Anda di halaman 1dari 113

ANALISIS PERKIRAAN DAMPAK EKONOMI KEBIJAKAN

MINIMUM LEGAL SIZE RAJUNGAN (Portunus pelagicus)


TERHADAP NELAYAN DESA GEBANG MEKAR
KABUPATEN CIREBON

DINA SETRIANA

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011
i

RINGKASAN

DINA SETRIANA. Analisis Perkiraan Dampak Ekonomi Kebijakan Minimum


Legal Size Rajungan (Portunus pelagicus) Terhadap Nelayan Desa Gebang Mekar
Kabupaten Cirebon. Dibimbing oleh TRIDOYO KUSUMASTANTO dan
RIZAL BAHTIAR.

Rajungan merupakan salah satu komoditas perikanan yang memiliki nilai


ekonomi tinggi dan dieskpor ke berbagai negara. Kebutuhan ekspor rajungan
sampai saat ini masih mengandalkan hasil tangkapan nelayan di laut sehingga
untuk mengantisipasi peningkatan penangkapan rajungan yang tidak mencapai
maturity, salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan menetapkan
kebijakan minimum legal size. Banyak stakeholder yang terlibat dalam crab
fishery salah satunya adalah nelayan. Oleh sebab itu, penelitian ini dilakukan
untuk mengetahui perkiraan dampak ekonomi kebijakan minimum legal size
terhadap nelayan. Tujuan penelitian secara khusus yaitu: (1) mengidentifikasi
karakteristik usaha nelayan rajungan; (2) mengidentifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi pendapatan nelayan rajungan; (3) memperkirakan nilai
kesejahteraan nelayan rajungan sebelum dan setelah kebijakan minimum legal
size; (4) menilai kelayakan usaha nelayan rajungan sebelum dan setelah kebijakan
minimum legal size dan (5) mengkaji penerapan kebijakan minimum legal zise.
Penelitian ini dilakukan di Desa Gebang Mekar Kecamatan Gebang Kabupaten
Cirebon Provinsi Jawa Barat. Pengambilan data primer dilakukan pada bulan
April-Mei 2011.
Hasil penelitian menunjukkan karakteristik usaha nelayan rajungan yaitu
yang terdiri dari operasi penangkapan nelayan, pemasaran hasil tangkapan, rumah
tangga nelayan dan lingkungan sosial ekonomi nelayan. Faktor yang berpengaruh
nyata terhadap pendapatan nelayan adalah jumlah hasil tangkapan, pengalaman
dan jumlah alat tangkap. Analisis kesejahteraan rajungan digunakan untuk
mengukur tingkat kesejahteraan nelayan untuk memenuhi kebutuhan
subsistennya. Metode analisis yang digunakan adalah Nilai Tukar Nelayan (NTN).
Asumsi yang digunakan dalam NTN adalah semua hasil usaha perikanan tangkap
dipertukarkan atau diperdagangkan dengan hasil sektor non perikanan tangkap.
NTN dihitung untuk dua alat tangkap yaitu alat tangkap jaring kejer dan bubu
lipat pada kondisi saat ini atau sebelum kebijakan minimum legal size dan apabila
kebijakan tersebut diterapkan. NTN untuk nelayan jaring kejer sebelum kebijakan
bernilai 0,69 dan setelah kebijakan bernilai 0,65. Sedangkan, NTN untuk nelayan
bubu lipat sebelum kebijakan bernilai 0,82 dan setelah kebijakan 0,81.
Berdasarkan hasil analisis, kesejahteraan nelayan rajungan saat ini dan apabila
kebijakan minimum legal size diterapkan nilai NTN untuk nelayan jaring kejer
mengalami penurunan sebesar 0,04 dan untuk nelayan bubu lipat mengalami
penurunan sebesar 0,01. Hal ini menunjukkan nelayan rajungan di Desa Gebang
Mekar tidak bisa memenuhi kebutuhan subsistennya.
Berdasarkan hasil analisis Return Cost Ratio untuk nelayan jaring kejer
saat ini adalah sebesar 1,06 dan setelah kebijakan sebesar 1,05. Hasil analisis
nelayan bubu lipat saat ini adalah sebesar 1,10 dan setelah kebijakan 1,09. Metode
analisis yang digunakan dalam jangka panjang adalah Benefit Cost Analysis
(BCA). Hasil BCA usaha nelayan rajungan dengan umur proyek 10 tahun dan
ii

discount rate 6,75% menunjukkan NPV untuk jaring kejer saat ini sebesar Rp 10
087 241, Net B/C 1,97 dan IRR 14 persen dan setelah kebijakan nilai NPV
sebesar Rp 2 972 450, Net B/C 1,49 dan IRR 9 persen. Hasil analisis untuk
nelayan bubu lipat saat ini menunjukkan NPV sebesar Rp 19 683 730, Net B/C
2,07 dan IRR 17 persen, setelah kebijakan nilai NPV sebesar Rp 14 951 582, Net
B/C 1,91 dan IRR 15 persen. Hasil analisis menunjukkan penurunan R-C ratio
untuk nelayan jaring kejer dan bubu lipat sama sebelum dan setelah kebijakan.
Namun, pada jangka panjang penurunan IRR untuk nelayan jaring kejer sangat
signifikan yaitu sebesar 5 persen sedangkan untuk nelayan bubu lipat sebesar 2
persen. Hal ini disebabkan meskipun nelayan bubu lipat memerlukan banyak
investasi namun hasil tangkapan rajungan yang ukurannya kurang dari 8,5 cm
hanya 1 persen dan untuk nelayan jaring kejer 5 persen dari hasil tangkapannya.
Sehingga, dengan adanya kebijakan minimum legal size sangat berpengaruh pada
nelayan jaring kejer. Hasil analisis menunjukkan kebijakan minimum legal size
berdampak negatif terhadap pendapatan nelayan rajungan

Kata Kunci : Rajungan, Minimum Legal Size, Nelayan, Nilai Tukar Nelayan,
Benefit Cost Analysis method.
ANALISIS PERKIRAAN DAMPAK EKONOMI KEBIJAKAN
MINIMUM LEGAL SIZE RAJUNGAN (Portunus pelagicus)
TERHADAP NELAYAN DESA GEBANG MEKAR
KABUPATEN CIREBON

DINA SETRIANA

H44070078

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011
iii

Judul Skripsi : Analisis Perkiraan Dampak Ekonomi Kebijakan Legal Minimum


Size Rajungan (Portunus pelagicus) terhadap Nelayan Desa
Gebang Mekar Kabupaten Cirebon
Nama : Dina Setriana
NIM : H44070078

Menyetujui,

Dosen Pembimbing 1 Dosen Pembimbing 2

Prof. Dr. Ir. Tridoyo Kusumastanto, MS Rizal Bahtiar, S.Pi, M.Si


NIP : 19580507 198601 1 001 NIP : 19800603 200912 1 006

Mengetahui,
Ketua Departemen
Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT


NIP : 19660717 199203 1 003

Tanggal Lulus :
iv

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN


SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Analisis Perkiraan Dampak Kebijakan
Minimum Legal Size Rajungan (Portunus pelagicus) Terhadap Nelayan Desa
Gebang Mekar Kabupaten Cirebon adalah benar merupakan hasil karya bersama
kerjasama dengan project Economic Evaluation of Implementing Minimum Legal
Size on Blue Swimming Crab Fishery in Indonesia yang diketuai oleh Bapak Rizal
Bahtiar S.Pi, M.Si yang didanai oleh EEPSEA dan belum pernah dipublikasikan
sebelumnya. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan
secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya diterbitkan ataupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.

Bogor, Agustus 2011

Dina Setriana
H44070078
v

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

memberi bantuan dan dukungan selama proses penyusunan skripsi ini, terutama

kepada:

1. Mamah (Suwarni S.Pd), Bapak (E. Sadikin), kakak (Hennie Herawati dan

Henna Aditiana), Saudara Kembar (Diny Setriani) dan Dhery Mega Santika

atas segala dukungan, doa dan kasih sayang yang tak terhingga.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Tridoyo Kusumastanto, MS (Pembimbing I) dan Bapak

Rizal Bahtiar S.Pi, M.Si (Pembimbing II) selaku dosen pembimbing skripsi

yang telah meluangkan waktu untuk bimbingan, saran dan motivasi dalam

penyusunan skripsi ini.

3. Bapak Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc. Selaku dosen penguji utama dan

Ibu Pini Wijayanti, SP, M.Si selaku dosen perwakilan departemen.

4. Ibu Pini Wijayanti, SP, M.Si. selaku pembimbing akademik.

5. Bapak Agus, Bapak Supandi (Sekdes Desa), Bapak Nurdiyanto (Kaur

Pemerintahan), Bapak kiat dan seluruh masyarakat Desa Gebang Mekar dan

Gebang Kulon, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cirebon bagian

Perikanan Tangkap atas dukungan, data dan informasinya.

6. Rekan satu bimbingan Wezia Berkademi, Fandi W. Ikhsani, Frizka Amalia,

Ria Larastiti, Erlinda dan Astrid Yeyen atas bantuan, semangat dan

motivasinya.
vi

7. Dina Berina, Diyah A.P., Nadia Mutiarani, Kartika P.S., Ario B. Sandjoyo,

Bahrion I. Tampubolon, Andrian Irwansyah serta sahabat ESL 44 atas

kebersamaan dan dukungannya.

8. Ahmad Fajri Prabowo, Kriswindya Tasha, Novia F.P., Fithriyani Rahayu,

Rabiah A.S, serta rekan-rekan PSM IPB Agria Swara atas pengalaman,

kebersamaan dan kasih sayangnya.


vii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang

selalu memberikan rahmat serta karunia-Nya. Skripsi ini disusun sebagai salah

satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen

Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut

Pertanian Bogor.

Penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai

perkiraan dampak ekonomi kebijakan terhadap nelayan dimana dalam penelitian

ini adalah kebijakan minimum legal size di Desa Gebang Mekar Kabupaten

Cirebon. Kajian yang dilakukan meliputi karakteristik usaha nelayan rajungan

melalui analisis deskriptif, faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan nelayan

rajungan melalui analisis linear berganda. Selain itu, dilakukan analisis

kesejahteraan nelayan sebelum dan setelah kebijakan minimum legal size serta

analisis pendapatan dan kelayakan usaha nelayan rajungan sebelum dan setelah

kebijakan. Penelitian ini juga mengkaji implikasi kebijakan minimum legal size

dan kebijakan lain yang dapat diterapkan bersama kebijakan ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Akhir kata,

semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak, khususnya

dalam rangka meningkatkan kesejahteraan nelayan dan menjaga kelestarian

sumberdaya perikanan.

Bogor, Agustus 2011

Penulis
viii

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN ..........................................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................iii
HALAMAN KEORISINILAN ..............................................................................iv
UCAPAN TERIMA KASIH ...................................................................................v
KATA PENGANTAR ..........................................................................................vii
DAFTAR ISI ........................................................................................................viii
DAFTAR TABEL ..................................................................................................xi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................xii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................xiii
I. PENDAHULUAN .............................................................................................1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ...............................................................................4
1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................6
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................6
1.5 Batasan Penelitian ..................................................................................7
II. TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................................8
2.1 Klasifikasi Rajungan ..............................................................................8
2.2 Morfologi Rajungan ...............................................................................9
2.3 Karakteristik Rajungan.........................................................................10
2.4 Ukuran Kedewasaan Rajungan ............................................................11
2.5 Nelayan ................................................................................................12
2.6 Return Cost Ratio .................................................................................14
2.7 Benefit Cost Analysis ...........................................................................15
2.8 Nilai Tukar Nelayan .............................................................................16
2.9 Regresi Linear Berganda ......................................................................18
III. KERANGKA PEMIKIRAN ............................................................................21
IV. METODOLOGI PENELITIAN .......................................................................24
4.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ...............................................................24
4.2 Metode Penelitian.................................................................................24
4.3 Metode Pengumpulan Data ..................................................................24
4.4 Metode Analisis Data ...........................................................................25
4.4.1 Analisis Karakteristik Usaha Nelayan ........................................26
4.4.2 Analisis Regresi Linear Berganda...............................................27
4.4.3 Analisis Kesejahteraan Nelayan ..................................................28
4.4.4 Analisis Kelayakan Usaha Rajungan ..........................................29
4.4.4.1 Return Cost Ratio ............................................................29
4.4.4.2 Benefit Cost Analysis .......................................................30

ix
V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN ............................................34
5.1 Letak dan Geografis Desa Gebang Mekar Kabupaten Cirebon ............34
5.2 Topografis .............................................................................................34
5.3 Demografi .............................................................................................35
5.4 Potensi Sumberdaya ..............................................................................36
5.5 Kondisi Perikanan .................................................................................37
5.5.1 Produksi dan Nilai Produksi.........................................................37
5.5.2 Sarana dan Prasarana ....................................................................38
5.5.3 Musim dan Daerah Penangkapan .................................................39
5.6 Karakteristik Nelayan Responden .........................................................40
5.6.1 Umur Nelayan ..............................................................................40
5.6.2 Pengalaman Nelayan ....................................................................41
5.6.3 Tingkat Pendidikan ......................................................................42
5.6.4 Pekerjaan Sampingan ...................................................................44
5.7 Unit Penangkapan .................................................................................45
5.7.1 Alat Tangkap ................................................................................45
5.7.2 Perahu ...........................................................................................47
5.7.3 Nelayan ........................................................................................47
5.7.4 Bahan Bakar Solar........................................................................48
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................................49
6.1 Karakteristik Usaha Nelayan Rajungan ................................................49
6.1.1 Operasi Penangkapan ...................................................................49
6.1.2 Pemasaran Hasil Tangkapan ........................................................51
6.1.3 Rumah Tangga Nelayan ...............................................................53
6.1.4 Kondisi Ekonomi Sosial Masyarakat ...........................................54
6.2 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Nelayan ... 55
6.2.1 Hubungan Jumlah Hasil Tangkapan terhadap Pendapatan
Nelayan ........................................................................................56
6.2.2 Hubungan Jumlah Awak Kapal terhadap Pendapatan
Nelayan ........................................................................................56
6.2.3 Hubungan Jumlah Trip Melaut terhadap Pendapatan
Nelayan ........................................................................................57
6.2.4 Hubungan Pengalaman terhadap Pendapatan Nelayan ................58
6.2.5 Hubungan Biaya Melaut terhadap Pendapatan Nelayan ..............58
6.2.6 Hubungan Jumlah Alat Tangkap terhadap Pendapatan
Nelayan ........................................................................................59
6.2.7 Hubungan Pendapatan Lain terhadap Pendapatan Nelayan .........59
6.3 Analisis Kesejahteraan Nelayan ............................................................60
6.4 Analisis Struktur Penerimaan ................................................................61
6.5 Analisis Struktur Biaya .........................................................................62
6.5.1 Biaya Penyusutan .........................................................................63
6.5.1.1 Biaya Penyusutan Perahu .................................................63
6.5.1.2 Biaya Penyusutan Mesin ..................................................64
6.5.1.3 Biaya Penyusutan Alat Tangkap ......................................64
6.5.2 Biaya Perawatan ............................................................................64
6.5.2.1 Biaya Perawatan Perahu ....................................................65
6.5.2.2 Biaya Perawatan Mesin .....................................................65

6.5.2.3 Biaya Perawatan Alat Tangkap .........................................66


6.5.3 Biaya Operasional Penangkapan ...................................................67
6.6 Analisis Pendapatan Usaha Nelayan Rajungan ......................................68
6.7 Analisis Kelayakan Usaha......................................................................71
6.8 Implikasi Kebijakan ...............................................................................72
VII. KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................75
7.1 Kesimpulan ..............................................................................................75
7.2 Saran .........................................................................................................76
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................77
LAMPIRAN ...........................................................................................................80
RIWAYAT HIDUP ..............................................................................................101
xi

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman
1 Nilai Ekspor Hasil Perikanan Menurut Komoditi Tahun 2005-2007 .......2
2 Jumlah sampel menurut unit penangkapan rajungan Desa Gebang
Mekar ........................................................................................................25
3 Matriks Metode Analisis Data ..................................................................26
4 Mata Pencaharian Penduduk Desa Gebang Mekar Tahun 2010 ...............35
5 Kelompok Umur Penduduk Desa Gebang Mekar Tahun 2008 ................36
6 Perkembangan Produksi dan Nilai Produksi Tahun 2006-2010
Kabupaten Cirebon....................................................................................37
7 Perkembangan Produksi dan Nilai Produksi Rajungan Tahun
2006-2010 Kabupaten Cirebon .................................................................38
8 Jumlah Responden Berdasarkan Sebaran Umur Desa Gebang
Mekar Tahun 2011 ....................................................................................41
9 Jumlah Responden Berdasarkan Pengalaman Desa Gebang
Mekar Tahun 2011 ....................................................................................42
10 Jumlah Responden Berdasarkan Pendidikan Desa Gebang Mekar
Tahun 2011................................................................................................43
11 Jumlah Responden Berdasarkan Pekerjaan Sampingan Desa Gebang
Mekar Tahun 2011 ....................................................................................44
12 Banyak Alat Tangkap di Kabupaten Cirebon Tahun 2006-2010 ..............45
13 Komponen Biaya Penyusutan Jaring Kejer ...............................................63
14 Komponen Biaya Penyusutan Bubu Lipat ................................................63
15 Komponen Biaya Perawatan Perahu .........................................................65
16 Komponen Biaya Perawatan Mesin ..........................................................66
17 Komponen Biaya Perawatan Alat Tangkap ..............................................67
18 Komponen Biaya Operasional Jaring Kejer ..............................................68
19 Komponen Biaya Operasional Bubu Lipat ...............................................68
xii

DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1 Spesies Rajungan Portunus pelagicus ........................................................9
2 Diagram Alur Kerangka Pemikiran ..........................................................23
3 Pelabuhan Pendaratan Ikan Desa Gebang Mekar .....................................39
4 Bubu Lipat.................................................................................................50
5 Jaring Kejer ...............................................................................................51
6 Urutan Pemasaran Rajungan .....................................................................53
xiii

DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1 Kuesioner penelitian ...................................................................................81
2 Data Karakteristik Responden Desa Gebang Mekar Tahun 2011 ..............84
3 Hasil Analisis Regresi Linear Berganda Nelayan Rajungan Tahun 2011 86
4 Nilai Tukar Nelayan Rajungan Jaring Kejer Sebelum Kebijakan ..............90
5 Nilai Tukar Nelayan Rajungan Jaring Kejer Setelah Kebijakan ................91
6 Nilai Tukar Nelayan Rajungan Bubu Lipat Sebelum Kebijakan ...............93
7 Nilai Tukar Nelayan Rajungan Bubu Lipat Setelah Kebijakan .................93
8 Besarnya Penerimaan Nelayan Berdasarkan Alat Tangkap Sebelum
dan Setelah Kebijakan ................................................................................94
9 Analisis Pendapatan Nelayan Rajungan Jaring Kejer Sebelum
Kebijakan ...................................................................................................95
10 Analisis Pendapatan Nelayan Rajungan Jaring Kejer
Setelah Kebijakan ......................................................................................95
11 Analisis Pendapatan Nelayan Rajungan Bubu Lipat Sebelum
Kebijakan ...................................................................................................96
12 Analisis Pendapatan Nelayan Rajungan Bubu Lipat Setelah
Kebijakan ...................................................................................................96
13 Analisis Finansial Jaring Kejer Sebelum Kebijakan ..................................97
14 Analisis Finansial Jaring Kejer Setelah Kebijakan ....................................98
15 Analisis Finansial Bubu Lipat Sebelum Kebijakan ....................................99
16 Analisis Finansial Bubu Lipat Setelah Kebijakan .....................................100
1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Secara geografis

Indonesia mempunyai zona maritim yang sangat luas yaitu, sebesar 5,8 juta km 2

yang terdiri dari laut territorial dengan luas 0,8 juta km2, laut nusantara 2,3 juta

km2 dan zona ekonomi eksklusif 2,7 juta km2. Disamping itu Indonesia memiliki

pulau sebanyak 17 480 pulau dan garis pantai sepanjang 95 181 km (Dewan

Kelautan Indonesia, 2008). Kekayaan sumberdaya alam yang begitu besar

menjadikan Indonesia memiliki banyak potensi untuk dikembangkan, salah

satunya adalah potensi wilayah pesisir dan laut.

Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki potensi sumberdaya

kelautan yang besar dan khususnya memiliki peluang sebagai salah satu negara

pengekspor produk sumberdaya perikanan. Pada tahun 2007, Indonesia

menempati posisi ke 12 negara pengekspor ikan di dunia yaitu sebesar dua persen,

sedangkan pada posisi pertama adalah China sebesar 11 persen, lalu Norwegia

sebesar tujuh persen dan Thailand enam persen1.

Salah satu hasil laut yang banyak dieskpor adalah rajungan (Portunus

pelagicus)-(Blue Swimming Crab). Rajungan merupakan komoditi ekspor

perikanan penting di Indonesia selain dari udang dan tuna. Pada Tabel 1 dapat

dilihat nilai ekspor hasil perikanan menurut komoditi pada tahun 2005-2007.

Komoditas udang dari tahun 2005-2007 menempati urutan pertama untuk nilai

1
www.waspada.co.id Diakses 28 Februari 2011
2

ekspor hasil perikanan. Komoditas udang memiliki nilai ekspor sebesar US$ 1

029 935 000 menurun dari tahun sebelumnya. Urutan kedua terdapat komoditas

tuna dan nilainya terus meningkat dari tahun ke tahun dan memiliki nilai ekspor

pada tahun 2007 sebesar US$ 304 348 000. Urutan ketiga terdapat komoditas ikan

lainnya yang mempunyai nilai ekspor sebesar US$ 568 420 000. Urutan keempat

terdapat komoditas kepiting yang mempunyai nilai ekspor sebesar US$ 179 189

000.

Tabel. 1 Nilai Ekspor Hasil Perikanan Menurut Komoditi Tahun 2005-2007


(US$)
No Komoditi 2005 2006 2007
1 Udang 984 130 000 1 115 963 000 1 029 935 000
2 Tuna/Cakalang 246 303 000 250 567 000 304 348 000
3 Ikan lainnya (ikan putih, cumi dll) 366 414 000 449 812 000 568 420 000
4 Kepiting 130 905 000 134 825 000 179 189 000
5 Lainnya (ikan hias, rumput laut dll) 221 553 000 152 305 000 177 028 000
Total 1 913 305 000 2 103 472 000 2 258 902 000
Sumber: Departemen Kelautan dan Perikanan, 2008

Total ekspor Rajungan selama bulan Januari-Mei 2010 mencapai 9 000 ton

dengan nilai US$ 84 juta apabila dirata-ratakan eksportir Indonesia mengirim

1 800 ton rajungan. Jumlah ini naik 13,68 persen jika dibandingkan dengan ekspor

2009 sebanyak 1 583,3 ton per bulan2.

Rajungan merupakan salah satu komoditas perikanan yang memiliki nilai

ekonomi yang tinggi dan dieskpor terutama ke Amerika dan seperti China,

Jepang, Hongkong, Korea Selatan, Malaysia dan sejumlah negara Eropa lainnya.

Rajungan dalam bentuk segar di ekspor ke Singapura dan Jepang. Sedangkan

rajungan dalam bentuk olahan kaleng diekspor ke Belanda. Hingga saat ini

seluruh kebutuhan ekspor rajungan masih mengandalkan hasil tangkapan nelayan

di laut, sehingga dikhawatirkan akan mempengaruhi populasi rajungan di alam.


