Jurusan Kimia Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam
1 Universitas Lampung 2 Baristand Industri Bandar Lampung email: ewindathestorm@gmail.com
Abstrak
Telah dilakukan penelitian mengenai produksi kitosan dari cangkang udang
dengan dua metode. Uji metode kimia meliputi deproteinasi, demineralisasi, deasetilasi dan metode enzimatis dengan deasetilasi kimia sebagian diikuti dengan penambahan enzim kitin deasetilase. Karakterisasi kitosan yang dihasilkan meliputi kadar air, kadar abu, kadar nitrogen dan derajat deasetilasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kitosan yang dihasilkan dari metode kimia memiliki kadar air, kadar abu, kadar nitrogen dan derajat deasetilasi berturut– turut 7,39%; 2,10%; 7,59% dan 71%. Sedangkan pada deasetilasi enzimatis, hasil analisis derajat deasetilasi kimia sebagian menggunakan spektrofotometer fourier transform infrared (FTIR) menghasilkan kitosan dengan derajat deasetilasi 46,68 %, diikuti dengan penambahan enzim CDA (Kitin Deasetilase) menghasilkan kitosan dengan derajat deasetilasi 75,91%.
Kata Kunci: derajat deasetilasi, kitosan, kitin deasetilase.
adalah salah satu polisakarida yang
1. Pendahuluan melimpah di bumi selain selulosa dan Indonesia merupakan negara maritim pati, kitin merupakan polimer dari N- yang kaya akan potensi perikanan asetilglukosamin yang terikat melalui seperti udang. Pemanfaatan udang ikatan β-(1,4) (Tsigos dan Bouriotis, untuk keperluan konsumsi 1995). Turunan kitin yang memiliki menghasilkan limbah dalam jumlah tingkat N-terasetilasi lebih rendah besar yang belum dimanfaatkan secara disebut kitosan. Kitosan yang disebut komersial. juga dengan β-1,4-2-amino-2-dioksi-D- Sekitar 35% dari cangkang kering glukosa diperoleh dari kitin melalui udang mengandung kitin. Dari kitin proses deasetilasi menggunakan basa udang dapat dihasilkan sekitar 80% kuat berkonsentrasi tinggi (No and kitosan (No dan Meyer, 1997). Kitin Meyer, 1997). Kitosan tidak larut dalam hot plate dan magnetic stirrer (Fisher air dan H2SO4, sedikit larut dalam HCl, Scientific), pH meter (HACH), dan HNO3. Kitosan juga mudah mikropipet (BIOHTIP Oyj), incubator mengalami degradasi dan bersifat (Memmert), laminar air flow (ESCO), polielektrolit (Hirano, 1986). Deasetilasi tabung sentrifuga (eppendorf), kitin menjadi kitosan dapat dilakukan autoclave (Sturdy), oven (Memmert), dengan dua metode, yaitu metode kimia kertas saring, statif, penangas air dan enzimatis. Metode kimia lebih (Stuart Scientific), batang pengaduk, mudah dan cepat. Sedangkan pada pipet ukur, pipet volum, tanur, corong, , metode enzimatik digunakan enzim desikator, bola hisap, neraca analitik, spesifik (misal: enzim kitin deasetilase ). penangas minyak, cawan pengabuan, Dalam sebuah penelitian pendahuluan spektrofotometer fourier transform dilakukan isolasi enzim kitin deasetilase inframerah (FTIR) merk varian 2000 dari mikroba Aspergillus Aculeatus. Scimitar Series , dan spektrofotometetr Enzim ini bekerja spesifik memotong fourier transform inframerah Shimadzu gugus asetil dari kitin menjadi kitosan, FTIR -8010PC). melalui pemutusan ikatan N-asetamido pada kitin dan merubahnya menjadi 2.2 Preosedur Penelitian kitosan (Kafetzopoulos et al., 1993). 