Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

LABIOSKIZIS DAN LABIOPALLATOSKIZIS

Disusun Oleh:
Nadira As’ad
G99161065
Periode: 15 – 28 Januari 2018

Pembimbing:
Eva Sutyowati Permatasari, drg., Sp.BM, MARS

KEPANITERAAN KLINIK ILMU GIGI DAN MULUT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2018
Labioskizis dan Labiopalatoskizis

Definisi
Labioschisis atau cleft lip atau bibir sumbing adalah suatu kondisi dimana
terdapatnya celah pada bibir atas diantara mulut dan hidung. Kelainan ini dapat
berupa takik kecil pada bagian bibir yang berwarna samapai pada pemisahan
komplit satu atau dua sisi bibir memanjang dari bibir ke hidung. Celah pada satu
sisi disebut labioschisis unilateral, dan jika celah terdapat pada kedua sisi disebut
labioschisis bilateral.
Celah palatum dapat mengenai palatum durum, palatum mole, atau
keduanya. Sebagian cacat akan terjadi sampai batas alveolar dan sebagian
mengenai uvula. Dianjurkan bahwa, selama pemeriksaan awal pada bayi, palatum
diperiksa dengan menggunakan sumber cahaya yang baik, bukan dengan palpasi
jari. Masalah terbesar bagi bayi ini pada awalnya adalah pemberian susu. Jika
terdapat masalah tambahan, yaitu celah palatum, merencanakan agar bayi
dipasang pelat ortodontik dapat mempermudah menyusu, tetapi tindakan ini jelas
tidak menimbulkan stimulus yang sama seperti kontak putting dengan palatum.1

Klasifikasi
Labioschisis diklasifikasikan berdasarkan lengkap/ tidaknya celah yang terbentuk:
 Komplit
 Inkomplit
Dan berdasarkan lokasi/ jumlah kelainan :
 Unilateral
 Bilateral 3
Gambar 1. Klasifikasi Labioschisis

Palatoschisis yang diusulkan oleh Veau dibagi dalam 4 golongan:


a. Golongan I : Celah pada langit-langit lunak
b. Golongan II : Celah pada langit-langit lunak dan keras di belakang
foramen insisivum
c. Golongan III : Celah pada langit-langit lunak dan keras mengenai tulang
alveolar dan bibir pada satu sisi
d. Golongan IV : Celah pada langit-langit lunak dan keras mengenai tulang
alveolar dan bibir pada dua sisi
Klasifikasi Kernahan berdasarkan pada embriologi yang pakai foramen
insisivum sebagai batas yang memisahkan celah pada palatum primer dari
palatum sekunder.Palatum primer terdiri dari bibir atas, tulang alveolar dan
palatum yang terletak dianterior foramen insisivum. Celah komplit pada palatum
primer akan melibatkan semua struktur ini, palatum sekunder terdiri dari palatum
keras dan palatum lunak dibelakang foramen insisivum.2,3
Klasifikasi ini menggunakan metode strip Y. klasifikasi ini dikembangkan
untuk mengatasi kekurangan klasifikasi verbal dan numeric dan memungkinkan
identifikasi kondisi pasien preoperatif secara tepat.2,3

Keterangan
a) Area 1 dan 4 menunjukkan sisi kanan dan kiri bibir
b) Area 2 dan 5 menunjukkan tulang alveolar
c) Area 3 dan 6 menunjukkan daerah palatum di anterior foramen insisivum
d) Area 7 dan 8 menunjukkan palatum keras
e) Area 9 menunjukkan palatum lunak.

Gambarklasifikasi kernahan. Area yang diarsir hijau merupakam area yang


terdapat celah.3

Etiologi
Penyebab terjadinya labioschisis belum diketahui dengan
pasti.Kebanyakan ilmuwan berpendapat bahwa labioschisis muncul sebagai akibat
dari kombinasi faktor genetik dan faktor-faktor lingkungan. Di Amerika Serikat
dan bagian barat Eropa, para peneliti melaporkan bahwa 40% orang yang
mempunyai riwayat keluarga labioschisis akan mengalami labioschisis.
Kemungkinan seorang bayi dilahirkan dengan labioschisis meningkat bila
keturunan garis pertama (ibu, ayah, saudara kandung) mempunyai riwayat
labioschisis. Ibu yang mengkonsumsi alcohol dan narkotika, kekurangan vitamin
(terutama asam folat) selama trimester pertama kehamilan, atau menderita
diabetes akan lebih cenderung melahirkan bayi/ anak dengan labioschisis.3
Menurut Mansjoer dan kawan-kawan, hipotesis yang diajukan antara lain:3
 Insufisiensi zat untuk tumbuh kembang organ selama masa
embrional dalam hal kuantitas (pada gangguan sirkulasi feto-
maternal) dan kualitas (defisiensi asam folat, vitamin C, dan Zn)
 Penggunaan obat teratologik, termasuk jamu dan kontrasepsi
hormonal
 Infeksi, terutama pada infeksi toxoplasma dan klamidia.
 Faktor genetik
Kelainan ini terjadi pada trimester pertama kehamilan,
prosesnya karena tidak terbentuknya mesoderm pada daerah
tersebut sehingga bagian yang telah menyatu (prosesus nasalis
dan maksilaris) pecah kembali.