2
www.industri.kontan.co.id. Diakses 18 Desember 2010
3

Banyak stakeholder yang terlibat dalam crab fishery salah satunya adalah

nelayan, sedangkan hasil tangkapan nelayan mengalami penurunan dan berakibat

pada tingkat kesejahteraan nelayan saat ini. Hal ini menunjukkan peningkatan

upaya penangkapan (catching effort) yang dilakukan oleh para nelayan dan tidak

menghasilkan manfaat ekonomis maksimal.

Guna mengantisipasi kecenderungan peningkatan penangkapan rajungan

yang berukuran kecil dan menyebabkan rajungan tidak bisa mencapai usia dewasa

untuk berkembang biak, diperlukan kebijakan untuk membatasi tingkat

pemanfaatan sumberdaya rajungan yang optimal dan berkelanjutan. Salah satu

cara yang bisa dilakukan adalah dengan menetapkan regulasi pendekatan ukuran

minimum atau minimum legal size sebagai dasar dalam merancang kebijakan

pemanfaatan sumberdaya perikanan rajungan yang berkelanjutan dan dampaknya

terhadap kesejahteraan nelayan rajungan.

Kecamatan Gebang Kabupaten Cirebon merupakan produsen penghasil

perikanan laut terbesar di Kabupaten Cirebon dengan produksi sebesar 9 144 ton

(Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cirebon, 2010). Desa Gebang Mekar

adalah salah satu desa di Kecamatan Gebang yang sebagian besar penduduknya

bekerja sebagai nelayan yang menangkap rajungan. Alat tangkap rajungan yang

digunakan oleh nelayan disana adalah jaring kejer, bubu lipat dan jaring arad.

Namun, alat tangkap yang diperbolehkan untuk menangkap rajungan hanya jaring

kejer dan bubu lipat sedangkan jaring arad merupakan alat tangkap yang tidak

ramah lingkungan (illegal).

Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Gebang Mekar merupakan salah satu

basis penangkapan rajungan terbesar di Kabupaten Cirebon. Pemerintah


4

Kabupaten belum menerapkan kebijakan untuk rajungan dalam bentuk minimum

legal size sehingga kajian mengenai perkiraan dampak kebijakan ini dapat

menjadi referensi dalam penerapan kebijakan tersebut dan dampaknya bagi

nelayan sehingga dapat mengoptimalkan tingkat pemanfaatan sumberdaya

rajungan yang ada dengan memperhatikan keberlanjutan dari sumberdaya

rajungan dan kesejahteraan nelayan.

1.2 Perumusan Masalah

Saat ini Indonesia tidak mempunyai pengaturan terhadap penangkapan

rajungan, nelayan dapat menangkap rajungan dalam berbagai ukuran dan

menjualnya kepada tengkulak atau perusahaan-perusahaan rajungan. Penangkapan

ikan di bawah ukuran dapat menyebabkan penipisan stok, karena rajungan tidak

mencapai maturity. Berdasarkan beberapa penilitian disebutkan ukuran yang tepat

adalah sekitar 8,5-10 cm lebar cangkang. Sebagian besar perikanan di dunia mulai

dengan proses manajemen yang sederhana untuk melindungi stok spesies yang

banyak dieksploitasi. Pendekatan yang umum digunakan adalah dengan

menggunakan minimum legal size untuk menjamin bahwa spesies tersebut dapat

mencapai usia dewasa dan berkembang biak sebelum ditangkap oleh nelayan.

Implementasi kebijakan ini dalam perikanan dapat memiliki efek positif

dan negatif. Dalam jangka pendek dapat mengurangi jumlah penangkapan dan

akan berdampak pada pendapatan dan kesejahteraan nelayan. Namun, dalam

jangka panjang maka stok ikan dapat dipertahankan, dengan kata lain para

nelayan akan mengalami kerugian pada jangka pendek namun akan meningkatkan

keuntungan pada jangka panjang.


5

Indonesia merupakan negara kepualuan terbesar di dunia tetapi,

masyarakat dan nelayannya masih hidup di bawah tingkat kesejahteraan rata-rata

penduduk Indonesia. Kemiskinan masyarakat nelayan di daerah pesisir bersifat

struktural. Hal ini ditengarai karena tidak terpenuhinya hak-hak dasar nelayan

seperti pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan dan infrastruktur. Kurangnya

kesempatan berusaha, kurangnya akses informasi, teknologi dan permodalan,

menyebabkan posisi tawar nelayan semakin lemah. Data Kementerian Kelautan

dan Perikanan tahun 2010 menunjukkan, jumlah nelayan di Indonesia hingga

2008 mencapai 2 240 067 nelayan3.

Industri pengolahan rajungan dan perusahaan pengekspor rajungan serta

nelayan khawatir terhadap dampak negatif yang akan diterima jika regulasi

mengenai ukuran minimum diberlakukan. Hal ini akan merugikan nelayan dalam

waktu singkat, karena mereka akan lebih memilih untuk menangkap rajungan

ukuran kecil agar nelayan tetap mendapatkan penghasilan karena rajungan ukuran

besar semakin sulit untuk didapatkan terutama di daerah utara Jawa.

Namun, apabila pemerintah dan perusahaan tidak mengeluarkan kebijakan

untuk mengontrol penangkapan rajungan kecil akan memberikan dampak

ekonomi negatif pada industri, nelayan dan semua stakeholder yang terlibat dalam

perikanan tersebut. Selain itu, pemulihan stok ikan akibat deplesi jauh lebih sulit

daripada membuat kebijakan saat ini.

Permasalahan yang akan diteliti adalah:

1. Bagaimana karakteristik usaha nelayan rajungan saat ini?

3
Kompas, 8 Februari 2011.
6

2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi pendapatan nelayan rajungan saat

ini?

3. Berapa nilai kesejahteraan nelayan rajungan saat ini dan bagaimana

dampak ekonomi diterapkannya kebijakan minimum legal size?

4. Bagaimana kelayakan usaha nelayan rajungan saat ini dan dampak

diterapkannya kebijakan minimum legal size?

5. Apa saja instrumen kebijakan yang tepat untuk diterapkan agar kebijakan

minimum legal size dapat berjalan?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan, maka tujuan penelitian ini

adalah :

1. Mengidentifikasi karakteristik usaha nelayan rajungan saat ini.

2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan nelayan

rajungan saat ini.

3. Memperkirakan nilai kesejahteraan nelayan rajungan saat ini dan setelah

minimum legal size.

4. Menilai kelayakan usaha nelayan rajungan saat ini dan setelah minimum

legal size.

5. Mengkaji penerapan kebijakan minimum legal size.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini bagi :

1. Bagi peneliti

Sebagai media pembelajaran dan penerapan ilmu ekonomi sumberdaya

dan lingkungan.
7

2. Bagi akademisi

Sebagai bahan untuk menambah khasanah ilmu ekonomi sumberdaya dan

lingkungan.

3. Bagi pemerintah

Sebagai bahan acuan dalam menerapkan kebijakan terhadap sumberdaya

perikanan serta dampak positif dan negatif yang akan diterima oleh

masyarakat.

4. Bagi masyarakat

Sebagai bahan informasi mengenai dampak positif dan negatif dari sebuah

kebijakan yang dikeluarkan pemerintah.

1.5 Batasan Penelitian

Penelitian ini memiliki batas-batas :

1. Terdapat tiga alat tangkap yang ada di tempat penelitian yaitu jaring kejer,

bubu lipat dan jaring arad. Namun, untuk semua analisis di skripsi ini

hanya berdasarkan dua alat tangkap yang legal yaitu jaring kejer dan bubu

lipat. Sedangkan, jaring arad tidak dihitung karena merupakan jaring yang

illegal.

2. Preferensi nelayan mengenai kebijakan tidak diteliti.

3. Kesejahteraan nelayan yang dibahas dalam penelitian ini hanya meliputi

pendapatan untuk memenuhi kebutuhan subsisten nelayan.

4. Analisis yang digunakan dalam kelayakan usaha nelayan adalah benefit

cost analysis finansial.


8

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi Rajungan

Sistematika rajungan (Stephenson dan Chambell, 1959) adalah sebagai

berikut :

Kingdom : Animalia

Sub Kingdom : Eumetazoa

Grade : Bilateria

Divisi : Eucoelomata

Section : Protostomia

Filum : Arthropoda

Kelas : Crustacea

Sub Kelas : Malacostraca

Ordo : Decapoda

Sub Ordo : Reptantia

Seksi : Brachyura

Sub Seksi : Branchyrhyncha

Famili : Portunidae

Sub Famili : Portunninae

Genus : Portunus

Spesies : Portunus pelagicus

Beberapa jenis kepiting yang dapat berenang (swimming crab), sebagian

besar merupakan rajungan. Nilai gizi dari bagian tubuh jenis kepiting yang dapat
9

dimakan (edible portion) mengandung protein 65,72 persen; mineral 7,5 persen;

dan lemak 0,88 persen 4.

Sumber: unlimited4sedoyo.wordpress.com
Gambar 1. Spesies Rajungan (Portunus pelagicus)

2.2 Morfologi Rajungan

Secara umum morfologi rajungan berbeda dengan kepiting bakau,

rajungan memiliki bentuk tubuh yang lebih ramping dengan capit yang lebih

panjang dan memiliki berbagai warna yang menarik pada karapasnya. Duri akhir

pada kedua sisi karapas relatif lebih panjang dan lebih runcing. Rajungan hanya

hidup pada lingkungan air laut dan tidak dapat hidup pada kondisi tanpa air. Bila

kepiting hidup di perairan payau, seperti hutan bakau atau di pematang tambak,

rajungan hidup di dalam laut. Rajungan memang tergolong hewan yang bermukim

di dasar laut.

Rajungan memiliki karapas berbentuk bulat pipih, sebelah kiri-kanan mata

terdapat duri Sembilan buah dimana duri yang terakhir berukuran lebih panjang.

Rajungan mempunyai lima pasang kaki, yang terdiri atas satu pasang kaki (capit)

berfungsi sebagai pemegang dan memasukkan makanan kedalam mulutnya, tiga

pasang kaki sebagai sebagai kaki jalan dan sepasang kaki terakhir mengalami

4
Zaldibiaksambas.zaldibiaksambas.wordpress.com. Diakses 1 Februari 2011
10

modifikasi menjadi alat renang yang ujungnya menjadi pipih dan membundar

seperti dayung. Oleh sebab itu rajungan digolongkan kedalam kepiting berenang

(swimming crab). Kaki jalan pertama tersusun atas daktilus yang berfungsi

sebagai capit, propodos, karpus dan merus.

Induk rajungan mempunyai capit yang lebih panjang dari kepiting bakau,

dan karapasnya memiliki duri sebanyak sembilan buah yang terdapat pada sebelah

kiri mata. Bobot rajungan dapat mencapai 400 gram, dengan ukuran sekitar 30 cm

(12 inchi). Rajungan bisa mencapai panjang 18 cm, capitnya kokoh, panjang dan

berduri. Rajungan mempunyai karapas berbentuk bulat pipih dengan warna yang

sangat menarik. Ukuran karapas lebih besar ke arah samping dengan permukaan

yang tidak terlalu jelas pembagian daerahnya. Sebelah kiri dan kanan karapasnya

terdapat duri besar, jumlah duri sisi belakang matanya sebanyak 9, 6, 5 atau 4 dan

antara matanya terdapat 4 buah duri besar.

Ukuran rajungan antara yang jantan dan betina berbeda umur yang sama.

Jantan lebih besar dan berwarna lebih cerah serta berpigmen biru terang. Lalu

betina berwarna lebih coklat. Rajungan jantan mempunyai ukuran tubuh lebih

besar dan capitnya lebih panjang daripada betina. Perbedaan lainnya adalah warna

dasar. Rajungan betina berwarna kehijau-hijuan dengan bercak-bercak putih agak

suram. Rajungan jantan berwarna kebiru-biruan dengan bercak putih terang.

Perbedaan ini jelas pada individu yang agak besar walaupun belum dewasa.

2.3 Karakteristik Rajungan

Salah satu hasil perikanan saat ini yang mulai berkembang pesat dan

mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi adalah rajungan. Rajungan berbeda

dengan kepiting, rajungan hanya hidup di laut sedangkan kepiting dapat hidup di
11

darat. Rajungan dapat dicirikan dengan warna karapasnya yang bermacam-

macam. Duri akhir pada kedua sisi kerapas relatif panjang dan runcing. Rajungan

ditemukan disetiap tempat yang perairan pantainya dangkal, kedalaman laut

antara 10-30 m, dilaut yang tidak berangin atau berombak besar, di payau, di

lubang pantai dan tambak.

Perairan Indonesia mempunyai beberapa jenis rajungan yang semuanya

dapat dimakan, tetapi tidak banyak dijumpai seperti rajungan biasa. Beberapa

rajungan yang terdapat di perairan Indonesia diantaranya rajungan angin

(Portunus sanguinalentus), rajungan karang (Hrybdis curciata) dan rajungan batik

(Chrybdis natator). Jenis rajungan yang umum dimakan ialah jenis jenis-jenis

yang termasuk cukup besar yaitu sub family portuniade dan podopthalminae.

Jenis rajungan yang terdapat di pasar-pasar Indonesia adalah rajungan bintang

(Portunus pelagicus) (Juwana dan Kasijan, 2000 dalam Gardenia ,2006).

2.4 Ukuran Kedewasaan Rajungan

Rajungan menjadi dewasa sekitar usia satu tahun. Ukuran saat kematangan

terjadi dapat berubah terhadap derajat garis lintang atau lokasi dan antar individu

di lokasi manapun. Betina terkecil rajungan yang telah diobservasi memiliki

moult/pergantian kulit yang cukup umur di Peel-Harvey Estuary ukuran terkecil

adalah 89 mm CW, sedangkan di Leschenault Estuary ukuran terkecil adalah 94

mm CW (Smith, 1982, Campbell & Fielder, 1986, Sukumaran & Neelakantan,

1996, dan Potter et al. 1998 dalam Gardenia, 2006). Karapas rajungan dapat

berkembang hingga 21 cm dan mereka dapat berukuran hingga seberat 1 kg

(Abyss, 2001).
12

Rajungan di perairan Australia Selatan dikatakan legal jika panjangnya

lebih dari 11 cm yang diukur dari sisi ke sisi pada dasar tulang punggung atau

dasar duri. Batas ukuran sedang digunakan di semua perairan. Selama pemijahan

kemungkinan terdapat masa telur di bawah lapisan pada betina. Rajungan yang

masih ada telurnya dilindungi sepenuhnya di perairan. Rajungan pada ukuran

tersebut telah matang secara seksual dan telah memproduksi setidaknya 2

kelompok telur untuk satu musim (Kangas dalam Gardenia, 2006).

Rajungan mencapai dewasa kelamin pada panjang karapas sekitar 37 mm.

Dengan demikian rajungan-rajungan tersebut telah mampu bereproduksi. Adapun

yang mempunyai nilai ekonomis setelah mempunyai lebar karapas antara 95-228

mm (Rounsenfell, 1975 dalam Gardenia, 2006). Batasan ukuran rajungan yang

dianggap telah mencapai dewasa mempunyai beberapa pendapat diantaranya

adalah 9 cm CW dan 3,7 cm CL (Kumar et al. 2000, Rounsefell, 1975 dalam

Gardenia, 2006).

2.5 Nelayan

Nelayan merupakan bagian dari unit penangkapan ikan yang memegang

peranan penting dalam keberhasilan operasi penangkapan ikan. Peranan tersebut

didasarkan pada kemampuan nelayan dalam menggunakan dan mengoperasikan

alat tangkap serta pengalaman dalam menentukan fishing ground (daerah

penangkapan ikan).

Nelayan menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 45 tahun

2009 adalah orang yang melakukan pekerjaan menangkap ikan. Nelayan adalah

orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan ikan

dan binatang air lainnya. Aspek pendukung dalam industri perikanan tangkap
13

antara lain yaitu aspek pengadaan input, pemasaran dan pengolahan. Nelayan

diartikan sebagai orang yang menjalankan usaha penangkapan ikan atau orang

yang ikut mengoperasikan peralatan tangkap dan orang yang mempunyai kapal.

Sedangkan orang yang melakukan pekerjaan membuat jaring, mengangkat alat-

alat atau perlengkapan ke dalam kapal atau perahu tidak termasuk dalam kategori

sebagai nelayan. Orang yang bermatapencaharian sebagai nelayan memilliki

karakter keras, hal ini disebabkan kondisi alam yang dihadapi oleh para nelayan

yang ekstrim dan memiliki resiko yang besar.

Berdasarkan kepemilikan modal dan peralatan, nelayan dapat dibedakan

menjadi dua yaitu :

1. Nelayan juragan adalah orang yang memiliki modal, kapal dan peralatan

untuk menjalankan usaha penangkapan ikan.

2. Nelayan buruh atau Anak Buah Kapal (ABK) yaitu tenaga kerja yang

melakukan penangkapan dan pengangkutan hasil tangkapan.

Antara nelayan juragan dan buruh (ABK) terdapat perbedaan status sosial,

hal ini dikarenakan pembagian hasil tangkapan dari melaut. Juragan sebagai

pemilik modal dan peralatan mendapatkan bagian yang lebih besar dan ditambah

dengan biaya perawatan kapal dan peralatan, sedangkan buruh mendapatkan

bagian lebih kecil yaitu sisa bagian hasil dari juragan dan bagian tersebut dibagi-

bagi dengan buruh lainnya berdasarkan jumlah ABK yang ikut dalam kapal.

Nelayan dapat dibedakan berdasarkan teknologi yang dipakai untuk

aktivitas menangkap ikan di laut, yaitu nelayan modern dan nelayan tradisional.

Nelayan modern menggunakan metode dan peralatan dan penangkapan yang lebih

maju. Teknologi yang digunakan dalam usaha penangkapan bertujuan untuk


14

meningkatkan produksi semaksimal mungkin. Sedangkan, nelayan tradisional

hanya mengandalkan alam dan pengalaman untuk mencari ikan. Pengalaman

sangat penting dalam menentukan posisi kapal dan daerah penangkapan ikan.

Peralatan dan metode untuk mengangkap ikan juga sangat sederhana, oleh karena

itu hasil tangkapan yang diperoleh nelaya tradisional jauh lebih sedikit dibanding

dengan nelayan modern.

Berdasarkan waktu yang diperlukan untuk penangkapan ikan, nelayan

dapat menggolongkan sebagai berikut:

1. Nelayan penuh yaitu nelayan yang seluruh waktu kerjanya digunakan

untuk melakukan kegiatan operasi penangkapan ikan.

2. Nelayan sambilan utama yaitu nelayan yang sebagian besar waktunya

digunakan untuk melakukan kegiatan operasi penangkapan ikan.

3. Nelayan sambilan tambahan yaitu nelayan yang sebagian kecil waktu

kerjanya digunakan untuk melakukan kegiatan operasi penangkapan ikan.

Lamanya waktu yang dicurahkan sangat berpengaruh terhadap banyaknya

hasil tangkapan yang diperoleh, semakin lama waktu nelayan untuk menangkap

ikan maka akan semakin banyak ikan hasil tangkapan yang diperoleh sehingga

akan meningkatkan pendapatan nelayan (Monintja, 1989 dalam Yustiarani, 2008).

2.6 Return Cost Ratio (R-C Ratio)

Return Cost Ratio merupakan analisa yang bertujuan untuk menguji

seberapa jauh setiap nilai rupiah biaya yang dipakai dalam kegiatan cabang usaha

perikanan yang bersangkutan dapat memberikan sejumlah penerimaan.

Jika R-C ratio > 1, maka usaha perikanan yang dijalankan mengalami

keuntungan. Jika R-C ratio < 1, maka usaha perikanan tersebut mengalami
15

kerugian, sedangkan bila R-C ratio = 1, maka cabang usaha perikanan ini tidak

rugi dan juga tidak untung (Soekartawi, 1995 dalam Santoso et al, 2005).

2.7 Benefit Cost Analysis (BCA)

Tujuan-tujuan analisis dalam analisis usaha harus disertai dengan definisi

biaya-biaya dan manfaat-manfaat. Biaya dapat diartikan sebagai segala sesuatu

yang mengurangi suatu tujuan. Manfaat dapat diartikan sebagai segala sesuatu

yang membantu tujuan (Gittinger, 1986). Biaya dapat juga didefinisikan sebagai

pengeluaran atau korbanan yang dapat menimbulkan pengurangan terhadap

manfaat yang diterima. Biaya-biaya investasi adalah biaya yang dikeluarkan pada

saat proyek mulai dilakukan, sedangkan biaya operasional adalah biaya yang

dikeluarkan pada saat proyek berjalan. Biaya operasional dibagi menjadi biaya

tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya yang besarnya tidak tergantung

dari besarnya output yang dihasilkan. Biaya variabel adalah biaya yang besarnya

berubah selama proses produksi. Biaya yang diperlukan suatu proyek dapat

dikategorikan sebagi berikut :

1. Biaya modal merupakan dana untuk investasi yang penggunaannya

bersifat jangka panjang.

2. Biaya operasional atau modal kerja merupakan kebutuhan dana yang

diperlukan pada saat proyek mulai dilaksanakan.

3. Biaya lainnya.

Sedangkan menurut (Kadariah, 1999), manfaat dapat dibagi menjadi tiga

bagian, yaitu :

1. Manfaat langsung (direct benefit) yang diperoleh dari adanya kenaikan

nilai output, fisik dan atau penurunan biaya.


16

2. Manfaat tidak langsung (indirect benefit) yang disebabkan adanya proyek

tersebut dan biasanya dirasakan oleh orang tertentu dan masyarakat berupa

adanya efek multiplier, skala ekonomi yang lebih besar dan adanya

dynamic secondary effect.

3. Manfaat yang tidak dapat dilihat dan sulit dinilai dengan uang (intangible

effect).

Kriteria yang biasanya digunakan sebagai dasar persetujuan atau

penolakan suatu proyek adalah perbandingan antara jumlah nilai yang diterima

sebagai manfaat dari investasi tersebut dengan manfaat-manfaat dalam situasi

tanpa proyek. Nilai perbedaannya adalah berupa tambahan manfaat bersih yang

akan muncul dari investasi dengan adanya proyek (Gittinger, 1986). Kriteria

pertama adalah NPV (Net Present Value). Proyek atau kebijakan layak

dilaksanakan jika NPV > 1, jika NPV = 0 pengembalian proyek hanya untuk biaya

social opportunity dari modal dan tingkat suku bunga, sedangkan jika NPV < 0

proyek atau kebijakan tidak layak dilaksanakan. Kriteria kedua adalah BCR

(Benefit Cost Ratio). Jika nilai B/C lebih dari satu maka kebijakan atau proyek

layak untuk dilaksanakan. Namun, apabila nilai B/C kurang dari satu maka proyek

atau kebijakan tidak layak untuk dilaksanakan (Kadariah, 1999). Kriteria ketiga

adalah Internal Rate of Return (IRR). Jika hasil yang didapat IRR > i (tingkat

suku bunga) maka proyek atau kebijakan layak untuk dilaksanakan. IRR < i maka

proyek atau kebijakan tidak layak untuk dilaksanakan.