2.2.1 Pembuatan Kitosan Dengan Berdasarkan uraian diatas, maka Metode Kimia dalam penelitian ini akan dilakukan pembuatan kitin dengan metode kimia Proses pembuatan kitosan terdiri yang meliputi tahap deproteinasi, atas tiga tahap yaitu deproteinasi demineralisasi dan deasetilasi kitin merupakan tahap pemisahan protein, untuk menghasilkan kitosan. Sedangkan demineralisasi yaitu tahap pemisahan deasetilasi secara enzimatis mineral. Dan deasetilasi kitin untuk menggunakan enzim kitin deasetilase, memperoleh kitosan. proses deasetilasi enzimatis bersifat selektif dan tidak merusak struktur rantai 2.2.2 Deproteinasi kitosan, sehingga menghasilkan kitosan Sebanyak 40 gram cangkang dengan karakteristik yang lebih seragam udang ditempatkan dalam bejana (Tokoyasu et al., 1997) Kitosan yang tahan asam basa yang dilengkapi diperoleh kemudian dikarakterisasi dengan pengaduk, penangas air dan menggunakan Fourier Transform termometer. Kemudian ditambahkan Infrared (FTIR) untuk menganalisis NaOH 3 M sebanyak 400 ml dengan gugus fungsinya. perbandingan 1:10 (b/v) dan dipanaskan selama 60 menit pada 2. Metode Penelitian suhu 90 0C sambil di aduk konstan.. 2.1 Bahan dan Alat Endapan yang diperoleh dicuci dengan menggunakan akuades sampai pH Bahan-bahan yang digunakan netral. Endapan dikeringkan dalam adalah cangkang udang dari PT. Indokom Samudra Persada, kitin oven dengan suhu 60 0C selama 24 komersial dari PT. Biotech Sukofindo, jam. Kitin kasar yang diperoleh crude enzim kitin deasetilase dari berwarna kuning kemerahan. penelitian pendahuluan mengenai (Isolasi Enzim Kitin Deasetilase Dari Isolat Tanah Humus Aspergillus 2.2.3 Demineralisasi Aculeatus Dan Identifikasi Enzim Tersebut Dalam Produksi Kitosan, Kitin hasil deproteinasi dimasukkan Husniati., dkk), asam klorida pekat dalam bejana tahan asam dan basa (HCl), natrium hidroksida (NaOH), asam yang dilengkapi dengan pengaduk, asetat (CH3COOH), indikator universal, termometer, dan diletakkan dalam akuades, penangas air. Kemudian sampel ditambahkan HCl 2M dengan perbandingan 1:7 (b/v) selama 120 Alat-alat yang digunakan adalah menit pada suhu 25-30 0C. Setelah itu, alat gelas, orbital shaker (Memmert), dilakukan penyaringan sehingga diperoleh filtrat dan endapan. dengan 400 cm-1. Spektrum hasil Endapan yang diperoleh dicuci dengan pengukuran yang diperoleh menggunakan akuades sampai pH dibandingkan dengan spektrum netral, dan endapan dikeringkan dalam kitosan standar. oven dengan suhu 60 0C selama 24 jam, sehingga diperoleh kitin berwarna kuning kemerahan. 2.4.2 Kadar Air (AOAC 1999) Dilakukan penimbangan terhadap 2.2.4 Deasetilasi Kitin cawan yang hendak dipakai, kemudian Kemudian kitin dimasukkan dalam dimasukkan sampel cangkang udang larutan NaOH 20 %, lalu dipanaskan sebanyak 1 gram. Sampel lalu pada suhu 90-100 0C sambil diaduk dimasukkan dalam oven pada suhu konstan selama 60 menit. Setelah itu 1050C selama 3 jam sampai diperoleh didinginkan selama 3 jam pada suhu berat yang tetap, didinginkan dalam ruang dan dilakukan penyaringan desikator lalu ditimbang. Kadar air untuk memisahkan padatan dan dihitung dengan persamaan sebagai cairannya. Padatannya dicuci dengan berikut: akuades sampai pH netral. Perhitungan : Selanjutnya padatan dikeringkan Kadar Air = b- a x 100% dalam oven dengan suhu 60 0C b selama 24 jam. Hasil yang diperoleh a = berat sampel sesudah dikeringkan disebut kitosan. Kitosan yang b = berat awal sampel diperoleh di ukur menggunakan spektrofotometer IR. 2.4.2 Kadar Abu (AOAC 1999) Krus porselin untuk pengabuan ditimbang, lalu dibakar dalam tanur 2.3 Pembuatan Kitosan Dengan pada suhu 6000C selama 3 jam, Metode Enzimatis didinginkan dalam desikator lalu ditimbang. Dimasukkan sampel 2.3.1 Deasetilasi Kimia sebagian cangkang udang sebanyak 1 gram, Sebanyak 20 gram tepung kitin lalu dibakar dalam tanur selama 6 jam komersial direndam dalam larutan NaOH 60% selama 24 jam, kemudian pada suhu 6000C sampai diperoleh abu berwarna putih. dipanaskan pada suhu 60 0C selama 2 Perhitungan: jam. Kemudian kitin yang diperoleh Kadar