Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN KASUS

STROKE NON HEMORAGIK

Disusun Oleh :
Eva Rosalina
1102012078

Dosen Pembimbing
dr. Perwitasari Bustami, Sp.S
dr. Eny Waeningsih, Sp.S, Mkes

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI


KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT SARAF
RSUD DR.DRAJAT PRAWIRANEGARA SERANG
JANUARI 2018
BAB I

PRESENTASI KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. I

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 60 tahun

Agama : Islam

Alamat : Panglingan Pandat Mandalawang, Serang

II. ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan dengan cara autoanamnesis dan alloanamnesis pada 4 Januari 2018.

Keluhan Utama : Lemah anggota gerak sisi kanan

Keluhan Tambahan :, Bicara tidak jelas

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke IGD RS dr. Drajat Prawiranegara dengan keluhan terdapat


kelemahan pada anggota gerak sebelah kanan sejak 2 hari SMRS yang terjadi secara tiba-tiba
saat pasien sedang tidak beraktivitas. Tangan dan kaki kanannya dapat diangkat namun
langsung terjatuh lagi. Saat kejadian pasien masih dalam keadaan sadar. Bicaranya pun sudah
mulai tidak jelas dan saat ini pasien tidak dapat bicara namun masih dapat mengerti. Pasien
tidak mengeluh adanya muntah, demam, nyeri kepala, gangguan kesadaran dan kejang. BAK
dan BAB normal.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Riwayat Hipertensi : (+) sejak tahun 2014


Rata-rata TD 150/90, tertinggi 170/100
Tidak rutin kontrol untuk pengobatan hipertensinya
Riwayat Diabetes : (+) sejak 2 bulan terakhir, rutin kontrol
Riwayat penyakit jantung : Disangkal
Riwayat Stroke sebelumnya : Disangkal

2
III. PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis

Keadaan Umum : terlihat sakit sedang


Kesadaran : Composmentis
Tanda vital
Tekanan darah : 150/90 mmHg
Nadi : 89x/menit
Pernapasan : 21x/menit
Suhu : 36,7°C
Status generalis
Kepala : Normocephal,
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-),
THT : Membran timpani intak
Leher : Pembesaran KGB (-), JVP normal
Thorax
Inspeksi : Simetris bilateral saat statis dan dinamis
Palpasi : NT (-), massa (-)
Perkusi : Sonor diseluruh lapang paru
Auskultasi : Vesikuler (+), wheezing (-/-), Rhonki (-/-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : BJ 1 & 2 reguler, gallop (-), murmur (-)
Abdomen
Inspeksi : Perut simetris
Palpasi : NT (-), batas hepar normal, massa (-)
Perkusi : Timpani (-)
Auskultasi : Bising usus (+)
Ekstremitas : akral hangat, udem kaki (-/-)

Status Neurologis

GCS : E4M6V515

3
Pupil

Kanan Kiri

Bentuk Bulat Bulat

Diameter 3 mm 3 mm

Refleks cahaya langsung + +

Refleks cahaya tidak langsung + +

Tanda Rangsang Meningeal


Kanan Kiri

Kaku kuduk - -

Brudzinski I - -

Laseque > 70° > 70°

Kernig > 135° > 135°

Brudzinski II - -

Pemeriksaan Saraf Kranial

Kanan Kiri

N.I Baik Baik

N. II

Visus Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Lapang Pandang Baik Baik

Warna Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Funduskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

N.III. IV dan VI

M. Rektus Medius Baik Baik

M. Rektus Inferior Baik Baik

M. Rektus Superior Baik Baik


4
M. Obliqus Inferior Baik Baik

M. Levator Palpebra Baik Baik

N. V

Sensorik
V1 Refleks Kornea + Refleks Kornea +
Sensasi raba V1, V2 & Sensasi raba V1, V2
V2
V3 Baik & V3 Baik
V3

N. VII

Sensorik Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Motorik Parese N. VII dextra sentral

N. VIII
Vestibularis Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Cochlearis
Menggesekan jari Baik Baik
Garpu tala Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan

N. IX & N. X

Arkus Faring Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Gag Refleks Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Pengecapan (1/3 posterior


Tidak dilakukan Tidak dilakukan
lidah)