2.8 Nilai Tukar Nelayan

Konsep nilai tukar (terms of trade) umumnya digunakan untuk

menyatakan perbandingan antara harga barang-barang dan jasa yang


17

diperdagangkan antara dua atau lebih negara, sektor atau kelompok sosial

ekonomi. Walaupun asal mula dan penggunaan yang lebih luas dari konsep ini

berasal dari perdagangan internasional, dewasa ini konsep nilai tukar juga sering

digunakan untuk membuat gambaran mengenai perubahan sistem harga dari

barang-barang yang dihasilkan oleh sektor produksi yang berbeda dalam suatu

negara. Penggunaan seperti ini timbul konsep mengenai nilai tukar sektor. Nilai

tukar menurut (Soeharjo et al, 1980 dalam Ustriyana, 2005) dapat digunakan

untuk keperluan dua macam analisis. Penggunaan yang pertama adalah sebagai

alat deskripsi (descriptive tool). Sebagai alat deskripsi konsep ini digunakan untuk

menerangkan dan menjelaskan secara statistik atau indeks mengenai

kecenderungan jangka pendek dan jangka panjang tentang sejarah kelakuan

barang-barang yang diperdagangkan. Penggunaan kedua yang sangat erat

hubungannya dengan pertama, adalah sebagai alat untuk keperluan penetapan

kebijakan (tool for policy).

NTN yang pada dasarnya merupakan indikator untuk mengukur tingkat

kesejahteraan masyarakat nelayan secara relatif. Oleh karena indikator tersebut

juga merupakan ukuran kemampuan keluarga nelayan untuk memenuhi kebutuhan

subsistensinya, NTN juga disebut sebagai Nilai Tukar Subsisten (Subsistence

Terms of Trade). NTN adalah rasio total pendapatan terhadap total pengeluaran

rumah tangga nelayan selama periode waktu tertentu (Basuki et al, 2001 dalam

Ustriyana, 2005). Pendapatan yang dimaksud adalah pendapatan kotor atau dapat

disebut sebagai penerimaan rumah tangga nelayan


18

Perkembangan NTN dapat ditunjukan dalam Indeks Tukar Nelayan

(INTN). INTN adalah rasio antara indeks total pendapatan terhadap indeks total

pengeluaran rumah tangga nelayan selama waktu tertentu.

Asumsi dasar dalam penggunaan konsep NTN dan INTN tersebut adalah

semua hasil usaha perikanan tangkap dipertukarkan atau diperdagangkan dengan

hasil sektor non perikanan tangkap. Barang non perikanan tangkap yang diperoleh

dari pertukaran ini dipakai untuk keperluan usaha menangkap ikan, baik untuk

proses produksi (penangkapan) maupun untuk konsumsi keluarga nelayan, karena

data yang tersedia tidak memungkinkan untuk memisahkan barang non nelayan

yang benar-benar dipertukarkan dengan bahan pangan. Pengeluaran subsisten

rumah tangga nelayan dapat diklasifikasikan sebagai :

1. Konsumsi harian makanan dan minuman

2. Konsumsi harian non makanan dan minuman

3. Pendidikan

4. Kesehatan

5. Perumahan

6. Pakaian

7. Rekreasi.

2.9 Regresi Linear Berganda

Regresi berganda (multiple regression model) dengan asumsi bahwa

peubah tak bebas (repons) Y merupakan fungsi linier dari beberapa peubah bebas

X1, X2, ....., Xk dan komponen sisaan e (error) (Juanda, 2009). Model ini

sebenarnya merupakan pengembangan model regresi sederhana dengan satu


19

peubah bebas sehingga asumsi mengenai sisaan e, peubah bebas X dan peubah

tak-bebas Y juga sama.

Metode kuadrat terkecil OLS (Ordinary Least Square) digunakan untuk

mendapatkan koefisien regresi parsial. Metode OLS dilakukan dengan pemilihan

parameter yang tidak diketahui sehingga jumlah kuadrat kesalahan pengganggu

(Residual Sum of Square atau RSS) yaitu Σei minimum (terkecil). Pemilihan

model ini didasarkan dengan pertimbangan metode ini mempunyai sifat-sifat

karakteristik optimal, sederhana dalam perhitungan dan umum digunakan.

Menurut (Firdaus, 2004) asumsi utama yang mendasari model regresi berganda

dengan metode OLS adalah sebagai berikut :

1. Nilai yang diharapkan bersyarat (Conditional expcted Value) dari εi

tergantung pada Xi tertentu adalah nol.

2. Tidak ada korelasi berurutan atau tidak ada korelasi (non-autokorelasi)

artinya dengan Xi tertentu simpangan setiap Y yang manapun dari nilai

rata-ratanya tidak menunjukan adanya korelasi, baik secara positif atau

negatif.

3. Varian bersyarat dari ε adalah konstan. Asumsi ini dikenal dengan nama

asumsi homoskedastisitas.

4. Variabel bebas adalah nonstokastik yaitu tetap dalam pengambilan contoh

berulang jika stokastik maka didistribusikan secara independent dari

gangguan ε.

5. Tidak ada multikolinearitas antara variabel penjelas satu dengan lainnya.

6. Sisaan didistribusikan secara normal dengan rata-rata dan varian yang

diberikan oleh asumsi 1 dan 2.


20

Apabila semua asumsi yang mendasari model tersebut terpenuhi maka

suatu fungsi regresi yang diperoleh dari hasil perhitungan pendugaan dengan

metode OLS dari koefisien regresi adalah penduga tak bias linier terbaik (best

linier unbiased estimator atau BLUE). Sebaliknya jika ada asumsi dalam model

regresi yang tidak terpenuhi oleh fungsi regresi yang diperoleh maka kebenaran

pendugaan model tersebut atau pengujian hipotesis untuk pengambilan keputusan

dapat diragukan. Penyimpangan 2, 3, dan 5 memiliki pengaruh yang serius

sedangkan asumsi 1, 4, dan 6 tidak.


21

III. KERANGKA PEMIKIRAN

Pemanfaatan sumberdaya alam merupakan sebuah fenomena yang tidak

bisa dihindarkan dan menjadi kebutuhan untuk masyarakat. Pemanfaatan

sumberdaya ini akan semakin tidak terkendali dengan semakin berkembangnya

teknologi dan konsumsi masyarakat terhadap sumberdaya tersebut. Oleh karena

itu pengelolaan sumberdaya merupakan hal yang penting untuk menjaga

keberlanjutan sumberdaya tersebut. Apabila pengelolaan berbasis wawasan

lingkungan tidak dilakukan maka akan berdampak pada penurunan kualitas dan

kuantitas sumberdaya tersebut.

Kabupaten Cirebon adalah salah satu wilayah yang memberikan kontribusi

paling besar dari hasil penangkapan ikan di Provinsi Jawa Barat. Jumlah produksi

di Kabupaten Cirebon sebesar 19 875 ton (Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi

Jawa Barat, 2009). Rajungan adalah salah satu komoditas perikanan yang terdapat

di Kabupaten Cirebon dan merupakan sumberdaya perikanan yang mempunyai

nilai ekonomis tinggi, permintaan rajungan dari negara-negara seperti Amerika,

Belanda, China dan negara Asia lainnya sangat tinggi. Namun, kendala saat ini

adalah rajungan yang ditangkap oleh nelayan akhir-akhir ini telah menunjukan

adanya penipisan stok, rajungan semakin sulit didapatkan terutama di sekitar

Utara Laut Jawa.

Salah satu penyebab penipisan stok rajungan adalah penangkapan rajungan

yang belum sampai ke dalam tahap dewasa atau minimal berkembang biak satu

kali telah ditangkap oleh nelayan sehingga stok rajungan tidak berada dalam

kondisi yang berkelanjutan. Sehingga apabila tidak secepatnya diberlakukan suatu

kebijakan untuk melindungi komoditas ini maka stok akan semakin menipis
22

sehingga bisa terjadi deplesi. Sedangkan pemulihan untuk stok deplesi jauh lebih

sulit daripada menerapkan kebijakan saat ini. Alat tangkap rajungan yang tidak

ramah lingkungan mempengaruhi jumlah populasi rajungan di alam, sehingga

penipisan stok tidak bisa dihindari. Hal ini berdampak secara ekonomi dalam

jangka pendek maupun jangka panjang terhadap semua stakeholder dalam crab

fishery. Jumlah rajungan yang semakin berkurang akan menimbulkan persaingan

antar nelayan. Salah satu kebijakan yakni minimum legal size dapat digunakan

untuk menjaga stok rajungan agar tetap berkelanjutan dan memberikan manfaat

bagi nelayan dalam jangka panjang.

Kebijakan minimum legal size berdampak langsung terhadap pendapatan

nelayan. Oleh sebab itu, perlu dilakukan analisis mengenai karakteristik usaha

nelayan rajungan saat ini dan identifikasi mengenai faktor-faktor yang

mempengaruhi pendapatan nelayan. Apabila kebijakan minimum legal size

diterapkan, diduga terdapat dampak terhadap pendapatan nelayan maupun

kelayakan usaha nelayan rajungan.

Setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah memiliki dampak

positif dan negatif baik terhadap para stakeholder maupun sumberdaya rajungan.

Oleh sebab itu, perlu dilakukakan kajian mengenai instrumen kebijakan yang

sesuai agar keberlanjutan sumberdaya rajungan dapat dicapai. Secara singkat

kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.


23

Sumberdaya perikanan

Overfishing, alat tangkap yang tidak ramah


lingkungan.

Dampak ekonomi

Kebijakan berupa minimum legal size untuk menjaga


stok rajungan agar tetap berkelanjutan dan
memberikan mafaat bagi nelayan rajungan

Menganalisis nilai Karakteristik pendapatan Faktor-faktor Menganalisis


kesejahteraan usaha nelayan yang kelayakan
nelayan saat ini nelayan saat mempegaruhi usaha nelayan
dan apabila ini pendapatan saat ini dan saat
kebijakan nelayan penerapan
minimum legal size kebijakan
diterapkan Analisis
Deskriptif Regresi Linear
Berganda
Nilai Tukar
Nelayan (NTN) Return Cost Ratio dan Cost
Benefit Analysis

Instrumen kebijakan yang tepat dalam kebijakan

minimum legal size

Keberlanjutan sumberdaya rajungan

Gambar 2. Diagram Alur Kerangka Pemikiran


24

IV. METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Pengambilan data di lapangan dilakukan pada bulan April – Mei 2011.

Kegiatan penelitian meliputi tahap studi pustaka, pembuatan proposal,

pengumpulan data, pengolahan data, analisis data dan penulisan hasil penelitian.

Lokasi penelitian bertempat di Desa Gebang Mekar Kabupaten Cirebon, Provinsi

Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja karena Kacamatan Gebang

merupakan produsen penghasil perikanan laut terbesar di Kabupaten Cirebon

dengan produksi sebesar 9 144 ton (Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten

Cirebon, 2010).

4.2 Metode Penelitian

Metode penelitian yang dilakukan adalah metode survei. Berdasarkan

tujuan penelitian yang ingin dicapai, maka metode penentuan lokasi penelitian

dilakukan dengan secara sengaja, karena Kecamatan Gebang Mekar merupakan

produsen rajungan terbanyak di Kabupaten Cirebon. Jenis data yang digunakan

dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Dalam penelitian ini

dilakukan analisis perkiraan dampak kebijakan terhadap nelayan rajungan dengan

dua alat tangkap jaring kejer dan bubu lipat.

4.3 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan melalui observasi langsung ke lokasi

penelitian. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung terhadap unit

penangkapan rajungan serta wawancara menggunakan kuesioner kepada nelayan

sesuai dengan keperluan analisis dan tujuan penelitian. Kuesioner dapat dilihat

pada Lampiran1. Wawancara dilakukan terhadap nelayan pemilik alat tangkap


25

rajungan, nelayan dan para stakeholder di lokasi penelitian. Data sekunder berupa

produksi dan nilai produksi rajungan tahunan (time series data) Kabupaten

Cirebon, produksi dan nilai produksi seluruh komoditas perikanan Kabupaten

Cirebon, gambaran umum perikanan di Kabupaten Cirebon dan gambaran umum

wilayah penelitian, yang diperoleh melalui berbagai sumber data yang relevan

berupa buku referensi, laporan kegiatan, jurnal ilmiah, internet serta informasi dan

sumber dari instansi terkait. Mengingat keterbatasan sumberdaya penelitian

(tenaga, waktu dan dana) jumlah sampel yang akan diamati dibatasi sekurang-

kurangnya 10 persen dari unit populasi untuk setiap unit penangkapan rajungan

(bubu lipat dan jaring kejer). Perbandingan antara jumlah dengan populasi jenis

alat tangkap rajungan yang menjadi sampel penelitian dapat dilihat pada Tabel 2.

Pemilihan unit tersebut dilakukan secara purposive sampling, yaitu dengan cara

memastikan diperolehnya sejumlah sampel yang mewakili populasi yang akan

diteliti (Mangkusubroto dan Trisnadi, 1985).

Tabel 2. Jumlah sampel menurut unit penangkapan rajungan di Desa


Gebang Mekar
Populasi Jumlah Sampel
No Jenis Alat Tangkap Rajungan (Unit) (Unit)
1 Bubu Lipat 20 5
2 Jaring Kejer 924 30
Jumlah 944 35
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cirebon, 2006

4.4 Metode Analisis Data

Data yang telah diperoleh lalu dikumpulkan kemudian diolah secara

kualitatif dan kuantitatif. Metode analisis data yang akan dilakukan dalam

penelitian ini dapat dilihat dalam Tabel 3. di bawah ini :


26

Tabel 3. Matriks Metode Analisis Data


No Tujuan Penelitian Sumber Data Metode Analisis Data
1 Mengidentifikasi karakteristik Data primer Analisis deskriptif
usaha nelayan saat ini
2 Mengidentifikasi faktor-faktor Data primer Regresi linear berganda
yang mempengaruhi
pendapatan nelayan
3 Memperkirakan nilai Data primer Nilai Tukar Nelayan
kesejahteraan nelayan (NTN)
4 Menilai kelayakan Data primer Cost Benefit Analysis
mata pencaharian dan Return Cost Ratio
Nelayan
5 Mengkaji instrumen Data sekunder Instrumen kebijakan
kebijakan yang tepat untuk
diterapkan agar regulasi
minimum legal size
tetap berjalan

4.4.1 Analisis Karakteristik Usaha Nelayan


Metode analisis yang digunakan untuk mengkaji karakteristik usaha

nelayan rajungan di Desa Gebang Mekar, Kabupaten Cirebon adalah metode

analisis deskriptif. Metode ini adalah suatu metode dalam meneliti status

sekelompok manusia, suatu obyek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran,

ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang (Nazir, 2005). Metode

deskriptif bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara

sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta. Sifat-sifat serta hubungan

antar fenomena yang diselidiki. Metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan

interpretasi yang tepat (Whitney, 1960 dalam Nazir, 2005).

Beberapa hal yang dikaji dalam analisis deskriptif mengenai karakteristik

nelayan yang akan dijelaskan dengan menggunakan analisis deskriptif ini antara

lain operasi penangkapan nelayan, pemasaran hasil tangkapan, rumah tangga

nelayan, lingkungan sosial dan ekonomi nelayan (Charles, 2000). Penjelasan ini
27

diilakukan untuk memberi gambaran secara sistematis mengenai fakta-fakta

karakteristik nelayan saat ini.

4.4.2 Analisis Regresi Linear Berganda

Analisis ini digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang

mempengaruhi pendapatan nelayan. Pendapatan nelayan (Y) merupakan fungsi

dari beberapa variabel bebas, yaitu:

Y = f(X1, X2, X3, X4, X5, X6, D, e)

Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan nelayan tersebut dianalisis dengan

metode regresi linear berganda pada aplikasi Statistical Product and Service

Solution (SPSS) 15. Model yang digunakan adalah model regresi linear berganda.

Persamaan regresi besarnya pendapatan nelayan adalah sebagai berikut :

Yi = β0 + β1X1i - β2X2i + β3X3i + β4X4i - β5X5i + β6X6i – β7Di +

εi Dimana :

Yi = Pendapatan nelayan (Rp)

β0 = Intersep

β1,..β7 = Koefisien regresi

X1 = Jumlah hasil tangkapan (Kg)

X2 = Jumlah awak kapal (Orang)

X3 = Jumlah trip melaut (Hari)

X4 = Pengalaman (Tahun)

X5 = Jumlah biaya melaut (Rp)

X6 = Jumlah alat tangkap (Unit)

D = Pendapatan lain (ada = 1; tidak ada = 0)

і = Responden ke-I (1,2,3…,n)


28

ε = Galat

Variabel-variabel tersebut dipilih berdasarkan teori-teori dan observasi ke

tempat penelitian.

4.4.3 Analisis Kesejahteraan Nelayan

Analisis data mengenai penurunan kesejahteraan nelayan adalah Nilai

Tukar Nelayan (NTN). NTN adalah rasio total pendapatan terhadap total

pengeluaran rumah tangga nelayan selama periode waktu tertentu (Basuki dkk,

2001 dalam Ustriyana, 2005). Asumsi yang digunakan dalam NTN adalah semua

hasil usaha perikanan tangkap dipertukarkan atau diperdagangkan dengan hasil

sektor non perikanan tangkap. Barang non perikanan tangkap yang diperoleh dari

pertukaran ini dipakai untuk keperluan usaha penangkapan ikan, baik untuk proses

produksi (penangkapan) maupun untuk konsumsi keluarga nelayan. NTN dapat

dirumuskan sebagai berikut :

NTN = Yt/Et

Yt = YFt+YNFt

Et = EFt+EKt

Dimana :

Yt = Total penerimaan (Rp/Bulan)

YFt = Total penerimaan nelayan dari usaha perikanan (Rp/Bulan)

YNFt = Total penerimaan nelayan dari non perikanan (Rp/Bulan)

Et = Total pengeluaran (Rp/Bulan)

EFt = Total pengeluaran nelayan untuk usaha perikanan (Rp/Bulan)

EKt = Total pengeluaran nelayan untuk konsumsi keluarga nelayan (Rp/Bulan)

t = Periode waktu (Bulan)


29

Analisis kesejahteraan ini dilakukan untuk mengetahui tingkat

kesejahteraan nelayan untuk memenuhi kebutuhan subsistennya sebelum dan

setelah kebijakan.

4.4.4 Analisis Kelayakan Usaha Nelayan

Analisis kelayakan usaha rajungan digunakan untuk mengetahui apakah

usaha nelayan saat ini menguntungkan dan layak untuk dijalankan. Digunakan

metode analisis return cost ratio untuk jangka pendek dan benefit cost analysis

(BCA) untuk jangka panjang.

4.4.4.1 Return Cost Ratio

Metode R-C ratio menunjukkan suatu nilai sebagai indikator apakah usaha

nelayan rajungan masih menguntungkan untuk dijalankan dalam jangka pendek

apabila kebijakan minimum legal size diterapkan. Besarnya biaya, pendapatan

dan R-C ratio menggunakan rumus (Hermanto, 1993 dalam Santoso et al, 2005):

Biaya produksi (C) : TC = TFC + TVC …………………………………. (1)

Keterangan:

TC = Total Cost / biaya total (Rp)

TFC = Total Fixed Cost / total biaya tetap (Rp)

TVC = Total Variable Cost / total biaya variabel (Rp)

Pendapatan (I) : I = TR – TC ; TR = y . Hy ……………………………. (2)

Keterangan:

I : Pendapatan (Rp)

TR : Total Revenue / total penerimaan (Rp)

TC : Total Cost / total pengeluaran (Rp)

Hy : Harga jual rajungan (Rp)


30

y : Jumlah rajungan

R-C ratio:

(TR/TC) = Penerimaan (TR) …………………………………………. (3)


Pengeluaran (TC)

Penyusutan:

Penyusutan = Biaya Investasi – Nilai Sisa ............................................. (4)


Umur Teknis

Kriteria : R-C ratio > 1, maka usaha nelayan rajungan menguntungkan, R-

C ratio < 1, maka usaha nelayan rajungan tidak menguntungkan, R-C ratio = 1

maka usaha nelayan rajungan impas.

4.4.4.2 Benefit Cost Analysis (BCA)

Benefit Cost Analysis (BCA) merupakan metode yang digunakan untuk

mengetahui kelayakan usaha nelayan dan apabila kebijakan minimum legal size

diterapkan. BCA menunjukkan nilai dari beberapa indikator untuk melihat

kelayakan usaha nelayan rajungan dalam jangka panjang. Tujuan-tujuan analisis

dalam analisis usaha harus disertai dengan definisi biaya-biaya dan manfaat-

manfaat. Tiga indikator yang harus dipenuhi untuk mengetahui apakah usaha

perikanan layak untuk diterapkan yaitu:

Net Present Value (NPV) merupakan selisih dari nilai investasi sekarang

dengan nilai penerimaan-penerimaan kas bersih di masa yang akan datang. Untuk

menghitung nilai sekarang tersebut perlu ditentukan terlebih dahulu tingkat bunga

yang dianggap relevan. Menurut Gray et al. (1993), formula yang digunakan untuk

menghitung NPV adalah sebagai berikut.

(
∑ )
31

Keterangan:

Bt = keuntungan pada tahun ke-t

Ct = biaya pada tahun ke-t

i = tingkat suku bunga (%)

t = periode investasi (t = 0,1,2,3,…,n)

n = umur teknis proyek

Proyek dianggap layak dan dapat dilaksanakan apabila NPV > 0. Jika NPV

< 0, maka proyek tidak layak dan tidak perlu dijalankan. Jika NPV sama dengan

nol, berarti proyek tersebut mengembalikan persis sebesar opportunity cost faktor

produksi modal.

Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) merupakan angka perbandingan antara

jumlah present value yang bernilai negatif (modal investasi). Perhitungan net B/C

dilakukan untuk melihat berapa kali lipat manfaat yang diperoleh dari biaya yang

dikeluarkan (Gray et al, 1993). Formulasi perhitungan net B/C adalah sebagai

berikut :

Net B/C =

Jika net B/C bernilai lebih dari satu, berarti NPV > 0 dan proyek layak

dijalankan, sedangkan jika net B/C kurang dari satu, maka proyek sebaiknya tidak

dijalankan (Kadariah et al, 1999).


32

Keterangan :

B = benefit
C = cost
i = discount rate
t = periode

IRR adalah discount factor yang membuat NPV = 0 dengan rumus yaitu :

Keterangan :

і' = nilai suku bunga yang menyebabkan NPV positif

і" = nilai suku bunga yang menyebabkan NPV negatif

NPV' = NPV dan tingkat suku bunga (і')

NPV" = NPV dengan tingkat suku bunga (і")

Jika hasil yang didapat IRR > і maka proyek atau kebijakan layak untuk

dilaksanakan. IRR < і maka proyek atau kebijakan tidak layak untuk

dilaksanakan.

Analisis finansial dilakukan dengan beberapa asumsi yang merupakan

prediksi terhadap kondisi yang tidak dapat diketahui secara pasti. Diharapkan

dengan asumsi yang ditetapkan hasil estimasi tidak akan berbeda nyata dengan

kondisi aktual di lapangan. Berikut asumsi-asumsi yang mendasari perhitungan

finansial:

1. Harga yang digunakan adalah harga yang berlaku pada tingkat nelayan bukan

harga yang berlaku di pasar;

2. Modal usaha seluruhnya bersumber pada kas pribadi;


33

3. Umur proyek ditetapkan 10 tahun berdasarkan umur teknis komponen utama

usaha penangkapan yaitu kapal;

4. Discount factor yang digunakan merupakan tingkat suku bunga pinjaman BI

pada saat penelitian dilakukan (6,75%).


