Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

Tuberkulosis (TB) pada anak merupakan masalah khusus yang berbeda dengan

TB pada orang dewasa. Perkembangan penyakit TB pada anak saat ini sangat

pesat. Sekurang-kurangnya 500.000 anak di dunia menderita TB setiap tahun. Di

Indonesia proporsi kasus TB Anak di antara semua kasus TB yang ternotifikasi

dalam program TB berada dalam batas normal yaitu 8-11 %, tetapi apabila dilihat

pada tingkat provinsi sampai fasilitas pelayanan kesehatan menunjukkan variasi

proporsi yang cukup lebar yaitu 1,8 – 15,9%. Menurut World Health Organization

TB merupakan penyakit infeksi yang paling banyak menyebabkan kematian pada

anak. Kematian akibat TB lebih banyak daripada kematian akibat malaria dan

AIDS.

Untuk menangani permasalahan TB anak telah diterbitkan berbagai panduan

tingkat global. TB pada anak saat ini merupakan salah satu komponen penting

dalam pengendalian TB, dengan pendekatan pada kelompok risiko tinggi, salah

satunya adalah anak mengingat TB merupakan salah satu penyebab utama

kematian pada anak dan bayi di negara endemis TB.


2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Tuberculosis Paru

Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit yang diketahui banyak

menginfeksi manusia yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis

kompleks. Penyakit ini biasanya menginfeksi paru. Transmisi penyakit

biasanya melalaui saluran nafas yaitu melalui droplet yang dihasilkan oleh

pasien yang terinfeksi TB paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis

yang menyerang jaringan (parenkim) paru, tidak termasuk pleura (selaput

paru) dan kelenjar pada hilus.

2.2 Etiologi

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh

infeksi kuman (basil) Mycobacterium tuberculosis. Basil tuberkulosis

berbentuk batang ramping lurus, tapi kadang-kadang agak melengkung,

dengan ukuran panjang 2 μm-4 μm dan lebar 0,2 μm–0,5 μm. Organisme

ini tidak bergerak, tidak membentuk spora, dan tidak berkapsul, bila

diwarnai akan terlihat berbentuk manik-manik atau granuler. Sebagian


3

besar basil tuberkulosis menyerang paru, tetapi dapat juga menyerang

organ tubuh lain. Mycobacterium tuberculosis merupakan mikobakteria

tahan asam dan merupakan mikobakteria aerob obligat dan mendapat

energi dari oksidasi berbagai senyawa karbon sederhana. Dibutuhkan

waktu 18 jam untuk menggandakan diri dan pertumbuhan pada media

kultur biasanya dapat dilihat dalam waktu 6-8 minggu.

2.3 Epidemiologi

Epidemiologi Tuberkulosis adalah rangkaian gambaran informasi yang

menjelaskan beberapa hal terkait orang, tempat, waktu dan lingkungan.

Secara sistematis dan informatif menguraikan sejarah penyakit

tuberkulosis, prevalens tuberkulosis, kondisi infeksi tuberkulosis dan cara/

risiko penularan serta upaya pencegahannya. TB Anak adalah penyakit TB

yang terjadi pada anak usia 0-14 tahun.

Cara Penularan:

• Sumber penularan adalah pasien TB paru BTA positif, baik dewasa

maupun anak.

• Anak yang terkena TB tidak selalu menularkan pada orang di sekitarnya,

kecuali anak tersebut BTA positif atau menderita adult type TB.

• Faktor risiko penularan TB pada anak tergantung dari tingkat penularan,

lama pajanan, daya tahan pada anak. Pasien TB dengan BTA positif

memberikan kemungkinan risiko penularan lebih besar daripada pasien TB

dengan BTA negatif.


4

• Pasien TB dengan BTA negatif masih memiliki kemungkinan

menularkan penyakit TB. Tingkat penularan pasien TB BTA positif adalah

65%, pasien TB BTA negatif dengan hasil kultur positif adalah 26%

sedangkan pasien TB dengan hasil kultur negatif dan foto Toraks positif

adalah 17%.

2.4 Patogenesis dan Patofisiologi

Kebanyakan infeksi TB terjadi melalui udara, yaitu melalui inhalasi

droplet saluran nafas yang mengandung kuman – kuman basil tuberkel

yang berasal dari orang yang terinfeksi. Basil tuberkel yang mencapai

permukaan alveolus biasanya diinhalasi sebagai suatu unit yang terdiri dari

satu sampai tiga basil. Setelah berada dalam ruang alveolus, biasanya

dibagian bawah lobus atas paru atau dibagian atas lobus bawah, basil

tuberkel membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear

tampak pada tempat tersebut dan memfagosit bakteri tersebut, namun tidak

membunuh organisme tersebut. Sesudah hari-hari pertama, leukosit diganti

oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi.

