PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Mengetahui gambaran kasus hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Koya
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hipertensi
2.1.1 Definisi
Hipertensi adalah keadaan peningkatan tekanan darah yang memberi gejala yang akan
berlanjut ke suatu organ target seperti stroke (untuk otak), penyakit jantung koroner (untuk
pembuluh darah jantung), dan hipertrofi ventrikel kanan (untuk otot jantung). Dengan target organ
di otak yang berupa stroke, hipertensi menjadi penyebab utama stroke yang membawa kematian
yang tinggi (M.N. Bustan, 2007).
2.1.2 Klasifikasi
1. Menurut kausanya
a. Hipertensi esensil (hypertensi primer); hypertensi yang tidak jelas penyebabnya.
b. Hipertensi sekunder; hypertensi kausa tertentu.
2. Menurut gangguan tekanan darah
a. Hipertensi sistolik; peninggian tekanan darah sistolik saja.
b. Hipertensi diastolik; peninggian tekanan diastolic.
3. Menurut beratnya atau tingginya peningkatan tekanan darah
a. Hipertensi ringan.
b. Hipertensi sedang.
c. Hipertensi berat
Faktor- faktor yang dapat dimasukkan sebagai faktor risiko hipertensi adalah:
1. Umur; tekanan darah meningkat sesuai umur, dimulai dari sejak umur 40 tahun.
2. Ras/suku: orang kulit hitam (black) lebihbanyakkulit putih (white), sementara itu
ditemukan variasi antar suku di Indonesia; terendah di Lembah Beliem Jaya, Papua (0,6
%), dan tertinggi di Sukabumi (Suku Sunda), Jabar (28,6%).
3. Urban/rural : Kota > Desa
4. Geografis : Pantai > Pegunungan
5. Seks : Wanita > lelaki
6. Obesitas : Gemuk > kurus
7. Stress
8. Personality type A : tipe A > tipe B
9. Diet : Tinggi garam
10. Diabetes mellitus
Gejala hipertensi tidak mempunyai spesifikasi tertentu, gejala seperti sakit kepala, cemas,
epistaksis, pusing dan migren dapat ditemukan pada penderita hipertensi, kadang sama sekali tidak
terjadi (Fatimah, 2009). Menurut Elizabeth J. Corwin, sebagian besar tanpa disertai gejala yang
mencolok dan manifestasi klinis timbul setelah mengetahui hipertensi bertahun-tahun berupa:
a) Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat tekanan darah
intrakranium.
b) Penglihatan kabur akibat kerusakan retina karena hipertensi.
c) Ayunan langkah tidak mantap karena kerusakan susunan syaraf.
d) Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus.
e) Edema dependen akibat peningkatan tekanan kapiler
Peninggian tekanan darah kadang merupakan satu-satunya gejala, terjadi
komplikasi pada ginjal, mata, otak, atau jantung. Gejala lain adalah sakit kepala, epistaksis,
marah, telinga berdengung, rasa berat ditengkuk, sukar tidur, mata berkunang kunang dan
pusing (Sugiharto, 2007).
2.2 Surveilans
Surveilans epidemiologi adalah suatu proses pengamatan terus menerus dan sistematik terhadap
terjadinya penyebaran penyakit serta risiko penularan dengan melakukan pengumpulan data,
analisis, intepretasi dan penyebaran intepretasi serta tindak lanjut perbaikan dan perubahan yang
data tersebut nantinya dapat digunakan sebagai pedoman dalam melakukan tindakan segera untuk
kasus-kasus penting kesehatan masyarakat, sebagai pedoman dalam perencanaan, implementasi,
dan evaluasi program, serta untuk mengevaluasi kebijakan-kebijakan kesehatan (Amiruddin,
2013; Ditjen P2PL Depkes RI, 2003). The Center of Disease Control (CDC) mendefinisikan
surveilans kesehatan masyarakat sebagai kegiatan pengumpulan, analisis, interpretsi dan
disseminasi data yang berkaitan dengan program kesehatan masyarakat untuk mengurangi
mortalitas dan morbiditas dan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat (Amiruddin,
2013).