34

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

5.1 Letak dan Geografis Desa Gebang Mekar Kabupaten Cirebon


Cirebon merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Jawa Barat yang

terletak pada lintang 06°30’ LS-07°00’ LS dan 108°40’ BT. Wilayah tersebut

mempunyai ketinggian 0-130 m di atas permukaan laut. Kedalaman perairan

berkisar antara 0-20 m dengan dasar perairan lumpur dan lumpur berpasir. Secara

keseluruhan wilayah ini mempunyai luas 981 029 km2 dengan pantai sepanjang

±54 km (Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Cirebon, 2011).

Gebang Mekar merupakan salah satu desa pantai yang berada di

Kecamatan Gebang dan merupakan bagian wilayah dari Kabupaten Cirebon yang

berada di wilayah timur dengan luas wilayah 242 615 m2. Secara geografis Desa

Gebang Mekar berada pada posisi 108°43’5” BT dan 6°49’ LS. Desa Gebang

mekar secara administrasi terdiri dari empat dusun, 06 rukun warga (RW) dan 18

rukun tetangga (RT) yang dipisahkan oleh sungai tempat berlabuhnya kapal-kapal

nelayan. Desa Gebang Mekar terletak di wilayah paling utara Kecamatan Gebang,

dengan batas administratif sebagai berikut :

Sebelah Utara : Laut Jawa

Sebelah Timur : Desa Gebang Ilir

Sebelah Selatan : Desa Gebang Ilir

Sebelah Barat : Desa Gebang Kulon

5.2 Topografis

Secara topografi Kabupaten Cirebon mempunyai ketinggian antara 0-130

meter di atas permukaan laut dan dibedakan menjadi dua bagian yaitu daerah

dataran rendah yang terletak di sepanjang Pantai Utara Jawa antara lain:

Kecamatan Gegesik, Kapetakan, Arjawinangun, Klangenan, Cirebon Utara,


35

Tengah Tani, Weru, Mundu, Astanajapura, Lemahabang, Pangenan,

Karangsembung, Waled, Babakan, Ciledug dan Losari, sedangkan lainnya

termasuk pada daerah dataran sedang dan tinggi. Iklim dan curah hujan di

Kabupaten Cirebon dipengaruhi oleh keadaan alamnya yang sebagian besar terdiri

dari daerah pantai, terutama bagian Utara, Timur dan Barat, sedangkan di sebelah

Selatan adalah daerah perbukitan. Desa Gebang Mekar terletak di daerah dataran

rendah yaitu di pesisir.

5.3 Demografi

Jumlah penduduk Desa Gebang Mekar berdasarkan data statistik pada

tahun 2010 tercatat sebanyak 6 341 jiwa dengan jumlah penduduk laki-laki

sebanyak 3 339 atau 52,66 persen dan perempuan sebanyak 3 002 jiwa atau 47,34

persen (Desa Gebang Mekar, 2010). Mata pencaharian penduduk Desa Gebang

Mekar yaitu sebagai nelayan, petani, wiraswasta/pengusaha, buruh, Pegawai

Negri Sipil dan TNI POLRI. Mayoritas mata pencaharian penduduk di Desa

Gebang Mekar adalah sebagai nelayan dengan presentase sebesar 91,80 persen,

kemudian diikuti oleh wiraswasta/pengusaha dengan presentase sebesar 5,77

persen. Daftar mata pencaharian penduduk Desa Gebang Mekar disajikan pada

Tabel 4 di bawah ini.

Tabel 4. Mata Pencaharian Penduduk Desa Gebang Mekar Tahun 2010


Mata Pencaharian Jumlah (orang) Presentase (%)
Petani 15 0,49
Nelayan 2 800 91,80
Wiraswasta/pengusaha 176 5,77
Buruh 46 1,51
PNS 6 0,20
TNI POLRI 7 0,23
Jumlah 3050 100
Sumber : Desa Gebang Mekar, 2010 (diolah)
36

Jumlah penduduk di Desa Gebang Mekar dapat dikelompokan menjadi

tiga yaitu kelompok umur muda (0-17 tahun), kelompok usia kerja 18-56 tahun

(umur produktif) dan kelompok umur tua (56 tahun ke atas). Kelompok umur di

Desa Gebang Mekar dapat dilihat pada Tabel 5 di bawah ini.

Tabel 5. Kelompok Umur Penduduk Desa Gebang Mekar Tahun 2008


Kelompok Umur Jumlah Penduduk (Orang)
0-17 1 807
18-56 3 749
56+ 746
Sumber : Desa Gebang Mekar, 2008 (diolah)

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa penduduk di Desa Gebang

Mekar yang usia produktif lebih besar dari kelompok umur muda yaitu sebesar

3 749 orang sedangkan usia tua dari data sekunder sebesar 746 orang. Dengan

demikian sebagian besar penduduk Gebang Mekar dalam usia kerja (umur

produktif).

5.4 Potensi Sumberdaya Perikanan

Potensi sumberdaya ikan yang tertangkap terdiri dari berbagai jenis ikan

ekonomis penting. Jenis-jenis ikan yang tertangkap di Kabupaten Cirebon

diantaranya ikan manyung (Arius thalassinus), kakap (Lates calcalifer),

bambangan (Lutjanus sanguineus), lidah (Cynoglossus bilineatus), pepetek

(Leiognathus splenden), ekor kuning (Caesio erythrogaster), kurisi (Nemipterus

hekodon), cucut (Hemigaleus argentata), pari (Dasyatis sp), bawal putih (Pampus

argentus), bawal hitam (Formio niger), alu-alu (Sphyraena sp), talang-talang

(Chorinemus tala), belanak (Mugil cepalus), kuro (Elentheronema tetradacty),

julung-julung (Hemirhampus sp), teri (Stolephorus sp), japuh (Dussumiera acuta),

tembang (Sardinella sp), kembung (Rastrelliger sp), tenggiri (Scomberomorus

guttatus), tongkol (Euthynnus pelamis), rajungan (Portunus pelagicus), udang


37

putih (Penaeus merguiensis), cumi-cumi (Loligo sp) dan kepiting (Scylla serrata)

(Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cirebon, 2011).

5.5 Kondisi Perikanan

Kondisi perikanan yang dimaksudkan adalah suatu gambaran tentang

keadaan perikanan yang meliputi produksi perikanan, sarana prasarana dan musim

dan daerah penangkapan ikan.

5.5.1 Produksi dan Nilai Produksi

Produksi perikanan merupakan salah satu andalan sebagai pemasukan

APBD bagi pemerintah Kabupaten Cirebon. Industri perikanan merupakan sektor

yang cukup penting dalam menunjang perekonomian masyarakat Kabupaten

Cirebon. Sektor ini dapat menyerap tenaga kerja sehingga dapat mengurangi

pengangguran. Perkembangan produksi dan nilai produksi perikanan laut selama

periode 2006-2010 dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Perkembangan Produksi dan Nilai Produksi Perikanan Laut


Tahun 2006 – 2010 di Kabupaten Cirebon
Produksi Ikan Nilai Produksi Perubahan Persentase
Tahun (ton) dalam Rp 1 000 Produksi (%)
2006 39 429,10 249 817 100 -
2007 39 657,90 260 494 230 0,58
2008 32 111,90 588 422 144 -23,50
2009 35 393,30 426 066 900 9,27
2010 27 424,00 430 270 524 -29,06
Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Cirebon, 2011 (diolah)

Pada Tabel 6 di atas, pada tahun 2008 produksi perikanan laut mengalami

penurunan sebesar 23,50 persen dari produksi tahun sebelumnya yaitu 39 657,90

(ton) pada tahun 2007 menjadi 32 111,90 (ton). Namun penurunan terbesar terjadi

pada tahun 2010 produksi perikanan laut mengalami penurunan sebesar 29,06

persen dari produksi tahun 2009 yaitu dari 35 393,30 (ton) menjadi 27 424,00

(ton) pada tahun 2010.


38

Tabel 7. Perkembangan Produksi dan Nilai Produksi Rajungan Tahun 2006-


2010 di Kabupaten Cirebon
Produksi Nilai Produksi Perubahan Persentase
Tahun Rajungan (ton) Dalam Rp 1 000 Produksi (%)
2006 3 257,70 52 104 000,00 -
2007 2 886,40 44 187 500,00 -12,86
2008 7 434,40 179 519 000,00 61,18
2009 2 969,30 74 232 500,00 -150,38
2010 2 786,00 82 026 500,00 -6,58
Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Cirebon, 2011 (diolah)

Produksi komoditi rajungan mengalami fluktuasi namun cenderung

mengalami penurunan. Penurunan yang signifikan terjadi pada tahun 2009,

produksi rajungan pada tahun 2008 sebesar 7 434,40 (ton) mengalami penurunan

pada tahun 2009 sebesar 2 969,30 (ton) penurunan tersebut sebesar 150,38 persen.

Produksi rajungan tertinggi selama lima tahun terakhir terjadi pada tahun 2008

yaitu sebesar 7 434,40 (ton) dengan nilai produksi sebesar Rp 179 519 000,-

(Tabel 7).

5.5.2 Prasarana dan Sarana

Prasarana dan Sarana penunjang sangat penting untuk mendukung

kegiatan perikanan. Sarana prasarana dapat berupa dermaga yaitu tempat

bersandar dan merapat kapal ikan, Tempat Pelelangan Ikan (TPI), SPDN yang

berada di dekat dermaga kapal yang memudahkan nelayan untuk mengisi BBM,

KUD Mina Bahari sebagai lembaga keuangan bagi para nelayan, Kantor

Syahbandar dan Kepolisan Sektor Gebang, Pelabuhan Perikanan guna menunjang

kelancaran usaha perikanan, industri perikanan dan kegiatan usaha atau usaha lain

yang berkaitan dengan perikanan. Pelabuhan perikanan dapat dilihat pada Gambar

3.
39

Gambar 3. Pelabuhan Pendaratan Ikan Gebang Mekar

5.5.3 Musim dan Daerah Penangkapan

Nelayan di Kabupaten Cirebon biasanya membagi musim menjadi empat

berdasarkan kondisi wilayah dan keadaan angin, yaitu musim timur, musim

selatan (musim peralihan yang didahului oleh angin kumbang), musim barat dan

musim utara (peneduh/peralihan). Musim timur terjadi antara bulan Juni-Agustus.

Musim Barat terjadi antara bulan Desember-Maret (Nontji, 1993).

Kondisi musim mempengaruhi kegiatan penangkapan ikan, karena tiap

jenis ikan memiliki musim penangkapan yang berbeda-beda. Musim penangkapan

ikan di perairan Cirebon dibagi tiga musim yaitu musim barat, musim timur dan

musim kumbang. Selama musim barat, kondisi gelombang dan angin sangat kuat.

Musim barat menguntungkan nelayan jaring kejer dan bubu lipat yang umumnya

menangkap rajungan.

Nelayan Desa Gebang Mekar dalam menentukan daerah penangkapan

(fishing ground) jaring kejer dan bubu lipat umumnya berdasarkan pengalaman

nelayan yang melakukan trip sebelumnya. Apabila hasil tangkapan yang diperoleh

pada operasi penangkapan sebelumnya cukup banyak, maka nelayan akan


40

melakukan kegiatan penangkapan di daerah yang sama. Sebaliknya, jika diperoleh

hasilnya sedikit maka nelayan akan mencari daerah penangkapan yang baru.

Daerah penangkapan rajungan oleh nelayan Desa Gebang Mekar

umumnya terdapat di perairan Cirebon, Indramayu, Brebes dan Tegal. Musim

panen dan sedang biasanya nelayan menangkap rajungan di sekitar perairan

Cirebon, yaitu di perairan Kalibungko, Dadap, Mundu, Celangcang, Gebang

Mekar dan Losari. Kedalaman perairan untuk pemasangan jaring kejer berkisar

antara 7-12 meter sedangkan untuk bubu lipat berkisar 15-20 meter tergantung

jarak yang ditempuh dari fishing base dengan substrat perairan lumpur berpasir

dan lumpur.

5.6 Karakteristik Nelayan Responden

Karakteristik nelayan rajungan yang diperoleh dalam penelitian di Desa

Gebang Mekar dianalisis dalam beberapa kriteria yaitu meliputi umur,

pengalaman, tingkat pendidikan dan kepemilikan pekerjaan sampingan

keseluruhan dapat dilihat pada Lampiran 2.

5.6.1 Umur Nelayan

Umur dapat dikategorikan dalam beberapa kelompok umur yang

menggambarkan tingkat produktif dan non produktif dalam suatu pekerjaan. Usia

produktif adalah usia dimana mampu menghasilkan suatu produk dan masih dapat

meningkatkannya. Berdasarkan tingkatan umur nelayan rajungan di Desa Gebang

Mekar, responden yang memiliki usia paling muda adalah berumur 25 tahun dan

usia paling tua adalah berumur 72 tahun. Sebaran nelayan responden berdasarkan

umur dapat dilihat dalam Tabel 8.


41

Tabel 8. Jumlah Nelayan Responden Berdasarkan Sebaran Umur di Desa


Gebang Mekar Tahun 2011
Jumlah Responden
No Umur (Tahun) (orang) Persentase (%)
1 25-34 10 28,57
2 35-44 18 51,43
3 45-54 5 14,29
4 55-64 1 2,86
5 ≥ 65 1 2,86
Jumlah 35 100
Sumber : Data primer, 2011 (diolah)

Tabel 8 menunjukkan sebagian usia nelayan responden berada pada umur

35-44 tahun yaitu sebanyak 51,43 persen. Sedangkan jumlah responden terendah

yaitu pada kelompok umur 55-64 tahun dan lebih dari 65 tahun kelompok umur

usia lanjut atau non produktif namun masih aktif bekerja sebagai nelayan umur

nelayan tersebut adalah 72 tahun. Keadaan yang menyebabkan usia tidak

produktif untuk tetap bekerja adalah kondisi perekonomian nelayan yang rendah

dan keahlian yang dimiliki hanya mencari ikan sehingga memperkecil kesempatan

untuk bekerja di sektor lain selain mencari ikan.

5.6.2 Pengalaman Nelayan

Pengalaman nelayan sangat menentukan tingkat keahlian dalam usaha

untuk menangkap ikan, karena operasi penangkapan ikan sangat dipengaruhi oleh

keadaan alam yang tidak menentu. Kondisi alam yang sering berubah sehingga

akan menyulitkan penangkapan ikan jika seorang nelayan tidak mempunyai

pengalaman dalam membaca perubahan kondisi alam. Pengalaman juga berperan

terhadap pemilihan lokasi untuk menangkap rajungan karena, seluruh nelayan

yang berada di Desa Gebang Mekar masih tergolong kedalam nelayan tradisional

yang tidak menggunakan Global Positioning System (GPS) dalam menentukan


42

daerah penangkapan ikan. Sehingga pengalaman sebagai nelayan sangat

diperlukan dalam menangkap rajungan.

Nelayan responden Desa Gebang Mekar yang memiliki pengalaman paling

rendah adalah 7 tahun sedangkan yang paling tinggi adalah 55 tahun. Sebaran

tingkat pengalaman nelayan rajungan dikelompokkan dalam beberapa bagian

yaitu nelayan denga kisaran pengalaman kurang dari 10 tahun, 10 sampai 20

tahun, 21 sampai 30 tahun, 31 sampai 40 tahun dan lebih dari 41 tahun. Sebaran

jumlah responden berdasarkan pengalaman menjadi nelayan dapat dilihat dalam

Tabel 9.

Tabel 9. Jumlah Nelayan Responden Berdasarkan Pengalaman Menjadi


Nelayan di Desa Gebang Mekar Tahun 2011
Pengalaman Jumlah Responden
No (Tahun) (Orang) Persentase (%)
1 <10 2 5,71
2 10 – 20 13 37,14
3 21 -30 15 42,86
4 31 – 40 2 5,71
5 >41 3 8,57
Jumlah 35 100
Sumber : Data primer, 2011 (diolah)

Berdasarkan Tabel 9 dapat diketahui bahwa nelayan yang memiliki

pengalaman dengan kisaran 21-30 tahun yaitu sebanyak 15 responden atau

sebanyak 42,86 persen adalah jumlah terbesar. Berdasarkan banyaknya nelayan

yang memiliki pengalaman 21-30 tahun, hal ini menunjukkan bahwa kebanyakan

nelayan memiliki pengalaman yang cukup untuk menunjang operasi penangkapan

ikan.

5.6.3 Tingkat Pendidikan

Jenjang pendidikan yang ditempuh oleh nelayan akan membantu

membuka wawasan dan pola fikir manusia dan tingkat penerimaan akan teknologi
43

baru dalam usaha penangkapan. Tingkat pendidikan juga berpengaruh terhadap

kemampuan di bidang lain selain menjadi nelayan. Pengelompokkan tingkat

pendidikan ini berdasarkan jenjang pendidikan yang ada di Indonesia.

Pengelompokkan tingkat pendidikan maksimal hanya sampai Sekolah Menengah

Atas (SMA), hal ini berdasarkan program pendidikan wajib dari pemerintah hanya

sampai 12 tahun.

Tingkat pendidikan dikelompokkan menjadi tidak tamat SD, tamat SD,

tamat SMP dan Tamat SMA. Sebaran jumlah nelayan responden berdasarkan

tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Jumlah Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Nelayan


Responden di Desa Gebang Mekar Tahun 2011
Tingkat Jumlah Responden
No Pendidikan (Orang) Persentase (%)
1 Tidak Tamat SD 6 17,14
2 Tamat SD 27 77,14
3 Tamat SMP 1 2,86
4 Tamat SMA 1 2,86
Jumlah 35 100
Sumber : Data primer, 2011 (diolah)

Dapat dilihat pada Tabel 10 diatas jumlah nelayan yang tamat SD

sebanyak 27 orang atau sekitar 77,14 persen dari total responden sebanyak 35

orang. Hal ini dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan nelayan di Desa

Gebang Mekar masih relatif rendah. Hal ini disebabkan keadaan rumah tangga

nelayan yang miskin mendorong para nelayan untuk menjadi nelayan agar bisa

membantu perekonomian keluarga mereka. Mayoritas nelayan telah bekerja

menjadi nelayan sejak umur 13-14 tahun, mereka membantu orang tua mereka

dengan menjadi ABK.


44

5.6.4 Pekerjaan Sampingan

Pekerjaan sampingan di luar sebagai nelayan (off-fishing) merupakan

sebuah pekerjaan yang dilakukan di luar pekerjaan menjadi nelayan. Pendapatan

sebagai nelayan yang tidak menentu mengharuskan mereka mencari tambahan

pemasukan bagi keluarga agar kebutuhan sehari-hari mereka dapat terpenuhi.

Pekerjaan sampingan dilakukan oleh nelayan rajungan dilakukan ketika bulan-

bulan paceklik atau nelayan tersebut memang hanya memiliki satu macam jaring

atau alat tangkap sehingga ketika tidak sedang panen rajungan mereka tidak bisa

pergi kelaut.

Pekerjaan sampingan yang dimiliki oleh nelayan rajungan di Desa Gebang

Mekar adalah sebagai buruh petani bawang di Brebes, tukang becak, budidaya

udang dan membuka warung di rumah mereka. Pekerjaan sampingan tersebut

dapat menambah penghasilan dari usaha penangkapan ikan yang tidak menentu.

Usaha penangkapan ikan yang tidak menentu dapat juga dikarenakan oleh isu

pemanasan global dan semakin banyaknya jaring atau alat tangkap yang tidak

ramah lingkungan sehingga berpengaruh terhadap ekosistem laut. Sebaran jumlah

responden berdasarkan kepemilikan pekerjaan sampingan dapat dilihat pada Tabel

11.

Tabel 11. Jumlah Responden Berdasarkan Kepemilikan Pekerjaan


Sampingan Nelayan di Desa Gebang Mekar Tahun 2011
Pekerjaan Jumlah Responden
No Sampingan (Orang) Persentase (%)
1 Punya 5 14,29
2 Tidak Punya 30 85,71
Jumlah 35 100
Sumber : Data primer, 2011 (diolah)

Dapat dilihat pada Tabel 11 menunjukkan dari 31 orang total responden

sebanyak 30 orang atau 85,71 persen responden tidak mempunyai pekerjaan


45

sampingan, sedangkan 5 orang atau sekitar 14,29 persen responden mempunyai

pekerjaan sampingan. Pada Tabel di atas dapat disimpulkan bahwa pekerjaan

sebagai nelayan merupakan pekerjaan satu-satunya yang dapat dilakukan oleh

nelayan di Desa Gebang Mekar. Hal ini juga akibat dari rendahnya tingkat

pendidikan nelayan serta skill, hal tersebut mengakibatkan nelayan memiliki

sedikit kesempatan untuk bekerja di bidang lain selain menjadi nelayan. Kualitas

sumberdaya manusia yang rendah telah membuat masyarakat nelayan sulit

mengembangkan diri dalam aktivitas ekonomi.

5.7 Unit Penangkapan

Dalam perikanan tangkap, operasi penangkapan membutuhkan unit-unit

penangkapan. Unit penangkapan dalam operasi penangkapan antara lain adalah

alat tangkap, perahu, nelayan dan bahan bakar.

5.7.1 Alat Tangkap

Alat tangkap merupakan salah satu unit yang digunakan untuk operasi

penangkapan ikan. Alat tangkap yang dominan digunakan oleh nelayan di

Kabupaten Cirebon bervariasi dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Banyaknya Alat Tangkap Ikan Laut Tahun 2006 – 2010 di
Kabupaten Cirebon
No Alat Tangkap Jumlah (Unit)
2006 2007 2008 2009 2010
1 Payang 788 796 1 522 793 793
2 Dogol 25 25 138 138 138
3 Pukat Pantai/Jaring Arad 1 215 1 648 206 206 206
4 Jaring Insang Hanyut 979 934 197 472 472
5 Jaring Lingkar 16 16 165 592 592
6 Jaring Insang Tetap 1 415 1 415 1 256 1 475 1 475
7 Trammel Net 534 1 168 1 786 2 014 2 014
8 Bagan Tancap 52 52 53 192 192
9 Rawai Tetap 28 243 233 233 233
10 Perangkap Kerang 473 473 536 277 277
11 Perangkap Lainnya 0 746 507 667 680
Jumlah 5 525 7 516 6 599 7 059 7 072
Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Cirebon, 2011
46

Berdasarkan data pada Tabel 12 nelayan di Kabupaten Cirebon pada

tahun 2010 alat tangkap rajungan yaitu jaring kejer termasuk dalam jaring insang

tetap dan bubu lipat termasuk dalam perangkap lainnya.

1. Alat Tangkap Bubu Lipat

Bubu lipat yang dioperasikan di Desa Gebang Mekar memiliki bagian-

bagian, yaitu pelampung tanda, tali pelampung tanda, tali utama, tali cabang dan

bubu lipat. Dioperasikan oleh 4-5 orang nelayan tergantung dari banyaknya bubu

yang dibawa dan jarak daerah penangkapan yang ditempuh. Operasi penangkapan

tiap tripnya dilakukan selama empat hari.

Umumnya nelayan membeli bubu dengan cara memesan sesuai dengan

ukuran berdasarkan keinginan nelayan. Bubu lipat dengan ukuran besar memiliki

harga jual Rp 18 000 per buah mempunyai ukuran panjang 52 cm, lebar 33 cm

dan tinggi 20 cm, sedangkan yang berukuran kecil dengan harga Rp 13 000

mempunyai ukuran panjang 44 cm, lebar 28 cm dan tinggi 15 cm. Jumlah bubu

yang dibawa berkisar 150-400 buah. Hasil tangkapan utama bubu lipat ini adalah

rajungan.