N. XI

M. Sternocleidomastoideus Baik Baik

M. Trapezius Baik Baik

N. XII Deviasi ke kanan

Motorik

Kanan Kiri

Kekuatan

Ekstremitas atas 3 5

Ekstremitas bawah 3 5

5
Tonus

Ekstremitas atas Normal Normal

Ekstremitas bawah Normal Normal

Trofi

Ekstremitas atas Normal Normal

Ekstremitas bawah Normal Normal

Refleks

Fisiologis
Biseps
Triseps ++ Baik
Patella
Achilles

Patologis
Hoffmann- Tromner (-) (-)
Babinski& Babinski Group

0 = Sama sekali tidak dapat bergerak


1 = Hanya mengahasilkan sedikit sekali gerakan
2 = Tidak dapat melawan gaya berat ekstremitas hanya bisa digeser
3 = Masih dapat melawan gaya berat
4 = Dapat melawan tahanan kita
5 = Normal

Sensorik

Kanan kiri

Raba halus

Ekstremitas atas Hipestesia +

Ekstremitas bawah Hipestesia +


6
Nyeri

Ekstremitas atas Hipestesia +

Ekstremitas bawah Hipestesia +

Suhu

Ekstremitas atas Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Ekstremitas bawah Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Getar

Ekstremitas atas Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Ekstremitas bawah Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Otonom

- Alvi : Baik

- Uri : Baik

- Hidrosis : Baik

Gait dan koordinasi

Tidak dilakukan karena pasien hemiparesis

Siriraj Score

(2,5 x kesadaran)+(2 x muntah)+(2 x nyeri kepala)+(0,1 x tekanan darah diastol)-(3 x


atheroma) - 12

(2,5x0)+(2x0)+(2x0)+(0,1x90)-(3x1)-12 = -6

Kesimpulan :

Skor -6 : Stroke Non Hemoragik

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan laboraturium

- Darah Lengkap : Hemoglobin, leukosit, hemetokrit, trombosit

7
- Gula Darah : GDP dan G2PP

- Elektrolit : Na-, K+, Cl-

- Profil Lipid : kolesterol total, trigliseride, HDL, LDL

- Faal Ginjal : Ureum, Kreatinin, asam urat

2. CT-Scan kepala non kontras

3. EKG

4. Foto thoraks

V. DIAGNOSIS

Diagnosis Klinis : hemiparesis dekstra + Parase N.VII dan N.XII dextra sentral + Afasia
motorik

Diagnosis Topis :Arteri carotis sinistra

Diagnosis Etiologi : Stroke Non Hemoragik

VI. PENATALAKSANAAN

NONMEDIKAMENTOSA

 Fisioterapi
MEDIKAMENTOSA

 Infus NaCl 0,9%

 Neuroprotektor (Inj Citicholin 2x1 gr)

 Antiplatelet (Clopidogrel 1 x 75 mg)

VII. PROGNOSIS

Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad fungsional : ad bonam

8
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI
Menurut WHO
Gejala klinis yang terjadi mendadak dan cepat akibat gangguan fungsi otak fokal atau global
dengan kelainan yang menetap 24 jam atau lebih atau menyebabkan kematian tanpa adanya
penyebab yang jelas selain vaskuler.

EPIDEMIOLOGI
Di Indonesia data Nasional strok menunjukkan angka kematian tertinggi 15,4% sebagai
penyebab.
Terdapat juga data strok di Indonesia berdasarkan penelitian potong lintang multisenter di
28 RS dengan jumlah subyek sebanyak 2065 orang pada bulan Oktober 1996 - Maret 1997.
Dua karakteristik demografik yang akan dikemukakan adalah usia dan gender. usia rata-rata
strok dari data 28 RS di Indonesia adalah 18 - 95 tahun. Angka kejadian stroke meningkat dengan
bertambahnya usia. Makin tinggi usia, makin banyak kemungkinannya untuk mendapatkan stroke.
Kejadian strok pada pria 2,5 kali lebih sering daripada wanita.