Gejala
Manifestasi klinis dari kelainan labioschisis dan labiopalatoschisis ntara lain: 3
 Masalah asupan makanan
Merupakan masalah pertama yang terjadi pada bayi penderita
labioschisis.Adanya labioschisis memberikan kesulitan pada bayi
untuk melakukan hisapan pada payudara ibu atau dot.Tekanan
lembut pada pipi bayi dengan labioschisis mungkin dapat
meningkatkan kemampuan hisapan oral. Keadaan tambahan yang
ditemukan adalah reflex hisap dan reflek menelan pada bayi
dengan labioschisis tidak sebaik bayi normal, dan bayi dapat
menghisap lebih banyak udara pada saat menyusu. Memegang
bayi dengan posisi tegak lurus mungkin dapat membantu proses
menyusu bayi. Menepuk-nepuk punggung bayi secara berkala
juga daapt membantu.Bayi yang hanya menderita labioschisis
atau dengan celah kecil pada palatum biasanya dapat menyusui,
namun pada bayi dengan labioplatoschisis biasanya
membutuhkan penggunaan dot khusus.Dot khusus (cairan dalam
dot ini dapat keluar dengan tenaga hisapan kecil) ini dibuat untuk
bayi dengan labio-palatoschisis dan bayi dengan masalah
pemberian makan/ asupan makanan tertentu. Memberi susu
melalui cangkir atau sendok adalah metode alternatif.
 Masalah Dental
Anak yang lahir dengan labioschisis mungkin mempunyai masalah
tertentu yang berhubungan dengan kehilangan, malformasi, dan
malposisi dari gigi geligi pada arean dari celah bibir yang
terbentuk.
 Infeksi telinga
Anak dengan labio-palatoschisis lebih mudah untuk menderita
infeksi telinga karena terdapatnya abnormalitas perkembangan
dari otot-otot yang mengontrol pembukaan dan penutupan tuba
eustachius.
 Gannguan berbicara
Pada bayi dengan labio-palatoschisis biasanya juga memiliki
abnormalitas pada perkembangan otot-otot yang mengurus
palatum mole.Saat palatum mole tidak dapat menutup ruang/
rongga nasal pada saat bicara, maka didapatkan suara dengan
kualitas nada yang lebih tinggi (hypernasal quality of
speech).Meskipun telah dilakukan reparasi palatum, kemampuan
otot-otot tersebut diatas untuk menutup ruang/ rongga nasal pada
saat bicara mungkin tidak dapat kembali sepenuhnya
normal.Anak mungkin mempunyai kesulitan untuk menproduksi
suara/ kata "p, b, d, t, h, k, g, s, sh, and ch", and terapi bicara
(speech therapy) biasanya sangat membantu.
Diagnosis
Pemeriksaan fisik pada bayi baru lahir ditemukan celah pada bibir, langit-langit,
bibir dan langit-langit.

Gambar 2.Bayi dengan kelainan labioskizis dan labiopalatoskizis


beserta hasil perbaikannya.