2. Alat Tangkap Jaring Kejer

Jaring kejer memiliki bagian-bagian, yaitu tali ris atas (Head rope), tali

pelampung (float line), pelampung (float), badan jaring (webbing), tali ris bawah

(ground rope), pemberat (sinker), tali selambar dan perlengkapan tambahan

berupa pelampung tanda dan pemberat tambahan. Jaring kejer dioperasikan oleh

3-4 orang, kadang ada beberapa nelayan yang ikut membawa jaring kejer sendiri

dengan tujuan menghemat biaya operasional. Biasanya tiap nelayan membawa 30-

90 tingting.
47

5.7.2 Perahu

Perahu adalah kapal yang digunakan nelayan untuk menangkap atau

mengumpulkan sumberdaya perairan, pekerjaan-pekerjaan riset, guidance,

training dan kontrol. Perahu juga merupakan salah satu unit penangkapan yang

digunakan di atas air sebagai alat transportasi untuk membawa faktor produksi

dari daratan sampai daerah tujuan tangkapan ikan (fishing ground). Jenis perahu

yang digunakan oleh nelayan responden tergolong masih tradisional yaitu perahu

yang terbuat dari kayu dan jenis kayu yang digunakan untuk membuat perahu

adalah kayu jati (Tectona grandis) yang memiliki sifat kuat terhadap air laut.

Teknologi perikanan tangkap dari segi metode penangkapan terus mengalami

perkembangan, perkembangan ini dimulai dari penggunaan mesin untuk

menggerakkan perahu.

Ukuran perahu dikelompokkan berdasarkan berat kotor perahu yaitu GT

(Gross ton) dengan ukuran kapal 2-5 GT. Mesin merupakan salah satu unit

penangkapan dalam perikanan tangkap dan kekuatan mesin 10-25 PK.

5.7.3 Nelayan

Nelayan merupakan bagian dari unit penangkapan ikan yang memegang

peranan penting dalam keberhasilan operasi penangkapan ikan. Peranan tersebut

didasarkan pada kemampuan nelayan dalam menggunakan dan mengoperasikan

alat tangkap serta pengalaman dalam menentukan fishing ground (daerah

penangkapan ikan).

Berdasarkan status kepemilikannya terhadap alat tangkap, nelayan Desa

Gebang Mekar dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu:


48

1. Nelayan pemilik atau juragan, yaitu nelayan yang memiliki sarana

produksi dan bertanggung jawab membiayai operasi penangkapan.

Nelayan pemilik ini merupakan bakul yang berperan dalam proses

pendaratan sampai pada tahap pemasaran.

2. Nelayan buruh, yaitu nelayan yang secara langsung melakukan operasi

penangkapan ikan. Nelayan buruh tersebut ada yang memiliki alat tangkap

ada juga yang hanya menyediakan tenaga untuk operasi penangkapan

buruh ini terdiri dari nelayan yang waktu bekerjanya sebagian besar

digunakan untuk melakukan operasi penangkapan ikan dan nelayan

sambilan yang hanya sebagian kecil waktunya untuk melakukan operasi

penangkapan selebihnya digunakan untuk melakukan pekerjaan lain.

5.7.4 Bahan Bakar (Solar)

Bahan bakar perahu yang digunakan oleh nelayan di Desa Gebang Mekar

adalah solar untuk menjalankan mesin diesel. Banyaknya jumlah solar yang

digunakan mempengaruhi waktu operasi penangkapan. Nelayan jaring kejer

merupakan nelayan one day fishing mereka berangkat setelah shalat subuh dan

pulang sekitar jam 10-12 siang sehingga bahan bakar yang dibutuhkan kurang

lebih 10-15 liter karena jarak tempuh tidak terlalu jauh. Sedangkan untuk nelayan

bubu mereka beroperasi lebih lama dan daya jangkau ke daerah penangkapan

(fishing ground) lebih jauh sehingga bahan bakar yang digunakan lebih banyak

dibandingkan dengan nelayan rajungan yang menggunakan jaring kejer yaitu

sebanyak 100-120 liter. Kapasitas mesin juga berpengaruh terhadap jumlah bahan

bakar karena, semakin besar kapasitas mesin maka semakin besar pula jumlah

bahan bakar.
49

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1 Karakteristik Usaha Nelayan Rajungan

Kegiatan usaha penangkapan dimulai dari operasi penangkapan,

pemasaran hasil tangkapan, rumah tangga nelayan dan lingkungan ekonomi sosial

masyarakat nelayan (Charles, 2000).

6.1.1 Operasi Penangkapan

Operasi penangkapan nelayan rajungan sangat tergantung pada musim,

kondisi alam dan alat tangkap yang digunakan. Alat tangkap rajungan yang

terdapat di tempat penelitian dibagi menjadi dua yaitu jaring kejer dan bubu lipat.

Sebanyak 85,71 persen nelayan responden menggunakan jaring kejer sehingga

secara umum kegiatan penangkapan ikan dilakukan setiap hari. Musim panen

rajungan juga mempengaruhi nelayan untuk pergi ke laut, musim panen rajungan

yaitu terjadi pada bulan Desember sampai bulan Maret (angin barat) pada bulan-

bulan itu nelayan memperbanyak intensitas untuk menangkap rajungan.

Jika musim panen rajungan maka intensitas nelayan pergi melaut akan

tinggi sedangkan jika musim paceklik yaitu dimana keadaan laut tidak terdapat

rajungan atau rajungan yang didapat sangat sedikit nelayan akan mengurangi

jumlah trip untuk melaut. Hal ini dikarenakan jika mereka tetap pergi ke laut

nelayan akan mengalami kerugian karena hasil dari tangkapan nelayan tidak

menutupi modal operasional yang telah dikeluarkan nelayan. Jika nelayan tidak

pergi melaut sebagian besar waktunya akan digunakan untuk memperbaiki jaring

rajungan yang rusak dan merawat kapal. Tetapi ada sebagian nelayan yang pergi

ke daerah lain atau Jakarta yang sekiranya dapat memberikan hasil. Nelayan
50

rajungan ini bermigrasi secara individu maupun kelompok hanya dengan

membawa alat tangkap.

Kegiatan penangkapan nelayan rajungan yang menggunakan alat tangkap

bubu biasanya berangkat pada malam hari pukul 01.00 WIB, sore hari pukul 15.00

WIB atau di pagi hari pukul 10.00 WIB dengan pencarian daerah tangkapan

(fishing ground) di sekitar Brebes dan Tegal serta di daerah Indramayu dan

Karawang. Waktu yang dibutuhkan untuk mencari daerah penangkapan kurang

lebih 12 jam, tetapi jika jaraknya dekat hanya membutuhkan waktu sekitar 3-4

jam. Nelayan dengan alat tangkap bubu memerlukan ABK sebanyak empat

sampai lima orang yaitu satu orang sebagai juru mudi atau tekong dan empat

orang lainnya memiliki tugas masing-masing, bentuk bubu lipat dapat dilihat pada

Gambar 4.

Gambar 4. Bubu Lipat

Sedangkan nelayan jaring kejer kebanyakan adalah nelayan (one day

fishing) mereka pergi pada jam tiga sampai jam lima pagi dan pulang sekitar jam
51

9 sampai 11 siang, dengan pencarian daerah tangkapan di sekitar Cirebon yaitu

seperti perairan Mundu, Dadap, Losari, Kalibungko dan Ender. Waktu yang

dibutuhkan oleh nelayan untuk mencari daerah penangkapan sekitar 1-3 jam.

Informasi mengenai rajungan diperoleh dari pengalaman nelayan tersebut

sebelumnya atau dari nelayan lain yang telah mendapatkan hasil yang cukup

banyak dengan harapan akan mendapatkan hasil yang banyak juga. Sedangkan

untuk jaring kejer memerlukan 3 sampai 4 orang yaitu satu sebagai juru mudi atau

tekong dan sisanya memiliki tugas masing-masing bentuk jaring kejer dapat

dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Jaring Kejer

6.1.2 Pemasaran Hasil Tangkapan

Alat tangkap rajungan yang kebanyakan digunakan oleh nelayan Desa

Gebang Mekar adalah alat tangkap bubu lipat dan jaring kejer. Sebanyak 88,57

persen nelayan menjual hasil rajungan hasil tangkapan kepada bakul. Nelayan
52

yang menangkap rajungan dengan jaring kejer tidak membawa es atau garam

sebagai bahan untuk penanganan hasil tangkapan karena jarak dari daerah

penangkapan ikan yang tidak terlalu jauh dari dermaga kapal serta lama trip yang

pendek (one day fishing). Penanganan rajungan dilakukan dengan menambahkan

air laut pada ember atau tempat ikan lainnya. Selanjutnya setelah pendaratan

(landing) penanganan rajungan dilakukan dengan menyimpannya di es atau

langsung direbus untuk mendapatkan dagingnya. Sedangkan untuk alat tangkap

rajungan bubu lipat yang lama tripnya empat hari yaitu langsung merebus

rajungan.

Rajungan yang di dapat oleh nelayan Gebang Mekar umumnya untuk

dijual kembali. Rajungan yang didapat langsung dibawa ke bakul atau pabrik

untuk dijual atau nelayan langsung mengolah rajungan tersebut dengan

merebusnya dan didapatkan daging rajungan yang baik. Urutan pemasaran hasil

rajungan di Desa Gebang Mekar ditampilkan pada Gambar 6. Urutan pemasaran

rajungan dimulai dari nelayan, rajungan hasil penangkapan nelayan dilelang di

Tempat Pelelangan Ikan (TPI). Rajungan yang dibeli oleh pabrik langsung diolah

untuk langsung di ekspor ke negara-negara seperti Amerika, Jepang dan negara

Eropa lainnya. Sedangkan rajungan yang dibeli oleh bakul untuk diolah dan

diseleksi untuk dijual ke perusahaan rajungan yang Pemasaran ikan hasil

tangkapan selanjutnya dijual kepada konsumen. Tetapi rajungan yang tidak lolos

seleksi untuk dijual ke pabrik dijual ke pedagang pengecer di sekitar Desa Gebang

Mekar dalam bentuk rajungan segar atau daging rajungan.


53

6
Nelayan/Produsen

Tempat Pelelangan Ikan (TPI)

Bakul Pabrik

Ekspor
7 Pedagang Pengecer

Konsumen

Gambar 6. Urutan Pemasaran rajungan di Desa Gebang Mekar

6.1.3 Rumah Tangga Nelayan

Rumah tangga nelayan sangat berpengaruh pada kegiatan perikanan.

Pertama, beberapa nelayan sering melibatkan anggota keluarga dalam proses

penangkapan rajungan dan proses penangkapan rajungan setelah penangkapan.

Nelayan sebagai kepala keluarga biasanya melibatkan anaknya untuk proses

penangkapan di laut. Hal ini berakibat pada pendidikan anak-anak nelayan. Hasil

wawancara sebanyak 77,14 persen responden hanya berhasil menyelesaikan

pendidikan SD dan tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Nelayan-nelayan tersebut lebih memilih mengikuti ayah mereka untuk pergi

kelaut. Namun saat ini nelayan tidak menerapkan hal yang sama kepada anak-

anak mereka, hasil tangkapan yang tidak menentu serta semakin banyak alat

tangkap yang tidak ramah lingkungan menyebabkan mereka lebih memilih

menyekolahkan anak mereka sampai pada jenjang yang lebih tinggi setidaknya
54

sampai SMA sesuai dengan wajib belajar pemerintah. Harapan nelayan dengan

menyekolahkan anak-anak mereka dapat memperbaiki tingkat kesejahteraan

keluarganya kelak. Sedangkan untuk istri-istri nelayan mereka terlibat dalam

proses penanganan hasil tangkapan rajungan.

6.1.4 Kondisi Ekonomi Sosial Masyarakat

Nelayan di Desa Gebang Mekar yang dipisahkan oleh sungai dan terbagi

dalam dua blok yaitu blok petoran dan karang bulu selalu melakukan ritual

membuang sesajen setiap setahun sekali. Hal ini dipercaya agar hasil melaut

nelayan dalam setahun kedepan dapat lebih baik dari tahun sebelumnya. Pesta

pantai ini berbeda pelaksanaannya antar blok, setiap pesta pantai selalu memiliki

rangkaian acara sendiri.

Kondisi lingkungan sosial dan ekonomi nelayan dipengaruhi oleh hidup

nelayan yang harus berhadapan dengan alam dan kondisi cuasa dilaut yang tidak

bersahabat sehingga faktor resiko usaha nelayan yang tinggi. Karakteristik sosial

dan ekonomi nelayan, rata-rata umur nelayan 35 sampai 44 tahun dengan

pendidikan terakhir SD dengan pengalaman rata-rata nelayan 21 sampai 30 tahun.

Sifat masyarakat yang kurang peduli terhadap lingkungan menyebabkan

lingkungan sekitar pemukiman sangat kumuh. Sungai yang memisahkan blok

petoran dan karang bulu di Desa Gebang mekar menjadi media tempat

pembuangan sampah seluruh hasil aktivitas masyarakat. Sungai yang dijadikan

dermaga tempat berlabuhnya kapal nelayan penuh dengan sampah yang

menyebabkan pendangkalan di sungai tersebut. Sampah yang terbawa sampai laut

akan mengganggu habitat rajungan. Hasil tangkapan nelayan rajungan jaring kejer

memiliki penurunan yang sangat drastis saat penelitian kemarin. Air laut berwarna
55

dan sedikit berminyak merupakan penyebab menurunnya hasil tangkapan. Hal ini

diduga akibat dari sampah dan bocornya mesin nelayan sehingga oli tumpah ke

laut. Hal ini masih menjadi penelitian yang dilakukan oleh Dinas Perikanan dan

Kelautan Kabupaten Cirebon.

6.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Nelayan

Dalam usaha perikanan tangkap terdapat beberapa faktor yang

berpengaruh terhadap tingkat pendapatan yang diperoleh nelayan. Faktor-faktor

tersebut adalah jumlah hasil tangkapan (Kg), jumlah awak kapal (Orang), jumlah

trip melaut (Hari), pengalaman (Tahun), jumlah biaya melaut (Rp), jumlah alat

tangkap (Unit) dan pendapatan lain. Hasil analisis faktor-faktor yang

mempengaruhi penerimaan nelayan rajungan dapat dilihat pada Lampiran 3.

Nilai R Square ( R- Sq) dari hasil regresi linear berganda pada Lampiran 2

sebesar 84 persen dan nilai R Square Adjusted sebesar 80 persen. Dengan nilai ini

dapat menunjukkan bahwa nilai koefisien determinasi peubah-peubah variabel

yang terdapat dalam model sehingga dapat menerangkan keragaman peubah tidak

bebas (Y) yaitu sebesar 84 persen, sisanya yaitu sebesar 16 persen dijelaskan oleh

peubah-peubah bebas lain yang tidak terdapat dalam model.

Untuk menguji pelanggaran dalam model ini maka dilakukan beberapa uji

untuk heteroskedastisitas, uji kenormalan dan multikoliniearitas. Pertama, uji

heteroskedastisitas dilakukan dengan melihat hasil plot model apakah membentuk

suatu pola atau tidak. Dapat dilihat pada Lampiran 2 pada model ini tidak terdapat

heteroskedastisitas karena pada plot tersebut tidak membentuk pola atau menyebar

bebas sehingga model homoskedastisitas. Kedua, uji multikolinearitas dilihat dari

nilai VIF (variance inflation factor), jika nilai VIF < 10 maka tidak terdapat
56

multikolinearitas pada model tersebut. Pada Lampiran 2 dapat dilihat nilai VIF

untuk semua peubah bebas < 10, sehingga tidak terdapat multikolinearitas pada

model tersebut.

Nilai p-value pada uji F dengan nilai 0,000 yaitu memiliki nilai lebih kecil

dari taraf nyata yaitu sebesar lima persen (α = 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa

secara keseluruhan peubah-peubah bebas dalam model secara signifikan

berpengaruh terhadap pendapatan nelayan rajungan. Untuk menguji variabel

bebas yang berpengaruh nyata terhadap pendapatan nelayan rajungan digunakan

uji-t, yaitu dengan membandingkan t-hitung dengan t-tabel. Berdasarkan analisis

dapat diketahui bahwa yang berpengaruh nyata terhadap pendapatan nelayan

adalah X1 (jumlah hasil tangkapan), X4 (pengalaman) dan X6 (jumlah alat

tangkap).

6.2.1 Hubungan Jumlah Hasil Tangkapan terhadap Pendapatan Nelayan

Hasil tangkapan nelayan berpengaruh terhadap pendapatan nelayan.

Variabel jumlah hasil tangkapan mempunyai nilai Sig. 0,003 artinya variabel ini

berpengaruh nyata terhadap model pada taraf nyata α = 0,15 (15%). Berdasarkan

model regresi menunjukkan bahwa jumlah hasil tangkapan memiliki nilai positif

dengan nilai 27 901,066. Hal ini menggambarkan bahwa jika jumlah hasil

tangkapan nelayan meningkat satu Kg maka diduga akan meningkatkan

pendapatan nelayan sebesar Rp 27 901,066 dengan asumsi cateris paribus.

6.2.2 Hubungan Jumlah Awak Kapal terhadap Pendapatan Nelayan

Awak kapal atau ABK memiliki peranan penting dalam unit penangkapan

termasuk dalam penangkapan rajungan. Faktor tenaga kerja secara teoritis

mempengaruhi pendapatan usaha. Berdasarkan model regresi menunjukkan


57

bahwa jumlah awak kapal memiliki nilai negatif dengan nilai sebesar 87 716,9.

Hal ini menggambarkan bahwa jika jumlah awak kapal bertambah satu orang

maka diduga akan menurunkan pendapatan nelayan sebesar Rp 87 716,9 dengan

asumsi cateris paribus.

Jumlah awak kapal yang menunjukkan nilai negatif pada pendapatan

menunjukkan bahwa peningkatan jumlah awak kapal justru akan menurunkan

pendapatan. Hasil regresi mengindikasikan bahwa semakin banyak jumlah awak

kapal maka pembagi hasil penangkapan akan semakin besar sehingga akan

mengurangi jumlah pendapatan. Konsekuensi dari hal tersebut adalah upaya

peningkatan jumlah awak kapal tidak meningkatkan pendapatan nelayan rajungan.

6.2.3 Hubungan Jumlah Trip Melaut terhadap Pendapatan Nelayan

Jumlah trip yang dilakukan nelayan rajungan mempengaruhi biaya nelayan

yang harus dikeluarkan dalam sebulan dan mempengaruhi jumlah produksi

tangkapan rajungan. Semakin banyak jumlah trip yang dilakukan oleh nelayan

maka semakin banyak rajungan yang didapat maka akan mempengaruhi

pendapatan nelayan. Berdasarkan model regresi menunjukkan bahwa jumlah trip

melaut memiliki nilai positif dengan nilai 12 274,188. Hal ini menggambarkan

bahwa jika jumlah trip melaut meningkat satu hari maka diduga pendapatan

nelayan akan meningkat sebesar Rp 12 274,188 dengan asumsi cateris paribus.

Jumlah trip melaut yang menunjukkan nilai positif pada pendapatan

menunjukkan bahwa peningkatan jumlah trip melaut akan menaikkan pendapatan.

Hasil regresi mengindikasikan bahwa semakin banyak jumlah trip melaut maka

hasil tangkapan rajungan akan semakin banyak.


58

6.2.4 Hubungan Pengalaman terhadap Pendapatan Nelayan

Pengalaman memiliki peran penting bagi nelayan karena mempengaruhi

hasil tangkapan. Hasil tangkapan nelayan dipengaruhi oleh perubahan musim dan

kondisi alam. Pengalaman digunakan untuk memprediksi perubahan musim dan

kondisi alam. Pengalaman menjadi nelayan mempengaruhi keputusan dalam

operasi penangkapan. Keputusan tersebut antara lain menentukan daerah

penangkapan rajungan. Tingkat pengalaman diukur pada berapa lamanya nelayan

tersebut bekerja sebagai nelayan. Faktor pengalaman diduga berpengaruh terhadap

tingkat penerimaan nelayan. Semakin tinggi tingkat pengalaman maka pendapatan

nelayan semakin tinggi.

Variabel pengalaman memiliki nilai Sig. 0,093 artinya variabel ini

berpengaruh nyata terhadap model pada taraf nyata α = 0,15 (15%). Berdasarkan

model regresi menunjukkan bahwa pengalaman memiliki nilai positif dengan nilai

9 558,315. Hal ini menggambarkan bahwa jika jumlah pengalaman meningkat

satu tahun maka diduga pendapatan nelayan akan meningkat sebesar Rp 9

558,315 dengan asumsi cateris paribus.

Pengalaman yang berpengaruh positif terhadap pendapatan menyatakan

bahwa peningkatan pengalaman akan menaikkan pendapatan nelayan rajungan.

Hal ini menunjukkan semakin tinggi pengalaman nelayan maka mempermudah

mereka untuk menentukan daerah fishing ground sehingga dapat meningkatkan

pendapatan nelayan.

6.2.5 Hubungan Biaya Melaut terhadap Pendapatan Nelayan

Biaya melaut telah mencakup biaya kebutuhan solar dan konsumsi yang

dikeluarkan oleh nelayan untuk pergi melaut. Dari hasil regresi linear berganda
59

menunjukkan nilai koefisien yang negatif dengan nilai 0,233. Hal ini

menggambarkan bahwa jika biaya melaut meningkat Rp 1,00 maka diduga

pendapatan nelayan akan menurun sebesar Rp 0,233 dengan asumsi cateris

paribus. Konsekuensi dari upaya peningkatan biaya melaut akan menurunkan

pendapatan nelayan.

6.2.6 Hubungan Jumlah Alat Tangkap terhadap Pendapatan Nelayan

Jumlah alat tangkap rajungan yang dimiliki oleh nelayan juga

mempengaruhi hasil produksi rajungan yang diperoleh oleh nelayan. Produksi

rajungan selain dipengaruhi musim penangkapan dipengaruhi juga oleh alat

tangkap yang digunakan oleh nelayan. Semakin banyak alat tangkap yang

digunakan oleh nelayan maka akan mempengaruhi pendapatan nelayan.

Variabel pengalaman memiliki nilai Sig. 0,015 artinya variabel ini

berpengaruh nyata terhadap model pada taraf nyata α = 0,15 (15%). Dari hasil

regresi linear berganda menunjukkan nilai koefisien yang positif dengan nilai 2

079,701. Hal ini menggambarkan bahwa jika jumlah alat tangkap meningkat satu

unit maka diduga pendapatan nelayan akan meningkat sebesar Rp 2 079,701

dengan asumsi cateris paribus.

Jumlah jaring berpengaruh positif terhadap pendapatan menunjukkan

bahwa peningkatan jumlah alat tangkap dapat menaikkan pendapatan.

Konsekuensi dari upaya peningkatan alat tangkap akan menaikkan pendapatan.