Bakteri terus difagositatau berkembang biak di dalam sel. Basil juga

menyebar melalui getah bening menuju ke kelenjar getah bening regional.

Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan

Universitas Sumatera Utara sebagian bersatu sehingga membentuk sel

tuberkel epiteloid, yang dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini biasanya

membutuhkan waktu 10 sampai 20 hari. Kuman yang bersarang di


5

jaringan paru akan berbentuk sarang tuberkulosis pneumoni kecil dan

disebut sarang primer atau fokus Ghon. Dari sarang primer akan timbul

peradangan saluran getah bening menuju hilus dan juga diikuti

pembesaran kelenjar getah bening hilus. Semua proses ini memakan waktu

3-8 minggu. Kompleks primer ini selanjutnya dapat menjadi :

a. Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat.

b. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik,

kalsifikasi di hilus dan dapat terjadi reaktivasi lagi karena kuman yang

dormant.

c. Berkomplikasi dan menyebar

Kuman yang dormant akan muncul bertahun-tahun kemudian sebagai

infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa. TB sekunder ini dimulai

dengan sarang dini yang berlokasi di region atas paru. Sarang dini ini

mula-mula juga berbentuk tuberkel yakni suatu granuloma yang dikelilingi

oleh sel-sel limfosit dan berbagai jaringan ikat. Sarang dini yang meluas

sebagai granuloma berkembang menghancurkan jaringan ikat sekitar dan

bagian tengahnya mengalami nekrosis menjadi lembek membentuk

perkejuan. Bila jaringan perkejuan dibatukkan, akan menimbulkan kavitas.


6

*Catatan:

1. Penyebaran hematogen umumnya terjadi secara sporadik (occult

hematogenic spread). Kuman TB kemudian membuat fokus koloni di

berbagai organ dengan vaskularisasi yang baik. Fokus ini berpotensi

mengalami reaktivasi di kemudian hari.

2. Kompleks primer terdiri dari fokus primer (1), limfangitis (2), dan

limfadenitis regional (3).

3. TB primer adalah kompleks primer dan komplikasinya.

4. TB pasca primer terjadi dengan mekanisme reaktivasi fokus lama TB

(endogen) atau reinfeksi (infeksi sekunder) oleh kuman TB dari luar

(eksogen), ini disebut TB tipe dewasa (adult type TB)


7

2.5 Manifestasi Klinis

Tuberkulosis paru paling sering terkena adalah paru. Gejala klinis penyakit

ini dapat berupa gejala sistemik/umum atau sesuai organ terkait. Perlu

ditekankan bahwa gejala klinis TB pada anak tidak khas, karena gejala

serupa juga dapat disebabkan oleh berbagai penyakit selain TB.

Gejala sistemik/umum TB anak adalah sebagai berikut:

1. Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau berat badan tidak naik

dengan adekuat atau tidak naik dalam 1 bulan setelah diberikan upaya

perbaikan gizi yang baik.

2. Demam lama (≥2 minggu) dan/atau berulang tanpa sebab yang jelas

(bukan demam tifoid, infeksi saluran kemih, malaria, dan lain-lain).

Demam umumnya tidak tinggi. Keringat malam saja bukan merupakan

gejala spesifik TB pada anak apabila tidak disertai dengan gejala-gejala

sistemik/umum lain.

3. Batuk lama ≥3 minggu, batuk bersifat non-remitting (tidak pernah reda

atau intensitas semakin lama semakin parah) dan sebab lain batuk telah

dapat disingkirkan.

4. Nafsu makan tidak ada (anoreksia) atau berkurang, disertai gagal

tumbuh (failure to thrive).

5. Lesu atau malaise, anak kurang aktif bermain.

6. Diare persisten/menetap (>2 minggu) yang tidak sembuh dengan

pengobatan baku diare.


8

2.5.1 Diagnosis TB pada anak dengan Sistem Skoring

Dalam menegakkan diagnosis TB anak, semua prosedur diagnostik

dapat dikerjakan, namun apabila dijumpai keterbatasan sarana

diagnostik yang tersedia, dapat menggunakan suatu pendekatan lain

yang dikenal sebagai sistem skoring. Sistem skoring tersebut

dikembangkan diuji coba melalui tiga tahap penelitian oleh para

ahli yang IDAI, Kemenkes dan didukung oleh WHO dan disepakati

sebagai salah satu cara untuk mempermudah penegakan diagnosis

TB anak terutama di fasilitas pelayanan kesehatan dasar.