Penatalaksanaan
Idealnya, anak dengan labioschisis ditatalaksana oleh “team
labiopalatoschisis” yang terdiri dari spesialistik bedah, maksilofasial, terapis
bicara dan bahasa, dokter gigi, ortodonsi, psikoloog, dan perawat spesialis.
Perawatan dan dukungan pada bayi dan keluarganya diberikan sejak bayi tersebut
lahir sampai berhenti tumbuh pada usia kira-kira 18 tahun. Tindakan pembedahan
dapat dilakukan pada saat usia anak 3 bulan. Ada tiga tahap penatalaksanaan
labioschisis yaitu:3
1. Tahap sebelum operasi
Pada tahap sebelum operasi yang dipersiapkan adalah ketahanan
tubuh bayi menerima tindakan operasi, asupan gizi yang cukup
dilihat dari keseimbangan berat badan yang dicapai dan usia yang
memadai. Patokan yang biasa dipakai adalah rule of ten meliputi
berat badan lebih dari 10 pounds atau sekitar 4-5 kg , Hb lebih
dari 10 gr % dan usia lebih dari 10 minggu , jika bayi belum
mencapai rule of ten ada beberapa nasehat yang harus diberikan
pada orang tua agar kelainan dan komplikasi yang terjadi tidak
bertambah parah. Misalnya memberi minum harus dengan dot
khusus dimana ketika dot dibalik susu dapat memancar keluar
sendiri dengan jumlah yang optimal artinya tidak terlalu besar
sehingga membuat bayi tersedak atau terlalu kecil sehingga
membuat asupan gizi menjadi tidak cukup, jika dot dengan besar
lubang khusus ini tidak tersedia bayi cukup diberi minum dengan
bantuan sendok secara perlahan dalam posisi setengah duduk atau
tegak untuk menghindari masuknya susu melewati langit-langit
yang terbelah. Selain itu celah pada bibir harus direkatkan dengan
menggunakan plester khusus non alergenik untuk menjaga agar
celah pada bibir menjadi tidak terlalu jauh akibat proses tumbuh
kembang yang menyebabkan menonjolnya gusi kearah depan
(protrusio pre maxilla) akibat dorongan lidah pada prolabium ,
karena jika hal ini terjadi tindakan koreksi pada saat operasi akan
menjadi sulit dan secara kosmetika hasil akhir yang didapat tidak
sempurna. Plester non alergenik tadi harus tetap direkatkan
sampai waktu operasi tiba.
2. Tahap sewaktu operasi
Tahapan selanjutnya adalah tahapan operasi, pada saat ini yang
diperhatikan adalah soal kesiapan tubuh si bayi menerima
perlakuan operasi, hal ini hanya bisa diputuskan oleh seorang ahli
bedah Usia optimal untuk operasi bibir sumbing (labioplasty)
adalah usia 3 bulan Usia ini dipilih mengingat pengucapan bahasa
bibir dimulai pada usia 5-6 bulan sehingga jika koreksi pada bibir
lebih dari usia tersebut maka pengucapan huruf bibir sudah
terlanjur salah sehingga kalau dilakukan operasi pengucapan
huruf bibir tetap menjadi kurang sempurna.
Gambar 3.Reparasi labioschisis (labioplasti).(A and B) pemotongan sudut celah
pada bibir dan hidung. (C) bagian bawah nostril disatukan dengan sutura. (D)
bagian atas bibir disatukan, dan (E) jahitan memanjang sampai kebawah untuk
menutup celah secara keseluruhan.

Operasi untuk langit-langit (palatoplasty) optimal pada usia 18 – 20


bulan mengingat anak aktif bicara usia 2 tahun dan sebelum anak
masuk sekolah. Operasi yang dilakukan sesudah usia 2 tahun harus
diikuti dengan tindakan speech teraphy karena jika tidak, setelah
operasi suara sengau pada saat bicara tetap terjadi karena anak sudah
terbiasa melafalkan suara yang salah, sudah ada mekanisme
kompensasi memposisikan lidah pada posisi yang salah. Bila gusi juga
terbelah (gnatoschizis) kelainannya menjadi labiogenatopalatoschizis,
koreksi untuk gusi dilakukan pada saat usia 8–9 tahun bekerja sama
dengan dokter gigi ahli ortodonsi.
3. Tahap setelah operasi.
Tahap selanjutnya adalah tahap setelah operasi, penatalaksanaanya
tergantung dari tiap-tiap jenis operasi yang dilakukan, biasanya dokter
bedah yang menangani akan memberikan instruksi pada orang tua
pasien misalnya setelah operasi bibir sumbing luka bekas operasi
dibiarkan terbuka dan tetap menggunakan sendok atau dot khusus
untuk memberikan minum bayi. Banyaknya penderita bibir sumbing
yang datang ketika usia sudah melebihi batas usia optimal untuk
operasi membuat operasi hanya untuk keperluan kosmetika saja
sedangkan secara fisiologis tidak tercapai, fungsi bicara tetap
terganggu seperti sengau dan lafalisasi beberapa huruf tetap tidak
sempurna, tindakan speech terapi pun tidak banyak bermanfaat.

Gambar 4.Sebelum dan sesudah tindakan operasi.