6.2.7 Hubungan Pendapatan Lain terhadap Pendapatan Nelayan

Pendapatan lain berpengaruh terhadap pendapatan nelayan dan berkorelasi

dengan produktivitas nelayan untuk melaut. Dari hasil regresi linear berganda

menunjukkan nilai koefisien yang negatif dengan nilai 101 901. Nelayan yang
60

memiliki pendapatan lain di luar pekerjaannya sebagai nelayan memiliki

pendapatan dari hasil melaut lebih rendah dibandingkan dengan nelayan yang

tidak mempunyai pendapatan lain, dengan nilai dugaan sebesar 101 901 saat

peubah bebas lain cateris paribus. Hal ini berarti nelayan yang memiliki

pekerjaan lain di luar pekerjaannya sebagai nelayan memiliki pendapatan yang

lebih rendah.

6.3 Analisis Kesejahteraan Nelayan

Analisis kesejahteraan nelayan rajungan digunakan untuk mengukur

tingkat kesejahteraan nelayan untuk memenuhi kebutuhan subsisten keluarga

nelayan sehari-hari seperti untuk konsumsi harian keluarga, pendidikan,

kesehatan, pakaian. Asumsi dasar dalam penggunaan konsep NTN tersebut adalah

semua hasil usaha perikanan tangkap dipertukarkan atau diperdagangkan dengan

hasil sektor non perikanan tangkap.

Nilai kesejahteraan nelayan rajungan jaring kejer sebelum dan setelah

kebijakan dapat dilihat pada Lampiran 4 dan Lampiran 5. NTN nelayan jaring

kejer di Desa Gebang Mekar sebelum dan setelah kebijakan sebesar 0,69 dan 0,65

dari total penerimaan perikanan dan non-perikanan. Hal ini menunjukan NTN

nelayan berada di bawah satu ini artinya penerimaan keluarga nelayan saat ini dan

setelah kebijakan belum mampu memenuhi kebutuhan hidup subsistennya.

Nilai kesejahteraan nelayan rajungan bubu lipat sebelum dan setelah

kebijakan dapat dilihat pada Lampiran 6 dan Lampiran 7. NTN bubu lipat

menunjukkan angka 0,82 dan 0,81 dari total penerimaan perikanan dan non-

perikanan. Hal ini menunjukkan NTN berada di bawah satu, artinya apabila

kebijakan tersebut dilaksanakan penerimaan keluarga nelayan belum memenuhi


61

kebutuhan subsistennya. Sehingga apabila kebijakan ini dilaksanakan maka akan

mempengaruhi pendapatan nelayan untuk memenuhi kebutuhan subsisten

keluarga.

Selisih atau penurunan nilai kesejahteraan nelayan rajungan untuk jaring

kejer adalah sebesar 0,04 dan untuk nelayan bubu lipat adalah sebesar 0,01.

Penurunan kesejahteraan nelayan yang signifikan terjadi untuk nelayan jaring

kejer hal ini dikarenakan hasil tangkapan rajungan nelayan jaring kejer lebih

banyak berukuran kurang dari 8,5 cm dibandingkan dengan nelayan bubu lipat.

6.4 Analisis Struktur Penerimaan

Besarnya penerimaan dalam usaha penangkapan ikan yang diperoleh

nelayan akan mempengaruhi pendapatan nelayan. Besarnya penerimaan

dipengaruhi oleh jumlah hasil tangkapan dan harga rajungan. Penerimaan dalam

penelitian ini adalah dari penjualan hasil tangkapan rajungan langsung ke bakul

atau miniplant. Harga yang ditetapkan adalah harga di tingkat pedagang rajungan

pada saat penjualan dan berdasarkan jenis ikan tangkapan.

Jumlah hasil tangkapan nelayan sangat tergantung pada alam, yaitu musim

rajungan maka hasil tangkapan akan melimpah sedangkan pada saat musim

paceklik maka hasil tangkapan akan jauh lebih sedikit bahkan sampai tidak

mendapatkan rajungan sama sekali. Penerimaan nelayan rajungan dibedakan

dengan dua alat tangkap yaitu penerimaan nelayan rajungan dengan menggunakan

jaring kejer dan menggunakan alat tangkap bubu lipat. Besarnya penerimaan

nelayan rajungan berdasarkan alat tangkap sebelum dan setelah kebijakan dapat

dilihat pada Lampiran 8. Jumlah tangkapan rajungan jaring kejer yang berukuran

kurang dari 8,5 cm sebanyak 5 persen sedangkan untuk bubu lipat 1 persen. Hal
62

ini menunjukkan penerimaan nelayan jaring kejer sebelum dan setelah kebijakan

mengalami penurunan yang cukup besar dibandingkan dengan nelayan bubu lipat.

Rajungan memiliki nilai jual yang tinggi, akan tetapi akan jauh lebih tinggi

apabila rajungan diolah dahulu sebelum dijual. Pengolahan rajungan dengan cara

direbus terlebih dahulu kemudian diambil dagingnya biasanya pengolahan daging

rajungan dilakukan oleh para istri nelayan. Harga daging rajungan di bakul adalah

Rp 150 000 per kilogram sedangkan dalam keadaan segar hanya Rp 42 000 per

kilogram.

6.5 Analisis Struktur Biaya

Suatu usaha dalam memproduksi suatu barang dan jasa akan memerlukan

biaya, peranan biaya sangat penting dalam jalannya operasional. Biaya yang

dikeluarkan untuk usaha dibagi menjadi dua yaitu biaya tetap dan biaya variabel

(biaya tidak tetap). Biaya tetap adalah biaya yang dikeluarkan dengan besaran

tetap dan terus dikeluarkan meskipun hasil produksi banyak atau sedikit. Biaya

variabel adalah biaya yang dikeluarkan dengan besaran sesuai dengan produksi

yang diharapkan, jika menginginkan hasil produksi yang besar maka biaya

variabel harus ditingkatkan. Besaran biaya tetap dan biaya variabel yang telah

dikeluarkan akan mempengaruhi berapa besar pendapatan atau keuntungan yang

diperoleh dari suatu usaha.

Biaya tetap dalam usaha penangkapan rajungan terdiri dari biaya

perawatan dan biaya penyusutan. Biaya perawatan dan penyusutan yang

dikeluarkan untuk perahu, mesin dan alat tangkap. Biaya variabel dalam usaha

penangkapan rajungan adalah biaya operasional yang dikeluarkan untuk

perbekalan ketika akan pergi melut antara lain biaya pembelian bahan bakar
63

(solar), biaya konsumsi juragan dan ABK untuk jaring kejer, sedangkan untuk alat

tangkap bubu lipat ditambah dengan es balok dan umpan.

6.5.1 Biaya Penyusutan

Biaya penyusutan dalam suatu usaha adalah termasuk biaya tetap yang

dikeluarkan setiap tahunnya. Usaha penangkapan rajungan biaya penyusutan

dibagi menjadi beberapa bagian yaitu biaya penyusutan perahu, mesin dan alat

tangkap. Komponen biaya penyusutan terhadap unit produksi untuk alat tangkap

jaring kejer sama bubu lipat dapat dilihat dalam Tabel 13 dan Tabel 14.

Tabel 13. Komponen Biaya Penyusutan Jaring Kejer per tahun


Komponen Nilai (Rp)
Perahu 220 000
Mesin 300 000
Alat tangkap (jaring kejer) 4 800 000
Jumlah 5 320 000
Sumber: Data Primer, 2011 (diolah)

Tabel 14. Komponen Biaya Penyusutan Bubu Lipat per tahun


Komponen Nilai (Rp)
Perahu 220 000
Mesin 300 000
Alat tangkap bubu 1 750 000
Jumlah 2 270 000
Sumber: Data Primer, 2011 (diolah)

6.5.1.1 Biaya Penyusutan Perahu

Perahu merupakan salah satu faktor produksi yang sangat penting

keberadaannya bagi kegiatan penangkapan dilaut. Perahu yang digunakan oleh

nelayan rajungan adalah perahu yang terbuat dari kayu dan masih tradisional.

Pada umumnya perahu berbahan baku kayu memiliki umur teknis 10 tahun. Harga

awal perahu adalah Rp 22 000 000.


64

6.5.1.2 Biaya Penyusutan Mesin

Mesin merupakan salah satu faktor yang penting selain perahu untuk usaha

penangkapan dilaut. Mesin digunakan untuk menggerakan baling-baling kapal

sehingga perahu dapat berjalan. Mesin perahu yang digunakan adalah mesin

perahu berjenis diesel dan berbahan bakar solar dengan berbagai macam ukuran.

Harga awal mesin adalah Rp 7 500 000 dan umur teknis mesin adalah sekitar 5

tahun. Semakin lama umur mesin maka kekuatan mesin sangat berkurang dari sisi

ketahanan mesin. Mesin sangat rentan rusak jika umur mesin sudah tua sehingga

membutuhkan biaya yang sangat besar untuk perbaikan dan perawatan mesin

perahu.

6.5.1.3 Biaya Penyusutan Alat Tangkap

Alat tangkap adalah faktor produksi yang digunakan oleh operasi

penangkapan ikan. Jenis jaring yang digunakan untuk menangkap rajungan yaitu

jaring kejer dan bubu lipat. Harga jaring kejer di pasaran Rp 100 000 dan bubu

lipat Rp 13 000 untuk ukuran kecil dan Rp 18 000 untuk ukuran besar namun

secara umum nelayan rajungan menggunakan bubu berukuran besar. Penyusutan

alat tangkap dalam pada Tabel 14 dan 15 menggunakan jaring kejer 48 tingting

dan bubu lipat 400 buah.

6.5.2 Biaya Perawatan

Biaya perawatan adalah salah satu biaya tetap yang pasti dikeluarkan oleh

nelayan dan besaran biaya yang dikeluarkan adalah sama setiap tahunnya. Biaya

perawatan dalam usaha perikanan tangkap adalah perawatan untuk perahu, mesin

dan alat tangkap.


65

6.5.2.1 Biaya Perawatan Perahu

Perawatan perahu dilakukan oleh nelayan rajungan secara umum setahun

dua kali. Perawatan perahu sangat penting dilakukan oleh nelayan untuk menjaga

agar tidak cepat rusak. Biasanya nelayan rajungan melakukan pengecetan total

dan dilakukan enam bulan sekali. Pengerjaan perawatan perahu dilakukan sendiri

oleh pemilik kapal atau kadang-kadang pemilik meminta bantuan. Pengerjaan

perawatan pertama kali dengan menarik perahu kedarat setelah itu dilakukan

pengerokan terlebih dahulu. Cat yang digunakan merupakan cat yang memilliki

ketahanan terhadap air. Komponen biaya perawatan perahu dapat dilihat dalam

Tabel 15 di bawah ini.

Tabel 15. Komponen Biaya Perawatan Perahu per tahun


Intensitas
Alat Perawatan per Biaya
Tangkap Uraian tahun (Rp) Total (Rp)
Jaring Cat Total (atas
Kejer dan bawah) 3 500 000 1 500 000
Jumlah 1 500 000
Bubu Cat Total (atas
Lipat dan bawah) 4 500 000 2 000 000
Jumlah 2 000 000
Sumber: Data Primer, 2011 (diolah)

6.5.2.2 Biaya Perawatan Mesin

Perawatan mesin sangat penting dilakukan agar mesin terhindar dari

kerusakan. Perawatan mesin yang rutin dilakukan oleh nelayan adalah

penggantian oli secara rutin. Umumnya penggantian oli mesin dilakukan setiap

bulan sekali atau bergantung pada kepemilikan dana untuk pembelian oli. Biaya

yang dikeluarkan untuk perawatan mesin adalah untuk pembelian oli mesin. Biaya

yang paling besar adalah biaya penggantian oli mesin, penggantian oli

memerlukan oli sebanyak empat liter per pergantian. Jenis oli yang digunakan
66

adalah oli mesran dari pertamina harga per liter oli pertamina adalah Rp 15 000.

Sedangkan penambahan oli menggunakan oli bekas dengan harga Rp 8 000

perliter. Komponen biaya perawatan mesin dapat dilihat dalam Tabel 16.

Keadaaan sulit yang dirasakan oleh para nelayan karena pendapatan yang

berdampak pada tertundanya perawatan atau mengganti dengan oli mesin bekas.

Intensitas perawatan unit penangkapan tergantung pada biaya dan adanya modal

untuk memperbaiki unit penangkapan tersebut. Kondisi mesin juga mempengaruhi

cara perawatan, perawatan pada mesin lama selain dengan penggantian oli adalah

dengan penambahan oli setiap minggu sekali karena kebocoran mesin sehingga oli

dalam mesin berkurang.

Tabel 16. Komponen Biaya Perawatan Mesin per tahun

Biaya
Alat Jumlah Harga Total
Tangkap Uraian Intensitas (Liter) (Rp/Liter) (Rp)
Jaring
Kejer Ganti oli mesin 6 4 15 000 360 000
Tambah oli mesin 48 1 8 000 384 000
Jumlah 744 000
Bubu
Lipat Ganti oli mesin 9 4 15 000 540 000
Tambah oli mesin 48 1 8 000 384 000
Jumlah 924 000
Sumber: Data Primer, 2011 (diolah)

6.5.2.3 Biaya Perawatan Alat Tangkap

Perawatan alat tangkap untuk rajungan yaitu jaring kejer atau bubu lipat

memiliki karakteristik berbeda. Perawatan untuk jaring kejer dilakukan dengan

cara menjahit bagian jaring yang rusak atau mengganti jaring dengan jaring yang

baru apabila jaring sudah tidak dapat dipakai sama sekali. Biaya yang dikeluarkan

akan lebih banyak jika jumlah jaring yang rusak lebih banyak yaitu sering terjadi

ketika pada musim panen rajungan. Sedangkan untuk bubu lipat apabila bubu
67

rusak maka nelayan akan membeli baru. Perawatan jaring kejer dan bubu

dilakukan di luar jam kerja melaut atau ketika musim paceklik datang dan nelayan

tidak mempunyai pekerjaan lain selain menjadi nelayan. Alat tangkap rajungan

sering mengalami kerusakan karena alat tangkap rajungan akan rusak dalam sekali

pemakaian hal ini disebabkan terkena capitan rajungan yang berusaha meloloskan

dari jaring. Perawatan alat tangkap ini juga dipengaruhi intensitas penggunaan alat

tangkap dan berapa besar kerusakan jaring. Kondisi alat tangkap yang rusak tidak

dapat dipastikan oleh nelayan, kondisi ini akan berbeda jika dalam operasi

penangkapan rajungan yang digunakan hilang atau rusak parah terkena jaring

yang tidak ramah lingkungan sehingga tidak dapat dilakukan kembali. Komponen

biaya perawatan alat tangkap rajungan dapat dilihat dalam Tabel 17.

Tabel 17. Komponen Biaya Perawatan Alat Tangkap Rajungan Per Tahun
Jenis Alat Jumlah jaring Biaya Intensitas
Tangkap (Unit) (Rp/Unit) perawatan Total (Rp)
Jaring Kejer 40 25 000 2 2 000 000
Bubu Lipat 17 18 000 5 2 500 000
Total 4 500 000
Sumber: Data Primer, 2011 (diolah)

6.5.3 Biaya Operasional Penangkapan

Biaya operasional adalah biaya yang dikeluarkan oleh nelayan pada saat

melakukan kegiatan operasional penangkapan. Biaya operasional disini termasuk

sebagai biaya variable (tidak tetap) karena dapat mempengaruhi produksi

penangkapan ikan. Biaya operasional yang dikeluarkan oleh nelayan antara lain

biaya pembelian bahan bakar, pembelian konsumsi untuk jaring kejer dan

tambahan es balok dan umpan untuk alat tangkap bubu lipat. Komponen biaya

yang dikeluarkan nelayan jaring kejer untuk pembelian operasional dapat dilihat
68

dalam Tabel 18 dan komponen biaya yang dikeluarkan nelayan bubu lipat untuk

pembelian operasional dalam Tabel 19.

Tabel 18. Komponen Biaya Operasional (Biaya Variabel) Penangkapan


Rajungan Jaring Kejer Per Tahun
Intensitas
Penangkapan
Uraian Satuan (Trip/Tahun) Jumlah Harga (Rp) Total (Rp)
Solar Liter 252 15 4 500 17 010 000
Konsumsi Orang 252 4 7 500 7 560 000
Jumlah 24 570 000
Sumber: Data Primer, 2011 (diolah)

Tabel 19. Komponen Biaya Operasional (Biaya Variabel) Penangkapan


Rajungan Bubu Lipat Per Tahun
Intensitas
Penangkapan Harga
Uraian Satuan (Trip/Tahun) Jumlah (Rp) Total (Rp)
Solar Liter 42 120 4 500 22 680 000
Konsumsi Orang 42 5 40 000 8 400 000
Es Balok Balok 42 4 14 000 2 352 000
Umpan Kilogram 42 150 3 000 18 900 000
Jumlah 52 332 000
Sumber: Data Primer, 2011 (diolah)

6.6 Analisis Pendapatan Usaha Nelayan Rajungan

Analisis pendapatan nelayan rajungan dilakukan untuk mengetahui berapa

besar pendapatan yang diperoleh oleh nelayan rajungan. Tingkat pendapatan

usaha nelayan rajungan berasal dari perhitungan antara penerimaan yang

diperoleh dengan total biaya yang telah dikeluarkan. Penerimaan hasil yang

diperoleh dapat diketahui apakah kegiatan usaha yang dijalankan berhasil atau

tidak. Dalam hal ini apakah usaha nelayan memberikan keuntungan bagi pelaku

usaha. Analisis pendapatan diperoleh dari pengurangan total penerimaan dan total

biaya dari suatu usaha.

Biaya yang diperhitungkan dalam analisis usaha nelayan rajungan adalah

biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya tetap yang dikeluarkan dalam usaha ini
69

adalah biaya yang dikeluarkan untuk biaya penyusutan dan biaya peralatan unit

penangkapan seperti perahu, mesin dan alat tangkap. Sedangkan biaya tidak tetap

diperoleh dari besaran biaya yang dikeluarkan untuk biaya operasional

penangkapan seperti biaya bahan bakar, biaya konsumsi untuk alat tangkap jaring

kejer dan ditambah biaya es balok dan umpan untuk alat tangkap bubu lipat.

Besarnya tingkat pendapatan yang diperoleh nelayan rajungan yaitu berasal dari

pengurangan penerimaan yang diperoleh dengan besarnya biaya yang telah

dikeluarkan oleh nelayan. Tingkat pendapatan tersebut dibagi dengan sistem bagi

hasil yang sudah diterapkan oleh nelayan.

Dalam analisis ini juga dihitung perbandingan antara penerimaan dan

biaya yaitu R-C ratio (return of cost). R-C ratio digunakan untuk melihat tingkat

keuntungan dalam suatu usaha. Perhitungan pendapatan usaha dan perhitungan R-

C ratio dalam usaha penangkapan rajungan nelayan akan dapat

mempertimbangkan usaha yang akan dijalankan. Perhitungan tersebut dapat

tingkat biaya dan penerimaan sehingga dapat merencanakan untuk usaha yang

lebih baik. Perhitungan analisis pendapatan nelayan rajungan dalam jangka waktu

satu tahun yaitu pada tahun 2011. Secara lebih jelasnya perhitungan analisis

pendapatan usaha nelayan rajungan dengan alat tangkap jaring kejer sebelum dan

setelah kebijakan sebelum kebijakan dapat dilihat pada Lampiran 9 dan Lampiran

10. Sedangkan analisis pendapatan usaha nelayan rajungan dengan alat tangkap

bubu lipat sebelum dan setelah kebijakan dapat dilihat pada Lampiran 11 dan 12.

Hasil analisis pendapatan di atas menunjukkan bahwa pendapatan bersih

nelayan rajungan jaring kejer sebelum dan setelah kebijakan adalah sebesar Rp 6

144 000 per tahun dan Rp 5 075 100. Hasil analisis pendapatan bersih nelayan
70

rajungan bubu lipat sebelum dan setelah kebijakan adalah sebesar Rp 11 038 000

dan Rp 10 327 360. Berdasarkan biaya yang dikeluarkan oleh nelayan jaring

kejer dan bubu lipat untuk usaha, besaran biaya paling tinggi yaitu biaya untuk

bahan bakar solar. Jumlah trip yang sering dilakukan oleh nelayan serta jarak

tempuh yang dilalui untuk menangkap rajungan menyebabkan tingginya biaya

bahan bakar yang dikeluarkan.

Perhitungan R-C ratio digunakan untuk mengetahui seberapa besar

keuntungan yang diperoleh dengan membandingkan antara penerimaan dan biaya.

Perhitungan rasio imbangan dikatakan rugi jika angka yang dihasilkan R-C ratio

< 1, sedangkan usaha tersebut dikatakan menguntungkan jika angka yang

dihasilkan dari rasio R-C ratio > 1. Berdasarkan perhitungan R-C ratio yang

diperoleh dari usaha penangkapan rajungan yang dilakukan oleh nelayan jaring

kejer sebelum dan setelah kebijakan adalah sebesar 1,06 dan 1,05. Berdasarkan

nilai tersebut dapat diketahui bahwa setiap Rp 1,00 yang dikeluarkan nelayan

untuk usaha penangkapan akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1,06

sebelum kebijakan dan Rp 1,05 setelah kebijakan. Berdasarkan perhitungan R-C

ratio juga diperoleh dari usaha penangkapan rajungan yang dilakukan oleh

nelayan bubu lipat sebelum dan setelah kebijakan adalah sebesar 1,10 dan 1,09.

Berdasarkan nilai tersebut dapat diketahui bahwa setiap Rp 1,00 yang dikeluarkan

nelayan untuk usaha penangkapan akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp

1,10 sebelum kebijakan dan Rp 1,09 setelah kebijakan. Hasil perhitungan R-C

ratio diketahui bahwa usaha penangkapan rajungan untuk nelayan jaring kejer dan

bubu lipat menguntungkan.


71

6.7 Analisis Kelayakan Usaha Nelayan Rajungan

Perhitungan analisis finansial yang dilakukan kepada nelayan rajungan

jaring kejer dan bubu lipat bertujuan untuk mengetahui tingkat kelayakan

pengembangan usaha dilihat dari sudut pandang investasi. Kriteria yang

digunakan adalah NPV, IRR dan Net B/C. Kriteria pertama, jika nilai NPV

menunjukkan rata-rata keuntungan bersih yang diperoleh selama 10 tahun (2011-

2021) pada tingkat diskonto 6,75% (suku bunga pinjaman Bank Indonesia). Nilai

NPV ≥ 1 maka pengembangan usaha layak dilaksanakan, jika NPV < 0

pengembangan usaha tidak layak untuk dilaksanakan. Kriteria kedua, jika nilai

B/C ≥ 1 maka pengembangan usaha layak untuk dilaksanakan, namun apabila

nilai B/C < 1 maka pengembangan usaha tidak layak untuk dilaksanakan. Kriteria

ketiga yaitu IRR. Jika hasil yang didapat IRR > I maka pengembangan usaha

layak untuk dilaksanakan

Perhitungan analisis finansial nelayan jaring kejer sebelum dan setelah

kebijakan dapat dilihat pada Lampiran 13 dan 14, sedangkan bubu lipat dapat

dilihat pada Lampiran 15 dan 16.

a. Net Present Value (NPV)

Nilai NPV yang diperoleh usaha nelayan rajungan untuk jaring kejer sebelum

dan setelah kebijakan sebesar Rp 10 087 241 dan Rp 2 972 450. Sedangkan, nilai

NPV untuk bubu lipat sebelum dan setelah kebijakan sebesar Rp 19 683 730 dan

Rp 14 951 582. Nilai tersebut lebih besar dari nol, ini berarti bahwa usaha

nelayan rajungan memperoleh peningkatan nilai uang meskipun nilai NPV

menurun setelah kebijakan, sehingga dianggap layak sesuai perhitungan NPV.


