jigsaw
untuk Penerapan Model pembelajaran Kooperatif tipe jigsaw untuk meningkatkan hasil
belajar teknologi mekanik materi ilmu bahan pada siswa kelas X teknik permesinan SMK
C. Desain Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan dalam kelas menurut Rochiati
berdaur, yang terdiri dari empat tahap yaitu perencanaan (plan), pelaksanaan (action),
(Ariknto, 2014:17)
D. Prosedur Penelitian
1. Perencanaan
tersebut, perlu dipertimbangkan tindakan khusus apa yang dilakukan, apa tujuannya.
Mengenai apa, siapa melakukan, bagaimana melakukan, dan apa hasil yang
dalam bentuk rencana yang dirinci. Kemudian gagasan-gagasan itu diperhalus, hal-hal yang
tidak penting dihilangkan, pusatkan perhatian pada hal yang paling penting dan bermanfaat
bagi upaya perbaikan yang dipikirkan. Sebaiknya perencanaan tersebut didiskusikan dengan
teman sejawat untuk memperoleh masukan, dan sebelum direncanakan disimulasikan dulu
bersama teman sejawat. Peniliti menyusun kegiatan tes untuk mengetahui kemampuan awal
dan kemampuan akhir siswa setelah proses pembelajaran. Selanjutnya peneliti membuat
lembar observasi.
29
2. Pelaksanaan Tindakan
matang, maka proses tindakan semata-mata merupakan pelaksanaan perencanaan itu. Namun,
kenyataan dalam praktik tidak sesederhana yang dipikirkan. Oleh sebab itu, pelaksanaan
tindakan boleh jadi berubah atau dimodifikasi sesuai dengan keperluan di lapangan. Tetapi
jangan sampai modifikasi yang dilakukan terlalu jauh menyimpang. Jika perencanaan yang
kembali sesuai dengan fakta baru yang diperoleh. Rencana Pelaksaana Pembelajaran (RPP)
3. Pengamatan
Hal yang tidak bisa dilupakan, bahwa sambil melakukan tindakan hendaknya juga
dilakukan pemantauan secara cermat tentang apa yang terjadi. Dalam pemantauan itu,
lakukan pencatatan-pencatatan sesuai dengan form yang telah disiapkan. Catat pula gagasan-
gagasan dan kesan-kesan yang muncul, dan segala sesuatu yang benar-benar terjadi dalam
dilakukan oleh guru lain. Disinilah letak kerja kolaborasi antar profesi. Namun, jika petugas
pemantau itu bukan rekanan peneliti, sebaiknya diadakan sosialisasi materi pemantauan
untuk menjaga agar data yang dikumpulkan tidak terpengaruh minat pribadinya. Untuk
memperoleh data yang lebih obyektif, guru dapat menggunakan alat-alat optik atau
elektronik, seperti kamera, perekam video, atau perekam suara. Pada setiap kali akan
direncanakan. Jika observasi berfungsi untuk mengenali kualitas proses tindakan, maka
evaluasi berperan untuk mendeskripsikan hasil tindakan yang secara optimis telah
4. Refleksi
Refleksi adalah suatu upaya untuk mengkaji apa yang telah terjadi, yang telah
dihasilkan, atau apa yang belum dihasilkan, atau apa yang belum tuntas dari langkah atau
upaya yang telah dilakukan. Dengan perkataan lain, refleksi merupakan pengkajian terhadap
keberhasilan atau kegagalan pencapaian tujuan. Untuk maksud ini, guru hendaknya terlebih
dahulu menentukan criteria keberhasilan. Dalam hal ini, jika nilai siswa 75 telah mencapai
criteria ketuntansan minimum, maka penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw
Keempat tahap dalam penelitian tindakan tersebut adalah unsur untuk membentuk
sebuah siklus, yaitu satu putaran kegiatan beruntun, dari tahap penyusunan rancangan sampai
dengan refleksi, yang tidak lain adalah evaluasi. Apabila dikaitkan dengan “bentuk tindakan”
sebagaimana disebutkan dalam uraian ini, maka yang dimaksud dengan bentuk tindakan
adalah siklus tersebut. Jadi bentuk penelitian tindakan tidak pernah merupakan kegiatan
tunggal tetapi selalu berupa rangkaian kegiatan yang akan kembali ke asal, yaitu dalam
Tabel 3.