ANATOMI PERDARAHAN OTAK


Otak diperdarahi oleh 4 pembuluh darah besar yang sepasang A.carotis interna dan A.
Vertebralis yang di daerah basis cranii akan membentuk circulus Wallisi. A.carotis interna masuk
ke dalam rongga tengkorak melalui canalis caroticus dan setinggi chiasma opticus akan bercabang
menjadi A.cerebri media dan anterior, dan biasa disebut sistem anerior atau sistem karotis. Sistem
karotis akan memperdarahi 2/3 bagian depan seebrum termasuk sebagian besar ganglia basalis dan
capsula interna. Sedangkan a.vertebralis memasuki rongga tengkorak melalui foramen megnum dan
bersatu di bagian ventral batang otak membentuk A. basilaris.Sistem ini biasa disebut sistem
vertebrobasiler. Sistem ini memperdarahi cerebellum, batang otak, sebagian besar thalamus dan 1/3
bagian belakang cerebrum.

9
Bentuk dan posisi anatomis pembuluh darah dalam rongga cranium berpengaruh dalam
terjadinya proses aterombotik pada pembuluh darah tersebut. Lesi aterosklerotik mudah terjadi pada
tempat percabangan dan belokan pembuluh darah, karena pada daerah-daerah tersebut aliran darah
mengalami peningkatan turbulensi dan penurunan shear stress sehingga endotel yang ada mudah
terkoyak.
Secara histologis, dinding pembuluh darah terdiri dari 3
lapis yang berturut-turut dari dalam ke luar disebut
tunika intima, media dan adventisia. Bagian tunika
intima yang berhubungan dengan lumen pembuluh
darah adalah sel endotel. Pada pembuluh darah yang
lebih besar, sel-sel endotel ini dilapisi oleh jaringan ikat
longgar yang disebut jaringan subendotel. Tunika media
terdiri dari sel-sel otot polos dan jaringan ikat yang
tersusun konsentris dikelilingi oleh serabut kolagen dan
elastik.
Tunika media dipisahkan dari tunika intima oleh suatu membran elastis yang disebut lamina
elastic interna, dan dari tunika adventitia oleh lamina elastica externa. Kedua lamina ini tersusun
dari serabut elastis dimana celah antara serabut-serabut tersebut dapat dilewati oleh zat-zat kimia
dan sel darah.
Tunika adventisia terdiri dari jaringan ikat yang tersusun longitudinal dan mengandung sel-
sel lemak, serabut saraf dan pembuluh darah kecil yang memperdarahi dinding pembuluh darah
(disebut vasa vasorum). Sel-sel otot polos pembuluh darah tersusun melingkar konsentris di dalam

10
tunika media dan masing-masing sel dikelilingi oleh membrana basalis, serat-serat kolagen dan
proteoglikan.
Arteri mempunyai dinding yang lebih tebal dibandingkan dengan vena yang setingkat
karena mengandung tunika media yang lebih tebal, namun diameter vena pada umumnya lebih
besar. Arteri pada susunan saraf pusat menyerupai vena dalam hal ketebalan dindingnya, namun
mempunyai lamina elastica interna yang lebih tebal.
FAKTOR RISIKO
 Faktor yang tidak dapat dirubah
o Jenis kelamin : pria lebih sering ditemukan menderita strok dibandingkan wanita
o Usia : makin tinggi usia makin tinggi risiko terkena strok
o Keturunan : adanya riwayat keluarga yang terkena strok
 Faktor yang dapat dirubah
o Hipertensi
o Penyakit jantung
o Kolesterol tinggi
o Obesitas
o Diabetes mellitus
o Polisitemia
o Stress emosional
o Kebiasaan hidup : merokok, peminum alcohol, obat-obatan terlarang, kurang olah raga,
makan makanan yang mengandung kolesterol.

KLASIFIKASI STROKE
Stroke dapat dibagi menjadi dua kategori utama yaitu, strok hemoragik dan strok non-
hemoragik. Dua kategori ini merupakan suatu kondisi yang berlawanan. Pada stroke hemoragik
kranium yang tertutup mengandung darah yang terlalu banyak, sedangkan pada stroke non-
hemoragik terjadinya gangguan ketersediaan darah pada suatu area di otak dengan kebutuhan.
oksigen dan nutrisi area tersebut. Setiap kategori dari stroke dapat dibagi menjadi beberapa
subtipe, yang masing-masing mempunyai strategi penanganan yang berbeda.
STROKE HEMORAGIK
20% dari total kejadian stroke. Diakibatkan karena pecahnya pembuluh darah karena
hipertensi dan adanya aneurisma yang pecah. Dapat dibedakan berdasarkan:
Stroke Perdarahan Intraserebral