72

b. Net B/C

Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) menunjukkan manfaat yang diberikan dari

proyek ini untuk kepentingan umum dan bukan keuntungan finansial perusahaan.

Nilai Net B/C dihitung berdasarkan nilai arus kas yang telah diperhitungkan nilai

perubahannya terhadap waktu. Nilai net B/C untuk nelayan jaring kejer sebelum

dan setelah kebijakan diperoleh sebesar 1,97 dan 1,49. Sedangkan Net B/C untuk

bubu lipat 2,07 dan 1,91 yang menunjukkan bahwa usaha nelayan rajungan ini

layak untuk dilaksanakan, karena nilai net B/C lebih besar dari satu.

c. Internal Rate of Return (IRR)

Salah satu kriteria untuk menentukan layak atau tidaknya usaha dilaksanakan

maka sebagai patokan dasar pembanding adalah tingkat bunga yang berlaku di

lembaga keuangan yang ada yaitu ditetapkan sebesar 6,75%. Jika nilai IRR lebih

besar dibandingkan tingkat suku bunga bank, maka usaha dinyatakan layak. IRR

pada usaha nelayan rajungan jaring kejer sebelum dan setelah kebijakan sebesar

14 persen dan 9 persen dan untuk nelayan bubu lipat sebesar 17 persen dan 15

persen yang berarti bahwa usaha nelayan rajungan untuk dilaksanakan sebelum

dan setelah kebijakan namun terjadi penurunan nilai IRR setelah kebijakan.

Hasil BCA menunjukkan usaha nelayan rajungan sangat layak untuk

dijalankan. Namun, pada kenyataan di lapangan mata pencaharian sebagai nelayan

memiliki banyak faktor eksternal seperti cuaca dan tidak menentunya stok

rajungan yang ada di laut.

6.8 Implikasi Kebijakan

Permintaan rajungan yang tinggi menyebabkan nelayan menangkap

rajungan dalam berbagai ukuran untuk memenuhi permintaan tersebut. Hal ini
73

menyebabkan rajungan yang ditangkap oleh nelayan belum pada tahap maturity

atau paling tidak belum berkembang biak sama sekali. Jika kondisi seperti terus

berlangsung maka stok rajungan akan terus menurun sehingga akan terjadi krisis

pada sumberdaya tersebut. Krisis itu terjadi ketika laju ekstraksi sumberdaya ini

telah melebihi kemampuan regenerasinya, akan terjadi perubahan ekosistem yang

menyebabkan menurunnya kemampuan produksi di masa mendatang (Fauzi,

2005). Sifat sumberdaya perikanan yang dimiliki bersama (common property) dan

kemudian diperburuk dengan rezim yang bersifat akses terbuka (open access)

menyebabkan penerapan kebijakan harus hati-hati karena menyangkut banyak

stakeholders. Pengelolaan sumberdaya perikanan ini juga harus didukung oleh

semua pihak baik pemerintah, masyarakat, pengusaha dan nelayan. Salah satu

kebijakan yang dapat diterapkan adalah minimum legal size yaitu dengan

mengendalikan mortalitas penangkapan dengan mengatur rajungan yang

ditangkap berdasarkan panjang ukuran karapas rajungan tersebut.

Kebijakan minimum legal size berdampak positif untuk pemulihan

sumberdaya rajungan yang semakin menipis. Namun, kebijakan ini berdampak

negatif untuk nelayan jaring kejer dan bubu lipat. Hasil analisis NTN

menunjukkan nilai NTN sebelum dan setelah kebijakan minimum legal size

kurang dari nol dan mengalami penurunan. Hal ini menyebabkan kebijakan

minimum legal size memiliki dampak negatif terhadap kesejahteraan nelayan,

dengan adanya kebijakan tersebut nelayan tidak dapat memenuhi kebutuhan

subsistennya sehari-hari. Oleh sebab itu jika kebijakan ini dijalankan harus ada

alternatif pendapatan, sehingga kesejahteraan nelayan tidak menurun. Implikasi

lainnya adalah apabila discount rate yang diberlakukan lebih tinggi maka
74

kelayakan usaha nelayan rajungan memiliki performa yang kurang baik, sehingga

usaha nelayan rajungan memiliki resiko yang tinggi.

Ada tiga langkah yang dapat dilakukan dalam pengelolaan sumberdaya

perikanan yaitu langkah teknis, pengendalian masukan dan pengendalian keluaran

(Kusumastanto et al, 2007). Pengendalian input yang dapat dilakukan adalah

pelarangan terhadap alat tangkap destruktif seperti jaring arad. Tujuan pelarangan

alat tangkap tersebut untuk mengurangi dampak negatif yang diakibatkan oleh alat

tangkap tersebut terhadap habitat rajungan. Pengendalian keluaran yang dapat

dilakukan adalah misalnya dengan pembatasan kuota penangkapan rajungan atau

pembatasan wilayah penangkapan rajungan. Pengelolaan tersebut dapat dilakukan

untuk pelestarian sumberdaya perikanan dan kesejahteraan nelayan.


75

VII. KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan pada bab sebelumnya

maka dapat diambil kesimpulan yaitu:

1. Karakteristik usaha nelayan rajungan yang dapat diidentifikasi adalah dari

operasi penangkapan total responden yang menggunakan jaring kejer sebanyak

85,71 persen jadi umumnya nelayan melakukan one day fishing. Pemasaran

hasil tangkapan sebanyak 88,57 persen nelayan menjual rajungan hasil

tangkapan kepada bakul. Seluruh nelayan melibatkan anggota keluarganya

dalam proses penangkapan maupun dalam proses penanganan hasil rajungan.

Kondisi lingkungan sosial dan ekonomi nelayan dipengaruhi oleh hidup

nelayan yang harus berhadapan dengan alam dan kondisi cuaca di laut yang

tidak bersahabat sehingga faktor resiko usaha nelayan yang tinggi.

2. Pendapatan nelayan dipengaruhi oleh jumlah hasil tangkapan, jumlah awak

kapal, jumlah trip melaut, pengalaman, jumlah biaya melaut, jumlah alat

tangkap dan pendapatan lain. Faktor yang berpengaruh signifikan adalah

jumlah hasil tangkapan, pengalaman dan jumlah alat tangkap rajungan.

3. Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan NTN besarnya NTN untuk

nelayan jaring kejer sebelum kebijakan adalah sebesar 0,69 dan apabila

kebijakan diterapkan adalah sebesar 0,65. NTN untuk nelayan bubu lipat

sebelum kebijakan adalah sebesar 0,82 dan apabila kebijakan diterapkan adalah

sebesar 0,81. Nilai NTN sebelum dan setelah kebijakan menunjukkan nelayan

jaring kejer dan bubu lipat tidak dapat memenuhi kebutuhan subsistennya dan

penurunan terbesar terjadi pada nelayan jaring kejer.


76

4. Berdasarkan hasil analisis kelayakan usaha nelayan rajungan pada jangka

pendek nilai R-C Ratio untuk nelayan jaring kejer saat ini adalah sebesar 1,06

dan setelah kebijakan sebesar 1,05. Hasil R-C Ratio nelayan bubu lipat saat ini

adalah sebesar 1,10 dan setelah kebijakan 1,09. Hasil BCA usaha nelayan

rajungan jaring kejer saat ini menunjukkan NPV sebesar Rp 10 087 241, Net

B/C 1,97 dan IRR 14 persen dan setelah kebijakan nilai NPV sebesar Rp 2 972

450, Net B/C 1,49 dan IRR 9 persen. Hasil analisis untuk nelayan bubu lipat

saat ini menunjukkan NPV sebesar Rp 19 683 730, Net B/C 2,07 dan IRR 17

persen, setelah kebijakan nilai NPV sebesar Rp 14 951 582, Net B/C 1,91 dan

IRR 15 persen.

5. Kebijakan minimum legal size berdampak negatif terhadap pendapatan nelayan

rajungan.

7.2 Saran

1. Penerapan kebijakan minimum legal size memberikan dampak negatif terhadap

pendapatan nelayan sehingga, diperlukan alternatif pendapatan untuk nelayan

rajungan agar kesejahteraan nelayan dapat meningkat.

2. Perlu dilakukan penyuluhan dan sosialisasi mengenai dampak negatif yang

ditimbulkan oleh alat tangkap tidak ramah lingkungan dan dilakukan sangsi

yang tegas oleh pemerintah Kabupaten Cirebon.


77

DAFTAR PUSTAKA

Abyss. 2001. Portunus pelagicus. http://www.abyss.com.au/crab.html. Diakses 2


Mei 2011.

Charles, A. T. 2001. Sustainable Fishery System. Blackwell Science. London.

Campbell, G. R. and D.R. Fielder. 1986. Size at Sexual Maturity and Occurrence
of Ovigerous Females in Three Species of Commercially Exploited
Portunid Crabs in SE Queensland. Proceedings of The Royal Society
of Queensland, 97:97-87.

Dewan Kelautan Indonesia. 2008. Evaluasi Kebijakan dalam Rangka


Implementasi Konvensi Hukum Laut Internasional (UNCLOS 1982)
di Indonesia.
http://rovicky.files.wordpress.com/2010/09/la20unclos20pdf2.pdf.
Diakses 18 Februari 2011.
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Barat. 2009. Laporan Statistik
Perikanan Tangkap dan Budidaya Jawa Barat (Tidak dipublikasikan).
Bandung.
Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cirebon. 2006. Laporan Tahunan Dinas
Perikanan Cirebon (Tidak dipublikasikan). Cirebon.
Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cirebon.. 2011. Laporan Tahunan
Dinas Kelautan Cirebon (Tidak dipublikasikan). Cirebon.
Departemen Kelautan dan Perikanan. 2002. Peta Komoditi Utama Sektor Primer
dan Pengkajian Peluang Pasar Serta Peluang Investasinya di
Indonesia.
http://regionalinvestment.com/newsipid/userfiles/komoditi/1/ikan_sen
trawilayah.pdf. Diakses 3 Maret 2011.
Direktorat Sarana Perikanan Tangkap. 2008. Nilai Ekspor Hasil Perikanan.
Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta.
Fauzi, A. 2005. Kebijakan Perikanan dan Kelautan. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
78

Fauzi, A. 2006. Ekonomi Sumber Daya dan Lingkungan. Gramedia Pustaka


Utama. Jakarta.

Firdaus, M. 2004. Ekonometrika Suatu Pendekatan Aplikatif. Bumi Aksara.


Jakarta.

Gardenia, Y. T. 2006. Tesis. Teknologi Penangkapan Pilihan Untuk Perikanan


Rajungan di Perairan Gebang Mekar Kabupaten Cirebon. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.

Gittinger, J.P. 1986. Analisa Ekonomi Proyek-Proyek Pertanian. Gramedia


Pustaka Utama. Jakarta.

Gray, C. P et al. 1993. Pengantar Evalusi Proyek. Gramedia Pustaka Utama.

Jakarta.

Juanda, B. 2009. Ekonometrika : Pemodelan dan Pendugaan. IPB PRESS. Bogor.

Kadariah et al. 1999. Pengantar Evaluasi Proyek-Proyek Edisi Revisi. Fakultas


Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta.

Kompas. 8 Februari 2011. Hal. 36. ‘Sejahtera di Negeri Bahari’. Jakarta.

Kusumastanto et al. 2007. Konsepsi Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Laut


Arafuru dalam Rangka Terciptanya Pemanfaatan Sumberdaya yang
Lestari. Paper. Bogor.

Mahesa, R. 2010. Ekspor Rajungan Terancam Sertifikasi.


http://industri.kontan.co.id/v2/read/industri/46305/Ekspor-rajungan-
terancam-sertifikasi. Diakses 18 Desmber 2010.

Mangkusubroto, K dan C.L. Trisnadi 1985. Analisis Keputusan Pendekatan


Sistem Dalam Manajemen Usaha dan Proyek. Ganeca Exact.
Bandung.

Nazir. 2005. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Ciawi.


79

Naziri, Z. 2010. Klasifikasi Rajungan. http://zaldibiaksambas.wordpress.com/

2010/06/21/klasifikasi-rajungan. Diakses 1 februari 2011.

Nontji, A. 1993. Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta.

Santoso et al. 2005. Jurnal AGRIJATI. Analisis Usaha Tani Padi Sawah (Oryza
sativa L.) dengan Benih Sertifikasi dan Non Sertifikasi (Studi Kasus
di Desa Karangsari, Kecamatan Weru, Kabupaten Cirebon).
http://faperta-unswagati.com/pdf/pdfv1/7.pdf. Diakses 1 Maret 2011.

Sedoyo. 2011. Rajungan Ternyata Mempunyai Kadar Lemak Rendah.


http//unlimited4sedoyo.wordpress.com/2011/06/18rajungan-ternyata-
mempunyai-kadar-lemak-rendah/. Diakses 11 Agustus 2011.

Tanjung, S. 2010. Indonesia Berpotensi Jadi Eksportir Ikan Terbersar di Dunia.


http://www.waspada.co.od/index.php?option=comcontent&view

=article&id=124800:Indonesia-berpotensi-jadi-eksportir-ikan-
terbesar-dunia&catid=77:fokusutama&Itemid=131. Diakses 28
Februari 2011.

Undang-Undang No. 45 Tahun 2009. Perikanan. Jakarta.

Ustriyana, G.N.I. 2005. Model dan Pengukuran Nilai Tukar Nelayan.


http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/(8)%20soca-ustriyana-
nilai%20tukarnelayan(1).pdf. Diakses 1 Februari 2011.

Yustiarani, A. 2008. Skripsi. Kajian Pendapatan Nelayan dari Usaha Penangkapan


Ikan dan Bagian Retribusi Pelelangan Ikan di Pangkalan Pendaratan
Ikan (PPI) Muara Angke. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
LAMPIRAN
85
Lampiran 2. Data Karakteristik Responden Nelayan Rajungan Jaring Kejer dan Bubu Lipat di Desa Gebang Mekar Tahun 2011

Pendapatan
Jenis Tingkat Status Pekerjaan Sampingan
No Nama Kelamin Umur Pendidikan Pernikahan Status Keluarga Pengalaman Sampingan Perbulan (Rp)
1 Sobirin Laki-laki 42 Tidak tamat Menikah Kepala keluarga 30 punya 200 000
2 Bagja Laki-laki 35 Tidak tamat Menikah Kepala keluarga 25 Tidak 0
3 Jaudi Laki-laki 50 Tamat SD Menikah Kepala keluarga 40 Punya 750 000
4 Darta Laki-laki 35 Tamat SD Menikah Kepala keluarga 20 Tidak 0
5 Rohmatin Laki-laki 38 Tamat SD Menikah Kepala keluarga 20 Tidak 0
6 Sinang Laki-laki 40 Tamat SD Menikah Kepala keluarga 30 Tidak 0
7 Sanadi Laki-laki 35 Tamat SD Menikah Kepala keluarga 20 Tidak 0
8 Abdul Salam Laki-laki 52 Tamat SD Menikah Kepala keluarga 42 Tidak 0
9 Tanali Laki-laki 35 Tamat SD Menikah Kepala keluarga 20 Tidak 0
10 Mudi Laki-laki 35 Tamat SLTP Menikah Kepala keluarga 20 Tidak 0
11 Sangi Laki-laki 36 Tamat SD Menikah Kepala keluarga 25 Tidak 0
12 Darsikin Laki-laki 30 Tamat SD Menikah Kepala keluarga 25 Tidak 0
13 Sirin Laki-laki 72 Tamat SD Menikah Kepala keluarga 55 Tidak 0
14 Ono Laki-laki 28 Tamat SD Menikah Kepala keluarga 15 Tidak 0
15 Harun Laki-laki 45 Tidak tamat Menikah Kepala keluarga 30 Tidak 0
16 Taryan Laki-laki 37 Tamat SD Menikah Kepala keluarga 25 Tidak 0
17 Slamet Laki-laki 40 Tamat SD Menikah Kepala keluarga 30 Tidak 0
18 Taryono Laki-laki 34 Tamat SD Menikah Kepala keluarga 15 Tidak 0
19 Rasta Laki-laki 60 Tamat SD Menikah Kepala keluarga 50 Tidak 0
20 Damin Laki-laki 40 Tamat SD Menikah Kepala keluarga 30 Tidak 0
21 Raudin Laki-laki 37 Tamat SD Menikah Kepala keluarga 30 Tidak 0
22 Darma Laki-laki 45 Tidak tamat Menikah Kepala keluarga 20 Tidak 0
23 Ragil Laki-laki 32 Tidak tamat Menikah Kepala keluarga 10 Tidak 0
24 Rohana Laki-laki 42 Tamat SD Menikah Kepala keluarga 30 Tidak 0
25 Sawila Laki-laki 40 Tidak tamat Menikah Kepala keluarga 20 punya 200 000

84
86

Pendapatan
Jenis Tingkat Status Pekerjaan Sampingan
No Nama Kelamin Umur Pendidikan Pernikahan Status Keluarga Pengalaman Sampingan Perbulan (Rp)
26 Radiwan Laki-laki 33 Tamat SD Menikah Kepala keluarga 20 Tidak 0
27 Casmun Wijaya Laki-laki 41 Tamat SD Menikah Kepala keluarga 25 Tidak 0
28 Tirung Laki-laki 25 Tamat SD Menikah Kepala keluarga 7 Tidak 0
29 Herman Maulana Laki-laki 28 Tamat SLTA Belum Menikah Anak 15 Tidak 0
30 Wasnadi Laki-laki 34 Tamat SD Menikah Kepala keluarga 25 punya 300 000
31 Sarnika Laki-laki 48 Tamat SD Menikah Kepala keluarga 35 punya 50 000
32 Sartono Laki-laki 45 Tamat SD Menikah Kepala Keluarga 25 Tidak 0
33 Kusam Laki-laki 30 Tamat SD Menikah Kepala Keluarga 18 Tidak 0
34 Wasad Laki-laki 40 Tamat SD Menikah Kepala Keluarga 20 Tidak 0

85
86

Lampiran 3. Hasil analisis faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan nelayan


rajungan di Desa Gebang Mekar Tahun 2011

De scriptiv e Statistics
Mean Std. Deviation N
Y 1603766 86990.43616 35
X1 12.7540 15.03162 35
X2 3.4857 .65849 35
X3 22.8000 3.50462 35
X4 25.5429 10.00395 35
X5 506822.9 81523.14536 35
X6 98.3429 160.34649 35
X7 .1714 .38239 35

Model Summary(b)

Adjusted R Std. Error of


Model R R Square Square the Estimate Durbin-Watson
1 .918(a) .844 .803 304899.683 1.545
a Predictors: (Constant),X7, X6, X2, X5, X4, X1, X3
b Dependent Variable: Y

R-square 84 %, artinya keragaman yang mampu dijelaskan oleh faktor-faktor


dalam model sedangkan sisanya dijelaskan oleh faktor lain di luar model.

Uji-F (ANOVA)
Alpha 5%

ANOVAb

Sum of
Model Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 1.4E+013 7 1.934E+012 20.801 .000a
Residual 2.5E+012 27 9.296E+010
Total 1.6E+013 34
a. Predictors: (Constant), X7, X3, X5, X4, X2, X1, X6
b. Dependent Variable: Y

H0 : Model tidak signifikan


H1 : Model signifikan
Nilai-p(0.000) < alpha 5% maka tolak H0 maka model signifikan
Uji-t

Coe fficie ntsa

Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients Correlations Collinearity Statistics
Model B Std. Error Beta t Sig. Zero-order Partial Part Tolerance VIF
1 (Constant) 960887.6 624892.9 1.538 .136
X1 2 7901.066 8435.390 .610 3.308 .003 .877 .537 .252 .170 5.880
X2 -87716.9 118140.5 -.084 -.742 .464 .594 -.141 -.057 .452 2.213
X3 1 2274.188 17249.877 .063 .712 .483 -.183 .136 .054 .748 1.337
X4 9558.315 5481.382 .139 1.744 .093 .176 .318 .133 .909 1.100
X5 -.233 .340 -.096 -.687 .498 .692 -.131 -.052 .299 3.342
X6 2079.710 799.930 .485 2.600 .015 .877 .447 .198 .166 6.017
X7 -101901 149358.1 -.057 -.682 .501 .249 -.130 -.052 .838 1.193
a. Dependent Variable: Y

Yang berpengaruh nyata terhadap taraf nyata 15% adalah X1 (jumlah hasil tangkapan), X4 (pengalaman) dan X6 (jumlah alat tangkap).

88

87
88

Uji Asumsi

Asumsi kenormalan

Histogram

Dependent Variable: Y

6
Frequency

Mean =-1
Std. Dev.
0 N =3
-2 -1 0 1 2
Regression Standardized Residual

H0 : Galat menyebar normal


H1 : Galat tidak menyebar normal

One -Sample Kolmogorov -Smirnov Te st

Unstandardiz
ed Residual
N 35
Normal Parametersa,b Mean .0000000
Std. Deviation 271706.1045
Most Extreme Absolute .108
Differences Positive .105
Negative -.108
Kolmogorov-Smirnov Z .639
Asymp. Sig. (2-tailed) .809
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.