Sistem skoring (scoring system) gejala dan pemeriksaan penunjang TB di

fasyankes
9

Sistem skoring (scoring system) diagnosis TB membantu tenaga

kesehatan agar tidak terlewat dalam mengumpulkan data klinis maupun

pemeriksaan penunjang sederhana sehingga diharapkan dapat

mengurangi terjadinya underdiagnosis maupun overdiagnosis. Anak

dinyatakan probable TB jika skoring mencapai nilai 6 atau lebih. Namun

demikian, jika anak yang kontak dengan pasien BTA positif dan uji

tuberkulinnya positif namun tidak didapatkan gejala, maka anak cukup

diberikan profilaksis INH terutama anak balita.

Catatan:

1. Bila BB kurang, diberikan upaya perbaikan gizi dan dievaluasi

selama 1 bulan.

2. Demam (> 2 minggu) dan batuk (> 3 minggu) yang tidak membaik

setelah diberikan pengobatan sesuai baku terapi di puskesmas

3. Gambaran foto toraks mengarah ke TB berupa: pembesaran kelenjar

hilus atau paratrakeal dengan/tanpa infiltrat, atelektasis, konsolidasi

segmental/lobar, milier, kalsifikasi dengan infiltrat, tuberkuloma.

4. Semua bayi dengan reaksi cepat (< 2 minggu) saat imunisasi BCG

harus dievaluasi dengan sistem skoring TB anak.

Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dengan gejala klinis yang

meragukan, maka pasien tersebut dirujuk ke rumah sakit untuk

evaluasi lebih lanjut.


10

2.5.2 Penegakan Diagnosis

Pasien TB anak dapat ditemukan melalui dua pendekatan utama,

yaitu :

1. Investigasi terhadap anak yang kontak erat dengan pasien TB

dewasa aktif dan menular

2. Anak yang datang ke pelayanan kesehatan dengan gejala dan

tanda klinis yang mengarah ke TB. (Gejala klinis TB pada

anak tidak khas).

Berikut ini penegakan diagnosis tuberculosis pada anak:

a. Anamnesis (Subjective)

Anak kecil seringkali tidak menunjukkan gejala walaupun

sudah tampak pembesaran kelenjar hilus pada foto toraks.

Gejala sistemik/umum TB pada anak:

 Nafsu makan tidak ada (anoreksia) atau berkurang, disertai

gagal tumbuh (failure to thrive). Masalah Berat Badan (BB)

yaitu BB turun selama 2-3 bulan berturut-turut tanpa sebab

yang jelas, ATAU BB tidak naik dalam 1 bulan setelah

diberikan upaya perbaikan gizi yang baik ATAU BB tidak

naik dengan adekuat.

 Demam lama (≥2 minggu) dan atau berulang tanpa sebab

yang jelas (bukan demam tifoid, infeksi saluran kemih,

malaria, dan lain lain). Demam umumnya tidak tinggi

(subfebris) dan dapat disertai keringat malam.

 Lesu atau malaise, anak kurang aktif bermain.


11

 Batuk lama atau persisten ≥3 minggu, batuk bersifat non-

remitting (tidak pernah reda atau intensitas semakin lama

semakin parah) dan penyebab batuk lain telah disingkirkan

 Keringat malam dapat terjadi, namun keringat malam saja

apabila tidak disertai dengan gejala-gejala sistemik/umum

lain bukan merupakan gejala spesifik TB pada anak

b. Pemeriksaan Fisis dan Penunjang Sederhana (Objective)

Pemeriksaan Fisik

 Pemeriksaan fisik pada anak tidak spesifik tergantung

seberapa berat manifestasi respirasi dan sistemiknya.

Pemeriksaan Penunjang

 Uji Tuberkulin

Uji tuberkulin cara Mantoux dilakukan dengan

menyuntikkan 0,1 ml PPD RT-23 2TU atau PPD S 5TU,

secara intrakutan di bagian volar lengan bawah. Pembacaan

dilakukan 48−72 jam setelah penyuntikan. Pengukuran

dilakukan terhadap indurasi yang timbul, bukan

hiperemi/eritemanya. Indurasi diperiksa dengan cara palpasi

untuk menentukan tepi indurasi, ditandai dengan pulpen,

kemudian diameter transversal indurasi diukur dengan alat

pengukur transparan, dan hasilnya dinyatakan dalam

milimeter. Jika tidak timbul indurasi sama sekali, hasilnya

dilaporkan sebagai 0 mm, jangan hanya dilaporkan sebagai


12

negatif. Selain ukuran indurasi, perlu dinilai tebal tipisnya

indurasi dan perlu dicatat jika ditemukan vesikel hingga

bula. Secara umum, hasil uji tuberkulin dengan diameter

indurasi ≥10 mm dinyatakan positif tanpa menghiraukan

penyebabnya.