Kegiatan yang pertama kali dilakukan dalam pelaksanaan surveilans epidemiologi kesehatan yaitu
pengumpulan data. Data yang dikumpulkan berupa informasi epidemiologi dari suatu penyakit
atau masalah kesehatan. Informasi epidemiologi yang dikumpulkan tersebut harus jelas, tepat dan
berhubungan dengan penyakit yang bersangkutan. Hal ini dikarenakan kebutuhan data dari
masing-masing penyakit tidak sama atau berbeda. Pengumpulan data dapat dilaksanakan secara
mingguan, bulanan, maupun tahunan. (Ditjen P2PL, 2003; Dinkes Jateng, 2010; Choi, 2012;
Amiruddin, 2013)
Dalam kegiatan surveilans epidemiologi, pengumpulan data dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu
secara aktif dan pasif. Pengumpulan data secara aktif surveilans aktif yaitu kegiatan pengumpulan
data dimana petugas surveilans memperoleh data yang dibutuhkan dengan cara mendatangi
langsung sumber data baik itu masyarakat, UPK, laboratorium, dan atau sumber data lainnya.
Sedangkan pada surveilans pasif, sumber data yang mendatangi petugas surveilans untuk
memberikan data yang dibutuhkan dalam kegiatan surveilans (S. Declich dan A.O. Carter, 1994;
Ditjen P2PL, 2003; Depkes, 2003a).
Tujuan dari kegiatan pengumpulan data dalam surveilans epidemiologi yaitu untuk:
1) Menentukan kelompok populasi yang berisiko tinggi terserang suatu penyakit tertentu
(berdasarkan umur, jenis kelamin, ras, dan pekerjaan),
2) Menentukan jenis dan karakteristik dari agent/penyebab penyaki,
3) Menentukan reservoir dari penyakit infeksi,
4) Memastikan situasi atau keadaan yang dapat menyebabkan berlangsungnya transmisi
penyakit, dan Mencatat kejadian penyakit secara keseluruhan.
Oleh karena itu, kegiatan pengumpulan data merupakan kegiatan yang utama dan penting dalam
pelaksanaan kegiatan surveilans epidemiologi. Untuk dapat melaksanakan kegiatan surveilans
epidemiologi yang baik, pengumpulan data harus dilaksanakan secara teratur dan terus menerus
(Amiruddin, 2013).
Pengolahan data merupakan kegiatan yang dilakukan setelah pengumpulan data. Pengolahan data
dimaksudkan untuk menyiapkan data agar dapat dilakukan analisis dengan mudah. Analisis data
dilakukan dengan tujuan untuk melihat dan menentukan variabel apa saja yang dapat
menggambarkan suatu permasalahan, faktor-faktor yang berpengaruh, serta bagaimana data yang
ada dapat menjelaskan tujuan dari suatu sistem surveilans (Amiruddin, 2013).
Menurut buku pedoman dasar pelaksanaan surveilans Provinsi Jawa Tengah (Dinkes Prov. Jateng,
2010), suatu kegiatan pengolahan data dapat dikatakan baik apabila memenuhi kriteria sebagai
berikut:
Analisis data surveilans epidemiologi diawali dengan membuat pola penyakit menurut variabel
epidemiologi, yaitu orang (person), tempat (place) dan waktu (time). Analisis data tersebut dapat
disajikan dalam bentuk teks, tabel, ataupun grafik. Setelah dilakukan analisis data kemudian
dilakukan interpretasi data.
Interpretasi data merupakan penjelasan dari analisis data. Dengan adanya interpretasi data dapat
diketahui adanya peningkatan kejadian penyakit secara spesifik berdasarkan pada variabel
epidemiologi (Dinkes Prov. Jateng, 2010; Choi, 2012; Amiruddin, 2013).
Menurut Amiruddin (2013), ada dua hal penting yang harus dilakukan oleh petugas surveilans
dalam melakukan analisis dan interpretasi data yaitu:
1. Memahami kualitas data dan mencari metode yang terbaik dan sesuai untuk menarik
kesimpulan.