11
Merupakan 10% dari seluruh kasus yang ada. Perdarahan intraserebri ditandai oleh adanya
perdarahan ke dalam parenkim otak akibat pecahnya arteri penetrans yang merupakan cabang dari
pembuluh darah superficial dan berjalan tegak lurus menuju parenkim otak yang di bagian distalnya
berupa anyaman kapiler. Atherosklerosis yang terjadi dengan meningkatnya usia dan adanya
hipertensi kronik, maka sepanjang arteri penetrans ini terjadi aneurisma kecil–kecil
(mikroaneurisma) dengan diameter sekitar 1 mm disebut aneurismas Charcot-Bouchard. Pada suatu
saat aneurisma ini dapat pecah oleh tekanan darah yang meningkat sehingga terjadilan perdarahan
ke dalam parenkim otak. Darah ini mendorong struktur otak dan merembes ke sekitarnya bahkan
dapat masuk ke dalam ventrikel atau ke ruangan subaraknoid yang akan bercampur dengan cairan
serebrospinal dan merangsang meningens.
Onset perdarahan intraserebri sangat mendadak, seringkali terjadi saat beraktivitas dan
disertai nyeri kepala berat, muntah dan penurunan kesadaran, kadang-kadang juga disertai kejang.
Distribusi umur biasanya pada usia pertengahan sampai tua dan lebih sering dijumpai pada laki-
laki. Hipertensi memegang peranan penting sebagai penyebab lemahnya dinding pembuluh darah
dan pembentukan mikroaneurisma. Pada pasien nonhipertensi usia lanjut, penyebab utama
terjadinya perdarahan intraserebri adalah amiloid angiopathy. Penyebab lainnya dapat berupa
aneurisma, AVM, angiopati kavernosa, diskrasia darah, terapi antikoagulan, kokain, amfetamin,
alkohol dan tumor otak. Dari hasil anamnesa tidak dijumpai adanya riwayat TIK.
Lokasi perdarahan umumnya terletak pada daerah ganglia basalis, pons, serebelum dan
thalamus. Perdarahan pada ganglia basalis sering meluas hingga mengenai kapsula interna dan
kadang-kadang rupture ke dalam ventrikel lateral lalu menyebar melalui system ventrikuler ke
dalam rongga subarachnoid. Adanya Perluasan intraventrikuler sering berakibat fatal. Perdarahan
pada lobus hemisfer serebri atau serebelum biasanya terbatas dalam parenkim otak.
Apabila pasien dengan perdarahan intraserebri dapat bertahan hidup, adanya darah dan
jaringan nekrotik otak akan dibersihkan oleh fagosit. Jaringan otak yang telah rusak sebagian
digantikan pleh jaringan ikat, lia dan pembuluh darah baru, yang meninggalkan rongga kecil yang
terisi cairan.
Gambaran klinis tergantung dari lokasi dan ukuran hematoma. Karakteristiknya berupa sakit
kepala, muntah-muntah dan kadang-kadang kejang pada saat permulaan. Kesadaran dapat
terganggu pada keadaan awal dan menjadi jelas dalam waktu 24-48 jam pertama bila volume darah
lebih dari 50 cc. Karena jaringan otak terdorong, maka timbul gejala defisit neurologik yang cepat
menjadi berat dalam beberapa jam.
Dari hasil pemeriksaan didapatkan CSS seperti air cucian daging (xanthocrome) pada pungsi
lumbal dan adanya perdarahan (hiperdens) pada CT Scan.

12
Stroke Perdarahan Subarachnoid
Ditandai dengan perdarahan yang masuk ke dalam rongga subarachnoid. Onsetnya sangat
mendadak dan disertai nyeri kepala hebat, penurunan kesadaran dan muntah. Distribusi umur
penderita ini umumnya terjadi pada usia muda dan lebih banyak pada wanita.
Pada 10-15% kasus penyebabnya tidak diketahui, Umumnya akibat rupture aneurisma,
kadang-kadang juga karena pecahnya malformasi arterivenosa, dan terapi antikoagulan. Aneurisma
biasanya berlokasi di sirkulus Willisi dan percabangannya. Bila aneurisma pecah, darah segera
mengisi ruang subarakhnoid atau merembes ke dalam parenkim otak yang letaknya berdekatan.
Gejala klinis perdarahan subarachnoid berupa sakit kepala kronik akibat penekanan
aneurisma yang besar terhadap organ sekitar, akibat pecahnya aneurisma mendadak dirasakan sakit
kepala hebat, muntah dan penurunan kesadaran. Biasanya ditemukan rangsang meningen positif
berupa kaku kuduk akibat darah dalam likuor dan Kernig’s sign, Perdarahan subhialoid pada
funduskopi, CSS gross hemorrhagic pada pungsi lumbal dan CT scan menunjukkan adanya darah
dalam rongga subarachnoid. Komplikasi berupa vasospasme dapat terjadi > 48 jam setelah onset
dengan akibat terjadinya infark otak dan defisit neurologik fokal. Perdarahan ulang kadang-kadang
terjadi dalam beberapa minggu setelah kejadian pertama. Angka kematian cukup tinggi 30-70% dan
tergantung beratnya penyakit pada saat pertama kali muncul.