tindakan pada siklus II dari materi dan jenis-jenis ilmu bahan mata
Observasi yang dilakukan pelajaran teknologi mekanik sebagai dasar
b. Guru melakukan evaluasi apakah pedoman perlu tidaknya dilakukan tindakan
perlu tindakan pengembangan untuk siklus berikutnya
untuk dasar siklus berikutnya
Defenisi operasional dan variable dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
pembelajaran diberikan kepada siswa dalam bentuk teks. Setiap anggota bertanggung
2. Variabel terikat yaitu hasil belajar Teknologi Mekanik pada materi ilmu bahan.
Hasil belajar Teknologi Mekanik pada materi ilmu bahan adalah kemampuan yang
dimiiliki siswa berupa pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diperoleh setelah
siswa selesai mengikuti proses pembelajaran yang dapat dilihat dari perubahan
tinglah laku yaitu mampu dan terampil mengenal dan mengetahui berbagai macam
1. Tes
Pada paradigma kuantitatif digunakan untuk data hasil belajar siswa sesuai dengan
kompetensi yang telah ditetapkan dalam bentuk tes kognitif. Tes kognitif hasil belajar
siswa adalah seperangkat tes kognitif dalam bentuk objektif tes dengan pilihan berganda
sebanyak 40 soal dengan empat option pilihan dimana jawaban benar diberi 1 (satu) dan
34
jawaban yang salah diberiskor 0 (nol), dimana yang telah di sempurnakan dengan uji coba
instrument di peroleh soal yang valid sebanyak 34 soal dan tidak valid 6 soal. Untuk
memperoleh data hasil belajar pada kompetensi yang ditentukan dengan kreteria
Kriteria Penilaian :
75 - 82 B = Tuntas
2. Observasi
belajar siswa dalam proses belajar mengajar dengan penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw. Adapun format Observasi yang dirancangn peneliti dalam
Tabel 4.
NILAI/Deskriptor
URAIAN KEGIATAN INSTRUKSIONAL
Membuka Pelajaran
Persiapan dan
siswa
Deskripsi Singkat
Mengemukakan tujuan
pembelajaran
Diskusi I
Jigsaw
Diskusi II
Jigsaw
Penilaian
PENUTUP
Menutup pembelajaran
36
Dimana :
Tabel 5
NILAI/Deskriptor
URAIAN KEGIATAN INSTRUKSIONAL
pembukaan Pelajaran
PENDAHULUAN
Persiapan dan
Siswa termotivasi
Deskripsi Singkat
Siswa mengerti tujuan
pembelajaran
Mendengarkan dan
kerja kelompok
evaluasi
PENUTUP
pembelajaran
Dimana :
3. Peneliti membuat tanda coreng pada kolom menandai aspek yang akan diobservasi
1. Hasil Belajar
Untuk memperoleh gambaran umum tentang pengetahuan awal dan hasil belajar akhir,
diperoleh dari data pre tes dan post tes. Tes yang berbentuk pilihan berganda yang terdiri dari
38
4 (empat) pilihan dimana jawaban benar diberi 1 (satu) dan jawaban yang salah diberiskor 0
(nol).
Selanjutnya untuk hasil belajar dilakukan dengan menganalisis nilai rata-rata tes.
Kategori penilian tes dilakukan berdasarkan standar penilaian yang digunakan sekolah
sebagai berikut :
kompetensi dasar pada penilitian ini, maka seorang siswa dikatakan tuntas atau mencapai
Kriteria Penilaian :
75 - 82 B = Tuntas
Sementara itu untuk ketuntasan belajar secara klasikal menurut Arikunto (2006),
∑𝑛𝑖
𝑃𝐾𝐾 = 𝑥 100 %
∑𝑁
Keterangan :
Suau kelas dikatakan berhasil jika presentasi siswa tuntas dalam kelas tersebut (PKK)
≥ 75 %
2. Aktivitas belajar
Data aktivitas dan kemampuan siswa selama pembelajaran diamati oleh peneliti dan
Kriteria Penilaian :
Dalam penelitian ini, ada dua jenis data yang dapat dikumpulkan oleh peneliti
yakni:
1. Data kuantitatif (nilai hasil belajar siswa), yaitu data dianalisis secara deskriptif.
2. Data kualitatif, yaitu data berupa informasi berbentuk kalimat yang member
gambaran tentang ekspresi siswa berkaitan dengan tingkat pemahaman terhadap suatu
materi pelajaran (kognitif), pandangan atau sikap siswa terhadap model pembelajaran
DAFTAR PUSTAKA
Kagan, S. 1992. Cooperative Learning. San Juan Capistrano: Kagan Cooperative Learning.
Nana Syaodih Sukmadinata. (2004). Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung : PT.
Remaja Rosdakarya.
jigsaw.html
Slameto. (2013). Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta : Rineka Cipta.
Slavin, Robert. 2002. Cooperative Learning Theory. Research and Prctice. Boston: Aiiyn and
Bacon.
Suyono & Hariyanto. (2014). Belajar dan Pembelajaran. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Syaiful Bahri Djamarah. (2013). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Wiriaatmadja, Rochiati. 2006. Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya