Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan adanya orang lain
disekitarnya. Kebutuhan manusia yang mendasar untuk melakukan interaksi dengan
sesama manusia. Interaksi ini tidak selamanya memberikan hasil yang sesuai dengan
yang diharapkan oleh individu. Sehingga cenderung terjadi gangguan terhadap
kemampuan individu untuk berinteraksi dengan orang lain. Salah satu contoh
gangguan interaksi dengan orang lain yaitu berhubungan sosial. Pada pasien dengan
kasus Schizofrenia selalu diikuti dengan gangguan persepsi sensori Terjadinya
halusinasi dapat menyebabkan klien menjadi menarik diri terhadap lingkungan
sosialnya, hanyut dengan kesendirian dan halusinasinya sehingga semakin jauh dari
sosialisasi dengan lingkungan disekitarnya
Ruang Merak merupakan ruangan kelas 3 laki-laki dengan kapasitas 30 tempat
tidur, dimana pasien yang dirawat adalah pasien-pasien tenang yang sebelumnya
sudah ditangani di ruangan intensif.
Dengan alasan tersebut maka kami mahasiswa PPN XVII Sekolah Tinggi Ilmu
kesehatan Immanuel hendak melakukan Terapi Aktivitas Kelompok ( TAK )
Stimulasi Persepsi sensori halusinasi dapat mebantu pasien dalam hal sosialisasi
dengan lingkungan disekitarnya dan dapat memantapkan kemampuan klien dalam
menghadapi masalah kesehatan jiwanya yang nantinya dapat dilakukan dirumahnya.
Dengan TAK stimulus persepsi sensori, klien dilatih mempersiapkan simulus yang
disediakan atau stimulus yang pernah dialami. Di TAK ini pasien akan dievaluasi dan
ditingkatkan kemampuan persepsi klien tentang realita. Dengan adanya TAK ini
diharapakan respon terhadap kehidupan menjadi adaptif
Terapi aktivitas kelompok dapat mempermudah psikoterapi dengan sejumlah
klien dalam waktu yang sama. Manfaat TAK agar klien dapat belajar kembali
bagamana cara bersosialisasi dengan orang lain sesuai dengan kebutuhannya
memperkenalkan dirinya.
B. TUJUAN
Tujuan Umum
1. Klien dapat mengendalikan halusinasi

Tujuan Khusus

1. Sesi 1:
 Klien dapat mengenal halusinasi
 Klien mengenal waktu terjadinya halusinasi
 Klien mengenal situasi terjadinya halusinasi
 Klien mengenal perasaannya pada saat terjadinya halusinasi
2. Sesi 2:
 Klien mempunyai kemampuan menghardik halusinasi
3. Sesi 3:
 Klien dapat memahami pentingnya melakukan kegiatan untuk
mencegah munculnya halusinasi
 Klien dapat menyusun jadwal kegiatan untuk mencegar terjadinya
halusinasi
4. Sesi 4:
 Klien memahami pentingnya bercakap cakap dengan orang lain
untuk mencegah munculnya halusinasi
 Klien dapat bercakap-cakap dengan orang lain untuk mencegah
halusinasi
5. Sesi 5:
 Klien memahami pentingnya patuh minum obat
 Klien memahami akibat tidak patuh minum obat
 Klien dapat menyebutkan 5 benar cara minum obat
C. LANDASAN TEORI
1. Definisi

Halusinasi adalah pengalaman panca indera tanpa adanya rangsangan


(stimulus) misalnya penderita mendengar suara-suara, bisikan di telinganya padahal
tidak ada sumber dari suara bisikan itu (Hawari, 2001).

Halusinasi adalah persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan panca indera (Isaacs,
2002).

Halusinasi adalah gangguan penyerapan atau persepsi panca indera tanpa adanya
rangsangan dari luar yang dapat terjadi pada sistem penginderaan dimana terjadi pada
saat kesadaran individu itu penuh dan baik. Maksudnya rangsangan tersebut terjadi
pada saat klien dapat menerima rangsangan dari luar dan dari dalam diri individu.
Dengan kata lain klien berespon terhadap rangsangan yang tidak nyata, yang hanya
dirasakan oleh klien dan tidak dapat dibuktikan (Nasution, 2003).

Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien


mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra
tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi
melalui panca indra tanpa stimulus eksteren: persepsi palsu (Maramis, 2005).

Halusinasi adalah sensasi panca indera tanpa adanya rangsangan. Klien merasa
melihat, mendengar, membau, ada rasa raba dan rasa kecap meskipun tidak ada
sesuatu rangsang yang tertuju pada kelima indera tersebut (Izzudin, 2005).

Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah (Stuart, 2007).

2. Macam-macam halusinasi
a. Pendengaran
Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara berbentuk
kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas berbicara tentang klien,
bahkan sampai pada percakapan lengkap antara dua orang yang mengalami
halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana klien mendengar perkataan bahwa
klien disuruh untuk melakukan sesuatu kadang dapat membahayakan.
b. Penglihatan
Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris,gambar
kartun,bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bias menyenangkan atau
menakutkan seperti melihat monster.
c. Penghidu
Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses umumnya bau-
bauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi penghidu sering akibat stroke,
tumor, kejang, atau dimensia.
d. Pengecapan
Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
e. Perabaan
Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa tersetrum
listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
f. Cenesthetic
Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri, pencernaan
makan atau pembentukan urine
g. Kinisthetic
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.

3. Faktor Prediposisi

Menurut Stuart (2007), faktor predisposisi terjadinya halusinasi adalah:

a. Biologis

Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon


neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh
penelitian-penelitian yang berikut:
 Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih
luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal dan
limbik berhubungan dengan perilaku psikotik.
 Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang berlebihan
dan masalah-masalah pada system reseptor dopamin dikaitkan dengan
terjadinya skizofrenia.
 Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan terjadinya
atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak klien dengan
skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks
bagian depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan anatomi
otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).
b. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan
kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi
gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam
rentang hidup klien.
c. Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti:
kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan
kehidupan yang terisolasi disertai stress.

3. Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya
hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan
tidak berdaya. Penilaian individu terhadap stressor dan masalah koping dapat
mengindikasikan kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006).
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah:
a. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses
informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang
diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
b. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan
untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.
4. Manifestasi Klinik
a. Fase Pertama / comforting / menyenangkan
Pada fase ini klien mengalami kecemasan, stress, perasaan gelisah, kesepian. Klien
mungkin melamun atau memfokukan pikiran pada hal yang menyenangkan untuk
menghilangkan kecemasan dan stress. Cara ini menolong untuk sementara. Klien
masih mampu mengotrol kesadarnnya dan mengenal pikirannya, namun intensitas
persepsi meningkat.
Perilaku klien : tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan bibir tanpa
bersuara, pergerakan mata cepat, respon verbal yang lambat jika sedang asyik dengan
halusinasinya dan suka menyendiri.
b. Fase Kedua / comdemming
Kecemasan meningkat dan berhubungan dengan pengalaman internal dan eksternal,
klien berada pada tingkat “listening” pada halusinasi. Pemikiran internal menjadi
menonjol, gambaran suara dan sensasi halusinasi dapat berupa bisikan yang tidak jelas
klien takut apabila orang lain mendengar dan klien merasa tak mampu mengontrolnya.
Klien membuat jarak antara dirinya dan halusinasi dengan memproyeksikan seolah-
olah halusinasi datang dari orang lain.
Perilaku klien : meningkatnya tanda-tanda sistem saraf otonom seperti peningkatan
denyut jantung dan tekanan darah. Klien asyik dengan halusinasinya dan tidak bisa
membedakan dengan realitas.
c. Fase Ketiga / controlling
Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol klien menjadi terbiasa dan tak
berdaya pada halusinasinya. Termasuk dalam gangguan psikotik.
Karakteristik : bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol, menguasai dan
mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya terhadap halusinasinya.
Perilaku klien : kemauan dikendalikan halusinasi, rentang perhatian hanya beberapa
menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupa klien berkeringat, tremor dan tidak mampu
mematuhi perintah.
d. Fase Keempat / conquering/ panik
Klien merasa terpaku dan tak berdaya melepaskan diri dari kontrol halusinasinya.
Halusinasi yang sebelumnya menyenangkan berubah menjadi mengancam,
memerintah dan memarahi klien tidak dapat berhubungan dengan orang lain karena
terlalu sibuk dengan halusinasinya klien berada dalam dunia yang menakutkan dalam
waktu singkat, beberapa jam atau selamanya. Proses ini menjadi kronik jika tidak
dilakukan intervensi.
Perilaku klien : perilaku teror akibat panik, potensi bunuh diri, perilaku kekerasan,
agitasi, menarik diri atau katatonik, tidak mampu merespon terhadap perintah
kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari satu orang.

Klien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering didapatkan duduk


terpaku dengan pandangan mata pada satu arah tertentu, tersenyum atau berbicara
sendiri, secara tiba-tiba marah atau menyerang oranglain, gelisah, melakukan gerakan
seperti sedang menikmati sesuatu. Juga keterangan dari klien sendiri tentang
halusinasi yang dialaminya ( apa yangdilihat, didengar atau dirasakan). Berikut ini
merupakan gejala klinis berdasarkan halusinasi (Budi Anna Keliat, 1999) :
a. Tahap I : halusinasi bersifat menyenangkan
Gejala klinis :
 Menyeringai/ tertawa tidak sesuai
 Menggerakkan bibir tanpa bicara
 Gerakan mata cepat
 Bicara lambat
 Diam dan pikiran dipenuhi sesuatu yang mengasikkan
b. Tahap 2 : halusinasi bersifat menjijikkan
Gejala klinis :
 Cemas
 Konsentrasi menurun
 Ketidakmampuan membedakan nyata dan tidak nyata
c. Tahap 3 : halusinasi yang bersifat mengendalikan
Gejala klinis :
 Cenderung mengikuti halusinasi
 Kesulitan berhubungan dengan orang lain.
 Perhatian atau konsentrasi menurun dan cepat berubah
 Kecemasan berat (berkeringat, gemetar, tidak mampu mengikuti petunjuk)
d. Tahap 4 : halusinasi bersifat menaklukkan
Gejala klinis :
 Pasien mengikuti halusinasi
 Tidak mampu mengendalikan diri
 Tidak mampu mengikuti perintah nyata
 Beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

5. Akibat Yang Ditimbulkan


Pasien yang mengalami perubahan persepsi sensori: halusinasi dapat beresiko
mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungannya. Resiko mencederai merupakan
suatu tindakan yang kemungkinan dapat melukai/ membahayakan diri, orang lain dan
lingkungan.

Tanda dan Gejala :

a. Memperlihatkan permusuhan
b. Mendekati orang lain dengan ancaman
c. Memberikan kata-kata ancaman dengan rencana melukai
d. Menyentuh orang lain dengan cara yang menakutkan
e. Mempunyai rencana untuk melukai
Klien yang mengalami halusinasi dapat kehilangan control dirinya sehingga bisa
membahayakan diri sendiri, orang lain maupun merusak lingkungan (resiko
mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan). Hal ini terjadi jika halusinasi
sudah sampai fase ke IV, dimana klien mengalami panic dan perilakunya
dikendalikan oleh isi halusinasinya. Klien benar-benar kehilangan kemampuan
penilaian realitas terhadap lingkungan. Dalam situasi ini klien dapat melakukan
bunuh diri, membunuh orang lain bahkan merusak lingkungan. Tanda dan
gejalanya adalah muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara tinggi,
berdebat dan sering pula tampak klien memaksakan kehendak: merampas
makanan, memukul jika tidak senang

6. Penatalaksanaan
a. Menciptakan lingkungan yang terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dna ketakutan klien akibat
halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan dilakukan secara individual dan
usahakan agar terjadi kontak mata, kalau bisa pasien disentuh atau dipegang. Pasien
jangan di isolasi baik secara fisik atau emosional. Setiap perawat masuk ke kamar
atau mendekati klien, bicaralah dengan klien. Begitu juga bila akan
meninggalkannya hendaknya klien diberitahu. Klien diberitahu tindakan yang akan
dilakukan. Di ruangan itu hendaknya disediakan sarana yang dapat merangsang
perhatian dan mendorong pasien untuk berhubungan dengan realitas, misalnya jam
dinding, gambar atau hiasan dinding, majalah dan permainan.
b. Melaksanakan program terapi dokter
Sering kali klien menolak obat yang diberikan sehubungan dengan rangsangan
halusinasi yang diterimanya. Pendekatan sebaiknya secara persuatif tapi instruktif.
Perawat harus mengamati agar obat yang diberikan betul ditelannya, serta reaksi
obat yang diberikan.
c. Menggali permasalahan klien dan membantu mengatasi masalah yang ada
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat menggali masalah
klien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta membantu mengatasi
masalah yang ada. Pengumpulan data ini juga dapat melalui keterangan keluarga
klien atau orang lain yang dekat dengan klien.
d. Memberi aktivitas pada klien
Klien diajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik, misalnya berolah
raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat membantu mengarahkan
klien ke kehidupan nyata dan memupuk hubungan dengan orang lain. Klien diajak
menyusun jadwal kegiatan dan memilih kegiatan yang sesuai.
e. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan
Keluarga klien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data klien agar ada
kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses keperawatan, misalnya dari
percakapan dengan klien diketahui bila sedang sendirian ia sering mendengar laki-
laki yang mengejek. Tapi bila ada orang lain di dekatnya suara-suara itu tidak
terdengar jelas. Perawat menyarankan agar klien jangan menyendiri dan
menyibukkan diri dalam permainan atau aktivitas yang ada. Percakapan ini
hendaknya diberitahukan pada keluarga klien dan petugas lain agar tidak
membiarkan klien sendirian dan saran yang diberikan tidak bertentangan.
f. Farmako:
Anti psikotik:
a. Chlorpromazine (Promactile, Largactile)
b. Haloperidol (Haldol, Serenace, Lodomer)
c. Stelazine
d. Clozapine (Clozaril)
e. Risperidone (Risperdal)
f. Anti parkinson:
g. Trihexyphenidile

D. KLIEN
1. Kriteria Klien
Klien sebagai anggota yang mengikuti TAK ini meliputi :
3. Klien yang mengalami halusinasi pendengaran belum terkontrol
4. Klien dengan Isolasi sosial akibat hallusinansi
5. Klien dapat diajak kerja sama ( cooperative )
2. Proses Seleksi
 Mengkaji klien dengan tanda-tanda gangguan jiwa yang disebutkan diatas
 Mengkomunikasikan dengan perawat ruangan untuk memilih pasien yang
sesuai
 Membuat kontrak dengan pasien yang sudah dipilih

E. WAKTU DAN TEMPAT PELAKSANAAN


1. Terapi Aktivitas Kelompok ini dilaksanakan pada
Sesi 1 stimulasi persepsi; Halusinasi
Hari / Tanggal : Kamis, 06 Oktober 2017
Waktu : 10.00 – 10.30
Tempat : Ruang Merpati Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat
2. Terapi Aktivitas Kelompok ini dilaksanakan pada
Sesi 2 stimulasi persepsi; Halusinasi
Hari / Tanggal :
Waktu : 10.00 – 10.30
Tempat Ruang Merpati Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat
3. Terapi Aktivitas Kelompok ini dilaksanakan pada
Sesi 3 stimulasi persepsi; Halusinasi
Hari / Tanggal :
Waktu : 10.00 – 10.30
Tempat : Ruang Merpati Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat
4. Terapi Aktivitas Kelompok ini dilaksanakan pada
Sesi 4 stimulasi persepsi; Halusinasi
Hari / Tanggal :
Waktu : 10.00 – 10.30
Tempat : Ruang Merpati Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat
5. Terapi Aktivitas Kelompok ini dilaksanakan pada
Sesi 5 stimulasi persepsi; Halusinasi
Hari / Tanggal :
Waktu : 10.00 – 10.30
Tempat : Ruang Merpati Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat
6. PENGORGANISASIAN
Sesi 1
1. Leader :
2. Co-leader :
3. Fasilitator :
4. Observer :
Sesi 2
1. Leader :
2. Co-leader :
3. Fasilitator :
4. Observer :
Sesi 3
1. Leader :
2. Co-leader :
3. Fasilitator :
4. Observer :
Sesi 4
5. Leader :
6. Co-leader :
7. Fasilitator :
8. Observer :
Sesi 5
9. Leader :
10. Co-leader :
11. Fasilitator :
12. Observer :
7. METODE
Metode yang digunakan dalam TAK ini adalah
 Sesi 1: Diskusi dan tanya jawab, bermain peran/ simulasi
 Sesi 2: Diskusi dan tanya jawab, bermain peran/ simulasi
 Sesi 3: Diskusi dan tanya jawab, bermain peran/ simulasi, dan latihan
 Sesi 4: Diskusi kelompok, bermain peran/simulasi
 Sesi 5: Diskusi dan tanya jawab, melengkapi jadwal harian
8. MEDIA DAN ALAT
Adapun media dan alat yang digunakan dalam TAK ini adalah sebagai berikut :
1. Speaker
2. Laptop

9. URAIAN TUGAS PELAKSANAANYA


1. Leader
 Menyusun rencana terapi aktivitas kelompok
 Membacakan tujuan dan peraturan kegiatan terapi aktivitas kelompok
sebelum kegiatan dimulai
 Mengarahkan kelompok sesuai tujuan
 Mampu memotivasi anggota untuk aktif dalam kelompok dan
memperkenlkan diri
 Mampu memimpin terapi aktivitas kelompok dengan baik dan tertib
 Menetralisir bila ada masalah yang timbul dalam kelompok
2. Co-Leader
 Menyampaikan informasi dari fasilitator ke leader tentang aktivitas klien
 Membantu leader mengorganisasikan kelompok
 Mengingatkan leader jika kegiatan menyimpang
3. Fasilitator
 Memfasilitasi semua klien, khususnya yang kurang aktif
 Mengatur jalannya aktivitas kelompok
 Membantu kelompok berperan aktif
 Berperan sebagai role model bagi klien selama proses aktivitas kelompok
 Mengantisipasi masalah yang akan terjadi
4. Observer
 Mengobservasi jalannya proses kegiatan
 Mencatat perilaku verbal dan non verbal klien selama dinamika kelompok
 Mencatat semua proses yang terjadi dan melaporkannya

10. SETTING TEMPAT


Terapis dan klien berada pada posisi membentuk lingkaran
Ruangan nyaman dan tenang

Keterangan Gambar

: Leader : Fasilitator

: Co- Leader : Observer

: Pasien
11. TATA TERTIB DAN PROGRAM ANTISIPASI
1. Tata Tertib
 Peserta bersedia mengikuti kegiatan TAK
 Peserta wajib hadir 5 menit sebelum acara dimulai
 Peserta berpakian rapi, bersih dan sudah mandi
 Tidak diperkenankan makan, minum dan tidur di selaa kegiatan
berlangsung
 Jika ingin mengajukan atau menjawab pernyataan peserta mengangkat
tangan kanan dan berbicara setelah dipersilahkan oleh pemimpin
 Peserta yang mengacaukan jalannya acara akan dikeluarkan dari kelompok
 Peserta dilarang keluar sebelum acara selesai dan diperkenankan keluar
 Apabila waktu TAK sesuai kesepakatan telah habis, namun TAK belum
selesai maka pemimpin akan meminta persetujuan anggota untuk
memperpanjang waktu TAK kepada anggota.
2. Program Antisipasi
Ada beberapa langkah yang dapat diambil dalam mengantisipasi kemungkinan
yang akan terjadi pada pelaksanaan TAK . Langkah – langkah tersebut adalah :
 Apabila klien yang telah bersedia untuk mengikuti TAK namun saat
pelaksanaan TAK tidak brsedia maka langkah yan diambil adalah
mempersiapkan klien cadangan yang telah diseleksi sesuai dengan krteria
dan telah disepakati oleh anggota kelompok lainnya
 Apabila dalam pelaksanaan ada anggota kelompok yang tidak mentaati
tata tertib yang telah disepakati maka berdasarkan kesepakatan ditegur
terlebih dahulu dan bila masih tidak kooperatif maka dikeluarkan dari
kegiatan.
 Bila ada anggota keompok yang melakukan kekerasan leader
memberitahukan kepada anggota TAK lain bahwa perilaku kekerasan
tidak boleh dilakukan
12. TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK
1. Proses Pelaksanaan
a. Persiapan
 Membuat kontrak dengan klien yang sesuai dengan indikasi : Halusinasi
 Mempersiapkan alat dan lokasi pertemuan
b. Orientasi
 Salam terapeutik : Salam dari terapis kepada klien, peserta dan terapis
memakai papan nama
 Perkenalkan nama dan panggilan terapis
 Menayakan nama dan panggilan klien
c. Evaluasi dan Validasi
 Menanyakan perasaan klien saat ini
d. Kontrak
 Terapis menjelaskan tujuan kegiatan,
 Terapis menjelaskan aturan main berikut
- Jika ada klien yang ingin meninggalakan kelompok, harus minta ijin
kepada terapis
- Lama kegiatan 20 menit
- Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir
e. Tahap Kerja Sesi 1 (Mengenal halusinasi)
 Terapis mengajak klien untuk saling memperkenalkan diri (nama lengkap
dan nama panggilan) dimulai dari terapis secara berurutan searah jarum jam
 Setiap kali seorang klien selesai memperkenalkan diri terapis mengajak
semua klien tepuk tangan
 Terapis dan klien memakai papan nama
 Terapis menjelaskan bahwa akan diputar lagu, klien boleh tepuk tangan
atau berjoget sesuai dengan irama lagu. Setelah lagu selesai, klien boleh
menceritakan perasaannya setelah mendengar lagu.
 Terapis memutar lagu, klien mendengar sambil berjoget atau tepuk tangan
dam mengelilingi kursi yang dibuat membentuk lingkaran. jika musik yang
diputar diberhentikan peserta masing-masing harus mendapat tempat duduk
bagi yang tidak mendapat tempat duduk diminta untuk menjawab
pertanyaan yang disiapkan. (Suara yang di dengar,isi halusinasi, kapan
terjadi halusinasi, situasi terjadinya, perasaan klien saat terjadinya)
 Secara bergiliran, klien diminta menceritakan perasaannya. Sampai semua
klien mendapat giliran.
 Terapis memberikan pujian, setiap klien selesai menceritakan perasaannya,
dan mengajak klien lain bertepuk tangan.
f. Tahap Kerja Sesi 2 (Mengontrol Halusinasi )
 Terapis mengajak klien untuk saling memperkenalkan diri (nama lengkap
dan nama panggilan) dimulai dari terapis secara berurutan searah jarum
jam
 Setiap kali seorang klien selesai memperkenalkan diri terapis mengajak
semua klien tepuk tangan
 Terapis dan klien memakai papan nama
 Terapis menjelaskan bahwa akan diputar lagu, sambil dioperkan bola, jika
music berhenti bola juga berhenti dioverkan, orang yang memegang bola
untuk terakhir diminta untuk menceritakan apa yang dilakukan peserta pada
saat mengalami halusinasi.
 Terapis menjelaskan cara mengatasi halusinasi dengan cara menghardik
halusinasi saat halusinasi muncul.
 Secara bergiliran, klien diminta menceritakan perasaannya. Sampai semua
klien mendapat giliran.
 Terapis memberikan pujian, setiap klien selesai menceritakan perasaannya,
dan mengajak klien lain bertepuk tangan.
g. Tahap Kerja Sesi 3 (Mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan )
 Terapis mengajak klien untuk saling memperkenalkan diri (nama lengkap
dan nama panggilan) dimulai dari terapis secara berurutan searah jarum
jam
 Setiap kali seorang klien selesai memperkenalkan diri terapis mengajak
semua klien tepuk tangan
 Terapis dan klien memakai papan nama
 Terapis menjelaskan cara kedua yaitu melakukan kegiatan sehari-hari.
Jelaskan bahwa dengan melakukan kegiatan secara teratur akan mencegah
munculnya halusinasi.
 Terapis meminta klien untuk menyampaikan kegiatan yang biasanya
dilakukan sehari-hari dan dituliskan.
 Terapis meminta klien untuk membacakan jadwal kegiatan yang sudah
dituliskan masing-masing klien.
 Berikan pujian dan tepuk tangan bersama kepada klien yang sudah selesai
membuat jadwal dan membacakannya.
h. Tahap Kerja Sesi 4 (Mencegah halusinasi dengan bercakap-cakap)
 Terapis mengajak klien untuk saling memperkenalkan diri (nama lengkap
dan nama panggilan) dimulai dari terapis secara berurutan searah jarum
jam
 Setiap kali seorang klien selesai memperkenalkan diri terapis mengajak
semua klien tepuk tangan
 Terapis dan klien memakai papan nama
 Terapis menjelaskan pentingnya bercakap-cakap dengan orang lainuntuk
mengontrol dan mencegah halusinasi.
 Terapis meminta klien untuk menyebutkan orang yang biasanya diajak
bercakap-cakap dan pokok pembicaraan yang biasanya dibicarakan.
 Terapis memperagakan cara bercakap-cakap jika halusinasi muncul.”suster
ada suara yang muncul ditelingaku, saya mau ngobrol dengan suster”.
 Terapis meminta klien untuk memperagakan percakapan dengan orang
disebelahnya.
 Berikan pujian dan tepuk tangan bersama kepada klien yang sudah selesai
membuat jadwal dan membacakannya.
i. Tahap Kerja Sesi 5 (Mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat)
 Terapis mengajak klien untuk saling memperkenalkan diri (nama lengkap
dan nama panggilan) dimulai dari terapis secara berurutan searah jarum jam
 Setiap kali seorang klien selesai memperkenalkan diri terapis mengajak
semua klien tepuk tangan
 Terapis dan klien memakai papan nama
 Terapis menjelaskan bahwa akan diputar lagu, klien boleh tepuk tangan
atau berjoget sesuai dengan irama lagu. Setelah lagu selesai, klien
menceritakan perasaannya setelah mendengar lagu.
 Terapis memutar lagu, klien mendengar sambil berjoget atau tepuk tangan
dam mengelilingi kursi yang dibuat membentuk lingkaran. jika musik yang
diputar diberhentikan peserta masing-masing harus mendapat tempat duduk
bagi yang tidak mendapat tempat duduk diminta membacakan,keuntungan
minum obat, kerugian tidak patuh minum obat, menyampaikan obat yang
diminum dan waktu minum obat, membacakan 5 benar minum obat.
 Secara bergiliran, klien diminta menceritakan perasaannya. Sampai semua
klien mendapat giliran.
 Terapis memberikan pujian, setiap klien selesai menceritakan perasaannya,
dan mengajak klien lain bertepuk tangan.
 Berikan pujian dan tepuk tangan bersama kepada klien yang sudah selesai
j. Tahap terminasi
 Evaluasi
Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK
Terapis memberikan pujian atas keberhasilan kelompok
 Tindak Lanjut sesi 1
Terapis menganjurkan klien untuk mendengarkan musik yang disukai dan
bermakna dalam kehidupannya
 Kontrak yang akan datang
Menyepakati TAK yang akan datang, yaitu menggambar
Menyepakati waktu dan tempat

2. Evaluasi dan Dokumentasi


Evaluasi
Evaluasi dilakuakan saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap kerja.
Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK.
Untuk TAK stimulasi persepsi: Halusinasi, kemampuan klien yang diharapkan
adalah semua yang tertera pada tujuan khusus dapat tercapai.
Kemampuan memberi respon
NO Aspek yang dinilai Nama Pasien

1 Menyebut isi halusinasi


2 Menyebut waktu terjadinya
halusinasi
3 Menyebutkan situasi
terjadinya halusinasi
4 Menyebut perasaan saat
halusinasi

Petunjuk :

1. Tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama klien
2. Untuk tiap klien, beri penilaian tentang kemampuan klien, Beri (√) jika klien
mampu, dan (-) jika klien tidak mampu.

Dokumentasi

Dokumentasi kemampuan yang dimiliki klien saat TAK pada catatan proses
keperawatan tiap klien. Contoh : klien mengikuti sesi 1, TAK stimulasi sensori . Klien
mengikuti kegiatan sampai akhir dan menggerakan jari sesuai dengan irama musik,
tetapi belum mampu memberi pendapat dan perasaan tentang musik. Latih klien untuk
mendengarkan musik di ruang rawat.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Terapi aktivitas kelompok dapat mempermudah psikoterapi dengan sejumlah


klien dalam waktu yang sama. Manfaat TAK agar klien dapat belajar kembali
bagamana cara bersosialisasi dengan orang lain sesuai dengan kebutuhannya
memperkenalkan dirinya. TAK stimulus persepsi sensori, klien dilatih
mempersiapkan simulus yang disediakan atau stimulus yang pernah dialami. Di TAK
ini pasien akan dievaluasi dan ditingkatkan kemampuan persepsi klien tentang realita.
Dengan adanya TAK ini diharapakan respon terhadap kehidupan menjadi adaptif.
Halusinasi adalah pengalaman panca indera tanpa adanya rangsangan
(stimulus) misalnya penderita mendengar suara-suara, bisikan di telinganya padahal
tidak ada sumber dari suara bisikan itu (Hawari, 2001).

Anda mungkin juga menyukai