Nilai-p (0.809) > alpha 5% maka terima H0 artinya galat menyebar normal
89

Uji Homoskedastisitas

Scatterplot

Dependent Variable: Y

3
Regression Standardized Predicted

2
Value

-1

-2 -1 0 1
Regression Standardized Residual

Dari plot diatas tidak membentuk pola apa pun atau menyebar bebas maka
Homoskedastisitas

Uji Multikolinieritas

Nilai VIF < 10 maka tidak ada multikolinieritas


91
Lampiran 4. Nilai Tukar Nelayan Rajungan Jaring Kejer Desa Gebang Mekar Sebelum Kebijakan Tahun 2011

Pendapatan Pengeluaran Pengeluaran rumah


No Nama Responden perikanan Pendapatan non-perikanan perikanan tangga
1 Sinang 1 000 000 0 500 000 1 500 000
2 Sanadi 1 000 000 0 200 000 1 500 000
3 Abdul Salam 1 000 000 0 343 750 1 500 000
4 Tanali 1 260 000 0 487 500 1 500 000
5 Mudi 625 000 0 250 000 1 500 000
6 Sangi 1 541 666 0 406 250 1 500 000
7 Darsikin 1 000 000 0 387 500 1 500 000
8 Sirin 333 333 0 250 000 600 000
9 Ono 1 000 000 0 375 000 900 000
10 Harun 896 000 0 390 000 1 500 000
11 Taryan 2 880 000 0 480 000 2 100 000
12 Slamet 1 750 000 0 275 000 1 500 000
13 Taryono 996 000 0 302 000 1 500 000
14 Rasta 1 960 000 0 330 000 1 500 000
15 Damin 1 000 000 0 300 000 1 200 000
16 Raudin 2 700 000 0 675 000 1 500 000
17 Darma 1 260 000 0 700 000 3 000 000
18 Ragil 2 100 000 0 600 000 3 000 000
19 Rohana 700 000 0 825 000 1 500 000
20 Sawila 1 066 667 200 000 400 000 1 500 000
21 Radiwan 1 440 000 0 240 000 1 500 000
22 Casmun wijaya 1 250 000 0 500 000 1 800 000
23 Tirung 1 540 000 0 490 000 1 500 000
24 Herman maulana 2 800 000 0 700 000 1 500 000
25 Wasnadi 1 400 000 300 000 350 000 600 000
26 Sarnika 1 000 000 50 000 375 000 1 500 000
27 Sartono 1 000 000 0 375 000 1 500 000

90
92

Pendapatan Pengeluaran Pengeluaran rumah


No Nama Responden perikanan Pendapatan non-perikanan perikanan tangga
28 Kusam 1 200 000 0 375 000 1 500 000
29 Wasad 1 062 000 0 300 000 1 500 000
30 Jaya 1 100 000 0 360 000 1 500 000
Jumlah 39 860 666 550 000 12 542 000 46 200 000
NTN 0,6879348

Lampiran 5. Nilai Tukar Nelayan Jaring Kejer Desa Gebang Mekar Setelah Kebijakan Tahun 2011

Pendapatan Pendapatan non- Pengeluaran Pengeluaran rumah


No Nama Responden perikanan perikanan perikanan tangga
1 Sinang 950 000 0 500 000 1 500 000
2 Sanadi 950 000 0 200 000 1 500 000
3 Abdul Salam 950 000 0 343 750 1 500 000
4 Tanali 1 197 000 0 487 500 1 500 000
5 Mudi 593750 0 250 000 1 500 000
6 Sangi 1 440 643 0 406 250 1 500 000
7 Darsikin 950 000 0 387 500 1 500 000
8 Sirin 316 666,35 0 250 000 600 000
9 Ono 950 000 0 375 000 900 000
10 Harun 851 200 0 390 000 1 500 000
11 Taryan 2 736 000 0 480 000 2 100 000
12 Slamet 1 662 500 0 275 000 1 500 000
13 Taryono 946 200 0 302 000 1 500 000
14 Rasta 1 862 000 0 330 000 1 500 000
15 Damin 950 000 0 300 000 1 200 000

91
93

Pendapatan Pendapatan non- Pengeluaran Pengeluaran rumah


No Nama Responden perikanan perikanan perikanan tangga
16 Raudin 2 565 000 0 675 000 1 500 000
17 Darma 1 197 000 0 700 000 3 000 000
18 Ragil 1 995 000 0 600 000 3 000 000
19 Rohana 665 000 0 825 000 1 500 000
20 Sawila 1 013 333,65 200 000 400 000 1 500 000
21 Radiwan 1 368 000 0 240 000 1 500 000
22 Casmun wijaya 1 187 500 0 500 000 1 800 000
23 Tirung 1 463 000 0 490 000 1 500 000
24 Herman maulana 2 660 000 0 700 000 1 500 000
25 Wasnadi 1 330 000 300 000 350 000 600 000
26 Sarnika 950 000 50 000 375 000 1 500 000
27 Sartono 950 000 0 375 000 1 500 000
28 Kusam 1 140 000 0 375 000 1 500 000
29 Wasad 1 008 900 0 300 000 1 500 000
30 Jaya 1 045 000 0 360 000 1 500 000
Jumlah 37 843 692,7 550 000 12 542 000 46 200 000
NTN nelayan 0,65359866365

92
94

Lampiran 6. Nilai Tukar Nelayan Bubu Lipat Desa Gebang Mekar Sebelum Kebijakan Tahun 2011

Pendapatan perikanan Pendapatan non- Pengeluaran Pengeluaran rumah tangga


No Nama Responden (Rp/Bulan) perikanan (Rp/Bulan) perikanan (Rp/Bulan) (Rp/Bulan)
1 Sobirin 1 200 000 200 000 636 800 1 500 000
2 bagja 1 600 000 0 800 000 1 500 000
3 Jaudi 4 800 000 750 000 1 280 000 3 000 000
4 Darta 1 960 000 0 1 200 000 2 000 000
5 Rohmatin 2 000 000 0 1 280 000 2 000 000
Jumlah 11 560 000 950 000 5 196 800 10 000 000
NTN 0,823199621

Lampiran 7. Nilai Tukar Nelayan Bubu Lipat Desa Gebang Mekar Setelah Kebijakan Tahun 2011

Pendapatan perikanan Pendapatan non- Pengeluaran Pengeluaran rumah tangga


No Nama Responden (Rp/Bulan) perikanan (Rp/Bulan) perikanan (Rp/Bulan) (Rp/Bulan)
1 Sobirin 1 188 000 200 000 636 800 1 500 000
2 bagja 1 584 000 0 800 000 1 500 000
3 Jaudi 4 752 000 750 000 1 280 000 3 000 000
4 Darta 1 940 400 0 1 200 000 2 000 000
5 Rohmatin 1 980 000 0 1 280 000 2 000 000
Jumlah 11 444 400 950 000 5 196 800 10 000 000
NTN 0,815592756

93
95

Lampiran 8. Besarnya Penerimaan Nelayan Rajungan Desa Gebang Mekar Berdasarkan Alat Tangkap Sebelum dan Setelah Kebijakan Tahun 2011

Musim
Alat tangkap Uraian Musim panen (angin barat) paceklik Musim biasa (angin timur)
Jaring kejer Jumlah sebelum kebijakan (Kg/Trip) 13 2 5
Bulan Desember, Januari, Februari, Maret April, Mei Juli, Agustus, September,oktober
Harga (Rp/Kg) 42 000 42 000 42 000
Intensitas penangkapan (trip/bulan) 28 20 25
Pendapatan per tahun sebelum
kebijakan 85 512 000
Pendapatan per tahun setelah
kebijakan 81 236 400
Bubu lipat Jumlah sebelum kebijakan (kg/trip) 100 10 30
Bulan Desember, Januari, Februari, Maret April, Mei, Juni Juli, Agustus, September,oktober
Harga (Rp/Kg) 42 000 42 000 42 000
Intensitas penangkapan (trip/bulan) 6 2 3
Pendapatan per tahun sebelum
kebijakan 118 440 000
Pendapatan per tahun setelah
kebijakan 117 255 600

94
96

Lampiran 9. Analisis Pendapatan Usaha Nelayan Rajungan Jaring Kejer Lampiran 10. Analisis Pendapatan Usaha Nelayan Rajungan Jaring Kejer
Sebelum Kebijakan Setelah Kebijakan
Keterangan Nilai (Rp) Keterangan Nilai (Rp)
A. Penerimaan Kotor A. Penerimaan Kotor

Penerimaan Rajungan 85 512 000 Penerimaan Rajungan 81 236 400


Share Biaya Melaut 18 900 000 Share Biaya Melaut 18 900 000
Total Penerimaan Kotor 104 412 000 Total Penerimaan 100 136 400
B. Biaya Variabel (Variable Cost) B. Biaya Variabel (Variable Cost)
Solar 17 010 000 Solar 17 010 000
Konsumsi 7 560 000 Konsumsi 7 560 000
Total biaya Variabel (Total Variable Cost) 24 570 000 Total biaya Variabel (Total Variable Cost) 24 570 000
C. Penerimaan Bersih 79 842 000 C. Penerimaan Bersih 75 566 400
D. Bagi Hasil 64 134 000 D. Bagi Hasil 60 927 300
E. Biaya Tetap (Fixed cost) E. Biaya Tetap (Fixed cost)
Biaya penyusutan Biaya penyusutan
Perahu 220 000 Perahu 220 000
Mesin 300 000 Mesin 300 000
Alat Tangkap 4 800 000 Alat Tangkap 4 800 000
Total biaya penyusutan 5 320 000 Total biaya penyusutan 5 320 000
Biaya perawatan Biaya perawatan
Perahu 1 500 000 Perahu 1 500 000
Mesin 744 000 Mesin 744 000
Alat Tangkap 2 000 000 Alat Tangkap 2 000 000
Total biaya perawatan 4 244 000 Total biaya perawatan 4 244 000
Total Biaya tetap 9 564 000 Total Biaya tetap 9 564 000
F. Total Biaya 98 268 000 F. Total Biaya 95 061 300
G. Pendapatan 6 144 000 G. Pendapatan 5 075 100
H. R/C Ratio 1,06 H. R/C Ratio 1,05

95
97

Lampiran 11. Analisis Pendapatan Usaha Nelayan Bubu Lipat Lampiran 12. Analisis Pendapatan Usaha Nelayan Bubu Lipat
Sebelum Kebijakan Setelah Kebijakan
Keterangan Nilai (Rp) Keterangan Nilai (Rp)
A. Penerimaan kotor 118 440 000 A. Penerimaan kotor 117 255 600
B. Biaya variabel (Variable cost) B. Biaya variabel (Variable cost)
Solar 22 680 000 Solar 22 680 000
Konsumsi 8 400 000 Konsumsi 8 400 000
Es Balok 2 352 000 Es Balok 2 352 000
Umpan 18 900 000 Umpan 18 900 000
Total biaya variabel (Total Variable Cost) 52 332 000 Total biaya variabel (Total Variable Cost) 52 332 000
C. Penerimaan Bersih 66 108 000 C. Penerimaan Bersih 64 923 600
D. Bagi Hasil 47 376 000 D. Bagi Hasil 46 902 240
E. Biaya Tetap (Fixed Cost) E. Biaya Tetap (Fixed Cost)
Biaya penyusutan Biaya penyusutan
Perahu 220 000 Perahu 220 000
Mesin 300 000 Mesin 300 000
Alat tangkap 1 750 000 Alat tangkap 1 750 000
Total biaya penyusutan 2 270 000 Total biaya penyusutan 2 270 000
Biaya perawatan Biaya perawatan
Perahu 2 000 000 Perahu 2 000 000
Mesin 924 000 Mesin 924 000
Alat tangkap 2 500 000 Alat tangkap 2 500 000
Total biaya perawatan 5 424 000 Total biaya perawatan 5 424 000
Total biaya tetap 8 340 667 Total biaya tetap 8 340 667
F. Total biaya 107 402 000 F. Total biaya 106 928 240
G. Pendapatan 11 038 000 G. Pendapatan 10 327 360
H. R/C Ratio 1 10 H. R/C Ratio 1,09

96
98

Lampiran 13. Analisis Finansial Jaring Kejer Sebelum Kebijakan DF 6,75%


TAHUN
PROYEK
No Uraian 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
A Penerimaan

1 Penjualan ikan 85,512,000 85,512,000 85,512,000 85,512,000 85,512,000 85,512,000 85,512,000 85,512,000 85,512,000 85,512,000
Nilai sisa 1,870,667
Share biaya melaut 18,900,000 18,900,000 18,900,000 18,900,000 18,900,000 18,900,000 18,900,000 18,900,000 18,900,000 18,900,000
TOTAL PENERIMAAN KAS 104,412,000 104,412,000 104,412,000 104,412,000 104,412,000 104,412,000 104,412,000 104,412,000 104,412,000 106,282,667
B PENGELUARAN KAS
1 Biaya Investasi
kapal 22,000,000
mesin 7,500,000 7,500,000
alat tangkap kejer 4,800,000 4,800,000 4,800,000 4,800,000 4,800,000 4,800,000 4,800,000 4,800,000 4,800,000 4,800,000
Tali dan Jangkar 220,000 220,000
Tali selambar 70,000 70,000 70,000
Tali pelampung 420,000 420,000 420,000
Pelampung drigen 340,000 340,000 340,000
perkakas 150,000 150,000 150,000
2 Biaya Operasional
Solar 17,010,000 17,010,000 17,010,000 17,010,000 17,010,000 17,010,000 17,010,000 17,010,000 17,010,000 17,010,000
Konsumsi 7,560,000 7,560,000 7,560,000 7,560,000 7,560,000 7,560,000 7,560,000 7,560,000 7,560,000 7,560,000
3 Biaya Perawatan
Perbaikan kapal 1,500,000 1,500,000 1,500,000 1,500,000 1,500,000 1,500,000 1,500,000 1,500,000 1,500,000 1,500,000
Perawatan mesin 744,000 744,000 744,000 744,000 744,000 744,000 744,000 744,000 744,000 744,000
Perawatan alat tangkap 2,000,000 2,000,000 2,000,000 2,000,000 2,000,000 2,000,000 2,000,000 2,000,000 2,000,000 2,000,000
4 Bagi hasil (upah ABK) 64,134,000 64,134,000 64,134,000 64,134,000 64,134,000 64,134,000 64,134,000 64,134,000 64,134,000 64,134,000
TOTAL PENGELUARAN KAS 35,500,000 92,948,000 97,748,000 97,748,000 98,728,000 97,748,000 105,468,000 97,748,000 98,728,000 97,748,000 97,748,000
C Saldo Bersih -35,500,000 11,464,000 6,664,000 6,664,000 5,684,000 6,664,000 -1,056,000 6,664,000 5,684,000 6,664,000 8,534,667

DF 1 0.936768150 0.877534567 0.822046432 0.770066916 0.721374160 0.675760337 0.633030761 0.593003055 0.555506374 0.520380678
NPV 10,087,241
IRR 14%
NPV (+) 63,630,667

Net B/C 1.79

97
99

Lampiran 14. Analisis Finansial Jaring Kejer Setelah Kebijakan DF 6,75%


TAHUN
PROYEK
No Uraian 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
A Penerimaan

1 Penjualan ikan 81,236,400 81,236,400 81,236,400 81,236,400 81,236,400 81,236,400 81,236,400 81,236,400 81,236,400 81,236,400
Nilai sisa 1,870,667
Share biaya melaut 18,900,000 18,900,000 18,900,000 18,900,000 18,900,000 18,900,000 18,900,000 18,900,000 18,900,000 18,900,000
TOTAL PENERIMAAN KAS 100,136,400 100,136,400 100,136,400 100,136,400 100,136,400 100,136,400 100,136,400 100,136,400 100,136,400 102,007,067
B PENGELUARAN KAS
1 Biaya Investasi
kapal 22,000,000
mesin 7,500,000 7,500,000
alat tangkap kejer 4,800,000 4,800,000 4,800,000 4,800,000 4,800,000 4,800,000 4,800,000 4,800,000 4,800,000 4,800,000
Tali dan Jangkar 220,000 220,000
Tali selambar 70,000 70,000 70,000
Tali pelampung 420,000 420,000 420,000
Pelampung drigen 340,000 340,000 340,000
perkakas 150,000 150,000 150,000
2 Biaya Operasional
Solar 17,010,000 17,010,000 17,010,000 17,010,000 17,010,000 17,010,000 17,010,000 17,010,000 17,010,000 17,010,000
Konsumsi 7,560,000 7,560,000 7,560,000 7,560,000 7,560,000 7,560,000 7,560,000 7,560,000 7,560,000 7,560,000
3 Biaya Perawatan
Perbaikan kapal 1,500,000 1,500,000 1,500,000 1,500,000 1,500,000 1,500,000 1,500,000 1,500,000 1,500,000 1,500,000
Perawatan mesin 744,000 744,000 744,000 744,000 744,000 744,000 744,000 744,000 744,000 744,000
Perawatan alat tangkap 2,000,000 2,000,000 2,000,000 2,000,000 2,000,000 2,000,000 2,000,000 2,000,000 2,000,000 2,000,000

4 Bagi hasil tangkapan dengan ABK 60,927,300 60,927,300 60,927,300 60,927,300 60,927,300 60,927,300 60,927,300 60,927,300 60,927,300 60,927,300
TOTAL PENGELUARAN KAS 35,500,000 89,741,300 94,541,300 94,541,300 95,521,300 94,541,300 102,261,300 94,541,300 95,521,300 94,541,300 94,541,300
C Saldo Bersih -35,500,000 10,395,100 5,595,100 5,595,100 4,615,100 5,595,100 -2,124,900 5,595,100 4,615,100 5,595,100 7,465,767

DF 1 0.93676815 0.87753457 0.82204643 0.77006692 0.72137416 0.67576034 0.63303076 0.59300305 0.55550637 0.52038068
NPV 2,972,450
IRR 9%
NPV (+) 52,941,667

Net B/C 1.49

98
100

Lampiran 15. Analisis Finansial Bubu Lipat Sebelum Kebijakan DF 6,75%


Tahun
Proyek
No Uraian 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
A Penerimaan

1 Penjualan ikan 118,440,000 118,440,000 118,440,000 118,440,000 118,440,000 118,440,000 118,440,000 118,440,000 118,440,000 118,440,000
2 Nilai sisa 3,539,333
TOTAL PENERIMAAN KAS 118,440,000 118,440,000 118,440,000 118,440,000 118,440,000 118,440,000 118,440,000 118,440,000 118,440,000 121,979,333
B PENGELUARAN KAS
1 Biaya Investasi
Kapal 22,000,000
Mesin 7,500,000 7,500,000
Alat Tangkap Bubu Lipat 7,000,000 7,000,000 7,000,000 7,000,000 7,000,000
Jangkar dan tali 580,000 580,000
Tali Utama 4,200,000 4,200,000 4,200,000
Tali Cabang 600,000 600,000 600,000
Tali Pelampung Drigen 420,000 420,000 420,000
Pelampung Drigen 340,000 340,000 340,000
Kompor dan peralatan masak 150,000 150,000
Perkakas 200,000 200,000
2 Biaya Operasional
Solar 22,680,000 22,680,000 22,680,000 22,680,000 22,680,000 22,680,000 22,680,000 22,680,000 22,680,000 22,680,000
Air tawar dan Konsumsi 8,400,000 8,400,000 8,400,000 8,400,000 8,400,000 8,400,000 8,400,000 8,400,000 8,400,000 8,400,000
Umpan 18,900,000 18,900,000 18,900,000 18,900,000 18,900,000 18,900,000 18,900,000 18,900,000 18,900,000 18,900,000
Es 2,352,000 2,352,000 2,352,000 2,352,000 2,352,000 2,352,000 2,352,000 2,352,000 2,352,000 2,352,000
3 Biaya Perawatan
Perbaikan kapal 2,000,000 2,000,000 2,000,000 2,000,000 2,000,000 2,000,000 2,000,000 2,000,000 2,000,000 2,000,000
Perawatan mesin 924,000 924,000 924,000 924,000 924,000 924,000 924,000 924,000 924,000 924,000
Perawatan alat tangkap 2,500,000 2,500,000 2,500,000 2,500,000 2,500,000 2,500,000 2,500,000 2,500,000 2,500,000 2,500,000
4 Bagi hasil (upah ABK) 47,376,000 47,376,000 47,376,000 47,376,000 47,376,000 47,376,000 47,376,000 47,376,000 47,376,000 47,376,000
TOTAL PENGELUARAN KAS 42,990,000 105,132,000 105,132,000 112,132,000 110,692,000 112,132,000 113,562,000 112,132,000 110,692,000 112,132,000 105,132,000
C Saldo Bersih -42,990,000 13,308,000 13,308,000 6,308,000 7,748,000 6,308,000 4,878,000 6,308,000 7,748,000 6,308,000 16,847,333

D DF 1 0.93676815 0.87753457 0.82204643 0.77006692 0.72137416 0.67576034 0.63303076 0.59300305 0.55550637 0.52038068
NPV 19,683,730
IRR 17%
NPV (+) 89,069,333

Net B/C 2.07

99
101

Lampiran 16. Analisis Finansial Bubu Lipat Setelah Kebijakan DF 6,75%


Tahun
Proyek
No Uraian 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
A Penerimaan

1 Penjualan ikan 117,255,600 117,255,600 117,255,600 117,255,600 117,255,600 117,255,600 117,255,600 117,255,600 117,255,600 117,255,600
2 Nilai sisa 3,539,333
TOTAL PENERIMAAN KAS 117,255,600 117,255,600 117,255,600 117,255,600 117,255,600 117,255,600 117,255,600 117,255,600 117,255,600 120,794,933
B PENGELUARAN KAS
1 Biaya Investasi
Kapal 22,000,000
Mesin 7,500,000 7,500,000
Alat Tangkap Bubu Lipat 7,000,000 7,000,000 7,000,000 7,000,000 7,000,000
Jangkar dan tali 580,000 580,000
Tali Utama 4,200,000 4,200,000 4,200,000
Tali Cabang 600,000 600,000 600,000
Tali Pelampung Drigen 420,000 420,000 420,000
Pelampung Drigen 340,000 340,000 340,000
Kompor dan peralatan masak 150,000 150,000
Perkakas 200,000 200,000
2 Biaya Operasional
Solar 22,680,000 22,680,000 22,680,000 22,680,000 22,680,000 22,680,000 22,680,000 22,680,000 22,680,000 22,680,000
Air tawar dan Konsumsi 8,400,000 8,400,000 8,400,000 8,400,000 8,400,000 8,400,000 8,400,000 8,400,000 8,400,000 8,400,000
Umpan 18,900,000 18,900,000 18,900,000 18,900,000 18,900,000 18,900,000 18,900,000 18,900,000 18,900,000 18,900,000
Es 2,352,000 2,352,000 2,352,000 2,352,000 2,352,000 2,352,000 2,352,000 2,352,000 2,352,000 2,352,000
3 Biaya Perawatan
Perbaikan kapal 2,000,000 2,000,000 2,000,000 2,000,000 2,000,000 2,000,000 2,000,000 2,000,000 2,000,000 2,000,000
Perawatan mesin 924,000 924,000 924,000 924,000 924,000 924,000 924,000 924,000 924,000 924,000
Perawatan alat tangkap 2,500,000 2,500,000 2,500,000 2,500,000 2,500,000 2,500,000 2,500,000 2,500,000 2,500,000 2,500,000
4 Bagi hasil (upah ABK) 46,902,240 46,902,240 46,902,240 46,902,240 46,902,240 46,902,240 46,902,240 46,902,240 46,902,240 46,902,240
TOTAL PENGELUARAN KAS 42,990,000 104,658,240 104,658,240 111,658,240 110,218,240 111,658,240 113,088,240 111,658,240 110,218,240 111,658,240 104,658,240
C Saldo Bersih -42,990,000 12,597,360 12,597,360 5,597,360 7,037,360 5,597,360 4,167,360 5,597,360 7,037,360 5,597,360 16,136,693

D DF 1 0.93676815 0.87753457 0.82204643 0.77006692 0.72137416 0.67576034 0.63303076 0.59300305 0.55550637 0.52038068
NPV 14,953,582
IRR 15%
NPV (+) 81,962,933
Net B/C 1.91

100
101

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sumedang pada tanggal 17 September 1989 sebagai

anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Enang Sadikin dan Suwarni

S.Pd. Penulis mengawali pendidikan formal pada tahun 1994 di TK Al-Hidayah.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasarnya di SD Negeri Panyingkiran 1 pada

tahun 2001 dan melanjutkan sekolah di SMP Negeri 2 Sumedang dan lulus pada

tahun 2004. Setelah itu, penulis kembali melanjutkan sekolah di SMA Negeri 1

Sumedang dan dinyatakan lulus pada tahun 2007. Penulis memasuki Institut

Pertanian Bogor di Tahun yang sama melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB

(USMI) di Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Departemen Ekonomi Sumberdaya

dan Lingkungan.

Selama kuliah penulis aktif dalam berbagai kegiatan kemahasiswaan,

kepanitiaan dan perlombaan. Penulis aktif menjadi pengurus UKM PSM IPB

Agria Swara sejak tahun 2007 dengan jabatan terakhir sebagai Presidium. Penulis

dan PSM IPB Agria Swara mengikuti Lomba Paduan Suara Tingkat Nasional

juara ke-3 di ITB, Bandung pada tahun 2009. Perlombaan lainnya adalah Lomba

Paduan Suara Lagu Perjuangan ke-3 juara ke-2 di Universitas Tarumanagara, pada

tahun 2010.

Anda mungkin juga menyukai