STROKE NON-HEMORAGIK
Infark serebri diawali dengan terjadinya penurunan Cerebral Blood Flow (CBF) yang
menyebabkan suplai oksigen ke otak akan berkurang. Derajat dan durasi penurunan Cerebral Blood
Flow (CBF) kemungkinan berhubungan dengan jejas yang terjadi. Jika suplai darah ke otak
terganggu selama 30 detik, maka metabolisme di otak akan berubah. Setelah satu menit terganggu,
fungsi neuron akan berhenti. Bila 5 menit terganggu dapat terjadi infark. Bagaimanapun, jika
oksigenasi ke otak dapat diperbaiki dengan cepat, kerusakan kemungkinan bersifat reversibel.
Nilai kritis Cerebral Blood Flow (CBF) adalah 23 ml/100 gram per menit (normal 55 ml).
Penurunan CBF di bawah 10-12 ml/100 gram per menit dapat menyebabkan infark. Nilai kritis CBF
yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan adalah diantara 12 sampai 23 ml/100 gram per menit.
Pada nilai tersebut terjadi keadaan isoelektrik. Dalam keadaan perfusi yang marginal (ischemic
penumbra), kadar kalium akan meningkat disertai penurunan ATP dan kreatin fosfat. Akan tetapi,
perubahan masih bersifat reversibel apabila sirkulasi dapat kembali normal.
Iskemia akan menyebabkan gangguan hemostasis ion, terutama ion kalium dan kalsium. Ion
kalium yang meninggi di ruang ekstraseluler akan menyebabkan pembengkakan sel astroglia,
sehingga mengganggu transport oksigen dan bahan makanan ke otak.

13
Sel yang mengalami iskemia akan melepaskan neurotransmitter glutamat dan aspartat yang
akan menyebabkan influx natrium dan kalsium ke dalam sel. Keadaan inilah yang mendorong jejas
sel menjadi irreversibel.
Nilai CBF 6 sampai 8 ml/100 gram per menit (infark) ditandai dengan penurunan ATP,
peningkatan kalium ekstraseluler, peningkatan kalsium intraseluler, dan asidosis seluler. Kalsium
yang tinggi di intraseluler akan menghancurkan membran fosfolipid sehingga terjadi asam lemak
bebas, antara lain asam arakhidonat. Asam arakhidonat merupakan prekursor dari prostasiklin dan
tromboksan A2. Prostasiklin merupakan vasodilator yang kuat dan mencegah agregasi trombosit,
sedangkan tromboksan A2 merangsang terjadinya agregasi trombosit. Pada keadaan normal,
prostasiklin dan tromboksan A2 berada dalam keseimbangan sehingga agregasi trombosit tidak
terjadi. Bila keseimbangan ini terganggu, akan terjadi agregasi trombosit. Prostaglandin, leukotrien,
dan radikal bebas terakumulasi. Protein dan enzim intraseluler terdenaturasi, setelah itu sel
membengkak (edema seluler).
Akumulasi asam laktat pada jaringan otak berperan dalam perluasan kerusakan sel.
Akumulasi asam laktat yang dapat menimbulkan neurotoksik terjadi apabila kadar glukosa darah
otak tinggi sehingga terjadi peningkatan glikolisis dalam keadaan iskemia.
Stroke Infark Arterotrombotik
 Patogenesis pada pasien hipertensi : pembuluh darah pasien hipertensi mudah mengalami
perlukaan. Pada lokasi perlukaan tersebut mudah membentuk trombus yang dapat berasal
dari deposit lemak, sel-sel darah, dan komponen darah lainnya. Suatu saat akibat aliran
darah yang kencang, trombus tersebut dapat terlepas mengikuti aliran darah dan akan
menyumbat lumen pembuluh darah yang sesuai dengan besarnya trombus.