abu = berat abu(g) x 100% dicuci dengan akuades hingga pH berat sampel (g) netral, dan dikeringkan dalam oven dengan suhu 60 0C selama 24 jam. 2.4.3 Derajat Deasetilasi 2.3.2 Deasetilasi Enzimatis Derajat deasetilasi ditentukan dari Kitosan hasil deasetilasi kimia spektrum serapan spektrofotometer IR sebagian dilarutkan dalam asam asetat dengan metode garis dasar. Puncak 0,1 M. Kemudian dicampurkan enzim tertinggi dicatat dan diukur dari garis CDA sebanyak100 μL dalam 10 ml dasar yang dipilih. Nilai absorbansi larutan kitosan 1% kemudian di inkubasi dihitung dengan rumus : pada suhu 55 0C selama 24 jam. A = log P0/P Keterangan; 2.4 Karakterisasi Kitosan P0= % transmitansi pada garis dasar 2.4.1 Pengukuran Spektroskopi IR P=% transmitansi pada puncak minimum Kitosan yang diperoleh dibaca dengan spektrofotometer IR. Kitosan Perbandingan antara absorbansi pada dibuat pelet dengan KBr, kemudian Ѵ= 1655 cm-1 (serapan pita amina) dilakukan scanning pada daerah dengan absorbansi Ѵ= 3450 cm-1 frekuensi antara 4000 cm-1 sampai (serapan pita hidroksi) dihitung untuk N-deasetilasi kitin yang sempurna larutan NaOH 20%. Menurut Muzzarelli (100%) diperoleh A1655= 1,33. (1986) kitin mempunyai struktur kristalin Penggunaan nilai absorbansi puncak yang panjang dengan ikatan kuat antara yangѴ terkait derajat deasetilasi dapat atom nitrogen dan gugus karboksil. dihitung dengan cara : N-deasetilasi = Oleh karena itu pada proses deasetilasi 1- (A1655/A3450 x 1/1,33) x 100% digunakan larutan NaOH dengan konsentrasi tinggi (40-60%) untuk (Bastaman, 1989, dalam Haryanto, mendapatkan kitosan dari kitin. 1955). Berdasarkan hal di atas, deasetilasi 3. Hasil dan Pembahasan kitin menggunakan metode kimia 3.1 Pembuatan Kitin Penelitian utama dilakukan untuk dengan perlakuan suhu 90-100 0C mengekstraksi kitin dari cangkang selama 60 menit diperoleh derajat udang melalui proses deproteinasi deasetilasi sebesar 71%. menggunakan NaOH dengan pemanasan tinggi. Deproteinasi bertujuan untuk memutuskan ikatan 3.2 Penafsiran Spektrum IR kitosan antara protein dan kitin, dengan cara Gambar 1 menunjukkan hasil menambahkan NaOH. Selama identifikasi kitosan menggunakan perendaman, protein terekstrak dalam metode kimia murni dengan bentuk Na-asam lemak ( Na-proteinat) akibat reaksi saponifikasi antara lemak pengukuran spektrofotometer FTIR yang terkandung dalam cangkang Varian 2000. Hasil identifikasi gugus udang dengan larutan NaOH panas, fungsi terlihat adanya serapan pada dimana ion Na+ akan mengikat ujung bilangan gelombang 3452, 49 cm-1 rantai protein yang bermuatan negatif yang merupakan serapan dari gugus dan mengendap (Suhartono,2000). -OH. Gugus –OH digunakan sebagai Deproteinasi dalam penelitian ini standar internal dalam kitosan (Mario dilakukan dengan menggunakan NaOH 3 M dalam waktu 60 menit dan suhu ± et., al 2008) sedangkan serapan khas 900C. kitosan terlihat pada bilangan Setelah dilakukan tahap gelombang 1666, 50 cm-1 yang deproteinasi, endapan yang diperoleh merupakan geseran tekuk N-H yang dicuci dengan akuades sampai pH menunjukkan keberadaan amina netral, sebagai indikator digunakan pH universal. Pencucian ini dimaksudkan primer (NH ). Berikut adalah spektrum 2 untuk mencegah terjadinya degradasi IR dari kitosan menggunakan metode produk selama proses pengeringan. Pada tahap demineralisasi, senyawa kimia murni. kalsium akan bereaksi dengan asam klorida yang larut dalam air (Bastaman, 1989) Protein, lemak, fosfor, magnesium, dan besi turut terbuang dalam proses ini. Dalam penelitian ini, demineralisasi dilakukan pada temperatur 25-300C dengan larutan asam klorida 2 M dengan perbandingan (1:7).