 Foto toraks

Gambaran foto toraks pada TB tidak khas; kelainan-

kelainan radiologis pada TB dapat juga dijumpai pada

penyakit lain. Foto toraks tidak cukup hanya dibuat secara

antero-posterior (AP), tetapi harus disertai dengan foto

lateral, mengingat bahwa pembesaran KGB di daerah hilus

biasanya lebih jelas. Secara umum, gambaran radiologis

yang sugestif TB adalah sebagai berikut:

a. Pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan/tanpa

infiltrat

b. Konsolidasi segmental/lobar

c. Milier

d. Kalsifikasi dengan infiltrat

e. Atelektasis

f. Kavitas

g. Efusi pleura

h. Tuberkuloma
13

2.8 Tatalaksana

Tatalaksana medikamentosa TB Anak terdiri dari terapi (pengobatan) dan

profilaksis (pencegahan). Terapi TB diberikan pada anak yang sakit TB,

sedangkan profilaksis TB diberikan pada anak yang kontak TB (profilaksis

primer) atau anak yang terinfeksi TB tanpa sakit TB (profilaksis

sekunder). Beberapa hal penting dalam tatalaksana TB Anak adalah:

• Obat TB diberikan dalam paduan obat tidak boleh diberikan sebagai

monoterapi.

• Pemberian gizi yang adekuat.

• Mencari penyakit penyerta, jika ada ditatalaksana secara bersamaan.

Berikut ini Alur diagnosis dan tatalaksana TB Anak di Puskesmas


14

Prinsip pengobatan TB anak:

• OAT diberikan dalam bentuk kombinasi minimal 3 macam obat untuk

mencegah terjadinya resistensi obat dan untuk membunuh kuman

intraseluler dan ekstraseluler

• Waktu pengobatan TB pada anak 6-12 bulan. pemberian obat jangka panjang

selain untuk membunuh kuman juga untuk mengurangi kemungkinan

terjadinya kekambuhan

• Pengobatan TB pada anak dibagi dalam 2 tahap:

o Tahap intensif, selama 2 bulan pertama. Pada tahap intensif, diberikan

minimal 3 macam obat, tergantung hasil pemeriksaan bakteriologis dan

berat ringannya penyakit.


15

o Tahap Lanjutan, selama 4-10 bulan selanjutnya, tergantung hasil

pemeriksaan bakteriologis dan berat ringannya penyakit. Selama tahap

intensif dan lanjutan, OAT pada anak diberikan setiap hari untuk

mengurangi ketidakteraturan minum obat yang lebih sering terjadi jika obat

tidak diminum setiap hari.

• Pada TB anak dengan gejala klinis yang berat, baik pulmonal maupun

ekstrapulmonal seperti TB milier, meningitis TB, TB tulang, dan lain-lain

dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan rujukan.

• Pada kasus TB tertentu yaitu TB milier, efusi pleura TB, perikarditis TB, TB

endobronkial, meningitis TB, dan peritonitis TB, diberikan kortikosteroid

(prednison) dengan dosis 1-2 mg/kg BB/hari, dibagi dalam 3 dosis. Dosis

maksimal prednisone adalah 60mg/hari. Lama pemberian kortikosteroid

adalah 2-4 minggu dengan dosis penuh dilanjutkan tappering off dalam

jangka waktu yang sama. Tujuan pemberian steroid ini untuk mengurangi

proses inflamasi dan mencegah terjadi perlekatan jaringan.

• Paduan OAT untuk anak yang digunakan oleh Program Nasional

Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia adalah:

o Kategori Anak dengan 3 macam obat: 2HRZ/4HR

o Kategori Anak dengan 4 macam obat: 2HRZE(S)/4-10HR


16

• Paduan OAT Kategori Anak diberikan dalam bentuk paket berupa obat

Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari

kombinasi 2 atau 3 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan

dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu

pasien.

• OAT untuk anak juga harus disediakan dalam bentuk OAT kombipak untuk

digunakan dalam pengobatan pasien yang mengalami efek samping OAT

KDT.