2. Menarik kesimpulan dari suatu rangkaian data deskriptif. Dengan adanya kesimpulan
tersebut dapat diketahui kecenderungan atau trend, perbandingan, dan perbandingan dari
suatu kecenderungan masalah kesehatan yang ada. Selain itu, dalam kegiatan pengolahan
dan analisis data ada dua hal penting lainnya yang juga patut untuk dipertimbangkan, yaitu
ketepatan waktu dan sensitifitas data, karena kedua hal tersebut sangat berpengaruh pada
kegiatan interpretasi data (Ditjen P2PL, 2003; Dinkes Jateng, 2010).
2.2.3 Umpan Balik dan Disseminasi Informasi yang Baik Serta Respon yang Cepat
Umpan balik (feed back) merupakan kunci keberhasilan dari pelaksanaan kegiatan surveilans
epidemiologi, karena dapat memberikan kesadaran kepada sumber data tentang pentingnya proses
pengumpulan data dalam pelaksanaan kegiatan surveilans epidemiologi. Umpan balik yang
diberikan dapat berupa ringkasan informasi atau korektif terhadap laporan yang telah dikirimkan
(Ditjen P2PL, 2003; Amiruddin, 2013).
Disseminasi informasi ditujukan untuk memberikan informasi yang mudah dimengerti dan
dimanfaatkan dalam menentukan arah kebijakan dari suatu program atau sistem kesehatan, upaya
pengendalian serta evaluasi program yang telah dilakukan maupun yang sedang berjalan (Choi,
2012; Amiruddin, 2013). Disseminasi atau penyebarluasan informasi dapat dilakukan dengan cara
(Ditjen P2PL, 2003; Amiruddin, 2013):
1. Membuat suatu laporan hasil kajian yang disampaikan kepada unit kesehatan pada tingkat
yang lebih tinggi.
2. Membuat jurnal atau majalah rutin yang terkait program kesehatan atau kegiatan surveilans
epidemiologi.
3. Membuat laporan kajian yang disampaikan dalam seminar dan pertemuan.
4. Memanfaatkan internet sebagai media disseminasi sehingga dapat diakses dengan mudah
oleh semua orang.
Menurut Amirudin (2013) tujuan dari surveilans epidemiologi haruslah spesifik, dapat diukur,
orientasi terhadap tindakan, realistis dan terdapat kerangka waktu. Beberapa tujuannya yaitu :
Sumber data juga merupakan hal yang penting dalam pelaksanaan surveilans epidemiologi. Tanpa
adanya sumber data, surveilans epidemiologi tidak dapat dilaksanakan. Sumber data terdiri atas
sumber data tradisional, mortalitas morbiditas, laporan epidemik, laporan laboratorium, laporan
kasus per individu, laporan wabah, penelusuran endemik di lapangan, reservoir binatang dan studi
distribusi vektor, data kondisi lingkungan, studi epidemiologi dan hasil penelitian, data geografi
dan data demografi. Sumber data lain yang juga dibutuhkan dalam kegiatan surveilans
epidemiologi yaitu statistik rumah sakit dan pelayanan kesehatan, praktik umum, laboratorium
kesehatan masyarakat, pencatatan penyakit, survei kesehatan rumah tangga, dll (Amiruddin, 2013;
Depkes, 2003).