 Patogenesis pada pasien Diabetes Melitus : Pembuluh darah pasien DM dapat mengalami
“arterosklerotik” sehingga mengganggu fungsi autoregulasi vaskular (kemampuan
berdilatasi dan berkonstriksi secara simultan). Autoregulasi pada orang normal bernilai 53
cc/100g/menit. Pada pasien DM autoregulasi tersebut dapat menurun. Penurunan
autoregulasi sampai sekitar 10-15 cc/100g/menit menyebabkan terbentuknya “Penumbra”
dalam waktu 3-6 jam, yaitu jaringan neuron yang tidak berfungsi lagi. Maka waktu 3-6 jam
tersebut menjadi “Therapeutic Window” karena jika terapi dilakukan dalam jam ini dapat
memberikan prognosis yang baik. Apabila penurunan autoregulasi mencapai < 10
cc/100g/menit maka dapat terjadi peningkatan drastis kadar Ca ekstrasel dan K intrasel.
Sehingga dapat merusak Retikulum Endoplasmik yang mengakibatkan gangguan
mitokondria sehingga menyebabkan asidosis dan kematian sel.

14
 Manifestasi Klinis
 Bila sumbatan terjadi pada a. carotis dan a. cerebri media, gejala yang mungkin
timbul pada serangan awal adalah kebutaan sebelah mata, hemiplegia,
hemianesthesia, gangguan bicara dan bahasa, bingung dan lain-lain.
 Bila sumbatan terjadi pada sistem vertebrobasiler, terjadi episode pusing, diplopia,
kebas, hendaya penglihatan pada kedua lapang pandang dan dysarthria.
 Serangan awal tersebut dapat terjadi dalam rentang waktu beberapa menit hingga
beberapa jam, umumnya tidak lebih dari 10 menit.
 Trombosis arterial basanya tidak disertai nyeri kepala. Bila ada, lokasi nyeri
berhubungan dengan lokasi sumbatan arteri. Intensitas nyeri tidak parah.
 Hipertensi, diabetes, kebiasaan merokok dan hiperlipidemia umum ditemukan pada
pasien dengan stroke infark atherotrombotik.
Stroke Infark Cardioemboli
 Terjadi pada pasien dengan Tensi normal atau Hipertensi ringan. Umumnya pada pasien
dengan gangguan irama jantung karena gangguan katup, banyak pada pasien mitral stenosis
(MS) dan mitral insufisiensi (MI).
 Patogenesis :Pada pasien dengan gangguan katup jantung terjadi benturan / “injury” antara
sel darah yang masuk ke ventrikel kiri dan sel darah yang tidak seluruhnya dipompa jantung.
Akibatnya terbentuk trombus di sekitar katup, ruang dan dinding jantung. Kemudian karena
tekanan pompa jantung yang tinggi, trombus tersebut keluar dengan tekanan yang tinggi
sebelum akhirnya menyumbat lumen pembuluh darah
 Manifestasi Klinis :
 Nyeri kepala ringan
 Terjadi pada saat aktivitas ringan-sedang
 Tidak memiliki riwayat hipertensi
 Memiliki riwayat sakit jantung
 Tanda Klinis Cardioemboli : ditemukan ‘Pulsus Defisit’, yaitu perbedaan antara
Heart Rate dengan denyut nadi mencapai > 10.