A. Bibir sumbing dan celah palatum B. celah yang telah diperbaiki


Gambar 6. Celah palatum dan celah palatum yang telah diperbaiki
Kelainan labioschisis merupakan kelainan bawaan yang dapat
dimodifikasi/ disembuhkan. Kebanyakan anak yang lahir dengan
kondisi ini melakukan operasi saat usia masih dini, dan hal ini sangat
memperbaiki penampilan wajah secara signifikan. Dengan adanya
teknik pembedahan yang makin berkembang, 80% anak dengan
labioschisis yang telah ditatalaksana mempunyai perkembangan
kemampuan bicara yang baik. Terapi bicara yang berkesinambungan
menunjukkan hasil peningkatan yang baik pada masalahmasalah
berbicara pada anak labioschisis.3
Asuhan :

1. Berikan dukungan emosional dan tenangkan ibu beserta keluarga


2. Jelaskan kepada ibu bahwa sebagian besar hal penting harus
dilakukan saat ini adalah member makanan bayi guna memastikan
pertumbuhan yang adekuat sampai pembedahan yang dilakukan
3. Jika bayi memiliki bayi sumbing tetapi palatumnya utuh, izinkan
bayi berupaya menyusu :
 Jika bayi berhasil menyusu dan tidak terdapat masalah lain
yang membutuhkan hospitalisasi, pulangkan bayi. Tindak
lanjuti dalam satu minggu untuk memeriksa pertumbuhan
dan penambahan berat badan.
 Jika bayi tidak dapat menyusu dengan baik karena bibir
sumbing, berikan perasan ASI dengan menggunakan metode
pemberian makanan alternatif (menggunakan sendok atau
cangkir).
4. Jika bayi memiliki celah palatum, berikan perasan ASI dengan
menggunakan metode pemberian makan alternatif (menggunakan
sendok atau cangkir)
5. Ketika bayi makan dengan baik dan mengalami penambahan
berat badan, rujuk bayi ke rumah sakit tersier atau pusat
spesialisasi, jika memungkinkan untuk pembedahan guna
memperbaiki celah tersebut.5
DAFTAR PUSTAKA

1. Converse JM, VM Hogan, JG McCarthy. Cleft Lip and Palate,


Introduction. Dalam :Reconstructive Plastic Surgery. Edisi ke – 11.
Volume 4. Philadelphia : WB Saunders.
2. Johnsen DC. Celah Bibir dan Palatum. Dalam : WE Nelson, RE Behrman,
editor. Ilmu kesehatan Anak Nelson. Edisi ke – 15. Volume 2.
Jakarta:EGC; 1999.1282 - 1284.
3. Hidayat dkk. Defisiensi Seng (Zn) Maternal dan Tingginya Prevalensi
Sumbing Bibir / Langit – Langit di Kabupaten Timor Tengah Selatan,
Nusa Tenggara Timur. Diunduh dari :
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/18.ht.ml
4. Widjoseno, Gardjito. Kelainan Bawaan Kepala dan Leher. Dalam : R
Sjamsuhidajat, W De Jong, editor. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke – 2.
Jakarta: EGC; 2004. 344 – 345.
5. Shenaq SM, JYS Kim, A Bienstock. Plastic and Reconstructive Surgery.
Dalam :Schwartz’s Principles of Surgery. FC Brunicardi, DK Andersen,
TR Billiar, DL Dunn, JG Hunter, RE PUllock. Edisi ke 8. Volume 2.
Library of Congress Cataloging in Publication Data; 1999. 1796 – 1800.
6. Snell RS. Perkembangan Wajah dan Kelainana Kongenital. Dalam :
Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi ke – 6. Jakarta:
EGC. 2006. 714 - 716.
7. Sadler TW. Wajah Dalam : Embriologi Langman. Edisi ke – 7. Jakarta:
EGC; 1997. 334 - 338
8. Sacharin, Rosa M. Text Book of Pediatric. Edisi ke – 12. Jakarta: EGC.
2002
9. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, et al. Sumbing Bibir dan Langitan.
Dalam : Kapita Selekta. Jilid 2. Jakarta: Media Aeusculapius. FKUI. 2005
10. Bisono. Sumbing Bibir / Langitan. Dalam : Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah.
Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia / RS dr.
Cipto Mangunkusumo. Jakarta: Binarupa Aksara. 393 – 396.
11. The Northern and Yorkshire Cleft Lip and Palate Service. Cleft Lip and
Palate. Dalam : Neonatal Network Handout. Januari 2013.
12. Seattle Children Hospital, research and foundation Cleft lip and palate.
Diunduh dari : http://www.seattlechildren.org/

Anda mungkin juga menyukai