Paduan OAT Kategori Anak dan peruntukannya secara lebih lengkap sesuai

dengan tabel tabel berikut ini:


17

 Kombinasi dosis tetap OAT KDT (FDC=Fixed Dose Combination)

Untuk mempermudah pemberian OAT sehingga meningkatkan

keteraturan minum obat, paduan OAT disediakan dalam bentuk paket

KDT/ FDC. Satu paket dibuat untuk satu pasien untuk satu masa

pengobatan. Paket KDT untuk anak berisi obat fase intensif, yaitu

 rifampisin (R) 75mg, INH (H) 50 mg, dan pirazinamid (Z) 150 mg,

serta obat fase lanjutan, yaitu R 75 mg dan H 50 mg dalam satu paket.

Dosis yang dianjurkan dapat dilihat pada tabel berikut.

BB > 30 kg diberikan 6 tablet atau menggunakan KDT dewasa

Keterangan:

R: Rifampisin; H: Isoniasid; Z: Pirazinamid

• Bayi di bawah 5 kg pemberian OAT secara terpisah, tidak dalam

bentuk kombinasi dosis tetap, dan sebaiknya dirujuk ke RS rujukan

• Apabila ada kenaikan BB maka dosis/jumlah tablet yang diberikan,

menyesuaikan berat badan saat itu

• Untuk anak obesitas, dosis KDT menggunakan Berat Badan ideal

(sesuai umur). Tabel Berat Badan berdasarkan umur dapat dilihat di

lampiran
18

• OAT KDT harus diberikan secara utuh (tidak boleh dibelah, dan

tidak boleh digerus)

• Obat dapat diberikan dengan cara ditelan utuh, dikunyah/dikulum

(chewable), atau dimasukkan air dalam sendok (dispersable).

• Obat diberikan pada saat perut kosong, atau paling cepat 1 jam

setelah makan

 Apabila OAT lepas diberikan dalam bentuk puyer, maka semua

obat tidak boleh digerus bersama dan dicampur dalam satu puyer

 Tatalaksana pasien yang berobat tidak teratur

Ketidakpatuhan minum OAT pada pasien TB merupakan penyebab

kegagalan terapi.

a. Jika anak tidak minum obat >2 minggu di fase intensif atau > 2

bulan di fase lanjutan DAN menunjukkan gejala TB, beri

pengobatan kembali mulai dari awal.

b. Jika anak tidak minum obat <2 minggu di fase intensif atau <2

bulan di fase lanjutan DAN menunjukkan gejala TB, lanjutkan

sisa pengobatan sampai selesai.

c. Pada pasien dengan pengobatan yang tidak teratur akan

meningkatkan risiko terjadinya TB kebal obat.

 Pengobatan ulang TB anak

Anak yang pernah mendapat pengobatan TB, apabila datang kembali

dengan keluhan gejala TB, perlu dievaluasi apakah anak tersebut


19

benar- benar menderita TB. Evaluasi dapat dilakukan dengan cara

pemeriksaan dahak atau sistem skoring. Evaluasi dengan sistem

skoring harus lebih cermat dan dilakukan di fasilitas rujukan.

Apabila hasil pemeriksaan dahak menunjukkan hasil positif, maka

anak diklasifikasikan sebagai kasus Kambuh. Pada pasien TB anak

yang pernah mendapat pengobatan TB, tidak dianjurkan untuk

dilakukan uji tuberkulin ulang.


20

DAFTAR PUSTAKA

Department of Health and Human Services. 2002. CDC Growth Chart for the
United States: Methods and Development. USA

International Journal of Tuberculosis and Lung Disease. 2004. Jumlah Populasi


berdasarkan usia. 8:627-9

Kemenkes. 2013.Petunjuk Teknis Tata Laksana Klinis Ko-Infeksi TB HIV

Kemenkes. 2011. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis

Depkes-IDAI. 2008. Diagnosis dan Tatalaksana Tuberkulosis Anak, Kelompok


Kerja TB Anak. Jakarta: IDAI

UKK Respirologi PP Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2008. Pedoman Nasional


Tuberkulosis Anak, edisi ke2 dengan revisi. Jakarta: IDAI

WHO. 2006. Guidance for national tuberculosis programmes on yhe management


of tuberculosis in children. USA

WHO. 2009. Dosing instruction for the use of currently available fixed-dose
combination TB medicines for children. USA

WHO. 2006. Ethambutol efficacy and toxicity: literature review and


recommendations for daily and intermittent dosage in children. USA

WHO. 2012. Rapid Advice Treatment of Tuberculosis in Children. USA

WHO. 2012. Draft of Guidance for national tuberculosis programmes on yhe


management of tuberculosis in children, Second edition. USA

Anda mungkin juga menyukai