DIAGNOSIS
Anamnesis
Pada anamnesis akan ditemukan kelumpuhan anggota gerak sebelah badan, mulut mencong
atau bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi baik. Keadaan timbul mendadak, dapat sewaktu
15
bangun tidur, mau sholat, selesai sholat, sedang bekerja, atau sewaktu beristirahat. Selain itu
ditanyakan pula faktor-faktor risiko yang menyertai stroke misalnya penyakit kencing manis, darah
tinggi dan penyakit jantung, serta obat-obat yang sedang dipakai. Ditanyakan pula riwayat keluarga.
Pada kasus berat dengan penurunan kesadaran, dilakukan observasi kesadaran.
Pemeriksaan Fisik
Penentuan tanda-tanda vital seperti nadi, tekanan darah, pernapasan, dan suhu. Selain itu
tentukan juga tingkat kesadaran penderita, tentukan dengan menggunakaan Glasgow Coma Scale.
Jika penderita sadar, tentukan berat kerusakan neurologis yang terjadi, disertai pemeriksaan
saraf-saraf otak dan motorik apakah fungsi komunikasi baik atau adakah disfasia.
Lakukan pemeriksaan reflex batang otak yaitu; reflex pupil terhadap cahaya, reflex kornea,
reflex okulosefalik, dan reflex okulo-vestibular.
Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin, pemeriksaan kimia darah (gula darah sewaktu, faal ginjal, faal hepar,
dan profil lipid), pemeriksaan homeostasis ( PTT, APTT, viskositas plasma).
2. CT Scan
Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan baku emas untuk membedakan stroke infark dengan
stroke perdarahan.
Pada stroke karena infark, gambaran CT scannya secara umum adalah didapatkan gambaran
hipodense sedangkan pada stroke perdarahan menunjukkan gambaran hiperdens.
3. Pemeriksaan MRI
Pemeriksaan ini sangat baik untuk menentukan adanya lesi di batang otak (sangat sensitif).
4. Pemeriksaan Angiografi.
Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan apakah lokasi pada sistem karotis atau
vertebrobasiler, menentukan ada tidaknya penyempitan, oklusi atau aneurisma pada pembuluh
darah.
5. Pemeriksan USG
Pemeriksaan ini untuk menilai pembuluh darah intra dan ekstra kranial, menentukan ada
tidaknya stenosis arteri karotis.
6. Pemeriksaan Pungsi Lumbal
Pemeriksaan ini digunakan apabila tidak adanya CT scan atau MRI. Pada stroke PIS didapatkan
gambaran LCS seperti cucian daging atau berwarna kekuningan. Pada PSA didapatkan LCS
yang gross hemorragik. Pada stroke infark tidak didapatkan perdarahan (jernih).

16
PENATALAKSANAAN
Pedoman pada stroke iskemik akut
Obat Trombolitik r-TPA
Biasanya obat ini digunakan untuk infark jantung akut untuk melarutkan bekuan darah yang
diperkirakan menyumbat arteri yang terlibat dalam proses stroke iskemik. Syarat utama adalah
waktu pemberian adalah harus sesegera mungkin setelah stroke iskemik terjadi (< 3 jam), agar
belum terjadi perubahan sekunder pada dinding pembuluh darah yang tersumbat dan terutama
daerah otak yang diperdarahinya. Dosis rtPA IV 0,9 mg/kg BB (maksimal 90 mg). 10% dari dosis
sebagai bolus pada menit pertama, sisanya sebagai infus selama 60 menit  monitor terus di ICU
24 jam akan adanya perburukan neurologis dan perdarahan.
Pengobatan antiplatelet pada strok akut
Pengobatan dengan obat antiplatelet pada fase akut strok, baru-baru ini sangat dianjurkan.
Uji klinis pada IST (International Stroke Trial) dan CAST ( Chinese Aspirin Stroke Trial)
memberitakan bahwa pemberian aspirin pada fase akut menurunkan frekuensi strok berulang dan
menurunkan mortalitas penderita strok akut.
Neuroprotektif pada stroke iskemik akut
Obat-obat ini diperkirakan dapat melindungi neuron dari zat-zat destruktif yang dihasilkan oleh
proses biokimia yang terjadi pada kematian neuronal, seperti glutamat, kalnat dan lain-lain yang
toksik terhadap neuron. Di samping itu kerusakan sel-sel neuron dapat menyebabkan gangguan
membran sel akibat kerusakan pada pompa ion Ca, Na, K. Ada dua jenis neuroproteksi :
- Neuroprotektan yang mencegah kematian sel akibat iskemik injury:
.. Free Radical Scavenger (tirilazad, citicoline, cerovive)
.. Stabilisasi Membran (citicholine dan piracetam)
- Neuroprotektan yang mencegah reperfusi injury : Abelximab
Neuroprotektan yang ada di Indonesia, yaitu:
- Piracetam
- Citicholin
Terapi bedah
- Carotid endarterectomy
- Angioplasty
- Catheter embolectomy