BAB III
METODE PENELITIAN
Kabupaten Minahasa
Waktu :
Data hipertensi dalam kurun waktu 3 tahun terakhir, disajikan dalam bentuk grafik
BAB IV
Pengumpulan data di puskesmas koya dilakukan dengan cara aktif dan pasif. Metode
pengu pengumpulan data dilakukan lewat pengukuran tekanan darah dan wawancara. Pencatatan
data dan pelaporan surveilens yang dilakukan oleh petugas kesehatan identitas berdasarkan nama
penderita, umur dan jenis kelamin. Alat yang digunakan pada pengumpulan data surveilens di
puskesmas koya beberapat format yang dibuat secara manual dan ada juga yang secara
komputerisasi. Namun pada umumnya dibuat secara manual
Khusus untuk penyakit hipertensi, petugas puskesmas melakukan dua jenis surveilens
yakni. Jenis aktif dan pasif. Untuk surveilens aktif, petugas puskesmas turun langsung ke tiap
kelurahan dan membuka tempat agar warga dapat memeriksakan tekanan darahnya. Untuk
surveilens pasif, warga berkunjung ke puskesmas dan memeriksakan tekanan darahnya sehingga
dapat ditentukan apakah pasien tersebut positif hipertensi apabila dalam tiga kali pemeriksaan
tekanan darah, dinyatakan lebih dari tekanan normal
Berdasarkan data yang diambil yakni data hipertensi selama 3 tahun terakhir dan diolah
dalam bentuk grafik lewat aplikasi SPSS dihasilkan data sebagai berikut :
250
200
150
100
50
0
jan feb maret april mei juni juli agustus sept okt nov des
300
250
200
150
100
50
0
jan feb maret april mei juni juli agustus sept okt nov des
300
250
200
150
100
50
0
jan feb maret april mei juni juli agustus sept okt nov des
Dikarenakan data penderita hipertensi dicatat secara manual oleh petugas puskesmas,
maka kelompok menyajikan data penderita hipertensi dalam bentuk grafik
Berdasarkan data dan wawancara yang kami lakukan dengan petugas puskesmas bahwa
dalam menganalisis data, petugas hanya membandingkan jumlah kasus yang terjadi apakah
mengalami peningkatan atau penurunan dan tidak ada Teknik khusus dalam menganalisis data,
menganalisis data dilakukan diakhir bulan setiap melakukan evaluasi program, proses analisis
data dilakukan secara manual, sama halnya dalam pengolahan data dan tidak ada Teknik khusus
dalam analisis data.
Kelompok pun menganalisis data dalam bentuk grafik dengan melihat kasus hipertensi
terentinggi dan terendah terjadi pada bulan apa
- Berdasarkan grafik 1, data hipertensi menunjukkan bahwa 3 bulan awal tahun 2014 yakni
bulan januari, februari, maret tidak dilakukan surveilens untuk penjelasan mengenai
mengapa tidak dilakukan, tidak dijelaskan secara detail oleh petugas puskesmas.
Selanjutnya dapat dilihat pada grafik kasus hipertensi tertinggi terjadi pada bulan april
kemudian terendah terjadi pada bulan juli. Selain itu, tidak terjadi kenaikan secara tiba-
tiba atau penurunan secara tiba-tiba pada tahun 2014
- Berdasarkan grafik 2, data hipertensi menunjukkan bahwa oktober dan desember tidak
dilakukan surveilens. Selanjutnya dapat dilihat pada grafik kasus hipertensi tertinggi
terjadi pada bulan januari dan terendah terjadi pada bulan juli. Selain itu, tidak terjadi
kenaikan secara tiba-tiba atau penurunan secara tiba-tiba pada tahun 2015
- Berdasarkan grafik 3, data hipertensi menunjukkan bahwa pada bulan januari tidak
dilakukan surveilens oleh petugas puskesmas. Selain itu, grafik menunjukkan kasus
hipertensi tertinggi terjadi pada bulan agustus sedangkan terendah terjadi pada bulan april
dan mei, karena bulan april dan mei menunjukkan jumlah kasus yang sama
Dari hasil wawancara dapat disimpulkan bahwa diseminasi yang dilakukan oleh
petugas puskesmas dengan menyebarkan secara langsung data yang telah didapatkan,
melalui kegiatan pemaparan program oleh programmer dan selanjutnya melakukan
penyuluhan tentang pentingnya menjaga pola makan serta mengadakan senam jantung
sehat setiap jumat pada satu minggu berjalan
5.2 Saran
2. perlunya ada pelatihan SPSS kepada petugas puskesmas agar pengolahan data dapat
dlakukan secara cepat dan lebih efisien