Kitosan dihasilkan melalui tahap
deasetilasi. Deasetilasi bertujuan untuk memutuskan gugus asetil (−COCH3) yang terdapat pada kitin. Pada penelitian ini, deasetilasi kitin dilakukan dengan merendam kitin selama 60 Gambar 1. Spektra FTIR kitosan hasil deasetilasi metode kimia hasil menit pada suhu 900C menggunakan pengukuran FTIR Varian 2000 Kemudian dicampurkan enzim CDA (Kitin Deasetilase) 100 μL dalam 10 ml larutan kitosan 1% lalu di inkubasi pada suhu 55 0C selama 24 jam. Hasil 3.3 Deasetilasi Enzimatis pengukuran derajat deasetilasi kitosan Proses deasetilasi enzimatis dapat enzimatis dengan spektrofotometer IR meningkatkan derajat deasetilasi 5- disajikan pada gambar 3. 30%, tergantung pada derajat deasetilasi awal. Semakin tinggi derajat deasetilasi awal, semakin kecil peningkatan derajat deasetilasi yang terjadi. Sebelumnya kitin dalam bentuk tepung direndam dalam NaOH 60% selama 24 jam, kemudian di panaskan pada suhu 600C selama 2 jam. Penepungan dilakukan agar proses deasetilasi dapat berlangsung lebih cepat dan sempurna, karena semakin luasnya permukaan yang dapat diakses oleh larutan alkali (No dan Meyers, 1997). Hasil pengukuran derajat deasetilasi kitosan kimiawi Gambar 3. Spektra IR kitosan hasil dengan spektrofotometer IR disajikan deasetilasi enzimatis hasil pada gambar 2. Pengukuran spektrofotometer FTIR (-8010PC)
3.4 Kadar Air
Berdasarkan hasil penelitian telah diketahui bahwa kadar air kitosan sebesar 7,59%. Hal ini menunjukkan bahwa kitosan yang dihasilkan memenuhi standar mutu kadar abu yang ditetapkan Spesifikasi Kitosan Niaga (Anonim, 1987) yakni sebesar < 10%. Kadar air tidak dipengaruhi oleh Gambar 2. Spektra IR kitosan hasil konsentrasi NaOH serta suhu deasetilasi kimia sebagian deasetilasi yang digunakan. Hal ini hasil pengukuran disebabkan kadar air yang terkandung spektrofotometer FTIR pada kitosan dipengaruhi oleh proses (-8010PC) pengeringan, lama pengeringan yang dilakukan, jumlah kitosan yang Derajat deasetilasi awal yang dikeringkan dan luas permukaan rendah menunjukkan banyaknya tempat kitosan dikeringkan (Saleh et jumlah residu asetil yang belum al., 1994). terpotong. Lebih banyak residu asetil menunjukkan lebih banyak substrat 3.5 Kadar Abu yang tersedia untuk reaksi enzim. Hal ini menunjukkan bahwa kadar Sesuai dengan kinetika enzim, abu kitosan belum memenuhi standar semakin banyak substrat yang yang ditetapkan Spesifikasi Kitosan tersedia, laju reaksi akan semakin Niaga (Anonim, 1987) yakni < 2%. cepat dan akan menurun jika jumlah sebagian besar cangkang udang substrat berkurang (Suhartono 1989). mengandung mineral kalsium karbonat dan kalsium fosfat. Penghilangan Kitin hasil deasetilasi sebagian mineral dipengaruhi oleh proses dilarutkan dalam asam asetat 0,1 M. pengadukan selama demineralisasi, sehingga panas yang dihasilkan menjadi homogen. Proses pengadukan yang konstan akan menyebabkan panas merata sehingga 6. Daftar Pustaka pelarut asam klorida (HCl) dapat mengikat mineral secara sempurna. Angka, S.L. dan M.T. Suhartono, 2000. Jika pengadukan yang dilakukan tidak Pemanfaatan Limbah Hasil Laut. konstan maka panas yang dihasilkan IPB.Bogor tidak merata, sehingga reaksi pengikatan mineral oleh pelarut juga AOAC. 1999. Official Methods of akan tidam sempurna (Hartati FK et Analysis of AOAC