17
Penatalaksanaan Stroke Perdarahan
Perdarahan intraserebral merupakan jenis stroke yang sering berat dan banyak penyebabnya. Tujuan
terapi antara lain mencakup:
1. Mencegah akibat buruk dari meningkatnya tekanan intrakranial.
2. Mencegah komplikasi sekunder akibat menurunnya kesadaran, misalnya gangguan
pernapasan, aspirasi, hipoventilasi.
3. Identifikasi sumber perdarahan yang mungkin dapat diperbaiki dengan tindakan bedah.
Terapi Umum
1. Tirah baring total dengan kepala ditinggikan paling sedikit 15-30”, paling sedikit dua
minggu
2. Fisioterapi pasif beberapa kali sehari, fisioterapi aktif tidak dianjurkan dalam dua minggu
pertama
3. Diet makanan sesuai faktor resiko
4. Monitoring tanda-tanda vital

Terapi Hipertensi pada Stroke Perdarahan


Tekanan darah pada fase akut tidak boleh diturunkan lebih dari 20%. Penurunan tekanan darah rata-
rata tidak boleh lebih dari 25% dari tekanan darah arteri rata-rata. Kriteria penurunan:
1. Bila tekanan darah sistolik > 230 mmHg atau tekanan diastolik > 140 mmHg pada dua kali
pengukuran tekanan darah selang 5 menit, berikan natrium nitroprusid atau nitrogliserin
drip.
2. Bila tekanan sistolik 180-230 mmHg atau tekanan diastolik 105-140 mmHg atau tekanan
darah arteri rata-rata 130 mmHg pada dua kali pengukuran tekanan darah selang 20 menit
berikan labetalol injeksi atau enalapril.
3. Bila tekanan sistolik < 180 mmHg dan tekanan diastolik < 105 mmHg, maka pemberian
obat anti-hipertensi ditangguhkan.

Terapi Khusus
1. Pemberian sedasi misalnya diazepam 5 mg tiap 6 jam atau phenobarbital 30-60 mg/p.o atau
IV tiap 6 jam untuk pasien gelisah dan analgetik untuk nyeri kepala.
2. Pemberian manitol 20% 1 gr/kgBB diberikan dalam 20 menit diikuti 0,25 gr/kgBB tiap 4
jam untuk edema serebri.
3. Untuk kelainan jantung akibat PSA dapat diberikan β-blocker seperti propanolol yang
dilaporkan dapat menurunkan efek samping ke jantung.

18
4. Untuk perdarahan saluran cerna, dapat dilakukan lavage lambung dengan NaCl, transfusi,
pemberian cairan yang adekuat, dan antasida. H2-blocker, misalnya ranitidin, untuk
mengurangi resiko terjadinya stress ulcer. Untuk mual muntah dapat diberikan antiemetik.
5. Bila kejang dapat diberikan anti-konvulsan : fenitoin 10-15 mg/kg IV (loading dose),
kemudian diturunkan menjadi 100 mg per 8 jam atau phenobarbital 30-60 mg tiap 6-8 jam.

PENCEGAHAN STROKE
1. Mengatur pola makan yang sehat
2. Menghentikan rokok
3. Menghindari minum alkohol dan penyalahgunaan obat
4. Melakukan olahraga yang teratur
5. Menghindari stres dan beristirahat yang cukup

PROGNOSIS
- Sekitar 50% penderita yang mengalami kesembuhan dan kembali menjalankan fungsi
normalnya.
- Penderita lainnya mengalami kelumpuhan fisik dan mental dan tidak mampu bergerak,
berbicara atau makan secara normal.
- Sekitar 20% penderita meninggal di rumah sakit.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. AHA/ASA Guideline for the Perevention of Stroke in Patien with Stroke or Transient
Ischemic Attack. Stroke 2014;42;227-276
2. Kelompok Studi Stroke PERDOSSI. Pencegahan Primer Stroke. Dalam : Guideline Stroke
2014. Jakarta.
3. Jauch EC, Saver JL, Adams HP Jr , Bruno A, Connors JJ, et al. Guidelines for the early
management of patients with acute ischemic stroke: a guideline for healthcare professionals
from the American Heart Association/American Stroke Association. Stroke. 2013 ;
44(3):870-947
4. Perhimpunan Dokter Spesialias Saraf. Panduan Praktis Klinis Neurologi. Jakarta. 2016 :
150-153

20

Anda mungkin juga menyukai