International. al., 2002). Selain itu proses pencucian 5th Revision. Volume 2. Cunnif yang baik hingga diperoleh pH netral P(Editor). Maryland : AOAC juga berpengaruh terhadap kadar abu. International. Mineral yang terlepas dari sampel akan berikatan dengan pelarut dapat Bastaman S. 1989. Studies On terbuang dan larut bersama air (Angka Degradation and Extraction of dan Suhartono, 2000). Chitin and Chitosan From Prawn Shells. Belfast: The Departement Of Mechanical 4. Simpulan Manufacturing , Aeronautical and Chemical Engineering. The Berdasarkan hasil penelitian dapat Queen's University disimpulkan bahwa karakteristik kitosan yang meliputi kadar air, kadar Hartati FK, Susanto.T, Rakhmadiono S, abu, dan derajat deasetilasi masing- Adi Loekito S. 2002. Faktor- masing adalah 7,39%, 2,10%, dan faktor yang berpengaruh derajat deasetilasi kimia murni sebesar terhadap tahap deproteinasi 71%. Berdasarkan pengamatan Menggunakan Enzim Protease spektrofotometer IR menunjukkan dalam Pembuatan Kitin dan adanya kitosan hasil deasetilasi Kitosan dari cangkang Rajungan sebagian yang terdeteksi pada daerah (Portunus Pelagius). Jurnal serapan amina primer dengan Biosain. Vol 2:1 bilangan gelombang 1645,77 cm-1, dan setelah penambahan enzim CDA Hirano, S. 1986. Chitin and Chitosan. menghasilkan kitosan yang terdeteksi Ulmann’s Encyclopedia of pada daerah serapan 1636,50 cm-1. Industrial Chemistry. Republicka of Germany. 5th . ed. A 6: 231 – 5. Ucapan Terima Kasih 232.
Penulis mengucapkan terima kasih Kafetzhopoulos D, Martinou A, Bouriotis
atas dukungan dana penelitian dari V. 1993. Bioconversion of chitin Program Kegiatan Insentif PKPP 2011 to chitosan: purification and Kementrian Riset dan Teknologi characterization of chitin melalui penelitian pembuatan kitosan deacetylase from Mucor Rouxii. dan nano partikel kitosan dengan Proc Natl Acad Scii USA tripoli fosfat dari limbah cangkang 90:2564-2568. udang (crustaceae) dan aplikasinya sebagai bahan memperpanjang shelf- Mario, F. D., P. Rapan’a, U. Tomati, E. life produk buah segar dan buah Galli.2008. Chitin and Chitosan kaleng dengan No. Kontrak from Basidomycetes. Intern. 12/SPK/RISTEK/BPKIMI/03/2011 Journal of Biological tanggal 3 Maret 2011. Macromolecules, 4:8-12
Muzzarelly.1986. Studies on The
Suitable of Chitinocistic Microorganism for Shrimp Waste Fermentation. Dissertation. University of Washington. New York.
No, H.K., S.P. Meyers, K.S. Lee, 1989.
Isolation abd Characterization of chitin frow Crawfish Shell Waste, J. Agri. Food Chem., 37:575-579
Saleh MR, Abdillah, Suerman E, Basmal
J, Indriati N.1994. Pengaruh Suhu, waktu dan konsentrasi pelarut pada Ekstraksi Kitosan dari Limbah Pengolahan Udang Beku Terhadap Beberapa Parameter Mutu Kitosan. Jurnal Pasca Panen Perikanan 81:30- 43
Tsigos I, Bouriotis V. 1995. Purification
and Characterization of Chitin Deacetylase from Colletotrichum Lindemuthianum. The Journal Of Biological Chemistry 270: 26286-26291.
Tsigos, I., A. Martinou, Kafetzopoulos
and V. Bouriotis. 2000. Chitin deacetylases: New versatile tools in biotechnology. TIBTECH Rev, 18: 305-312.
Tokuyasu K, Ono H, Kameyama MO,
Hayashi K, Moil Y. 1997. Deacetylation of Chitin Oligosaccharides of dp 2-4 by Chitin Deascetylase from Colletotrichum Lindemuthianum. Carbohydrate Research 303:353-358.